• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STABILITAS LERENG (Studi Kasus di Kelurahan Sumur Batu Bandar Lampung) SLOPE STABILITY ANALISYS (Case Study at Sumur Batu Village Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS STABILITAS LERENG (Studi Kasus di Kelurahan Sumur Batu Bandar Lampung) SLOPE STABILITY ANALISYS (Case Study at Sumur Batu Village Bandar Lampung)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STABILITAS LERENG

(Studi Kasus di Kelurahan Sumur Batu Bandar Lampung)

Oleh:

FERIYANSYAH, H.

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

SLOPE STABILITY ANALISYS

(Case Study at Sumur Batu Village Bandar Lampung)

By

FERIYANSYAH H.

Landslide or mass movement of soil and rock on the slopes is a common natural phenomenon. In principle, slope landslide occurs when the driving force on slopes greater than retaining force. Retaining force generally influenced by the strenght of rock and soil density. Meanwhile, the driving force is influenced by the size of the angle of slope, water, heavy loads and types of soil and rock. If both of these forces reach a certain balance, it will lead to stability in the slope position.

Factors affecting the landslide can be varied, natural avalanches occur because of decreased stability of a slope, due to degradation of soil or rock along its time and age. However, there are many landslide events caused by increased pore water pressure in a highly permeable layer, and by the influence of shocks, such as the earthquake which can reduce the density of the soil below the slope. Human activities such as making rice fields and ponds, cutting and digging on slopes without calculation, may cause slope stability, causing lanslide that destroy infrastructure and facilities that already exist.

Safety Factor Analysis of the slope has a very important role in the planning of civil constructions. Important parameters needed in the analysis of slope stability is shear strength, slope geometry, stress or pore water seepage force, load and environmental conditions around the slopes. To state stable slopes (steady) declared in safe condition which is the ratio between the force or moment against the occurrence of landslides and force or moment that causes landslide. Methods of soil slope safety factor calculation commonly used such as Fellenius (1927, 1936) and Janbu Method (1954, 1957, 1973).

(3)

ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS LERENG

(Studi Kasus di Kelurahan Sumur Batu Bandar Lampung)

Oleh

FERIYANSYAH H.

Kelongsoran atau gerakan massa tanah dan batuan pada lereng merupakan fenomena alam yang umum terjadi. Pada prinsipnya, kelongsoran lereng terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari gaya penahan. Gaya penahan umunya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sementara, gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah dan batuan. Kedua gaya ini bila mencapai keseimbangan tertentu maka akan menimbulkan kestabilan pada kedudukan lereng tersebut.

Faktor yang mempengaruhi suatu kelongsoran bisa beraneka ragam, secara alami longsoran terjadi karena menurunnya kemantapan suatu lereng, akibat degradasi tanah ataupun batuan bersamaan waktu dan usianya. Namun demikian, terdapat beberapa kejadian kelongsoran yang disebabkan oleh bertambahnya tekanan air pori dalam lapisan yang sangat permeable, dan oleh pengaruh dari guncangan, misalnya gempa yang dapat mengurangi kepadatan tanah dibawah lereng. Aktivitas manusia seperti membuat sawah dan kolam, mengadakan pemotongan dan penggalian pada lereng tanpa perhitungan, dapat menyebabkan terganggunya kemantapan lereng, sehingga terjadi longsoran yang merusak prasarana dan sarana yang telah ada.

Analisis Faktor Keamanan lereng memiliki peran yang sangat penting pada perencanaan konstruksi-konstruksi sipil. Parameter penting yang dibutuhkan dalam analisis stabilitas lereng adalah kuat geser, geometri lereng, tegangan air pori atau gaya rembesan, beban serta kondisi lingkungan sekitar lereng. Untuk menyatakan lereng dalarn kondisi stabil (mantab) dinyatakan dengan angka aman yang merupakan rasio antara gaya atau momen yang melawan terjadinya longsor dan gaya atau momen yang menyebabkan terjadinya kelongsoran. Metode perhitungan faktor keamanan tanah lereng yang umum digunakan antara lain metode Fellenius (1927, 1936) dan metode Janbu (1954, 1957, 1973).

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Feriyansyah H. lahir di Lampung Barat, Lampung, pada tanggal 07 November

1986, merupakan anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Harsuno

dan Ibu Rosmili.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 1 Muara Jaya Lampung Barat yang

diselesaikan pada tahun 1999. Pendidikan tingkat pertama ditempuh di SLTPN 4

Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002. Kemudian melanjutkan

pendidikan tingkat atas di SMAN 2 Bandar Lampung Progaram Studi Ilmu Alam

yang diselesaikan pada tahun 2005.

Penulis diterima menjadi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Universitas Lampung pada tahun 2006 melalui jalur SPMB. Selama menjadi

mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Mekanika

Tanah. Penulis juga aktif dalam organisasi internal kampus yaitu UKMF

(8)

Persembahan

Sebuah karya kecil buah pemikiran dan kerja keras untuk kedua orang tuaku

tercinta yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kesabaran dan

keikhlasan hati,

Ibundaku tercinta Rosmili,

Ayahandaku tercinta Harsuno,S.Pd.

Adik-adikku

Serta teman dan sahabatku angkatan 2005, 2006 dan 2007.

(9)

Perang besar adalah melawan diri kita sendiri

(Muhammad SAW)

Dimana kehidupan disanalah Jawaban!!

(Virgiawan Listanto)

Change your thinking and

it will change your life!!

(10)

SANWACANA

AlhamdulillahiRobbil ‘Alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS STABILITAS LERENG (Studi Kasus di Kelurahan Sumur Batu Bandar Lampung)” ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini pula secara tulus penulis ingin menyampaikan ucapan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada mereka yang penuh kesabaran dan dedikasi

membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini:

1. Bapak Iswan, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Utama atas waktu

dan kesabarannya selama proses bimbingan, sehingga skripsi ini dapat

dibuat dan diselesaikan juga membuat penulis belajar tentang arti disiplin

dan kerja keras;

2. Bapak Andius Dasa Putra, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing Kedua

atas arahannya dalam penyusunan skripsi ini yang membuat skripsi ini

menjadi lebih baik;

3. Bapak Ir. M. Jafri, M.T., selaku Dosen Penguji atas kritik membangun,

(11)

penulis yakin beliau melakukannya untuk membuat penulis menjadi

seseorang yang lebih baik;

4. Bapak Ir. Setyanto, M.T. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

memberikan kasih sayang, serta pendidikan bagaimana menjadi seorang

mahasiswa yang lugas, tegas, dan bertanggung jawab;

5. Bapak Ir. Idharmahadi Adha, M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung;

6. Ibu Dr. Lusmelia Afriani, S.T., D.E.A., selaku Dekan Fakultas Teknik

Universitas Lampung;

7. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Lampung, untuk segala dedikasinya yang telah membantu

penulis dalam proses pendidikan. Penulis bahkan sadar ucapan terima

kasih tidak akan cukup untuk menggambarkan dedikasi dan pengabdian

beliau-beliau terhadap perkembangan pendidikan penulis;

8. Seluruh karyawan di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas

Lampung, Mas Pardin, Mas Miswanto, Mas Riyadi, Mas Syaiful, Mas

Budi dan Andi yang telah memberikan bantuan dan bimbingan selama

penulis melakukan penelitian.

9. Ayahku Harsuno, Ibuku Rosmili dan Adik-adikku, Yevi Apriyanti, Rudi

Winata, Ilham Saputra, Desy Kurniati yang aku sayangi yang telah

memberikan dorongan materil dan spiritual dalam menyelesaikan kuliah di

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Lampung.

10.Seluruh keluarga besarku, yang telah memberi senyuman hangat, tawa,

(12)

11.Teman seperjuangan pada saat Kerja Praktek Gembel dan ijal.

