PERANCANGAN PRIMER SPESIFIK UNTUK MENDETEKSI
DINI JAMUR PANGAN EKTOMIKORIZA PELAWAN
LATIFAH ANWARIAH SALMA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
3
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan Primer Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan Ektomikoriza Pelawan adalah benar karya saya bersama dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Latifah Anwariah Salma
4
ABSTRAK
LATIFAH ANWARIAH SALMA. Perancangan Primer Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan Ektomikoriza Pelawan. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan UTUT WIDYASTUTI.
Jamur pelawan (Heimioporus sp.) merupakan jamur pangan ektomikoriza yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tubuh buah jamur terbentuk bila terjadi simbiosis dengan tanaman inangnya dan produksi tubuh buah pertama dihasilkan pada inang yang sudah dewasa. Oleh karena itu, diperlukan perancangan primer spesifik untuk mendeteksi dini keberadaan miselia jamur tersebut di daerah rizoplan bibit tanaman inang. Pada penelitian ini, diperoleh lima sekuen ITS rDNA jamur pelawan (JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE) yang berukuran 743-745 pb dengan variasi basa di bawah 3,3%. Namun, kelima sekuen tersebut, bila dibandingkan dengan tiga sekuen ITS rDNA jamur pelawan koleksi laboratorium yang telah ada (JPPK, JPPM, dan JPPX), memiliki variasi yang cukup signifikan. Oleh sebab itu, dirancang dua kelompok primer. Kelompok pertama, ialah pasangan primer yang dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan JPA-JPE, yaitu PelAF1-Pel5.8SR1 (±230 pb), Pel5.8SF2-PelAR2 (±320 pb), dan PelAF1-PelAR2 (±650 pb). Kelompok kedua, ialah pasangan primer yang dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan JPPK-JPPX, yaitu PelBF1-Pel5.8SR1 (±180 pb), Pel5.8SF2-PelBR2 (±260 pb) dan PelBF1-PelBR2 (±560 pb). Hasil pengujian kespesifikan primer terhadap DNA cendawan
Mortierella sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp., Glomerella sp.,
Volvariella sp., dan Ganoderma applanatum (IPBCC.10.658) menunjukkan bahwa primer PelAF1-PelAR2 spesifik untuk jamur pelawan kelompok pertama dan primer PelBF1-PelBR2 spesifik untuk jamur pelawan kelompok kedua, sedangkan pasangan primer lainnya dapat mengamplifikasi seluruh atau sebagian dari DNA cendawan uji.
5
ABSTRACT
LATIFAH ANWARIAH SALMA. Specific Primer Designed for Early Detection of Edible Ectomycorrhiza Pelawan. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and UTUT WIDYASTUTI.
Pelawan mushroom (Heimioporus sp.) is an edible ectomycorrhiza which has significant economical value. The fruiting bodies of the mushroom are firstly developed in the symbiosis system in the mature host plant. The existence of the mycelia in the rhizoplane of the host plant in seedling stage need to be detected to ensure successful colonization of targeted fungi in mature host plant. Therefore, specific primer is needed for early detection. In this experiment, five sequences of ITS rDNA of pelawan mushroom (JPA, JB, JPC, JPD, and JPE) were successfully obtained which size of 743-745 bp and their bases variation was below 3,3%. The five sequences however, had a significant variation when they were compared with other ITS rDNA sequences of pelawan mushroom collection of the Mycology Division and RCBB-IPB laboratory (JPPK, JPPM, and JPPX). Therefore, the primers were designed into two different groups. The first group was primers designed based on ITS rDNA sequences of fruiting body of JPA-JPE. They were PelAF1-Pel5.8SR1 (±230 bp), Pel5.8SF2-PelAR2 (±320 bp), and PelAF1-PelAR2 (±650 bp). The second group was primers designed based on ITS rDNA sequences of fruiting body of JPPK-JPPX. They were PelBF1-Pel5.8SR1 (±180 bp), Pel5.8SF2-PelBR2 (±260 bp), and PelBF1-PelBR2 (±560 bp). The specificity of the designed primers were tested against fungal DNA of Mortierella
sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp., Glomerella sp., Volvariella sp., and Ganoderma applanatum (IPBCC.10.658) as well as DNA from both groups of pelawan mushroom. The results indicated that primers PelAF1-PelAR2 was specific to the first group and primers PelBF1-PelBR2 was specific to the second group of pelawan mushroom, but the other primers could amplify all or some of the fungal DNA tested.
7
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Biologi
PERANCANGAN PRIMER SPESIFIK UNTUK MENDETEKSI
DINI JAMUR PANGAN EKTOMIKORIZA PELAWAN
LATIFAH ANWARIAH SALMA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
9 Judul Skripsi : Perancangan Primer Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan
Ektomikoriza Pelawan Nama : Latifah Anwariah Salma NIM : G34080055
Disetujui oleh
Dr Ir Nampiah Sukarno Pembimbing I
Dr Ir Utut Widyastuti, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Iman Rusmana, MSi Ketua Departemen
10
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 hingga bulan April 2013 ini berjudul Perancangan Primer Spesifik untuk Mendeteksi Dini Jamur Pangan Ektomikoriza Pelawan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Ir Nampiah Sukarno dan Ibu Dr Ir Utut Widyastuti MSi yang telah banyak memberi bimbingan. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Alex Hartana yang telah memberikan banyak saran dan masukan. Terima kasih kepada Penelitian Unggulan Strategis Nasional atas nama Dr Sri Listiyowati dengan judul “Penggunaan Pelacak Molekuler dalam Rangka Budiddaya Jamur Ektomikoriza Pelawan yang Bernilai Ekonomi Tinggi” dan PPSHB-IPB atas fasilitas yang telah diberikan.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf Laboratorium Mikologi IPB, staf Laboratorium BIORIN PPSHB IPB, staf Departemen Biologi, keluarga besar OWA, serta rekan-rekan Biologi angkatan 45. Kepada Mbak Pepy, Ibu Emi, Pak Kus, Ibu Dini, serta pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, penulis sampaikan banyak terima kasih atas bantuannya. Terima kasih pula kepada Siti, Agil, Inggit, Raka, Gina, Rani, dan Nurul. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada ibu, bapak, Miqdad Abdul Halim, Sa’adatul Aliyah, Syihabuddin Ahmad, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
11
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
BAHAN DAN METODE 2
Alat dan Bahan 2
Metode Penelitian 3
HASIL 6
Identifikasi Jamur Pelawan untuk Perancangan Primer Spesifik 6
Perancangan Primer Spesifik 8
Pengujian Kespesifikan Primer 10
PEMBAHASAN 14
SIMPULAN 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 20
12
DAFTAR TABEL
1 Variasi pada sekuen ITS rDNA jamur pelawan 7
2 Analisis BLAST sekuen rDNA jamur pelawan melalui situs NCBI 7 3 Primer hasil rancangan dari jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE) 9 4 Primer hasil rancangan dari jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM,
dan JPPX) 9
5 Pengujian kespesifikan primer yang dirancang terhadap beberapa DNA
cendawan uji 14
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan alir metode penelitian 3
2 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan primer ITS1-ITS4 6 3 Konstruksi pohon filogenetik jamur pelawan berdasarkan daerah ITS rDNA
dengan metode Neighbour-Joining, bootstrap 1000× 8 4 Peta sekuen ITS1-ITS2 rDNA jamur pelawan dan posisi primer yang
dirancang 10
5 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan suhu penempelan
55 oC 11
6 Amplifikasi ITS1-ITS2 rDNA cendawan uji dengan primer PelAF1-PelAR2 dan PelBF1-PelBR2 pada suhu penempelan 55 oC 12 7 Amplifikasi ITS1 rDNA cendawan uji dengan primer PelAF1-Pel5.8SR1 dan
PelBF1-Pel5.8SR1 pada suhu penempelan 55 oC 12 8 Amplifikasi ITS2 rDNA cendawan uji dengan primer Pel5.8SF2-PelAR2 dan
Pel5.8SF2-PelBR2 pada suhu penempelan 55 oC 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tubuh buah jamur pelawan yang dikoleksi bulan Juli 2012 dari daerah
Namang, Kabupaten Bangka Tengah 20
2 Tubuh buah jamur pelawan yang dikoleksi bulan Maret dan Oktober 2011 dari daerah Air Pasir, Kabupaten Bangka Tengah 20 3 Pensejajaran sekuen ITS rDNA jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE)
dengan jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM dan JPPX) dan posisi
primer spesifik 21
4 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE) dengan sekuen ITS1 dan ITS2 rDNA anggota Boletaceae lain 24 5 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM,
dan JPPX) dengan sekuen ITS1 dan ITS2 rDNA anggota Boletaceae lain 25 6 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan sekuen 5.8S rDNA dengan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jamur pelawan berpotensi sebagai sumber pangan fungsional dan dikenal sebagai makanan eksklusif. Hal ini dikarenakan jamur pelawan memiliki kandungan gizi dan fungsi kesehatan yang baik serta mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Hanya satu kilogram kering tubuh buahnya dapat mencapai Rp. 180.000,- (Rich 2011). Jamur ini tumbuh di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat lokal dan telah diekspor ke negara Malaysia dan Singapura. Jamur pelawan merupakan jamur ektomikoriza yang masih sulit dibudidayakan karena pertumbuhannya bergantung pada tumbuhan inang dan informasi biologi tentang jamur ini masih sangat terbatas.
