• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemasangan Static Var Compensator (Svc) Terhadap Aliran Daya Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm 6 Gi Pematangsiantar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemasangan Static Var Compensator (Svc) Terhadap Aliran Daya Jaringan Distribusi 20 Kv (Studi Kasus: Penyulang Pm 6 Gi Pematangsiantar)"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan beroperasi

A.1 Aliran Daya dan Profil Tegangan tanpa SuC

(3)
(4)

Bus113 0,8819 4,1 0,296 6,579

Bus147 0,9393 1,9 0,794 7,109

(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)

PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan tidak beroperasi

A.6 Aliran Daya dan Profil Tegangan Tanpa SuC

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)

PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan beroperasi B.1 Rugi-Rugi Daya tanpa SuC

(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan tidak beroperasi

B.6 Rugi-Rugi Daya tanpa SuC

(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Padiyar, K. R. 2007. FACTS Controller in Power Transmission and

Distribution. New Delhi: New Age International Publisher.

[2] Idris, R.M dan H.S. Loh. 2013. Modelling and Simulation of STATCOM

& SVC. IEEE Student Conference on Research and Development.

[3] L. Gyugyi, “Power Electronics in Electric Utilities: Static Var

Compensator,” IEEE Trans. vol. 76, no. 4, Apr. 1988.

[4] Teleke, Sercan, dkk., “Dynamic Performance Comparison of Synchronous

Condenser and SVC”, IEEE Trans. vol.23, no.3, July 2008.

[5] Ke, YipKuan, dkk. 2010. Performance Measurement of Static Var

Compensator in Distribution System. SICE Annual Conference.

[6] Sahadat, Md. Nazmus, dkk. 2011. Real Power Transfer Capability

Enhancement of Transmission Lines Using SVC. IEEE.

[7] Padiyar, K. R. 2008. Power System Dynamics Stability And Control.

Bangalore: BS Publications.

[8] Saadat, Hadi. 1991. Power System Analysis. New York: The McGraw

(46)

85 [9] Penangsang, Ontoseno. 2012. “Analisis Aliran Daya pada Sistem Tenaga

Listrik”. Surabaya: ITS Press.

[10] Data Gardu Induk Pematangsiantar PT. PLN (Peresero).

[11] Noroozian, M. 1996. Modelling of SVC power system studies. ABB Power

System Division, information NR500-026E, Swedia.

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Tahap pertama dalam pelaksanaan penelitian adalah dengan mengambil data

yang diperlukan beserta diagram satu garis jarigan distribusi 20 kV dari Gardu Induk sistem kelistrikan P.M 6 Pematangsiantar. Dari data yang telah diperoleh, dilakukan simulasi aliran daya pada jaringan distribusi tersebut sebelum dipasang SVC dengan menggunakan software ETAP. Selanjutnya, akan dilakukan simulasi

menggunakan software ETAP setelah pemasangan SVC. Akan tetapi, sebelum melakukan simulasi terlebih dahulu dipasang SVC pada jaringan distribusi. SVC dipasang pada pusat beban yang paling besar dipikul bus. Simulasi sebelum dan setelah SVC dipasang akan dilakukan dengan menggunakan data pada keadaan

beban yang sama. Dari simulasi ini, akan diperoleh hasil yang menunjukkan adanya perbedaan aliran daya akibat daya reaktif yang diinjeksikan oleh SVC

pada jaringan distribusi. Tahap selanjutnya, akan dilakukan analisis pengaruh pemasangan SVC pada jaringan distribusi tersebut.

Data pembangkit dan penyaluran serta diagram satu garis jaringan distribusi

20 kV merupakan objek yang akan digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini. Peralatan yang akan digunakan untuk mengerjakan Tugas Akhir ini adalah software ETAP. Sementara, variabel yang akan diamati adalah:

(48)

22 2. Besar tegangan dan sudutnya pada penyulangppenyulang distribusi

sesudah pemasangan SVC

3. Mengamati perubahan rugiprugi daya yang terjadi akibat pemasangan

SVC pada jaringan distribusi primer.

Adapun diagram satu garis PM 6 Pematangsiantar dapat diperoleh

berdasarkan data dari PT. PLN (Persero) [10], yaitu seperti Gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Diagram Satu Garis Keadaan Eksisting Sistem 47 bus penyulang PM 6 GI Pematangsiantar

(49)
(50)

24 3.2 Tempat dan Waktu

Tugas Akhir telah dilaksanakan dengan studi kasus pada jaringan distribusi

20 kV penyulang PM 6 Gardu Induk Pematangsiantar yang terhubung dengan PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan. Penelitian dimulai dengan

mengambil datapdata yang dibutuhkan. Data yang diperoleh disimulasikan dengan software ETAP, simulasi dilanjutkan dengan pemasangan SVC sehingga diperoleh hasil/output adanya pengaruh pemasangan SVC pada jaringan

distribusi. Selanjutnya, hasil dari simulasi pada ETAP tersebut dianalisis. Penelitian dilakukan selama lima bulan, dimulai dari Juli hingga Desember 2015.

(51)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1

PLTM Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam Keadaan

Beroperasi

Jaringan distribusi 20 kV Penyulang PM 6 Gardu Induk Pematangsiantar terhubung dengan dua Distributed Generation (DG). Kedua DG tersebut adalah PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro) Aek Silau 2 dengan kapasitas terpasang 8,5 MW dan PLTmH (Pembangkit Listrik Tenaga mikro Hidro)

Tonduhan dengan kapasitas 2 x 200 kW. Berikut merupakan aliran daya saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan beroperasi.

