• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Antara Skor CAUDA 70 Dengan Skor BAP-65 Terhadap Kematian Tiga Puluh Hari Pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Antara Skor CAUDA 70 Dengan Skor BAP-65 Terhadap Kematian Tiga Puluh Hari Pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN ANTARA SKOR CAUDA 70 DENGAN

SKOR BAP-65 TERHADAP KEMATIAN TIGA PULUH HARI

PADA PASIEN PPOK EKSASERBASI AKUT

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

AFANDI AL AMIN TARIGAN

NIM : 080141006

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN ANTARA SKOR CAUDA 70 DENGAN

SKOR BAP-65 TERHADAP KEMATIAN TIGA PULUH HARI

PADA PASIEN PPOK EKSASERBASI AKUT

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

AFANDI AL AMIN TARIGAN

NIM : 080141006

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : Perbandingan Antara Skor CAUDA 70 Dengan Skor BAP-65 Terhadap Kematian Tiga Puluh Hari Pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Mahasiswa : Afandi Al Amin Tarigan

NIM : 080141006

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik - Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Pembimbing Tesis I

Dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP

Pembimbing Tesis II Dr. E.N. Keliat, Sp.PD-KP

Disahkan oleh:

Sekretaris program studi Sekretaris departemen

Dr. Zainal Safri SpPD SpJP Dr. Refli Hasan SpPD SpJP

(4)

Tanggal Lulus : 25 September 2014

Telah diuji

Pada Tanggal: 25 September 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : DR. Dr. Dharma Lindarto Sp.PD-KEMD

Anggota : Dr. Refli Hasan Sp.PD-SpJP

Dr. Dairion Gatot Sp.PD-KHOM

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Afandi Al Amin Tarigan

NIM :

080141006

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Afandi Al Amin Tarigan

NIM : 080141006

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul : “Perbandingan Skor CAUDA 70 dengan Skor BAP-65 Terhadap Kematian 30 Hari Pada Pasien PPOK Eksaserbasi Akut di RSUP H. Adam Malik Medan” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 01 september 2014 Yang menyatakan,

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur yang tak terhingga senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia, petunjuk, kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis sangat menyadari bahwa tanpa bantuan dari semua pihak, tesis ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan. Oleh karena itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada : 1. (Alm) Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH dan Dr. Refli Hasan, Sp.PD,

Sp.JP (K) selaku Kepala dan Sekretaris Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

2. (Alm) Dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH dan Dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Penyakit Dalam yang siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

3. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP dan Dr. E.N. Keliat, Sp.PD-KP selaku pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.

4. Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH dan DR. Dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD selaku mantan Kepala Departemen dan mantan Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, saat penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis. Terima kasih atas kesempatan, dukungan dan bimbingan yang telah diberikan.

5. Prof. Dr. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA (K), Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar KGEH, (Alm) Dr. Zulhelmi Bustami,

(8)

KGH dan (Alm) Dr. Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH yang bersedia memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam serta bimbingan dan dorongan untuk terus berjuang agar penulis bisa mengikuti dan menyelesaikan pendidikan ini.

6. Para Guru Besar : Prof. Dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Prof. Dr. Bachtiar Fanani Lubis, KHOM, Prof. Dr. Habibah Hanum, Sp.PD-KPsi, Prof. Dr. Pengarapen Tarigan, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K), Prof. Dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAI, Sp.MK, Prof. Dr. OK. Moehadsyah, Sp.PD-KR, Prof. Dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. M. Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. Dr. Abdul Majid, Sp.PD-KKV, AIF, Prof. Dr. Azmi S. Kar, Sp.PD-KHOM, Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, Prof. Dr. Harris Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K), Prof. Dr. Harun Al Rasyid Damanik, Sp.PD, Sp.GK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

(9)

penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

8. Direktur dan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Malik, RSU Dr. Pirngadi, RSU Tembakau Deli, Medan dan RSUD Simelue yang telah memberikan fasilitas dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada penulis dalam menjalani pendidikan.

9. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP-PPDS

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

10. Dr Taufik Ashar MKM , selaku pembimbing statistik yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penyusunan tesis ini.

11. Teman-teman seangkatan penulis, serta seluruh rekan seperjuangan peserta PPDS Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah memberikan banyak dukungan dengan persahabatan, kerja sama serta berbagi dalam suka dan duka dalam menjalani kehidupan sebagai residen.

12. Partner penelitian Dr. Siti Taqwa Lubis, COW dan dokter ruangan di RS

H. Adam Malik Medan dan RS Pirngadi Medan yang membantu

mengumpulkan sampel penelitian.

13. Seluruh perawat/paramedis di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama ini.

14. Para pasien yang telah bersedia ikut dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.

15. Syarifuddin Abdullah, Lely Husna Nasution, Deni, Yanti, Wanti, Tika, Tanti, Erjan Ginting dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan tugas pendidikan.

Sembah sujud dan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada

(10)

melahirkan, membesarkan, mendidik, mendoakan tanpa henti, memberikan dukungan moril dan materiil, serta mendorong penulis dalam berjuang menapaki hidup dan mencapai cita-cita. Tak akan pernah bisa penulis membalas jasa-jasa Ayahanda dan Ibunda. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, rahmat dan karunianya kepada Ayahanda dan Ibunda penulis. Demikian juga mertua saya Prof. DR. H. Paham Ginting SE, MSc dan Hj. Rosdamenta br Bangun SH yang telah mendukung, membimbing, menyemangati dan menasihati agar kuat dalam menjalani pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga Allah memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi.Amin.

Kepada istriku tercinta Elvira Dewi br Ginting SH, MHum dan putriku tercinta Nadya Afiantita br Tarigan sertaputraku tersayang Muhammad Avatar Tarigan, terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini. Semoga apa yang kita capai dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan diberkati Allah SWT.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan pula terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karuniaNya kepada kita semua dan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita dan masyarakat.

Medan, September 2014

Penulis

(11)

Abstrak

PERBANDINGAN ANTARA SKOR CAUDA 70 DENGAN SKOR BAP-65 TERHADAP KEMATIAN TIGA PULUH HARI PADA

PASIEN PPOK EKSASERBASI AKUT DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Afandi Al Amin Tarigan, E.N. Keliat 1, Alwinsyah Abidin 1 1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Pada penderita PPOK eksaserbasi akut, penilaian derajat keparahan pada awal masuk sangat penting dalam menentukan risiko kematian rawat inap rumah sakit, memutuskan perlunya perawatan bangsal atau ICU, dan menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Beberapa marker seperti albumin, analisa gas darah, fungsi ginjal dan penunjang lain digabung, untuk menentukan derajat keparahan. Penggunaan skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 dapat digunakan dalam memprediksi kematian dan prognosis. Skor CAUDA 70 merupakan prediktor kematian yang lebih baik dibandingkan dengan skor BAP-65.

Tujuan --- Untuk mengetahui perbandingan antara skor CAUDA 70 dengan skor

BAP-65 dalam memprediksi kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut.

Bahan dan Cara --- Penelitian observasional dengan metode pengukuran kohort.

Subjek dengan PPOK eksaserbasi akut yang masuk dari instalasi gawat darurat,

setelah memenuhi kriteria dilakukan penilaian skor CAUDA 70 (Confusion,

acidosis, urea,dypsnoea,albumin, age>70 years) dan skor BAP-65 (Elevated BUN, Altered mental status, Pulse 109 beats/min, Age > 65 years), laboratorium darah, sputum, foto toraks, EKG, spirometri. Selanjutnya skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 dihitung sensitifitas dan spesifitasnya, kemudian dibandingkan kekuatannya dalam menentukan kematian 30 hari.

Hasil --- Sebanyak 40 subjek penelitian direkrut, dengan mean (±SD) umur adalah

61,07 ± 12,42 tahun, 75% subjek adalah pria. Sembilan subjek (22,5%) meninggal pada saat penelitian. Dalam penelitian ini mendapatkan hasil yang signifikan dari skor CAUDA 70 p value 0,004 (p < 0,008) dan skor BAP-65 p value 0,0001 (p < 0,05), dimana kedua skor tersebut memiliki hubungan dengan kematian 30 hari. Sensitifitas dan spesifisitas skor CAUDA 70 adalah 66,7% dan 90,3%, sensitifitas dan spesifisitas skor BAP-65 adalah 88,9% dan 96,8%.

