• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Metode Spektroskopi Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartati (NAA), Creatine(CR), Cholin(CH) pada Magnetik Resonace Imaging Cerebellum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Metode Spektroskopi Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartati (NAA), Creatine(CR), Cholin(CH) pada Magnetik Resonace Imaging Cerebellum"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Antonin Skoch et all, Spectroscopic imaging: Basic principles, 2008, European Journal of Radiology 67 : 230–239.

Bushong, S.C. 1996. Radiologic science for technologists: Physics, Biology, and Protection, Seventh edition, 84–173, Mosby Inc, ST. Louis London Philadelphia Sydney Totonto.

Bushbreg, J.T.,J.A. Seibert, E.M. Leidholdt, and J.M. Boone. 2002, The Essensial Physic of medical Imaging second edition, second edition, 377- 462, Lippincott williama and Wilkins, Philadelphia, USA

Bushberg, J.T. dan Seibert, J.A. dan Leidhold, E.M. 2001. The Essential Physic of medical Imaging. California: University of California

Hoa,2007.MRI Sequence; Image Quality and Artefact Forshult, stig E, 2007, magnetic resonance imaging MRI An Overview, Karlstad University, Swedia.

Irina Mader et all, 1H MR Spectroscopy of inflammation, infection, and ischemia of the brain, 2008, European Journal of Radiology, 67 (2008) 250-257

Jacobus F. A. Jansen,MS et all, 1H MR Spectroscopy of the Brain: Absolute Quantification of Metabolites, Radiology: Volume 240: Number 2—August 2006. Jonathan Gillard et all, Clinical MR Neuroimaging, Diffusion, Perfusion, and Spectroscopy, 2005, Cambridge University Press, New York, pp: 7-38

J.Keinth Smith et all, Effect of Contrast Material on Single volume Proton MR Spectrosocpy, 2000, Americal Journal of Neuroradiology ,21 :1084-1089

Kim M Cecil, Magnetic Resonance Spectroscopy of Pediatric Brain, Topics in Magnetic Resonance Imaging, 2001, Lippincott Williams, Inc Philadelphia, 12(6) : 435-452

Lara A Branadao, MR Spectroscopy of the brain, 2004, Lippincontt Williams & Wilkins, pp: 2-10

Meng Law, MR Spectroscopy of Brain Tumors, 2004 ,Topic Magnetic Resonance Imaging;15:291–313)

Mullins, MR Spectroscopy : truly molecular imaging : past, present, and future, Neuroimagingclinics of North America, 2006, Nov, 16 (4),:605-18,vii

(2)

Pravat K Mandal, In vivo magnetic resonance spectroscopic signal processing for the absolute quantitation of brain metabolites, 2011, European journal of Radiology, doi: 10.16/j.erad2011.03.076

Rakesh K Gupta, Robert B. Lufkin, MR Imaging Spectroscopy of Central Nervous System Infection, 2002, Kluwer Academic Publisher, New York, pp:1-53

Raul, N. Uppot, MD., and James, L.M.D., 2002 Fast imaging techniques for body magnetic resonance.hhtp//www.applieddradiology.com

Soares D.P,M.Law, Magnetic resonance spectroscopy of the brain: review of metabolites and clinical applications, 2009, Clinical Radiology 64: 12-21.

Virginie Callot, et all, 1H MR Spectroscopy of human brain tumors : a practical approach, 2008, European Journal of Radiology, 67 , 268-274.

(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 PERALATAN DAN BAHAN PENELITIAN 3.1.1 Peralatan penelitian

1. MRI 1,5 T merek SIEMENS 2. Meja pasien

3. Monitor

4. Penutup telinga (ear plug) 5. Bantal

6. Selimut

7. Tombol emergency pasien sebagai media komunikasi dengan petugas apabila pasien merasa tidak nyaman selama pemeriksaan berjalan.

3.1.2 Bahan penelitian - 4 orang pasien

3.2 Diagram alir penelitian

Mulai

Persiapan Alat dan Bahan

Mengatur objek

Pengamatan dengan MRS

Hasil

(4)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan Pasien

Persiapan pasien yang harus dilalukan adalah sebagai berikut :

1. Screening pasien yaitu pengisian check list oleh pasien, untuk memastikan boleh tidaknya menjalani pemeriksaan MRI, antara lain apakah menggunakan alat pacu jantung, implant operasi, atau logam lainnya yang tidak diperbolehkan dibawa ke dalam ruang pemeriksaan

2. Memberikan penjelasan tentang jalannya pemeriksaan yang akan dilakukan, serta instruksikan pada pasien untuk tidak bergerak selama proses pemeriksaan.

3. Melepas semua benda yang bersifat logam

3.3.2 Positioning Pasien

Pada pemeriksaan MRI pengaturan positioning pasien perlu dilakukan untuk memperoleh pencitraan yang tepat dengan prosedur sebagai berikut :

a. Pasien tidur terlentang ( supine ) ditas meja pemeriksaan dengan head first.

b. Berikan ear plug pada pasien.

c. Posisikan meja pada tempat pemeriksaan ( isocenter magnet ), dengan

menekan tom ol ‖position‖ pada pesawat.

d. Menetukan coil surface yang sesuai dengan pemeriksaan lumbal ( spine coil ).

e. Memposisikan pasien dan obyek yang diperiksa ( cerebellum ) tepat pada pertengahan coil, serta pada pertengahan light indicator pesawat.

f. Pastikan pasien merasa nyaman dengan posisinya.

g. Pintu ruangan ditutup agar tidak ada interfensi signal dari luar.

h. Hasil dari pencitraan yang dilakukan oleh pesawat magnetic resonance imaging ( MRI ) dan akan ditampilkan dalam monitor dalam bentuk film

(5)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PENELITIAN

Gambar 4.1 Spektroscopi normal serebellum pada pasien ke-1

Gambar 4.2 Imaging tampak belakang

(6)

Gambar 4.4 Imaging tanpak atas

Gambar 4.5 Spekteroskopi Tumor pada Serebellum pada pasien ke-2

(7)

Gambar 4.7 Imaging tampak atas

Gambar 4.8 Spekteroskopi normal pada Serebellum pada pasien ke -3

(8)

4.2 PEMBAHASAN

Konsentrasi metabolit normal pada jaringan otak bervariasi sesuai umur pasien. Variasinya lebih terlihat pada 3 tahun pertama semenjak lahir, namun terkadang bisa juga sampai 16 tahun. Perbedaan signifikan ialah kenaikan rasio NAA/Cr dan turunnya rasio Cho/Cra sesuai pertambahan usia.

Beberapa metabolit utama pada jaringan otak yang dideteksi MRS adalah :  N-acetyl aspartate (NAA) : sebagai marker neuoral yang terdapat pada

tubuh neuron dan axon. Penurunan nilai puncak dari spektrum ini mengindikasikan hilangnya neural ( neural loss ). NAA terlihat di spektrum pada resonansi frekuensi 2.02 part per million ( ppm ).

 Creatine ( Cr ) : sebagai marker energi aerobic dari metabolisme jaringan otak. Nilai puncak pada spektrum relatif konstan sehingga dipakai sebgai pembanding internal untuk nilai metabolit lainnya. Penurunan nilai puncaknya pada spektrum umumnya terjadi pada metastasis tumor otak. Cr nampak di spektrum pada resonansi 3.02 ppm dan kadang ada puncak tambahan di 3.49 ppm

 Cholin ( Cho ) : berhubungan dengan sintesa membran. Kenaikan puncak pada Ch menunjukkan peningkatan sintesa membran dan proliferasi sel dan terjadi pada kasus neoplasma pada jaringan otak. Ch beresonansi di spektrum pada 3.22 ppm

Tahap selanjutnya melakukan sampling terhadap organ tumor dan non tumor dengan cara meletakkan ROI ( reagent of interest ) pada organ yang akan disampling, kemudian dengan program Functool pada pesawat MRI dapat langsung diketahui nilai dan spektrum yang terjadi. Hasil spektrum yang terjadi dicatat berapa nilai intensitas yang terjadi pada cholin ( Ch ), N-acetylaspartate ( NAA ), Cholin ( Ch ). Hasil akhir nilai intensitas spektrum yang terjadi dianalisa dari sisi kontrasnya, sehingga dapat diketahui berapa besar perbedaan nilai intensitas spektrum unsur metabolisme pada organ tumor dan non tumor.