Jamur pelawan dikenal sebagai cendawan kelompok bolete yang memiliki ciri-ciri tubuh buah berdaging dengan himenium berpori dan berperan sebagai ektomikoriza (Drehmel et al. 2008). Jamur ini termasuk ke dalam filum Basidiomycota, kelas Agaricomycetes, ordo Boletales, dan famili Boletaceae. Jamur pelawan memiliki karakter yang sesuai dengan genus Heimioporus, yaitu spora yang berwarna kuning zaitun kecoklatan, berbentuk agak seperti telur sampai lonjong, dan permukaanya memiliki ornamen (Halling dan Fechner 2011; Tasuruni 2012). Jamur pelawan memiliki tudung tubuh buah berwarna merah marun tua, merah kecoklatan, sebagian kuning kecoklatan, sering dengan bagian tepian berwarna kuning. Tangkai tubuh buahnya berwarna merah marun tua, merah kecoklatan, atau merah muda. Pori jamur pelawan berwarna merah tua, kuning muda pucat, sampai kehijauan. Selain itu, analisis rDNA pada jamur ini menunjukkan bahwa jamur pelawan berkerabat dekat dengan Strobilomyces retisporus dengan nilai homologi 89% (Tasuruni 2012).
Jamur pelawan bersimbiosis dengan akar tumbuhan Tristaniopsis merguensis (Famili Myrtaceae) yang dikenal dengan nama pelawan tudak atau pelawan bukit. Akar tumbuhan T. merguensis yang terkolonisasi miselia jamur pelawan menunjukkan morfologi khusus, seperti percabangan yang intensif dan pendek, struktur bunga karang, dan mantel hifa yang menyelubungi permukaan luar akar. T. merguensis yang akarnya telah bersimbiosis membentuk ektomikoriza mampu menyerap unsur hara lebih baik daripada akar yang tidak bersimbiosis. Kolonisasi tersebut mampu meningkatkan tinggi tanaman dan kandungan klorofil pada daun T. merguensis (Hidayanti 2010).
Jamur ektomikoriza membentuk tubuh buah untuk menghasilkan spora sebagai struktur reproduksi. Tubuh buah beberapa jamur ektomikoriza seperti pelawan juga bermanfaat sebagai jamur pangan. Tubuh buah jamur ektomikoriza pertama kali dihasilkan pada tumbuhan inang yang telah dewasa yang biasanya berumur tiga atau lima tahun setelah tanam (Smith dan Read 2008). Di alam, satu tanaman inang dapat bersimbiosis dengan berbagai spesies cendawan ektomikoriza. Misalnya, pada inang Salix reinii ditemukan 23 spesies ektomikoriza yang menghasilkan tubuh buah (Nara et al. 2003). Hal yang sama pada tumbuhan T. merguensis, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa T. merguensis bersimbiosis dengan beberapa spesies cendawan kelompok bolete dan
2
yang bersimbiosis pada tumbuhan inang sebelum terbentuk tubuh buah, diperlukan suatu teknik deteksi yang cepat, akurat, efektif, dan efisien.
Salah satu metode deteksi yang dapat dikembangkan yaitu dengan metode berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer spesifik yang dapat mengamplifikasi daerah dengan urutan basa DNA tertentu dan hanya terdapat pada spesies tertentu pula (White et al. 1990). Primer spesifik dapat dirancang dengan menggunakan DNA ribosom (rDNA) cendawan. Pada rDNA terdapat daerah Internal Transcribed Spacer (ITS) yang berperan sebagai DNA
barcode pada dunia Fungi (Schoch et al. 2012). Daerah ITS mengapit gen penyandi rDNA 5.8S yang ditranskripsikan menjadi rRNA 5.8S dan merupakan daerah terkonservasi, sementara daerah ITS mengandung sinyal untuk proses transkripsi dan kurang terkonservasi. Daerah ITS1 dan ITS2 bervariasi di antara spesies karena mengalami mutasi dan berevolusi dengan cepat (Hillis dan Dixon 1991; Baldwin et al. 1995). Oleh sebab itu, sekuen ITS1 dan ITS2 yang bervariasi digunakan untuk membuat primer spesifik.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan merancang primer spesifik untuk mendeteksi keberadaan jamur pelawan pada tahap dini sebelum membentuk tubuh buah dan menguji kespesifikan primer hasil rancangan tersebut dengan metode berbasis PCR.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah komputer yang terhubung ke internet, mesin PCR, mesin elektroforesis, UV transluminator, laminar, shaker, mortar, water bath, mesin sentrifugasi, mesin vacuum, hot plate, freezer,
microwave, dan alat-alat laboratorium lainnya.
Bahan yang digunakan adalah tubuh buah jamur pelawan A (JPA), jamur pelawan B (JPB), jamur pelawan C (JPC), jamur pelawan D (JPD), DNA genom tubuh buah jamur pelawan E (JPE) (Bagian Mikologi dan PPSHB IPB), dan isolat cendawan Mortierella sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp.,
3
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam berbagai tahapan yang terdiri dari identifikasi tubuh buah jamur pelawan, perancangan primer spesifik, dan pengujian kespesifikan primer. Alur penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan alir metode penelitian
1 Identifikasi Jamur Pelawan untuk Perancangan Primer Spesifik
1.1 Isolasi DNA Genom Tubuh Buah Jamur Pelawan Bahan yang digunakan untuk isolasi DNA ialah empat tubuh buah jamur pelawan JPA, JPB, JPC, dan JPD yang memiliki ciri-ciri morfologi yang sama dan dikoleksi pada bulan Juli 2012. Ciri-ciri tersebut ialah tudung tubuh buah jamur berwarna merah tua dengan permukaan yang halus, tangkai tubuh buah berwarna merah tua dengan permukaan yang beralur dan menjala, pori berwarna kuning sampai merah, serta
4
miselia bagian dalam tubuh buah berwarna krem. Isolasi DNA genom jamur dilakukan dengan metode CTAB yang dimodifikasi (Sambrook et al. 1989). Sebanyak 2 gram bagian tudung tubuh buah dihaluskan di dalam mortar yang mengandung nitrogen cair hingga berbentuk serbuk. Sebanyak 0,5 g hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf berisi 600 µL buffer CTAB 2× dengan tambahan 1,2 µL β-merkapto etanol 0,2% yang telah dipanaskan pada suhu 65 oC. Tabung eppendorf berisi bahan tersebut, kemudian diinkubasi pada suhu 65 oC selama 35 menit kemudian disimpan dalam es selama 5 menit. Setelah itu, bahan ditambahkan dengan 600 µL fenol dan disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Kemudian diambil supernatannya sebanyak 600 µL dan ditambahkan dengan 600 µL PCI (25:24:1) ke dalam supernatan. Bahan kembali disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Setelah itu, supernatannya diambil sebanyak 600 µL dan ditambahkan dengan 600 µL CI (24:1). Bahan kemudian disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 10 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi diambil kemudian ditambahkan dengan NaOAC 2 M sebanyak 0,1 kali volume supernatan dan etanol 100% sebanyak 2 kali volume supernatan. Bahan kemudian disimpan di dalam freezer selama satu malam. Setelah itu, bahan disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 15 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan dibuang dan peletnya diambil. Pelet selanjutnya ditambah etanol 70% sebanyak 500 µL dan disentrifugasi pada suhu 4 oC selama 5 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Supernatan kembali dibuang dan pelet dikeringkan dengan cara divakum. Setelah pelet kering, kemudian ditambahkan ddH2O sebanyak 50 µL dan RNAse sebanyak 0,2 kali volume ddH2O. Bahan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit kemudian pada suhu 70 oC selama 10 menit. Keberhasilan isolasi DNA divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1% untuk amplikon berukuran lebih dari 500 pb dan gel agarosa 2% untuk amplikon berukuran kurang dari 500 pb dengan buffer TAE 1× dan tegangan sebesar 100 volt selama 25-30 menit.