Kesimpulan --- Skor CAUDA70 dan skor BAP-65 memiliki hubungan dengan

kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Rendahnya sensitifitas dan tingginya spesifisitas menyebabkan kedua skor pada penelitian ini masih belum dapat digunakan sebagai prediktor kematian dan alat prognostik.

Kata Kunci : PPOK eksaserbasi akut, skor CAUDA 70, skor BAP-65, prognosis.

(12)

Abstract

THE COMPARISON BETWEEN CAUDA 70 SCORE AND BAP-65 SCORE TO PREDICT THIRTY DAYS MORTALITY

IN ACUTE EXACERBATIONS COPD PATIENTS IN ADAM MALIK GENERAL HOSPTAL

Afandi Al Amin Tarigan, E.N. Keliat 1, Alwinsyah Abidin 1 1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Background --- The assessment of level severity in patient with acute exacerbation

COPD (AECOPD) is very important to determine the risk of inhospital mortality, requirement ICU setting and next management of disease. Several strongest predictors of mortality such as eosinophil, blood gas analysis, renal function test and other measurement were combined, to assess of level severity. The application of CAUDA 70 score and BAP-65 score is known to be used in prediction of mortality, to help clinician to decide treatment and to make prognosis. CAUDA 70 score performed significantly better for prediction of mortality than BAP-65 score.

Objective --- To determine comparison between CAUDA 70 score and BAP-65

score to predict 30 days-mortality in AECOPD patients

Materials and Methods --- This was an cohort study. We had examined AECOPD

subject with CAUDA 70 score (Confusion, acidosis, urea,dypsnoea,albumin, age>70 years) and BAP-65 score (Elevated BUN, Altered mental status, Pulse 109 beats/min, Age > 65 years), other laborary assessment, spirometry, chest X-ray and ECG at the early admission at emergency room (ER). We had calculate sensitivity and specificity of CAUDA 70 score and BAP-65 score and compare the strongest predictor to predict 30-days mortality to determined prognostic utility of this score.

Result --- 40 subject were recruited, mean (± SD) age was 61,07 ± 12,42 years,

75% subjects were male, and 9 subject died during the study. This study performed significantly result of CAUDA 70 score p value 0,008 (p < 0,05) and BAP-65 score p value 0,0001 (p < 0,05) to predict 30-days mortality in AECOPD, using chi square test. Sensitivity and specificity CAUDA 70 score were 66,7% and 90,3%, sensitivity and specitifity BAP-65 score were 88,9% and 96,8%.

Conclusion --- CAUDA 70 score and BAP-65 score have correlation with 30-days

mortality in AECOPD patients. Low sensitivity and high specificity made this score have not been used to predict 30-days mortality and prognostic tools.

Key Word : acute exacerbation COPD, CAUDA 70 score, BAP-65 score,

prognostic

(13)

DAFTAR ISI

2.2. Kematian pada PPOK Eksaserbasi Akut... 14

2.3. Skor CAUDA 70 ... 16

2.4. Skor BAP-65 ... 19

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 21

3.1. Kerangka Konsep ... 21

5.1 Karakteristik Dasar dan Populasi Penelitian ... 28

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden Penelitian ... 29

Tabel 2 Karakteristik Tanda Vital Responden Penelitian ... 29

Tabel 3 Karakteristik Laboratorium Responden Penelitian ... 31

Tabel 4 Hubungan Skor Cauda 70 dan Kematian 30 Hari ... 32

Tabel 5 Hubungan Resiko Cauda 70 dan Kematian ... 33

Tabel 6 Hubungan Skor BAP 65 dan Kematian 30 hari ... 33

Tabel 7 Hubungan Kelas BAP 65 dan Kematian 30 hari ... 34

Tabel 8 Perbandingan Tingkat Kelas Resiko Cauda 70 Dan Bap 65 Terhadap Kematian 30 Hari ... 34

Tabel 9 Sensitivitas, spesifisitas, positive dan negative predictive value dari CAUDA 70 terhadap Mortalitas 30 Hari ... 38

Tabel 10 Sensitivitas, spesifisitas, positive dan negative predictive value dari BAP-65 terhadap Mortalitas 30 Hari ... 39

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Persentase Mortalitas berdasarkan Skor Kauda 70 ... 32

Gambar 2 Hubungan Resiko Cauda 70 dan Kematian 30 hari ... 33

Gambar 3 Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan skor BAP 65 ... 34

Gambar 4 Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan Kelas BAP 65 ... 35

Gambar 5 Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan Kelas Kauda 70 ... 36

Gambar 6 Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan Kelas BAP 65 ... 36

Gambar 7 Kurva ROC dari CAUDA 70 terhadap Mortalitas 30 Hari ... 37

Gambar 8 Kurva ROC dari CAUDA 70 terhadap Mortalitas 30 Hari ... 37

Gambar 9 Kurva ROC dari BAP-65 terhadap Mortalitas 30 Hari ... 38

Gambar 10 Kurva sensitifitas dan spesifisitas BAP-65 terhadap Mortalitas 30 Hari ... 39

(16)

DAFTAR SINGKATAN

AF : Atrial Fibrilasi

APACHE : Acute Physiology and Chronic Health Evaluation AUC : Area Under Curve

BAP-65 : Elevated BUN, Altered mental status, Pulse, Age > 65 BODE : Body mass index, airflow Obstruction, Dyspnoea,

Exercise capacity

CAP : Community Acquired Pneumonia

CAUDA 70 : Confusion, Albumin, Ureum, Dispnoea, Acidosis, Age>70 COPD : Chronic Obstructive Lung Disease

CURB-65 : Confusion, Ureum, Respiratory rate, Blood pressure Age 65.

Depkes RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Dkk : Dan kawan-kawan

DM : Diabetes Mellitus

eMRCD : extended Medical Research Council Dyspnoea FEV : Force Expiratory Volume

FVC : Force Vital Capacity

GOLD : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease IGD : Instalasi Gawat Darurat

ICU : Intensive Care Unit mmHg : Millimeter air raksa

MRCD : Medical Research Council Dyspnoea n : Jumlah subjek penelitian

p : Tingkat kemaknaan

Pa : Proporsi sekarang

PaCO2 : Tekanan karbondioksida arteri PaO2 : Tekanan oksigen arteri

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(17)

ROC : Receiving Operating Curve

RSHAM : Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

SD : Standar Deviasi

SUPPORT : Study to Understand Prognosis and Preferences for Outcomes and Rates of Treatment

WHO : World Health Organization

Zα : Deviat baku normal untuk α

Zβ : Deviat baku normal untuk β

xi

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. Lembar Penjelasan Kepada Subjek ... 47

LAMPIRAN 2. Lembar Surat Persetujuan Setelah Penjelasan ... 48

LAMPIRAN 3. Lembar Kerja Profil Peserta Penelitian ... 49

LAMPIRAN 4. Lembar Persetujuan Komite Etik Penelitian ... 50

LAMPIRAN 5. Uji Statistik ... 51

(19)

Abstrak

PERBANDINGAN ANTARA SKOR CAUDA 70 DENGAN SKOR BAP-65 TERHADAP KEMATIAN TIGA PULUH HARI PADA

PASIEN PPOK EKSASERBASI AKUT DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Afandi Al Amin Tarigan, E.N. Keliat 1, Alwinsyah Abidin 1 1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Latar Belakang --- Pada penderita PPOK eksaserbasi akut, penilaian derajat keparahan pada awal masuk sangat penting dalam menentukan risiko kematian rawat inap rumah sakit, memutuskan perlunya perawatan bangsal atau ICU, dan menentukan penatalaksanaan selanjutnya. Beberapa marker seperti albumin, analisa gas darah, fungsi ginjal dan penunjang lain digabung, untuk menentukan derajat keparahan. Penggunaan skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 dapat digunakan dalam memprediksi kematian dan prognosis. Skor CAUDA 70 merupakan prediktor kematian yang lebih baik dibandingkan dengan skor BAP-65.

Tujuan --- Untuk mengetahui perbandingan antara skor CAUDA 70 dengan skor

BAP-65 dalam memprediksi kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut.

Bahan dan Cara --- Penelitian observasional dengan metode pengukuran kohort.