12.Sahabat-sahabat terbaikku, Irwan, Adi, Daniel, Alex, Novan, Efri, Lamo,

Jarot, Erik, Broery, Babe, Firda, Aniessa, Oken, Arya, Dino dan Adonis

yang tidak pernah bosan untuk memotivasi dan dimotivasi penulis agar

terus berusaha (we can if together friends!!).

13.Teman-teman seperjuangan dalam keluarga besar Teknik Sipil angkatan

2006. Selalu menjadi yang terbaik!!!

14.Teman dan sahabat angkatan 2005 dan 2007 yang tidak mungkin penulis

sebutkan satu per satu. Semoga kita semua berhasil menggapai impian.

15.Civitas Akademi teknik sipil yang tergabung dalam HIMATEKS.

Tanamkan selalu BENDERA BIRU didada!!

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi dengan

sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Bandar Lampung, April 2013

Penulis,

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR NOTASI ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Batasan Masalah ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah... 4

B. Klasifikasi Tanah ... 6

1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USCS) ... 7

2. Sistem Klasifikasi AASHTO ... 10

C. Sifat Fisik Tanah ... 13

1. Kadar Air ... 13

2. Berat Jenis ... 14

3. Batas Atterberg ... 14

4. Analisa Saringan ... 16

D. Tahanan Geser ... 16

1. Definisi Tahanan Geser ... 16

2. Teori Tahanan Geser ... 17

3. Pengujian Kuat Geser ... 19

a. Uji Geser Langsung ( Direct Shear Test) ... 20

b. Uji Triaksial (Triaxial Test)... 21

E. Lereng dan Longsoran ... 23

1. Analisis Lereng ... 23

2. Kelongsoran Lereng ... 24

3. Prinsip Dasar Kestabilan Lereng ... 31

(14)

5. Faktor-faktor Penyebab Longsoran ... 35

6. Perbaikan Lereng... 36

F. Kestabilan Lereng ... 37

1. Jenis-Jenis Lereng dan Analisanya ... 37

a. Lereng Non Kohesif Tak terhingga ... 37

b. Lereng Kohensif Tak Terhingga ... 39

c. Lereng Terhingga ... 41

2. Metode Analisa Kestabilan Lereng ... 43

a. Metode Lingkaran ... 46

b. Metode Sayatan ... 51

c. Metode Fellenius ... 63

d. Metode Janbu... 64

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Persiapan Penelitian ... 68

1. Studi Literatur ... 68

2. Survey Pendahuluan ... 68

B. Metode Pengambilan Sampel ... 69

C. Pelaksanaan Pengujian Laboratorium ... 69

D. Analisa Data ... 82

E. Diagram Alir ... 83

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Sifat – sifat Fisik dan Klasifikasi Tanah... 84

1. Hasil Pengujian Kadar Air ... 84

2. Hasil Pengujian Analisa Saringan ... 84

3. Hasil Pengujian Berat Jenis ... 87

4. Hasil Pengujian Berat Volume ... 88

5. Hasil Pengujian Batas Atterberg ... 88

6. Hasil Pengujian Geser Langsung ... 90

7. Hasil Pengujian Triaxial ... 92

B. Analisa Kestabilan Lereng ... 93

V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 102

B. Saran ... 103

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A ( Hasil Pengujian Laboratorium)

LAMPIRAN B ( Foto Alat Pengujian )

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Metode AASHTO ... 9

Tabel 2. Klasifikasi Tanah Metode USCS... 11 Tabel 3. Sistem Klasifikasi Tanah Unified ... 12 Tabel 4. Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng Dan Intensitas Longsor .. 45

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah... 10

Gambar 2. Garis keruntuhan menurut Mohr dan Hukum keruntuhanMohr 18 Gambar 3. Alat uji Geser Langsung ... 20

Gambar 4. Alat uji triaksial ... 21

Gambar 5. Garis selubung Lingkaran Mohr uji triaksial ... 22

Gambar 6. Tipe Gelincir Rotasional ... 26

Gambar 7. Tipe Gelincir Translational ... 27

Gambar 8. Tipe Kelongsoran Jatuh Bebas ... 28

Gambar 9. Tipe Kelongsoran Gulingan ... 28

Gambar 10. Tipe Kelongsoran Aliran ... 30

Gambar 11.Tipe Kelongsoran Rayapan ... 30

Gambar 12.Sketsa lereng dan gaya yang bekerja... 33

Gambar 13. Sketsa gaya yang bekerja ( t dan S ) pada satu sayatan... 34

Gambar 14. Lereng Tak Terhingga dengan Tanah Tidak Kohesif ... 38

Gambar 15. Lereng Tak Terhingga Pada Tanah Kohesif ... 40

Gambar 16. Lingkaran Keruntuhan Percobaan dengan dan Tanpa Gaya-gaya Air ... 43

(17)

Gambar 18. Kelongsoran Badan Lereng (slope failure) ...47

Gambar 19. Kelongsoran Dasar Lereng (base failure) ...48

Gambar 20. Kelongsoran lereng dangkal ...48

Gambar 21. Sistem Gaya Lingkaran ...49

Gambar 22. Pembagian massa tanah dalam beberapa irisan ...53

Gambar 23. Gaya-gaya pada elemen pias ...54

Gambar 24. Pembatasan kemiringan permukaan gelincir lereng...58

Gambar 25. Geometri Metode Sayatan ...59

Gambar 26. Situasi Analitis Irisan ...62

Gambar 27. Tipe Kelongsoran ...65

Gambar 28. Tipe irisan ...65

Gambar 29. Diagram Alir Penelitian ...83

Gambar 30. Grafik uji analisa saringan Tanah 1...85

Gambar 31. Grafik uji analisa saringan Tanah 2...85

Gambar 32. Grafik uji analisa saringan Tanah 3...86

Gambar 33. Grafik penggabungan uji analisa saringan ...86

Gambar 34. Grafik uji batas cair, batas plastis sampeltanah1...89

Gambar 35. Grafik uji batas cair, batas plastis sampeltanah2...89

Gambar 36. Grafik uji batas cair, batas plastis sampeltanah3...90

Gambar 37. Grafik uji geser langsung ...91

Gambar 38. Grafik uji geser langsung rata-rata ...91

Gambar 39. Lingkaran Mohr uji Triaxial ...92

Gambar 40. Geometri Lereng ...94

(18)

DAFTAR NOTASI

ASTM = American Society for Testing and Materials

AASHTO = American Association of State Highway and Transportation

Officials

USBR = Unified Soil Bearing Classification

USCS = Unified Soil Classification System

= Kuat Geser Tanah

= Tegangan

Φ

= Sudut Geser Dalam Tanah

c = Kohesi Tanah

u = Tegangan Air Pori

W = Berat

Gs = Berat Jenis

Tx = Suhu

LL = Batas Cair

PL = Batas Plastis

LI = Indeks Kecairan

Qu = Kuat Geser Tekan Bebas

(19)

cu = Kuat Geser Undrained

α

= Besar Sudut

T = Waktu

P = Beban

V = Volume

A = Luas

ε

= Regangan

γ = Berat Volume

γd = Berat Volume Kering

γu = Berat Volume Maksimum

ω = Kadar Air

Gs = Berat Jenis

LL = Batas Cair

PI = Indeks Plastisitas

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permukaan tanah di bumi sebagian besar memiliki ketinggian (level) yang tidak sama. Perbedaan ketinggian ini bisa disebabkan oleh mekanisme alam

maupun oleh rekayasa manusia. Kondisi permukaan tanah tersebut bila

duhubungkan oleh suatu permukaan menjadi satu kesatuan maka disebut

sebagai lereng. Suatu lereng yang terjadi secara alamiah maupun hasil

rekayasa manusia, akan terdapat didalamnya gaya-gaya yang bekerja

mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi akan cenderung bergerak kearah

bawah. Disisi lain terdapat pula gaya-gaya dalam tanah yang menahan atau

melawan dorongan gaya-gaya yang bergerak kebawah. Kedua gaya ini bila

mencapai keseimbangan tertentu maka akan menimbulkan kestabilan pada

kedudukan tanah tersebut.