1.2 Amplifikasi DNA menggunakan Primer Universal Proses PCR daerah ITS1-ITS2 dilakukan terhadap keempat DNA tubuh buah yang telah diisolasi dan DNA tubuh buah jamur pelawan JPE (koleksi Mikologi-PPSHB IPB). Primer yang digunakan ialah primer forward ITS1 (TCC GTA GGT GAA CCT GCG G) dan primer reverse ITS4 (TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC). Sebanyak 1 µL denaturasi pada suhu 94 oC selama 30 detik; penempelan pada suhu 52 oC selama 45 detik; dan ekstensi pada suhu 72 oC selama 90 detik. Setelah itu dilanjutkan dengan pasca ekstensi pada suhu 72 oC selama 5 menit dan pendinginan pada suhu 25 oC selama 10 menit.
5 µL hasil enam kali volume larutan campuran PCR (6×10 µL) dikirim ke perusahaan jasa sekuensing untuk memperoleh urutan basa DNA dan sebanyak 5 µL digunakan untuk menentukan keberhasilan PCR dengan elektroforesis. Sekuen DNA yang diperoleh selanjutnya dianalisis pada program BLAST dalam situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov dan dibuat pohon filogenetiknya menggunakan program MEGA 5.05 (Tamura et al. 2011) untuk mengidentifikasi jamur pelawan tersebut. Pada analisis pohon filogenetik, selain menggunakan kelima sekuen DNA tersebut, juga digunakan sekuen ITS rDNA JPPK, JPPM, dan JPPX koleksi Bagian Mikologi dan PPSHB IPB.
2 Perancangan Primer Spesifik
Primer dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan yang diperoleh dari hasil sekuensing yang disejajarkan dengan 22 sekuen ITS rDNA dari 21 spesies anggota famili Boletaceae lainnya yang diperoleh dari situs http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Pensejajaran tersebut dilakukan dengan program Clustal W pada situs http://www.ebi.ac.uk (Thompson et al. 1994). Daerah variasi berdasarkan pensejajaran sekuen tersebut dijadikan acuan pembuatan primer spesifik. Primer yang dirancang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah primer spesifik berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE, sedangkan kelompok kedua ialah primer spesifik berdasarkan sekuen ITS rDNA jamur pelawan JPPK, JPPM, dan JPPX.
Hasil perancangan primer yang dipilih ialah primer yang memiliki presentasi GC sebesar 50-55%, angka dimer dan hairpin yang kecil, dan suhu leleh (Tm) 60-62 oC. Presentasi GC ditentukan dengan cara menghitung banyaknya basa G dan C yang ada pada oligonukleotida primer, dikalikan dengan panjang basa total oligonukleotida, dibagi seratus. Dimer merupakan terbentuknya ikatan antara sesama primer forward, sesama primer reverse, ataupun primer
forward dan primer reverse. Hairpin merupakan terbentuknya ikatan antara satu basa, dengan basa lainnya dalam satu sekuen primer. Suhu leleh secara kasar dapat ditentukan dengan cara menghitung jumLah seluruh basa A dan T pada oligonukleotida primer dikalikan dua, kemudian ditambahkan dengan jumLah seluruh basa G dan C pada oligonukleotida primer dikalikan empat, yang dinyatakan dengan rumus Tm = 2(A+T) + 4(G+C). Basa G dan C berpasangan dengan membentuk tiga ikatan hidrogen, sedangkan basa A dan T berpasangan dengan membentuk dua ikatan hidrogen, sehingga suhu leleh basa G dan C lebih tinggi dibandingkan suhu leleh basa A dan T.
3 Pengujian Kespesifikan Primer
Pengujian primer dilakukan terhadap DNA cendawan uji, yaitu Mortierella
sp., Penicillium sp., Hypoxylon sp., Fusarium sp., Glomerella sp, Volvariella sp., dan Ganoderma applanatum IPBCC.10.658, serta DNA jamur pelawan sebagai kontrol positif.
6
pelawan. DNA jamur pelawan hasil isolasi sebelumnya digunakan sebagai kontrol positif.
3.2 Amplifikasi DNA menggunakan Primer Spesifik Sampel DNA jamur pelawan dan DNA cendawan uji diamplifikasi dengan menggunakan pasangan primer yang telah dirancang. Reaksi amplifikasi yang digunakan sama dengan proses amplifikasi menggunakan primer universal, namun dengan suhu penempelan yang berbeda, yaitu 55 oC.
HASIL
Identifikasi Jamur Pelawan untuk Perancangan Primer Spesifik
1 Isolasi DNA Genom dan Amplifikasi DNA Jamur Pelawan dengan Primer Universal
DNA genom berhasil diisolasi dari kelima tubuh buah jamur pelawan JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE (Lampiran 1). Hasil amplifikasi yang divisualisasikan pada gel agarosa menunjukkan bahwa kelima DNA memiliki ukuran yang kurang lebih sama, yaitu sekitar 750 pb dengan pita DNA yang sangat jelas (Gambar 2).
Gambar 2 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan primer ITS1-ITS4
2 Sekuensing DNA dan Analisis Bioinformatika
Hasil sekuensing dari lima sampel DNA tubuh buah jamur pelawan menunjukkan bahwa kelima sekuen DNA mempunyai sedikit variasi dengan panjang 743-745 pasang basa (Tabel 1). Dari keseluruhan panjang sekuen ITS rDNA tersebut, ditemukan empat basa berbeda yang terdapat pada daerah ITS1 dan ITS2. Pada basa ke-41 daerah ITS1 rDNA, tubuh buah JPE mempunyai basa C sementara yang lainnya tidak. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya insersi basa C pada DNA tubuh buah JPE. Begitu pula pada basa ke-671 dan basa ke-737 daerah ITS2 rDNA tubuh buah JPC yang kemungkinan terjadi insersi basa G dan basa C. Pada posisi basa ke-667 daerah ITS2 rDNA kelima tubuh buah jamur pelawan diduduki oleh basa T atau basa A yang menunjukkan kemungkinan terjadinya mutasi basa T menjadi basa A, atau sebaliknya.
1000 pb
750 pb
M 1 2 3 4 5 Keterangan:
M: 1 Kb DNA ladder,
7 Tabel 1 Variasi pada sekuen ITS rDNA jamur pelawan
Sekuen
Selain lima sekuen tersebut, terdapat pula sekuen ITS rDNA jamur pelawan lainnya, koleksi laboratorim Mikologi dan PPSHB IPB, yaitu JPPK, JPPM dan JPPX (Lampiran 2). Data analisis BLAST sekuen ITS rDNA jamur pelawan tersebut disajikan pada Tabel 2. Analisis BLAST kelima sekuen DNA jamur pelawan menunjukkan bahwa jamur tersebut homolog dengan Boletaceae tipe OTU LH-41 yang memiliki nomor aksesi GQ268588.1 pada GenBank. Nilai penutupan yang didapatkan sebesar 86% dengan kesamaan sebesar 99%. Selain itu, data hasil analisis BLAST juga menunjukkan bahwa kedua kelompok jamur pelawan cukup berkerabat dekat dengan Strobilomyces retisporus (HE814079.1) dengan nilai penutupan dan kesamaan yang beragam. Nilai penutupan tersebut berkisar antara 72-90% dan kesamaannya berkisar antara 85-89%.
