• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedugaan Erosi menggunakan USLE dan SIG di Sub DAS Cisadane Hulu Caringin Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pedugaan Erosi menggunakan USLE dan SIG di Sub DAS Cisadane Hulu Caringin Bogor"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN USLE DAN

SIG DI SUB DAS CISADANE HULU CARINGIN

BOGOR

DELIZIUS NATHALIS KOLOP

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Erosi Menggunakan USLE dan SIG di Sub DAS Cisadane Hulu Caringin Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Delizius Nathalis Kolop

(4)

ABSTRAK

DELIZIUS NATHALIS KOLOP. Pendugaan Erosi menggunakan USLE dan SIG di Sub DAS Cisadane Hulu Caringin Bogor. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SURIA DARMA TARIGAN.

Kegiatan pengelolaan DAS memerlukan informasi aktual tentang kondisi hidrologis DAS, sehingga ketersediaan akan data jumlah erosi menjadi penting dan pendugaan erosi perlu terus dilakukan secara berkala. Tujuan penelitian ini adalah untuk memprediksi bahaya erosi secara spasial dan merencanakan tindakan konservasi lahan yang tepat untuk mengurangi erosi di Sub DAS Cisadane Hulu khususnya Wilayah SPAS Cipeucang. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan USLE dan SIG. Hasil perhitungan erosivitas hujan sebesar 1515.59, erodibilitas tergolong tinggi, LS antara 0.7627 - 5.3785 dan C antara 0.001-0.5045. Erosi potesial maksimum 4234.04 ton/ha/tahun, erosi aktual tertinggi 1199.97 ton/ha/tahun dan terendah 0.48 ton/ha/tahun. Indeks Bahaya Erosi tergolong rendah. Perhutanan merupakan tindakan konservasi lahan yang efektif untuk menekan nilai erosi di SPAS Cipeucang

Kata kunci: Cisadane Hulu, Erosi, SPAS Cipeucang, SIG, USLE,

ABSTRACT

DELIZIUS NATHALIS KOLOP. Erosion Estimate Using USLE and GIS in Cisadane Hulu Watershed Caringin-Bogor. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO dan SURIA DARMA TARIGAN.

Watershed management requires actual information about hydrological parameter, so the availability for the erosion data becomes important and erosion prediction necessary to be done periodically. The goals of this research are to predict the erosion hazard spatially and to plan the right conservative measure to reduce erosion in Cisadane Hulu watershed, particularly in SPAS Cipeucang area, using USLE and GIS method. The erosivity calculation results in 1515.59, the erodibilty was categorized as high, LS was between 0.7627 - 5.3785, and C was between 0.001-0.5045. The maximum potential erosion was 4234.04 ton/hectare/year, the highest actual erosion was 1199.97 ton/hectare/year and lowest actual erosion was 0.48 ton/hectare/year. The erosion hazard index was categorized as low. Forest land use was effective to reduce erosion hazard in SPAS Cipeucang.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

PENDUGAAN EROSI MENGGUNAKAN USLE DAN SIG

DI SUB DAS CISADANE HULU CARINGIN BOGOR

DELIZIUS NATHALIS KOLOP

DEPARTEMEN KONSERVASI DAN SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pedugaan Erosi menggunakan USLE dan SIG di Sub DAS Cisadane Hulu Caringin Bogor

Nama : Delizius Nathalis Kolop NIM : E34063390

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, M.Sc Pembimbing I

Dr Ir Suria Darma Tarigan, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basyuni, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah Pemodelan Spasial Lingkungan, dengan judul Pendugaan Erosi menggunakan USLE dan SIG di Sub DAS Cisadane Hulu Caringin Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Lilik B Prasetyo, M.Sc dan Bapak Dr Ir Suria Darma Tarigan, M.Sc selaku pembimbing atas bimbingan, saran dan masukan dalam proses penulisan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Cecep Firman dari Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung beserta staf Unit Pelaksana Teknis SPAS Cipeucang dan Bapak Dito dari Bappeda Kab. Bogor yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada ibu tercinta serta kedua adik saya atas segala doa dan kasih sayangnya beserta teman-teman Mahasiswa Papua Bogor, Keluarga besar KSHE 43 (Cendrawasih) atas motivasi dan dukungannya selama ini dan seluruh staf pengajar, tata usaha, laboran, mamang bibi, serta keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta memberikan ilmu pengetahuan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi 2

Alat dan Bahan 3

Pengumpulan Data 3

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9

Curah Hujan 10

Faktor Erosivitas Hujan (R) 11

Faktor Erodibilitas Tanah (K) 12

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) 14

Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tanah (CP) 14

Satuan Unit Lahan 15

Erosi di SPAS Cipeucang 15

Arahan Tindakan Konservasi Lahan 17

SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 20

(10)

DAFTAR TABEL

1 Bahan Penelitian 3

2 Klasifikasi Erodibilitas Tanah 5

3 Nilai C Beberapa Jenis Penggunaan Lahan 6

4 Nilai Faktor P untuk Tindakan Konservasi Tanah Khusus 6

5 Bahaya Erosi Tanah 7

6 Kelas Lereng SPAS Cipeucang 9

7 Penutupan Lahan SPAS Cipeucang 10

8 Curah hujan rata-rata bulanan dan R 12

9 Nilai Erodibilitas Tanah SPAS Cipeucang 12

10 Klasifikasi Erodibilitas Tanah SPAS Cipeucang 13

11 Nilai Faktor CP SPAS Cipeucang 15

12 Indeks Bahaya Erosi SPAS Cipeucang 16

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi Penelitian 2

2 Skema Proses Penelitian 8

3 Curah Hujan Januari 2002-Desember 2011 11

4 Sebaran IBE SPAS Cipeucang 17

5 Fungsi Kawasan SPAS Cipeucang 18

6 Pola Tata Ruang SPAS Cipeucang 18

7 Arahan Konservasi Lahan SPAS Cipeucang 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kode Permeabilitas Profil Tanah 22

2 Penilaian Struktur Tanah 22

3 Jenis Tanah SPAS CipeucangKode 22

4 Sebaran Erodibilitas Tanah SPAS Cipeucang 23

5 Sebaran Kelas Lereng SPAS Cipeucang 23

6 Sebaran LS SPAS Cipeucang 24

7 Faktor kedalaman 30 Sub-Ordo Tanah 24

8 Hasil Uji Akurasi 25

9 Sebaran penutupan lahan SPAS Cipeucang 25

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Erosi tidak hanya berdampak pada hilangnya lapisan tanah yang subur tetapi juga menyebabkan tanah kehilangan kemampuan untuk menyerap air. Erosi telah menjadi salah satu permasalahan yang klasik dalam setiap kegiatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), tidak terkecuali pengelolaan DAS Cisadane. Sedianya erosi merupakan proses alam selalu terjadi, tetapi beberapa hal dapat mempercepat proses terjadinya erosi seperti penebangan hutan dan perubahan penggunaan lahan (Suripin, 2010)

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane merupakan salah satu wilayah kerja prioritas pemerintah dalam rangka upaya penyelamatan sumberdaya alam hutan, tanah, dan sumber air. Wilayah Satuan Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Cipeucang terletak di Sub DAS Cisadane Hulu, Bogor-Jawa Barat. Wilayah SPAS merupakan bagian Sub DAS yang merespon langsung kejadian hujan jika terjadi perubahan pada salah satu parameter fisik DAS seperti perubahan penggunaan lahan. Sejak tahun 2008 wilayah SPAS Cipeucang oleh BPDAS Citarum-Ciliwung telah ditetapkan sebagai contoh pengelolaan Model DAS Mikro (MDM). Kegiatan pengelolaan DAS memerlukan informasi aktual tentang kondisi hidrologis DAS, sehingga kebutuhan akan data terkini tentang parameter hidrologis DAS menjadi penting dan perlu terus dilakukan secara berkala.