Dalam keadaan tidak seimbang, dimana gaya yang berfungsi menahan atau

melawan lebih kecil dibandingkan gaya-gaya yang mendorong kebawah,

maka akan terjadi suatu kelongsoran (slide) yaitu keruntuhan dari massa tanah yang terletak dibawah sebuah lereng. Dalam pristiwa tersebut terjadi

(21)

Kelongsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau

mendadak, dan dengan maupun tanpa dorongan yang terlihat secara nyata.

Penyebab dari suatu kelongsoran bisa beraneka ragam, secara alami

longsoran terjadi karena menurunnya kemantapan suatu lereng, akibat

degradasi tanah ataupun batuan bersamaan waktu dan usianya. Namun

demikian, terdapat beberapa kejadian kelongsoran yang disebabkan oleh

bertambahnya tekanan air pori dalam lapisan yang sangat permeable, dan oleh pengaruh dari guncangan, misalnya gempa yang dapat mengurangi

kepadatan tanah dibawah lereng. Aktivitas manusia seperti membuat sawah

dan kolam, mengadakan pemotongan dan penggalian pada lereng tanpa

perhitungan, sering menyebabkan terganggunya kemantapan lereng yang ada,

sehingga terjadi longsoran yang merusak prasarana dan sarana yang telah

dibangun oleh masyarakat.

Pada kondisi sekarang penanggulangan longsoran hanya berdasarkan pada

pengalaman sebelumnya atau secara coba-coba dan pada umumnya kurang

berhasil karena penanggulangannya belum tepat atau kurang memadai,

sehingga dana yang digunakan dalam penanggulangan kelongsoran kurang

efektif.

B. Tujuan Penelitian

Analisis lereng di kelurahan sumur batu kota Bandar Lampung ini bertujuan :

1. Mengetahui sifat fisik dan mekanik tanah pada lereng.

2. Mengetahui besarnya kekuatan geser tanah pada lereng.

(22)

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini akan diberikan ruang lingkup maka dilakukan

pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Sampel tanah diambil dari lokasi lereng yang mengalami kelongsoran dan

dilokasi lereng yang tidak mengalami kelongsoran.

2. Pengujian sifat fisik tanah yang dilakukan adalah pengujian kadar air,

pengujian berat jenis, pengujian batas-batas atterberg, dan pengujian

analisa saringan.

3. Pengujian sifat mekanik tanah yang dilakukan adalah pengujian geser

langsung dan pengujian triaxial.

4. Mengetahui faktor keamanan kestabilan lereng.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada ilmu

pengetahuan tentang sifat – sifat fisik dan mekanik tanah lereng, serta

memberikan gambaran kepada masyarakat tentang penanggulangan

kelongsoran lereng.

2. Kepada pihak-pihak terkait mau maupun pihak perencana agar penelitian

ini dapat dijadikan bahan masukan dalam perencanaan konstruksi pada

(23)

III.METODOLOGI PENELITIAN

A. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian merupakan tahapan yang dilakukan sebelum peneliti

melakukan penelitian di laboratorium. Persiapan penelitian terdiri dari:

1. Studi Literatur

Metodologi penelitian berisi penjelasan tentang cara bagaimana penelitian

dilakukan. Tahapan studi ini dilakukan dengan mengumpulkan dan

mempelajari literatur yang berkaitan dengan kerangka permasalahan,

tujuan penelitian, ruang lingkup dan metode penelitian. Studi literatur

juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan hasil-hasil penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian yang dilakukan.

2. Survey Pendahuluan

Survey pendahuluan ini dilakukan sebagai observasi awal sebelum

(24)

B. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Untuk contoh tanah asli (Undisturb) diambil dari kedalaman kira – kira 50 cm di bawah permukaan tanah guna menghilangkan sisa – sisa

kotoran tanah.

b. Untuk contoh tanah terganggu (disturb) , sampel tanah diambil secara bongkahan permukaan tanah.

C. Pelaksanaan Pengujian di Laboratorium

1. Pengujian Kadar Air

Tujuan dari percobaan kadar air adalah untuk mengetahui kadar air

suatu sampel tanah. Kadar air tanah adalah perbandingan berat air

dalam tanah dengan berat butiran tanah (berat tanah kering).

a. Bahan – bahan

Sampel tanah asli (undisturb) dengan lolos saringan No. 4 (4.699mm).

b. Alat – alat yang digunakan

1. Cawan kadar air (container)

2. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram

3. Oven

4. Desikator

c. Rangkaian Kerja

1. Menimbang berat cawan yang akan digunakan, mencatat

(25)

2. Memasukkan sampel kedalam cawan kemudian ditimbang.

3. Memasukkan sampel tanah ke dalam oven dengan suhu

1100C selama 12-16 jam atau sampai berat sampel tanah

konstan.

4. Menutup cawan dan didinginkan dalam desikator

5. Menimbang cawan berisi sampel tanah yang sudah dioven.

6. Pemeriksaan dilakukan tiga kali untuk setiap benda uji

sehingga didapat harga rata – rata.

7. Menghitung prosentase kadar air

2. Percobaan Berat Jenis

Tujuan percobaan berat jenis adalah untuk menentukan kepadatan

massa tanah secara rata- rata yaitu perbandingan antara berat butiran

tanah dan berat air suling dengan volume yang sama pada suhu

tertentu.

a. Bahan – bahan

1. Sampel tanah asli (undisturb) 2. Air suling

b. Alat – alat yang digunakan

1. Picnometer (labu ukur) 100ml sebanyak 2 bh

2. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram

3. Tungku pemanas dengan bahan baker spirtus

4. Korek api

5. Oven

(26)

c. Rangakaian kerja

1. Menyiapkan picnometer dan air suling 500 ml kemudian

dengan thermometer mencatat suhu yang ada untuk

pengkalibrasian picnometer.

2. Menyiapkan benda uji secukupnya dan mengoven pada

suhu 600C sampai dapat digemburkan.

3. Mendinginkan sampel dengan menggunakan alat desikator.

4. Menimbang picnometer dalam keadaan bersih kering

beserta tutupnya.

5. Menimbang picnometer beserta tanah kering.

6. Picnometer yang berisi tanah diberi air kira – kira 1/3

volume picnometer kemudian di didihkan di atas tungku

pemanas (boller) selama kurang lebih 15 menit. Hal ini

dimaksudkan untuk menghilangkan udara di dalam butir –

tanah.

7. Mendinginkan picnometer sehingga suhu sesuai dengan

temperatur ruangan.

8. Menambahkan air suling ke dalam secukupnya sampai

penuh.

9. Menimbang picnometer yang berisi tanah dan air kemudian

mencatat suhu picnometer.

10. Mengosongkan picnometer dari tanah dan air yang berada

di dalamnya.

11. Mengisi picnometer dengan air sehingga mencapai batas

(27)

12. Mengeringkan permukaan luar picnometer dengan lapisan

kering dan menutup serta menimbangnya.

3. Percobaan Batas Atterberg

a. Percobaan Batas Cair (Liquid Limit)

Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan kadar air suatu

jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.

