• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Developing of Dual Tires Detection Model of Two Axles Truck by Using 2D-PCA Feature Extraction and SVM as Classifiers

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Developing of Dual Tires Detection Model of Two Axles Truck by Using 2D-PCA Feature Extraction and SVM as Classifiers"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN MODEL PENDETEKSIAN BAN GANDA (DUAL

TIRE) PADA KENDARAAN TRUK BERGANDAR DUA MENGGUNAKAN

PENGEKSTRAKSI CIRI 2D-PCA DAN SVM SEBAGAI PENGKLASIFIKASI

BAMBANG WAHYUDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Model Pendeteksian Ban Ganda (Dual Tire) Pada Kendaraan Truk Berganda Dua Menggunakan Pengekstraksi Ciri 2D-PCA dan SVM Sebagai Pengklasifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2012

Bambang Wahyudi

(3)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(4)

PENGEMBANGAN MODEL PENDETEKSIAN BAN GANDA (DUAL

TIRE) PADA KENDARAAN TRUK BERGANDAR DUA MENGGUNAKAN

PENGEKSTRAKSI CIRI 2D-PCA DAN SVM SEBAGAI PENGKLASIFIKASI

BAMBANG WAHYUDI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Komputer pada

Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)
(6)

Judul Tesis : Pengembangan Model Pendeteksian Ban Ganda (Dual Tire) Pada Kendaraan Truk Bergandar Dua

Menggunakan Pengekstraksi Ciri 2D-PCA dan SVM Sebagai Pengklasifikasi

Nama Mahasiswa : Bambang Wahyudi

Nomor Pokok : G651090354

Program Studi : Ilmu Komputer

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom Mushthofa, S.Kom, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Komputer

(7)

ABSTRACT

BAMBANG WAHYUDI. The Developing of Dual Tires Detection Model of Two Axles Truck by Using 2D-PCA Feature Extraction and SVM as Classifiers. Under direction of AGUS BUONO and MUSHTHOFA.

Two axles truck is devided into two types i.e truck that uses single tire and dual tires at its back wheels. The use of dual tires at a truck will influnce its classification, so that it is needed a system to detect the use of dual tires. In this study, we develop a model to detect the occurance of dual tires at a two axels truck by using two steps 2D-PCA technique as the feature extraction and SVM as the classifier. In the feature extraction steps by using 2D-PCA, we use the values of precentage 95 %, 90%, and 85 %. While SVM use linear kernel, quadratic, cubic and RBF (sigma = 1, 5, 8, 10, 20, 30). By using the scenario, we obtain 81 models. We performed two phases of testing. The first testing phase measures the accuracy of the detection process without sliding windows. The second testing phase use sliding windows to detect the occurance of dual tires in an image. For the first phase testing, we use a database that consists of 552 dual tires images and 1284 non dual tire images with 150 x 150 pixels, and for the second phase testing, we used 30 images with 640 x 480 pixels. Based on the first phase testing, we obtained 10 best models to be used for second phase testing. The two stage 2D-PCA method successfully reduced the data from 22500 dimensions of image vector to 36. The two phases testing conducted showed that the best kernels for detecting dual tires using SVM is the quadratic and the RBF kernel with the best accuracy of 93.3%.

(8)

RINGKASAN

BAMBANG .WAHYUDI. Pengembangan Model Pendeteksian Ban Ganda

(dual tire) Pada Kendaraan Truk Bergandar Dna Menggunakan

Pengekstraksi .Ciri Rdセpca@ dan SVM Sebagai Pengklasifikasi. Dibimbing oleh AGUS BUONO and MUSHTHOFA.

Saat ini jalan tol menjadi suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan la1u Hntas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain. Untuk menikmati layanan jalan tol, para pengguna hams membayar sesuai tarif yang berlaku yang didasarkan pada golongan kendaraan. Proses penggolongan kendaraan ini dilakukan oleh petugas di gerbang tol dengan mengandalkan peng1ihatan. Beberapa hal yang harus diputuskan saat melakukan penggolongan adalah jenis kendaraan bis atau bukan, jumlah gandar dan penggunaan ban ganda pada kendaraan truk. Pekerjaan itu hams dilakukan dalam waktu yang cepat serta dari sudut pandang yang sempit sebingga sangat menyulitkan terutama penentuan jumlah gandar serta penggunaan ban ganda (dual tire). Dengan kondisi ini salah penentuan tarif menjadi sangat potensial teIjadi. Untuk mengatasi hal ini diperlukan sebuah sistem otomatis yang dapat membantu petugas gerbang tol dalam menentukan tarifberdasarkan golongan kendaraan yang telah ditentukan.

Penggunaan teknik-teknik computer vision dan pengenalan pola yang berkembang pesat saat ini memberikan salah satu altematif yang sangat potensial untuk membangun sistem deteksi kendaraan di jalan raya tennasuk jalan tol berbasis vision. Sistem berbasis vision ini memiliki kemudahan dalam instalasi serta pemeliharaan yang tidak mmit.

Selama ini penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan parameter-parameter laiu lintas seperti volume kendaraan, tipe kendaraan, parameter antrian yang bebasis computer vision sudah banyak dilakukan. Tetapi dalam penelitian-penelitian tersebut belum diteliti teknik untuk mendeteksi penggunaan roda ganda (dual tire) oleh sebuah kendaraan beIjenis truk. Sementara klasiflkasi kendaraan di jalan tol saat ini menggunakan parameter penggunaan ban ganda (dual tire) pada truk bergandar dua sebagai pembeda kelas tarif

Penelitian ini bertujuan membangun model sistem deteksi penggunaan ban ganda (dual tire) pada citra kendaraan beIjenis truk bergandar dua menggunakan metode 2D-PCA dua tahap sebagai pengekstraksi eiri dan SVM sebagai pengklasifIkasi. Model sistem deteksi penggunaan ban gancla pada truk yang diperoleh dapat digabungkan dengan sistem deteksi berbasis vision lain sehingga data laiu lintas yang clapat diperoleh menjadi lebih lengkap. Bagi operator jalan tol, model yang dibangun dapat dikembangkan menjadi sebuah sistem pendeteksi penggunaan ban ganda pada truk untuk meningkatkan akurasi klasifikasi kendaraan.

Untuk kepentingan pelatihan dan pengujian model diambial 165 citra truk yang menggunakan ban ganda dan 315 citra non ban ganda. Citra-citra tersebut ,

(9)

diambil 15 citra truk: yang menggunakan ban ganda serta 15 citra non ban ganda untuk keperluan pengujian model tahap kedua. Selanjutnya 150 citra truk yang menggunakan ban ganda dan 300 citra non ban ganda yang tersisa dipakai untuk pembuatan basis data untuk pelatihan model dan pengujian tahap pertama.

Basis data yang digunakan untuk pelatihan dan pengujian model tahap pertama terdiri dati 552 citra ban ganda (positif) dan 1284 citra non ban ganda (negati:t) berukuran 150x150 pixel. Citra-citra ban ganda (positif) diperoleh dari pemotongan citra truk: yang menggunakan ban ganda hasil pengambilan data. Pemotongan dilakukan di sekitar ban ganda dengan ukuran 15Ox150 pixel. Kelompok citra negatif yang terdiri dari 1284 citra bukan ban ganda berukuran 150 x 150 pixel merupakan potongan dati 300 buah citra yang tidak mengandung ban ganda balk kendaraan truk maupun non truk.. Seianjutnya duapertiga bagian citra digunakan untuk proses pelatihan dan sepertiga sisanya digunakan untuk pengujian model tahap 1.

,

Pada tahap pelatihan model, sebelum data citra digunakan untuk melatih

j

pengklasifikasi SVM, terlebih dahulu data diproses menggunakan metode 2D-PCA. Langkah ini dimaksudkan untuk mereduksi dimensi dan mengambil komponen ciri dari data. Pengambilan ciri dengan 2D-PCA dilakukan dalam dua tahap. Data latih tereduksi yang diperoleh dari proses ekstraksi ciri ini kemudian

J

divektorkan dan digunakan untuk melatih pengklasifikasi SVM dengan

,I

menggunakan kemellinear, polinamial dan RBF.

セ@

セi@ Pada pengujian tahap pertama, setiap citra uji diekstraksi menggunakan matriks transformasi 2D-PCA dua tahap yang diperoleh dari proses pelatihan. Fitur yang diperoleh kemudian divektorkan dan diklasifikasi menggunakan model SVM yang diperoleh dari proses pelatihan, apakah termasuk kelas citra ban ganda ataukah bukan. Akurasi masing-masing model kemudian dihitung berdasarkan jumlah citra yang terklasiftkasi dengan baik.