Perkiraan mengenai besar laju erosi memerlukan suatu model yang tidak hanya sederhana dan cepat tetapi juga harus akurat. USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk memprediksi besarnya laju erosi. Selain sederhana, USLE merupakan model erosi yang dapat digunakan dengan data minimum dibandingkan dengan model-model penduga erosi lainnya.

Kemampuan dalam mengumpulkan, mengolah dan menampilkan data-data spasial menjadikan SIG sebagai alat bantu yang efektif dalam kegiatan pengelolaan DAS. Integrasi SIG dengan USLE sangat membantu dalam hal akurasi data terutama data-data yang memiliki keragaman spasial seperti data kelerangan (As-syakur, 2008). Sulit untuk menghitung kelerengan lapangan secara manual karena hasilnya bisa dipengaruhi, keterbatasan alat atau pengaruh subjektif pengamat. Faktor-faktor erosi yang memenuhi persamaan USLE dapat diolah secara cepat menggunakan SIG dan modeling lalu dipetakan sehingga diperoleh peta erosi.

Tujuan Penelitian

1. Memprediksi bahaya erosi secara spasial menggunakan USLE dan SIG

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi pengelolaan DAS Cisadane Hulu khususnya arahan konservasi lahan di SPAS Cipeucang.

METODE

Waktu dan Lokasi

Kegiatan penelitian dilakukan di wilayah Satuan Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Cipeucang, Sub DAS Cisadane Hulu. DAS Cisadane berhulu di gunung Gede Pangrango dan bermuara di Laut Jawa. SPAS Cipeucang secara geografis

terletak pada 106°49’48” sampai 106°55’48” BT dan 6°45’36” sampai 6°47’24” LS. Secara administratif SPAS Cipeucang termasuk wilayah kelurahan Lengkong Desa Pasir Buncir dan Kec. Caringin, Kab. Bogor-Jawa Barat. Penelitian dilakukan selama bulan Agustus - Oktober 2012. Kegiatan pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB

(13)

3

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam kegiatan penelitian yaitu GPS (Global Positioning Syste) Garmin 76CSx; ring sample tanah; meteran; alat tulis dan kalkulator; kamera digital ; komputer serta beberapa software seperti Microsoft Excel, ArcGis 9.3, Arcview 3.3, Map Source, dan DNR Garmin. Bahan yang dgunakan dalam kegiatan penelitian disajikan dalam Tabel 1.

Pengumpulan Data

1. Curah hujan

Data curah hujan yang digunakan diperoleh dari stasiun penakar hujan SPAS Cipohpokol, Desa Tangkil Kec. Caringin Kab Bogor yang berjarak 4-5 km dari SPAS Cipeucang. Data yang digunakan adalah data sembilan tahun terakhir yaitu tahun 2002-2011(tahun 2007 data tidak tersedia).

2. Tanah

Data tanah yang diambil meliputi jenis, kedalaman efektif (solum) dan sifat fisik tanah. Jenis tanah diperoleh dari peta digital jenis tanah dan landsystem. Data kedalaman solum tanah menggunakan data penelitian Departemen Kehutanan dan Bakosurtanal (1987). Sifat fisik tanah diperoleh dengan menganalisis contoh tanah yang diambil dari lapangan. Penentuan titik pengambilan contoh di lapangan menggunakan azas keterwakilan untuk setiap jenis tanah dan kelas lereng yang diklasifikasi menurut surat keputusan Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dengan tahapan sebagai berikut :

a. Melakukan overlay peta kelas lereng dengan peta tanah melalui operasi spasial intersect

b. Menentukan titik contoh tanah yang mewakili setiap kelas lereng untuk setiap jenis tanah

Tabel 1 Bahan Penelitian

No Bahan Satuan Sumber

1.

2. 3.

Peta-peta meliputi

a. Wilayah SPAS Cipeucang b. Jenis Tanah Cisadane Hulu c. Sistem Lahan Cisadane

Hulu

d. Kawasan Hutan Cisadane Hulu

e. Kontur kab. Bogor f. RTRW Kab Bogor

2005-2025

g. Citra Satelit Resolusi Tinggi (05-07-2011) Data curah hujan stasiun Cipohpokol (2002-2011) Sampel tanah lapangan

1 : 10 000 Bappeda Kab. Bogor Bappeda Kab. Bogor Internet*

BPDAS Citarum-Ciliwung Lapangan

(14)

4

c. Menentukan koordinat titik contoh tanah di peta dan menemukan koordinatnya di lapangan menggunakan GPS

Setiap contoh tanah yang diambil kemudian dianalisis untuk mengetahui sifat fisik mencakup struktur, tekstur, permeabilitas, massa jenis dan kandungan bahan organik tanah. Jumlah contoh tanah yang diambil sebanyak 12 contoh. Contoh tanah diambil pada kedalaman antara 0 – 30 cm dari permukaan tanah. Analisis sifat fisik tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Puslitbang Tanah, Bogor.

3. Data Penutupan Lahan

Data penutupan lahan diperoleh dengan melakukan survei di lapangan. Setiap tipe penutupan lahan diambil koordinatnya menggunakan GPS. Peta penutupan lahan dibuat dengan melakukan interpretasi terhadap citra satelit resolusi tinggi. Interpretasi dilakukan dengan teknik klasifikasi terbimbing menggunakan software Arcgis 9.3 dengan cara melakukan digitasi on screen. Tipe penutupan lahan dibedakan menurut Sistem Klasifikasi Penutupan Lahan Badan Planologi Kehutanan. Hasil klasifikasi kemudian diuji akurasi menggunakan data

groundcheck GPS lapangan.

4. Data Tindakan Pengelolaan Tanah

Data pengelolahan tanah diperoleh dengan melakukan pengamatan di seluruh wilayah penelitian untuk setiap tindakan pengelolaan tanah yang dilakukan pada setiap tipe penutupan lahan.