1. Bahan – bahan

a. Sampel tanah sebanyak kurang lebih 300 gram

b. Air bersih sebanyak ± 300 cc

2. Alat – alat yang digunakan

a. Alat batas cair (mangkok cassagrande)

b. Alat pembuat alur

c. Spatula

d. Gelas ukur

e. Plat kaca

f. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram

g. Oven

h. Ayakan No. 40 (0.420 mm)

3. Rangkaian Kerja

a. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan

dengan saringan No. 40.

b. Mengatur tinggi jatuh mangkuk sebesar 10 mm.

c. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40

(28)

sedikit dan diaduk hingga merata, kemudian di

masukkan ke dalam mangkuk cassagrande.

d. Meratakan permukaan adonan sehingga sejajar

dengan alas.

e. Membuat alur tepat ditengah – tengah dengan

membagi benda uji dalam mangkuk cassagrande

tersebut dengan menggunakan grooving tool.

f. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah

bertemu merapat, sepanjang 13 mm sambil

menghitung jumlah ketukan.

g. Jumlah ketukan harus berada diantara 10 sampai 40

kali.

h. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah

mangkok untuk pemeriksaan kadar air.

i. Melakukan langkah kerja yang sama untuk benda uji

dengan keadaan adonan yang berbeda sehingga

diperoleh 4 macam benda uji dengan jumlah ketukan

yang berbeda – beda, yaitu 2 buah sampel di bawah

25 ketukan dan 2 buah sampel di atas 25 ketukan.

b. Percobaan batas Plastis (Plastic Limit)

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar air

suatu jenis tanah tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis

dan keadaan semi padat. Pelaksanaan percobaan ini mengacu

(29)

1. Bahan – bahan

a. Sampel tanah 100 gram

b. Air bersih 50 cc

2. Alat – alat yang digunakan

a. Plat kaca

b. Spatula

c. Gelas ukur 100 cc

d. Container 3 buah

e. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gram

f. Oven

g. Ayakan No. 40 (0.420 mm)

3. Rangkaian Kerja

1. Mengayak sampel tanah yang telah dihancurkan

dengan saringan No. 40.

2. Mengambil sampel tanah kira – kira sebesar ibu jari

dan dibulatkan, kemudian digulung di atas pelat kaca

sehinggga mencapai diameter 3 mm sampai retak –

retak.

3. Memasukkan benda uji ke dalam container, kemudian

ditimbang.

4. Menentukan kadar air benda uji.

4. Percobaan Analisa Saringan

Percobaan analisa saringan hydrometer bertujuan untuk menentukan

(30)

a. Bahan – bahan

Sampel tanah asli (undisturb sample) yang di ambil melalui tabung contoh.

b. Alat – alat yang digunakan dalam pelaksanaan percobaan analisa

saringan adalah sebagai berikut:

1. Hidrometer dengan skala

2. Tabung – tabung gelas ukuran kapasitas 1000 ml dengan

diameter 6,5 cm.

3. Termometer 0 – 500C dengan ketelitian 0.10C

4. Pengaduk mekanis dan mangkuk dispersi (mechanic stirrer)

5. Bahan disperse : NaPO. (Calgon), Na, SiO, (water glass) atau (Sodium Silicate Solution)

6. Bak perendam

7. Saringan No. 10, 20, 40, 80, 100, dan 200

8. Tabung – tabung gelas ukuran 50 ml dan 100 ml

9. Batang pengaduk dari gelas

10. Stopwatch

c. Rangkaian Kerja

1. Merendam benda uji dengan 100 ml air suling dan 20 ml

bahan disperse, atau 50 ml air suling dan 10 ml bahan

disperse dan aduklah samapi merata dengan pengaduk gelas

(31)

2. Sesudah perendaman, memindahkan campuran ke dalam

mangkuk pengaduk dan tambahkan air suling sampai kira –

kira setengah penuh aduklah campuran selama 15 menit.

3. Memindahkan campuran ke dalam tabung gelas ukur dan

tambahkan air suling sampai campuran menjadi 1000 ml.

Tutuplah rapat – rapat mulut tabung tersebut dengan

telapak tangan dan kocoklah sampai dalam arah mendatar

selama 1 menit.

4. Segera setelah mengocok letakkan tabung dengan hati –

hati, masukkan hidrometer. Biarkan hydrometer terapung

bebas dan tekanlah stopwatch. Bacalah angka skala pada ½,

1 dan 2 menit dan catatlah pada formulir pemerikasaan

hydrometer. Bacalah puncak meniscusnya dan catatlah

pembacaan itu sampai 0.5 gram/liter yang terdekat atau

0,001 untuk berat jenis (Rh).

5. Sesudah pembacaan pada menit kedua, angkatlah

hydrometer, cuci dengan air suling yang bersuhu sama

seperti suhu tabung percobaan.

6. Memasukkan kembali hydrometer dengan hati – hati ke

dalam tabung dan lakukan pembacaan hydrometer pada

saat 5, 15 dan 30 menit dan untuk 24 jam. Sesudah setiap

pembacaan dan kembalikan hydrometer ke dalam tabung

air suling. Lakukan proses memasukkan dan mengangkat

(32)

7. Mengukur suhu campuran sekali dalam 15 menit yang

pertama dan pada setiap pembacaan berikutnya.

8. Sesudah pembacaan yang terakhir, pindahkan campuran ke

dalam saringan No. 200 dan cucilah samapai bersih dengan

air yang mengalir bersih. Fraksi yang tertinggal di atas

saringan No. 200 harus di keringkan dan lakukan

pemeriksaan saringan agregat halus dan kasar.

5. Percobaan Geser Langsung

Tujuan dari percobaan geser langsung adalah untuk menentukan sudut

geser (ф) dan nilai kohesi (C).

a. Bahan – bahan

1. Sampel tanah asli yang di ambil melalui tabung.

2. Air secukupnya.

b. Alat – alat yang digunakan

1. frame alat geser langsung beserta proving ring.

2. shear box (sel geser langsung)

3. Extruder ( alat untuk mengeluarkan sampel)

4. Cincin (cetakan benda uji)

5. Pisau pemotong

6. Dial Penggeseran

7. Stopwatch

c. Rangkaian Kerja

1. Mengeluarkan sampel tanah dari tabung, memasukkan

(33)

2. Memotong dan meratakan kedua permukaan cetakan

dengan pisau pemotong.

3. Mengeluarkan benda uji dari cetakan dengan extruder,

menimbang benda uji dengan timbangan.

4. Memasukkan benda uji ke dalam cincin geser yang masih

terkunci dan menutup kedua cincin geser hingga menjadi

satu bagian. Posisi benda uji berada diantara dua batu pori.

5. Meletakkan cincin geser serta sampel tanah pada shear box

dan mengatur stang penekan dalam posisi vertical dan tepat

menyentuh bidang penekan.

6. Mengatur kecepatan geser pada layer yang telah

dikonsolidasikan.

7. Membuka cincin geser dan memberikan beban pertama

sebesar 2000 gram dan mengisi shear box dengan air

sampai penuh sehingga benda uji terendam.

8. Menekan tombol start/run dan setiap 15 detik sambil

membaca dial proving ring sampai pembacaan terjadi

penurunan.

9. menekan tombol stop bila pembacaan proving ring

maksimum telah tercapai.

10. Percobaan dihentikan bila pembacaan proving ring

maksimum dan mulai menurun dua atau tiga kali

pembacaan.

11. Membersihkan cincin geser dan shear box dari kotoran

(34)

12. mengulangi langkah kerja 3 sampai 10 untuk melakukan

percobaan kedua sebeart dua kali beban pertama

(4000gram) dan sampel ketiga seberat tiga kali beban

pertama (6000gram).

6. Pengujian Triaksial

Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh parameter-paremeter

kekuatan geser yaitu sudut geser dalam (Ф), kohesi (c), dan modulus

elastisitas sampel (Modulus Young) pada kondisi tanpa konsolidasi dan tanpa drainase.

a. Bahan-bahan:

1. Sampel dengan diameter 48 mm, panjang 95 mm sebanyak 3

(tiga) buah untuk satu titik.