Subjek dengan PPOK eksaserbasi akut yang masuk dari instalasi gawat darurat,

setelah memenuhi kriteria dilakukan penilaian skor CAUDA 70 (Confusion,

acidosis, urea,dypsnoea,albumin, age>70 years) dan skor BAP-65 (Elevated BUN, Altered mental status, Pulse 109 beats/min, Age > 65 years), laboratorium darah, sputum, foto toraks, EKG, spirometri. Selanjutnya skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 dihitung sensitifitas dan spesifitasnya, kemudian dibandingkan kekuatannya dalam menentukan kematian 30 hari.

Hasil --- Sebanyak 40 subjek penelitian direkrut, dengan mean (±SD) umur adalah

61,07 ± 12,42 tahun, 75% subjek adalah pria. Sembilan subjek (22,5%) meninggal pada saat penelitian. Dalam penelitian ini mendapatkan hasil yang signifikan dari skor CAUDA 70 p value 0,004 (p < 0,008) dan skor BAP-65 p value 0,0001 (p < 0,05), dimana kedua skor tersebut memiliki hubungan dengan kematian 30 hari. Sensitifitas dan spesifisitas skor CAUDA 70 adalah 66,7% dan 90,3%, sensitifitas dan spesifisitas skor BAP-65 adalah 88,9% dan 96,8%.

Kesimpulan --- Skor CAUDA70 dan skor BAP-65 memiliki hubungan dengan

kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Rendahnya sensitifitas dan tingginya spesifisitas menyebabkan kedua skor pada penelitian ini masih belum dapat digunakan sebagai prediktor kematian dan alat prognostik.

Kata Kunci : PPOK eksaserbasi akut, skor CAUDA 70, skor BAP-65, prognosis.

(20)

Abstract

THE COMPARISON BETWEEN CAUDA 70 SCORE AND BAP-65 SCORE TO PREDICT THIRTY DAYS MORTALITY

IN ACUTE EXACERBATIONS COPD PATIENTS IN ADAM MALIK GENERAL HOSPTAL

Afandi Al Amin Tarigan, E.N. Keliat 1, Alwinsyah Abidin 1 1

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP.H.Adam Malik Medan Divisi Pulmonologi dan Alergi Immunologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Background --- The assessment of level severity in patient with acute exacerbation

COPD (AECOPD) is very important to determine the risk of inhospital mortality, requirement ICU setting and next management of disease. Several strongest predictors of mortality such as eosinophil, blood gas analysis, renal function test and other measurement were combined, to assess of level severity. The application of CAUDA 70 score and BAP-65 score is known to be used in prediction of mortality, to help clinician to decide treatment and to make prognosis. CAUDA 70 score performed significantly better for prediction of mortality than BAP-65 score.

Objective --- To determine comparison between CAUDA 70 score and BAP-65

score to predict 30 days-mortality in AECOPD patients

Materials and Methods --- This was an cohort study. We had examined AECOPD

subject with CAUDA 70 score (Confusion, acidosis, urea,dypsnoea,albumin, age>70 years) and BAP-65 score (Elevated BUN, Altered mental status, Pulse 109 beats/min, Age > 65 years), other laborary assessment, spirometry, chest X-ray and ECG at the early admission at emergency room (ER). We had calculate sensitivity and specificity of CAUDA 70 score and BAP-65 score and compare the strongest predictor to predict 30-days mortality to determined prognostic utility of this score.

Result --- 40 subject were recruited, mean (± SD) age was 61,07 ± 12,42 years,

75% subjects were male, and 9 subject died during the study. This study performed significantly result of CAUDA 70 score p value 0,008 (p < 0,05) and BAP-65 score p value 0,0001 (p < 0,05) to predict 30-days mortality in AECOPD, using chi square test. Sensitivity and specificity CAUDA 70 score were 66,7% and 90,3%, sensitivity and specitifity BAP-65 score were 88,9% and 96,8%.

Conclusion --- CAUDA 70 score and BAP-65 score have correlation with 30-days

mortality in AECOPD patients. Low sensitivity and high specificity made this score have not been used to predict 30-days mortality and prognostic tools.

Key Word : acute exacerbation COPD, CAUDA 70 score, BAP-65 score,

prognostic

(21)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), merupakan suatu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.

Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif.

1,2,3,4

PPOK menjadi isu pelayanan kesehatan utama, karena prevalensinya yang tinggi pada populasi dewasa berkisar 4-10%, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan PPOK terkait kematian dan ketidakmampuan akan terus berlanjut dengan meningkatnya jumlah PPOK di seluruh dunia sampai tahun 2030. Eksaserbasi merupakan kejadian utama dalam perjalanan penyakit PPOK, terutama apabila dibutuhkan perawatan rumah sakit. Hal ini menjadi masalah karena eksaserbasi dapat mengakibatkan kematian rawat inap tinggi, mengganggu kualitas hidup, dan berulangnya eksaserbasi dapat mempengaruhi perjalanan penyakit, yang dinilai dari menurunnya fungsi paru dan kematian.

1,5

Walaupun PPOK eksaserbasi akut sering ditemukan dan dapat menjadi fatal, prognostik akurat dari pasien yang dirawat di rumah sakit dengan eksaserbasi masih sulit. Untuk eksersbasi yang diperberat dengan pneumonia, CURB-65 merupakan alat prognostik yang sering digunakan tetapi penggunaannya pada PPOK eksaserbasi akut masih suboptimal.

6

Pada PPOK stabil, indeks prognostik telah diteliti dan digunakan sebagai alat memprediksi risiko kematian, seperti skor BODE, sudah digunakan secara luas. Penelitian prognostik pada pasien PPOK eksaserbasi yang memerlukan

(22)

perawatan di rumah sakit masih terbatas dan kelihatannya hanya sedikit persamaan antara prediktor kematian pada PPOK stabil dan PPOK eksaserbasi akut.

Sulit untuk menyediakan kriteria sederhana dan dapat dipercaya dokter untuk mengidentifikasi pasien yang mempunyai risiko untuk kematian rawat inap rumah sakit dan membantu memutuskan apakah pasien ini harus dirawat inap atau tidak dan yang mana tidak dan setting mana yang digunakan (perawatan di bangsal atau ICU).

7

Pada penelitian yang dilakukan oleh Archibald dkk (2012), mencoba menentukan prediktor kematian rawat inap pada pasien dengan dengan PPOK eksaserbasi akut, dan menghasilkan sistem skor prediksi untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi kematian rawat inap RS. Dari 1031 pasien yang mengikuti studi kohort ini, tingkat kematian rawat inap RS adalah 5,2%. Prediktor independen dari kematian ditemukan dan diperoleh sistem skor baru: CAUDA 70 dapat digunakan untuk memprediksi kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaaserbasi akut. Skor ini menggabungkan 6 variabel klinis: asidosis, albumin, ureum, perubahan status mental (confusion), skor MRCD dan umur. Skor CAUDA 70 memiliki sensitifitas 87,4% dan spesifisitas 64,38% dalam menentukan kematian rawat inap dan kematian 30 hari. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa CAUDA 70 akurat dalam memprediksi kematian rawat inap pada PPOK eksaserbasi akut.

6

Penelitian yang dilakukan oleh Shorr dkk (2011), memvalidasi skor BAP-65 (peningkatan BUN, perubahan status mental, nadi > 109x/menit, dan umur > 65 tahun) sebagai skor risiko untuk mengetahui keparahan PPOK eksaserbasi akut. Hasil penelitian ini menunjukkan skor BAP-65 dapat memberikan gambaran tingkat keparahan penyakit dan merupakan alat sederhana dalam mengidentifikasi pasien PPOK eksaserbasi akut terhadap risiko terjadinya efek yang merugikan. Sistem BAP-65 ini sederhana, didesain hanya dengan menggunakan informasi umum yang didapatkan dokter pada saat pasien pertama kali datang ke RS. Sehingga BAP-65 merupakan alat tambahan yang dapat digunakan pada penilaian awal PPOK eksaserbasi akut. Skor BAP-65 memiliki sensitifitas 53,7% dan

(23)

spesifisitas 83,6% dalam menentukan kematian rawat inap dan kematian 30 hari.