(9)

masing-masing senyawa yang berada pada posisi frekuensi khas ini dikenal dengan nama chemical shift. Eksperimen dilakukan dengan melakukan sampling pada jaringan otak normal dan otak dengan keberadaan tumor ( abnormal ) pada masing-masing sampel pasien. Pemilihan pasien dibatasi pada pasien yang memilki keluhan tumor otak dengan jumlah sampel 4 pasien.

Dengan jumlah total sampling sebanyak 4 pasien, nilai intensitas masing-masing senyawa menunjukkan distribusi intensitas senyawa choline ( Ch ), NAA ( N- acetylaspartate) dan Cr ( creatine ) dengan kondisi tak ternormalisasi. Dari grafik ditunjukkan bahwa nilai intensitas choline, NAA dan Cr untuk otak normal dan abnormal terjadi kontras. Nilai intensitas senyawa choline pada otak abnormal mempunyai kecenderungan mempunyai intensitas yanglebih tinggi dibandingkan otak normalsedangkan nilai intensitas senyawa N-acetylaspartate ( NAA ) untuk otak normal dan abnormal Secara kuantitatif N-acetylaspartate ( NAA ) pada otak abnormal mempunyai kecenderungan intensitasnya yang jauh lebih rendah dibandingkan otak normal. Nilai intensitas metabolisme unsure Choline lebih tinggi dibanding nilai intensitas metabolisme unsur N-acetylaspartate ( NAA ), pada kasus Tumor Kepala biasanya terjadi kontras yang sangat tajam terhadap nilai Ch dan NAA.

Pada gambar 4.1 dan 4.8 menunjukan nilai intensitas otak normal, dimana Cholin bernilai 3,22 ppm, Cr bernilai 3,02 ppm dan NAA bernilai 2,0 ppm, sedang untuk gambar 4.5 dan 4.8 menunjukan intensitas otak abnormal yang disebabkan oleh kelainan / tumor. Pada gambar 4.8 terdapat NAA bernilai 1,8 ppm, Cr bernilai 3,00 ppm dan Ch bernilai 3.2 ppm. Ini menunjukkan adanya pelemahan neuron pada jaringan otak yang disebakan penyakit yang mempengaruhi integritas saraf. Pada gambar 4.9 menunjukan banyak puncak – puncak yang tidak memiliki intensitas yang signifikan pada metabolisme unsur yang akan diamati, untuk menentukan terjadinya kelainan atau tidak pada cerebelum maka terdapat metode yang telah dikembangkan oleh Hutington medical Research Institutes yang dikenal dengan metode Hunters Angle. Dengan menggunakan sisir di atas spektrum yang menghubungkan beberapa puncak metabolit sehingga membentuk sudut kira-kira 45°. Jika sudutnya kurang lebih sekitar 45° maka spektrum

(10)

maka spektrum abnormal. Dari gambar 4.9 jika kita menggunakan pengukuran

(11)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu :

1. Nilai NAA, Ch dan Cr merupakan salah satu komponen yang dapat menentukan terjadinya kelainan pada cerebellum.

2. Pada kondisi normal cerebellum diperoleh nilai Cholin bernilai 3.22 ppm, Cr bernilai 3,02 ppm dan NAA bernilai 2,0 ppm.

3. Pada kondisi abnormal cerebellum akibat tumor diperoleh Naa bernilai 1,8 ppm, Cr bernilai 3,00 ppm dan Ch bernilai 3.2 ppm. Jika nilai NAA lebih rendah dari nilai normal maka menunjukkan adanya pelemahan neuron pada jaringan otak yang disebakan penyakit yang mempengaruhi integritas saraf.

4. Bahwa terdapat satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan terjadinya kelainan / tumor pada serebelum yaitu dengan metode Hunters Angle, dimana jika sudut > 450 maka sudah dapat ditentukan adanya kelainan pada serebelum.

5.2 SARAN

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Magnetic Resonance Imaging

Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) adalah suatu alat diagnostik

muthakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar-x, ataupun bahan radioaktif, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla ( 1 tesla = 1000 Gauss ) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Merupakan metode rutin yang dipakai dalam diagnosis medis karena hasilnya yang sangat akurat. Dengan beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak, terutama otak, sumsum tulang belakang dan susunan saraf pusat dan memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan CT- Scan dan x-ray lainnya sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara detail ( Bushberg, 2002 ).

2.1.1 Tipe Tipe Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :

a. MRI yang memiliki kerangka terbuka ( open gantry ) dengan ruang yang luas

b. MRI yang memiliki kerangka ( gantry ) biasa yang berlorong sempit. MRI bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :

a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1-1,5 b. MRI Tesla sedang ( Medium Field Tesla ) memiliki kekuatan 0,5 T c. MRI Tesla rendah ( Low Field Tesla ) memiliki kekuatan di bawah 0,5

(13)

2.1.2 Kelebihan Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT-Scan yaitu : 1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan

lunak seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal. 2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.

3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT-Scan. 4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa

merubah posisi pasien.

5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion

2.1.3 Keuntungan Menggunakan Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) 1. Tidak menggunakan sinar pengion.

2. Tidak berbahaya.

3. Tidak menimbulkan rasa sakit. 2.2 Radio Frekuensi ( RF )

(14)

kerusakan dari pemancar RF, sambungan listrik yang buruk, atau kegagalan sirkit terkait dengan kumparan penerima ( Blink, 2004 ).

2.3 Flip angle ( FA ) atau sudut balik

FA adalah sudut yang ditempuh net magnetisasi vektor ( NMV ) pada waktu relaksasi. Nilai Flip angle ( FA ) akan mempengaruhi kekontrasan gambar, dimana besar kecilnya dapat dibagi menjadi :

1. Sudut balik kecil ( 5° – 30° )

Sudut balik kecil menghasilkan magnetisasi longitudinal besar setelah aplikasi pulsa Radio Frekuensi ( RF ) sehingga dapat mepersingkat waktu. Sudut kecil juga menyebabkan magnetisasi transversal bernilai kecil sehingga komponen steady state kecil pula. Keadaan seperti ini akan mengurangi pembobotan T2. Hasil gambar lebih didominasi oleh pembobotan jika TR panjang dan TE pendek. Oleh karena itu untuk memperoleh pembobotan T2, TR, dan TE harus panjang.

2. Sudut balik sedang ( 30° – 60° )

Jika pada pembobotan T1 memerlukan FA yang besar, maka pada pembobotan T2 diperoleh dengan peningkatan steady state. Oleh karena itu faktor TR harus dipertimbangkan. Jika TR pendek ( + 10 mili/detik ) maka NMV tidak cukup untuk melakukan peluruhan magnetisasi transversal sebelum pulsa berikutnya. Sehingga sisa magnetisasi transversal berkontribusi terhadap sinyal berikutnya. TR pendek meningkatkan pembobotan T2, sedangkan TE yang pendek akan mengurangi pembobotan T2.