Tabel 2 Analisis BLAST Sekuen rDNA Jamur Pelawan melalui Situs NCBI Sekuen
8
Lokasi: Namang
Lokasi: Air Pasir
Gambar 3 Konstruksi pohon filogenetik jamur pelawan berdasarkan daerah ITS rDNA dengan metode Neighbour-Joining, bootstrap 1000×
Perancangan Primer Spesifik
Penamaan primer dipilih berdasarkan kelompok jamur pelawan, posisi primer pada sekuen rDNA jamur pelawan, arah amplifikasi primer (forward atau
reverse), dan sekuen target yang diamplifikasi.
Dari pensejajaran sekuen ITS rDNA jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE), diperoleh dua sekuen oligonukleotida primer forward dan dua sekuen oligonukleotida primer reverse (Tabel 3). Primer forward tersebut, yaitu PelAF1 dan Pel5.8SF2, masing-masing memiliki panjang oligonukleotida 20 basa. Begitu pula primer reverse Pel5.8SR1 dan PelAR2 memiliki panjang oligonukleotida 20 basa. Keempat primer tersebut, yaitu PelAF1, Pel5.8SR1, Pel5.8SF2, dan PelAR2 masing-masing memiliki nilai %GC dan TM yang sama, yaitu 50% dan 60 oC.
9 Begitu pula primer reverse Pel5.8SR1 dan PelBR2 memiliki panjang oligonukleotida 20 basa. Keempat primer tersebut, yaitu PelBF1, Pel5.8SR1, Pel5.8SF2, dan PelBR2 masing-masing memiliki nilai %GC dan TM yang sama, yaitu 50% dan 60 oC.
Primer PelAF1 dan PelAR2 masing-masing dirancang berdasarkan sekuen ITS1 dan ITS2 yang spesifik pada JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE, namun tidak terdapat pada sekuen ITS rDNA spesies lain yang satu famili dengan jamur pelawan (Lampiran 4). Sedangkan primer PelBF1 dan PelBR2 masing-masing dirancang berdasarkan sekuen ITS1 dan ITS2 yang spesifik pada JPPK, JPPM, dan JPPX, namun tidak terdapat pada sekuen ITS rDNA spesies lain yang satu famili dengan jamur pelawan (Lampiran 5). Sementara itu, primer Pel5.8SR1 dan Pel5.8SF2 yang masing-masing ditujukan untuk mengamplifikasi daerah ITS1 dan ITS2 dirancang berdasarkan sekuen 5.8S rDNA dari kedua kelompok jamur pelawan (Lampiran 6).
Tabel 3 Primer hasil rancangan dari jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE) Primer Sekuen primer (5’-3’) Posisi
10
pelawan kelompok kedua juga terdiri dari tiga pasang primer, yaitu Pel5.8SR1, Pel5.8SF2-PelBR2, dan PelBR2. Pasangan primer PelBF1-Pel5.8SR1 dapat digunakan untuk mengamplifikasi daerah ITS1-5.8S rDNA, Pel5.8SF2-PelBR2 untuk daerah 5.8S-ITS2 rDNA, dan PelBF1-PelBR2 untuk daerah ITS1-ITS2 rDNA.
Gambar 4 Peta sekuen ITS1-ITS2 rDNA jamur pelawan dan posisi primer yang dirancang
Pengujian Kespesifikan Primer
Primer yang telah dirancang mula-mula diuji kespesifikannya terhadap sesama jamur pelawan yang berbeda kelompok, yaitu kelompok pertama dan kelompok kedua. Ketiga pasang primer kelompok pertama yang dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA JPA-JPE menunjukkan terbentuknya pita yang jelas dan terang pada hasil amplifikasi yang dilakukan terhadap sampel jamur pelawan kelompok pertama yang diwakili oleh DNA tubuh buah jamur pelawan JPA. Sementara itu, primer yang sama tidak dapat mengamplifikasi sampel DNA tubuh buah jamur pelawan JPPK atau jika teramplifikasi menghasilkan pita yang sangat tipis. Berdasarkan gambar hasil visualisasi pada gel agarosa, pasangan primer PelAF1-Pel5.8SR1, Pel5.8SF2-PelAR2, dan PelAF1-PelAR2 berturut-turut menghasilkan pita dengan ukuran ±230 pb, ±320 pb, dan ±650 pb (Gambar 5). Ketiga primer kelompok kedua yang dirancang berdasarkan sekuen ITS rDNA JPPK, JPPM, dan JPPX dapat mengamplifikasi sampel DNA JPPK sebagai kontrol positif jamur pelawan kelompok kedua dan menunjukkan terbentuknya pita amplikon yang jelas dan terang, namun primer tersebut tidak mengamplifikasi sampel DNA JPA atau menghasilkan pita yang sangat tipis. Pasangan primer PelBF1-Pel5.8SR1, Pel5.8SF2-PelBR2, dan PelBF1-PelBR2 berturut-turut menghasilkan pita dengan ukuran ±180 pb, ±260, ±560 pb (Gambar 5).
PelAR2
PelBR2 ITS2
PelAF1
Pel5.8SF2 Pel5.8SR1
PelBF1
11
Gambar 5 Amplifikasi ITS rDNA tubuh buah jamur pelawan dengan suhu penempelan 55 oC
Kespesifikan primer juga diuji terhadap beberapa sampel DNA cendawan yang bukan kelompok jamur pelawan, yaitu Mortierella sp. (Zygomycota),
Penicillium sp. (cendawan bermitospora), Hypoxylon sp. (Ascomycota), Fusarium
sp. (Ascomycota), Glomerella sp. (Ascomycota), Volvariella sp. (Basidiomycota), dan Ganoderma applanatum IPBCC.10.658 (Basidiomycota) yang hasilnya secara berturut-turut ditunjukkan pada Gambar 6, Gambar 7, dan Gambar 8. Cendawan uji tersebut merupakan spesies-spesies cendawan yang mewakili kelompok cendawan sejati. Pada uji ini juga digunakan DNA tubuh buah jamur pelawan JPA sebagai kontrol positif untuk primer spesifik kelompok pertama dan DNA tubuh buah jamur pelawan JPPK sebagai kontrol positif untuk primer
PelAF1-Pel5.8SR1, kolom 3-4: primer
PelBF1-Pel5.8SR1. Kolom 1 dan 3: DNA
Pel5.8SF2-PelAR2, kolom 3-4: primer
Pel5.8SF2-PelBR2. Kolom 1 dan 3: DNA
12
Gambar 7 Amplifikasi ITS1 rDNA cendawan uji dengan dengan primer PelAF1-Pel5.8SR1 dan PelBF1-PelAF1-Pel5.8SR1 pada suhu penempelan 55 oC
(a)
13
Gambar 8 Amplifikasi ITS2 rDNA cendawan uji dengan primer Pel5.8SF2-PelAR2 dan Pel5.8SF2-PelBR2 pada suhu penempelan 55 oC
Pasangan primer PelAF1-PelAR2 hanya dapat mengamplifikasi kontrol positif DNA jamur pelawan JPA dan PelBF1-PelBR2 hanya dapat mengamplifikasi kontrol positif DNA jamur pelawan JPPK (Gambar 5). Sementara itu, pasangan primer PelAF1-Pel5.8SR1 selain mampu mengamplifikasi kontrol positif JPA, juga mampu mengamplifikasi seluruh DNA cendawan uji. PelBF1-Pel5.8SR1 mampu mengamplifikasi kontrol positif JPPK,
Mortierella sp., Fusarium sp., dan Ganoderma applanatum (Gambar 6). Pel5.8SF2-PelAR2 mampu mengamplifikasi DNA kontrol positif JPA,
14
Tabel 5 Pengujian kespesifikan primer yang dirancang terhadap beberapa DNA cendawan uji
(+): terbentuk pita amplikon, (-): tidak terbentuk pita amplikon, (√): primer spesifik untuk DNA tubuh buah jamur pelawan, (×): primer tidak spesifik untuk DNA tubuh buah jamur pelawan
PEMBAHASAN
Kelima DNA genom tubuh buah jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE) dan tiga DNA genom tubuh buah jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM, dan JPPX) yang telah diamplifikasi dengan primer ITS1-ITS4 menghasilkan ukuran amplikon 700-750 pb. Hal ini menunjukkan bahwa analisis DNA yang dilakukan benar karena nilai tersebut ialah ukuran DNA Basidiomycota. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bellemain et al. (2010) bahwa kisaran amplikon anggota Basidiomycota yang diamplifikasi dengan primer ITS1-ITS4 bernilai 500-800 pb dengan rata-rata sekitar 635 pb.