5. Data satuan Unit Lahan

Setiap unit lahan terdiri dari jenis penutupan lahan, kemiringan lereng dan erodibilitas tanah. Peta unit lahan dibuat dengan operasi spasial intersect terhadap peta penutupan lahan, peta kemiringan lereng, dan peta erodibilitas

Prosedur Analisis Data

Penentuan Erosi Aktual dan Potensial

Erosi aktual dan potensial ditentukan berdasarkan persamaan erosi USLE menurut Wischmeier dan Smith (1978) sebagai berikut :

(1) (2) keterangan :

A : Erosi aktual (ton/ha/tahun) Ap : Erosi Potensial (ton/ha/tahun) R : faktor erosivitas hujan

(15)

5

Faktor Erosivitas hujan (R)

Erosivitas hujan ditentukan berdasarkan persamaan Bols (1978) diacu dalam Hardjowigeno (2007) sebagai berikut :

EI30 = 6.119R1.21×D-0.4 (3)

(4)

Keterangan :

EI30 : Erosivitas bulanan

R12 : Jumlah EI30 selama 12 bulan R : Curah Hujan Bulanan (cm) D : Jumlah Hari Hujan

M : Hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut (cm)

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas tanah ditentukan dengan persamaan Wischmeier et al. (1978) diacuAsdak (2007) sebagai berikut :

100K = [ 2.71 × 10-4 (12-OM) M1.14 + 3,25 (S 2) + 2.5 (P 3)] (5)

keterangan :

K : Nilai erodibilitas tanah

M : (%debu + % pasir sangat halus) × (100-%liat) OM : % bahan organik

S : Indeks struktur tanah P : Kelas permeabilitas tanah

Penilaian struktur tanah dan kode permeabilitas tanah dapat dilihat pada Arsyad (2006).

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Panjang dan kemiringan lereng ditentukan dengan persamaan Foster dan Wismeier (1973) diacu dalam Asdak (2007) sebagai berikut :

LS = (l/22)m (cos α)1.50[ .5 (si α) 1.25 + (si α)2.25] (6)

(7) . 5 + . + . (8)

Tabel 2 Klasifikasi Erodibilitas Tanah

Kelas Nilai K Harkat

1 2 3 4 5 6

0,00 – 0,10 0,11 – 0,21 0,22 – 0,32 0,33 – 0,44 0,45 – 0,55 0,56 – 0,64

Sangat Rendah Rendah Sedang Agak Tinggi

Tinggi Sangat Tinggi

(16)

6

Keterangan :

LS : inderks panjang dan kemiringan lereng M : 0.5

C : 34.71

α : sudut lereng

l : panjang lereng (m)

D : kerapatan drainase pengairan aktual (m2/m) d : kerapatan drainase peta topografi (m2/m)

Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Faktor pengelolaan tanaman diperoleh dari peta jenis penutupan lahan yang telah diuji akurasi (akurasi 85.39%) dan nilai C ditentukan menurut Bakosurtanal dan Departemen Kehutanan (1987) seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tindakan Pengelolaan Tanah (P)

Nilai P untuk tindakan pengelolaan tanah hasil pengamatan dilapangan ditentukan menurut Arsyad (2006) seperti yang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 3 Nilai C Beberapa Jenis Penggunaan Lahan

No. Tipe Penggunaan

Lahan C No

Sumber : Bakosurtanal dan Departemen Kehutanan (1987)

Tabel 4 Nilai Faktor P untuk Tindakan Konservasi Tanah Khusus

No Tindakan khusus konservasi tanah Nilai P

1.

Strip tanaman rumput bahia

Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur Kemiringan 0 – 8 %

(17)

7

Erosi Batas Toleransi (T)

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan perlu dikarenakan erosi merupakan proses alam yang selalu terjadi terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad 2006). Erosi batas toleransi dihitung dengan persamaan Hammer (1981) diacu dalam Hardjowigeno (2007) sebagai berikut : (9) Keterangan :

Eq : Faktor kedalaman tanah D : Kedalaman efektif tanah (mm) RL : Umur pakai tanah/resource life

Bd : Kerapatan lindak tanah (gr/cm3)

Indeks Bahaya Erosi (IBE)

Indeks Bahaya Erosi ditentukan dengan persamaan Hammer (1981) diacu dalam Hardjowigeno (2007) sebagai berikut :

(10) Keterangan :

IBE : Indeks bahaya erosi

A : Erosi aktual (ton/ha/tahun)

T : Erosi yang diperbolehkan (ton/ha/tahun)

Hasil perhitungan IBE kemudian diklasifikasi kedalam Kelas Bahaya Erosi menurut Dep. Kehutanan (2009) seperti yang disajikan dalam Tabel 5.

Pendugaan Erosi dengan SIG

Semua peta faktor-faktor erosi dibuat dalam format data raster berukuran

grid 5 meter. Erosi potensial dan aktual dipetakan dengan mengkalkulasikan nilai peta faktor-faktor penyebab erosi. Kalkulasi menggunakan software Arcview 3.3, extension Spatial Analyst dan Model builder dengan melakukan operasi spasial

Tabel 5 Bahaya Erosi Tanah

Tebal solum

(18)

8

aritmthic overlay. Hasil kalkulasi kemudian dianalisis berbasiskan satuan unit lahan untuk mendapatkan nilai erosi aktual dan potensial. Pemetaan Indeks Bahaya Erosi (IBE) dilakukan dengan membandingan nilai erosi aktual (A) terhadap nilai erosi yang diperbolehkan (T) menggunakan fungsi map calculator. Hasil perhitungan IBE kemudian diklasifikasi menjadi beberapa kelas bahaya erosi menurut Tabel 5.

Skenario tindakan konservasi lahan dilakukan dengan mengacu pada Peta Kawasan Hutan dan Peta RTRW Kab. Bogor. Arahan tindakan konservasi lahan ditentukan berdasarkan hasil skenario yang mampu menekan nilai erosi sampai dibawah nilai erosi batas toleransi. Adapun analisis data yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Skema Proses Penelitian

DEM

CH Citra

Satelit Kontur

Tanah

K

Kerapatan drainase Lereng

CP

LS Raster

Conversion

Raster Conversion R

Raster Conversion

R-grid K-grid CP-grid

Aritmatic Overlay

Erosi Aktual

IBE

Konservasi Lahan Erosi

Toleransi

Aritmatic Overlay Unit Lahan

Kawasan Hutan

(19)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schmith dan Ferguson dalam Tjasyono (2004), wilayah SPAS Cipeucang termasuk kedalam tipe iklim C dengan nilai Q 0.563 Menurut Oldeman (1975), dalam Tjasyono (2004) termasuk tipe Iklim B yaitu daerah dengan 7 sampai 9 bulan basah dalam setahun.

Curah hujan harian di wilayah SPAS Cipeucang bervariasi antara 0 - 78 mm/hari dengan sebaran tidak merata. Ketidakmerataan curah hujan ini terjadi karena pengaruh orografi. Periode bulan basah (bulan dengan curah hujan > 100 mm/bulan) dimulai dari Bulan November - Mei dengan bulan terbasah mencapai 376.5 mm/bulan. Bulan kering (bulan dengan curah hujan < 60 mm/bulan) terjadi pada bulan Juni - Agustus, sedangkan September dan Oktober merupakan bulan lembab (bulan dengan curah hujan 60 – 100 mm/bulan) atau bulan transisi.