3. Sudut balik besar

Sudut balik besar ( 75°– 90°, menurut Hashemi dan 70°-110°, menurut Westbrook

(15)

2.4 Frekuensi Larmor Jaringan

Di dalam medan magnet eksternal inti atom akan mengalami gerakan perputaran menyerupai gerakan sebuah gasing. Gasing berputar di atas sumbu bidang vertikal yang bergerak membuat bentuk seperti sebuah kerucut. Gerakan ini disebut dengan presesi. Frekuensi presesi ini besarnya sebanding dengan kekuatan medan magnet eksternal dan nilai gyromagnetik inti atom. Apabila atom dengan frekuensi gyromagnetik yang berbeda berada dalam suatu medan magnet eksternal yang sama maka masing-masing atom mempunyai frekuensi presesi yang berbeda. Sebaliknya walaupun atomnya sama ( misalnya atom hydrogen ), namun bila diletakkan dalam medan magnet eksternal dengan kekuatan yang berbeda maka akan menghasilkan frekuensi presesi yang berbeda pula. Inti atom hidrogen mempunyai frekuensi presesi 42,6 MHz/ Tesla. Frekuensi presesi ini disebut juga dengan frekuensi Larmor jaringan dan tiap-tiap inti hydrogen membentuk net magnetisasi vektor ( NMV ) spin pada sumbu atau porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin sekunder atau ‖gerakan‖ ( NMV ) mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut precession, dan menyebabkan momen magnetik bergerak secara sirkuler mengelilingi Bo. Jalur sirkulasi pergerakan itu disebut ”precessional path” dan kecepatan gerakan NMV mengelilingi Bo disebut ‖frekuensi presesi‖. Satuan frekuensinya MHz, dimana 1 Hz = 1 putaran per detik ( Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999 ). Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hidrogen tergantung pada kuat medan magnet yang diberikan pada jaringan.

Semakin kuat medan magnet semakin cepat presesi proton dan frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnet disebut dengan frekuensi Larmor yang mengikuti persamaan :

ω = γ B……….(1)

dengan :

ω = frekuensi Larmor proton (Hz)

(16)

B = medan magnet eksternal ( Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999 ).

2.5 Prinsip Dasar dan Sistem Komponen Magnetic Resonansi Imaging (MRI) Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O ) yang mengandung 2 atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil ( 1 ) yang pada intinya terdapat satu proton. Inti hydrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia yaitu 1019 inti/ mm3, memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan 100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain. Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan tidak normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan air ( proton hydrogen ) dari jaringan tersebut. Proton proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet. Sebab proton merupakan suatu partikel yang bermuatan positif dan aktif melakukan gerakan mengitari sumbunya ( spin ) secara kontiniu. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton proton dapat diibaratkan seperti magnet magnet yang kecil ( Bar Magnetic ). Hidrogen memiliki momen magnetik, pelimpahan atau abundance terbesar.Abundance adalah perbandingan jumlah atom suatu isotop

unsur tertentu terhadap jumlah atom seluruh isotop yang ada dinyatakan dalam persen dapat dilihat pada Tabel 2.1. Oleh karena itu, hidrogen adalah elemen utama yang digunakan untuk MRI.

Tabel 2.1 Inti yang bersifat magnetic ( Busberg, 2002 )

(17)

dengan pergerakan spinning ( Pergerakan Presisi Pada Sumbu ), yang akan menghasilkan moment dipole magnetic yang kuat dan akan membuat fenomena resonansi. Secara teori jika suatu muatan listrik melakukan pergerakan maka

disekitarnya akan timbul gaya magnet dengan demikian proton-proton dapat diibaratkan seperti magnet-magnet yang kecil atau bar magnetic. Begitu pula terdapat lebih dari 1 proton dan neutron kemungkinan momen magnetiknya akan berpasangan, sehingga menghilangkan kekuatan dipol magnetik satu dengan lain atau menjadi sangat kecil. Hal ini berarti bila inti dengan proton genap dan neutron genap akan terdapat momen magnetik bernilai nol, sedangkan untuk inti dengan proton dan neutron ganjil akan terdapat nilai momen dipol magnetik yang akan membuat fenomena resonansi magnetik dapat dimungkinkan.

Atom Hydrogen bukan hanya berlimpah dalam jaringan biologi tetapi juga mempunyai momen dipol magnetik yang kuat sehingga akan menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal ini menyebabkan sinyal Hydrogen yang dihasilkan 1000 lebih besar dari pada yang lain, sehingga atom inilah yang digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI.

2.6 Komponen Sistem Magnetic Resonance Imaging ( MRI )

Komputer pada MRI merupakan otak dan komponen utama yang digunakan untuk memproses sinyal, menyimpan data dan menampilkan gambar yang dihasilkan. Selain sistem komputer komponen utama pada pesawat MRI adalah pembangkit magnet utama, koil gradien, koil penyelaras ( shim’s coils ), antena atau koil pemancar dan penerima, serta sistem akuisisi data dalam komputer.

2.6.1 Magnet Utama

(18)

2.6.2 Shims Coils

Untuk menjaga kestabilan, keseragaman atau homogenitas medan magnet utama maka dipasang coil elektromagnetik tambahan yang disebut dengan shim coil. Inhomogenitas magnet diharapkan tidak melebihi 10 ppm ( Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999 ).

2.6.3 Gradien Coils

Terdapat tiga buah coil gradien yang merupakan penghasil gradien magnet yaitu gradien x, y dan z masing-masing mengarahkan medan magnet pada sumbux, y dan z. Ketiganya dapat dioperasikan sesuai dengan kebutuhan arah irisan pada tubuh yang diperiksa.

2.6.4 Antena

Coil radio frekuensi ( RF ) terdiri dari dua tipe coil yaitu coil pemancar ( transmitter ) dan coil penerima ( receiver ). Fungsinya lebih mirip sebagai antena.

Coil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang RF pada inti yang terlokalisir dengan frekuensi tertentu sehingga terjadi proses resonansi, sedangkan coil penerima berfungsi untuk menerima sinyal output dari sistem. Bentuk dan ukuran coil penerima ini telah dirancang disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan diperiksa, misalnya coil untuk Brain, vertebra atau ekstremitas. Jenisnya ada 3 yaitu coil volume, coil surface dan coil phased array

2.6.5 Spin Echo

Spin echo menggunakan eksitasi pulsa 900 yang diikuti olehsatu atau lebih

(19)

1. Spin Echo Convensional

Spin Echo Convensional adalah sekuen yang paling banyak digunakan

pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging ( MRI ). Pada spin echo konvensional, segera setelah pulsa RF ( Radio Frekuensi ) 90 diberikan, sebuah Free Induction Decay ( FID ) segera terbentuk. Dengan menggunakan kekuatan radiofrekuensi yang sesuai, akan terjadi transfer Net magnetisation Vector ( NMV ) ersudut 0 kemudian diikuti dengan rephasing pulse ersudut 1 0

2. Fast Spin Echo

Fast Spin Echo merupakan bagian dari urutan pulsa spin echo dengan

waktu scanning lebih singkat dari pada spin echo convensional. Dengan satu kali pulsa 90° dipakai aplikasi 180º berkali-kali dalam satu kali TR disebut dengan ETL ( echo train length ), dengan cara melakukan lebih dari satu phase encoding step per TR dan mengisi lebih dari satu baris k-space per TR. Berbagai istilah

sequence FSE sesuai dengan system pesawat MRI, disebut rapid acquisition with

relaxation enhancement ( RARE ) oleh system GE, FAME oleh system Philips,

Turbo spin echo ( TSE ) oleh Siemens ( Hoa, 2007 ). Sequence ini diuraikan oleh Henning pada tahun 1986 merupakan modifikasi sequence spin echo convensional dengan aplikasi suatu rangkaian refocusing pulsa 1800 dan memperoleh echo kembali setelah pulsa1800 ( Raul,dkk., 2002 )

2.7 MRI sebagai salah satu modalitas diagnostik

MRI adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla ( 1 tesla = 1000 Gauss ) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak.

(20)

perbedaan yang kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.

Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat diagnostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik penggambaran MRI, antara lain :

a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya.