Pada penelitian ini bertujuan membandingkan dua skor prediktor kematian, yaitu skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 dan mencoba menggabungkan kedua skor tersebut dalam menentukan kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Skor BAP-65 saat ini digunakan secara luas, sedangkan skor CAUDA 70 masih dalam rangka divalidasi. Data mengenai perbandingan antara skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 pada pasien PPOK eksaserbasi akut sampai saat ini sepengetahuan penulis belum ada dilaporkan di Indonesia. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hal tersebut di atas.

8

1.2. Perumusan Masalah

a. Apakah skor CAUDA 70 lebih baik dalam memprediksi kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut dibandingkan dengan skor BAP-65? b. Apakah terdapat hubungan antara skor CAUDA 70 dan skor BAP-65

dalam memprediksi kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut?

1.3. Hipotesa

a. Skor CAUDA 70 lebih baik dalam memprediksi kematian 30 hari dibandingkan dengan skor BAP-65 pada pasien PPOK eksaserbasi akut. b. Semakin tinggi skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 pada pasien PPOK

eksaerbasi akut, semakin tinggi angka kematian 30 hari.

1.4. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perbandingan antara skor CAUDA 70 dengan skor BAP-65 dalam memprediksi kematian 30 hari pada pasien PPOK eksaserbasi akut.

(24)

1.5. Manfaat Penelitian

a. Dapat membantu klinisi dalam mengidentifikasi derajat keparahan PPOK eksaserbasi akut dengan skor CAUDA 70 atau skor BAP-65 sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang cepat dan tepat pada pasien PPOK eksaserbasi akut secara dini.

b. Memberi informasi skor mana yang lebih baik (skor CAUDA 70 atau skor BAP-65) dalam memprediksi kematian 30 hari pasien PPOK eksaserbasi akut.

c. Memberi pemahaman pentingnya dilakukan penilaian pasien pada awal masuk dengan skor CAUDA 70 atau skor BAP-65 yang bermanfaat dalam memprediksi keparahan penyakit dan menentukan perlunya perwatan di ICU/HDU.

d. Dapat digunakan sebagai alat prediksi kematian di rawat inap maupun rawat jalan rumah sakit

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PPOK Eksaserbasi Akut

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), merupakan suatu penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel, progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang bearcun atau berbahaya. 1,2,3,4. Eksaserbasi dan komorbiditas secara keseluruhan memperberat tingkat keparahan penyakit pasien PPOK.

PPOK merupakan penyebab morbiditas dan kematian ke-4 terbesar di dunia. World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6 menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global Burden of Disease Study memperkirakan PPOK akan menjadi peringkat empat penyebab kematian pada tahun 2030. PPOK di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yakni kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia harapan hidup masyarakat Indonesia.

1

PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan.

3

1,5

PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit karena:

- Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien

1

- Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk perbaikan

- Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru

(26)

- Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi.

Eksaserbasi dari PPOK dapat dicetuskan oleh berbagai fakor. Penyebab paling sering adalah infeksi saluran nafas (virus atau bakteri). Studi bronkoskopik menunjukkan bahwa sedikitnya 50% pasien memiliki bakteri pada saluran nafas bagian bawah selama eksaserbasi dari PPOK, tetapi proporsi signifikan dari pasien tersebut juga memiliki bakteri yang berkolonisasi pada saluran nafas bagian bawah pada fase PPOK stabil. Terlihat bahwa terjadinya peningkatan kerja bakteri selama terjadinya eksaserbasi PPOK, dan bertambahnya strain bakteri yang baru. Polusi udara juga dapat mencetuskan eksaserbasi PPOK. Eksaserbasi dari gejala respiratori (terutama dispnu) pada pasien PPOK dapat terjadi dengan mekanisme berbeda yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien yang sama. Kondisi yang mirip dan/atau memperburuk eksaserbasi, yaitu pneumonia, emboli paru, penyakit jantung kongestif, aritmia jantung, pneumotoraks, efusi pleura dan kondisi tersebut harus dianggap sebagai diagnosa banding dan diterapi apabila ditemukan.

Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga penyebab eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak nafas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi yaitu berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang dngakal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi serta gangguan status mental pasien.

1

(27)

Risiko PPOK : Placebo-limb data dari TORCH, Uplift dan Eclipse

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

EPIDEMIOLOGI

1

Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28 negara antara tahun 1994-2004, dan studi tambahan dari Jepang, memberikan bukti bahwa prevalensi PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan bukan perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan dengan wanita.

PPOK merupakan penyebab kematian nomor empat di Amerika Serikat dan sekitar 500.000 orang pertahun memerlukan perawatan rumah sakit karena eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya menunjukkan dekompensasi akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu tahun. Dari eksaserbasi yang dilaporkan, 3-16% memerlukan perawatan di rumah sakit. Kematian pada rawat inap berkisar 3-10% pada pasien PPOK berat. Kematian 180 hari, satu tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 13.4%, 22%, dan 35.6%. Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 15-24% dan menjadi 30% pada pasien lebih dari 65 tahun.

1

Di Hong Kong, PPOK merupakan penyebab kematian ke 5, dan penyebab 4% dari seluruh perawatan akut di rumah sakit pada tahun 2003. Prevalensi PPOK lansia di Cina (umur > 70 tahun) yang tinggal di Hong Kong diperkirakan mencapai 7%.

9

(28)

PATOFISIOLOGI

Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels menyebabkan inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah pada pasien yang berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi jaringan parenkim (menyebabkan emfisema), mengganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan (menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air trapping dan terbatasnya aliran udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas PPOK lainnya.

Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok. Mekanisme untuk menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi mungkin terdapat keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan penumpukan proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi paru. Secara bersamaan, mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi paru menetap setelah memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui, walaupun autoantigen dan mikroorganisme persisten juga berperan.

1

Perubahan yang khas pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru, dan pembuluh darah paru. Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi kronik, dengan peningkatan sejumlah sel inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara umum, inflamasi dan perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin parahnya penyakit dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan.

1

DIAGNOSIS

1

(29)

dapat memprediksi seluruh penyebab kematian independen pada perokok dan fungsi paru abnormal.

Gejala khas dari PPOK adalah dispnu kronik dan progresif, batuk dan produksi sputum. Batuk kronik dan produksi sputum dapat menjadi awal berkembangnya menjadi terbatasnya aliran udara bertahun tahun kemudian. Pemeriksaan fisik jarang dapat mendiagnosis PPOK. Gejala klinis dari terbatasnya aliran udara biasanya tidak terlihat sampai terjadinya gangguan fungsi paru signifikan, dan deteksi ini biasanya memiliki sensitifitas dan spesifitas yang rendah. Spirometri merupakan pengukuran yang objektif terhadap terbatasnya aliran udara. Pengukuran Peak expiratory flow (PEF) saja tidak dapat diandalkan sebagai tes diagnostik, karena walaupun memilik sensitifitas yang baik, tapi spesifitasnya rendah.

1

1

Klasifikasi keparahan dari keterbatasan aliran udara pada PPOK

Classification of Severity of Airflow Limitation in COPD (Based on Post-Bronchodilator FEV1)

In Patients with FEV1 GOLD 1: Mild FEV

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

Diagnosis eksaserbasi berdasarkan pada temuan klinis dari pasien yang mengeluhkan perubahan gejala akut (gejala biasanya dispnu, batuk, dan/atau produksi sputum) yang semakin memberat hari ke hari.

1

(30)

Penilaian dari eksaserbasi PPOK: riwayat klinis

Assessment of COPD Exacerbations: Signs of Severity • Severity of COPD based on degree of airflow limitation • Duration of worsening or new symptoms

• Number of previous episodes (total/hospitalizations) • Comorbidities

• Present treatment regimen

• Previous use of mechanical ventilation

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 1

Penilaian dari eksaserbasi PPOK: tanda keparahan

Assessment of COPD Exacerbations: Medical History • Use of accessory respiratory muscles

• Paradoxical chest wall movements • Worsening or new onset central cyanosis • Development of peripheral edema • Hemodynamic instability

• Deteriorated mental status

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 1

Tes lain yang duanggap dapat menilai keparahan dari eksaserbasi :

- Pulse oximetry dan analisa gas darah. Penilaian status asam basa diperlukan sebelum memulai ventilasi mekanik.

1,5

- Foto toraks untuk menyingkirkan diagnosis alternatif lainnya.