Tanah

Jenis tanah di wilayah SPAS Cipeucang termasuk dalam jenis tanah Regosol atau order Entisol suborder psamments (peta jenis tanah). Tanah Regosol termasuk jenis tanah muda yang secara umum belum menampakan diferensiasi horizon secara jelas. Ciri lain yang umum dari tanah ini yaitu berwarna kelabu, mengandung bahan yang baru mengalami pelapukan, bertekstur kasar, struktur remah, konsistensi lepas sampai gembur dan pH berkisar 6 - 7. Makin tua umur tanah, struktur dan konsistensinya makin padat bahkan seringkali membentuk padas dengan drainase dan porositas yang terhambat (Munir, 1996). Umumnya tanah regosol belum membentuk agregat sehingga peka terhadap ersoi

Topografi

Wilayah SPAS Cipeucang berbentuk memanjang dari arah barat ke timur dengan dibatasi oleh dua (punggung) bukit yang terletak di sebelah utara dan selatan. Memiliki lembah sempit yang memanjang di tengah antara utara dan selatan wilayah SPAS . Bukit dan lembah dihubungkan oleh lereng-lereng sangat curam yang berbentuk memanjang ke timur kearah hulu. Wilayah datar dan landai sebagian besar terdapat pada bagian hilir.

Tabel 6 Kelas Lereng SPAS Cipeucang

Kelas Lereng Kemiringan Luas (Ha) Persentase (%) Keterangan

(20)

10

Penutupan Lahan

Jenis penutupan lahan di SPAS Cipeucang dibagi menjadi 8 yakni hutan (alam), hutan pinus, ladang/tegalan, kebun campuran, sawah irigasi, sawah tadah hujan, semak/belukar dan pemukiman. Luas jenis penutupan lahan di SPAS Cipeucang dapat dilihat pada Tabel 7.

Hutan di SPAS Cipeucang merupakan hutan alami yang tersebar dari bagian tengah hingga hulu SPAS. Hutan Pinus yang biasanya berfungsi sebagai penyangga, tersebar di lereng sebelah selatan wilayah SPAS. Kebun Campuran terdiri dari campuran antara tanaman tahunan dan semusim dengan jarak tanam tertentu yang tidak begitu rapat. Beberapa jenis tanaman yang terdapat pada kebun campuran antara lain mahoni, akasia, sengon, durian, nangka, kopi, alpokat, kelapa, nanas, kumis kucing dan lengkoas.

Ladang merupakan sistem pertanian lahan kering, yang biasanya ditanam secara bergilir (rotasi) dengan beberapa tanaman. Ladang tersebar padang lereng dibawah punggung bukit dari hilir hingga tengah dibagian utara wilayah SPAS. Tanaman yang banyak diusahakan oleh masyarakat yaitu jenis tanaman holtikultura seperti jagung, singkong, pepaya, kacang-kacangan, cabe dan tomat. Semak/belukar yang terdapat di wilayah SPAS merupakan areal yang sama sekali tidak ditanami oleh masyarakat tetapi juga bukan hutan, padang rumput maupun lahan terbuka. Sebagian besar sawah di wilayah SPAS Cipeucang adalah sawah tadah hujan, yaitu sawah yang kebutuhan airnya berasal langsung dari air hujan. Sawah ini terdapat pada topografi datar sampai agak curam dan dari hilir sampai ke pertengahan wilayah SPAS yang berada di sepanjang kanan-kiri sungai Cipeucang. Sawah irigasi hanya sedikit terdapat di daerah hilir wilayah SPAS yang topografinya datar. Sawah-sawah ini ditanami dua kali dalam setahun. Pemukiman pada penelitian ini mencakup perkampungan, pekarangan, kolam ikan, serta kandang ternak terdapat di wilayah hilir SPAS

Curah Hujan

Curah hujan rata-rata bulanan tertingi terjadi pada bulan September tahun 2010 sebesar 650 mm/bulan dan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus tahun 2002 sebesar 8.7 mm/bulan. Statistik curah hujan yang tercatat di stasiun Tangkil menunjukan rata-rata curah hujan selama sembilan tahun terakhir sebesar 2460.133 mm/tahun. Curah hujan tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2010

Tabel 7 Penutupan Lahan SPAS Cipeucang

Penutupan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

(21)

11 sebesar 7421.8 mm/tahun dan curah hujan tahunan terendah terjadi pada tahun 2002 sebesar 415.5 mm/tahun. Terdapat perbedaan yang besar pada nilai curah hujan, pada tahun 2002 curah hujan sangat rendah dan sebaliknya curah hujan pada tahun 2010 dan 2011 (sampai dengan bulan Juli) sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena adanya kejadian El Nino (1998-2002) dan La Nina pada (2010-2011). El Nino dan La Nina merupakan anomali iklim yang ditandai dengan meningkat atau menurunnya suhu rata-rata permukaan air laut secara drastis. Kejadian ini berdampak pada berubahnya cuaca global. Pada saat terjadi El Lino wilayah Indonesia menjadi kering sedangkan kejadian sebaliknya akan terjadi pada saat La lina. Curah hujan di wilayah SPAS Cipeucang dan sekitarnya selama sembilan tahun dari Januari 2002-Desember 2011 disajikan dalam Gambar 3.

Faktor Erosivitas Hujan (R)

Hujan merupakan faktor utama penyebab erosi, terutama didaerah-daerah tropis seperti Indonesia. Butiran hujan yang jatuh mempunyai energi yang mampu memecahkan tanah menjadi butiran-butiran kecil sehingga mudah terangkut jika terjadi aliran permukaan (run off). Hasil perhitungan faktor erosivitas hujan rata-rata selama tahun 2002-2011 yakni sebesar 1515.59

Besar kecilnya nilai erosivitas hujan menurut Bols (1978) ditentukan oleh jumlah curah hujan, jumlah hari hujan dan jumlah hujan maksimum. Hal ini bisa dilihat pada data bulan Mei dan Juni. Curah hujan bulan Mei lebih tinggi dibandingkan dengan bulan Juni tetapi nilai erosivitas hujan bulan Juni justru lebih tinggi. Sama halnya dengan data pada bulan September dan Oktober. Jumlah curah hujan pada bulan September dan Oktober kurang lebih sama, namun memiliki perbedaan yang cukup besar pada nilai erosivitasnya. Dengan demikian jumlah curah hujan yang tinggi tidak selalu berpotensi menyebabkan erosi yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Suripin (2000) bahwa jumlah hujan yang banyak tidak selalu menyebabkan erosi yang tinggi jika intensitasnya kecil, sebaliknya hujan besar dalam waktu yang singkat juga belum tentu menyebabkan

(22)

12

erosi yang tinggi. Menurut Hudson (1965) diacu dalam Hardjowigeno (2007) di daerah-daerah tropis hanya hujan dengan intensitas lebih dari 25 mm/jam saja yang berpotensi besar menyebabkan erosi.

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Hujan menjadi penyebab utama terjadinya erosi, di daerah-daerah tropis seperti Indonesia. Besar kecilnya pengaruh hujan ditentukan oleh ketahanan tanah terhadap daya rusak butiran hujan dan daya serap tanah melalui infiltrasi. Menurut Suripin (2000) faktor tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap erosi yaitu struktur dan tekstur tanah serta bahan organik. Hanya terdapat satu jenis tanah di wilayah penelitian yaitu tanah regosol. Nilai erodibilitas tanah (K) dihitung berdasarkan azas keterwakilan dari setiap kelas kemiringan lereng

Nilai K tertinggi terdapat di kelas kemirngan 0 – 8 % yaitu 0.5624, sedangkan nilai K terendah terdapat pada kelas kemiringan 25 – 45 % yaitu 0.4419. Tinggi rendahnya nilai K dipengaruhi oleh sifat fisik tanah seperti tekstur, struktur, kandungan bahan organik dan kecepatan permeabilitas.