Berdasarkan akurasi masing-masing model yang diperoleh dari pengujian tahap satu, kemudian diambil beberapa model yang memiliki tingkat akurasi paling baik. Model-model terbaik yang diperoleh selanjutnya diuji pada uji tahap kedua untuk mendeteksi keberadaan ban ganda pada citra-citra truk: menggunakan teknik sliding window.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metoda 2D-PCA dua tahap berhasil mereduksi data citra sampai 99.8%, dati vektor citra yang berdimensi 22500 menjadi berdimensi 36. Pengujian dua tahap yang dilakukan memperlihatkan bahwa kernel terbaik untuk pengklasifikasian citra ban ganda dan bukan ban ganda menggunakan SVM adalah kernel kuadratik dan RBF. Akurasi terbaik yang dicapai oleh model-model yang dikembangkan mencapai 93.3%.

I

'"

":

Kata kunci : klasifikasi truk, deteksi ban ganda, RdMセcaL@ SVM
(10)

P

RAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat

rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

tesis di Program Studi Magister Ilmu Komputer Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor ini. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan

pada bulan Desember 2011 sampai dengan Agustus 2012 ini adalah

pengembangan model pendeteksian ban ganda pada kendaraan truk bergandar dua

menggunakan pengekstraksi ciri 2D-PCA dan SVM sebagai pengklasifikasi.

Trima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada Bapak

Dr. Ir. Agus Buono, M.Si, M.Kom dan Bapak Mushthofa, S.Kom, M.Sc. sebagai

komisi pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan bimbingan dalam

pelaksanaan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada

Bapak Boyke Nurhidayat, S.Kom., M.Kom. selaku penguji pada sidang tesis.

Bagi istri dan putri-putri tersayang serta orang tua tercinta penulis menghaturkan

terima kasih atas semua dorongan moril dan pengorbana yang telah diberikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan pada semua pihak yang telah mendukung

dan membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga penelitian yang telah dilakukan bermanfaat bagi kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi di masa mendatang.

Bogor, September 2012

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 08 Mei 1971 dari ayah

bernama E. Sudrajat dan ibu bernama Zuchriyah. Penulis adalah putra ke tiga dari

enam bersaudara. Menikah dengan Dewi Asri dan dikaruniai satu orang putra

(alm) dan dua orang putri.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuningan, dan tahun 1991

melanjutkan pendidikan di jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta melalui jalur UMPTN. Pendidikan S1 diselesaikan pada

tahun 1998.

Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai dosen di program

studi Manajemen Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Kuningan.

Pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi guru PNS untuk mata pelajaran

Teknologi Informasi dan Komunikasi di Deparetem Agama dan ditempatkan di

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 08 Mei 1971 dari ayah

bernama E. Sudrajat dan ibu bernama Zuchriyah. Penulis adalah putra ke tiga dari

enam bersaudara. Menikah dengan Dewi Asri dan dikaruniai satu orang putra

(alm) dan dua orang putri.

Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuningan, dan tahun 1991

melanjutkan pendidikan di jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta melalui jalur UMPTN. Pendidikan S1 diselesaikan pada

tahun 1998.

Sejak tahun 2003 sampai sekarang penulis tercatat sebagai dosen di program

studi Manajemen Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Kuningan.

Pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi guru PNS untuk mata pelajaran

Teknologi Informasi dan Komunikasi di Deparetem Agama dan ditempatkan di

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini jalan tol menjadi suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan

lalu lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat lain.

Untuk menikmati layanan jalan tol, para pengguna harus membayar sesuai tarif

yang berlaku yang didasarkan pada golongan kendaraan. Penggolongan kendaraan

di jalan tol yang digunakan berdasarkan Keputusan Presiden nomor 36 tahun 2003

adalah sebagai berikut :

• Golongan 1 – aturan 1 : banyaknya gandar 2, dan tidak dual tires/roda ganda (mobil) .

• Golongan 1 – aturan 2 : banyaknya gandar 2, dual tires/roda ganda , dan kendaraan adalah bis.

• Golongan 2: banyaknya gandar 2, dual tires/roda ganda , bukan bis.

• Golongan 3: banyaknya gandar 3.

• Golongan 4: banyaknya gandar 4.

• Golongan 5: banyaknya gandar 5.

Proses penggolongan kendaraan ini dilakukan oleh petugas di gerbang tol

dengan mengandalkan penglihatan. Beberapa hal yang harus diputuskan saat

melakukan penggolongan adalah jenis kendaraan bis atau bukan, jumlah gandar

dan penggunaan ban ganda pada kendaraan truk bergandar dua. Pekerjaan itu

harus dilakukan dalam waktu yang cepat serta dari sudut pandang yang sempit

sehingga sangat menyulitkan terutama penentuan jumlah gandar serta penggunaan

ban ganda (dual tire) pada kendaraan berjenis truk bergandar dua, karena khusus untuk kendaraan berjenis truk dengan dua gandar, penggunaan ban ganda pada

roda belakang menjdi pembeda kelas. Truk dua gandar dengan empat roda (single tires) dimasukkan ke dalam golongan satu sedangkan truk dua gandar denga enam roda (dual tires) digolongkan ke dalam golongan dua. Tetapi untuk kendaraan berjenis bis penggunaan ban ganda (dual tires) tidak menjadi pembeda kelas karena semua kendaraa bis bergandar dua dimasukkan ke dalam golongan satu.

(14)

Untuk mengatasi hal ini diperlukan sebuah sistem otomatis yang dapat membantu

petugas gerbang tol dalam menentukan tarif berdasarkan golongan kendaraan

yang telah ditentukan.

Penggunaan teknik-teknik computer vision dan pengenalan pola yang berkembang pesat saat ini memberikan salah satu alternatif yang sangat potensial

untuk membangun sistem deteksi kendaraan di jalan raya termasuk jalan tol

berbasis vision. Sistem berbasis vision ini memiliki kemudahan dalam instalasi serta pemeliharaan yang tidak rumit (Frenze et al, 2002).

Selama ini penelitian-penelitian yang berhubungan dengan pengumpulan

parameter-parameter lalu lintas seperti volume kendaraan, tipe kendaraan,

parameter antrian yang bebasis computer vision sudah banyak dilakukan. Dalam

penelitian (Chen et al., 2009) telah menggunakan pengklasifikasi SVM dan

teknik-teknik pengolahan citra untuk deteksi kendaraan dan deteksi tipe

kendaraan. Dalam projeknya, Narayanan (Narayanan, 2009) telah berhasil

membangun sistem untuk pengumpulan data lalu lintas menggunakan kamera

pengintai yang tersedia. Beberapa algoritma berbasis computer vision telah

dikembangkan dan diterapkan untuk mengekstrak objek dari video, mendeteksi

keberadaan kendaraan, menghitung jumlah dan panjang kendaraan untuk proses

klasifikasi.

Dalam penelitian lain (Fung, Y. et al. 2006 ), (Frenze et al. 2002) telah

berhasil menggunakan kamera dan teknik-teknik computer vision untuk mendeteksi jumlah gandar pada kendaraan. Penelitian-penelitian tersebut berhasil

mendeteksi keberadaan roda kendaraan secara real time mengunakan kamera berbasis pada deteksi lingkaran dengan teknik Hough transform. Selanjutnya dengan deteksi keberadaa roda tersebut dapat ditentukan jumlah as/gandar dari

sebuah kendaraan. Tetapi dalam penelitian-penelitian tersebut belum diteliti teknik

untuk mendeteksi penggunaan roda ganda (dual tire) oleh sebuah kendaraan berjenis truk. Sementara klasifikasi kendaraan di jalan tol saat ini menggunakan

parameter penggunaan ban ganda (dual tire) pada truk bergandar dua sebagai pembeda kelas tarif. Gambar 1 memperlihatkan dua jenis truk begandar dua