Analisis lebih lanjut terhadap hasil sekuensing menunjukkan bahwa terdapat variasi dalam tubuh buah jamur pelawan. Jamur pelawan kelompok pertama mempunyai ukuran ITS1-ITS2 rDNA sekitar 750 pb sedangkan jamur pelawan kelompok kedua mempunyai ukuran ITS1-ITS2 rDNA sekitar 700 pb. Variasi pada kedua kelompok jamur pelawan tersebut tidak cukup untuk memisahkan keduanya ke dalam spesies yang berbeda, karena perbedaannya hanya sekitar 3,3%. Perbedaan ini juga terlihat pada data hasil analisis pohon filogenetik yang menunjukkan bahwa kedua kelompok jamur pelawan terpisah menjadi dua clade
15 Berdasarkan hasil sekuensing dari lima sampel DNA tubuh buah jamur pelawan kelompok pertama, didapatkan lima sekuen DNA yang sedikit bervariasi dengan panjang 743-745 pasang basa. Hasil sekuensing tersebut terdiri dari seluruh bagian ITS1, 5.8S, dan ITS2 rDNA jamur pelawan. Dari keseluruhan panjang sekuen ITS rDNA tersebut, ditemukan empat basa yang berbeda terdapat pada daerah ITS1 dan ITS2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nilsson et al.
(2008), bahwa dalam satu spesies yang sama, bisa terdapat variasi pada daerah ITS1 dan ITS2, sedangkan daerah 5.8S merupakan daerah yang terkonservasi. Pada Basidiomycota, keragaman intraspesies yang terdapat pada daerah ITS rDNA memiliki rata-rata sebesar 3,33%. Variasi sekuen ITS rDNA pada cendawan dapat terjadi akibat mutasi yang mencakup proses insersi dan delesi sehingga terdapat perbedaan basa nukleotida dan gap ketika disejajarkan (Mount 2001). Hal ini menunjukkan bahwa secara molekuler, kelima DNA tubuh buah yang digunakan merupakan satu spesies yang sama. Oleh karena itu, daerah tersebut digunakan sebagai acuan untuk perancangan primer spesifik kelima tubuh buah jamur pelawan tersebut.
Hasil pensejajaran dan analisis pohon filogenetik kelima sekuen jamur pelawan JPA-JPE dan tiga sekuen jamur pelawan JPPK, JPPM, dan JPPX menunjukkan bahwa kedelapan tubuh buah jamur pelawan terpisah menjadi dua kelompok (Gambar 3) dengan nilai bootstrap 96. Kelompok pertama ialah kelompok tubuh buah jamur pelawan JPA-JPE dan kelompok kedua ialah JPPK, JPPM, dan JPPX. Meskipun keragaman intraspesies sekuen ITS pada Basidiomycota rata-rata sebesar 3,3%, namun bisa terdapat pengecualian, misalnya keragaman intraspesies pada Thanatephorus cucumeris dapat mencapai 15,7% (Nilsson et al. 2008). Oleh sebab itu, belum dapat ditentukan apakah kedua kelompok jamur pelawan tersebut berbeda pada tingkat strain atau spesies. Kelompok pertama, yang terdiri dari JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE merupakan kelompok jamur pelawan yang dipanen pada bulan Juli 2012 dari daerah Namang, Kabupaten Bangka Tengah. Kelompok kedua, yaitu JPPK, JPPM, dan JPPX merupakan kelompok jamur pelawan yang dipanen pada bulan Maret dan Oktober 2011 dari daerah Air Pasir, Kabupaten Bangka Tengah (Tasuruni 2012). Anggota spesies dalam ingroup merupakan kerabat jamur pelawan pada tingkat famili (Boletaceae). Sementara itu, Scleroderma citrinum adalah outgroup yang merupakan cendawan ektomikoriza dari famili Sclerodermataceae. Kedua famili tersebut termasuk ke dalam ordo Boletales (Binder dan Hibbett 2006).
Analisis BLAST menunjukkan bahwa jamur pelawan kelompok pertama berkerabat dekat dengan sekuen Boletaceae tipe OTU LH-41 (GQ268588.1). Sekuen tersebut diperoleh dari DNA ektomikoriza yang diisolasi dari akar pada tanah pasir di Lambir Hills National Park, Pulau Serawak, Malaysia (Peay et al.
16
retisporus merupakan sinonim dari Heimioporus retisporus. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Tasuruni (2012), bahwa jamur pelawan termasuk ke dalam genus Heimioporus.
Perancangan primer spesifik dalam penelitian ini menggunakan sekuen ITS1, 5.8S, dan ITS2 rDNA. Sekuen 5.8S tersebut tetap digunakan walaupun bersifat konservatif antar spesies pada cendawan, karena apabila menggunakan sekuen ITS1 untuk primer reverse (Pel5.8SR1) dan sekuen ITS2 untuk primer
forward (Pel5.8SF2) akan menghasilkan amplikon yang terlalu pendek yang dapat berakibat sulitnya visualisasi DNA pada gel agarosa. Selain itu, pada posisi yang menghasilkan ukuran amplikon yang cukup panjang, presentasi GC pada sekuen ITS1 dan ITS2 tersebut kurang dari 45%.
Keberhasilan proses PCR sangat bergantung dari primer yang digunakan, sehingga dalam merancang primer terdapat beberapa kriteria penting yang harus dipenuhi, antara lain panjang primer, komposisi basa, dan suhu leleh primer. Panjang primer yang ideal berkisar antara 18-30 nukleotida dengan komposisi GC antara 45-60%. Suhu leleh (Tm) primer yang baik berkisar antara 52-58oC dan dianjurkan basa nitrogen pada ujung 3’ adalah G atau C untuk menghindari kesalahan penempelan sehingga tidak terbentuk pita ganda, yaitu terjadinya amplifikasi pada dua situs yang berbeda dari DNA tubuh buah jamur pelawan, sehingga terbentuk dua amplikon (Abd-Elsalam 2003). Oleh sebab itu, untuk mengetahui keberhasilan perancangan primer berdasarkan kriteria tersebut, perlu dilakukan pengujian primer terhadap DNA yang digunakan sebagai acuan perancangan primer itu sendiri dan DNA lain untuk mengetahui kespesifikannya.
Pasangan primer PelAF1-PelAR2 terbukti hanya dapat mengamplifikasi kelompok pertama jamur pelawan yang diwakili oleh DNA JPA sebagai kontrol positif. Begitu pula pasangan primer PelBF1-PelBR2 terbukti hanya dapat mengamplifikasi kontrol positif DNA JPPK sebagai wakil dari jamur pelawan kelompok kedua. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan primer PelAF1-PelAR2 dan PelBF1-PelBR2 dapat digunakan untuk pengembangan deteksi dini secara molekuler masing-masing kelompok jamur pelawan. Kespesifikan kedua pasang primer tersebut juga menunjukkan bahwa pemilihan oligunukleotida primer pada daerah ITS1 dan ITS2 rDNA jamur pelawan sudah tepat karena primer tersebut hanya homolog dengan sekuen DNA jamur pelawan dan tidak bisa menempel pada DNA spesies lain. Selain itu, hasil analisis pengujian kespesifikan primer juga menunjukkan bahwa primer yang dirancang spesifik pada jamur yang berasal dari lokasi pengoleksian yang berbeda yang diduga memiliki strain yang berbeda, karena dapat membedakan jamur pelawan kelompok pertama dan jamur pelawan kelompok kedua.
17 (terjadinya mismatch), sehingga dapat terbentuk pita ganda atau pita amplikon yang kurang spesifik. Apabila suhu penempelan dinaikkan, maka primer yang menempel pada sekuen yang kurang homolog dapat terlepas. Namun, apabila suhu penempelan terlalu tinggi, maka primer yang menempel pada sekuen homolog pun dapat terlepas kembali sehingga tidak terbentuk pita amplikon (White et al. 1990; Ishii dan Fukui 2001).