Tekstur merupakan kelompok ukuran butir-butir tanah yang terdiri dari liat

(< 0.002 mm), debu (0.002 - 0.05 mm), dan pasir (0.05 – 2 mm). Kemungkinan besar terjadinya erosi yaitu pada tanah dengan unsur dominan debu dan pasir sangat halus karena jika terjadi aliran permukaan kedua unsur tersebut mudah

Tabel 8 Curah hujan rata-rata bulanan dan R

Bulan CH (mm) R

Tabel 9 Nilai Erodibilitas Tanah SPAS Cipeucang

(23)

13 terangkut. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5.4 nilai erodibilitas tertinggi memiliki persentase debu dan pasir sangat halus yang tinggi, sedangkan nilai erodibilitas terendah memiliki persentase pasir sangat halus yang rendah. Hal ini sesuai Wischmeier dan Smith (1978) bahwa erodibilitas lebih dipengaruhi oleh persentasi debu dan pasir sangat halus.

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Struktur ini terbentuk karena adanya ikatan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Aspek struktur tanah yang penting kaitannya terhadap erosi yaitu kemantapan agregat. Semakin mantap agregasi maka tanah tidak mudah hancur ketika terkena butir-butir hujan. Hasil analisis sifat fisik tanah menunjukan struktur yang sama untuk seluruh contoh tanah. Seluruh wilayah penelitian memiliki struktur yang remah sehingga pada penelitian ini struktur tanah tidak berpengaruh terhadap nilai erodibilitas.

Kandungan unsur organik mampu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan permeabilitas dan daya tampung air tanah. Hasil analisis sifat fisik tanah menunjukan tanah dengan kandungan unsur organik tertinggi (3.16 %) mempunyai permeabilitas yang paling rendah (1.69 cm/jam). Hal ini disebabkan karena pada tanah tersebut memiliki tekstur liat yang tinggi (27%) dibandingkan lainnya. Menurut Arsyad (2006) tanah dengan kandungan liat tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh dan pori-pori tanah menjadi tertutup oleh butir-butir liat yang tersuspensi. Ketika pori-pori tanah tertutup, kemampuan tanah untuk menyerap air (daya infiltrasi) berkurang sehingga permeabilitasnya menjadi kecil. Selain itu, hasil perhitungan juga menunjukan tanah dengan kandungan unsur organik tertinggi (3.16%) memiliki nilai erodibilitas yang rendah (0.4419). Tanah dengan kandungan unsur organik yang tinggi potensi erosinya kecil karena keberadaan unsur organik di atas permukaan tanah mampu memperkecil volume aliran permukaan. Bahan organik berupa daun, ranting, dan sebagainya yang belum hancur yang menutupi permukaan tanah sangat baik melindungi tanah dari daya rusak butir-butir hujan yang jatuh dan menghambat kecepatan aliran permukaan (Arsyad 2006).

Erodibilitas tanah (K) menunjukan kepekaan tanah terhadap erosi. Semakin besar nilai erodibilitas maka tanah tersebut semakin peka terhadap erosi. Berdasarkan Tabel 10, dapat dikatakan bahwa tanah di wilayah SPAS Cipeucang memiliki potensi erosi yang tinggi.

Tabel 10 Klasifikasi Erodibilitas Tanah SPAS Cipeucang

Nilai K Kelas Luas

Ha %

0.33 – 0.44 0.45 – 0.55 0.56 – 0.64

Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi

12.21 87.95 9.32

11.06 80.42 8.52

(24)

14

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Panjang pendeknya lereng sebanding dengan besar kecilnya volume akumulasi aliran permukaan. Semakin miring lereng akan mempercepat laju aliran permukaan. Aliran permukaan dengan volume besar serta kecepatan tinggi sangat potensial menyebabkan erosi. Menurut Suripin (2000) aliran permukaan yang terakumulasi cenderung semakin banyak dengan semakin panjangnya lereng. Hal tersebut menyebabkan peningkatan laju erosi tanah menjadi lebih besar dengan bertambahnya panjang lereng. Pada perhitungan erosi, panjang lereng didefinisikan sebagai jarak dari punggung bukit hingga pinggir sungai tempat terjadinya aliran permukaan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Faktor panjang lereng (L) merupakan faktor penyebab erosi yang sulit diukur secara manual di lapangan maupun di atas lembar peta kontur. Ketersedian data dan kemampuan SIG melakukan operasi-operasi spasial memungkinkan kita untuk melakukan perhitungan faktor-faktor erosi yang memiliki keragaman spasial seperti faktor panjang dan kemiringan lereng secara cepat dengan cakupan wilayah yang luas.

Hasil perhitungan menunjukan nilai LS di wilayah penelitian berkisar antara 0 – 11.8298. Rata-rata LS persatuan unit lahan berkisar antara 0.7627 - 5.3785. Faktor panjang dan kemiringan lereng dihitung menggunakan data Digital elevation Model (DEM) dengan metode kerapatan drainase. Perhitungan kerapatan drainase berdasarkan peta topografi (DEM) khususnya untuk daerah pegunungan akan memberikan hasil yang kurang mewakili keadaan sebenarnya di lapangan. Menurut Dephut (2009) nilai kerapatan drainase hasil perhitungan dengan peta topografi dan hasil perhitungan aktual di lapangan terdapat penyimpangan sekitar 4.6 – 5.4 untuk satuan unit daerah tangkapan air yang sama.

Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tanah (CP)

Vegetasi sangat efektif mengontrol laju erosi melalui modifikasi besaran faktor peyebab erosi (Chang, 2007). Efektivitas vegetasi dalam mengontrol laju erosi ditentukan oleh karakteristiknya. seperti jenis, kerapatan, tinggi rendah tajuk, dan kandungan serasah. Dalam perhitungan erosi USLE, faktor vegetasi merupakan nisbah besarnya erosi dari tanah bertanaman dengan pengelolaan tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang tidak ditanami dan diolah bersih. Sedangkan faktor P merupakan nisbah dari tanah dengan tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang tidak diolah (Arsyad, 2007).

(25)

15

Satuan Unit Lahan

USLE merupakan model penduga erosi yang dikembangkan untuk memprediksi rata-rata jumlah erosi yang terjadi pada suatu bidang tanah dengan pola hujan, sistem pengelolaan tanaman dan tindakan pengelolaan tanah tertentu. (Wischmeier dan Smith 1978). Dengan demikian pada penelitian erosi menggunakan USLE, peta unit lahan menjadi dasar bagi penentuan besarnya erosi di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan setiap unit lahan merupakan satuan pemetaan terkecil yang memiliki kesamaan faktor-faktor penyebab terjadinya erosi.