Saat ini tersedia beberapa perangkat diagnostik, seperti Computed Tomography ( CT-Scan ) dan Magnetic Resonance Imaging ( MRI ). Perangkat ini merupakan modalitas yang dapat membantu menegakkan diagnosis penyakit. MRI lebih unggul dibandingkan dengan alat pencitra radiologi yang lain, seperti pesawat sinar-x konvensional, ultrasonografi, dan CT-Scan, karena dapat menampilkan secara detail anatomi suatu organ berdasarkan kemampuannya yang lebih baik dalam mendeteksi jaringan lunak. Selain itu, MRI tidak menggunakan sinar-x sehingga tidak ada kekhawatiran timbulnya efek biologis, mutasi gen, dan terjadinya keganasan akibat radiasi pengion. Secara spesifik kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan adalah :

1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang, serta muskuloskeletal. MRI memberikan resolusi yang tinggi dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan CT-Scan dalam mendeteksi lesi-lesi patologis di daerah white matter. 2. MRI mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih

jelas.

3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT-Scan.

4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa merubah posisi pasien.

(21)

2.8 MRI bersasaran ( targeted MRI ) sebagai salah satu imaging molekuler Molekuler imaging adalah karakterisasi dan pengukuran invivo proses biologis pada tingkat molekuler dan seluler dimana teknik imaging ini mengajukan untuk

―mempro e‖ a normalitas molekuler yang merupakan dasar penyakit dan ukan

menggambarkan efek akhir dari perubahan molekuler. Untuk membuat image molekul spesifik in vivo beberapa kriteria kunci secara umum harus dipenuhi yaitu :

(a) ketersediaan probe afinitas tinggi dengan farmakodinamika yang reasonable

(b) kemampuan probe ini untuk mengatasi hambatan pengiriman biologis ( vaskuler, interstitiel, dan membran sel )

(c) pemakaian strategi amflipikasi ( kimiawi dan biologis ) dan

(d) ketersediaan teknik imaging yang sensitif, cepat dan beresolusi tinggi.

MRI merupakan salah satu modalitas dalam imaging yang paling mungkin

―masuk‖ dalam skenario terse ut melalui penggunaan senyawa pengontras

bertarget disertai amplifikasi biologis.

(22)

relaksasi T1. Waktu untuk kembali kepada keadaan semula trasversal magnetisasi disebut waktu relaksasi T2.

Kualitas citra MRI ditentukan oleh intensitas sinyal yang dipancarkan oleh jaringan tubuh setelah masuk ke dalam medan magnet. Intensitas sinyal ditentukan oleh berbagai hal yaitu besarnya medan magnet, jumlah atom hidrogen yang ada pada jaringan, apabila jaringan mempunyai atom hidrogen yang banyak maka intensitas sinyal yang dikeluarkan juga kuat. Selain itu intensitas sinyal juga dipengaruhi oleh waktu relaksasi longitudinal T1, dan waktu relaksasi tranversal T2.

Kekuatan medan magnet MRI yang biasa dipakai di klinik antara 0,3 sampai 1,5 Tesla. Besarnya medan magnit tersebut sangat memengaruhi hasil pencitraan. Bila medan magnit MRI yang dipakai rendah akan memberikan citra yang kurang baik dan waktu pemeriksaan akan lebih lama serta cakupan pemeriksaan sangat terbatas bila dibandingkan medan magnet yang tinggi.

(23)

makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh dan mempunyai relaksivitas yang tinggi. Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih kuat dibandingkan dengan Gd DTPA.

Untuk memperkuat ikatan senyawa pengontras Gd-DTPA dan antibodi ditambahkan dendrimer yang merupakan senyawa kimia yang secara fisik berbentuk seperti pohon mempunyai banyak cabang-cabang kelompok amino sehingga dapat mengikat kompleks Gd-DTPA yang banyak dan juga dapat mengikat antibodi. Dengan adanya dendrimer ini ikatan senyawa pengontras menjadi suatu senyawa makromolekul sehingga senyawa pengontras tidak cepat ke luar dari tubuh dan mempunyai relaksivitas yang tinggi dibandingkan dengan Gd-DTPA. Karena mempunyai relaksivitas yang tinggi maka penyangatan citra yang dihasilkan lebih kuat. Secara populer senyawa pengontras yang bersasaran atau bertarget dengan memakai MRI disebut targeted MRI.

Penyangatan citra yang diartikan sebagai peningkatan kualitas citra dari suatu senyawa pengontras harus mempunyai sifat-sifat tertentu supaya dapat dipergunakan dalam klinik. Sifat-sifat yang harus dipunyai senyawa pengontras bersasaran adalah tidak cepat ke luar dari tubuh, afinitas pengikatan ( binding affinity ) yang selektif dan kuat pada sasaran yang diinginkan, sinyal latar

belakang yang rendah ( target-to-background ratio yang tinggi ) besar senyawa pengontras ke target agar memperoleh visualisasi yang lebih baik dalam citra yang dihasilkan.

2.9 Perkembangan MRI.

(24)

aksial) dengan NMR. 2

Selanjutnya karena kekaburan istilah yang digunakan untuk alat NMR dan di bagian apa sebaiknya NMR diletakkan, maka atas saran dari AMERICAN COLLEGE of RADIOLOGI ( 1984 ), NMR dirubah menjadi Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) dan diletakkan di bagian Radiologi.

2.10 Kelebihan MRI Dibandingkan dengan CT Scan

Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT-Scan yaitu : 1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan

lunak seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal. 2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.

3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT-Scan. 4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa

merubah posisi pasien.

5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.

2.11 Penatalaksanaan Pasien dan Tehnik Pemeriksaan

Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat-alat seperti tabung oksigen, alat resusitasi, kursi roda, dll yang bersifat fero-magnetik tidak boleh dibawa ke ruang MRI. Untuk keselamatan, pasien diharuskan memakai baju pemeriksaan dan menanggalkan benda-benda feromagnetik, seperti jam tangan, kunci, perhiasan, jepit rambut, gigi palsu dan lainnya.

Screening dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan dengan cara mewawancarai pasien, untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang membahayakan pasien bila dilakukan pemeriksaan MRI, misalnya pasien menggunakan alat pacu jantung, logam dalam tubuh pasien seperti IUD, sendi palsu, neurostimulator, dan klip anurisma serebral, dan lain-lain.

(25)

Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan ―on‖ sehingga

setiap saat dapat terjadi resiko kecelakaan, dimana benda-benda feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai pasien atau personil lainnya. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, meja pemeriksaan MRI dibuat mobile, dengan tujuan pasien dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan dan da-pat segera dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi. Selain itu meja cadangan pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat penanganan pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien selesai. Upaya untuk kenyamanan pasien diberikan, antara lain dengan penggunaan Earplugs bagi pasien untuk mengurangi kebisingan, penggunaan penyangga lutut / tungkai, pemberian selimut bagi pasien, pemberian tutup kepala .

Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan beberapa hal berikut. 5

Persiapan console yaitu memprogram identitas pasien seperti nama, usia dan lain-lain, mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan obyek yang akan diperiksa. Memilih jenis coil yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya untuk pemeriksaan kepala digunakan Head coil, untuk pemeriksaan tangan, kaki dan tulang belakang digunakan Surface coil. Memilih parameter yang tepat, misalnya untuk citra anatomi dipilih parameter yang Repetition Time dan Echo Time pendek, sehingga pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan berwarna hitam. Untuk citra pathologis dipilih parameter yang Repetition Time dan Echo Time panjang, sehingga misalnya untuk gambaran cairan serebro spinalis dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna putih. Untuk kontras citra antara, dipilih parameter yang time repetition panjang dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu.

Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan center magnet ( land marking patient ) sehingga coil dan bagian tubuh yang diamati harus sedekat mungkin ke center magnet, misalnya pemeriksaan MRI kepala, pusat magnet pada hidung.

(26)

tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi dari sejumlah sinar yang telah diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV monitor, maka dibuat pengamatan- peng-amatan berikutnya sesuai dengan kebutuhan.