SIMPULAN
Primer berhasil dirancang dari dua kelompok tubuh buah jamur pelawan. Primer kelompok pertama dirancang berdasarkan DNA tubuh buah jamur pelawan JPA, JPB, JPC, JPD, dan JPE, yang diperoleh dari daerah Namang, Kabupaten Bangka Tengah, sedangkan primer kelompok kedua dirancang berdasarkan DNA tubuh buah jamur pelawan JPPK, JPPM, dan JPPX yang diperoleh dari daerah Air Pasir, dari kabupaten yang sama. Uji kespesifikan primer menunjukkan bahwa pasangan primer PelAF1-PelAR2 cukup spesifik untuk jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE), sedangkan PelBF1-PelBR2 spesifik untuk jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM, dan JPPX). Kedua pasang primer tersebut dapat digunakan untuk pengembangan deteksi dini masing-masing kelompok jamur pelawan. Sementara itu, PelAF1-Pel5.8SR1, PelBF1- Pel5.8SR1, Pel5.8SR2-PelAR2, dan Pel5.8SR2-PelBR2 belum spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Abd-Elsalam KA. 2003. Bioinformatic tools and guideline for PCR primer design.
Afr J Biotechnol. [Internet]. [diunduh 2013 Feb 22]; 2(5):91-95. Tersedia pada: http://www.academicjournals.org/AJB.
Bellemain E, Carlsen T, Brochmann C, Coissac E, Taberlet P, Kauserud H. 2010. ITS as an environmental DNA barcode for fungi: an in silico approach reveals potential PCR biases. BMC Microbiol. 10:189.
Binder M, Hibbett DS. 2006. Molecular systematics and biological diversivication of Boletales. Mycologia 98(6):971-981.
Corner EJH. 1972. Boletus in Malaysia. Singapore: The Government Printer. Drehmel D, James T, Vilgalys R. 2008. Molecular phylogeny and biodiversity of
the boletes. Fungi 1(4):17-23.
Halling RE, Fechner NA. 2011. Heimioporus (Boletineae) in Australia.
18
Hidayanti AR. 2010. Analisis simbiosis ektomikoriza pohon pelawan (Tristaniopsis merguensis) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hillis DM, Dixon MT. 1991. Ribosomal DNA: Molecular evolution and
phylogenetic inference. Quart Rev Biol. 66(4):411-453.doi:10.1086/417338. Ishii K, Fukui M. 2001. Optimization of annealing temperature to reduce bias
caused by a primer mismatch in multitemplate PCR. Appl Env Microbiol.
67(8):3753-3755.doi: 10.1128/AEM.67.8.3753-3755.2001.
Mount DW. 2001. Bioinformatics: Sequence and Genome Analysis. New York (US): Cold Spring Harbor Lab Pr.
Nara K, Nakaya H, Hogetsu T. 2003. Ectomycorrhizal sporocarp succession and production during early primary succession on Mount Fuji. New Phytol.
158:193-206.doi:10.1046/j.1469-8137.2003.00724.x.
Nilsson RH, Kristiansson E, Ryberg M, Hallenberg N, Larsson KH. 2008. Intraspecific ITS variability in the Kingdom Fungi as expressed in the international sequence databases and its implications for molecular species identification. Evol Bioinfo. 4:193-201.doi:10.4137/EBO.S653.
Peay KG, Kennedy PG, Davies SJ, Tan S, Bruns TD. 2010. Potential link between plant and fungal distributions in a dipterocarp rain forest: community and phylogenetic structure of tropical ectomycorrhizal fungi across a plant and soil ecotone. New phytol. 185:529-542.doi:10.1111/j.1469-8137.2009.03075.x. Rich R. 2011. Kajian terhadap jamur pangan pelawan (Boletus sp.) khas Indonesia
sebagai sumber potensial pangan fungsional [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Ed ke-2. New York (US): Cold Spring Harbor Lab Pr.
Schoch CL, Seifert KA, Huhndorf S, Robert V, Spouge JL, Levesque A, Chen W, Fungal Barcoding Consortium. 2012. Nuclear ribosomal Internal Transcribed Spacer (ITS) region as a universal DNA barcode marker for Fungi. PNAS :1-6.doi: 10.1073/pnas.1117018109.
Smith SE, Read DJ. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Ed ke-3. New York (US): Academic Pr.
Tamura K, Peterson D, Peterson N, Stecher G, Nei M, Kumar S. 2011. MEGA 5: Molecular evolutionary genetics analysis using Maximum Likelihood, Evolutionary Distance, and Maximum Parsimony methods. Mol Biol Evol.
28(10):2731-2739.doi: 10.1093/molbev/msr121.
Tasuruni D. 2012. Analisis morfologi dan sekuens ITS rDNA jamur edibel ektomikoriza pelawan dan struktur ektomikorizanya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Thompson JD, Higgins DG, Gibson TJ. 1994. CLUSTAL W: improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, position-specific gap penalties and weight matrix choice. Nucleic Acids Research 22(22):4673-4680.
19 Yuan Z, Zhang C, Lin F, Kubicek CP. 2010. Identity, diversity, and molecular phylogeny of the endophytic mycobiota in the roots of rare wild race (Oryza granulate) from a nture reserve in Yunnan, China. Appl Environ Microbiol.
20
Lampiran 1 Tubuh buah jamur pelawan yang dikoleksi bulan Juli 2012 dari daerah Namang, Kabupaten Bangka Tengah
Lampiran 2 Tubuh buah jamur pelawan yang dikoleksi bulan Maret dan Oktober 2011 dari daerah Air Pasir, Kabupaten Bangka Tengah
JPPK
JPPM
(Tasuruni 2012)JPA
JPB
JPC
21
Lampiran 3 Pensejajaran sekuen ITS rDNA jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE) dengan jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM dan JPPX) dan posisi primer spesifik
JPA AAGGATCATTATCGAACACATAAGAAAAGGGGGAAGATCG-GAGGAGTGGGGTGATGCTTGGGACTTGAGACTGTTGCTG---GC 81
JPB AAGGATCATTATCGAACACATAAGAAAAGGGGGAAGATCG-GAGGAGTGGGGTGATGCTTGGGACTTGAGACTGTTGCTG---GC 81
JPC AAGGATCATTATCGAACACATAAGAAAAGGGGGAAGATCG-GAGGAGTGGGGTGATGCTTGGGACTTGAGACTGTTGCTG---GC 81
JPD AAGGATCATTATCGAACACATAAGAAAAGGGGGAAGATCG-GAGGAGTGGGGTGATGCTTGGGACTTGAGACTGTTGCTG---GC 81
JPE AAGGATCATTATCGAACACATAAGAAAAGGGGGAAGATCGCGAGGAGTGGGGTGATGCTTGGGACTTGAGACTGTTGCTG---GC 82
JPPK AAGGATCATTATCGACCA-GTTAGAAAAGGGGGAAGATGGGAGGAAGGGGGAGGATGCCTCAGGACTGTTGCTGGCGGAGCGGATTCCGC 89
JPPM ---
JPPX ---A-GTTAGAAG-GGGGGAAGACGG-AGGGAGCGGGATGATGCCTCAGGACTGTTGCTGGCGGAGCGGATTC-GC 69
JPA GGACGCATGTGCACGTCC-TGTCCTATCATTCC-CTTTTCTTGTCAACC-TTTTTTTCGATTTCAATTCACACCTGTGCACTCATC-GTA 167