Pada penelitian ini masing-masing unit lahan terdiri dari faktor penggunaan lahan (penutupan lahan dan tindakan konservasi lahan), faktor kelerengan dan faktor erodibiltas. Unsur erosivitas hujan tidak dimasukan dalam proses pemerian unit lahan karena seluruh wilayah penelitian mempunyai erosivitas yang sama. Peta unit lahan kemudian diberi kode sesuai dengan inisial jenis faktor penyebab erosi secara berurutan. Misalnya faktor penggunaan lahan Hutan (H), faktor kelerengan Sangat Curam (SC) dan faktor erodibilitas k = 0.5624 (A) maka kode unit lahannya H-SC-A. Hasil analisis menunjukan jumlah seluruh unit lahan di SPAS Cipeucang adalah 38 unit yang didominasi oleh tipe unit lahan H-SC-E dengan luasan 56.102 ha.

Erosi di SPAS Cipeucang

Wilayah SPAS Cipeucang terletak pada daerah dengan curah hujan yang tinggi, kemiringan lereng yang curam serta jenis tanah yang memiliki erodibilitas tinggi secara potensial akan menyebabkan jumlah erosi yang besar. Besarnya erosi tertinggi yang akan terjadi pada sebidang lahan jika tidak ada tumbuhan penutup tanah dan tindakan konservasi tanah dinamakan sebagai erosi potensial (Arsyad, 2006).

Berdasarkan hasil perhitungan, nilai erosi potesial maksimum sebesar 4234.04 ton/ha/tahun atau setebal 529.25 mm/tahun (berat jenis tanah 0.8 gram/cm3). Total erosi potensial di SPAS Cipeucang yaitu sebesar 112676.71 ton/ha/tahun. Pada penelitian ini erosi potensial lebih dipengaruhi oleh faktor topografi (LS) karena faktor erosivitas untuk seluruh wilayah penelitian besarnya

Tabel 11 Nilai Faktor CP SPAS Cipeucang

Penutupan Lahan Tindakan

KTA C P CP

(26)

16

sama. Sedangkan faktor erodibilitas tidak terlalu berpengaruh besar karena secara umum nilai erodibilitas tanah di SPAS Cipeucang termasuk tinggi (K = 0.4419 – 0.5624).

Erosi aktual merupakan nilai erosi yang terjadi pada sebidang lahan dengan sistem pengelolaan tanaman dan tanah tertentu (unit lahan). Berdasarkan hasil perhitungan, erosi aktual tertinggi sebesar 1199.97 ton/ha/tahun atau setebal 149.99 mm/tuhun (berat jenis tanah 0.8 gram/cm3). Erosi tertinggi tersebut terjadi pada unit lahan kebun campuran, kemiringan yang sangat curam serta memiliki erodibilitas tanah yang tinggi (K = 0.4887). Sedangkan erosi terendah yaitu sebesar 0.48 ton/ha/tahun atau setebal 0.06 mm/tahun (berat jenis tanah 0.8 gram/cm3). Erosi terendah ini terjadi pada satuan unit lahan semak belukar pada lereng yang agak curam dan memiliki erodibilitas tanah yang tinggi (K = 0.4786).

Tingginya erosi di kebun campuran disebabkan letaknya yang berada pada kelerengan curam dengan nilai LS tinggi dan memiliki kerapatan yang sedang. Kerapatan vegetasi berpengaruh pada jumlah air hujan yang sampai ke tanah, vegetasi yang rapat lebih mampu mengurangi air hujan yang sampai ke tanah dibandingkan vegetasi yang sedang. Menurut Chang (2006) efektivitas vegetasi dalam mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke tanah ditentukan oleh stratifikasi tajuk, kerapatan vegetasi, ada tidaknya tumbuhan penutup tanah serta kandungan unsur organik vegetasi tersebut. Erosi yang rendah di semak belukar disebabkan letaknya yang berada pada topografi agak curam dengan tumbuhan penutup tanah yang baik. Tumbuhan penutup tanah seperti semak dan rumput lebih efektif dalam pencegahan erosi karena ketika permukaan tanah tertutup maka kemungkinan partikel-partikel tanah untuk terangkut pada saat terjadi aliran permukaan menjadi sangat kecil. Menurut Asdak (2007) erosi semakin meningkat pada tegakan pohon yang tidak disertai tumbuhan bawah dan serasah. Tutupan tajuk pohon dapat memperlambat laju air hujan, sehingga energi kinetiknya menjadi lebih kecil. Tetapi tidak adanya tumbuhan penutup tanah dibawah vegetasi tersebut dapat menyebabkan erosi yang lebih besar karena air hujan yang tertahan oleh tajuk dapat terakumulasi pada ujung daun yang menyebabkan tetesan air hujan dengan butiran yang lebih besar dan energy kinetik yang lebih tinggi berdasarkan tinggi jatuhnya ke permukaan tanah Tumbuhan penutup tanah seperti semak dan rumput juga efektif dalam mengurangi jumlah aliran permukaan. Menurut SMEC (1998) diacu dalam Suripin (2001) tumbuhan penutup tanah mampu mengurangi aliran permukaan hingga 80%.

Besar kecilnya erosi yang terjadi pada sebidang lahan dapat dipetakan dalam Indeks Bahaya Erosi (IBE) menurut Hamer (1981). IBE merupakan indikator bahaya erosi yang memperhatikan ketebalan solum dan jangka waktu

Tabel 12 Indeks Bahaya Erosi SPAS Cipeucang

(27)

17 kelestarian tanah. Menurut Hardjowigeno (2007) erosi toleransi adalah jumlah tanah hilang yang diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah tetap produktif secara lestari. Jumlah maksimum erosi yang diperbolehkan pada dasarnya harus lebih kecil atau sama dengan jumlah tanah yang terbentuk melalui proses pembentukan tanah. Arsyad (1989) mengajukan batas maksimum erosi yang diperbolehkan bagi tanah-tanah di Indonesia yakni sebesar 25 ton/ha/tahun. Hasil perhitungan menunjukan erosi yang diperbolehkan di SPAS Cipeucang bekisar antara 14.8 - 17 ton/ha/tahun. Hasil perhitungan IBE menunjukan sebagian besar wilayah SPAS Cipeucang tergolong dalam kelas IBE rendah dengan luasan 92.63 ha (84.69%). Sebaran IBE di SPAS cipeucang dapat dilihat pada Gambar 4

Arahan Tindakan Konservasi Lahan

Ada dua skenario penggunaan lahan yang dilakukan untuk mengurangi erosi, yaitu sebagai berikut

1. Fungsi kawasan (kawasan hutan)

Skenario ini simulasi penggunaan lahan yang dilakukan mengacu pada fungsi kawasan di lokasi penelitian. Sebagian wilayah penelitian termasuk dalam kawasan hutan dengan fungsi konservasi (informasi peta kawasan hutan Kab. Bogor). Berdasarkan hal tersebut maka pada skenario ini wilayah penelitian yang termasuk dalam kawasan hutan kembali dihutankan.