Pemeriksaan MRI yang menggunakan kontras media, hanya pada kasus-kasus tertentu saja . Salah satu kontras media untuk pemeriksaan MRI adalah Gadolinium DTPA yang disuntikan intra vena dengan dosis 0,1 ml / kg berat badan.

2.12 Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya

Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar, menurut jenisnya terdiri dari : a. kesalahan geometrik

b. kesalahan algoritma

c. kesalahan pengukuran attenuasi. Sedangkan menurut penyebabnya terdiri dari :

a. Artefak yang disebabkan oleh pergerakan physiologi, karena gerakan jantung gerakan per-nafasan, gerakan darah dan cairan cerebrospinal, gerakan yang terjadi secara tidak periodik seperti gerakan menelan, berkedip dan lain-lain.

b. Artefak yang terjadi karena perubahan kimia dan pengaruh magnet. c. Artefak yang terjadi karena letak gambaran tidak pada tempat yang

seharusnya.

d. Artefact yang terjadi akibat dari data pada gambaran yang tidak lengkap.

e. Artefak sistem penampilan yang terjadi misalnya karena perubahan bentuk gambaran akibat faktor kesala-han geometri, kebocoran dari tabir radio-frequens.

(27)

terdapat garis–garis dibawah gambaran, gambaran bergaris garis miring, gambaran tidak beraturan.

Upaya untuk mengatasi artefak pada gambaran MRI, antara lain dilakukan dengan cara waktu pemotretan dibuat secepat mungkin memeriksa keutuhan tabir pelindung radio frequensi, menanggalkan benda-benda yang bersifat ferromagnetik bila memungkinkan, perlu kerja sama yang baik dengan pasien.

2.13 Tindakan yang Perlu Dilakukan Bila Terjadi Kecelakaan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kecelakaan selama pemeriksaan MRI. Bila terjadi keadaan gawat pada pasien, segera menghentikan pemeriksaan dengan menekan tombol ABORT, pasien segera dikeluarkan dari pesawat MRI dengan menarik meja pemeriksaan dan segera berikan pertolongan dan apabila tindakan selanjutnya memerlukan alat medis yang bersifat ferromagnetik harus dilakukan di luar ruang pemeriksaan .

Seandainya terjadi kebocoran Helium, yang ditandai dengan bunyi alarm dari sensor oxigen, tekanlah EMERGENCY SWITCH dan segera membawa pasien ke luar ruang pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan agar terjadi pertukaran udara, karena pada saat itu ruang pemeriksaan kekurangan oksigen.

Apabila terjadi pemadaman ( Quenching ), yaitu hilangnya sifat medan magnet yang kuat pada gentry ( bagian dari pesawat MRI ) secara tiba-tiba, tindakan yang perlu dilakukan adalah membuka pintu ruangan lebar- lebar agar terjadi pertukaran udara dan pasien segera di bawa keluar ruangan pemeriksaan. Hal ini perlu dilakukan karena Quenching menyebabkan terjadinya penguapan helium, sehingga ruang pemeriksaan MRI tercemar gas Helium. Selama pemeriksaan MRI untuk anak kecil atau bayi, sebaiknya ada keluarganya yang menunggu di dalam ruang pemeriksaan.

2.14 Magnetic Resonance Spectroscopy

(28)

mendeteksi keberadaan senyawa tertentu pada sampel yang diperiksa.

Konsepnya dasar spektroskopy itu sendiri sebenarnya sederhana. Enegi dari gelombang eletromagnetik dengan panjang gelombang tertentu ( λ ), frekuensi (υ), dan ( c ) adalah kecepatan suara [ dimana υ = c / λ ], dapat berinteraksi dengan sampel tertentu dari materi. Interaksi ini menyebabkan sampel bisa menyerap atau melepaskan energi. Energi tersebut kemudian diukur intensitasnya dan distribusinya, disebut spektrum, sehingga bisa didapatkan informasi tentang fisiologis dan struktur kimiawi dari sampel yang diambil.

MR spectroscopy berdasar pada fenomena dari nukleus ( inti ) dari beberapa atom memiliki momen magnetik aktif dan atom-atom ini berinteraksi dengan medan magnet. Nukleus dengan jumlah proton dan netronnya ganjil misalnya hydrogen (1H ) ( hanya 1 proton ), phosphorus ( 31P ) ( 15 proton , 16 neutron ) dan carbon (3C) mempunyai momen magnetik dan secara umum digunakan studi MR spectroscopy.

2.14.1 Magnetic Resonance Spectroscopy.

Magnetic resonance spectroscopy adalah teknik non invasif yang digunakan untuk mengukur konsentrasi-konsentrasi dari beberapa komponen biokimia dalam jaringan tubuh. Teknik yang digunakan menggunakan prinsip fisika yang sama dengan MRI. Teori fisika MRI dan MRS lebih dalam bisa dipelajari lebih dalam pada beberapa literatur dan tidak dibahas detail disini. Namun yang berkaitan dengan spectroscopy, secara sederhana dijelaskan sebagai berikut :

 Ketika molekul nucleus-nucleus magnetis aktif ditempatkan pada medan magnet eksternal ( Bo [Tesla] ) ,sebagian besar mereka akan menyelaraskan arah sepanjang medan magnet tersebut sambil berosilasi / putaran melingkar pada axisnya ( precession ).

 Frekuensi gerakan memutar tersebut ( disebut frekuensi Lamour (ωo) [hertz/Megahertz] besarnya tergantung pada besarnya magnetik lokal dan struktur molekulnya, atau rasio gyromagnetic ( γ [hertz/T] ).

(29)

 Ketika energi elektromagnetik ( dalam bentuk denyut frekuensi radio atau RF pulse ) dipancarkan ke arah molekul dengan frekuensi sama dengan frekuensi Larmornya, maka molekul-molekul tersebut menyerap energi dan merubah keselarasan arahnya terhadap medan magnet external. Ketika energi dari radiofrekuensi ini dihentikan, mereka akan kembali menyelaraskan arah ke external magnet sambil melepaskan energi. Energi yang dilepaskan ini besarnya frekuensi konstan tetapi intensitasnya semakin berkurang sepanjang waktu, disebut Free Induction Decay, perubahan intensitas inlah ditangkap sebagai dipakai sebagai dasar signal MRI.

Karena jumlah proton ( misal 1H ) berbeda-beda dalam suatu jaringan, maka terdapat variasi frekuensi FID dari bagian anatomi yang diakusisi dalam bentuk irisan dari objek tubuh manusia, dimana lokasi spasialnya bisa diperoleh dengan menerapkan gradien coil pada medan magnet. Kemudian signal-signal ini dikonversikan menjadi gambar anatomi dengan perbedaan densitas (hitam–putih) sesuai dengan kekuatan signal emisinya dan letak lokasi spasial irisannya.

Perbedaannya, MRI mendeteksi emisi signal frekuensi berdasarkan data posisi spasial dari nukleus sedangkan MRS medeteksi perbedaan resonansi frekuensi atau pergeseran kimia ( chemical shifts ) dari ikatan kimia ( chemical bounding ) dari bagian gambar anatomi yang diseleksi. Informasi signal frekuensi Free Induction Decay ( FID ) yang terekam se agai fungsi ‖time domain‖, dideteksi oleh MRS dan dikonversikan menggunakan metode transformasi Fourier menjadi

frequency domain‖ dalam entuk grafik pada sumbu vertikal berupa spektrum kurva dengan nilai-nilai puncak yang konsisten dan pada sumbu horisontal berupa distribusi dari variasi resonansi frekuensi dari pergeseran kimia (chemical shift) metabolisme yang dideteksi.

(30)

Jadi dalam pemeriksaan MRI kepala, MRI memberikan gambaran anatomis dari otak, sedangkan MRS memberikan informasi metabolisme dari area tertentu pada gambar anatomi kepala yang telah dibuat dengan MRI tadi.