2. Air untuk media penyekapan secukupnya.

b. Alat-alat yang digunakan:

1. Alat pembebanan.

2. Alat pengatur tekanan.

3. Sel triaksial tekan.

4. Alat ukur deformasi dan tegangan.

5. Kain lapisan.

6. Cetakan sampel

7. Membrane karet.

8. Exstruder.

(35)

c. Rangkaian kerja:

1. Pekerjaan persiapan uji triaksial, dengan urutan:

a. Menempatkan bagian dasar sel pada dudukan sel dari alat

pembebanan.

b. Membersihkan permukaan bantalan plat bagian atas dan

bawah.

c. Membersihkan benda uji dan tempatkan benda uji pada

pelat bawah.

d. Menempatkan pelat atas pada benda uji dan mengatur posisi

benda uji sehingga lurus.

e. Membungkus benda uji dan pelat-pelatnya dengan

membran karet dan ikat membran dengan karet gelang pada

pelat bagian bawah agar cairan sel tidak dapat merembes

masuk ke benda uji.

f. Memasang benda uji di dalam silinder sel dan pasang karet

gelang yang cocok disekeliling bagian dasar sel agar tidak

terjadi kebocoran.

g. menghubungkan kabel atau pipa tekanan hidraulik.

h. Memasang dan mengatur alat ukur deformasi dan isi sel

dengan cairan.

2. Mengatur kalibrasi untuk deformasi peralatan, dengan urutan

sebagai berikut:

a. Masukkan silinder baja yang sifat elastisnya telah diketahui

(36)

b. Mengamati perbedaan deformasi antara yang terpasang dan

pada alat pembebanan.

c. Mengurangi deformasi total pada setiap pembebanan

dengan deformasi alat untuk mendapatkan deformasi benda

uji.

3. Mengerjakan tahapan uji triaksial, dengan urutan:

a. Memberi beban kira-kira 110 N pada sel triaksial tekan

dengan memakai alat pembebanan untuk mengatur posisi

bagian bantalan peralatan.

b. Catat pembacaan awal pada alat ukur deformasi, apabila

deformasi total dicatat selama pengujian maka harus dibuat

kalibrasi yang tepat untuk deformasi peralatan seperti yang

diuraikan.

c. Tingkatkan tekanan air lateral perlahan lahan hingga batas

uji yang ditentukan semula dan bersama pula beri beban

aksial secukupnya untuk menghindari penyimpangan alat

ukur deformasi terhadap hasil pembacaan awal.

d. Apabila batas uji tekanan cairan yang ditentukan semula

tercapai baca dan catat beban aksial pada alat pembebanan.

e. Menggunakan beban ini sebagai beban nol atau sebagai

beban awal untuk pengujian .

f. Beri beban aksial secara menerus tanpa kejutan hingga

beban konstan atau berkurang atau besar regangan yang

(37)

g. Member beban dengan cara menjaga kecepatan regangan

tetap konstan waktu pengujian.

h. Menjaga tekanan keliling yang ditentukan semula tetap

konstan waktu pengujian dan baca serta catat hasil

pengukuran deformasi yang diinginkan.

i. Setelah pengujian selesai perikasa benda uji apakah tidak

terembes cairan sel.

j. Periksa membran karet apakah tidak retak atau tidak bocor

setelah pengujian selesai.

k. Menibang dan uji sifat fisik benda uji setelah selesai

pengujian.

D. Analisis Data

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dari hasil pengujian

laboratorium kemudian dilakukan analisa untuk masing-masing pengujian

sehingga didapatkan sifat fisik dan mekanik untuk tiap sample tanah, setelah

didapatkan data sifat fisik dan mekanik tanah tahap selanjutnya dilakukan

analisa kestabilan lereng dengan metode janbu yang disederhanakan dan

metode fellenius sehingga didapatkan nilai faktor keamanan kestabilan

(38)
[image:38.595.78.551.101.720.2]

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 29. Diagram Alir Penelitian

Kadar Air Berat Jenis Batas Atterberg

Analisa Saringan Uji Geser Langsung Pemeriksaan Triaksial

Uji Laboratorium

Selesai Analisa Hasil

Analisa Kestabilan Lereng

Metode fellenius Metode Janbu

Kesimpulan Sampel Tanah

Tanah asli Tanah terganggu

Input

Data Hasil Uji Laboratorium

Output

 Faktor Keamanan Lereng

 Analisa Kelongsoran Lereng

Mulai

(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanah

Tanah didefinisikan sebagai sisa atau produk yang dibawa dari pelapukan

batuan dalam proses geologi yang dapat digali tanpa peledakan dan dapat

ditembus dengan peralatan pengambilan contoh pada saat pengeboran.

(Shirley. L.H, 2000).

Tanah terbentuk dari terjadinya pelapukan batuan menjadi partikel-partikel

yang lebih kecil akibat proses mekanis dan kimia. Pelapukan mekanis

disebabkan oleh memuai dan menyusutnya batuan akibat perubahan panas

dan dingin secara terus menerus yang akhirnya menyebabkan hancurnya

batuan tersebut. Tiga bagian yang membentuk tanah, yaitu udara, air, dan

partikel-partikel tanah itu sendiri kemudian membentuk suatu gumpalan

yang mempunyai massa total tanah.

Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat dan butiran

mineral-mineral padat yang tidak terikat secara kimia satu sama lain dan dari

bahan-bahan organik yang telah melapuk menjadi berpartikel padat disertai dengan

zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel

(40)

Pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah merupakan campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis unsur-unsur

sebagai berikut :

a. Berangkal (Boulder) adalah potongan batuan batu besar, biasanya lebih besar dari 200mm-300mm dan untuk kisaran ukuran-ukuran

150mm-250mm, batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbles).

b. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074mm–5mm, yang berkisar dari kasar (3mm–5mm) sampai halus (< 1 mm).

c. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002mm– 0,074mm.

d. Lempung (clay) adalah partikel yang berukuran lebih dari 0,002mm, partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi dari tanah yang

kohesif.

e. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam, berukuran lebih dari 0,01mm.

Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian yang padat yang tidak terikat

satu dengan yang lain yang diantara terdiri dari material organik,

rongga-rongga diantara material tersebut berisi udara dan air. (Verhoef, 1994).

Tanah didefinisikan sebagai suatu lapisan kerak bumi yang tidak menjadi

satu dengan ketebalan beragam yang berbeda dengan bahan-bahan

dibawahnya, juga tidak beku dalam hal warna, bangunan fisik, struktur

susunan kimiawi, sifat biologi, proses kimiawi ataupun reaksi-reaksi

(41)

B. Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah

yang berbeda-beda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam

kelompok-kelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu

bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah

yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terinci (Das, 1995).

Sistem klasifikasi tanah dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang

karakteristik dan sifat-sifat fisik tanah serta mengelompokkannya sesuai

dengan perilaku umum dari tanah tersebut.

Tujuan klasifikasi tanah adalah untuk menentukan kesesuaian terhadap

pemakaian tertentu, serta untuk menginformasikan tentang keadaan tanah dari

suatu daerah kepada daerah lainnya dalam bentuk berupa data dasar.

Klasifikasi tanah juga berguna untuk studi yang lebih terinci mengenai

keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan

sifat teknis tanah seperti karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi,

dan sebagainya (Bowles, 1989).

Jenis dan sifat tanah yang sangat bervariasi ditentukan oleh perbandingan

banyak fraksi-fraksi (kerikil, pasir, lanau dan lempung), sifat plastisitas butir

halus. Klasifikasi bermaksud membagi tanah menjadi beberapa golongan

(42)

Ada dua cara klasifikasi yang umum yang digunakan:

1. Sistem Klasifikasi AASTHO

AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Official) dikembangkan pada tahun 1929 dan mengalami beberapa kali revisi hingga tahun 1945 dan dipergunakan hingga sekarang, yang

diajukan oleh Commite on Classification of Material for Subgrade and Granular Type Road of the Highway Research Board (ASTM Standar No. D-3282, AASHTO model M145). Sistem klasifikasi ini bertujuan

untuk menentukan kualitas tanah guna pekerjaan jalan yaitu lapis dasar

(sub-base) dan tanah dasar (subgrade).