4.1.1Aliran Daya Sebelum Pemasangan SVC

Sebelum melakukan penelitian terhadap pengaruh pemasangan SVC

terhadap aliran daya pada jaringan distribusi primer, maka terlebih dahulu melakukan studi aliran daya pada jaringan dimaksud sebelum dipasang SVC. Simulasi aliran daya pada PM 6 dilakukan saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH

Tonduhan beroperasi. Data yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah keadaan existing data PT. PLN (Persero) jaringan distribusi 20 kV penyulang PM

(52)

26 Gambar 4.1 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi

(53)

Berikut akan dijelaskan aliran daya sebelum pemasangan SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.1di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 Pematangsiantar dengan beban telah dipLump Load dapat dilihat pada data

hasil simulasi seperti pada Tabel 4.1berikut.

Table 4.1 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR menerima langsung daya dari sumber tenaga. Bus 85 merupakan bus beban yang

paling jauh dari Gardu Induk dan bus 104 merupakan bus beban yang paling jauh dari titik interkoneksi (bus 71) DG pada jaringan PM 6. Bus 54 merupakan interkoneksi PM 6 dengan bagian jaringan yang menuju DG. Dari hasil simulasi

(54)

28 juga diperoleh bahwa terdapat sekitar 89,36 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum berada pada bus 104 sebesar 0,6929 p.u sementara tegangan maksimum berada pada level 1,0 p.u yaitu di bus 2. Hal ini menunjukkan adanya interval (range) yang sangat besar antara tegangan

minimum dan tegangan maksimum. Bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai

dengan 0,95 p.u (marginal) ada sekitar 6,38 %. Sedangkan sisanya, hanya sekitar 4,26 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.1.

b. Faktor Daya

Sehingga saat kondisi di mana SVC belum terpasang pada jaringan distribusi 20

kV, faktor daya jaringan distribusi Gardu Induk Pematangsiantar adalah:

PF = ,

, ,

= 79,67 %

(55)

Faktor daya dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi adalah 79,67% seperti yang terdapat pada Tabel 4.2 berikut.

Table 4.2 Faktor Daya

Rugiprugi pada saluran/penghantar dapat dihitung dengan terlebih dahulu menghitung aliran daya pada saluran. Aliran daya tersebut dapat ditulis sebagai

berikut:

= ∗ (4.2)

Nilai dapat diperoleh dari persamaan umum , yaitu Persamaan (2.14):

= ( p ) (4.3)

Di mana: = aliran daya semu dari bus i ke bus j

= arus yang mengalir dari bus i ke bus j

(56)

30

= tegangan pada bus i

= tegangan pada bus j

Dengan persamaan di atas maka dapat ditentukan besarnya rugiprugi daya

aktif maupun rugiprugi daya reaktif secara teoritis. Sebagai satu contoh, rugiprugi daya pada kasus PM 6 dihitung pada salah satu saluran yang dipilih secara

Sehingga aliran daya dari bus 54 ke bus 61 sesuai Persamaan (4.2) adalah:

= ∗

= 0,82175∠9,20 x 0,0036727,690

= 0,0030158∠36,890

= 0,002412 + j 0,00181

(57)

= p

= 0,00367∠152,310

Sementara aliran daya dari bus 61 menuju bus 54 adalah:

= 0,81306∠90 x 0,00367∠207,690

Jadi, berdasarkan perhitungan rugiprugi daya pada saluran line 51 adalah 19 kW.

Dengan cara yang sama seperti rugiprugi pada saluran line 51, maka rugip rugi pada saluran yang lain dapat dicari secara teoritis. Rugiprugi trafo distribusi

T1 dan T3 secara berurut adalah 0,002 kW dan 0,037 kW, serta rugiprugi trafo daya TD 2 adalah 0,301 kW. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20

(58)

32 4.1.2Aliran Daya Setelah Pemasangan SVC

Penambahan SVC pada jaringan distribusi akan memperbaiki faktor daya jaringan, memperbaiki profil tegangan dan mengurangi rugiprugi daya. Pemasangan satu SVC sedapat mungkin ditempatkan pada pusat beban. Secara

umum lokasi terbaik adalah titik dekat bus generator dengan tegangan paling besar. Normalnya, titik tengah/pusat dari jaringan adalah kandidat yang baik

untuk penempatan [11]. Karena SVC akan mengkompensasi daya reaktif, maka pusat beban yang dimaksud adalah pusat beban reaktif. Buspbus pusat beban akan menjadi kandidat di mana SVC akan diletakkan. Kandidat bus sendiri ditentukan

berdasarkan faktor daya bus beban yang lebih kecil. Sementara, untuk pemasangan SVC lebih dari satu, sedapat mungkin terdistribusi secara merata

pada pusatppusat beban. Akan tetapi, dalam hal ini kapasitas total SVC adalah setara dengan kapasitas satu SVC sehingga ukuran kapasitasnya adalah variabel tetap.