JPB GGACGCATGTGCACGTCC-TGTCCTATCATTCC-CTTTTCTTGTCAACC-TTTTTTTCGATTTCAATTCACACCTGTGCACTCATC-GTA 167
JPC GGACGCATGTGCACGTCC-TGTCCTATCATTCC-CTTTTCTTGTCAACC-TTTTTTTCGATTTCAATTCACACCTGTGCACTCATC-GTA 167
JPD GGACGCATGTGCACGTCC-TGTCCTATCATTCC-CTTTTCTTGTCAACC-TTTTTTTCGATTTCAATTCACACCTGTGCACTCATC-GTA 167
JPE GGACGCATGTGCACGTCC-TGTCCTATCATTCC-CTTTTCTTGTCAACC-TTTTTTTCGATTTCAATTCACACCTGTGCACTCATC-GTA 168
JPPK ATCCGCATCCGCATGTGCACGTCCTATCATTCTACTTCGTCTGTCAACAACCCTTTTCGATTTCAACTCACACCTGTGCACCCATCCGTA 179
JPPM ---CTATCATTCTACTTCGTCTGTCAACAACCCTTTTCGATTTCAACTCACACCTGTGCACCCATCCGTA 67
JPPX ATCCGCATCCGCATGTGCACGTCCTATCATTCTACTTCGTCTGTCAACAACCCTTTTCGATTTCAACTCACACCTGTGCACCCATCCGTA 159
********* *** ******* ************* ************** **** ***
JPA GGTCTTCGC----AAGGAGATCTATGTCTTTT-TCATAACACTCCTTTGTATGGCCAAAGAATCTATCGAA-ATAATAT--ATTACAACT 249
JPB GGTCTTCGC----AAGGAGATCTATGTCTTTT-TCATAACACTCCTTTGTATGGCCAAAGAATCTATCGAA-ATAATAT--ATTACAACT 249
JPC GGTCTTCGC----AAGGAGATCTATGTCTTTT-TCATAACACTCCTTTGTATGGCCAAAGAATCTATCGAA-ATAATAT--ATTACAACT 249
JPD GGTCTTCGC----AAGGAGATCTATGTCTTTT-TCATAACACTCCTTTGTATGGCCAAAGAATCTATCGAA-ATAATAT--ATTACAACT 249
JPE GGTCTTCGC----AAGGAGATCTATGTCTTTT-TCATAACACTCCTTTGTATGGCCAAAGAATCTATCGAA-ATAATAT--ATTACAACT 250
JPPK GGTCTTCTTCG-AAAGAAGACCTATGTCTTTTATAACGCTACTACTTCGCATGGCCATGGAATGTATCGATCATAATATCTATTACAACT 268
JPPM GGTCTTCTTCGGAAAGAAGACCTATGTCTTTTATAACGCTACTACTTCGCATGGCCATGGAATGTATCGATCATAATATCTATTACAACT 157
JPPX GGTCTTCTTCG-AAAGAAGACCTATGTCTTTTATAACGCTACTACTTCGCATGGCCATGGAATGTATCGATCATAATATCTATTACAACT 248
******* *** *** *********** * * *** *** * ******* **** ****** ******* *********
PelBF1
PelAF1
22
Lampiran 3 (lanjutan)
JPA TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 339
JPB TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 339
JPC TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 339
JPD TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 339
JPE TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 340
JPPK TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 358
JPPM TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 227
JPPX TTCAGCAACGGATCTCTTGGTTCTCGCATCGATGAAGAACGCAGCGAATTGCGATAAGTAATGTGAATTGCAGATTTCCAGTGAATCATC 338
******************************************************************************************
JPA GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCAT---GTCTTCATCG 426
JPB GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCAT---GTCTTCATCG 426
JPC GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCAT---GTCTTCATCG 426
JPD GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCAT---GTCTTCATCG 426
JPE GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCAT---GTCTTCATCG 427
JPPK GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCATCATGTCTCGATCG 448 JPPM GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCATCATGTCTCGATCG 337
JPPX GAATCTTTGAACGCACCTTGCGCTCCTTGGTATTCCGAGGAGCATGCCTGTTTGAGTGTCATTAAATTCTCAACCATCATGTCTCGATCG 428 ***************************************************************************** **** ****
JPA AT---ATGGCTTGGATTTGGGACTTGCTGGCGACGAAACTCGTCGGCTCTCCTTAAATGCATTAGCAAAAGGGTTCGGACGTG 506
JPB AT---ATGGCTTGGATTTGGGACTTGCTGGCGACGAAACTCGTCGGCTCTCCTTAAATGCATTAGCAAAAGGGTTCGGACGTG 506
JPC AT---ATGGCTTGGATTTGGGACTTGCTGGCGACGAAACTCGTCGGCTCTCCTTAAATGCATTAGCAAAAGGGTTCGGACGTG 506
JPD AT---ATGGCTTGGATTTGGGACTTGCTGGCGACGAAACTCGTCGGCTCTCCTTAAATGCATTAGCAAAAGGGTTCGGACGTG 506
JPE AT---ATGGCTTGGATTTGGGACTTGCTGGCGACGAAACTCGTCGGCTCTCCTTAAATGCATTAGCAAAAGGGTTCGGACGTG 507
JPPK ATTTCGAGCAGCATGGCTTGGACTTGGGAGTTGCTGGCGACGAACGTCGTCGGCTCTCCTTAAATGCATCAGCAAA-GGGTTCTGCGAAG 537
JPPM ATTTCGAGCAGCATGGCTTGGACTTGGGAGTTGCTGGCGACGAACGTCGTCGGCTCTCCTTAAATGCATCAGCAAA-GGGTTCTGCGAAG 426
JPPX ATTTCGAGCAGCATGGCTTGGACTTGGGAATTGCTGGCGACCAACGTCCTCCGCTCTCCTTAAATGCATCAGCAAA-AGGTTCTGCCAAA 517
** ***************** *********** ** ***** ***************** ****** ***** *
Pel5.8SR1 Pel5.8SF2
23 Lampiran 3 (lanjutan)
JPA CACGGCCTTTGACGTGATAATGATCGTCATCGCTGGAGCGTCCTCAATGCTCTTTGCTTTCCAATTCAGACCATCACTTCCAAGCTTATC 596
JPB CACGGCCTTTGACGTGATAATGATCGTCATCGCTGGAGCGTCCTCAATGCTCTTTGCTTTCCAATTCAGACCATCACTTCCAAGCTTATC 596
JPC CACGGCCTTTGACGTGATAATGATCGTCATCGCTGGAGCGTCCTCAATGCTCTTTGCTTTCCAATTCAGACCATCACTTCCAAGCTTATC 596
JPD CACGGCCTTTGACGTGATAATGATCGTCATCGCTGGAGCGTCCTCAATGCTCTTTGCTTTCCAATTCAGACCATCACTTCCAAGCTTATC 596
JPD CACGGCCTTTGACGTGATAATGATCGTCATCGCTGGAGCGTCCTCAATGCTCTTTGCTTTCCAATTCAGACCATCACTTCCAAGCTTATC 597
JPPK CA---ATCCAGACGTG---CACGGCCAAA---CGTTGACGTGATAAT---GATCGTCATCAGCGGCTGGAGC 597
JPPM CA---ATCCAGACGTG---CACGGCCAAA---CGTTGACGTGATAAT---GATCGTCATCAGCGGCTGGAGC 486
JPPX CA---ATCCAGAAGTG---CACGGCCAAA---CGTTGACCTGATAAT---GATCGTCATCAGCGGCTGGAGC 577
** ** *** ** ** * ** * * *** ** * *** * * *
JPA GCTCCCTTTCGGTTTTGGGCTAGTTATTAGTCAATGAAAACGTTGGCGAAAGCAGCACAAAGCACAACGTGGG-AAAAGCAGCTAGGAAT 685
JPB GCTCCCTTTCGGTTTTGGGCTAGTTATTAGTCAATGAAAACGTTGGCGAAAGCAGCACAAAGCACAACGAGGG-AAAAGCAGCTAGGAAT 685
JPC GCTCCCTTTCGGTTTTGGGCTAGTTATTAGTCAATGAAAACGTTGGCGAAAGCAGCACAAAGCACAACGTGGGGAAAAGCAGCTAGGAAT 686
JPD GCTCCCTTTCGGTTTTGGGCTAGTTATTAGTCAATGAAAACGTTGGCGAAAGCAGCACAAAGCACAACGTGGG-AAAAGCAGCTAGGAAT 685
JPE GCTCCCTTTCGGTTTTGGGCTAGTTATTAGTCAATGAAAACGTTGGCGAAAGCAGCACAAAGCACAACGAGGG-AAAAGCAGCTAGGAAT 686
JPPK G---TCGAGGGTTT---AAAACTTTGGTAGAA---ACAAAGCTC--CTTTGC---TTCCAATTCAGATT 652
JPPM G---TCGAGGGTTT---AAAACTTTGGTAGAA---ACAAAGCTC--CTTTGC---TTCCAATTCAGATT 541 JPPX G---TCCAGGGTTT---AAAACTTTGGTAGAA---ACCAAACTC--CTTTGC---TTCCAATTCAAAAT 632
* * ** *** ***** **** ** ** ** * * * * ** * * *
JPA CGGTGTTCATCTTTTGAAACTTGACCTCAAATCAGGTAGGACTACCCGC-TGAACTTAA 743
JPB CGGTGTTCATCTTTTGAAACTTGACCTCAAATCAGGTAGGACTACCCGC-TGAACTTAA 743
JPC CGGTGTTCATCTTTTGAAACTTGACCTCAAATCAGGTAGGACTACCCGCCTGAACTTAA 745
JPD CGGTGTTCATCTTTTGAAACTTGACCTCAAATCAGGTAGGACTACCCGC-TGAACTTAA 743