- EKG dapat membantu mendiagnosis dari penyakit jantung yang timbul bersamaan dengan PPOK.

- Darah lengkap, untuk melihat polisitemia (hematokrit > 55%), anemia atau leukositosis.

(31)

eksaserbasi tidak respons terhadap pemberian antibiotika awal, kultur sputum dan tes sensitivitas antibiotik dapat dilakukan.

- Abnormalitas tes biokimia: gangguan elektrolit, hiperglikemia.

- Spirometri tidak dianjurkan selama eksaserbasi karena sulit dilakukan dan pengukurannya tidak cukup akurat.

KLASIFIKASI

Berdasarkan health-care utilization, eksaserbasi dapat diklasifikasikan: (i) ringan, apabila pasien membutuhkan penambahan jumlah obat, apabila seseorang masih dapat melakukan pekerjaan untuk diri sendiri secara normal; (ii) sedang, apabila membutuhkan penambahan jumlah obat, dan merasa membutuhkan bantuan asisten medis; (iii) berat, apabila kondisi pasien memburuk dengan cepat dan membutuhkan perawatan rumah sakit.

Penilaian tingkat keparahan PPOK eksaserbasi akut

9

Dikutip dari: Evidence-Based Approach to Acute Exacerbations of chronic Obstructive Pulmonary Disease 14

Anthonisen dkk mendefinisikan PPOK eksaserbasi akut dengan dijumpainya adanya peningkatan sputum purulen, peningkatan volume sputum dan memburuknya dispnu. Tipe I (berat) apabila memiliki ketiga gejala tersebut, tipe II (sedang) apabila memiliki dua gejala, dan tipe III (ringan) apabila memiliki satu gejala ditambah sedikitnya satu dari gejala berikut: infeksi saluran nafas atas pada 5 hari terakhir, demam tanpa penyebab jelas lainnya, bertambahnya

wheezing, batuk yang meningkat, meingkatnya pernafasan atau nadi 20% dari

(32)

Klasifikasi PPOK eksaserbasi akut oleh Anthonisen

Dikutip dari: Acute Exacerbation of Chronic Obstructibe Pulmonary Disease 15

Kriteria Winnipeg untuk PPOK eksaserbasi akut

Dikutip dari: Acute Exacerbations and Respiratory Failure in COPD 16

PENATALAKSANAAN

(33)

Indikasi utama untuk penilaian pada saat perawatan ke rumah sakit

Potential Indications for Hospital Assessment or Admission

• Marked increase in intensity of symptoms, such as sudden development of resting dyspnea

• Severe underlying COPD

• Onset of new physical signs (e.g. cyanosis, peripheral edema)

• Failure of an exacerbation to respond to initial medical management

• Presence of serious comorbidities (e.g. heart failure or newly occurring arrhythmias)

• Frequent exacerbations • Older age

• Insufficient home support

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 1

Inhalasi beta2 agonist kerja pendek dengan/tanpa antikolinergik kerja pendek merupakan bronkodilator pilihan untuk eksaserbasi. Kortikosteroid sistemik dan antibiotik dapat mempercepat waktu penyembuhan, memperbaiki fungsi paru (FEV1) dan hipoksemia arteri (PaO2), dan mengurangi risiko terjadinya kambuh, gagal pengobatan dan lamanya pengobatan. 1

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit

Therapeutic Components of Hospital Management Respiratory Support

(34)

Indikasi perawatan ICU

Indications for ICU Admission

• Severe dyspnea that responds inadequately to intial emergency therapy • Changes in mental status (confusion, lethargy, coma)

• Persistent or worsening hypoxemia (PaO2 , 5,3 kPa, 40 mmHg) and/or worsening respiratory acidosis (pH < 7,25) despite supplemental oxygen and noninvasive ventilation

• Nedd for invasive mechanical ventilation • Hemodynamic instability-need for vasopressors

Dikutip dari: Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease 1

2.2. KEMATIAN PADA PPOK EKSASERBASI AKUT

Kematian pada PPOK dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi komorbid kronik lain (seperti penyakit kardiovaskular, gangguan muskuloskletal, diabetes mellitus) yang berhubungan dengan PPOK dan memberikan pengaruh pada status kesehatan pasien, yang akan mengganggu penatalaksanaan PPOK.

Kematian pasien rawat inap pada pasien yang datang ke rumah sakit karena hiperkapnia dengan asidosis berkisar 10%. Pada pasien yang membutuhkan bantuan nafas mekanik selama dirawat di rumah sakit, kematian meningkat 40% satu tahun setelah pasien dipulangkan untuk berobat jalan. Dan keseluruhan kematian 3 tahun setelah dirawat di rumah sakit meningkat menjadi 49%.

1

Beberapa studi melaporkan tingkat kematian pada rawat inap 11-24% dan 22-35,6% setelah 1 dan 2 tahun. Soler-Cataluna melaporkan bahwa PPOK eksaserbasi akut mempunyai pengaruh independen prognostik negatif, dimana kematian meningkat dengan semakin seringnya terjadi eksaserbasi akut dan membutuhkan perawatan rumah sakit. The Study to Understand Prognosis and Preferences for Outcomes and rates of Treatment (SUPPORT), melaporkan tingkat kematian rawat inap dijumpai pada 11% pasien dengan gagal nafas akut hiperkapnia. Tingkat kematian 180 hari adalah 33% dan tingat kematian 2 tahun adalah 49%.

1

Beberapa studi telah menunjukkan faktor yang secara langsung berhubungan dengan kematian rawat inap rumah sakit yang terjadi pada PPOK

(35)

eksaserbasi, yaitu disfungsi sistem organ non-respiratori (terutama jantung), lamanya rawat inap di rumah sakit, usia yang lebih tua, kondisi komorbid dan status nutrisi, oksigen arteri (PaO2) dan tekanan karbondioksida pada saat masuk, dan membutuhkan perawatan ICU.

Studi prospektif multisenter oleh Roche dkk di Perancis (2008), menilai hal hal yang menentukan hasil akhir perawatan rumah sakit pada pasien pada pasien yang datang ke instalasi gawat darurat (IGD) oleh karena PPOK eksaserbasi akut, hasil akhir adalah kematian pada rawat inap dan dibutuhkannya

post-hospital support. Penelitian ini mendapatkan hasil tingkat kematian rawat inap RS adalah 7,4%. Faktor prognostik independen adalah umur ≥ 70 tahun; jumlah dari keparahan tanda klinis (sianosis, gangguan neurologis, edema tungkai bawah, asterexis, penggunaan otot aksesori pada saat inpirasi dan ekspirasi; dan

baseline dyspnoe grade (0-1, 2-3, 4-5) pada keadaan stabil. Hasil dari studi ini menunjukkan faktor prognostik sederhana yang dapat digunakan pada pasien PPOK eksaserbasi akut yang datang ke IGD.

6

Penelitian oleh Gudmundsson dkk di Swedia (2006) bertujuan menganalisa mortalitas dan faktor risiko yang berhubungan, yang lebih ditujukan pada status kesehatan, pengobatan dan komorbiditas, pada pasien PPOK eksaserbasi akut yang memerlukan perawatan rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan kematian yang tinggi pada PPOK setelah perawatan rumah sakit, dengan usia yang lebih tua, berkurangnya fungsi paru, status kesehatan yang menurun dan diabetes sebagai faktor risiko yang paling penting.

6

Soler-Cataluna dkk di Spanyol (2005) meneliti apakah PPOK eksaserbasi akut yang berat menunjukkan efek langsung terhadap kematian. Faktor prognostik yang berpengaruh pada PPOK eksaserbasi akut yang mendapatkan perawatan di rumah sakit dikelompokkan atas umur pasien, merokok, indeks massa tubuh, komorbiditas, terapi oksigen jangka panjang, parameter kekuatan spirometri, tekanan arteri gas darah. Hanya usia yang lebih tua, tekanan karbondioksida arteri yang ditemukan sebagai indikator prognostik buruk pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Kematian meningkat dengan seringnya terjadi eksaserbasi berat, terutama pada pasien yang membutuhkan perawatan rumah sakit.