Dari data hasil studi aliran daya sebelum pemasangan SVC, faktor daya

pada buspbus beban diperoleh seperti pada Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Faktor Daya Buspbus Beban

(59)

Bus85 0,7961 0,223 0,138 85,03

Bus104 0,6929 0,631 0,391 85

Untuk hasil lengkap, faktor daya pada masingpmasing bus beban dapat dilihat pada Lampiran C. Mengingat jumlah bus beban ada sebanyak 47, perlu

dilakukan pembatasan untuk menetapkan kandidatpkandidat bus penempatan SVC. Dalam hal ini ditetapkan 85% sebagai acuan batas minimum faktor daya sesuai dengan Standar PLN. Dengan demikian, terdapat 18 bus beban yang

memiliki faktor daya di bawah 85% seperti yang terdapat pada Tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Kandidat Bus dan Rating SVC

(60)

34 13 Bus100 0,7405 84,94 0,163613 0,000387 0

14 Bus73 0,8215 84,96 0,179726 0,000274 0

15 Bus80 0,8046 84,96 0,179726 0,000274 0

16 Bus90 0,7643 84,97 0,16981 0,00019 0

17 Bus67 0,8095 84,99 0,123949 5,11 x 10p5 0

18 Bus57 0,8304 84,99 0,229925 7,49 x 10p5 0

Berdasarkan Persamaan (4.1)

PF = =

Maka besarnya daya reaktif agar faktor daya setidaknya mencapai 85% adalah:

0,85 =

Q = ( , ) −

Dengan demikian, terdapat 10 kandidat bus beserta kapasitas SVC yang akan dipasang pada bus yang bersangkutan seperti yang telah tertera pada Tabel

4.4 di atas.

(61)

4.1.2.1Dengan Satu SVC

SVC yang akan disimulasikan pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 Pematangsiantar adalah Type Thyristor Switched Capacitor (TSC). Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, kekurangan terbesar daya reaktif adalah pada bus 2 atau bus 19 yaitu sekitar 6,84 MVAR. Harga ini sendiri sebenarnya adalah untuk kebutuhan

bus itu sendiri, sementara SVC akan mengkompensasi jaringan bukan satu bus saja. Sehingga penulis menetapkan kapasitas total SVC yang akan dipasang adalah 10 MVAR, dengan pertimbangan 20 MVAR tidak konvergen. Berdasarkan

hasil simulasi pemasangan SVC pada berbagai bus kandidat menggunakan ETAP, bus 54 adalah bus yang paling baik untuk dipasang SVC. Hal ini sesuai dengan

pertimbangan perbaikan faktor daya Gardu Induk Pematangsiantar, perbaikan profil tegangan, dan penurunan rugiprugi total pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar.

Gambar 4.2 berikut merupakan diagram satu garis sistem kelistrikan PM 6 Pematangsiantar setelah SVC dipasang pada bus 54. Seperti halnya pada Gambar

4.1, pada Gambar 4.2 tersebut merupakan diagram satu garis sistem kelistrikan yang sedang beroperasi. Sehingga, dari gambar tersebut dapat dilihat aliran daya yang ditampilkan hasil simulasi setelah SVC dipasang.

Selain itu, dari Gambar 4.2 dapat dilihat rugiprugi yang disajikan dalam bentuk bilangan kompleks. Data yang ditampilkan pada dasarnya tidaklah presisi,

(62)

36 Gambar 4.2 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi dengan

Satu SVC

(63)

Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan satu SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.2di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 54 dapat diperhatikan pada

data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.5 berikut.

Table 4.5 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR

Hasil simulasi setelah satu SVC dengan kapasitas 10 MVAR dipasang pada bus 54, aliran daya berubah. Secara keseluruhan, daya aktif yang mengalir pada buspbus penyulang PM 6 meningkat dan daya reaktif turun. Fenomena ini akan dijelaskan kemudian pada Sub Bab 4.3.1 dan Sub Bab 4.3.2. Perubahan aliran

daya ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 di atas, daya aktif pada bus 2 meningkat menjadi 50,096 MW. Sementara daya reaktif turun menjadi 31,768 MVAR. Dari

(64)

38 simulasi setelah pemasangan satu SVC tersebut juga diperoleh bahwa terdapat sekitar 23,40 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum yang sebelumnya 0,6929 p.u menjadi 0,807 p.u pada bus 104. Hal ini

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan setelah SVC dipasang pada bus 54. Bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,02

p.u sampai dengan 1,05 p.u (marginal) ada sekitar 36,17 %. Sedangkan sisanya, mencapai 40,43 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Dari statistik ini jelas bahwa bus yang berada pada keadaan kritis tinggal sebagian kecil

lagi dibanding sebelum pemasangan SVC. Sebaliknya, bus yang sehat sudah lebih banyak dibanding bus yang dalam keadaan kritis atau marginal. Data lengkap

hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.2.

b. Faktor Daya

Berdasarkan Persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi Gardu

Induk Pematangsiantar setelah dipasang SVC adalah:

PF = ,

, ,

= 84,45 %

Faktor daya setelah SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu

sebesar 84,45 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.6 berikut.

(65)

Table 4.6 Faktor Daya

Dengan melakukan perhitungan pada kasus yang sama seperti pada Sub Bab

4.1.1 poin c, setelah pemasangan satu SVC perhitungan rugiprugi juga dapat dilakukan pada saluran yang sama seperti berikut ini.

Tegangan pada bus 54 adalah 0,95164∠0,10 dan tegangan pada bus 61

adalah 0,94183∠p0,70. Dengan base yang sama dan besar admitansi yang sama

yaitu 0,0399∠p54,810 Maka berdasarkan Persamaan (4.3):

= ( p )

= 0,0399∠p54,810 (0,951640,10 p 0,94183p0,10)

= 0,0399∠p54,810 (0,103516678∠18,610)

= 0,00413∠p36,20

(66)

40 I*

54-61 = 0,00413∠36,20

Aliran daya dari bus 54 ke bus 61 sesuai Persamaan (4.2) adalah:

= ∗

Sementara aliran daya dari bus 61 menuju bus 54 adalah:

= ∗

= 0,94183∠p0,10 x 0,00413216,20

= 0,00389∠216,10

= – 0,0031431 – j 0,002292

(67)

Dengan demikian, rugiprugi daya pada saluran line 51 tersebut adalah sebesar:

SL = +

= 0,0031673 – 0,0031431 p.u

= 0,000242 x 100 MW

= 24,2 kW

Jadi, berdasarkan perhitungan rugiprugi daya pada saluran line 51 adalah

24,2 kW.