(28)

18

2. Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW)

Skenario ini simulasi penggunaan lahan yang dilakukan mengacu pada pola RTRW Kab. Bogor 2005-2025 di lokasi penelitian. Sebagian wilayah penelitian termasuk dalam tata ruang untuk kawasan budidaya perkebunan dan tanaman tahunan. (informasi peta RTRW). Berdasarkan hal tersebut maka pada skenario ini wilayah penelitian yang termasuk dalam tata ruang budidaya tersebut disimulasikan menjadi agroforestry

(29)

19 Menurut Morgan (2005) konservasi lahan harus memenuhi empat hal yaitu menutupi tanah agar terlindung dari efek tetes (kinetik) hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, meningkatkan stabilitas agregasi tanah, dan meningkatkan kekasaran permukaan tanah untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan. Tindakan konservasi lahan dilakukan bertujuan untuk memperlambat laju erosi agar tidak melebihi batas erosi yang ditoleransikan. Jenis tanaman dan tindakan pengelolaan tanah diupayakan sedimikian rupa agar nilai CP tidak melebihi rasio antara jumlah erosi potensial dengan jumlah laju erosi erosi yang masih dapat ditoleransi atau dibiarkan (CP ≤ T/RKLS).

Tindakan konservasi lahan di lokasi penelitian diduga dengan melakukan simulasi penggunaan lahan dan hasil erosi untuk mengetahui efektif tidaknya tindakan konservasi lahan yang dilakukan. Hasil simulasi menujukan bahwa dengan skenario pertama erosi yang dihasilkan tidak melebihi batas erosi yang ditoleransikan untuk semua unit lahan di wilayah penelitian. Erosi tertinggi dengan skenario pertama yaitu sebesar 16.0894 ton/ha/tahun dengan erosi batas toleransi sebesar 16.2 ton/ha/tahun. Hasil simulasi skenario kedua menunjukan erosi yang dihasilkan masih melebihi batas erosi yang ditoleransikan pada 19 unit lahan di wilayah penelitian. Erosi tertinggi dengan skenario kedua yaitu sebesar 54.1958 ton/ha/tahun dengan erosi batas toleransi sebesar 16.2 ton/ha/tahun.

Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penghutanan kembali merupakan tindakan konservasi lahan yang tepat karena mampu menurunkan erosi sehingga tidak melebihi batas erosi yang ditoleransikan di wilayah Sub DAS Cisadane Hulu khususnya wilayah SPAS Cipeucang. Sebaran tindakan konservasi lahan di wilayah penelitian ditunjukan oleh gambar berikut.

(30)

20

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. SPAS Cipeucang secara potensial memiliki erosi yang tinggi dengan erosi potensial tertinggi sebesar 4234.0493 ton/ha/tahun. Indeks Bahaya Erosi (IBE) di SPAS Cipeucang secara umum (84.69 %) termasuk dalam kelas rendah dengan erosi aktual tertingi sebesar 1199.9769 ton/ha/tahun dan terendah sebesar 0.4864 ton/ha/tahun.

2. Perhutanan merupakan tindakan konservasi yang efektif untuk mengurangi nilai erosi hingga dibawah batas erosi yang ditoleransikan di SPAS Cipeucang.

Saran

Perlu adanya pendampingan dari lembaga terkait terhadap masyarakat tentang cara-cara bercocok tanam yang sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

As-syakur AR. 2008. Prediksi Erosi Dengan Menggunakan Metode USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Piksel di Daerah Tangkapan Air Danau Buyan. PIT MAPIN (10-12-2008). Bandung.

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), Departemen Kehutanan. 1987. Daerah Aliran Sungai Ciliwung-Cisadane-Cimandiri Pemetaan Tingkat Bahaya Erosi (DAS : Cisadane Hulu). Tidak diterbitkan Bangun AF. 2010. Aplikasi Tank Model dan Analisis Erosi Berbasis Model DAS

Mikro (MDM) di Sub DAS Cipeucang Caringin-Bogor. [Skripsi] : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB

Chang M. 2006. Forest Hydrology- An Introduction to Water and Forests- 2nd ed. CRC Press Taylor and Francis Group. New York-USA

Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS). Departemen Kehutanan.

Hardjowigeno HS, Widiatmaka.2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Hardjowigeno HS. 2007. ILMU TANAH. Akademika Pressindo. Jakarta

(31)

21 Indarwati N. 2012. Indeks dan Tingkat Bahaya Erosi Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi. [Skripsi] : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB

Morgan RPC. 2005. Soil Erosion and Conservation. Blackwell. Oxford, UK Munir HM. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta

Murdis R. 1999. Pendugaan Erosi dengan Pendekatan USLE (Universal Soil Loss Equation) Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi) di Sub DAS Ciwidey-Bandung. [Skripsi] : Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB

Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Andi. Yogyakarta. Tjasyono B. 2004. Klimatologi. ITB. Bandung

Wiratmo J. 1998. Sudah benarkah pemahaman anda tentang LA LINA dan El Nino?. ITB. Bandung

Wischmeier WH, Smith DD. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses – A Guide to Conservation Planning. US Department of Agriculture. Agriculture Handbook No 537.

(32)

22

Lampiran 2 Penilaian Struktur Tanah

Tipe Struktur Penilaian

Granuler sangat halus (< 1 mm) Granuler halus (1 sampai 2 mm)

Granuler sedang sampai kasar (2 sampai 10 mm) Berbentuk blok, blocky, plat, masif

1 2 3 4

Sumber : Arsyad (2006)

Lampiran 1 Kode Permeabilitas Profil Tanah

Kelas permeabilitas Kecepatan (cm/jam) Kode

Sangat lambat Lambat

Lambat sampai sedang Sedang

Sedang sampai cepat Cepat

< 0.5 0.5 sampai 2.0 2.0 sampai 6.3 6.3 sampai 12.7 12.7 sampai 25.4

> 25.4

6 5 4 3 2 1

Sumber : Arsyad (2006)

(33)

23 Lampiran 4 Sebaran Erodibilitas Tanah SPAS Cipeucang

(34)

24

Lampiran 6 Sebaran LS SPAS Cipeucang

Lampiran 7 Faktor kedalaman 30 Sub-Ordo Tanah

No.

(35)

25 Lampiran 8 Sebaran penutupan lahan SPAS Cipeucang

Lampiran 9 Hasil Uji Akurasi

CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ACCURACY TOTALS

Overall Classification Accuracy = 85.39%

(36)