2.14.2 Magnetic Resonance Spectroscopy pada pemeriksaan otak.

MRS telah banyak digunakan secara intensif untuk pemeriksaan otak dan kelainan patologisnya sejak awal tahun 1980. Saat itu, MR spectroscopy untuk pemerikasaan otak menggunakann nukleus phosphorus ( 31P ). Namun teknik ini mempunyai kekurangan dari segi rendahnya sensivitas dan konsentrasi pada jaringan otak serta resolusi spasial yang tidak adekuat pada pemeriksaan fokal lesi berukuran sedang atau kecil, sehingga digantikan oleh hydrogen ( 1H ). Teknik resonansi proton ( 1H ) adalah paling banyak digunakan pada pemeriksaan otak karena kandungan hydrogen terbanyak dalam tubuh manusia dan emisi nukleusnya memancarkan frekuensi paling intens ketika berinteraksi dengan medan magnet eksternal serta pemeriksaannya dapat dikerjakan dengan coil yang sama dengan yang digunakan untuk imaging.

Proton MR spectroscopy pada jaringan otak menunjukkan spektral dari beberapa metabolit dimana konsentrasi minimumnya antara 0.5 dan 1.0 mMol dalam satu spektrum, metabolit-metabolit tersebut beresonansi pada frekuensi yang berbeda sehingga posisi tiap metabolit yang di plot sepanjang grafik axis horisontal berbeda satu dengan lainnya, dan merujuk pada pergeseran kimia (chemical shift), mempunyai skala unit dalam part per millon ( ppm ).

(31)

Gambar 2.1 MR spectroscopy otak normal

Konsentrasi tiap metabolit lebih direpresentasikan oleh area dibawah puncak kurva ketimbang tinggi ( peak ) dari puncak tersebut. Konsentrasi metabolit-metabolit itu jauh lebih kecil dibandingkan air dan lemak. Oleh sebab itu , MR spectroscopy pemeriksaan otak menggunakan teknik Chemical shift selective ( CHESS ) seperti yang dipakai pada teknik saturasi lemak ( fat sat ), tetapi bedanya radiofrekuesi yang ditekan berpusat pada air bukan lemak, untuk menekan signal dari air atau cairan otak, sehingga frekuensi-frekuensi metabolit tersebut dapat terlihat dengan lebih prominen.

Perbedaan pola dari spektral antara jaringan otak normal dan abnormal adalah dasar aplikasi klinis dari MR spectroscopy. Sedangkan magnetic resonance imaging perbedaan morfologi antara struktur anatomi otak normal dan abnomal menjadi dasarnya. Permasalahanya ada beberapa kelainan patologis tanpa perubahan morfologi ( misalnya ischemia ). Disamping itu perubahan struktur anatomi tersebut masih perlu dibedakan jenisnya, dan terkadang sulit karena memilik karakteristik morfologi yang hampir sama, misalnya tumor low grade glioma atau cerebral infark.

(32)

Dalam aplikasi klinis, pola spektral otak normal menjadi referensi pembanding untuk menentukan jenis kelainan pada otak yang abnormal. Dari penelitian secara klinis, beberapa kelainan pada otak ternyata memiliki karakteristik pola spektrum yang khas atau ibaratnya seperti ‖tanda tangan‖, ( misalnya dengan penurunan atau kenaikan rasio metabolit tertentu ). Hal ini bisa membantu pada dokter untuk mendiagnosa penyakit lebih baik lagi.

Aplikasi klinis yang umum digunakan pada pemeriksaan MR spectroscopy otak adalah pada kasus tumor, infeksi , inflamasi, epilepsi, dan sebagainya.

2.15 TEKNIK MR SPECTROSCOPY KEPALA 2.15.1 Persiapan pasien

Tidak ada persiapan khusus, Pasien mengisi kuesioner persiapan sebelum MRI dan buang air kecil sebelum pemeriksaan. Bila diperlukan pemberian kontras MRI ( gadolinium ), pasien perlu puasa 2 jam dan mengisi surat persetujuan tindakan medis ( Informed Consent ). Seperti pemeriksaan MRI pada umumnya, kontra indikasi pada pasien dengan pacemaker atau alat elektronik implant, juga pasien dengan metal clip aneursym.Untuk bayi atau anak-anak, atau pasien yang tidak kooperatif memerlukan sedasi atau bantuan dokter anestesi.

2.15.2 Kekuatan Magnet.

Secara teori, MR spectroscopy bisa dilakukan pada MRI berapapun teslanya. Namun secara klinis, hanya MRI 1.5 Tesla dipakai sebagai standar karena resolusi spasial yang baik dan waktu imaging yang cepat, tanpa harus membeli alat baru dan biaya operasional tambahan. Bahkan telah banyak digunakan klinis menggunakan MRI 3T, sementara MRI 7T telah dipakai sebatas riset.

2.15.3 Pulse Sequence

(33)

2.15.3.1 STEAM

Menggunakan radio frekuensi pulse 90°-90°-90° untuk mendapatkan stimulasi echo. Teknik ini dapat digunakan dengan waktu echo yang pendek (TE=20-40 ms) untuk menampilkan metabolit dengan waktu relaksasi T2 yang pendek ( misal Lipid ( lip ), Glutamine dan glutameate ( Gx ), Myo-inisitol ( mI ), presisi voxel yang tinggi. Namun tidak lengkap, sehingga perbandingan antara signal dan noise ( signal to noise ratio ) lebih rendah.

2.15.3.2 PRESS

Menggunakan radio frekuensi pulse 90°-180°-180° untuk medapatkan stimulasi echo. Dapat digunakan dengan waktu echo yang pendek dan panjang. Perbandingan signal to noise rasio dua kali lebih baik dan waktu akusisi yang lebih efisien dari STEAM. Baik digunakan untuk evaluasi lesi pada otak untuk melihat konsentrasi metabolit T2 yang panjang ( misalnya NAA, Choline, creatine, dan lactate ). Time Echo bisa dipakai : Intermediate =135-144 ms, 270 , Long=270-288 ms.

2.15.4 Voxel ( Volume pixel ).

Dalam melakukan sampling area anatomi otak Proton MR spectroscopy, kita bisa menggunakan teknik single voxel ( SV ) atau multivoxel ( MV ).

Teknik single voxel : paling umum dikerjakan dan tersedia hampir pada semua peralatan MRI. Teknik single voxel ini biasanya berukuran 2x2x2 cm =8 cm3, pemindainya berbentuk bujur sangkar. Untuk evaluasi lesi yang lebih kecil, ukuran volumenya bisa diturunkan. Waktu pemeriksaan relatif cepat ( kira-kira 3 sampai 5 menit ). Kelemahan teknik ini ialah sangat terbatasnya area anatomi otak yang diperiksa sehingga hanya satu bagian area kecil saja yang dievaluasi dalam satu kali pemeriksaan, sehingga akurasi hasil pengambilan sampel sangat bergantung pada penempatan voxel yang tepat.

(34)

jaringan otak yang lebih luas. Keuntungannya adalah area-area tersebut dapat diperiksa secara simultan, sehingga jaringan otak abnormal dan normal dan komposisi jaringan berbeda dan heterogen disekitar lesi dapat dievaluasi bersamaan. Disamping itu konsentrasi dan distribusi metabolit dan perbandinganya dapat dipetakan dengan warna ( colour mapping ) berupa gambar anatomi dengan distibusi perbedaan gradasi warna sesuai dengan konsentrasi metabolit di area tersebut. Selain itu, teknik ini bisa meminimalkan kesalahan tempat pengambilan sampel karena efek volume parsial. Kelemahannya terletak pada waktu akusisi yang lebih panjang dan agak sulit memperoleh area yang luas tersebut magnetis-homogen.

2.15.5 Penempatan Voxel.

Untuk menghasilkan kualitas spektral yang tinggi, penempatan voxel harus menghindari area magnetisasi yang tidak homogen. Area tersebut adalah darah, produk darah, udara, cairan spinal ( Cerebro Spinal Fluid ), kalsifikasi dan tulang.