Dengan cara yang sama seperti rugiprugi pada saluran line 51, maka rugip

rugi pada saluran yang lain dapat dicari secara teoritis. Rugiprugi trafo distribusi T1 dan T3 secara berurut adalah 0,001 kW dan 0,029 kW, serta rugiprugi trafo

daya TD 2 adalah 0,276 kW. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 GI Pematangsiantar setelah satu SVC dipasang adalah 1.345 kW. Hasil lengkap rugiprugi PM 6 dapat dilihat pada Lampiran B.2.

4.1.2.2Dengan Dua SVC

Berbeda dengan pemasangan satu SVC yang diusahakan sedapat mungkin tepat di pusat beban pada jaringan, pemasangan beberapa SVC (dalam hal ini dua)

sedapat mungkin dipasang berada di sekitar pusat beban sehingga distribusi daya reaktif bisa lebih merata. Dengan cara yang sama untuk melakukan penempatan

(68)

42 Gambar 4.3 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi dengan

Dua SVC

(69)

Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan dua SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.3di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 46 dan bus 91 dapat

diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.7 berikut.

Table 4.7 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR

Seperti pada pemasangan satu SVC, aliran daya mengalami perubahan saat

pemasangan dua SVC. Secara keseluruhan, daya aktif juga mengalami kenaikan sementara daya reaktif mengalami penurunnan. Dari data hasil simulasi pada Tabel 4.7 di atas dapat diperhatikan bahwa profil tegangan mengalami perbaikan

(70)

44 diperoleh bahwa terdapat sekitar 6,38 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 68,08 % bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,02 p.u sampai dengan 1,05 p.u (marginal). Sedangkan sisanya,

mencapai 27,66 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Dapat diperhatikan bahwa hanya tinggal sekitar 6,38 % bus yang berada dalam keadaan

kritis.

Tegangan minimum yang terdapat pada bus 104 merupakan salah satu di antara 6,38 % tersebut yaitu 0,8404 p.u. Sedangkan tegangan maksimum adalah

1,0283 p.u yang masih berada pada marginal. Hal ini menunjukkan interval (range) antara tegangan minimum dengan tegangan maksimum yang semakin

kecil. Artinya, hasil ini menyajikan profil tegangan yang lebih baik lagi bila dibandingkan dengan pemasangan satu SVC. Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.3.

b. Faktor Daya

Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI

Pematangsiantar setelah dua SVC dipasang pada bus 46 dan bus 91 adalah:

PF = ,

, ,

= 84,91 %

Faktor daya setelah dua SVC dipasang pada jaringan distribusi GI

Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu sebesar 84,91 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.8 berikut.

(71)

Table 4.8 Faktor Daya

Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelum pemasangan SVC dan pemasangan satu SVC. Rugiprugi total pada

jaringan distribusi 20 kV PM 6 GI Pematangsiantar setelah dipasang SVC menjadi 1.427 kW. Hasil lengkap tentang rugiprugi daya pada pemasangan dua

SVC dapat dilihat pada Lampiran B.3.

4.1.2.3Dengan Empat SVC

Seperti halnya pemasangan dua SVC, pemasangan empat SVC juga diusahakan sedapat mungkin dipasang berada di sekitar pusat beban sehingga distribusi daya reaktif bisa lebih merata. Dengan menggunakan metode yang sama

untuk melakukan penempatan SVC pada bus jaringan, bus 48, bus 54, bus 88 dan bus 107 adalah bus yang paling baik untuk empat SVC sekaligus dengan kapasitas

masingpmasing 2,5 MVAR pada PM 6 Pematangsiantar.

(72)

46 Gambar 4.4 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi

dengan Empat SVC

(73)

Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.4di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 48, bus 54, bus 88 dan bus

107 dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.9 berikut.

Table 4.9 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR

mengakibatkan perubahan pada aliran daya. Daya aktif mengalami kenaikan dan daya reaktif mengalami penurunan yang mana akan dijelaskan kemudian sebab kenaikan dan penurunan tersebut. Bila dibandingkan dengan hasilphasil

(74)

48 SVC jauh lebih baik. Hasil ini cukup signifikan, seperti yang terdapat pada Tabel 4.9 di atas. Hasil simulasi setelah empat SVC dengan kapasitas masingpmasing 2,5 MVAR dipasang pada bus 48, bus 54, bus 88 dan bus 107, diperoleh bahwa

terdapat sekitar 4,25 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 55,32 % bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,03 p.u

sampai dengan 1,05 p.u (marginal). Sedangkan sisanya, mencapai 42,55 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Tegangan minimum yang masih dalam keadaan kritis adalah 0,8667 p.u yaitu pada bus 104. Sedangkan tegangan

maksimum setelah lima SVC dipasang adalah 1,0421 p.u. Dari hasil ini, interval antara tegangan minimum dan tegangan maksimum pada pemasangan empat SVC

ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan interval tegangan sebelum SVC dipasang, satu SVC dipasang bahkan interval tegangan setelah dua SVC dipasang.

Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat

pada Lampiran A.4.

b. Faktor Daya

Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar setelah empat SVC dipasang pada bus 48, bus 54, bus 88 dan bus

107 adalah:

PF = ,

, ,

= 85,03 %

(75)

Faktor daya setelah empat SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu sebesar 85,03 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.10 berikut.

Table 4.10 Faktor Daya

setelah dipasang empat SVC menjadi 1.354 kW dan 1.339 kVAR. Hasil lengkap tentang rugiprugi daya pada pemasangan dua SVC dapat dilihat pada Lampiran

B.4.