Sistem ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut :

a. Ukuran butir

Kerikil : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

75 mm dan tertahan pada saringan diameter 2 mm

(No.10).

Pasir : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

2 mm dan tertahan pada saringan diameter 0,0075

mm (No.200).

Lanau & lempung : bagian tanah yang lolos saringan dengan diameter

0,0075 mm (No.200).

b. Plastisitas

Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah

(43)

berlempung dipakai bila bagian-bagian yang halus dari tanah

mempunyai indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.

c. Apabila ditemukan batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) dalam

contoh tanah yang akan diuji maka batuan-batuan tersebut harus

dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi persentasi dari batuan yang

dikeluarkan tersebut harus dicatat.

Sistem klasifikasi AASTHO membagi tanah ke dalam 7 kelompok utama

yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah berbutir yang 35 % atau kurang

dari jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan No.200 diklasifikasikan

ke dalam kelompok A-1, A-2, dan A-3. Tanah berbutir yang lebih dari 35

% butiran tanah tersebut lolos ayakan No. 200 diklasifikasikan ke dalam

kelompok A-4, A-5 A-6, dan A-7. Butiran dalam kelompok A-4 sampai

dengan A-7 tersebut sebagian besar adalah lanau dan lempung.

Untuk mengklasifikasikan tanah, maka data yang didapat dari percobaan

laboratorium dicocokkan dengan angka-angka yang diberikan dalam

Tabel 1. Kelompok tanah dari sebelah kiri adalah kelompok tanah baik

dalam menahan beban roda, juga baik untuk lapisan dasar tanah jalan.

Sedangkan semakin ke kanan kualitasnya semakin berkurang

(44)
[image:44.595.113.532.83.735.2]

Tabel 1. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Metode AASHTO

Klasifikasi umum (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200Tanah berbutir

Klasifikasi kelompok

A-1

A-3 A-2

A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Maks 50 Maks 30 Maks 15 Maks 50 Maks 25 Min 51

Maks 10 Maks 35

Maks 35 Maks 35 Maks 35

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)

Maks 6 NP

Maks 40 Maks 10 Min 41 Maks 10 Maks 40 Min 11 Min 41 Min 41

Tipe material yang paling dominan

Batu pecah, kerikil dan pasir

Pasir halus

Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung

Penilaian sebagai

bahan tanah dasar Baik sekali sampai baik

Klasifikasi umum (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 Tanah berbutir

Klasifikasi

kelompok A-4 A-5 A-6 A-7

Analisis ayakan (% lolos)

No.10 No.40

No.200 Min 36 Min 36 Min 36 Min 36

Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI) Maks 40 Maks 10 Maks 41 Maks 10 Maks 40 Maks 11 Min 41 Min 11

Tipe material yang

paling dominan Tanah berlanau Tanah Berlempung

Penilaian sebagai

(45)

Gambar dibawah ini menunjukkan rentang dari batas cair (LL) dan

Indeks Plastisitas (PI) untuk tanah data kelompok A-2, A-4, A-5, A-6,

[image:45.595.159.507.168.387.2]

dan A-7.

Gambar 1. Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah. (Hary Christady, 1992).

2. Unified Soil Classification System (USCS)

Sistem klasifikasi tanah unified atau Unified Soil Classification System (USCS) diajukan pertama kali oleh Casagrande dan selanjutnya

dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for Testing and Materials (ASTM) memakai USCS sebagai metode standar untuk mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk sekarang,

sistem ini banyak digunakan dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Sistem

klasifikasi USCS mengklasifikasikan tanah ke dalam dua kategori utama

(46)

a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soil), yaitu tanah kerikil dan pasir yang kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos saringan

No.200. Simbol untuk kelompok ini adalah G untuk tanah berkerikil

dan S untuk tanah berpasir. Selain itu juga dinyatakan gradasi tanah

dengan simbol W untuk tanah bergradasi baik dan P untuk tanah

bergradasi buruk.

b. Tanah berbutir halus (fine-grained soil), yaitu tanah yang lebih dari 50% berat contoh tanahnya lolos dari saringan No.200. Simbol

kelompok ini adalah C untuk lempung anorganik dan O untuk lanau

organik. Simbol Pt digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi. Plastisitas dinyatakan dengan L untuk

[image:46.595.171.480.440.681.2]

plastisitas rendah dan H untuk plastisitas tinggi.

Tabel 2. Indeks tanah USCS (Bowles, 1991)

Jenis Tanah Prefiks Sub Kelompok Sufiks

Kerikil G Gradasi baik W

Gradasi buruk P

Pasir S Berlanau M

Berlempung C

Lanau M

Lempung C wL < 50 % L

Organik O wL > 50 % H

(47)
[image:47.595.113.550.95.725.2]

Tabel 3. Klasifikasi Tanah Berdasarkan USCS

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0 0 K er ik il 50 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il

) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el

Cu = D60 > 4

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u

s GM

Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir ) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6

D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3

D10 x D60

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≤ 50 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.

60

50 CH

40 CL

30 Garis A

CL-ML

20

4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung

berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≥ 50 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung

“gemuk” (fat clays) OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488

Sumber : Hary Christady, 1996.

In d ex P la st is it as (%)

(48)

C. Sifat-Sifat Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak

penggunaan tanah. Kekokohan dan kekuatan pendukung, kapasitas

penyimpanan air, plastisitas semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi

fisik tanah. Hal ini berlaku pada tanah yang digunakan sebagai bahan

struktural dalam pembangunan jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk

sebuah gedung, atau untuk sistem pembuangan limbah (Hendry D. Foth, Soenartono A. S, 1994).

Untuk mendapatkan sifat-sifat fisik tanah, ada beberapa ketentuan yang harus

diketahui terlebih dahulu, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kadar Air

2. Berat Jenis

3. Batas-Batas Atterberg 4. Analisa Saringan

1. Kadar Air

Kadar air suatu tanah adalah perbandingan antara berat air yang

terkandung dalam tanah dengan berat kering tanah yang dinyatakan dalam

persen.(ASTM D 2216-98)

ω

= ��

�� x 100% ………(1)

Dimana :

ω

= Kadar air (%)

Ww = Berat air (gram)

(49)

2. Berat Jenis

Sifat fisik tanah dapat ditentukan dengan mengetahui berat jenis tanahnya

dengan cara menentukan berat jenis yang lolos saringan No. 200

menggunakan labu ukur.

Berat spesifik atau berat jenis (specific gravity) tanah (Gs) adalah

perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air

pada temperatur 40C. Seperti terlihat pada persamaan di bawah ini :

Gs = � −�

� −� − � −� ………..(2)

Dimana : Gs = berat jenis

W1 = berat picnometer (gram)

W2 = berat picnometer dan bahan kering (gram)

W3 = berat picnometer bahan dan air (gram)

W4 = berat picnometer dan air (gram)

3. Batas Attenberg

Batas Attenberg adalah batas konsistensi dimana keadaan tanah melewati keadaan lainnya dan terdiri atas batas cair, batas plastis dan indek

plastisitas.

a) Batas Cair (liquid limit)

Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah tidak mendapat

gangguan dari luar. (Scott.C.R, 1994). Sifat fisik tanah dapat

ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu tanah, tujuannya

adalah untuk menentukan kadar air suatu jenis tanah pada batas

antara keadaan plastis dan keadaan cair. Batas cair ditentukan dari

(50)

PI = LL - PL

�� =PIL gW −WN N

……….………(3)

Dimana : W = Kadar air (%)

N = jumlah pukulan

b) Batas Plastis (Plastic Limit)

Batas plastis adalah kadar air minimum dimana tanah dapat

dibentuk secara plastis. Tujuannya adalah untuk menentukan kadar

air suatu jenis tanah pada keadaan batas antara keadaan plastis dan

keadaan semi padat.(ASTM D 4318-00).