Untuk evaluasi lesi otak, setiap pengambilan sampel area spectroscopy sebaiknya juga diambil area normal yang terletak pada sisi lainnya ( kontralateral ), dan penggunaan teknik dan protokol yang selalu sama dan konsisten ( PRESS atau STEAM, TE, TR, dan parameter lainnya yang sama ).

2.15.6 Pengumpulan data.

(35)

2.17 Otak Kecil ( Cerebellum )

Cerebellum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral kiri dan kanan, lipatan durameter, tentorium serebelum ( Smeltzer. 2002 ).

Cerebellum mempunyai fungsi, yaitu :

a. Pusat keseimbangan dan koordinasi gerak dalam hal pengukuran jarak gerak, arah gerak, dan peredam gerakan agar tidak berlebihan.

b. Bersama-sama dengan cerebellum mengkoordinasi gerakan otot untuk menghasilkan gerakan terampil.

Gambar 2.2 Otak kecil (cerebellum) 2.17.1 Batang otak

Batang otak adalah pangkal otak yang memberi pesan-pesan antara medulla spinalis dan otak ( Kurnaesih, 2002 ). Tersusun oleh tiga segmen yaitu : a) Otak tengah ( Mesencefalon )

(36)

b) Pons

Terletak didepan cerebellum antara otak tengah dan medula. Pons merupakan jembatan antara dua bagian cerebellum, dan juga antar medulla dan cerebellum. Pons berisikan syaraf sensorik dan motorik.

c) Medula oblongata

Merupakan serabut–serabut motorik dari otak ke medulla spinalis dan sebagai sensorik dari medulla spinalis ke otak. Pons berisi pusat – pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah.

2.17.2 Diensefalon

Diensefalon adalah yang membentuk inti bagian dalam cerebrum. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut. Diensefalon merupakan fossa bagian tengah yang berisikan thalamus, hipotalamus dan kelenjar hipofisis ( Smeltzer. 2002 ).

a) Thalamus

Berada pada salah satu sisi segitiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, sensasi dan nyeri melalui bagian ini.

b) Hipolatamus

(37)

c) Kelenjar hipofisis

(38)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Radiologi adalah ilmu kedokteran untuk melihat bagian tubuh manusia dengan menggunakan pancaran atau radiasi gelombang baik gelombang elektronik maupun gelombang mekanik. Pada dasarnya frekuensi yang dipakai berbentuk sinar-x ( x - ray ) namu kemajuan teknologi modern memakai pemindaian ( canning ), gelombang sangat tinggi ( ultrasonic ) seperti ultrasonografi dan juga MRI ( Magnetic Resonance Imaging ). Radiologi itu sendiri terbagi menjadi 2 yaitu Radiodiagnostik dan Radioterapi. Radiodiagnostik untuk mendiagnosa penyakit dengan menggunakan x-ray sedangkan Radioterapi ialah untuk terapi atau pengobatan penyakit dengan menggunakan x-ray.

Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) adalah gambaran pencitraan bagian badan yang diambil dengan menggunakan daya magnet yang berkekuatan tinggi yang mengelilingi anggota badan tersebut, radio frekuensi dan seperangkat alat komputer untuk menghasilkan gambaran dari penampang tubuh manusia yang berbentuk irisan. MRI adalah modalitas pilihan untuk memeriksa sifat anatomi dan fisiologis pasien.

(39)

dan meningkatkan medan magnet lokal. Contoh bahan paramagnetik adalah molekul oksigen (O2). Bahan ferromagnetik yang super paramagnetik yaitu meningkatkan medan magnetik luar secara substansial. Bahan-bahan ini dapat menunjukkan self-magnet dalam banyak kasus. Contohnya adalah besi, kobalt, dan nikel.

Dalam pemeriksaan MRI untuk memperoleh hasil yang baik haruslah memperhatikan protokol-protokol yang digunakan didalam pembuatan citra. Data spektroskopi pada MRI tergantung dari kondisi scan terutama TR dan TE yang digunakan karena metabolit otak mempunyai inheren T1 dan relaxation time yang berbeda-beda. Karena penggunaan TE sangat berpengaruh terhadap metabolit yang terlihat maka kita harus memilih TE yang tepat sesuai dengan metabolit yang ingin dinilai berdasarkan patologis yang akan didiagnosa. Karena keadaan metabolit otak yang berbeda-beda maka penulis membuat judul penelitian tentang “ANALISA METODE SPEKTROSKOPI MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE ( NAA ), CREATINE ( CR ), CHOLINE ( CH ) PADA MAGNETIK RESONANCE IMAGING CEREBELLUM‖

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah yang diperoleh adalah :

1. Bagaimana hasil spektroskopi dari kandungan N-Acetyl Aspartate ( NAA ), Creatine ( Cr ), Choline ( Ch ) dari cerebellum .

(40)

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian permasalahan dibatasi pada :

1. Metode pengamatan Spektroskopi hanya pada organ cerebellum dengan kandungan N-Acetyl Aspartate ( NAA ), Creatine ( Cr ), Choline ( Ch ) 2. Pendiagnosa kelainan menggunakan Magnetik Resonansi Imaging ( MRI )

Spektroskopi.

1.4 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan

1. Untuk melihat besar kandungan N-Acetyl Aspartate ( NAA ), Creatine ( Cr ), Choline ( Ch ) pada cerebellum.

2. Untuk mendeteksi kelainan pada cerebellum dengan menggunakan Magnetik Resonansi Imaging ( MRI ).

1.5 Manfaat penelitian

Dari penelitian diharapkan dapat diketahui terjadinya kelainan pada cerebellum dengan melihat kandungan N-Acetyl Aspartate ( NAA ), Creatine ( Cr ), Choline ( Ch )

1.6 Sistem penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka

(41)

Bab III Metode Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(42)

ABSTRAK

Cerebellum merupakan salah satu organ tubuh yang menjadi pusat kesetimbangan dan koordinasi gerak manusia, kelainan sistem metabolisme dalam cerebellum akan mempengaruhi kemampuan kinerja cerebellum itu sendiri. Oleh karena itu dengan menggunakan Magnetik Resonansi Spektroskopi (MRS) dilakukan penelitian tentang kandungan metabolisme N-Acetyl Aspartate(NAA), Creatine(Cr), Choline(Ch) pada cerebellum. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa pada kondisi normal cerebellum diperoleh nilai Cholin bernilai 3.22 ppm, Cr bernilai 3,02 ppm dan Naa bernilai 2,0 ppm sedangkan pada kondisi abnormal cerebellum akibat tumor diperoleh Naa bernilai 1,8 ppm, Cr bernilai 3,00 ppm dan Ch bernilai 3.2 ppm. Jika nilai Naa lebih rendah dari nilai normal makamenunjukkan adanya pelemahan neuron pada jaringan otak yang disebakan penyakit yang mempengaruhi integritas syaraf.

(43)

ABSTRACT

Cerebellum is one organ that became the center of equilibrium and coordination of human motion, abnormal metabolic system in the cerebellum will affect the performance capability of the cerebellum itself. Therefore, by using Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) conducted research on the content of the metabolism of N-Acetyl Aspartate (NAA), creatine (Cr), choline (Ch) in the cerebellum. From the observation showed that under normal conditions the cerebellum obtained value Cholin worth 3:22 ppm, 3.02 ppm Cr and Naa worth worth 2.0 ppm while under abnormal conditions cerebellum obtained from tumor Naa worth 1.8 ppm, 3.00 ppm Cr worth and Ch worth 3.2 ppm. Naa. If the value is lower than the normal value makamenunjukkan the weakening of neurons in the brain tissue that disebakan disease that affects nerve integrity.