4.1.2.4Dengan Lima SVC

Dengan pertimbangan dan metode penentuan letak SVC yang sama dengan pemasangan dua SVC dan empat SVC, maka pada pemasangan lima SVC

diperoleh buspbus yang paling tepat untuk mencapai hasil terbaik. Buspbus tersebut adalah bus 46, bus 53, bus 61, bus 91 dan bus 107.

(76)

50 Gambar 4.5 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi

dengan Lima SVC

(77)

Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.5di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 46, bus 53, bus 61, bus 91

dan bus 107 dengan kapasitas masingpmasing 2 MVAR dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.11 berikut.

Table 4.11 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR

Dari Tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa daya aktif meningkat menjadi

50,396 MW dan daya reaktif turun menjadi 31,169 MVAR. Fenomena ini sama seperti pada kasuspkasus pemasangan SVC lainnya. Bila dibanding dengan tanpa menggunakan SVC, pemasangan lima SVC telah memperbaiki profil tegangan.

(78)

52 sudah hampir sama dengan pemasangan empat SVC. Hal ini dapat diperhatikan pada margin kedua profil tegangan. Sebagai perbandingan, pada pemasangan empat SVC, tegangan maksimumnya adalah 1,0421 p.u yaitu pada bus 38 dan bus

42 serta tegangan minimumnya 0,8667 p.u pada bus 104. Untuk pemasangan lima SVC, tegangan maksimumnya adalah 1,0408 pada bus 38 dan bus 42 serta

tegangan minimumnya 0,8649 p.u pada bus 104.

Hasil simulasi setelah lima SVC dipasang, diperoleh bahwa terdapat sekitar 4,25 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 57,45 % bus dengan

tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,03 p.u sampai dengan 1,05 p.u (marginal). Sedangkan sisanya, mencapai 40,42 % bus yang sehat

(0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u).

Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat

pada Lampiran A.5.

b. Faktor Daya

Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI

Pematangsiantar setelah lima SVC dipasang pada bus 46, bus 53, bus 61, bus 91 dan bus 107 adalah:

PF = ,

, ,

= 85,05 %

Faktor daya setelah dua SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu

sebesar 85,05 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.12 berikut.

(79)

Table 4.12 Faktor Daya setelah dipasang SVC menjadi 1.356 kW dan 1.344 kVAR. Hasil lengkap tentang

rugiprugi daya pada pemasangan lima SVC dapat dilihat pada Lampiran B.5.

4.2

PLTM Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam Keadaan

Tidak Beroperasi

Berikut merupakan studi aliran daya sebelum dan atau setelah pemasangan

SVC dengan kedua DG (PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan) dalam keadaan tidak beroperasi.

4.2.1Aliran Daya Sebelum Pemasangan SVC

Seperti halnya ketika kedua DG beroperasi, maka studi aliran daya saat

(80)

54 Gambar 4.6 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak Beroperasi

(81)

Berikut akan dijelaskan aliran daya sebelum pemasangan SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.6di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 Pematangsiantar dengan beban telah dipLump Load dapat dilihat pada data

hasil simulasi seperti pada Tabel 4.13berikut.

Table 4.13 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR

Bus2 1,00 0 55,957 35,668

Bus54 0,7379 p6,6 4,105 2,457

Bus85 0,6767 p8,7 0,17 0,105

Bus104 0,6188 p8,3 0,523 0,324

Bus 2 pada Tabel 4.13 di atas merupakan bus yang menerima langsung daya dari sumber tenaga. Bus 54 merupakan titik interkoneksi PM 6 dengan bagian

jaringan yang menuju DG. Bus 85 merupakan bus beban yang paling jauh dari Gardu Induk dan bus 104 merupakan bus beban yang paling jauh dari pada

percabangan yang lain dalam PM 6. Dari hasil simulasi keadaan existing tersebut, diperoleh bahwa terdapat sekitar 93,02 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum tetap berada pada bus 104 sebesar 0,6188 p.u

sementara tegangan maksimum berada pada level 1,0 p.u yaitu di bus 2. Hal ini menunjukkan adanya interval (range) yang sangat besar antara tegangan

(82)

56 dengan 0,95 p.u (marginal) hanya 2,32 %. Sedangkan sisanya, hanya sekitar 4,65 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.6.

b. Faktor Daya

Besarnya faktor daya atau Power Faktor (PF) sebelum pemasangan SVC dapat dinyatakan berdasarkan Persamaan (4.1).

PF = ,

, ,

= 84,33 %

Faktor daya dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi yaitu 84,33% seperti yang terdapat pada Tabel 4.14 berikut.

Table 4.14 Faktor Daya

ID Rating Rated kV MW MVAR % PF

GI P.Siantar 269,94 MVA 150 55,957 35,668 84,33

c. RugipRugi

Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelumnya. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 GI Pematangsiantar sebelum SVC dipasang adalah 1.676 kW dan 2.028

kVAR. Hasil lengkap rugiprugi PM 6 dapat dilihat pada Lampiran B.6.

(83)

4.2.2Aliran Daya Setelah Pemasangan SVC

Dengan cara yang sama seperti pada kondisi PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan beroperasi. Diperoleh, pemasangan satu SVC tetap pada bus 54. Untuk pemasangan dua SVC berada pada bus 70 dan bus 88. Untuk

pemasangan empat SVC berada pada bus 48, bus 54, bus 70 dan bus 107. Sedangkan untuk pemasangan lima SVC berada pada bus 48, bus 54, bus 70, bus

91 dan bus 107. Terdapat perbedaan letak SVC bila dibandingkan dengan saat kedua DG beroperasi. Dari hasil pembahasan pada Sub Bab 4.1 dapat diperhatikan bahwa tidak terdapat SVC yang berada di sekitar daerah titik interkoneksi DG ke

PM 6. Ketika PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan tidak beroperasi, daerah titik interkoneksi DG ke PM 6 mengalami penurunan tegangan. Sehingga

pada daerah tersebut membutuhkan pembangkit yang mampu menaikkan profil tegangan yaitu pada bus 70.