17

(36)

Studi prospektif oleh Groenewegen dkk (2003) meneliti hasil akhir dari pasien PPOK eksaserbasi akut yang datang ke rumah sakit selama dirawat di rumah sakit dan setelah follow up 1 tahun. Hasil studi ini menunjukkan tingginya tingkat kematian setelah eksaserbasi akut, terutama pada pasien yang lebih tua dengan gagal nafas kronik. Hal ini penting diketahui untuk memindahkan pasien ke perawatan suportif yang lebih baik apabila diperlukan. Penelitan ini menyimpulakan bahwa prognosis pasien yang datang ke rumah sakit dan memerlukan perawatan rumah sakit adalah jelek. Penggunaan kortikosteroid oral jangka panjang, PaCO2 yang tinggi, dan usia lebih tua dianggap sebagai faktor risiko yang berhubungan dengan tingginya kematian pada PPOK eksaserbasi akut.

Penelitian oleh Archibald dkk (2012), mencoba menentukan prediktor kematian rawat inap pada pasien dengan dengan PPOK eksaserbasi akut, dan menghasilkan sistem skor prediksi untuk mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi kematian rawat inap RS. CAUDA 70 dapat digunakan untuk memprediksi kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Skor ini menggabungkan 6 variabel klinis: asidosis, albumin, ureum, perubahan status mental (confusion), skor MRCD dan umur. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa CAUDA 70 akurat dalam memprediksi kematian rawat inap pada PPOK eksaserbasi akut .

19

2.3. SKOR CAUDA 70

(37)

penelitian ini menunjukkan bahwa CAUDA 70 akurat dalam memprediksi kematian rawat inap pada PPOK eksaserbasi akut.

The Medical Research Council Dypsnoea Scale (MRCD) pada pasien PPOK

7

Dikutip dari: Dyspnoe Severity and Pneumonia as A Preddictors of In-Hospital Mortality and Early Readmission in Acute Exacerbations of COPD

Skor CAUDA 70 dibagi atas skor 0-1: pasien yang mempunyai risiko kematian yang rendah dan lebih baik diobati di rumah. Skor 2: pasien yang mempunyai risiko kematian yang rendah tetapi membutuhkan perawatan rumah sakit apabila terjadi confusion atau asidosis. Skor 3 atau lebih: pasien dengan risiko tinggi kematian rawat inap, tingkat kematian meningkat sampai 14%.

20

Skor prediktif CAUDA 70

7

Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations of COPD

Hanya sejumlah kecil studi sebelumnya yang memperoleh sistem skor pediksi untuk kematian rawat inap rumah sakit pada pasien PPOK eksaserbasi akur. Pada skor prediktif yang baru, CAUDA 70, terdapat alasan yang

(38)

kematia rawat inap pada pasien PPOK eksaserbasi akut. Sebagai contoh,

confusion (yang juga merupakan marker penting untuk hasil akhir buruk pada CAP), dapat meningkat pada PPOK eksaserbasi akut dengan hiperkapnia, dan dapat bekerja sebagai indikator respons tubuh terhadap proses patofisiologi yang mendasarinya. Ureum juga terlihat sebagai prediktor penting terhadap hasil akhir buruk pada penyakit respiratori. Ureum juga dapat memperlihatkan gagal ginjal akut sebagai akibat berkurangnya volume yang terjadi pada hiperventilasi atau buruknya intake cairan oral sebelum dirawat di rumah sakit. Hal ini menandakan bahwa marker patofisiologi dari penaykit, merupakan prediktor yang kuat untuk kematian rawat inap RS pada pasien PPOK eksaserbasi akut.

Perbandingan skor CAUDA 70 dengan skor lain

Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations of COPD 7

(39)

Kematian dan survival berdasarkan skor CAUDA 70

Dikutip dari: Prediction of In-Hospital Mortality in Acute Exacerbations of COPD

2.4. SKOR BAP-65

Studi yang dilakukan oleh Shorr dkk di Amerika Serikat (2010) memperkenalkan satu skor baru, yaitu skor risiko PPOK eksaserbasi akut, BAP-65. Penggunaan skor CURB-65 oleh dokter dalam memprediksi hasil akhir pasien dengan pneumonia sangat akurat, tetapi keakuratannya pada PPOK eksaserbasi akut masih belum jelas. Hal inilah yang melatar belakangi munculnya skor baru dalam memprediksi kematian pada PPOK eksaserbasi akut yaitu skor BAP-65. Skor ini terdiri dari peningkatan blood urea nitrogen (BUN), perubahan status mental, nadi > 109 kali permenit, umur diatas 65 tahun. Penelitian ini mencoba menghubungkan skor BAP-65 dengan CURB-65. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bawa kedua skor, BAP-65 dan CURB-65 berhubungan dengan tingginya kematian dan perlunya ventilator mekanik pada pasien dengan PPOK eksaserbasi akut. CURB-65 hanya memiliki tingkat keakuratan sedang dalam mengetahui pasien risiko tinggi untuk mendapatkan hasil akhir buruk (prognosis buruk). Skor BAP-65 lebih akurat dalam memprediksi hasil akhir PPOK eksaserbasi akut.

Penelitian yang dilakukan oleh Shorr dkk (2011) mecoba memvalidasi skor BAP-65 (peningkatan BUN, perubahan status mental, nadi > 109x/menit, dan umur > 65 tahun). Hasil penelitian ini menunjukkan sistem BAP-65 dapat memberikan gambaran tingkat keparahan penyakit dan menunjukkan alat sederhana dalam mengelompokkan pasien dengan PPOK eksaserbasi akut

(40)

terhadap risiko untuk terjadinya efek yang merugikan. BAP-65 merupakan alat tambahan yang dapat digunakan pada penilaian awal PPOK eksaserbasi akut. 8

Sensifisitas, spesifisitas, positive dan negative predictive value BAP- 65 terhadap kematian dan ventilator mekanik.

Dikutip dari: Validation of Novel Risk Score for Severity of Illness in Acute Exacerbations of COPD

Skor BAP-65 dibuat berdasarkan dari informasi yang didapatkan pada awal pasien masuk ke rumah sakit. Skor BAP-65 ini diabagi menjadi 5 kelas:

8

1) Kelas I : Usia ≤ 65 tahun, tidak memiliki 3 faktor risiko (kadar BUN ≥ 25 mg/dL, perubahan status mental, nadi ≥ 109 x/ menit).

8

2) Kelas II : Usia > 65 tahun, tanpa faktor risiko. 3) Kelas III : Memiliki satu faktor risiko

4) Kelas IV : Memilikki dua faktor risiko 5) Kelas V : Memiliki tiga faktor risiko

Jika BAP-65 kelas I disebut risiko rendah, kelas II-III disebut risiko sedang, kelas

(41)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) eksaserbasi akut adalah perburukan akut pada saluran nafas yang sebelumnya stabil, dimana terjadi perubahan seperti sesak yang bertambah, batuk yang semakin berat, sputum yang bertambah atau berubah warna.

3.2.2. Penilaian derajat keparahan penyakit adalah suatu alat bantu klinisi untuk membuat keputusan klinis seperti kebutuhan rawat inap, pemberian terapi intravena perlunya perawatan ICU dan pemakaian alat bantu mekanik serta rencana monitoring selanjutnya yang diperlukan oleh klinisi di tingkat primer maupun sekunder.

3.2.3. CAUDA 70 terdiri dari 6 variabel klinis:

Asidosis (ph <7,35), Albumin (<3,5 gr), Ureum (>7 mmol/l ( 1mg/dl = 0,357 mmol), Perubahan status mental (confusion) berdasarkan skor Abbreviated Mental Test Score (AMTS)), skor MRCD (≥ 4) dan umur Skor CAUDA 70

(Asidosis, Albumin, Ueum, Confusion, skor

(42)

Jika skor CAUDA 70 : 0-1 disebut risiko rendah, skor 2 disebut risiko sedang, skor ≥ 3 disebut risiko tinggi.

3.2.4. Skor BAP-65 merupakan suatu skor risiko untuk memprediksi kematian pada rawat inap rumah sakit dan dapat menentukan kapan seseorang membutuhkan ventilator mekanik invasif. Skor ini terdiri dari umur >65 tahun, denyut nadi >109 x/menit, BUN >25, peningkatan ureum dan perubahan status mental.