JPE CGGTGTTCATCTTTTGAAACTTGACCTCAAATCAGGTAGGACTACCCGC-TGAACTTAA 744
JPPK CAGA--ACATCT--CGAGACTTGACCTCCAATCAGGTAGGACTACCCCC-TGAACTTAA 706
JPPM CAGA--ACATCT--CGAGACTTGACCTCAAATCAGGGAAGACTACCGGC-TGAACTTAA 595
JPPX CAGA--TCATCT--CCAGACTTGACCTCCAATCAAGGAAGACTACCCGC-TGAACTTAA 686
* ***** * ********** ***** * * ******* * ******
PelBR2 PelAR2
24
Lampiran 4 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan kelompok pertama (JPA-JPE) dengan sekuen ITS1 dan ITS2 rDNA anggota Boletaceae lain
Nama spesies Hasil pensejajaran dengan primer
PelAF1 (JPA-JPE) PelAR2 (JPA-JPE)
Jamur Pelawan (JPA) TGATGCTTGGGACTTG--AGAC GCTAGGAATCGGTGTTCATC
DQ822793_Xerocomus_chrysenteron GG---AGAC ---TCCCTCGTCTTC--- AY750158_Boletus_zelleri G---AGAC --- EF411096_Boletus_zelleri G---AGAC A---GTCCCTCGTCTTC---
EU597021_Boletus_sp. G---AGAC ---
GQ398253_Xerocomus_sp. ---C AAGGGTCTCTCGTCTTC--- AB289669_Tylopilus_castaneiceps AAATGACTGTCGCTGGCTAGGC ---CCGTCTTC--- FR852283_Xerocomus_sp. ---AGAC ---TT---- FJ236031_Xerocomus_badius ---AGAC ---TT---- DQ534564_Boletus_pallidus ---AGAC ---TTT--- DQ867114_Bothia_castanella GAA---GG-T --- EU819449_Tylopilus_felleus AAA---AGAC --- DQ131623_Boletus_edulis CAA---GG-C ---CCA---
JF728994_Boletus_sp. CAA---GG-C ---CCA---
JN020989_Boletus_reticulatus AAG---GGGT ---CT----
FR731937_Boletaceae GGA---TGAC ---TT----
JF723274_Xerocomus_sp. GAA---GACT ---TCA---
HM146797_Boletus_sp. GAG---G-AC ---GTT---
HM105532_Boletus_sp. GAG---GGAC ---
AJ419188_Boletus_erythropus GAG---G-AC ---GTT--- DQ200917_Aureoboletus_thibetanus --- A---TCCCTTTC--- DQ066367_Xerocomus_subtomentosus ---AGAC ---TTT--- AY456372_Tylopilus_sp. ---T ---
25 Lampiran 5 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan kelompok kedua (JPPK, JPPM, dan JPPX) dengan sekuen ITS1 dan ITS2
rDNA anggota Boletaceae lain
Nama spesies Hasil pensejajaran dengan primer
PelBF1 (JPPK-JPPM-JPPX) PelBR2 (JPPK-JPPM-JPPX)
Jamur Pelawan (JPPK) CTTCGTCTGTCAACAACCCT CTCGAG--ACT-TGAC--CTCCAAT
DQ822793_Xerocomus_chrysenteron --TTCCTTTTCGTCGACCTT CTCGTCTTCCT-TGACAACTTGACC AY750158_Boletus_zelleri --TTCCATTTCGTCGACCTT --- EF411096_Boletus_zelleri --TTCCTTTTCGTCGACCTT CTCGTCTTCCT-TGACGACTTGACC
EU597021_Boletus_sp. --TTCCATTTCGTCGACCTT ---
GQ398253_Xerocomus_sp. --TGCA----CGTCGACCTT CTCGTCTTCCC-TGACGACYTGACC AB289669_Tylopilus_castaneiceps TGGCTTCTTTCGTCGATCTC TTCGAA--ACT-TGAC--CTCAAAT
FR852283_Xerocomus_sp. -ACCTTTTCT--- CTAGTA--ACTGCGAG----TGAAG
FJ236031_Xerocomus_badius -ACCTTTTCT--- --- DQ534564_Boletus_pallidus -CTACCTTGGCC---CTT TTCCGAACTCT-TGAC--CTCAAAT DQ867114_Bothia_castanella -TGGATTTCTTGTTGACCTT ---GAA--ACT-TGAC--CTCAAAT EU819449_Tylopilus_felleus TTGCTTTTTTCGTCGACCTT TTTGAAC-GCT--GAC--CTCAAAT DQ131623_Boletus_edulis CTTTCTCTTTCGTGGAACCT TTTGAAC-TCT-TGAC--CTCAAAT
JF728994_Boletus_sp. CTTTCTCTTTCGTGGAACCT TTTGAAC-TCT-TGAC--CTCAAAT
JN020989_Boletus_reticulatus -CCTTATTT--- CTAG-G--TTTGAAAC--TTTGAAG
FR731937_Boletaceae -CCCTTTTATCATGA--- CTAGTA--ACTGCGAG----TGAAG
JF723274_Xerocomus_sp. CTTGCCTTTTCGTCTACCCT AT-GAAT-GCT-TGAC--CTCAAAT
HM146797_Boletus_sp. CTTTGCTTGTCGTCGACCTT CTAGAGTCGCT-CAGC--TACTAGT
HM105532_Boletus_sp. CTTTGCTTATCGTCGACCTT CTAGAGTCGCT-TAGC--TACTAGT
AJ419188_Boletus_erythropus CTTTGCTTGTCGTCGACCTT CTAGAGTCGCT-CAGC--TACTAGT DQ200917_Aureoboletus_thibetanus --TCCCTTGGGTCGATCCTT TCCCTTTCCCT-TCAATATTTAAGA DQ066367_Xerocomus_subtomentosus GACCGCATGTGCACGTCCCC ---TTTATT-TGACTGGCGAACA
AY456372_Tylopilus_sp. -CTTCCTCGTCCA---CCTT ----GATGTCA-TCAT--ATGGGGA
26
Lampiran 6 Perbandingan primer spesifik jamur pelawan sekuen 5.8S rDNA dengan sekuen 5.8S rDNA anggota Boletaceae lain
Nama spesies Hasil pensejajaran dengan primer
Pel5.8SR1 Pel5.8SF2
Jamur Pelawan GATCTCTTGGTTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
DQ822793_Xerocomus_chrysenteron GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA AY750158_Boletus_zelleri GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGAGTCA EF411096_Boletus_zelleri GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
EU597021_Boletus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
GQ398253_Xerocomus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA AB289669_Tylopilus_castaneiceps GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
FR852283_Xerocomus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
FJ236031_Xerocomus_badius GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA DQ534564_Boletus_pallidus GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA DQ867114_Bothia_castanella GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA EU819449_Tylopilus_felleus GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA DQ131623_Boletus_edulis GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
JF728994_Boletus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
JN020989_Boletus_reticulatus GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
FR731937_Boletaceae GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
JF723274_Xerocomus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
HM146797_Boletus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
HM105532_Boletus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
AJ419188_Boletus_erythropus GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA DQ200917_Aureoboletus_thibetanus GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA DQ066367_Xerocomus_subtomentosus GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
AY456372_Tylopilus_sp. GATCTCTTGGCTCTCGCATC GCATGCCTGTTTGAGTGTCA
27
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 25 September 1990 dari Ayah Rosyad Salimi dan ibu Zakiyah Maesyaroh. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Cimahi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).