4.2.2.1Dengan Satu SVC

Pemasangan satu bus tepat berada pada bus 54 dengan kapasitas 10

MVAR. Gambar 4.7 berikut merupakan diagram satu garis penyulang PM 6 Pematangsiantar setelah SVC dipasang pada bus 54. Gambar 4.7 merupakan

diagram satu garis jaringan dalam kondisi beroperasi sehingga disajikan hasil aliran daya. Selain itu, pada gambar tersebut juga dapat dilihat rugiprugi yang disajikan dalam bentuk bilangan kompleks. Data yang ditampilkan pada dasarnya

(84)

58 Gambar 4.7 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak Beroperasi

dengan Satu SVC

(85)

Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan satu SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.7di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 54 dapat diperhatikan pada

data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.15 berikut.

Table 4.15 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR akibat pemasangan SVC ketika DG juga tidak beroperasi. Dari data hasil simulasi

pada Tabel 4.15 di atas dapat dilihat bahwa bila dibandingkan dengan Tabel 4.13, besar tegangan pada bus mengalami kenaikan. Hasil simulasi setelah satu SVC dengan kapasitas 10 MVAR dipasang pada bus 54, diperoleh bahwa terdapat

sekitar 23,40 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum yang sebelumnya 0,6929 p.u menjadi 0,807 p.u pada bus 104. Hal ini

(86)

60 statistik ini jelas bahwa bus yang berada pada keadaan kritis tinggal sebagian kecil lagi dibanding sebelum pemasangan SVC. Sebaliknya, bus yang sehat sudah lebih banyak dibanding bus yang dalam keadaan kritis atau marginal. Data lengkap

hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.7.

b. Faktor Daya

Berdasarkan Persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi Gardu Induk Pematangsiantar setelah dipasang SVC adalah:

PF = ,

, ,

= 89,74 %

Faktor daya setelah SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu

sebesar 89,74 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.16 berikut.

Table 4.16 Faktor Daya

ID Rating Rated kV MW MVAR % PF

GI P.Siantar 269,94 MVA 150 58,812 28,909 89,74

c. RugipRugi

Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelumnya. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20 kV penyulang

PM 6 GI Pematangsiantar setelah satu SVC dipasang adalah 2.238 kW dan 2.671 kVAR. Hasil lengkap rugiprugi PM 6 dapat dilihat pada Lampiran B.7.

(87)

4.2.2.2Dengan Dua SVC

Untuk pemasangan dua SVC dapat diperhatikan pada Gambar 4.8 berikut.

(88)

62 Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan dua SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.8di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi penyulang PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 70 dan bus 88 dapat

diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.17 berikut.

Table 4.17 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR

reaktif turun. Dari data hasil simulasi pada Tabel 4.17 di atas dapat diperhatikan bahwa profil tegangan mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan Tabel 4.13

(89)

sebelum pemasangan SVC. Tegangan minimum berada pada bus 104 yaitu 0,8013 p.u. Sedangkan tegangan maksimum adalah 1,00 p.u. Hal ini menunjukkan interval (range) antara tegangan minimum dengan tegangan maksimum yang

semakin kecil. Artinya, hasil ini menyajikan profil tegangan yang lebih baik lagi bila dibandingkan dengan pemasangan satu SVC. Data lengkap hasil simulasi

aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.8.

b. Faktor Daya

Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI

Pematangsiantar setelah dua SVC dipasang pada bus 70 dan bus 88 adalah:

PF = ,

, ,

= 89,74 %

Sedangkan berdasarkan simulasi dapat diperhatikan pada Tabel 4.18 berikut.

Table 4.18 Faktor Daya

ID Rating Rated kV MW MVAR % PF

GI P.Siantar 269,94 MVA 150 59,281 29,139 89,74

c. RugipRugi

Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelum pemasangan SVC dan pemasangan satu SVC. Rugiprugi total pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 GI Pematangsiantar setelah dipasang

(90)

64 4.2.2.3Dengan Empat SVC

Untuk pemasangan empat SVC dapat diperhatikan pada Gambar 4.9 berikut.

Gambar 4.9 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak Beroperasi dengan Empat SVC

(91)

Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.9di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 48, bus 54, bus 70 dan bus

107 dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.19 berikut.

Table 4.19 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut MW Loading Loading MVAR

Bus2 1,00 0 59,084 29,884

Bus54 0,9013 p18,8 6,235 4,022

Bus85 0,8481 p21,5 0,248 0,154

Bus104 0,8303 p24,2 0,864 0,535

Pada pemasangan empat SVC, daya aktif mengalami kenaikan sebesar

3,127 MW dan penurunan daya reaktif hingga 5,784 MVAR dari sebelum pemasangan SVC. Dan peristiwa perubahan aliran daya tersebut mengalami hal

yang sama mulai dari pemasangan satu SVC maupun dua SVC. Bila dibandingkan dengan hasilphasil sebelumnya, yaitu sebelum pemasangan SVC (Tabel 4.13), dengan satu SVC (Tabel 4.15), bahkan dengan dua SVC (Tabel 4.17), profil

tegangan dengan empat SVC jauh lebih baik. Hasil ini cukup signifikan, seperti yang terdapat pada Tabel 4.19 di atas. Hasil simulasi setelah empat SVC dengan