26

Lampiran 10 Perhitungan Erosi SPAS Cipeucang

Unit Lahan Luas (ha) R K LS CP Ap A T Skenario 1 Skenario 2

H-AC-C 0.982 1515.59 0.4786 8.5557 0.0010 6205.9395 6.2059 17.000 2.8132 2.9519

H-C-D 3.415 1515.59 0.4419 12.0904 0.0010 8097.4087 8.0974 15.600 2.5351 2.9708

H-D-A 2.95 1515.59 0.5624 0.3469 0.0010 295.6896 0.2957 14.800 1.0602 1.1091

H-L-B 0.562 1515.59 0.5287 4.4973 0.0010 3537.2336 3.5372 16.200 3.0204 3.0204

H-SC-E 56.102 1515.59 0.4887 17.7629 0.0010 13156.4238 13.1564 17.000 2.8425 5.7443

HP-AC-C 0.19 1515.59 0.4786 1.3477 0.0100 977.6052 9.7761 17.000 2.2770 18.8158

HP-C-D 1.435 1515.59 0.4419 5.8468 0.0100 3915.8181 39.1582 15.600 2.3819 28.2314

HP-D-A 0.485 1515.59 0.5624 0.0094 0.0100 7.9815 0.0798 14.800 0.6501 5.9439

HP-L-B 0.122 1515.59 0.5287 0.5412 0.0100 422.1991 143.2154 16.200 3.4055 48.8114

HP-SC-E 7.865 1515.59 0.4887 11.5373 0.0100 8545.3389 85.4534 17.000 2.6647 24.1161

KC-AC-C 0.81 1515.59 0.4786 6.5791 0.1120 4771.1650 540.7804 17.000 11.7341 37.3491

KC-C-D 3.787 1515.59 0.4419 8.6413 0.1120 5788.2588 668.0254 15.600 10.5226 32.0087

KC-D-A 1.605 1515.59 0.5624 0.6519 0.1120 550.8314 78.1632 14.800 8.2111 14.7454

KC-L-B 0.322 1515.59 0.5287 7.4452 0.1120 5952.2788 732.3126 16.200 2.7165 52.2361

KC-SC-E 10.857 1515.59 0.4887 16.1752 0.1120 11980.4980 1341.8158 17.000 6.2843 33.0782

L-AC-C 0.302 1515.59 0.4786 1.9166 0.4540 1394.9608 604.7917 17.000 4.4344 20.8543

L-C-D 1.352 1515.59 0.4419 4.9427 0.4540 3310.3284 1502.8890 15.600 3.2935 18.1839

L-D-A 0.79 1515.59 0.5624 0.0269 0.4540 22.9413 10.4153 14.800 1.4053 7.9033

L-L-B 0.167 1515.59 0.5287 0.7553 0.4540 605.2459 274.7816 16.200 4.9469 27.8879

L-SC-E 4.99 1515.59 0.4887 12.1229 0.4540 8979.0273 4068.0579 17.000 5.7997 31.3749

P-AC-C 0.09 1515.59 0.4786 20.2833 0.1280 14712.7559 1883.2329 17.000 2.9516 2.9516

P-C-D 0.085 1515.59 0.4419 6.0342 0.1280 4041.3157 517.2884 15.600 2.8028 2.8028

(37)

27

lampiran 10 Perhitungan Erosi SPAS Cipeucang (lanjutan)

P-L-B 0.017 1515.59 0.5287 21.0962 0.1280 16904.2188 2163.7400 16.200 4.1143 4.1143

SB-AC-C 0.147 1515.59 0.4786 1.3526 0.1275 985.3604 99.6350 17.000 2.3156 2.3156

SB-C-D 0.65 1515.59 0.4419 5.3692 0.1275 3645.2300 444.9956 15.600 2.4105 2.4105

SB-D-A 0.24 1515.59 0.5624 0.8188 0.1275 611.3884 33.4798 14.800 1.1789 1.1789

SB-L-B 0.062 1515.59 0.5287 1.3564 0.1275 1028.2308 69.1916 16.200 2.2464 2.2464

SB-SC-E 1.027 1515.59 0.4887 9.9789 0.1275 7391.0254 919.4392 17.000 2.6179 2.6179

SI-AC-C- 0.02 1515.59 0.4786 2.5600 0.0400 1856.9321 0.7428 17.000 4.6207 15.5646

SI-C-D 0.02 1515.59 0.4419 3.2539 0.0400 2179.2556 0.8717 15.600 10.6207 35.7751

SI-D-A 0.035 1515.59 0.5624 0.1498 0.0400 127.6889 0.0511 14.800 6.4518 21.7323

SI-L-B 0.01 1515.59 0.5287 1.3289 0.0400 1065.2640 0.4261 16.200 16.0894 54.1958

STH-AC-C 1.287 1515.59 0.4786 8.5721 0.0084 6209.5278 67.8701 17.000 8.1208 28.7344

STH-C-D 1.662 1515.59 0.4419 13.5298 0.0084 9061.4346 76.7614 15.600 5.7489 23.6651

STH-D-A 3.16 1515.59 0.5624 0.5867 0.0084 500.0784 4.2007 14.800 1.9270 8.5995

STH-L-B 0.708 1515.59 0.5287 7.1121 0.0084 5694.6099 50.4888 16.200 8.1596 30.6346

STH-SC-E 1.002 1515.59 0.4887 18.7190 0.0084 13864.5615 110.7068 17.000 3.2715 19.2708

S : Faktor kemiringan lereng

C : Faktor penutupan dan pengelolaan tanaman P : Faktor konservasi tanah

T : Erosi Batas Toleransi (ton/ha/tahun) IBE : Indeks Bahaya Erosi (ton/ha/tahun) Keterangan :

(38)

28

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Merauke pada tanggal 15 Desember 1988. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Benediktus Kolop (almarhum) dan Ibu Monika Turunun. Pendidikan formal ditempuh di SD YPPK Hati Kudus Merauke (1994-2000), SMP YPPK St. Mikael Merauke (2000-2003), SMA YPPK Yoanes XXIII Merauke (2003-2006). Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dan tahun 2007 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Beberapa kegiatan yang pernah diikuti penulis antara lain Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Sancang-Kamojang (2009), Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan KPH Cianjur (2010), Praktik Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Balai Bessar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung (2011). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,

penulis melaksanakan penelitian di Kabupaten Bogor dengan judul “Pendugaan

Gambar

Gambar 1  Lokasi Penelitian
Tabel 5  Bahaya Erosi Tanah  Tebal solum
Gambar 2  Skema Proses Penelitian
Gambar 3  Curah Hujan Januari 2002-Desember 2011
+6

Referensi

Dokumen terkait

Banyaknya situs pornografi lokal dan internasional yang ada di internet telah membuat banyak pihak, terutama orang tua, khawatir dengan perkembangan anak-anak yang merupakan

Pengukuran Kinerja adalah proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan,

Selain itu, software LeakSim dapat menyajikan kesimpulan besarnya volume fluida yang mengalir pada posisi bocor untuk berbagai diameter kebocoran dan panjang bocor (panjang

Nantinya material yang digunakan juga mengutamakan penggunaan material dari daerah sekitar sebagaimana konsep dari neo vernakuler, serta penggunaan penggunaan elemen

serta mengantisipasi hal-hal di luar dugaan atau suatu keadaan yang berbahaya. Kepala Keselamatan dan Keamanan bertanggung jawab langsung kepada Komandan Tanggap Darurat

Hasil evaluasi administrasi, teknis dan harga atas dokumen penawaran yang masuk serta pembuktian dokumen kualifikasi sesuai dengan Berita Acara Evaluasi Dokumen

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Teknik Penilaian Bentuk Instrumen Contoh Instrumen 1.Mempraktikkan variasi gerak dasar melalui permainan dan

Hasil uji statistik menggunakan chi square test untuk mengetahui hubungan waktu istirahat dengan gangguan akibat penyelaman pada penyelam tradisional di Karimunjawa