Skor BAP-65 dibagi menjadi 5 kelas:

1) Kelas I : Usia ≤ 65 tahun, tidak memiliki 3 faktor risiko (kadar BUN ≥ 25 mg/dL, perubahan status mental, nadi ≥ 109 x/ menit).

2) Kelas II : Usia > 65 tahun, tanpa faktor risiko. 3) Kelas III : Memiliki satu faktor risiko

4) Kelas IV : Memiliki dua faktor risiko 5) Kelas V : Memiliki tiga faktor risiko

Jika BAP-65 kelas I disebut risiko rendah, kelas II-III disebut risiko sedang, kelas

(43)

BAB IV METODE

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah observasional dengan metode pengukuran kohort yang bersifat prospektif.

4.2. Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2013 s/d Juni 2013 di Instalasi Gawat Darurat, Ruang Rawat Inap dan Poliklinik Pulmonologi dan Alergi Immunologi RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3. Subjek Penelitian

Penderita PPOK eksaserbasi akut yang di rawat inap maupun rawat jalan di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.4. Kriteria Inklusi

1. Pria atau wanita usia ≥ 40 tahun

2. Gambaran klinis, laboratorium dan radiologis sesuai dengan PPOK eksaserbasi akut

3. Gejala eksaserbasi pada pasien dengan riwayat PPOK sebelumnya

4. Gejala eksaserbasi pada pasien usia ≥ 40 tahun dengan riwayat merokok, dimana diagnosa PPOK ditegakkan berdasarkan spirometri saat dirawat di rumah sakit

5. Riwayat merokok ≥ 10 tahun

4.5. Kriteria Eksklusi

1. Usia < 40 tahun

(44)

3. Penyakit komorbiditas yang menyebabkan menurunnya ketahanan hidup < 12 bulan (metastase malignansi)

4. Dirawat di rumah sakit oleh karena miokard infark, penyakit jantung kongestif, emboli paru, gagal ginjal kronik.

4.6. Besar Sampel

Studi ini menggunakan sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi suatu populasi.

Dan perkiraan besar sampel :

(Zα√P0Q0 + Zβ√PaQa)2 = (1,96√0,78.0,22 + 1,282√0,53.0,47)

1. Seluruh subjek penelitian dimintai persetujuan secara tertulis tentang kesediaan mengikuti penelitian (informed consent).

2. Dilakukan pengambilan data meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan data pribadi lainnya, riwayat merokok, riwayat PPOK, faktor pencetus eksaserbasi akut.

(45)

sedang, skor ≥ 3 disebut risiko tinggi. Unt uk skor BAP-65, kelas I disebut risiko rendah, kelas II-III disebut risiko sedang, skor ≥ IV disebut risiko tinggi.

5. Selanjutnya akan dilakukan perbandingan skor CAUDA dengan skor BAP-65.

4.7.1.Pengambilan sampel darah

Pengambilan sampel darah dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RSUP H. Adam Malik Medan. Sampel darah diambil dari arteri femoralis dengan terlebih dahulu dilakukan tindakan anti septik dengan alkohol 70% dan dibiarkan kering. Pengambilan darah sebanyak 10 cc dilakukan dengan menggunakan dispossible syringe 10 cc. Darah sebanyak 10 cc darah dengan antikoagulan EDTA untuk pemeriksaan darah lengkap, fungsi ginjal, albumin dan analisa gas darah. Dan pada saat pengambilan sampel darah , pasien dalam posisi terlentang.

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan dengan alat Sysmex, fungsi ginjal dengan alat Cobas 6000, pemeriksaan analisa gas dengan alat Cobas B 121 dan morfologi darah tepi diidentifikasi dari blood film dengan pewarnaan Giemsa.

4.7.2.Spirometri

Tindakan spirometri dilakukan di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP H. Adam Malik Medan. Teknik melakukan spirometri:

1. Dilakukan anamnesis dan penilaian kondisi fisik yang berkaitan dengan fungsi paru pasien. Dilakukan pencatatan data dasar (nama, usia, jenis kelamin, ras) serta berat badan dan tinggi badan pasien.

(46)

3. Pemeriksaan dilakukan paling sedikit didapatkan 3 nilai yang reproduksibel untuk melihat dan memastikan apakah manuver telah dilakukan secara maksimal. Dapat diulang 3 kali namun tidak lebih dari 8 kali untuk menghindari bias.

4. Spirometri yang digunakan yaitu Schiller tipe SP-1.

4.8. Analisa Data

- Untuk melihat gambaran karasteristik dan skor CAUDA 70, skor BAP-65 pada subjek PPOK eksaserbasi akut disajikan dalam bentuk tabulasi dan dideskripsikan.

- Analisa untuk mengetahui hubungan skor CAUDA 70 dan skor BAP-65 terhadap kematian 30 hari, digunakan uji chi square.

- Dilakukan uji diagnostik untuk mencari sensitivitas, spesifisitas,

positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood

ratio, negative likelihood ratio.

- Analisis statistik dilakukan dengan software SPSS versi 16.0

- Untuk semua uji statistik p < 0,05 dianggap bermakna dalam statistik.

4.9. Ethical Clearence dan informed consent

Ethical clearence (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) pada tanggal 28 Februari 2013 dengan nomor 82/KOMET/FK USU/2013.

Informed consent diminta secara tertulis dari subjek penelitian yang bersedia untuk ikut dalam penelitian setelah mendapatkan penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian ini.

(47)

4.10. Kerangka Operasional

Skor CAUDA 70 (Asidosis, Albumin, Ueum,

Confusion, skor MRCD dan umur >70 thn)

Kematian 30 hari

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Skor BAP-65 (Peningkatan BUN, perubahan status mental, pols >

109x/i, umur >65 tahun) Prediktor

(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Dasar Populasi Penelitian

Selama periode penelitian ini diperoleh sebanyak 51 subjek penelitian. Setelah dilakukan pemeriksaan penyaring yang meliputi: darah lengkap, AGDA, ureum, kreatinin, albumin, spirometri, EKG dan foto toraks, terdapat 9 subjek penelitian yang dikeluarkan dari alur penelitian karena gagal jantung kronik, asma bronkial, gagal ginjal kronik dan keganasan. Dari 42 subjek penelitian yang lolos kriteria inklusi dan eklusi, masing masing subjek tersebut dihitung skor CAUDA 70 dan skor BAP 65. Dua dari 42 subjek penelitian lose of follow up oleh karena tidak dapat dihubungi, sehingga total subjek adalah 40 orang (Gambar 1). Seluruh subjek penelitian merupakan pasien rawat inap yang masuk melalui instalasi gawat darurat. RSUP H. Adam Malik Medan. Pada saat pengambilan sampel darah tidak satupun subjek yang dirawat di ruang intensif.

Bagan Alur Penelitian

52 Subjek Penelitian

Pemeriksaan Penunjang

52 Subjek Penelitian

Skor CAUDA 70 Skor BAP-65

Kematian 30 hari

9 subjek meninggal 31 subjek hidup

Analisis data

10 eksklusi o.k. CHF, PGK, asma bronkial,

keganasan

(49)

5.2. Hasil Penelitian

Penelitian ini diikuti oleh sebanyak 40 orang penderita PPOK eksaserbasi akut yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penderita lelaki yang mengikuti penelitian ini sebanyak 30 orang (75%). Rerata usia responden 61,07 tahun (SB=12,43 tahun). Rerata lama rawatan pasien penelitian ini adalah 7,63 hari (SB=2,18 hari) (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Demografi Responden Penelitian

Karakteristik Demografi n = 40

Jenis kelamin, n (%)

Laki-laki 30 (75)

Perempuan 10 (25)

Umur, rerata (SB), tahun 61,07 (12,43)

Lama rawatan, rerata (SB), hari 7,63 (2,18)

Pasien PPOK yang mengikuti dalam penelitian ini umumnya berada dalam keadaan sadar (Compos Mentis) sebanyak 39 orang (97,5%) dengan rerata temperatur tubuh 37,16 °C (SB=0,54°C). Tekanan darah sistolik dan diastolik masih dalam kisaran normal dengan rerata tekanan darah sistol (129,25 mmHg), diastol (79,75 mmHg), rerata respiratory rate sebesar 30,22 x/menit dan heart rate yang kurang dari 109 x/menit sebanyak 25 pasien (62,5%) (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik Tanda Vital Responden Penelitian

Karakteristik Tanda Vital n = 40

Kesadaran, n (%)

CM 39 (97,5)

Gangguan kesadaran 1 (2,5)

Suhu, rerata (SB), °C 37,16 (0,54)

Tekanan darah sistolik, rerata (SB), mmHg 129,25 (18,03) Tekanan darah diastolik, rerata (SB), mmHg 79,75 (11,66) Resiratory rate, rerata (SB), x/menit 30,22 (3,18) Heart Reate, n (%)

< 109 x/menit 25 (62,5)

(50)

Rentang nilai Hb terletak antara 8,6 – 18,4 gr/dl dengan rerata 13,39± 2,44 gr/dl. Rerata leukosit (13.238 ± 6.594/mm3

Dari variabel CAUDA 70 didapatkan subjek dengan usia rata-rata (61,07 ± 12,42) tahun dispnu MRCD >4 ditemukan sebanyak 40 subjek (100%), sensorium sadar (Compos Mentis) sebanyak 39 orang (97,5%) dan rerata kreatinin (0,9 ± 0,44 mg/dl), albumin (3,0 ± 0,5 g/dl),rerata analisa gas darah dengan pH (7,44 ± 0,08.