Li = �−��

�� ………(4)

Dimana : LI = Liquidity Index

ω

= Kadar air (%)

PI = Plastic Index

PL = Batas Plastis

c) Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis. Seperti

pada persamaan berikut :

...(5)

Dengan : PI = Plastic indeks

LL = Liquid limit

(51)

Indek platisitas (PI) merupakan interval kadar air di mana tanah

masih bersifat platis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan

sifat keplastisan tanah.

4. Analisa Saringan

Tujuan dari analisis saringan adalah untuk mengetahui persentasi butiran

tanah. Dengan menggunakan 1 set saringan, setelah itu material organik

dibersihkan dari sample tanah, kemudian berat sample tanah yang tertahan di setiap saringan dicatat. Tujuan akhir dari analisa saringan adalah untuk

memberikan nama dan mengklasifikasikan, sehingga dapat diketahui

sifat-sifat fisik tanah.(ASTM D 1140-00)

Pi = � �−� �

���� x100% ………..………..(6)

Dimana : Pi = Berat tanah yang tertahan disaringan (%)

Wbi = Berat saringan dan sample (gram)

Wci = Berat saringan (gram)

Wtot = Berat total sample (gram)

D. Tahanan Geser Tanah

1. Definisi Kuat Geser Tanah

Suatu beban yang dikerjakan pada suatu masa tanah akan selalu

menghasilkan tegangan dengan intesitas yang berbeda – beda di dalam

zona berbentuk bola lampu di bawah beban tersebut (Bowles,1993).

Kekuatan geser suatu tanah dapat juga didefinsikan sebagai tahanan

maksimum dari tanah terhadap tegangan geser di bawah suatu kondisi

(52)

Kuat geser tanah sebagai perlawanan internal tanah terhadap persatuan

luas terhadap keruntuhan atau pengerasan sepanjang bidang geser dalam

tanah yang dimaksud (Das, 1994).

2. Teori Kuat Geser Tanah

Menurut teori Mohr ( 1910 ) kondisi keruntuhan suatu bahan terjadi akibat

adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser.

Hubungan fungsi antara tegangan normal dan tegangan geser pada bidang

runtuhnya, dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

= ƒ( )

...(7)

dimana :

= Kuat geser tanah pada saat terjadinya keruntuhan (failure)

= Tegangan normal pada saat kondisi tersebut

Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir

tanah terhadap desakan atau tarikan (Hary Cristady, 2002).

Coulomb (1776) mendefinisikan ƒ( ) seperti pada persamaan sebagai

berikut :

= c + tg

φ ...

...(8)

dengan :

= Kuat geser tanah ( kN/m2 )

c = Kohesi tanah ( kN/m2 )

φ = Sudut gesek dalam tanah atau sudut gesek internal ( derajat )

(53)

Garis keruntuhan (failure envelope) menurut Coulomb (1776) berbentuk garis lengkung seperti pada gambar 1 dimana untuk sebagian besar

masalah – masalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan

sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linear antara tegangan

normal dan kekuatan geser (Das,1995). Tanah, seperti halnya bahan padat,

akan runtuh karena tarikan maupun geseran. Tegangan tarik dapat

menyebabkan retakan pada suatu keadaan praktis yang penting. Walaupun

demikian, sebagian besar masalah dalam teknik sipil dikarenakan hanya

memperhatikan tahanan terhadap keruntuhan oleh geseran.

Gambar 2. Garis keruntuhan menurut Mohr dan Hukum keruntuhan

Mohr – Coulomb (Hary Cristady, 2002)

Jika tegangan – tegangan baru mencapai titik P, keruntuhan tanah akibat

geser tidak akan terjadi. Keruntuhan geser akan terjadi jika tegangan –

tegangan mencapai titik Q yang terletak pada garis selubung kegagalan

(failure envelope). Kedudukan tegangan yang ditunjukkan oleh titik R tidak akan pernah terjadi, karena sebelum tegangan yang terjadi mencapai

(54)

Tegangan – tegangan efektif yang terjadi di dalam tanah sangat

dipengaruhi oleh tekanan air pori.

Terzaghi (1925) mengubah persamaan Coulomb seperti pada persamaan 9

dan persamaan 10 dalam bentuk tegangan efektif sebagai berikut :

= c’ + (

– u)

tg

φ’

...(9)

= c +

tg

φ’

...(10)

dengan :

c’ = kohesi tanah efektif (kN/m2)

= tegangan normal efektif (kN/m2)

u

= tekan air pori (kN/m2)

φ’

= sudut gesek dalam tanah efektif (derajat)

3. Pengujian Kuat Geser Tanah

Ada beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain :

a. Uji geser langsung (direct shear test) b. Uji triaxial (triaxial test)

Dua metode pengujian geser di laboratorium yang paling umum

dipergunakan adalah pengujian geser langsung dan pengujian triaxial. Para

peneliti mekanika tanah pada tahap – tahap awal telah menunjukkan

bahwa uji tekan triaxial akan menghasilkan tekanan maksimum pada saat

runtuh yang akan cukup untuk memplot sebuah lingkaran Mohr

(55)

a. Uji Geser Langsung ( Direct Shear Test)

Cara pengujian geser langsung ini terdapat dua cara yaitu, tegangan

geser terkendali (stress controlled) dan regangan terkendali (strain controlled).

Pada pengujian tegangan terkendali, tegangan geser diberikan dengan

menambahkan beban mati secara bertahap dan dengan penambahan

yang sama besarnya setiap kali sampai runtuh. Keruntuhan akan terjadi

sepanjang bidang bagi kotak besi tersebut. Pada uji regangan terkendali,

suatu kecepatan gerak mendatar tertentu dilakukan pada bagian belahan

atas dari pergerakan geser horisontal tersebut dapat diukur dengan

[image:55.595.213.478.393.566.2]

bantuan sebuah arloji ukur horizontal.

Gambar 3. Alat pengujian geser langsung

b. Uji Triaksial (Triaxial Test)

Diagram skematik dari pengujian triaksial dapat dilihat pada gambar 3.

Pada pengujian ini, dapat digunakan tanah benda uji dengan diameter

(56)

Pengujian geser triaksial di lakukan terhadap sampel–sampel tanah

berbentuk silinder yang dibungkus dengan membran yang fleksibel.

Sebuah sampel dibuat terkekang oleh tekanan dengan menempatkannya

dalam suatu ruangan tekanan.

Kemudian diuji dengan menambah besarnya beban aksial sampai

sampel tanah runtuh. Prosedur tersebut kemudian diulang terhadap

sampel – sampel lainnya pada tekanan samping yang berbeda. Hasil

pengujian diinterprestasikan pada penggambaran lingkaran Mohr bagi

setiap sampel pada saat keruntuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menetapkan bahwa bidang horisontal dan vertikal adalah bidang –

bidang utama di mana tegangan – tegangan utama adalah tekanan

[image:56.595.210.435.398.605.2]

samping.

Gambar 4. Alat uji triaksial

Garis selubung kekuatan adalah sebuah kurva yang menyinggung pada

lingkaran Mohr seperti terlihat pada gambar 4. Titik – titik singgung

pada lingkaran Mohr menunjukkan kondisi tegangan pada bidang

(57)

dari lingkaran Mohr dengan menempatkan titik asal dari bidang –

bidang dan menarik sebuah garis dan titik tersebut ke titik yang

[image:57.595.195.449.168.313.2]

menunjukkan kondisi tegangan pada bidang runtuh.