(15)

a. Truk single tire b. Truk dual tire

Gambar 1. Dua jenis truk bergandar dua

Principal Component Analisis (PCA) atau juga dikenal sebagai

Karhunen-Loeve merupakan sebuah teknik ekstraksi ciri yang banyak digunakan dalam

bidang pengenalan pola ataupun computer vision. Dalam penelitiannya (Sirovich & Kirby, 1986), (Kirby & Sirovich, 1990) untuk pertama kali menggunakan PCA

guna merepresentasikan citra wajah manusia. Selanjutnya dalam penelitian lain

(Turk, 1991) mengemukakan metoda eigenface yang sangat terkenal untuk

pengenalan wajah. Sejak saat itu, penelitian-penelitian tentang penggunaan PCA

untuk pengenalan wajah (Khelil, M. et al, 2005)(Buono A. et al, 2010) banyak

dilakukan dan memberikan hasil yang bagus. Walaupun demikian PCA tidak

dapat menangkap semua variansi lokal karena adanya proses pem-vektoran citra

wajah. Untuk mengatasi masalah ini Jian Yang (Yang Jian et al, 2004)

mengemukakan metoda baru yang dinamakan 2D-PCA. Pada PCA konvensional

(1D-PCA) citra direpresentasikan sebagai sebuah vektor, sementara pada 2D-PCA

direpresentasikan sebagai sebuah matriks dua dimensi, sehingga variansi lokal

dari citra tidak hilang. Banyak riset yang sudah dilakukan untuk menguji metoda

2D-PCA dalam melakukan ekstraksi ciri, diantaranya (Le, TH., Bui L. 2011)

(Rashad A. et al, 2009) dan menunjukkan hasil yang bagus.

(16)

Support Vector Machine (SVM). Sejak saat itu SVM berkembang menjadi metode

yang sangat baik dalam melakukan klasifikasi data. Riset-riset (Le, TH., Bui L.

2011), (Camargo A. et al, 2009), (Lu H. et al, 2011) telah menunjukkan bahwa

SVM merupakan pengklasifikasi yang sangat handal. Pada dasarnya SVM adalah

sebuah pengklasifikasi linear, artinya SVM hanya dapat digunakan pada

kasusu-kasus yang linearly separable. Walaupun demikian kasus-kasus yang non

linearly separable pun dapat menggunakan SVM sebagai pengklasifikasi setelah sebelumnya data ditransformasi ke ruang baru menggunakan sebuah fungsi

kernel.

Pada penelitian ini dibangun model sistem deteksi penggunaan ban ganda

(dual tire) pada citra kendaraan berjenis truk bergandar dua menggunakan metode

2D-PCA dua tahap sebagai pengekstraksi ciri dan SVM sebagai pengklasifikasi.

Model sistem deteksi penggunaan ban ganda pada truk yang diperoleh dapat

digabungkan dengan sistem deteksi berbasis vision lain sehingga data lalu lintas

yang dapat diperoleh menjadi lebih lengkap. Bagi operator jalan tol, model yang

dibangun dapat dikembangkan menjadi sebuah sistem pendeteksi penggunaan ban

ganda pada kendaraan truk bergandar dua untuk meningkatkan akurasi klasifikasi

kendaraan.

Tujuan

Membangun model sistem deteksi penggunaan ban ganda (dual tire) pada kendaraan berjenis truk bergandar dua berbasis vision menggunakan metode

2D-PCA sebagai pengekstraksi ciri dan pengklasifikasi SVM.

Masalah

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana

melakukan ektraksi dan pemilihan fitur dari ban ganda menggunakan 2D-PCA

dan bagaimana fitur tersebut bisa diklasifikasikan dengan metode SVM untuk

membangun model sistem pendeteksi penggunaan ban ganda (dual tire) pada

(17)

Ruang Lingkup

Berikut adalah batasan-batasan dan ruang lingkup yang berlaku pada tulisan

ini :

1. Pengambilan citra dilakukan siang hari dari jam 10.00 sampai jam 14.00

dengan kondisi cuaca cerah.

2. Citra diambil dari sudut 45O terhadap as roda belakang

3. Pengambilan citra menggunakan kemera digital dengan ukuran 640 x 480

pixel

4. Kendaraan yang dijadikan objek berjenis truk bergandar dua dengan kondisi

factory default.

Manfaat

Model sistem deteksi penggunaan ban ganda pada truk bergandar dua yang

dikembangkan dapat digabungkan dengan sistem deteksi berbasis vision lain

sehingga data lalu lintas yang dapat diperoleh menjadi lebih lengkap. Bagi

operator jalan tol, sistem yang dikembangkan akan meminimumkan kesalahan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Citra Digital

Secara umum citra merupakan gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau

dari sudut pandang matematis, citra merupakan sebuah fungsi kontinu dari

intensitas radiasi pada bidang dua dimensi. Sumber radiasi mengeluarkan radiasi

yang kemudian mengenai objek, objek memantulkan kembali sebagian dari

radiasi tersebut, pantulan radiasi ini ditangkap oleh sensor pada alat-alat optik

seperti mata, kamera, pemindai (scanner) dan sebagainya. Akhirnya bayangan

objek tersebut direkam dalam suatu media tertentu. Citra semacam ini disebut

juga sebagai citra pantulan. Jika objek menghasilkan radiasi sendiri, maka citra

yang tertangkap oleh sensor disebut sebagai citra emisi. Sedangkan jika objek

bersifat transparan, sehingga citra yang dihasilkannya merupakan representasi dari

radiasi yang berhasil diserap oleh partikel-partikel dari objek tersebut, maka citra

tersebut adalah citra absorpsi. Untuk pembahasan selanjutnya pada seluruh bagian

dari riset ini, yang disebut sebagai citra adalah citra pantulan yang ditangkap oleh

sensor pada kamera.

Analisis terhadap sebuah citra dapat dilakukan dengan menggunakan

bantuan komputer melalui sebuah sistem visual buatan yang biasa disebut dengan

computer vision. Secara umum, tujuan dari sistem visual adalah untuk membuat

model nyata dari sebuah citra. Untuk itu citra yang ditangkap oleh sensor yang

masih dalam bentuk fungsi kontinu (analog) harus dirubah terlebih dahulu

menjadi fungsi diskret (digital) yang dapat dibaca oleh komputer. Proses ini

disebut sebagai digitasi, terdiri dari dua sub proses yaitu sampling dan

kuantifikasi. Sampling merupakan proses untuk mengubah sebuah sinyal dalam

ruang kontinu menjadi sinyal dalam ruang diskret, hasil dari proses ini adalah

citra yang terdiri dari piksel-piksel yang tersusun dalam kolom dan baris. Setiap

piksel merupakan hasil penggabungan dari beberapa sinyal yang saling

berdekatan. Sekali sebuah citra mengalami proses sampling, tidak dimungkinkan

untuk mengembalikannya kedalam bentuk kontinu. Setiap piksel biasanya akan

memuat nilai intensitas yang pada awalnya mempunyai range kontinu, artinya

(19)

Sehubungan dengan keterbatasan kemampuan komputer untuk memproses

pengkodean nilai-nilai tersebut, dibutuhkan sebuah metode untuk membatasinya.

Kuantifikasi merupakan proses untuk mengubah range nilai intensitas yang

semula kontinu menjadi range nilai yang diskret sedemikian sehingga dapat

diakomodasi oleh sistem pengkodean biner pada komputer. Akhirnya, sebuah citra

yang telah melalui proses digitasi disebut sebagai citra digital.

Representasi Citra Digital

Citra digital biasa direpresentasikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi

f(x,y), x dan y adalah koordinat spasial yang menunjukkan lokasi dari sebuah

piksel didalam sebuah citra dan amplitudo dari f pada setiap pasangan koordinat

(x,y) adalah intensitas dari citra pada piksel tersebut [Gonzales, 2004]. Untuk

kebutuhan pengolahan dan analisis, representasi tersebut ditampilkan dalam

bentuk matriks sebagai berikut :

…... (1)

Tipe-Tipe Citra Digital

Tiga tipe citra digital yang sering digunakan adalah citra intensitas, citra

biner, dan citra RGB. Citra intensitas dan citra biner merupakan citra monokrom

(lebih dikenal dengan citra hitam putih) sedangkan citra RGB merupakan citra

berwarna.

a. Citra Intensitas, merupakan sebuah matriks dua dimensi berukuran mxn yang

setiap selnya berisi nilai intensitas antara 0 sampai dengan 255. Intensitas 0

ditangkap sebagai warna hitam pekat, sedangkan intensitas 255 ditangkap sebagai

warna putih terang oleh mata manusia. Nilai intensitas yang ada diantaranya

merupakan gradasi dari warna hitam ke putih, atau lebih sering disebut warna

keabuan (grayscale).

b. Citra biner, merupakan sebuh matriks dua dimensi berukuran mxn yang setiap

(20)

atau "salah", disebut juga tipe data boolean. Nilai 0 sering diasosiasikan dengan

warna putih terang (setara dengan nilai 255 pada citra intensitas) sedangkan nilai

1 sering diasosiasikan dengan warna hitam (setara dengan nilai 0 pada citra

intensitas). Namun bagaimanapun, asosiasi tersebut bisa berubah-ubah tergantung

dari asumsi yang digunakan oleh pengguna. Tidak ada kesepakatan baku yang

mengatur bagaimana nilai 0 dan 1 dihubungkan dengan warna hitam dan putih.

Umumnya, citra biner terbentuk dari citra intensitas yang mengalami proses

tresholding. Proses ini sangat sederhana, pertama-tama tetapkan sebuah nilai T

yang terletak diantara range nilai intensitas. Ubah nilai intensitas dari setiap piksel

dengan mengikuti aturan berikut:

…... (2)

c. Citra RGB (red, green, blue), merupakan kumpulan dari 3 buah matriks 2

dimensi yang masing-masing memuat nilai intensitas (0 s.d. 255) untuk warna

merah, hijau dan biru. Sebuah piksel merupakan komposisi dari ketiga nilai

intensitas tersebut (triplet). Jika digunakan sebagai input pada sistem monitor

berwarna, triplet tersebut akan menghasilkan warna-warna yang unik.

Principal Components Analisys (PCA)

Ide utama dari principal component analysis (PCA) adalah mengurangi

dimensionalitas dari set data yang mengandung banyak sekali variabel yang

berinterelasi, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin informasi

(variansi data). Hal ini dicapai dengan mentransformasikan set data ke set variabel

data yang baru, dinamakan principal component (PC). Principal Component satu

dengan yang lain tidak saling berkorelasi dan diurutkan sedemikian rupa sehingga

Principal Component yang pertama memuat paling banyak variasi dari data set.

Sedangkan Principal Component yang kedua memuat variasi yang tidak dimiliki

oleh Principal Component pertama. (Jolliffe IT, 2002)

Principal Components Analisys 1D (Turk and Pentland, 1991).

Secara matematis ide dasar dari PCA adalah melakukan sebuah transformasi

0, jika f(n)≥T

(21)

linear dari Rm ke Rn dimana n <<< m dengan memaksimumkan variansi

data. Misalkan input vector adalah xRm dengan E[x]=0 (zero mean) dan y

adalah vektor berdimensi n, maka transformasi linear dari Rm ke Rn dapat

dinyatakan sebagai :

[

a1T⋯ ⋯a2T

⋮ ⋯an T

]

[

x1 x2xm

]

=

[

y1 y2yn

]

…... (3)

dengan :

a1=

[

a11 a12a1m

]

, a2=

[

a21 a22a2m

]

an=

[

an1 an2anm

]

Secara umum transformasi dapat dinyatakan sebagai :

yi=ai T

x ; i = 1,2,...,n …... (4)

sehingga :

varyi = varai T

x

varyi = E [(ai T

xxTai

varyi = ai T

ExxTai

varyi= ai T

ai …... (5) dimana Σ adalah matriks covarian.

Selanjutnya harus ditentukan ai yang dapat membuat varyi menjadi

maksimum dengan kondisi batas ∥a∥=1 atau ai T

ai=1 atau ai T

ai−1=0

karena ai adalah sebuah unit vektor. Salah satu teknik memecahkan permasalah

optimisasi seperti ini adalah menggunakan teknik pengganda lagrange.

Penentuan ai dihitung sebagai berikut :

Masalah optimisasi :

Maksimumkan : varyi = aiT

ai

Kendala : ai T

ai−1=0

(22)

fai = aiT

ai - λ( aiTai−1 )

F

ai=0 = 2Σ ai - 2 λ ai = 0

Σ

ai

= λ

ai …... (6)

Dari persamaan 6 terlihat bahwa λ adalah nilai-nilai eigen dari matriks Σ, sedang

ai adalah vektor eigen yang bersesuaian dengan masing-masing λ. Jika ruas kiri

dan kanan persamaan tersebut dikalikan dengan ai T

maka akan diperoleh :

ai T

ai

=

ai T

λ ai

kerena ai T

ai=1 , maka :

ai T

ai

= λ

varyi = λ …... (7)

Dari persamaan (7) tersebut dapat dilihat bahwa nilai eigen dari matriks covarian

Σ adalah

varyi . Sehingga agar diperoleh varian maksimum maka ai

adalah vetor-vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai-nilai eigen terbesar dari

matriks Σ.

Principal Components Analisys 2 Dimensi (Yang J. et al, 2004)

Pada teknik pengenalan wajah berbasis 1D PCA, citra wajah 2D akan

dirubah terlebih dahulu menjadi vektor citra 1D. Akibatnya ruang vektor citra

yang terbentuk akan memiliki dimensi sangat besar. Hal ini menyebabkan

perhitungan matriks kovarian secara akurat serta perhitungan nilai eigen dan

vektor eigen dari matriks kovarian tersebut menjadi relatif sulit. Berbeda dengan

1D PCA, pada 2D PCA citra wajah tetap direpresentasikan dengan matriks. Hal

ini menyebabkan matriks kovarian yang terbentuk menjadi jauh lebih kecil.

Dampak dari fakta tersebut, 2D PCA memiliki dua kelebihan dibandingkan

dengan 1D PCA, yaitu :

1. Evaluasi terhadap matriks kovarian lebih akurat.

2. Waktu yang diperlukan untuk menghitung nilai eigen dan vektor eigen

(23)

Formulasi 2D PCA

Misalkan X adalah vektor kolom satuan berdimensi n. PCA 2D

melakukan poreksi sebuah matriks acak dari citra A berukuran m x n kepada X

dengan transformasi linear .

Y = A X

Sehingga akan diperoleh vektor Y berdimensi m, dinamakan vektor feature dari

A. Permasalahannya adalah menetukan vektor X yang memaksimumkan total

scatter dari proyeksi data. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai :

J(X) = tr (Sx) …... (8)

dimana Sx menyatakan matriks kovarian dari vektor feature data-data training,

dan

tr (Sx) adalah trace dari Sx. Selanjutnya matriks kovarian Sx dapat dinyatakan

sebagai :

Sx = EYEYYEYT=E[AXEAX][AXEAX]T

= E[AEAX][AEAX]T , sehingga :

trSx=XT[E[AEAT

AEA]]X ... (9)

Kemudian didefinisikan sebuah matriks

Gt=E[AEAT

AEA] …... (10)

Matriks Gt dinamakan matriks kovarian(scatter) citra yang berukuran n x n.

Matriks ini dapat dihitung langsung dari M buah citra-citra training

Ajj=1,2,..., M

Gt= 1 M

j=1

M

Aj−AT

Aj− A …... (11)

Maka kriteria pada persamaan (8) dapat dinyatakan sebagai :

JX=XTGtX …...(12)

Kolom vektor satuan X yang memaksimisasi J(X) disebut sumbu proyeksi yang

optimal. Ini berarti total scatter (varians) dari data yang telah diproyeksikan pada

X menjadi maksimum. Sumbu tersebut adalah vektor-vektor eigen dari matriks

(24)

Linear Support Vector Machine (SVM)

Konsep SVM dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari

hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah class pada input

space. Gambar berikut memperlihatkan beberapa pattern yang merupakan anggota

dari dua buah kelas : +1 dan –1. Pola yang tergabung pada class –1 disimbolkan

dengan segitiga, sedangkan pola pada class +1, disimbolkan dengan lingkaran.

Problem klasifikasi dapat diterjemahkan dengan usaha menemukan garis

(hyperplane) yang memisahkan antara kedua kelompok tersebut.

Gambar 2 : Support vector, hyperplane dan margin

Hyperplane pemisah dapat dinyatakan dengan persamaan wTxb=0 dimana

w adalah vektor normal dari hyperplane dan b merupakan intercept hyperplane.

Misalkan himpunan n buah data training adalah D={ x , y }, anggotanya

adalah pasangan xi dan label kelasnya yi untuk i=1,2,...,n, dimana dalam

SVM label kelas dinyatakan sebagai +1 dan -1. Selanjutnya linear classifier dapat

dinyatakan sebagai

fxi=signwTxib …... (13)

Permasalahan selanjutnya adalah mencari set parameter  w , b sehingga

fxi=w T

xib=yi untuk semua i. SVM berusaha mencari fungsi

pemisah/hyperplane optimum diantara fungsi yang tidak terbatas jumlahnya yang

memisahkan dua kelas objek. Optimal hyperplane kemudian ditentukan terhadap

support vector dengan memaksimumkan margin (ρ). Support vectors adalah data

training yang terletak paling dekat ke hyperplane. Data-data ini merupakan data

(25)

saat jarak support vector negatif ke hyperplane sama dengan jarak support vector

positif ke hyperplane ( ρ/2).

Jarak terpendek setiap vektor data xi ke hyperplane adalah jarak tegak

lurus terhadap hyperplane (proyeksi) sehingga paralel dengan vektor normal w .

Unit vektor normal hyperplane adalah w

w∥ sehingga jarak proyeksi xi

terhadap hyperplane adalah r w

w∥ . Misalkan proyeksi x terhadap

hyperplane adalah x ' maka

x '=xyr w

w∥ …... (14)

dimana perkalian dengan y adalah untuk merubah tanda sesuai dengan kelas

positif dan negatif.

Gambar 3 : Proyeksi x terhadap hyperplane

Karena x ' terletak pada hyperplane maka

wTx'b=0 sehingga : wTxyrwwb=0 .

Setelah persamaan tersebut diatur ulang akan diperoleh :

r=yw T

xbw

atau jarak absolut antar xi a dengan hyperplane adalah

r=

w T

xib

w

…... (15)

Jika normal vektor w yang digunakan adalah unit vektor, maka

∥w∥=1 dan jarak xi ke hyperplane adalah

wTxib

. Agar persamaan x

x '

w

r w

(26)

menjadi unik, diambil

wT xib

=1 untuk setiap support vector xi (vektor

terdekat ke hyperplane). Sehingga jarak support vector xi terhadap hyperplane

adalah

w T

xibw

=

1

∥w∥ dan margin ρ = 2 ∥w∥ .

Permasalahan kemudian menjadi bagaimana memilih w dan b agar

2

∥w∥ maksimum dengan kondisi batas :

wT xib

≥1 jika xi kelas positif dan

wT xib

≤1 jika xi kelas negatif. Permasalah ini dapat dirubah menjadi formulasi standar SVM sebagai

permasalahan minimisasi :

Minimumkan fungsi : J w=1 2

w

2

Kondisi batas : gi w , b=1−yiwTxib

untuk i = 1, 2 … n

Permasalahan ini merupakan permasalahan optimisasi fungsi kuadrat dengan

kendala linear. Karena J w adalah sebuah fungsi kuadrat, maka akan ada satu

global minimum. Salah satu teknik pemecahannya adalah dengan metoda

Pengganda Lagrange dan Teorema Karush-Kuhn-Tucker. (Smith, 2004),

(Kecman, 2001). Dengan metoda tersebut permasalahan menjadi

maksimumkan : LDλ=

i=1

n

λi−1 2

i=1

n

j=1 n

λiλjyiyjxiTxj …... (16)

kendala : λi≥0 dan

i=1

n

λiyi=0 …... (17)

dimana λ = { λ1,...λn } adalah pengganda lagrange (variabel baru) untuk

masing-masing data. Persamaan (16 ) dapat ditulis menggunakan notasi matriks :

LDλ=

i=1

n

λi−1 2

[

λ1λn

]

T

H

[

λ1λn

]

…... (18)

dimana H merupakan matiks berukuran n x n, dengan nilai pada baris ke-i dan

kolom ke-j dari matriks H adalah Hij=yiyjxi T

(27)

Selanjutnya LDλ dapat dioptimasi menggunakan Quadratic Programming.

Berdasarkan pada λ = { λ1,...λn } optimal yang diperoleh :

• jika λi=0 maka data ke-i adalah bukan support vector

• jika λi≠0 dan yiw T

xib−1=0 maka data ke-i adalah support

vector.

Kemudian w dihitung menggunakan persamaan

w=

i=1 n

λiyixi …... (19)

b dapat dihitung menggunakan sembarang λi0 melalui persamaan

b=1 yiw

T

xi …... (20)

Persamaan hyperplane optimal yang diperoleh adalah :

f x=

xiS

λiyixi

T

xib …... (21)

dimana S adalah himpunan support vector

S={ xi | λi≠0 }

Metoda Kernel

Jika suatu kasus klasifikasi memperlihatkan ketidaklinieran, algorithma

linear SVM tidak bisa melakukan klasifikasi dengan baik. Metoda kernel adalah

salah satu teknik untuk mengatasi hal ini. Dengan metoda kernel suatu data xi di

input space dimapping ke feature space F dengan dimensi yang lebih tinggi

melalui map φ sebagai berikut

φ : x → φ(x).

Karena itu data x di input space menjadi φ(x) di feature space.

Dari persamaan (16) terlihat bahwa optimisai fungsi LDa hanya bergantung

pada data xi melalui perkalian titik xiTxj . Jika xi dibawa ke dimensi yang

lebih tinggi oleh φ(x) maka harus dihitung hasil kali titik pada dimensi yang lebih

tinggi tersebut φxi T

(28)

LDa=

i=1

n ai−1

2

i=1 n

j=1 n

aiajyiyjφxiTφxj …... (22)

Sering kali fungsi φ (x) tidak tersedia atau tidak bisa dihitung, tetapi dot

product dari dua vektor dapat dihitung baik di dalam input space maupun di

feature space. Dot product ini dinamakan kernel dan dinotasikan sebagai

Kxi, xj

Sehingga persamaan (19) menjadi :

LDa=

i=1

n ai−1

2

i=1 n

j=1 n

aiajyiyjKxi, xj …... (23)

Diharapkan pada dimensi yang lebih tinggi data dapat dipisahkan secara linear.

Gambar 4 : Suatu kernel map mengubah problem yang tidak linier menjadi linier dalam space baru

Gambar 4 mendeskrisikan suatu contoh feature mapping dari ruang dua dimensi

ke feature space tiga dimensi. Dalam input space, data tidak bisa dipisahkan

secara linier, tetapi bisa dipisahkan di feature space.

Beberapa fungsi kernel yang umum digunakan adalah : • Linear

Kxi, xj=xi T

xj • Polinamial

Kxi, xj=xi T

xj1 p

• Radial Basis Function (data dibawa ke dimensi tak hingga)

Kxi, xj=exp

−1

2σ2∥xixj∥ 2

(29)

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Untuk membangun model, penelitian dilakukan menggunakan tahap

penelitian sebagai mana terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 : Tahap Penelitian Pemahaman

permasalahan

Pengambilan data 165 citra ban ganda dan 315 non ban ganda

Klasifikasi menggunakan model SVM

Pemilihan model-model 2D PCA –

SVM terbaik Pengujian model menggunakan sliding windows detektor Pengukuran akurasi masing-masing model Kelompok A+B (368 citra ban

ganda dan 856 non ban ganda) sebagai citra latih

Kelompok C (184 citra ban ganda dan 428 non ban ganda) sebagai citra uji Cropping 552 citra ban ganda dan

1284 citra non ban banda

15 citra truk dengan ban ganda + 15 citra non ban ganda

Untuk uji detektor

150 citra truk dengan ban ganda + 300 citra non ban ganda untuk

pelatihan dan pengujian model

Citra ban ganda(positif) dan non ban ganda (negatif) secara random dikelompokkan dalam tiga kelompok. (A, B dan C)

Analisis hasil dan Penyusunan

Laporan

Matriks transformasi Tahap 1 Citra diruban menjadi citra grayscale dan

dikenai proses histogram equalization

Ekstraksi ciri 2D-PCA tahap 1 (95%, 90%, 85%)

Pelatihan classifier SVM (Linear, Polinom, RBF

Kernel) Ekstraksi ciri 2D-PCA Tahap 2 (95%, 90%, 85%)

PC Tahap 1

PC Tahap 2

Matriks transformasi Tahap 1

Classifier SVM yang terlatih

Citra diruban menjadi citra grayscale dan dikenai proses histogram equalization

Ekstraksi ciri 2D-PCA tahap 1 (95%, 90%, 85%)

Ekstraksi ciri 2D-PCA Tahap 2 (95%, 90%, 85%)

PC Tahap 1

PC Tahap 2

Mulai

(30)

Tahap Pemahaman Permasalahan

Tahap ini dimulai dengan mengeksplorasi ide-ide dengan membaca

jurnal-jurnal penelitian. Dari eksplorasi ini kemudian diperoleh topik untuk memecahkan

permasalahan penggolongan kendaraan dengan menggunakan computer vision.

Kriteria-kriteria penggolongan kendaraan di jalan tol kemudian ditentukan dari

hasil diskusi dengan beberapa petugas gerbang jalan tol dan dokumen-dokumen

terkait. Selanjutnya ditetapkan masalah-masalah yang harus dipecahkan secara

lebih spesifik. Akhirnya diperoleh gambaran kasar mengenai tujuan penelitian

yang akan dilakukan. Selain itu dilakukan juga studi litertur untuk mengetahui

penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya, melakukan

analisis terhadap kelebihan dan kekurangan serta kendala yang dihadapi.

Selanjutnya dikembangkan beberapa alternatif sistem yang diperkirakan dapat

memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Dengan mengacu pada

fakta-fakta yang ditemukan kemudian dibuat pembatasan permasalahan yang telah

dirumuskan sebelumnya agar penelitian memiliki arah yang jelas serta dapat

diselesaikan dengan biaya dan waktu yang tersedia.

Tahap Pengumpulan Data

Untuk kepentingan pelatihan dan pengujian model diambial 165 citra

trukbergandar dua yang menggunakan ban ganda dan 315 citra non ban ganda.

Citra-citra tersebut diambil menggunakan kamera digital dengan resolusi 640 x

480 pixel. Kemara ditempatkan pada posisi sekitar 45O terhadap as roda belakang

seperti pada Gambar 6.

Gambar 6: Posisi kamera untuk pengambilan citra/video

Ketinggian kamera dari tanah/jalan 0.5 meter (setinggi jari-jari roda). Gambar 7

45O

(31)

memperlihatkan beberapa citra hasil pengambilan data.

[image:31.595.104.507.71.825.2]

Gambar 7 : Contoh citra positif hasil pengambilan data

Dari citra-citra yang diperoleh kemudian diambil 15 citra truk yang

menggunakan ban ganda serta 15 citra non ban ganda untuk keperluan pengujian

model tahap kedua. Selanjutnya 150 citra truk yang menggunakan ban ganda dan

300 citra non ban ganda yang tersisa dipakai untuk pembuatan basis data guna

pelatihan model dan pengujian tahap pertama.

Tahap Pembuatan Basis Data

Basis data yang digunakan untuk pelatihan dan pengujian model tahap

pertama terdiri dari 552 citra ban ganda (positif) dan 1284 citra non ban ganda

(negatif) berukuran 150x150 pixel. Citra-citra ban ganda (positif) diperoleh dari

pemotongan citra truk yang menggunakan ban ganda hasil pengambilan data.

Pemotongan dilakukan di sekitar ban ganda dengan ukuran 150x150 pixel. Proses

[image:31.595.118.503.97.239.2]

pemotongan citra dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 : Pemotongan bagian citra ban ganda

Gambar 9 memperlihatkan beberapa contoh citra ban ganda (positif) hasil

(32)
[image:32.595.56.473.52.779.2]

tahap pertama.

Gambar 9 : Contoh citra positif hasil pemotongan

Kelompok citra negatif yang terdiri dari 1284 citra bukan ban ganda

berukuran 150 x 150 pixel merupakan potongan dari 300 buah citra yang tidak

mengandung ban ganda baik kendaraan truk maupun non truk. Beberapa citra non

ban ganda hasil pengambilan kamera dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 : Contoh citra negatif hasil pengambilan dengan kamera

Pada Gambar 11 dapat dilihat beberapa contoh citra negatif berukuran 150x150

pixel hasil pemotongan yang dipergunakan untuk proses pelatihan dan pengujian

model tahap pertama.

Gambar 11 : Contoh citra negatif hasil pemotongan

Selanjutnya masing-masing kelompok citra (positif dan negatif) dibagi ke

(33)

sebagai citra pelatihan sedangkan bagian C dipakai sebagai citra uji. Dengan cara

tersebut maka akan diperoleh 1224 citra pelatihan (368 citra latih positif dan 856

citra latih negatif) dan 612 citra uji (184 citra uji positif dan 428 citra uji negatif).

Semua citra tersebut kemudian dijadikan citra intensitas (grayscale) dan dikenai

proses histogram equalization untuk mengurangi pengaruh perbedaan

pencahayaan.

Tahap Ekstraksi Ciri

Sebelum data diklasifikasi menggunakan model SVM, terlebih dahulu data

diproses menggunakan metode 2D-PCA. Langkah ini dimaksudkan untuk

mereduksi dimensi dan mengambil komponen ciri dari data. Pengambilan ciri

dengan 2D-PCA dilakukan dalam dua tahap. Pada PCA tahap pertama, 368 buah

citra positif berukuran 150 x 150 pixel dan 856 buah citra negatif berukuran 150

x 150 pixel diproses menggunakan algoritma 2D PCA berikut :

Input : - p, jumlah citra pelatihan

- I, matriks citra berukuran m x nx p

- k, jumlah vektor ciri yang dipakai,

Output : - T, matriks transformasi - PC, Principal Components

Algoritma :

1. Hitung matriks citra rata-rata ( I )

I=1

p (I1 + I2 + … + Ip)

6. Hitung matriks covarian

Gt=1

p

j=1

p

Ij−IT

Ij−I

7. Hitung dan susun nila ciri matriks covariance : λ1 > λ2 > λ3 > … > λp

8. Hitung vektor ciri yang bersesuaian dengan masing-masing nilai ciri :

u1, u2, u3, … , up

9. Ekstraksi ciri

(34)

terbesar. Buat matrix transformasi T yang merupakan gabungan dari k

vektor ciri tersebut

T = [ u1, u2, u3, … , uk]

Kemudian hitung matriks ciri/Principal components (PCi) dari

masing-masing citra Ii.

PCi = Ii.T

Script yang merupakan implementasi dari algoritma di atas dapat dilihat

pada Lampiran 2 untuk fungsi pca2d.

Dimisalkan jumlah nilai ciri yang diambil untuk tahap pertama adalah a

buah. Sehingga dari 2D PCA tahap pertama ini dihasilkan 368 matriks ciri

berukuran 150 x a untuk kelas positif dan 856 matriks ciri berukuran 150 x a

untuk kelas positif.

Selanjutnya setiap matriks ciri yang diperoleh dari PCA tahap pertama,

untuk masing-masing kelas, ditranspose dan di masukan kembali pada algoritma

2D PCA. Dimisalkan untuk tahap kedua ini diambil b buah nilai ciri terbesar,

maka hasil dari PCA tahap kedua ini adalah 368 matriks ciri berukuran a x b

untuk kelas positif 856 matriks ciri berukuran a x b untuk kelas negatif.

Tahap Pelatihan Pengklasifikasi

Data latih tereduksi yang diperoleh dari proses ekstraksi ciri kemudian

divektorkan dan digunakan untuk melatih pengklasifikasi SVM dengan

menggunakan kernel linear, polinamial dan RBF. Untuk keperluan pelatihan

pengklasifikasi SVM digunakan fungsi svmtrain dari Bioinformatics Toolbox

Matlab R2009b.

Tahap Pengujian Model

Pada tahap ini setiap citra uji diekstraksi menggunakan matriks transformasi

2D-PCA dua tahap yang diperoleh dari proses pelatihan. Fitur yang diperoleh

kemudian divektorkan dan diklasifikasi menggunakan model SVM yang diperoleh

dari proses pelatihan, apakah termasuk kelas citra ban ganda ataukah bukan.

Akurasi masing-masing model kemudian dihitung berdasarkan jumlah citra yang

(35)

dihitung menggunakan persamaan :

Akurasi= jumlah citra yang terklasifikasi dengan baik jumlah total citra yang diklasifikasi

Selanjutnya hasil pengukuran yang diperoleh dicatat dan dianalisis.

Dari akurasi masing-masing model kemudian diambil beberapa model yang

memiliki tingkat akurasi paling baik. Model-model terbaik yang diperoleh

kemudian diuji pada uji tahap kedua untuk mendeteksi keberadaan ban ganda

pada citra-citra truk menggunakan teknik sliding window.

Model yang Diujikan

Dalam tahap ekstarksi ciri menggunakan 2D-PCA dua tahap, variabel yang

di rubah-rubah adalah presentase nilai ciri (eigen) yang diambil pada

masing-masing tahap. Pada penelitian ini dicobakan variasi persentase nilai ciri yang

diambil untuk masing-masing tahap adalah 95%, 90% dan 85%. Sementara untuk

pengklasifikasi SVM diujikan memakai kernel linear, kuadratik, kubik dan

RBF(sigma=1, 5, 8, 10, 20, 30). Dengan skenario tersebut maka akan diperoleh

[image:35.595.111.503.436.711.2]

sebanyak 81 model yang akan diujikan sebagaimana terlihat pada tabel 1

Tabel 1. Model-model yang akan diujikan

No PCA 2D No PCA 2D No PCA 2D

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 Tahap 1 Tahap 2 1

Linear

0.95 0.95 28 0.95 0.95 55 0.95 0.95

2 0.95 0.90 29 0.95 0.90 56 0.95 0.90

3 0.95 0.85 30 0.95 0.85 57 0.95 0.85

4 0.90 0.95 31 0.90 0.95 58 0.90 0.95

5 0.90 0.90 32 0.90 0.90 59 0.90 0.90

6 0.90 0.85 33 0.90 0.85 60 0.90 0.85

7 0.85 0.95 34 0.85 0.95 61 0.85 0.95

8 0.85 0.90 35 0.85 0.90 62 0.85 0.90

9 0.85 0.85 36 0.85 0.85 63 0.85 0.85

10

Kuadratik

0.95 0.95 37 0.95 0.95 64 0.95 0.95

11 0.95 0.90 38 0.95 0.90 65 0.95 0.90

12 0.95 0.85 39 0.95 0.85 66 0.95 0.85

13 0.90 0.95 40 0.90 0.95 67 0.90 0.95

14 0.90 0.90 41 0.90 0.90 68 0.90 0.90

15 0.90 0.85 42 0.90 0.85 69 0.90 0.85

16 0.85 0.95 43 0.85 0.95 70 0.85 0.95

17 0.85 0.90 44 0.85 0.90 71 0.85 0.90

18 0.85 0.85 45 0.85 0.85 72 0.85 0.85

19 0.95 0.95 46 0.95 0.95 73 0.95 0.95

20 0.95 0.90 47 0.95 0.90 74 0.95 0.90

21 0.95 0.85 48 0.95 0.85 75 0.95 0.85

22 0.90 0.95 49 0.90 0.95 76 0.90 0.95

23 0.90 0.90 50 0.90 0.90 77 0.90 0.90

24 0.90 0.85 51 0.90 0.85 78 0.90 0.85

25 0.85 0.95 52 0.85 0.95 79 0.85 0.95

26 0.85 0.90 53 0.85 0.90 80 0.85 0.90

27 0.85 0.85 54 0.85 0.85 81 0.85 0.85

(36)

Alat yang digunakan

Untuk pengambilan data citra digunakan kamera digital panasonic 8.1 mega

pixel. Sedangkan untuk pengolahan data digunakan perangkat keras komputer

dengan processor intel Pentium Dual Core 1.6 GHz, memori DDR2 2GB

menjalankan sistem operasi Ubuntu 10.4. Perangakat lunak yang digunakan untuk

pemodelan adalah Matlab R2009b dan untuk pengolahan citra menggunakan

aplikasi GIMP 2.6.

Waktu dan tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2011 sampai dengan Agustus

2012 bertempat di Laboratorium Computational Intelegence (CI) Pascasarjana

Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor. Data citra diambil di jalan

tol Palikanci Cirebon dan beberapa lokasi penambangan pasir serta jalan raya di

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi ciri

Citra yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 150 x 150 pixel,

sehingga jika divektorkan akan menghasilkan vektor berukuran 22500. Melalui

tahap ekstraksi ciri dengan metode 2D-PCA diharapkan dapat memperkecil

dimensi vektor yang dihasilkan dengan menghilangkan fitur-fitur citra yang tidak

begitu berarti, sehingga proses klasifikasi dapat berjalan lebih cepat. Dengan cara

ini juga diharapkan dapat mengurangi noise pada data sehingga klasifikasi dapat

menjadi lebih akurat.

Ekstraksi 2D-PCA dilakukan dalam dua tahap dengan pengambilan nilai

eigen pada masing-masing tahap sebesar 95%, 90% dan 85%. Hasil yang

diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah fitur/ciri yang diperoleh dengan metode 2D-PCA dua tahap

Dari tabel di atas terlihat bahwa metoda 2D-PCA dua tahap yang telah

dilakukan cukup berhasil mereduksi dimensi citra yang pada awalnya berukuran

22500 fitur.

Akurasi model

Model yang telah diuji dalam penelitian ini berjumlah 81 model seperti

dapat dilihat dari Tabel 1. Pengujian dilakukan menggunakan perangkat lunak

Matlab serta library-library nya. Hasil pengujian dan pengukuran akurasi yang

telah dilakukan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1, dan dirangkum pada

PCA 2D tahap 1 PCA 2D tahp 2

Jml. Fitur

Tahap 1 (%) Jml. PC Tahap 2(%) Jml. PC

95 19 95 18 342

95 19 90 10 190

90 10 95 16 160

95 19 85 7 133

90 10 90 9 90

85 6 95 14 84

90 10 85 7 70

85 6 90 8 48

(38)
[image:38.595.54.497.42.818.2]

pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengukuran akurasi 81 model pendeteksi ban ganda

Dari hasil pengujian tahap pertama diperoleh fakta bahwa untuk

pengklasifikasi SVM yang menggunakan kernel linear tidak konvergen sampai

jumlah maksimum iterasi. Ini menunjukkan bahwa klasifikasi data ban ganda dan

non ban ganda adalah bukan kasus linear separable. Dengan demikian model

yang menggunakan kernel linear tidak akan diuji pada tahap kedua. Untuk

penggunaan kernel polinamial orde 2 (kuadratik) dan orde 3 (kubik) menunjukkan

akurasi yang bagus, lebih dari 95%. Sementara untuk penggunaan kernel RBF

juga memberikan akurasi yang bagus, kecuali untuk nilai sigma = 1 yang

menunjukkan perilaku yang berbeda, sehingga model yang menggunakan kernel

RBF dengan sigma=1 juga tidak akan diuji pada tahap kedua. Dari tabel hasil di

atas juga terlihat bahwa ada pengaruh dari jumlah fitur yang dihasilkan dari tahap

ekstraksi ciri menggunakan PCA terhadap akurasi model. Ini terlihat lebih jelas

pada model yang menggunakan kernel RBF dengan sigma=5. Untuk memperjelas

pengaruh proses ekstraksi ciri 2D-PCA terhadap akurasi model masing-masing

kernel, data pada Tabel 3. ditampilkan sebagai grafik pada Gambar 12.

Kernel

Linear Kubik (%)

PCA

95/95 97.0 95.4 90.4 69.9 71.6 90.8 93.1 94.3 92.3

95/90 T id a k k o n v e rg e n

96.9 93.1 69.9 86.6 95.4 96.4 93.5 92.8

95/85 96.2 95.1 69.9 92.3 97.7 97.5 93.0 91.7

90/95 97.9 95.6 69.9 90.5 97.5 97.9 94.1 93.5

90/90 98.0 97.1 69.9 97.7 99.0 97.7 94.6 93.3

90/85 97.7 97.9 69.9 99.3 98.4 95.9 93.3 92.3

85/95 98.7 94.8 69.9 98.5 98.7 98.4 94.9 93.5

85/90 98.5 96.9 72.4 99.5 96.6 95.3 93.5 92.0

85/85 98.4 97.4 79.9 98.9 95.9 94.6 92.3 91.7

(39)
[image:39.595.88.513.73.599.2]

Gambar 12. Grafik hubungan persen nilai eigen pada tahap ekstraksi ciri terhadap akurasi model untuk masing-masing kernel SVM

Dari Gambar 12 di atas dapat dilihat bahwa pengambilan persen nilai eigen

sebesar 95/95, 95/90, 90/95, dan 95/85 memberikan akurasi lebih rendah jika

dibandingkan dengan yang lain, hal ini menunjukkan bahwa pengambilan persen

nilai eigen tersebut kurang cocok dipakai pada model pendeteksi ban ganda yang

dikembangkan. Berdasarkan perilaku tersebut maka model-model yang akan diuji

di tahap kedua adalah model-model yang menggunakan persen nilai eigen 90/90,

85/95, 90/85, 85/90 dan 85/85.

Pemilihan Kernel Polinomial

Model-model yang menggunakan kernel polinomial yang akan di uji pada

tahap dua dipilih berdasarkan pencapaian akurasi. Data akurasi untuk model yang

menggunakan kernel polinomial dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Akurasi model yang menggunakan kernel polinomial

Dengan menggunakan data tersebut kemudian dipilih model yang

95/95 95/90 95/85 90/95 90/90 90/85 85/95 85/90 85/85

0.700 0.750 0.800 0.850 0.900 0.950 1.000

Kuadratik Kubik SVM(RBF=5) SVM(RBF=8) SVM(RBF=10) SVM(RBF=20) SVM(RBF=30)

2D-PCA

Kubik (%) Tahap 1 (%) Tahap 2 (%)

90 90 98.0 97.1

85 95 98.7 94.8

90 85 97.7 97.9

85 90 98.5 96.9

85 85 98.5 97.4

(40)

memberikan akurasi tertinggi yaitu kernel kuadratik pada saat persen nilai eigen

90/90, 85/95, 85/90 dan 85/85 untuk proses 2D-PCA dua tahap. Sedangkan pada

saat persen nilai eigen 90/85 kernel kubik pada klasifikasi dengan SVM

memberikan akurasi lebih tinggi.

Pemilihan Kernel RBF

Data akurasi untuk model yang menggunakan kernel RBF dapat dilihat

pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai akurasi model-model yang menggunakan kernel RBF

Dari Tabel 5 terlihat bahwa untuk PCA 90/90 akurasi tertinggi dicapai pada

saat sigma=8, demikian juga saat PCA 85/95. Tetapi untuk PCA 90/85, 85/90 dan

85/85 akurasi terbaik diberikan oleh model yang menggunakan kernel RBF

dengan sigma=5. Dengan demikian model-model yang menggunakan kernel RBF

yang akan diuji pada tahap dua menggunakan nilai parameter sigma=5 dan

sigma=8.

Pengujian Tahap Dua

Dari pemilihan model-model yang telah dilakukan, maka diperoleh sepuluh

model pendeteksi terbaik seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6 : Model-model pendeteksi ban ganda terpilih

2D-PCA

90/90 69.9 97.7 99.0 97.7 94.6 93.3

85/95 69.9 98.5 98.7 98.4 94.9 93.5

90/85 69.9 99.3 98.4 95.9 93.3 92.3

85/90 72.4 99.5 96.6 95.3 93.5 92.0

85/85 79.9 98.9 95.9 94.6 92.3 91.7

RBF (sig=1) (%) RBF (sig=5) (%) RBF (sig=8) (%) RBF (sig=10) (%) RBF (sig=20) (%) RBF (sig=30) (%) PCA 2D Kernel SVM

1 90 90 Kuadratik 98.4

2 85 95 Kuadratik 99.0

3 90 85 Kubik 98.1

4 85 90 Kuadratik 99.2

5 85 85 Kuadratik 98.6

6 90 90 RBF, sig=8 99.0 7 85 95 RBF, sig=8 98.6 8 90 85 RBF, sig=5 99.0 9 85 90 RBF, sig=5 99.2 10 85 85 RBF, sig=5 98.6

(41)

Kesepuluh model tersebut kemudian dicobakan untuk mendeteksi

keberadaan ban ganda pada 30 citra yang diambil dengan kamera 640 x 480 pixel

dengan skenario pengambilan seperti telah dipaparkan pada tahap pengambilan

data. Dari 30 citra yang dicobakan, 15 citra mengandung ban ganda dan 15 citra

tidak mengandung ban ganda. Gambar 30 citra uji yang dipergunakan dapat

dilihat selengkapnya pada Lampiran 3.

Proses deteksi dilakukan menggunakan teknik sliding window, dimana

sebuah jendela detektor berukuran 150 x 150 pixel digerakan di seluruh area yang

dimungkinkan terdapat objek ban ganda. Dalam penelitian ini diambil posisi

koordinat awal (1,30) dan posisi akhir di (300,170). Jendela detektor digerakkan

sejauh 10 pixel, sehingga total detektor yang harus diklasifikasi oleh model

berjumlah 450 jendela per citra. Pada Gambar 13 dapat dilihat area pencarian

[image:41.595.91.506.86.817.2]

yang dilakukan pada setiap citra uji.

Gambar 13 : Area pencarian ban ganda pada citra uji

Hasil pengujian terhadap sepuluh model terpilih dapat dilihat selengkapnya

pada Tabel 7.

[image:41.595.104.511.604.716.2]

keterangan : angka 1 menunjukkan klasifikasi benar dan 0 menunjukkan klasifikasi salah

Tabel 7. Hasil pengujian sepuluh model terpilih

Model 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Akurasi 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0.67

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 0.77

3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0.57

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0.57

5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.53

6 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0.67

7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 0.77 8 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0.83

(42)

Berdasarkan jumlah citra yang terklasifikasi dengan baik kemudian akurasi

dihitung dengan perhitungan

Akurasi= jumlah citra yang terklasifikasi dengan baik

jumlah total citra yang diklasifikasi

[image:42.595.81.467.16.587.2]

Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Hasil pengujian tahap dua model pendeteksi ban ganda pada citra kendaraan menggunakan teknik sliding windows

Hasil yang diperoleh dari pengujian tahap dua menunjukkan akurasi model

pengklasifikasi yang jauh di bawah akurasi uji tahap pertama. Dari hasil pengujian

pada Tabel 7 juga terlihat bahwa model yang dibangun banyak melakukan salah

klasifikasi pada citra-citra yang tidak mengandung ban ganda yang terdeteksi

sebagai citra yang mengandung ban ganda. Untuk memahami perilaku ini

kemudian nilai fungsi pengklasifikasi dari tiap-tiap jendela detektor pada

taiap-tiap citra uji dianalisis.

Data tersebut menunjukkan bahwa sebuah citra (jendela detektor) akan

diklasifikasikan sebagai ban ganda jika nilai fungsi pengklasifikasi bernilai

negatif (-) dan bukan ban ganda jika positif. Semakin besar nilai negatif

menandakan bahwa model semakin yakin bahwa citra tersebut adalah ban ganda.

Agar semua citra uji yang tidak mengandung ban ganda diklasifikasi secara benar

maka nilai fungsi pengklasifikasi dari semua jendela detektor pada citra-citra uji

yang tidak mengandung ban ganda harus bernilai positif. Hal ini dapat dilakukan

dengan menambahkan sebuah konstanta (threshold) bernilai positif pada fungsi

pengklasifikasi dengan nilai lebih besar dari absolut nilai fungsi pengklasifikasi PCA 2D tahap 1

Kernel SVM

1 90 90 Kuadratik 98.4 67.0 <

Gambar

Gambar 1. Dua jenis truk bergandar dua
Gambar 3 : Proyeksi x terhadap hyperplane
Gambar 4 : Suatu kernel map mengubah problem yang tidak linier menjadi linier
Gambar 5 : Tahap Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

The present paper details the newly proposed SAODV and TAODV and further compares the same with the existing MANET routing protocols Keywords - Mobility, Ad-hoc, Security,

Dan terakhir adalah bahasa rupa gambar tunggal, baik yang benar-benar mandiri sebagai sebuah karya, (lukisan, foto, sketsa, dsb) maupun sebagai bagian dari

Tingginya kadar karbohidrat dibandingkan hasil penelitian lainnya disebabkan kandungan lemak pada sampel yang rendah sehingga dengan perhitungan kandungan karbohidrat dengan metode

Hal yang sama terjadi seperti pada pengetahuan PHBS, persentase pada anak perempuan tidak ada peningkatan bahkan pada anak laki-laki malah terjadi penurunan, mungkin karena

Dalam analisis kalimat bahasa Ambai ini dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jika unsur persona wau (kau) ditambahkan dengan kata dasar yang diawali dengan fonem t,

2005 Seminar Nasional Hasil Penelitian tentang Evaluasi Hasil Pembelajaran serta Pengelolaannya. Pascasarjana UNY

Pembatasan ini berupa satuan lingual (kata, frasa, kalimat, dan wacana) berdasarkan konteks sosial dan budaya yang terdapat pada doa, mantra, dan ungkapan-ungkapan dalam

mendeskripsikan fakta-fakta yang ada terkait dalam pelaksanaan Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD tetapi dikhususkan pelaksanaannya di wilayah kabupaten Gowa dengan