) meningkat dari nilai normal, ureum (41,2 ± 32,8 mg/dl), BUN (19,5 ± 15,3 mg/dl) dan kreatinin (0,9 ± 0,44 mg/dl), albumin (3,0 ± 0,5 g/dl). Rerata analisa gas darah dengan pH (7,44 ± 0,08), PO2 (119,9 ± 41,5), PCO2 (40,5 ± 11,2) normal, sedangkan saturasi O2 (97,3 ± 3,57%) menurun dari nilai normal (Tabel 3).

(51)

Tabel 3. Karakteristik Laboratorium Responden Penelitian

Karakteristik Laboratorium n = 40

Hemoglobin, rerata (SB), mg/dl 13,39 (2,45) Leukosit, rerata (SB), mg/dl 13238,83 (6594,99) Ureum, n (%)

Saturasi O2, rereata (SB), 97,36 (3,57)

FEV1, rerata (SB) 34,32 (12,82)

(52)

Tabel 4. Hubungan Skor Cauda 70 dan Kematian 30 Hari

Skor Kauda

70

Frekuensi

% Mortalitas 30 Hari p

Hidup, n (%) Meninggal, n (%)

1 3 (7,5) 3 (100) 0 0,008

2 11 (27,5) 10 (90,9) 1 (9,1)

3 17 (42,5) 15 (88,2) 2 (11,8)

4 8 (20) 3 (37,5) 5 (62,5)

5 1 (2,5) 0 1 (100)

Responden terbanyak dalam penelitian ini berdasarkan skor Kauda 70 adalah dengan skor 3 sebanyak 17 orang (42,5%) dengan kematian 2 orang (11,8%). Dan yang paling sedikit adalah dengan skor 1 (2,5%) dengan kematian 100% (tabel 4)

Gambar 1 Persentase Mortalitas berdasarkan Skor Kauda 70

Dari analisis menggunakan uji Chi Square, ditemukan hubungan yang signifikan antara Skor Kauda 70 dan kematian (p=0,008). Dari gambar 1 terlihat bahwa semakin meningkat skor Kauda 70 maka persentase kematian juga semakin meningkat. Pasien dengan skor 1 tidak ada yang mengalami kematian, sedangkan pasien dengan skor V, 100% meninggal dunia (gambar 1).

(53)

Tabel 5. Hubungan Resiko Cauda 70 dan Kematian

Kelas Kauda 70 Mortalitas 30 Hari p

Hidup, n (%) Meninggal, n (%)

Risiko kematian rendah 3 (100) 0 0,220

Risiko kematian sedang 10 (90,9) 1 (9,1) Risiko kematian tinggi 18 (69,2) 8 (30,8)

Gambar 2. Hubungan Resiko Cauda 70 dan Kematian 30 hari

Setelah dilakukan pengelompokan terhadap skor Kauda 70 berdasarkan risiko kematian terdapat sebanyak 8 orang (30,8%) denga risiko kematian tinggi. Dari analisis menggunakan uji Chi Square, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara Kelas Kauda 70 dan kematian (p=0,220) (tabel 5).

Tabel 6. Hubungan Skor BAP 65 dan Kematian 30 hari

Skor

BAP 65 Frekuensi (%)

Mortalitas 30 Hari

p Hidup, n (%) Meninggal, n (%)

0 12 (30) 12 (100) 0 0,0001

1 19 (47,5) 18 (94,7) 1 (5,3)

2 6 (15) 0 6 (100)

(54)

Gambar 3 Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan skor BAP 65

Dari analisis menggunakan uji Chi Square, ditemukan hubungan yang signifikan antara skor BAP 65 dan kematian (p=0,001) (tabel 6). Dari gambar 3 terlihat bahwa kematian terbanyak pada skor 2 dengan kematian 100%. Pasien dengan skor 0 tidak ada yang mengalami kematian

Tabel 7. Hubungan Kelas BAP 65 dan Kematian 30 hari

Kelas BAP 65

Frekuensi (%) Mortalitas 30 Hari

p Hidup, n (%) Meninggal, n (%)

I 12(30) 12 (100) 0 0,016

II 7 (17,5) 6 (85,7) 1 (14,3)

III 18 (45) 12 (66,7) 6 (33,3)

IV 2 (5) 0 2 (100)

V 1 (2,5) 1 (100) 0

(55)

Gambar 4. Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan Kelas BAP 65

Setelah dibagi dalam 5 kelas Dari analisis menggunakan uji Chi Square, ditemukan hubungan yang signifikan antara Kelas BAP 65 dan kematian (p=0,016). Dengan jumlah kematian terbanyak pada kelas III sebanyak 6 orang. Dan tidak ditemukan kematian pada kelas I (Tabel 7).

Tabel 8. Perbandingan Tingkat Kelas Resiko Cauda 70 Dan Bap 65 Terhadap Kematian 30 Hari

Resiko Skor Cauda 70 Skor Bap 65

Jumlah (%)

Hidup (%)

Mati (%)

Jumlah (%)

Hidup (%)

Mati (%)

Ringan 3 (75%) 3 (100) 0 12 (30) 12 (100) 0

Sedang 11 (27,5%) 10 (90,9) 1 (9,1) 25(62,5) 18 (72) 7 (28)

Tinggi 26 (65%) 18 (69,2) 8 (30,8) 3 (7,5%) 1 (33,3) 2 (66,7)

(56)

Gambar 5. Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan Kelas Kauda 70

Setelah dilakukan pengelompokan terhadap skor Kauda 70 berdasarkan risiko kematian terdapat sebanyak 8 orang (30,8%) denga risiko kematian tinggi. Dari analisis menggunakan uji Chi Square, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara Kelas Kauda 70 dan kematian (p=0,220) (tabel 5).

Gambar 6. Persentase Mortalitas 30 hari berdasarkan Kelas BAP 65

Setelah dilakukan pengelompokan terhadap skor BAP 65 berdasarkan risiko kematian terdapat sebanyak 2 orang (30,8%) yang mengalami kematian dengan risiko kematian tinggi. Dari analisis menggunakan uji Chi Square, ditemukan hubungan yang signifikan antara Kelas BAP 65 dan kematian (p=0,026).

p=0,220

(57)

Nilai Diagnostik CAUDA 70 dan BAP-65 untuk Memprediksi Mortalitas 30 Hari

Gambar 7. Kurva ROC dari CAUDA 70 terhadap Mortalitas 30 Hari

CAUDA 70 dalam studi ini memiliki kemampuan untuk memprognosis seorang penderita akan mengalami Mortalitas 30 Hari atau tidak. Dari hasil analisis menggunakan kurva ROC diperoleh bahwa area di bawah kurva (AUC) ROC adalah 81,5% (95% CI: 64,2% - 98,9%; p = 0,004). (Gambar 2).

Gambar

Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden Penelitian .......................  29
Tabel 1. Karakteristik Demografi Responden Penelitian
Tabel 4. Hubungan Skor Cauda 70 dan Kematian 30 Hari
Gambar 2. Hubungan Resiko Cauda 70 dan Kematian 30 hari
+7

Referensi

Dokumen terkait