(44)

ANALISA METODE SPEKTROSKOPI MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE(NAA), CREATINE(CR), CHOLINE(CH) PADA

MAGNETIK RESONANCE IMAGING CEREBELLUM

SKRIPSI

ManumpanSihombing 130821001

Diajukanoleh:

KencaSembiring

110821003

PROGRAM S-1 FISIKA/FISIKA EKSTENSI

JURUSAN FISIKA MEDIK

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(45)

ANALISA METODE SPEKTROSKOPI MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE(NAA), CREATINE(CR), CHOLINE(CH) PADA

MAGNETIK RESONANCE IMAGING CEREBELLUM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memnuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Sains

ManumpanSihombing 130821001

Diajukanoleh:

KencaSembiring

110821003

PROGRAM S-1 FISIKA/FISIKA EKSTENSI

JURUSAN FISIKA MEDIK

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(46)

PERSETUJUAN

Judul : Analisa Metode Spektroskopi Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartati (NAA), Creatine(CR), Cholin(CH) pada Magnetik Resonace Imaging Cerebellum

Katageri : Skripsi

Nama : Manuppan Sihombing NIM : 130821001

Prog Studi : Fisika S1(Ektensi) Medis Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui

Medan, 31 Agustus 2015

Pembimbing

Dra.ManisSembiring,MS NIP. 195511291987032001

Disetujui Oleh :

KetuaDepartemenFisika FMIPA USU

(47)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL

ANALISA METODE SPEKTROSKOPI MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE(NAA), CREATINE(CR), CHOLINE(CH) PADA

MAGNETIK RESONANCE IMAGING CEREBELLUM

DisetujuiOleh: Pembimbing

Dra.ManisSembiring,MS NIP. 195511291987032001

DisahkanOleh :

KetuaDepartemenFisika FMIPA USU

(48)

PERNYATAAN

Analisa Metode Spektroskopi Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartati (NAA), Creatine(CR), Cholin(CH) pada Magnetik

Resonace Imaging Cerebellum

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan

(49)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan YME sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Analisa Metode Spektroskopi Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartati (NAA), Creatine(CR), Cholin(CH) pada magnetik Resonace Imaging Cerebellum”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan S-1 Fisika pada program Studi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini Penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak, Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman,MSc.

2. Bapak DR. Marhaposan Situmorang selaku kepala jurusan Fisika Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dra. Manis Sembiring,MS selaku pembimbing utama yang selalu membantu saya disetiap kesulitan yang saya hadapi dalam menyempurnakan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen/Staf pengajar di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada teman saya Saudara Parsaoran Pardede yang selalu berjuang bersama baik dalam suka maupun duka .

6. Kebersamaan seluruh teman teman seperjuangan di Fisika Ekstensi Angkatan 2013.

7. Seluruh Radiolog, teman teman Radiografer dan Staf Radiologi di RS Royal Prima Medan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangatlah diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya hanya pada Tuhan Yang Maha Esa kita kembalikan segala harapan kita dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Terima kasih.

Medan Agustus 2015 Penulis

(50)

ABSTRAK

Cerebellum merupakan salah satu organ tubuh yang menjadi pusat kesetimbangan dan koordinasi gerak manusia, kelainan sistem metabolisme dalam cerebellum akan mempengaruhi kemampuan kinerja cerebellum itu sendiri. Oleh karena itu dengan menggunakan Magnetik Resonansi Spektroskopi (MRS) dilakukan penelitian tentang kandungan metabolisme N-Acetyl Aspartate(NAA), Creatine(Cr), Choline(Ch) pada cerebellum. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa pada kondisi normal cerebellum diperoleh nilai Cholin bernilai 3.22 ppm, Cr bernilai 3,02 ppm dan Naa bernilai 2,0 ppm sedangkan pada kondisi abnormal cerebellum akibat tumor diperoleh Naa bernilai 1,8 ppm, Cr bernilai 3,00 ppm dan Ch bernilai 3.2 ppm. Jika nilai Naa lebih rendah dari nilai normal makamenunjukkan adanya pelemahan neuron pada jaringan otak yang disebakan penyakit yang mempengaruhi integritas syaraf.

(51)

ABSTRACT

Cerebellum is one organ that became the center of equilibrium and coordination of human motion, abnormal metabolic system in the cerebellum will affect the performance capability of the cerebellum itself. Therefore, by using Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) conducted research on the content of the metabolism of N-Acetyl Aspartate (NAA), creatine (Cr), choline (Ch) in the cerebellum. From the observation showed that under normal conditions the cerebellum obtained value Cholin worth 3:22 ppm, 3.02 ppm Cr and Naa worth worth 2.0 ppm while under abnormal conditions cerebellum obtained from tumor Naa worth 1.8 ppm, 3.00 ppm Cr worth and Ch worth 3.2 ppm. Naa. If the value is lower than the normal value makamenunjukkan the weakening of neurons in the brain tissue that disebakan disease that affects nerve integrity.

(52)

DAFTAR I SI

Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH i

INTISARI ii

ABSTRACT iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR TABEL viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Rumusan Masalah 2

1.3.Batasan Masalah 2

1.4.Tujuan Penelitian 3

1.5.Manfaat Penelitian 3

1.6.Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Pengertian Magnetic Resonance Imaging 5

2.1.1 Tipe Tipe Magnetic Resonance Imaging(MRI) 5 2.1.2 Kelebihan Magnetic Resonance Imaging (MRI) 6 2.1.3 Keuntungan Menggunaakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) 6

2.2. Radio Frekuensi (RF) 6

2.3. Flip angle (FA ) atau sudut balik 7

2.4 Frekuensi Larmor Jaringan 8

(53)

2.6. Komponen Sistem Magnetic Resonance Imaging (MRI) 10

2.7 MRI sebagai salah satu modalitas diagnostik 12

2.8 MRI bersasaran (targeted MRI) sebagai salah satu imaging molekuler 14

2.9 Perkembangan MRI 16

2.10 Kelebihan MRI Dibandingkan dengan CT Scan 17

2.11 Penatalaksanaan Pasien dan Tehnik Pemeriksaan 17

2.12 Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya 19

2.13 Tindakan yang Perlu Dilakukan Bila Terjadi Kecelakaan 20

2.14 Magnetic Resonance Spectroscopy 20

2.14.1Magnetic Resonance Spectroscopy Imaging 21 2.14.2 Magnetic Resonance Spectroscopy Imaging pada pemeriksaan otak23

2.15 Teknik MR Spectroskopy Kepala 25

2.15.1 Persiapan pasien 25

2.17 Otak Kecil (Serebellum) 27

2.17.1 Batang otak 28

(54)

BAB III METODE PENELITIAN 30

3.1. Peralatan dan Bahan 30

3.1.1 Alat Penelitian 30

3.1.2 BahanPenelitian 30

3.2. Diagram alir penelitian 30

3.3. Prosedur Penelitian 31

3.3.1 Persiapan Pasien 31

3.3.2 Positioning Pasien 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 32

4.1. Hasil penelitian 32

4.2 Pembahasan 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 38

5.1. Kesimpulan 38

5.2. Saran 38

DAFTAR PUSTAKA 39

(55)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 MR spectroscopy otak normal 23

Gambar 2.2 Otak kecil (serebellum) 28

Gambar 4.1 Spektroscopi normal serebellum pada pasien ke-1 32

Gambar 4.2 Imaging tampak belakang 32

Gambar 4.3 Imaging tampak samping 32

Gambar 4.4 Imaging tanpak atas 33

Gambar 4.5 Spekteroskopi Tumor pada Serebellum pada pasien ke-2 33

Gambar 4.6 Imaging tampak belakang 33

Gambar 4.6 Imaging tampak atas 34

(56)

DAFTAR TABEL

Gambar

Gambar 4.1 Spektroscopi normal serebellum pada pasien ke-1
Gambar 4.5 Spekteroskopi  Tumor pada Serebellum pada pasien ke-2
Gambar 4.7 Imaging tampak atas
Tabel 2.1 Inti yang bersifat magnetic ( Busberg, 2002 )
+2

Referensi

Dokumen terkait