Gambar 5. Garis selubung Lingkaran Mohr uji triaksial

Uji triaksial dapat dilaksanakan dengan tiga cara :

1. Uji triaksial Unconsolidated–Undrained (tak terkonsolidasi-tak

terdrainase) (UU).

2. Uji triaksial Consolidated–Undrained (terkonsolidated – tak

terdrainase) (CU).

3. Uji triaksial Consolidated–Drained (terkonsolidasi – terdrainase)

(CD).

Kuat geser tanah pada kondisi drainase terbuka (drained) tidak sama besarnya bila diuji pada kondisi tak terdrainase (undrained). Kondisi tak terdrainase (undrained) dapat digunakan untuk kondisi pembebanan cepat pada tanah permeabilitas rendah, sebelum konsolidasi terjadi.

Kondisi terdrainase (drained) dapat digunkan untuk tanah dengan permeabilitas rendah sesudah konsolidasi di bawah tegangan totalnya

(58)

bergantian berubah dari kuat geser undrained menjadi kuat geser

drained selama kejadian konsolidasi.

Keuntungan dari uji triaksial adalah bahwa kondisi pengaliran dapat di

kontrol, tekanan air pori dapat di ukur bila diperlukan, tanah jenuh

dengan permeabilitas rendah dapat dibuat terkonsolidasi serta cocok

untuk semua jenis tanah.

E. Lereng dan Longsoran

1. Analisis Lereng

Analisa stabilitas pada permukaan tanah yang miring ini, disebut analisis

stabilitas lereng. Analisis ini sering digunakan dalam perancangan

bangunan seperti: Jalan raya, jalan kereta api, bandara, bendungan,

saluran, dan lain-lainnya. Umumnya, analisa stabilitas dilakukan untuk

mengetahui keamanan dari lereng alam, lereng galian, dan lereng

timbunan tanah.

Dalam menganalisa lereng banyak faktor yang sangat mempengaruhi hasil

analisa antara lain: kondisi tanah yang berlapis-lapis, kuat geser tanah,

aliran rembesan air dalam tanah dan lain-lainnya. Terzaghi (1950) membagi penyebab kelongsoran lereng terdiri dari akibat pengaruh dalam

(internal effect) yang menyebabkan turunnya kekuatan geser material tanpa adanya perubahan kondisi luar antara lain pelapukan, perubahan

struktur material dan hilang sementasi material dan pengaruh luar

(59)

Perubahan geometri lereng, Penggalian pada kaki lereng, Pembebanan

pada puncak atau permukaan lereng bagian atas, Gaya vibrasi yang

ditimbulkan oleh gempa bumi atau ledakan, Penurunan muka air tanah

secara mendadak, perbuatan manusia mempertajam kemiringan tebing

ataupun memperdalam galian tanah dan erosi sungai. (Hardiyatmo,2002).

2. Kelongsoran Lereng

Longsoran adalah suatu proses perpindahan atau pergerakan massa batuan,

debris (campuran tanah dan butiran batu), dan tanah kearah lereng bagian

bawah. Perpindahan ini dapat disebabkan oleh kondisi geologi yang

kurang menguntungkan, gaya-gaya fisik alamiah atau akibat aktifitas

manusia, dan umumnya terjadi pada daerah yang cukup luas, dan

berukuran skala besar.

Kondisi material bukan merupakan penyebab utama terjadinya longsoran

melainkan kondisi yang diperlukan agar longsoran dapat terjadi.

Meskipun material pada lereng mempunyai kekuatan geser yang cukup

lemah, longsoran tidak akan terjadi apabila tidak ada proses-proses pemicu

longsoran yang bekerja. Proses-proses pemicu terjadi longsoran dapat

terjadi secara alami maupun oleh aktivitas manusia.

Terdapat beberapa faktor alami yang dapat memicu terjadinya longsoran

antara lain yaitu hujan lebat, erosi, pelapukan dan gempa bumi. Hujan

dengan intensitas yang cukup tinggi sehingga menyebabkan permukaan air

tanah naik, kekuatan geser berkurang, berat massa gelinciran bertambah

(60)

sehingga sudut kemiringan lereng bertambah terjal atau erosi dapat

merusak struktur penahan yang berada pada kaki lereng.

Pelapukan adalah suatu proses alami yang dapat merubah sifat kekuatan

material sehingga menjadi lebih lemah dan mudah runtuh. Proses

pelapukan dapat terjadi secara mekanik maupun kimiawi. Gempa bumi

akan menyebabkan goncangan pada tanah sehingga kekuatan material

akan berkurang atau bahkan hilang serta akan menambah resultan gaya

geser yang bekerja pada lereng.

Aktivitas manusia yang memicu terjadinya longsoran pada umumnya

berkaitan dengan pekerjaan konstruksi dan kegiatan yang merubah sudut

kemiringan lereng serta kondisi air permukaan dan air tanah. Perubahan

sudut kemiringan lereng antara lain disebabkan oleh kegiatan pertanian,

galian dan timbunan untuk konstruksi jalan raya, konstruksi gedung,

konstruksi jalan raya, serta operasi tambang terbuka. Apabila

aktivitas-aktivitas tersebut dikerjakan atau dirancang dengan sembarangan maka

longsoran dapat terjadi karena beban yang bekerja pada lereng melebihi

tahanan geser yang dimiliki oleh lereng. Perubahan pada saluran irigasi

atau limpasan permukaan dapat menyebabkan berubahnya kondisi

drainase permukaan, tingkat erosi semakin tinggi, ataupun dapat

menaikkan permukaan air tanah. Kenaikan permukaan air tanah dapat

menyebabkan bertambahnya tekanan air pori dan berkurangnya kekuatan

geser sehingga dapat memicu longsoran.

Klasifikasi longsoran berdasarkan pola pergerakan terbagi dalam tiga

(61)

a. Gelincir (slide)

Gelincir terjadi akibat massa tanah bergerak pada suatu bidang yang

disebut bidang gelincir.Jenis-jenis gelincir berupa translasi, rotasi atau

kombinasi keduanya.

1. Gelincir rotasional

Gelinciran rotasional (rotational sliding) merupakan longsoran dengan bidang runtuh yang cekung ke atas. Bentuk bidang runtuh

tersebut seringkali dihampiri sebagai busur lingkaran, gabungan dari

busur lingkaran dengan bidang planar, atau gabungan dari beberapa

garis lurus. Longsoran dengan bidang runtuh berbentuk busur

lingkaran biasanya sering terjadi pada tanah yang homogen. Untuk

tanah yang tidak homogen, bentuk bidang runtuh yang paling

mungkin terjadi adalah bidang runtuh yang bukan busur lingkaran.

Gelinciran rotasional juga dapat terjadi pada batuan yang telah

mengalami proses pelapukan dan alterasi yang kuat ataupun pada

timbunan dari batuan-batuan yang dihasilkan oleh kegiatan

[image:61.595.179.461.561.703.2]

penambangan.

(62)

2. Gelincir translational

Gelinciran translational (translational sliding) yaitu gelinciran yang

terjadi dengan bidang runtuh yang berupa bidang planar. Gelinciran

translasional antara lain dapat terjadi pada lapisan tanah tipis yang

berada di atas material yang sangat kokoh, seperti lereng timbunan

dari material tak berkohesi. Longsoran translasional juga dapat terjadi

pada lereng di mana

Gambar

Gambar 29. Diagram Alir Penelitian
Tabel 1.  Klasifikasi Tanah Berdasarkan Metode AASHTO
Gambar 1. Nilai-nilai batas Atterberg untuk subkelompok tanah. (Hary
Tabel 2. Indeks tanah USCS (Bowles, 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait