• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regeneration of Spent Bleaching Earth and Reuse in Crude Palm Oil Purification.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Regeneration of Spent Bleaching Earth and Reuse in Crude Palm Oil Purification."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

RISAL YUSALDI. Regenerasi

dan Penggunaan Kembali

Dalam Pemurnian Minyak Nabati. Dibimbing oleh MUHAMMAD FARID dan

HENNY PURWANINGSIH.

(BE) merupakan istilah yang digunakan dalam dunia

perdagangan untuk sejenis lempung yang mempunyai struktur montmorilonit.

Peningkatan konsumsi BE dalam pemurnian minyak sawit mentah (CPO) akan

mengakibatkan peningkatan jumlah

(SBE). BE merupakan

sumber daya alam yang tak terbarukan. Dalam upaya menghemat penggunaan BE,

dilakukan regenerasi SBE. Proses regenerasi yang digunakan adalah regenerasi

kimia.fisika, yaitu pengasaman dengan menggunakan H

2

SO

4

dan dilanjutkan

dengan pemanasan. Selain regenerasi secara langsung, dilakukan juga regenerasi

dengan cara dioksidasi terlebih dahulu menggunakan H

2

O

2

30%. Parameter yang

digunakan adalah H

2

O

2

30% (v/v), konsentrasi H

2

SO

4

dengan ragam 10 dan 30

(v/v), dan suhu yang digunakan adalah dari hasil analisis termal, yaitu 700

o

C.

Pemanasan ini dilakukan dengan ragam waktu 1, 2, dan 5 jam. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa efisiensi adsorpsi warna CPO terbaik (98.44%) adalah

setelah melewati proses pemucatan dengan menggunakan SBE hasil regenerasi

dengan perlakuan konsentrasi H

2

SO

4

30% dan waktu kalsinasi 2 jam. Hasil ini

mendekati persen efisiensi BE komersial yaitu sebesar 98.46% dan memenuhi

persyaratan Standar Nasional Indonesia, yaitu lebih tinggi dari 40%.

Keyword: Regenerasi,

, pemurnian, minyak nabati.

RISAL YUSALDI Regeneration of Spent Bleaching Earth and Reuse in Crude

Palm Oil Purification. Supervised by MUHAMMAD FARID and HENNY

PURWANINGSIH.

(3)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

(4)

Judul : Regenerasi

dan Penggunaan Kembali dalam

Pemurnian Minyak Nabati

Nama : Risal Yusaldi

NIM : G44061352

Disetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs Muhammad Farid

NIP 19640525 199203 1 003

Pembimbing II,

Henny Purwaningsih, SSi, MSi

NIP 19741201 200501 2 001

Diketahui

Ketua Departemen

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan hidayah.NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini yang berjudul “Regenerasi

dan

penggunaan kembali dalam pemurnian minyak nabati”. Penelitian ini

dilaksanakan sejak bulan Oktober 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium

Kimia Organik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB.

Tulisan ini merupakan suatu karya dari hasil perjuangan yang sangat

panjang yang tentunya tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menghaturkan terima

kasih yang mendalam serta penghargaan yang setinggi.tingginya kepada Bapak

Drs. Muhammad Farid dan Ibu Henny Purwaningsih, SSi, MSi selaku

pembimbing atas segala arahan, bimbingan, motivasi, dukungan moral yang tak

henti.hentinya penulis dapatkan sejak awal penelitian dan terus mendorong

penulis agar berjuang menyelesaikan tulisan ini. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada orang tua, kakak, dan adik saya, atas doa, kasih

sayang, motivasi, dan perhatian, yang begitu besar selama ini

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni

Karmila, Ibu Siti Robiah, dan Ibu Siti Rahma, Kak Eko, dan Kak Bekti atas

bantuan yang diberikan. Tak lupa, ungkapan terima kasih penulis kepada seluruh

rekan peneliti di Laboratorium Kimia Organik (Tifah, Ela, Arif, Farid, Ina, Dinda,

Saki, Mba Dian, Lia, Tari, Lilik, Indah, Irvan, Tito, Ridho), teman.teman Kimia

43 (Wahyu, Fiul, Tyas, Tedy, Mitha), serta teman.teman 43 (Hendra, Rian, Peli,

Ajid) atas bantuan, motivasi, diskusi, dan kebersamaan selama penulis menempuh

studi dan menjalankan penelitian.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(6)

Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 23 Oktober 1988 dari Ayah

Suryana dan Ibu Ida Rosida. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan studi di SMA Muhammadiyah Sukabumi pada tahun 2006.

Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui

jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2008, penulis mengikuti

kegiatan praktik lapangan di Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor dengan judul

“Produksi enzim pemecah serat

(7)

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ... 2

Penyiapan SBE ... 2

Analisis Termal ... 2

Regenerasi SBE... 2

Oksidasi Lemak Bebas SBE dan Regenerasi SBE ... 2

Uji Kimia ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian Sebelumnya ... 3

Analisis Termal ... 3

Regenerasi SBE... 4

Oksidasi Lemak Bebas SBE dan regenerasi SBE ... 5

Kadar Air ... 6

Bobot Jenis Nyata ... 7

pH ... 7

Efisiensi Penjerapan Warna ... 8

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 9

Saran ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAMPIRAN ... 11

(8)

1 Temogram SBE ... 4

2 SBE sebelum dan setelah kalsinasi ... 4

3 Struktur montmorilonit. ... 5

4 SBE hasil regenerasi ... 5

5 Reaksi pembentukan peroksida ... 6

6 SBE setelah oksidasi (a) dan SBE hasil oksidasi dan kalsinasi (b) ... 6

7 SBE hasil oksidasi, kalsinasi,dan pengasaman dengan H

2

SO

4

10% ... 6

8 Hubungan antara perlakuan dan kadar air ... 7

9 Hubungan antara perlakuan dan bobot jenis nyata ... 7

10 Hubungan antara perlakuan dan pH ... 8

11 CPO hasil adsorpsi ... 8

12 Hubungan antara perlakuan dan efisiensi ... 9

1 Sifat.sifat fisika

6

1 Diagram alir penelitian ... 12

2 Termogram TGA SBE ... 13

3 Kadar air SBE hasil regenerasi ... 14

4 Bobot jenis SBE hasil regenerasi ... 15

5 pH SBE hasil regenerasi ... 16

6 Panjang gelombang maksimum CPO ... 17

7 Efisiensi penjerapan warna CPO ... 18

8 Uji F efisiensi SBE hasil regenerasi ... 20

(9)

merupakan istilah yang digunakan dalam dunia perdagangan untuk sejenis lempung ( ) yang mempunyai struktur montmorilonit. Lempung yang mempunyai struktur montmorilonit adalah bentonit. Kandungan mineral montmorilonit dalam bentonit sekitar 85% dengan rumus kimia [(OH)4Si8Al4• H2O] (Tsai 2002).

merupakan Ca.bentonit yang mempunyai sifat menyerap sedikit air, cepat mengendap tanpa membentuk suspensi, pH sekitar 4.0–7.1, dan daya tukar ion cukup besar.

Pasaran bentonit di dalam negeri cukup besar untuk berbagai keperluan industri. Hal ini dapat dilihat dari kebutuhan Ca.bentonit untuk industri minyak goreng, kimia, dan bahan galian nonlogam. Menurut , produksi minyak sawit kasar (CPO) di Indonesia pada tahun 2010 mencapai 21.8 juta ton, sedangkan pada proses pemurnian

( ) CPO, yang

digunakan antara 0.5 dan 2.0% dari massa CPO (Young 1987). Diperkirakan sekitar 436 000 ton per tahun dibutuhkan oleh industri pemurnian minyak.

Proses pemurnian diperlukan untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak dan warna yang tidak menarik sehingga memperpanjang masa simpan minyak. Pada pengolahan minyak, pemurnian yang dilakukan bergantung pada sifat alami minyak dan sifat akhir yang dikehendaki. Umumnya tahap.tahap pemurnian minyak terdiri atas netralisasi, pemucatan ( ), deodorisasi, dan pendinginan (Ketaren 1986).

Kualitas minyak sawit ditentukan oleh tingkat kemurnian CPO. Minyak sawit mentah masih mengandung beberapa pengotor baik yang terlarut maupun yang tidak terlarut dalam minyak serta suspensi yang turut terekstraksi pada waktu pengepresan kelapa sawit (Ketaren 1986). Pengotor pada minyak sawit ini sangat merugikan karena dapat menyebabkan warna merah gelap yang tidak diinginkan pada minyak. Dalam industri minyak sawit, warna merupakan parameter utama dalam penentuan kualitas minyak dan faktor penentu keterterimaan minyak dalam dunia perdagangan. Semakin gelap warna CPO, akan semakin mahal biaya yang dibutuhkan dalam proses pemurnian. Selain itu warna gelap juga menunjukkan kualitas minyak yang rendah (Kun 1998).

Pemucatan lazim dilakukan dengan cara

menambahkan .

terdapat sebagai deposit di alam. Secara

geologis, (Ca.bentonit)

terbentuk dari abu vulkanik yang telah menga. lami perubahan (alterasi) dan digolongkan sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan (Yusnimar 2009).

yang telah digunakan sebagai penjerap pengotor pada CPO lama. kelamaan akan terdeaktivasi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya atau bahkan hilangnya kemampuan mengadsorpsi pengotor pada CPO Hal ini terjadi karena bentonit telah jenuh, seluruh pori.porinya telah terisi penuh atau tapak aktifnya tertutupi oleh pengotor Untuk alasan tersebut, diperlukan proses regenerasi

bekas ( SBE) yang

bertujuan untuk membersihkan permukaan bentonit dari pengotor sehingga membuka tapak aktif yang tertutupi pengotor. Pembukaan tapak aktif ini akan memperbesar luas permukaan pori dan volume spesifiknya.

CPO mengandung senyawa trigliserida yang terbentuk dari gliserin dan asam lemak, senyawa nongliserida (fosfatida dan karotena), dan hidrokarbon (sterol, keton, asam butirat, dan tokoferol). Senyawa karotena merupakan pigmen (karotenoid) yang menyebabkan minyak goreng berwarna kuning atau merah. Bau dan rasa CPO disebabkan oleh senyawa hidrokarbon seperti asam butirat dan tokoferol. Vitamin yang terkandung dalam CPO antara lain A, D, dan E. Zat warna dalam minyak sawit terdapat secara alami atau barasal dari hasil degradasi zat warna alamiah. Zat warna alamiah seperti ά dan β.karotena, xantofil, gosifil, dan antosianin menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning cokelat, kehijau.hijauan, dan kemerah.merahan. Sementara zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah biasanya menyebabkan minyak berwarna gelap (Ketaren 1986).

Peningkatan konsumsi

(10)

Derivatnya, SBE dikategorikan sebagai B3. Alasan yang menjadi pertimbangan dalam PP tersebut adalah SBE mengandung residu minyak dan asam. Cara yang perlu dikembangkan untuk mengurangi limbah SBE adalah menggunakannya kembali ( ) sebagai adsorben untuk proses pemurnian di industri tersebut (Wahyudi 2000). Cara ini juga dapat meminimumkan jumlah SBE dan biaya yang diperlukan pada industri minyak goreng.

Konsentrasi asam dan suhu merupakan parameter yang perlu diperhitungkan dalam menentukan kondisi optimum regenerasi secara kimia.fisika. Regenerasi secara fisika dilakukan dengan pemanasan yang bertujuan menguapkan senyawa.senyawa yang mudah menguap seperti air, gas, asam, dan zat.zat organik yang terperangkap dalam rongga . Regenerasi secara kimia menggunakan asam bertujuan melarutkan logam dan melepaskan pengotor yang terdapat

pada . Daya pemucatan

bentonit hasil regenerasi ditunjukkan oleh nilai efisiensi adsorpsi warna CPO yang akan dibandingkan dengan efisiensi dari

(VBE) dan SBE tanpa perlakuan. Penelitian bertujuan menghasilkan melalui proses regenerasi SBE secara kimia.fisika.

!

Bahan.bahan yang digunakan adalah SBE hasil ekstraksi dari PT Bina Karya Prima Bekasi, H2SO4 10% dan 30%, H2O2 30%,

BaCl2 5%, aluminium foil, dan akuades.

Alat.alat yang digunakan adalah tanur, alat analisis termogravimetri (TGA) !

"#$%&"$ ! &"#'()*, kertas saring, sentrifuga, pengaduk magnet, pH meter, piknometer, spektrofotometer ultraviolet (UV).tampak Pharmaspec 1700 shimadzu, dan alat.alat kaca.

" #$ %

Sampel SBE dicuci dengan akuades, kemudian dikeringkan pada 105 °C selama 3 jam dalam oven.

$&$& "'

Sampel SBE hasil ekstraksi dianalisis menggunakan TGA. Sebanyak 24 mg sampel digerus dalam mortar kemudian dicetak ke dalam pelat platinum dan dilakukan analisis termal. Data yang diperoleh berupa termogram yang menggambarkan perilaku SBE ketika dipanaskan sampai suhu 1 000 °C.

"(" "' &$

SBE hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam 3 cawan porselen, setiap cawan berisi 30 g SBE Masing.masing dipanaskan dalam tanur pada suhu 700 °C dengan waktu yang berbeda. beda, yaitu selama 1, 2, dan 5 jam. Setiap sampel ditambahkan H2SO4 10% sebanyak

250 mL. Percobaan diulangi dengan menggunakan H2SO4 30% sebanyak 250 mL.

Campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Residu padat yang dihasilkan dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Untuk mengetahui sampel sudah bebas ion SO4

2.

, air bilasan diuji dengan larutan BaCl2.

Setelah itu, residu dikeringkan pada suhu 80 °C selama semalam (modifikasi Boukerroui

2000).

)&$ &$ " ) "* & "(" "' &$

SBE hasil ekstraksi sebanyak 9 g dimasukkan ke dalam gelas piala 100 mL, kemudian ditambahkan 20 mL H2O2 30%. Campuran

dipanaskan dengan suhu 80–90 °C sambil diaduk dengan pengaduk magnet, kemudian ditambahkan lagi 5 mL H2O2 30% sampai

total H2O2 di dalam larutan sebanyak 50 mL.

Residu padat disaring kemudian ditanur dengan suhu 700 °C selama 2 jam. Kepada hasil tanur ini, ditambahkan H2SO4 10%

sebanyak 250 mL, lalu campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam, dan disentrifugasi. Residu dicuci beberapa kali dengan akuades untuk mengeluarkan asam. Untuk mengetahui sampel sudah bebas ion SO4

2.

, air bilasan diuji dengan larutan BaCl2.

Setelah itu, residu dikeringkan pada suhu 80 °C selama semalam (Nebergall 1995).

+$ $ $

' $'

(11)

desikator dan ditimbang ( 1). Sampel SBE

ditimbang sebanyak 2 g ( 2) dengan ketelitian

4 desimal, lalu dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 100 ± 5 °C selama 5 jam, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang ( 3) (BSN 2000).

Kadar air (%) =

x

100%

,*,! -" $& # !

Piknometer kosong ditimbang dengan ketelitian 4 desimal ($), lalu sampel SBE ditimbang ke dalamnya ( ). Piknometer yang berisi sampel ditambahkan minyak tanah sedikit demi sedikit sambil dikocok. Setelah tidak ada rongga udara, piknometer yang telah terisi penuh ditutup pelan.pelan. Tumpahan minyak yang keluar dilap dengan kertas tisu sampai kering, lalu piknometer ditimbang (C). Seluruh isi piknometer kemudian dibuang, lalu piknometer bersihkan dan dilap sampai kering. Piknometer selanjutnya diisi dengan minyak tanah sampai penuh, ditutup pelan. pelan, tumpahan minyak yang keluar dilap sampai kering. Piknometer ditimbang kembali (&) g (BSN 2000).

Bobot jenis nyata (g/mL) =

x

bobot jenis minyak tanah

" " !. %

Dua buah gelas piala dibilas dengan air suling dan dikeringkan. Sampel SBE sebanyak 5 ± 0.01 g dimasukkan ke dalamnya, kemudian ditambahkan 50 mL air suling yang memiliki pH 7 ± 0.1. Suspensi dikocok dengan pengaduk magnet selama 10 menit dan didiamkan selama 10 menit. pH meter dikalibrasi dengan larutan standar pH, kemudian pH larutan sampel diukur (BSN 2000).

+$ " ./ ! '

Sebanyak 25 g minyak nabati mentah dimasukkan ke dalam gelas piala 200 mL, kemudian dipanaskan sampai suhu 105 ± 5 °C. Sampel SBE ditambahkan sebanyak 2.5% bobot minyak, campuran diaduk terus. menerus selama 30 menit dengan suhu dijaga pada 105 ± 5 °C. Sampel disaring dengan kertas saring teknis setara dengan Whatman No 40. Absorbans minyak setelah dan sebelum adsorpsi diukur menggunakan spektrofoto.meter UV.tampak pada panjang gelombang 443 nm. Percobaan diulangi dengan mengunakan sampel VBE (BSN 2000).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Efisiensi memucatkan warna =

x

100%

$ = absorbans minyak sebelum adsorpsi = absorbans minyak setelah adsorpsi

" " $!$ "*" . #

Regenerasi SBE telah banyak dilakukan pada penelitian sebelumnya dengan berbagai metode. Pada penelitian Wahyudi (2000), SBE diregenerasi dengan cara dilarutkan dengan H3PO4 kemudian dipanaskan dengan

suhu 180 C selama 30 menit. Pemanasan selanjutnya dilakukan dengan variasi suhu 300–700 C. Nebergall (1995) meregenerasi SBE dengan cara dioksidasi menggunakan H2O2 30%. Permana (2009) meregenerasi SBE

dengan cara diekstraksi menggunakan pelarut .heksana.

Penelitian ini mencoba menggabungkan beberapa metode regenerasi SBE yang telah dilakukan sebelumnya. SBE yang telah diekstraksi dipanaskan pada suhu ideal, kemudian diasamkan dengan H2SO4. Selain

itu, dilakukan juga regenerasi SBE dengan cara SBE hasil ekstraksi dioksidasi terlebih dahulu dengan H2O3 30% kemudian

dipanaskan dan diasamkan dengan H2SO4

(Lampiran 1). Suhu yang ideal pada proses

pemanasan didapat dari hasil TGA, yaitu 700 °C.

$&$& "'

Tahap pertama pada penelitian ini adalah analisis termal dengan menggunakan penganalisis termogravimetri (TGA). TGA merupakan jenis pengujian yang dilakukan pada sampel untuk menentukan perubahan bobot dalam kaitannya dengan perubahan suhu. Analisis ini bergantung pada ketelitian tingkat tinggi dalam 3 ukuran, yaitu bobot, suhu, dan perubahan suhu (Kamruddin 2002). Analisis termal ini diperlukan untuk menentukan suhu kalsinasi yang ideal pada saat regenerasi SBE (Suyitno 2009). Termogram hasil TGA dapat dilihat pada Gambar 1 (Lampiran 2).

(12)

dekomposisi di bawah suhu 200 oC, terjadi perlahan dan mulai melepaskan sejumLah kecil hidrokarbon dan senyawa organik yang terdapat pada SBE Di atas suhu 200 oC, pemanasan awal ( ) terjadi perubahan sampel menjadi berbentuk “ + ”. Tahapan kedua disebut sebagai dekomposisi

termal aktif ( ).

Dekomposisi mulai terjadi antara suhu 350 dan 400 oC dan berakhir saat mendekati suhu 700 oC. Suhu 400 oC ini dikatakan sebagai suhu awal untuk proses dekomposisi material. Tingkat akhir dari dekomposisi ini ditunjukkan oleh garis yang mulai mendatar.

Gambar 1 Termogram SBE

Gambar 1 menunjukkan kehilangan massa sebesar 9.76 mg (36.83%) ketika dipanaskan sampai sekitar 426.81 oC. Sebenarnya pada suhu 426.81 sampai 700 oC masih terjadi dekomposisi, tetapi dengan jumlah yang sangat sedikit sehingga dapat diabaikan. Saat suhu 700 sampai 1000 oC merupakan tingkat akhir dekomposisi, ditunjukkan dengan garis yang mulai mendatar. Dari hasil TGA ini, suhu kalsinasi yang ideal saat regenerasi SBE adalah 700 oC, karena sudah tidak ada dekomposisi lagi.

"(" "' &$

SBE pada dasarnya merupakan campuran antara senyawa lempung ( ) dan senyawa organik. Senyawa lempung berasal dari VBE, sedangkan senyawa organik berasal dari CPO (Mana 2008). Senyawa organik dari CPO sebagian besar merupakan senyawa trigliserida ( ). Senyawa trigliserida tersusun dari gliserol dengan 3 asam lemak, asam lemak pada CPO umumnya berasal dari asam oleat (39.5%) dan palmitat (41.6%). Kandungan asam lemak takjenuh (asam oleat dan linoleat) dalam CPO sekitar 55% dari kandungan asam lemaknya. Asam lemak takjenuh kurang stabil dan lebih mudah

bereaksi dibandingkan dengan asam lemak jenuh (Wahyudi 2000).

Regenerasi SBE dilakukan untuk meng. hilangkan asam lemak dari CPO yang me. nempel dan untuk mengaktifkan kembali SBE sehingga dapat digunakan kembali dalam proses pemurnian CPO. Regenerasi ini dilakukan 2 tahap, yaitu pemanasan dan pengasaman dengan H2SO4 (Boukerroui

2000). Dari hasil TGA (Gambar 1), suhu kalsinasi yang ideal saat regenerasi SBE adalah 700 oC. Gambar 2 memperlihatkan warna SBE setelah kalsinasi lebih terang daripada sebelum kalsinasi. Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak dalam SBE telah hilang dan dapat dinyatakan bahwa sampel tersebut murni berisi molekul montmorilonit.

Gambar 2 SBE sebelum (kiri) dan setelah kalsinasi (kanan).

Pemanasan ke sekitar suhu 150–180 oC dapat membuat asam lemak takjenuh terpolimerisasi dengan bantuan katalis lempung. Reaksi polimerisasi ini terjadi melalui adisi asam lemak takjenuh yang terkonjugasi dengan adanya oksigen atau tidak. Reaksi polimerisasi tersebut dapat membentuk senyawa dengan bobot molekul yang lebih tinggi dan kompleks dibandingkan dengan senyawa trigliserida Pada suhu sekitar 300–700 oC, asam lemak dapat berubah menjadi + (arang) (Pollard 1991). , + tersebut dengan bantuan H2SO4 dan

suhu tinggi (700 oC) dapat membuat bahan mempunyai permukaan yang aktif.

Aktivasi adsorben dengan asam mineral (H2SO4) akan mempertinggi daya pemucatan

karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi dengan komponen berupa garam Ca dan Mg yang menutupi pori.pori adsorben. Di samping itu, asam mineral melarutkan Al2O3

sehingga dapat menaikkan nisbah jumlah SiO2

dan Al2O3 dari (2–3) : 1 menjadi (5–6) : 1.

Aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan 3 macam reaksi. Mula.mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3,

Al2O3, CaO, dan MgO yang mengisi pori.pori

adsorben. Pori.pori akan menjadi terbuka sehingga menambah luas permukaan adsorben. Ion.ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada

(13)

pada permukaan kristal adsorben secara berangsur.angsur akan digantikan oleh ion H+ dari asam mineral. Ion H+ tersebut selanjutnya juga akan ditukar oleh ion Al3+ yang telah larut dalam larutan asam. Struktur montmorilonit yang telah diaktivasi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur montmorilonit (Cool & Vansant 2002).

Dalam regenerasi secara kimia dengan pengontakan asam, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Al4Si8O20 (OH)4 + 2H+→ Al3Si8O20(OH)2 +

Al3+ + 2 H2O

Pada kondisi tersebut, separuh atom Al berpindah dari struktur bersama dengan gugus hidroksil, sehingga terjadi perubahan gugus oktahedral menjadi tetrahedral. Atom Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan 4 atom oksigen tersisa (Agustiawan 1992). Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal bermuatan negatif. Muatan negatif pada permukaan kristal dapat dinetralkan oleh logam.logam alkali dan alkali tanah yang terdapat pada bentonit. Ikatan antara ion Al dan kation penetral tersebut adalah ikatan ionik yang mudah diputuskan, karena kation. kation tersebut bukan bagian dari kerangka bentonit. Karena itu, kation.kation tersebut sehingga dapat dengan mudah dipertukarkan dengan ion H+ yang berasal dari asam mineral. Gambar 4 menunjukkan hasil kalsinasi selama 1, 2, dan 5 jam dan pengasaman dengan H2SO4 10 dan 30%. Hasil regenerasi

ini diharapkan sudah tidak lagi mengandung asam lemak dan memiliki permukaan yang aktif. Terhadap hasil regenerasi ini, dilakukan beberapa uji kimia, yaitu penentuan kadar air, bobot jenis nyata, pH, dan efisiensi adsorpsi warna.

(1) (2)

(3)

Gambar 4 SBE hasil regenerasi: kalsinasi 1 jam dan pengasaman (H2SO4 10

dan 30%) (1), Kalsinasi 2 jam dan pengasaman (H2SO4 10 dan 30%)

(2), Kalsinasi 3 jam dan peng. asaman (H2SO4 10 dan 30%) (3).

)&$ &$ " ) "* & "(" "' &$

Oksidasi lemak bebas SBE dan regenerasi SBE ini sebenarnya sama seperti regenerasi sebelumnya, yaitu dengan pemanasan dan pengasaman dengan H2SO4, tetapi sebelum

itu, SBE dioksidasi terlebih dahulu dengan hidrogen peroksida (H2O2) 30%. Hal ini

bertujuan agar SBE lebih terbebas dari asam lemak.

H2O2 memiliki keunggulan dibandingkan

dengan oksidator yang lain, yaitu sifatnya yang ramah lingkungan karena tidak meninggalkan residu berbahaya dan kekuatan oksidatornya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. H2O2 memiliki sifat oksidator kuat,

tidak berwarna, memiliki bau yang khas agak keasaman, dan larut sangat baik dalam air. Dalam kondisi normal, H2O2 sangat stabil,

dengan laju dekomposisi yang sangat rendah. Pada saat mengalami dekomposisi, H2O2

terurai menjadi air dan gas oksigen, dengan mengikuti reaksi eksoterm berikut:

H2O2 H2O + ½ O2 + 23.45 kkal/mol

Oksigen yang dihasilkan digunakan dalam mengoksidasi asam lemak yang ada dalam SBE. Oksidasi asam lemak takjenuh khususnya asam oleat terjadi melalui mekanisme reaksi.rantai autokatalitik radikal bebas (Yubaidah 2009). Mekanisme oksidasi ini terdiri atas runtutan inisiasi (I), propagasi (P), dan terminasi (T):

Inisiasi

RH + O2 → R•+ HO2•

(14)

Propagasi

R• + O2 → ROO•

ROO• + RH → ROOH + R• Terminasi

R• + R• → R.R

ROO• + ROO• → produk stabil

Oksidasi spontan asam lemak takjenuh didasarkan pada serangan oksigen pada ikatan rangkap membentuk hidroperoksida takjenuh. Peroksida bersifat reaktif dan mudah mengalami dekomposisi menghasilkan senyawa dengan bobot molekul lebih rendah. Secara umum, reaksi pembentukan peroksida diberikan pada Gambar 5.

R C H

C H

R O O R C H C H R O O . Moloksida + R CH O R CH O + R C H C H R O O Peroksida

Gambar 5 Reaksi pembentukan peroksida.

Terbentuknya peroksida disusul dengan terbentuknya ikatan rangkap baru yang akan menghasilkan sederet senyawa aldehida dan asam jenuh dengan bobot molekul lebih rendah (terutama dengan jumlah atom C1– C9), misalnya senyawa epihidrin aldehida. Satu molekul oksigen yang bereaksi dengan ikatan takjenuh akan menghasilkan oksida lemak dan secara bersamaan membebaskan atom oksigen aktif. Oksigen aktif ini menyerang molekul trigliserida dengan 3 macam reaksi yang mungkin terjadi, yaitu membentuk molekul oksida; melalui dehidrogenasi rantai molekul, akan menghasilkan ikatan rangkap sekunder; dan melalui pembentukan zat antara (hidroperoksida) yang akan menghasilkan senyawa hidroksi dan keton, selanjutnya terurai melalui proses pemecahan rantai molekul.

Gambar 6a menunjukkan SBE hasil oksidasi sebelum dan setelah kalsinasi, terlihat warna sampel lebih terang daripada sampel yang tidak dioksidasi (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung di dalam sampel telah berkurang. Setelah sampel dioksidasi, sampel dikalsinasi dengan suhu 700 oC agar sampel benar.benar terbebas dari asam lemak. SBE hasil oksidasi

dan kalsinasi warnanya lebih terang lagi (Gambar 6b). Hal ini menunjukkan bahwa sampel sudah terbebas dari asam lemak.

(a) (b)

Gambar 6 SBE setelah oksidasi (a) dan SBE hasil oksidasi dan kalsinasi (b).

Gambar 7 merupakan hasil kalsinasi 2 jam dilanjutkan pengasaman dengan H2SO4 10%.

Hasil regenerasi ini diharapkan sudah tidak mengandung asam lemak lagi dan memiliki permukaan yang aktif. Terhadap hasil regenerasi ini, juga akan dilakukan uji kimia yang sama seperti SBE yang diregenerasi tanda oksidasi awal.

Gambar 7 SBE hasil oksidasi, kalsinasi, dan pengasaman dengan H2SO4 10%.

' $'

Penetapan kadar air bertujuan mengetahui sifat higroskopis SBE. Nilai kadar air berkisar antara 3.19 dan 4.07% (Lampiran 3), memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (BSN 2000), yaitu lebih rendah dari 15% (Tabel ).

Tabel Sifat.sifat fisika (BSN 2000)

Jenis uji Satuan Persyaratan

Bobot jenis nyata g/ml 2.0 . 2.7

pH suspense (10 % padatan) . 6.5 . 8.5

Kadar air % maks 15

Efisiensi memucatkan warna % min 40

Gambar 8 menunjukkan bahwa kadar air terendah dimiliki sampel SBE hasil regenerasi dengan perlakuan kalsinasi selama 5 jam dan pengasaman dengan H2SO4 30%. Kadar air ini

(15)

tanpa perlakuan. Sementara kadar air tertinggi dimiliki sampel SBE dengan perlakuan kalsinasi 1 jam dan pengasaman dengan H2SO4 10%. Lama kalsinasi dan konsentrasi

H2SO4 berpengaruh terhadap kadar air.

Semakin lama waktu kalsinasi, semakin rendah kadar air sampel, hal ini disebabkan air yang terperangkap dalam sampel semakin hilang. Kadar air juga sangat erat hubungannya dengan sifat higrokopis dari aktivator yang digunakan, yaitu H2SO4.

Semakin besar konsentrasi H2SO4, semakin

rendah kadar air SBE. Terikatnya molekul air yang ada pada SBE oleh aktivator menyebabkan pori.pori SBE semakin besar. Semakin besar pori.pori, luas permukaan SBE hasil regenerasi semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan ini mengakibatkan semakin meningkatnya kemampuan adsorpsi dari SBE, yang berarti kualitas SBE semakin baik.

Gambar 8 Hubungan antara perlakuan dan kadar air.

,*,! -" $& # !

Penentuan bobot jenis nyata pada penelitian ini menggunakan minyak tanah sebagai pembanding. Minyak tanah digunakan karena SBE berbentuk padatan dan bersifat polar, sehingga pada saat diukur bobot jenisnya perlu ditambahkan senyawa nonpolar agar SBE tidak larut. Dengan demikian akan didapatkan nilai bobot jenis nyata yang sesungguhnya dari SBE. Analisis bobot jenis dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan karakteristik fisik dari suatu bahan. Menurut Djatmiko dan Widjaya (1984), dalam uji bobot jenis, suhu harus diatur dengan hati.hati dalam kisaran yang pendek, karena peningkatan suhu akan menurunkan bobot jenis.

Bobot jenis SBE hasil regenerasi berkisar antara 2.0220 dan 2.0342 g/mL (Lampiran 4). Gambar 9 menunjukkan bahwa bobot jenis

nyata dari semua perlakuan memenuhi BSN (2000), yaitu berkisar 2.0–2.7 g/mL (Tabel ). Nilai bobot jenis nyata dari semua perlakuan hampir mendekati bobot jenis VBE, yaitu 2.0621 g/mL.

Gambar 9 Hubungan antara perlakuan dan bobot jenis.

.

%

Bentonit merupakan suatu mineral aluminosilikat dengan struktur lapis 2:1 (SiO2

dan Al2O3). Sisi aktif bentonit dibedakan atas

sisi muka dan tepi. Kedua sisi ini merupakan permukaan luar. Sisi muka selalu memiliki muatan negatif akibat substitusi isomorfik Si4+ oleh Al3+ (Schulze 1998). Sebaliknya, sisi tepi mineral lempung muatannya bervariasi bergantung pada pH, bermuatan positif pada pH rendah dan bermuatan negatif pada pH tinggi sebagai akibat protonasi dan deprotonasi gugus hidroksil permukaan (SiOH) (Sposito 1985). Reaksi protonasi dan deprotonasi SiOH dapat dinyatakan oleh persamaan berikut:

Pada pH rendah: SiOH + H+ SiOH2 +

Pada pH tinggi: SiOH + OH. SiO. + H2O

Untuk struktur lapis 2:1, tumpukan antarunit struktur dasar mengakibatkan dekatnya letak 2 atom oksigen dari lapis tetrahedral yang bersinggungan. Karena itu, unit.unit struktur dasar tersebut saling bertolakan (Lua & Yang 2004) dan mengakibatkan mengembangnya mineral lempung. Hal ini membentuk satu sisi aktif tambahan yang disebut sisi antarlapis (permukaan dalam). Adanya sisi antarlapis ini merupakan ciri khusus dari mineral lempung dengan struktur lapis 2 : 1 (Sainz 2001).

pH SBE hasil regenerasi berkisar antara 6.61 dan 6.89 (Lampiran 5). Gambar 10 menunjukkan bahwa pH SBE hasil regenerasi memenuhi BSN (2000), yaitu berkisar 6.5–8.5 (Tabel). pH dengan pengasaman H2SO4 30%

lebih tinggi daripada pH dengan pengasaman H2SO4 10%. Nilai pH hasil regenerasi juga

(16)

mendekati nilai pH VBE, yaitu 6.91, dan lebih tinggi daripada pH SBE tanpa perlakuan, yaitu 5.59. Menurut Ketaren (1986), daya adsorpsi terhadap warna akan lebih efektif jika pH adsorben mendekati netral. Data pH yang diperoleh semuanya mendekati netral, maka diharapkan dapat menjerap pengotor pada CPO dengan baik.

Gambar 10 Hubungan antara perlakuan dan pH.

0$&$" &$ &,'%&$ '

Molekul.molekul pada permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya tarik ke arah dalam, karena tidak ada gaya.gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya tarik ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada absorpsi, zat yang dijerap masuk ke dalam absorben, sedangkan pada adsorpsi, zat yang dijerap hanya terdapat pada permukaannya. Jadi, adsorpsi merupakan peristiwa adsorpsi atom, ion, atau molekul pada lapisan permukaan atau antarfase; atom atau molekul tersebut terkumpul pada bahan pengadsorpsi atau adsorben. Menurut jenisnya adsorpsi ada 2 macam, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia. Gaya yang menyebabkan adsorpsi fisika sama seperti yang menyebabkan gas mengembun dan lazim dikenal sebagai gaya van der Walls. Adsorpsi fisika biasanya berlangsung dalam suhu yang rendah dan dapat terjadi pada semua zat. Sementara adsorpsi kimia mencakup pembentukan ikatan kimia. Oleh karena itu, sifatnya lebih spesifik daripada adsorpsi fisika. Akan tetapi, terkadang tidak terdapat perbedaan yang tajam antara kedua jenis adsorpsi ini. (Sukardjo 1985).

Dalam adsorpsi kimia, ikatan dapat sedemikian kuatnya sehingga spesies asli tidak dapat ditemukan. Biasanya adsorpsi kimia terjadi pada suhu yang tinggi. Pada proses adsorpsi ada beberapa gaya yang terlibat, yaitu gaya tarik van der Walls yang

nonpolar, ikatan hidrogen, penukaran ion, dan pembentukan ikatan kovalen.

Efisiensi adsorpsi warna CPO oleh SBE hasil regenerasi diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV.tampak dan dibanding. kan dengan CPO tanpa perlakuan. Dari hasil pemayaran CPO tanpa perlakuan, didapat panjang gelombang maksimum 443 nm (Lampiran 6). Panjang gelombang ini digunakan pada pengukuran absorbans CPO yang diadsorpsi oleh SBE hasil regenerasi. Dari Gambar 11 terlihat bahwa warna CPO dengan penambahan SBE hasil regenerasi lebih terang daripada CPO awal. Ini menunjukan bahwa SBE hasil regenerasi telah berhasil mengadsorpsi warna CPO.

Gambar 11 CPO hasil adsorpsi (dari kiri ke kanan: CPO awal, VBE, 1 jam 10%, 1 jam 30%, 2 jam 10%, 2 jam 30%, 5 jam 10%, 5 jam 30%, dan oksidasi).

Efisiensi adsorpsi SBE hasil regenerasi berkisar antara 97.69 dan 98.44% (Lampiran 7). Nilai efisiensi SBE hasil regenerasi mendekati nilai efisiensi VBE, yaitu 98.46%. Regenerasi SBE ini dapat dikatakan berhasil karena nilai efisiensinya lebih besar daripada SBE tanpa perlakuan, yaitu 87.64% dan memenuhi persyaratan BSN (2000), yaitu lebih tinggi dari 40% (Tabel). Berdasarkan uji F (Lampiran 8), nilai efisiensi dari semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan VBE, sehingga dapat dikatakan bahwa efisiensi SBE hasil regenerasi sangat mendekati efisiensi VBE.

Gambar 12 menunjukkan bahwa lama waktu kalsinasi SBE tidak terlalu berpengaruh terhadap efisiensi adsorpsi warna pada CPO, tetapi konsentrasi H2SO4 berpengaruh; H2SO4

30% efisiensinya lebih tinggi dibandingkan dengan H2SO4 10%. Efisiensi hasil oksidasi

lebih rendah daripada efisiensi dengan cara biasa (pemanasan dan pengasaman saja). Seharusnya efisiensi hasil oksidasi ini lebih tinggi daripada efisiensi dengan cara biasa, karena asam lemak dengan cara oksidasi bisa lebih banyak hilang. Hal ini dapat disebabkan regenerasi dengan cara oksidasi terlebih dahulu sebelum pemanasan dan pengasaman menggunakan H2SO4 10%.

(17)

Gambar 12 Hubungan antara perlakuan dan efisiensi.

Persen efisiensi dari semua perlakuan tidak berbeda nyata dengan VBE. Persen efisiensi adsorpsi warna yang paling tinggi adalah SBE dengan perlakuan kalsinasi 2 jam dan pengasaman dengan H2SO4 30%. Waktu

kalsinasi pada saat regenerasi tidak berpengaruh terhadap efisiensi adsorpsi warna, tetapi konsentrasi H2SO4 berpengaruh.

Konsentrasi H2SO4 yang paling baik adalah

30%.

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah berapa kali SBE ini dapat diregenerasi sehingga dapat digunakan kembali pada proses pemurnian CPO. Harapannya, regenerasi ini tidak hanya dapat dilakukan sekali, tetapi berulang.ulang, sehingga dapat menghemat jumlah bentonit di alam dan meminimumkan limbah SBE.

Agustiawan I. 1992. Aktivasi bentonit dengan limbah sulfat [tesis]. Serpong: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Indonesia.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Bentonit untuk pemucat nabati. SNI 13. 6336.2000.

Boukerroui A, Mohand SO. 2000. Regeneration of spent bleaching earth and

its reuse in the refining of an edible oil.

-, " 75:773.776.

Cool P, Vansant EF. 2002. Pillared clays: Preparation, characterization, and application. - $ , 60:309. 319.

Djatmiko B, Widjaya AP. 1984. " + . + / +0. Bogor: Industri Pr.

Kamruddin M, Ajikumar PK, Dash S, Tyagi AK, Balden R. 2003. Thermogravimetry evolved gas analysis mass spectrometry system for materials research. .

26:449.460.

Ketaren S. 1986. . + / + .

Jakarta: UI.Pr

Kun SL, Lee CK, Lee YK. 1998. Decolorization of CPO by acid activated spent bleaching earth. - , "

72:67.73.

Lua AC, Yang T. 2004. Effect of activated temperature on the textural and chemical properties of potassium hydroxide activated carbon prepared from pistachio. nut shell. - , 0 274:594.601.

Mana M, Mohand SO, Marc L, De Menorval LC. 2008. Removal of lead from aqueous solutions with a treated spent bleaching earth. * ! . 159:358.364.

Nebergall , penemu; American Colloid Company. 12 Nov 1995. Process for regenerating spent acid.activated bentonite clays and smectite catalysts. US patent 5468701.

Nukman. 2008. Dekomposisi

dari batu bara Tanjung Enim dengan menggunakan alat

! (TGA). . + " + 12:65.59.

Permana DG. 2009. Pemulihan minyak sawit dari limbah bahan pemucat dengan metode ekstraksi menggunakan pelarut organik [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Pollard SJT, Sollars JS, Perry R. 1991. A low cost adsorbent from spent bleaching earth I.The selection of an activation procedure.

(18)

Sainz DCI, Hernandez LA, Dove MT. 2001. Modeling of dioctahedral 2:1 phyllosilicates by means of transferable empirical potentials. , . 28:130.135.

Sukardjo. 1985. 1 $ +.

Yogyakarta: Bina Aksara.

Suyitno. 2009. Perumusan laju reaksi dan sifat.sifat pirolisis lambat sekam padi menggunakan metode analisis termo. gravimetri - " + + . 11:12.18.

Schulze DJ. 1998. .

. Winconsin: Soil Science Society of America.

Sposito G. 1984. " , . New York: Oxford Univ Pr.

Tsai WT, Chen HP, Hsein WY, Lai CW, Lee MS. 2002. Thermochemical regeneration of bleaching earth waste with zinc

chloride. ,

39:65.77.

Wahyudi MY. 2000. Studi penggunaan

kembali bekas sebagai

adsorben dalam proses refining CPO [tesis]. Bandung: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung.

Young FVK. 1987.

2 . Di dalam:

Gustone FD. 3 ,

$ , . New York: J Wiley.

Yubaidah . 2009. Stabilitas oksidasi

biodiesel sawit - dan

pengaruhnya terhadap karakteristik emisi gas buang [tesis]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Yusnimar. 2009. Proses CPO: Pengaruh ukuran partikel bentonit dan suhu aktivasi terhadap daya jerap bentonit [tesis]. Yogyakarta: Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada.

(19)
(20)

2

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

(SBE) hasil ekstraksi

Preparasi

Regenerasi

Analisis

Termal

Uji Kimia

Kadar Air

Berat Jenis

Nyata

Penentuan

pH

Uji Pemucatan

Warna

10

1

(21)

12

Lampiran 2 Termogram TGA SBE

1

(22)

12

Lampiran 3 Kadar air SBE hasil regenerasi

Sampel Ulangan

Bobot (g) Kadar air (%)

Rerata (%) Cawan kosong Sampel awal Cawan +

(

x

100%

( 4) ( 5) sampel akhir ( 6)

1 33.6681 2.0080 35.5944 4.0687

1 jam 10 % 2 33.2359 2.0334 35.1868 4.0572 4.07

3 33.8417 2.0298 35.7889 4.0693

1 34.5700 2.0151 36.5071 3.8707

1 jam 30 % 2 35.2581 2.0285 37.2078 3.8846 3.88

3 34.2574 2.0448 36.2230 3.8732

1 35.5270 2.0218 37.4715 3.8233

2 jam 10 % 2 34.5718 2.0327 36.6045 3.8274 3.85

3 36.3437 2.0549 38.3182 3.9126

1 36.3421 2.0466 38.3226 3.2297

2 jam 30 % 2 35.3785 2.0784 37.3887 3.2823 3.24

3 34.5825 2.0396 36.5557 3.1967

1 35.3680 2.0080 37.3094 3.3167

5 jam 10 % 2 35.2489 2.0272 37.2088 3.3198 3.32

3 36.3874 2.0487 38.3682 3.3159

1 31.4665 2.0024 33.4026 3.3110

5 jam 30 % 2 31.4685 2.0052 33.4110 3.1270 3.19

3 34.5725 2.0015 36.5113 3.1327

1 36.3437 2.0457 38.3121 3.7787

Oksidasi 2 34.5723 2.0729 36.5679 3.7291 3.74

3 35.5281 2.0912 37.5418 3.7204

1 35.3682 2.0162 37.3183 3.2784

VBE 2 36.3441 2.0275 38.3055 3.2602 3.26

3 35.5262 2.0482 37.5083 3.2272

1 33.6784 2.0342 35.6012 1.9228

SBE 2 33.2478 2.0478 35.1753 1.9275 5.64

3 31.4697 2.0449 33.4006 1.9309

1

(23)

12

Lampiran 4 Bobot jenis SBE hasil regenerasi

Sampel Ulangan

Bobot (garam)

Berat jenis (gmL)

Rerata (g/mL) Pikno Pikno +

Sampel

Pikno + sampel Pikno + ( Kosong

(A)

Sampel

(B) minyak tanah (C)

minyak tanah

(D) x BJ minyak tanah) 1 12.8657 14.8705 2.0048 23.3818 22.1753 2.0518

1 jam 10% 2 12.7645 14.7698 2.0053 23.3726 22.1770 2.0234 2.0493 3 12.7660 14.7701 2.0041 23.3904 22.1762 2.0729

1 12.7623 14.7753 2.0130 23.3975 22.1719 2.0887

1 jam 30% 2 12.7701 14.7919 2.0218 23.4006 22.1722 2.0819 2.0929 3 12.7616 14.7796 2.0180 23.4089 22.1730 2.1081

1 12.7879 14.8005 2.0126 23.3939 22.1975 2.0146

2 jam 10% 2 12.7792 14.8028 2.0236 23.4006 22.1854 2.0451 2.0368 3 12.7781 14.8106 2.0325 23.4089 22.1862 2.0506

1 12.7730 14.7845 2.0115 23.4000 22.1826 2.0695

2 jam 30% 2 12.7653 14.7915 2.0262 23.4033 22.1834 2.0531 2.0587 3 12.7680 14.7995 2.0315 23.4085 22.1852 2.0536

1 12.7752 14.7817 2.0065 23.3787 22.1853 2.0161

5 jam 10% 2 12.7637 14.7719 2.0082 23.3797 22.1828 2.0223 2.0222 3 12.7782 14.7907 2.0125 23.3895 22.1877 2.0281

1 12.7764 14.7958 2.0194 23.3888 22.1860 2.0204

5 jam 30% 2 12.7867 14.8068 2.0201 23.3971 22.1891 2.0323 2.0342 3 12.7718 14.7957 2.0239 23.4009 22.1836 2.05

1 12.7754 14.8269 2.0515 23.4206 22.1850 2.0543

Oksidasi 2 12.7619 14.7744 2.0125 23.3895 22.1875 2.0286 2.0508 3 12.7683 14.8120 2.0437 23.4207 22.1838 2.0695

1 12.7670 14.8333 2.0663 23.4016 22.1766 2.0066

VBE 2 12.7685 14.8213 2.0528 23.4298 22.1827 2.0816 2.0621 3 12.7718 14.8207 2.0489 23.4259 22.1748 2.0982

1 12.7849 12.7849 2.0138 21.3827 22.1945 2.0267

SBE 2 12.7894 12.7894 2.0224 21.3872 22.1990 2.0354 2.0366 3 12.7788 12.7788 2.0346 21.3766 22.1884 2.0476

1

(24)

13

Lampiran 5 pH SBE hasil regenerasi

Sampel

Ulangan

pH

Rerata

pH

1

6.64

1 jam 10%

2

6.67

6.66

3

6.68

1

6.75

1 jam 30%

2

6.78

6.75

3

6.73

1

6.59

2 jam 10%

2

6.63

6.61

3

6.61

1

6.83

2 jam 30%

2

6.85

6.85

3

6.87

1

6.75

5 jam 10%

2

6.78

6.75

3

6.73

1

6.91

5 jam 30%

2

6.87

6.89

3

6.89

1

6.75

Oksidasi

2

6.79

6.77

3

6.77

1

6.91

VBE

2

6.93

6.91

3

6.89

1

5.56

SBE

2

5.68

5.59

3

5.54

(25)

12

Lampiran 6 Panjang gelombang maksimum CPO

(26)

12

Lampiran 7 Efisiensi penjerapan warna CPO

Sampel Ulangan Absorbans Pengenceran Efisiensi

(%)

Rerata efisiensi (%)

1 jam 10% 1 0.352 5

x

98.21

2 0.358 5

x

98.18 98.19

3 0.361 5

x

98.17

1 jam 30% 1 0.331 5

x

98.32

2 0.335 5

x

98.30 98.30

3 0.339 5

x

98.28

2 jam 10% 1 0.341 5

x

98.27

2 0.344 5

x

98.25 98.25

3 0.349 5

x

98.23

2 jam 30% 1 0.303 5

x

98.46

2 0.308 5

x

98.43 98.44

3 0.311 5

x

98.42

5 jam 10% 1 0.400 5

x

97.97

2 0.405 5

x

97.94 97.94

3 0.409 5

x

97.92

5 jam 30% 1 0.399 5

x

97.97

2 0.391 5

x

98.01 98.01

3 0.384 5

x

98.05

Oksidasi 1 0.451 5

x

97.71

2 0.457 5

x

97.68 97.69

3 0.453 5

x

97.70

VBE 1 0.303 5

x

98.46

2 0.308 5

x

98.43 98.46

3 0.301 5

x

98.47

SBE 1 0.602 20

x

87.76

2 0.613 20

x

87.54 87.64

3 0.609 20

x

87.62

Contoh perhitungan:

Efisiensi warna (%) =

x

100%

=

. 0.352x 5

.

x

100%

=

98.21%

Keterangan: $= absorbans CPO awal

=absorbans CPO yang telah dijerap

(27)

12

Lanjutan lampiran 7

Sampel Ulangan absorban Pengenceran Rerata

absorban

CPO awal 1 0.656 150x

2 0.655 150x 0.656

3 0.656 150x

Sania® 1 0.051 5x

2 0.055 5x 0.054

3 0.057 5x

(28)

12

Lampiran 8 Uji F efisiensi SBE hasil regenerasi

Perlakuan Ulangan Efisiensi Ragam=s2 F hitung=!

" F tabel Keterangan

1 jam 10% 1 98.21

2 98.18 4.3333

x

10.4

1 19.5 F hit < F tabel Tidak berbeda nyata 3 98.17

1 jam 30% 1 98.32

2 98.3 4

x

10.4

1.0833 19.5 F hit < F tabel Tidak berbeda nyata 3 98.28

2 jam 10% 1 98.27

2 98.25 4

x

10.4

1.0833 19.5 F hit < F tabel Tidak berbeda nyata 3 98.23

2 jam 30% 1 98.46

2 98.43 4.333

x

10.4

1 19.5 F hit < F tabel Tidak berbeda nyata 3 98.42

5 jam 10% 1 97.97

2 97.94 6.333

x

10.4

1.4616 19.5 F hit < F tabel Tidak berbeda nyata 3 97.92

5 jam 30% 1 97.97

2 98.01 1.6

x

10.3 3.6926 19.5 F hit < F tabel Tidak berbeda nyata 3 98.05

Oksidasi 1 97.71

2 97.68 2.333

x

10.4

1.8573 19.5 F hit < F tabel Tidak berbeda nyata 3 97.7

SBE 1 87.76

2 87.54 0.0124 28.6176 19.5 F hit < F tabel Berbeda nyata

3 87.62

2

(29)

Gambar

Gambar 1  Termogram SBE
Gambar 4  SBE hasil regenerasi: kalsinasi 1
Gambar 6  SBE setelah oksidasi (a) dan SBE�
Gambar 9  Hubungan antara perlakuan dan
+3

Referensi

Dokumen terkait