(92)

66 bus 107, diperoleh bahwa terdapat sekitar 62,79 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 30,23 % bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u (marginal). Sisanya sekitar 6,98 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan

bus < 1,02 p.u). Tegangan minimum yang masih dalam keadaan kritis adalah 0,8303 p.u yaitu pada bus 104. Sedangkan tegangan maksimum setelah lima SVC

dipasang adalah 1,00 p.u. Dari hasil ini, range antara tegangan minimum dan tegangan maksimum pada pemasangan empat SVC ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan range tegangan sebelum SVC dipasang, satu SVC dipasang

bahkan range tegangan setelah dua SVC dipasang. Dengan demikian, sekalipun pemasangan satu SVC dan pemasangan dua SVC memperbaiki profil tegangan

dibandingkan sebelum pemasangan SVC, profil tegangan semakin baik lagi ketika empat SVC dipasang di tempat yang berbeda.

Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat

pada Lampiran A.9.

b. Faktor Daya

Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar setelah empat SVC dipasang pada bus 48, bus 54, bus 70 dan bus

107 adalah:

PF = ,

, ,

= 90,07 %

(93)

Faktor daya setelah empat SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu sebesar 90,07 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.20 berikut.

Table 4.20 Faktor Daya

kVAR. Hasil lengkap tentang rugiprugi daya pada pemasangan empat SVC dapat dilihat pada Lampiran B.9.

4.2.2.4Dengan Lima SVC

Pada pemasangan lima SVC, letaknya berada pada bus 48, bus 54, bus 70, bus 91 dan bus 107 dengan kapasitas masingpmasing 2 MVAR. Seperti halnya pada pemasangan satu SVC, dua SVC, empat SVC, bahkan lima SVC saat

PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan berroperasi serta pemasangan satu SVC, dua SVC dan empat SVC ketika kedua DG tidak beroperasi, ditampilkan

aliran daya dan rugiprugi pada diagram satu garis.

(94)

68 Gambar 4.10 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak

Beroperasi dengan Lima SVC

(95)

Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.10di atas.

a. Aliran Daya dan Profil Tegangan

Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 48, bus 54, bus 70, bus 91

dan bus 107 dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.21 berikut.

Table 4.21 Aliran Daya dan Profil Tegangan

Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR

Bus2 1,00 0 59,283 29,884

Bus54 0,9015 p19,3 6,359 4,432

Bus85 0,845 p21,9 0,247 0,153

Bus104 0,8427 p25,3 0,887 0,55

Baik pada kondisi DG beroperasi maupun tidak, pada pemasangan satu, dua,

empat maupun lima SVC, perilaku perubahan aliran daya adalah sama. Daya aktif mengalami kenaikan dan daya reaktif mengalami penurunan. Bila dibanding

dengan tanpa menggunakan SVC, pemasangan lima SVC telah memperbaiki profil tegangan. Bahkan lebih baik lagi bila dibanding dengan pemasangan satu SVC, dua SVC atau empat SVC.

(96)

70 mencapai 6,98 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.10.

b. Faktor Daya

Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI

Pematangsiantar setelah lima SVC dipasang pada bus 48, bus 54, bus 70, bus 91 dan bus 107 adalah:

PF = ,

, ,

= 90,09 %

Faktor daya setelah dua SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu

sebesar 90,09 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.22 berikut.

Table 4.22 Faktor Daya

ID Rating Rated kV MW MVAR % PF

GI P.Siantar 269,94 MVA 150 59,284 28,553 90,09

c. RugipRugi

Rugiprugi total pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 GI Pematangsiantar setelah dipasang SVC menjadi 2.407 kW dan 2.884 kVAR. Hasil lengkap tentang

rugiprugi daya pada pemasangan lima SVC dapat dilihat pada Lampiran B.10.

(97)

4.3

Perbandingan Sebelum Pemasangan SVC dan Setelah

Pemasangan SVC

Pemasangan satu SVC, pemasangan dua SVC, pemasangan empat SVC dan

pemasangan lima SVC saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam kondisi beroperasi memberikan pengaruh pada aliran daya (baik daya aktif

maupun daya reaktif) dan rugiprugi daya. Pengaruh ini juga terjadi saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam kondisi tidak beroperasi. Perbandingan aliran aliran daya aktif maupun daya reaktif serta rugiprugi daya sebelum SVC

dipasang, setelah satu SVC dipasang, setelah dua SVC dipasang, setelah empat SVC dipasang atau setelah lima SVC dipasang pada jaringan distribusi PM 6 akan

dijelaskan seperti berikut ini.

4.3.1 Daya Aktif

Adanya pemasangan SVC pada jaringan distribusi penyulang PM 6 GI

Pematangsiantar memberikan pengaruh pada perbedaan aliran daya. SVC menginjeksi daya reaktif yang sifatnya kapasitif ke dalam jaringan distribusi penyulang PM 6. Daya reaktif yang diinjeksi tersebut mengurangi daya reaktif

yang bersifat induktif pada jaringan. Penurunan daya reaktif jaringan untuk daya semu yang tetap akan mengakibatkan kenaikan pada daya aktif. Hubungan ini

akan dipertegas dengan Persamaan (4.1) dan Persamaan (4.2) pada penjelasan berikutnya. Pada bagian ini akan ditunjukkan perbedaan aliran daya pada kedua kondisi DG dan dalam pemasangan beberapa SVC pada bus yang berbeda.

(98)

72 (a)

(99)

(b)

(100)

74 Dari Gambar 4.11 di atas baik (a) maupun (b), aliran daya aktif cenderung lebih besar ketika SVC dipasang pada jaringan distribusi. Hal ini karena untuk daya semu (MVA) tetap, penurunan daya reaktif (MVAR) akan menaikkan daya

aktif (MW). Untuk pemahaman yang lebih mudah, hubungan penjelasan ini dapat dinyatakan secara matematis yaitu:

Seperti pada daya aktif, terdapat perbedaan aliran daya reaktif ketika SVC dipasang. Dengan demikian, ada juga perbandingan aliran daya reaktif pada busp bus beban PM 6 sebelum pemasangan SVC, setelah pemasangan satu SVC,

setelah pemasangan dua SVC, setelah pemasangan empat SVC dan setelah pemasangan lima SVC. Baik pada kondisi PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH

Tonduhan beroperasi maupun pada kondisi kedua DG tersebut tidak beroperasi. Perbandingan hasil aliran daya tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut:

(101)
(102)

76 (b)

Gambar 4.12 Kurva Perbandingan Daya Reaktif (a) kondisi DG beroperasi (b) kondisi DG tidak beroperasi

(103)

Dari Gambar 4.12 di atas, baik (a) maupun (b) dapat dilihat bahwa daya reaktif cenderung lebih kecil ketika SVC dipasang pada jaringan distribusi. Hal yang berbeda terjadi pada daya reaktif bila dibandingkan dengan daya aktif yang

justru bertambah, dan inilah salah satu tujuan kehadiran kompensator tersebut. Beban pada jaringan sifatnya induktif, pemasangan SVC tipe TSC akan

menginjeksi daya reaktif yang sifatnya kapasitif sehingga daya reaktif yang induktif tersebut akan berkurang. Dengan menggunakan penjelasan yang sama seperti pada daya aktif, sedikit pendekatan ke Persamaan (4.5), kenaikan daya

aktif justru karena terjadi penurunan pada daya reaktif.

4.3.3 Rugi–rugi (kW)

Terdapat perbedaan perilaku rugiprugi saluran antara ketika PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam kondisi beroperasi dengan kondisi tidak beroperasi. Pada kondisi kedua DG beroperasi, rugiprugi setelah pemasangan SVC

cenderung lebih kecil dibanding sebelum pemasangan SVC. Sementara untuk kondisi kedua DG tidak beroperasi, rugiprugi saluran justru semakin besar setelah

pemasangan SVC. Ketika kedua DG tidak beroperasi maka jatuh tegangan di sekitar daerah titik interkoneksi DG menjadi besar karena sumber tenaga semakin jauh. Jatuh tegangan yang semakin besar akan mengakibatkan arus yang mengalir

menjadi besar sesuai Persamaan (4.3). Akibatnya, rugiprugi pada saluran menjadi besar. Perbandingan rugiprugi pada jaringan distribusi PM 6 sebelum SVC

(104)

78 (a)

(105)

(b)

(106)

80 Dari Gambar 4.13 (a) di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa grafik tanpa SVC cenderung berada di atas grafik yang lainnya hampir di seluruh saluran saat

kedua DG dalam kondisi beroperasi. Grafik tanpa SVC yang berada di atas menunjukkan rugiprugi pada saluran cenderung lebih besar. Artinya, rugiprugi

sebelum SVC dipasang umumnya lebih besar dibanding dengan rugiprugi ketika SVC telah dipasang. Hal ini sejalan dengan total rugiprugi daya sebelum dan sesudah dipasang SVC. Total rugiprugi daya berkurang ketika SVC dipasang.

Rugiprugi sebelum pemasangan SVC adalah 2.445 kW, rugiprugi setelah pemasangan satu SVC 1.345 kW, rugiprugi setelah pemasangan dua SVC 1.427

kW, rugiprugi setelah pemasangan empat SVC 1.354 kW dan 1.356 kW setelah pemasangan lima SVC. Hal yang berbeda terjadi saat kedua DG dalam kondisi tidak beroperasi seperti pada Gambar 4.13 (b). Total rugiprugi daya justru semakin

besar setelah pemasangan SVC seperti yang telah dijelaskan di atas. Total rugip rugi daya sebelum dan sesudah pemasangan SVC, baik pada kondisi kedua DG

beroperasi maupun kondisi tidak beroperasi dirangkum pada Tabel 4.23 berikut:

Tabel 4.23 Rangkuman total rugiprugi sebelum dan sesudah pemasangan SVC

(107)

Dari Tabel 4.23 di atas dapat dilihat total rugiprugi sebelum pemasangan SVC lebih besar saat kedua DG beroperasi dibanding pada saat kondisi kedua DG tidak beroperasi. Bersamaan dengan suplai tenaga dari DG ke jaringan PM 6, arus yang

mengalir meningkat dibanding sebelum DG beroperasi. Keadaan ini bisa terjadi karena letak DG belum tentu optimal dan DG dipasang bukan karena letaknya

(108)

82

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemasangan SVC pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 Gardu Induk

Pematangsiantar memperbaiki profil tegangan. Saat DG beroperasi, sebelum pemasangan SVC sebanyak 89,36 % tegangan bus berada di bawah 0,9 p.u,

setelah pemasangan satu SVC sekitar 23,40 % tegangan bus berada di bawah 0,9 p.u, setelah pemasangan dua SVC sekitar 6,38 % tegangan bus berada di bawah 0,9 p.u, sedangkan pada pemasangan empat SVC dan lima

SVC hanya sekitar 4,25 % saja tegangan bus yang berada di bawah 0,9 p.u. Sementara saat DG tidak beroperasi, tegangan bus yang berada di bawah 0,9

p.u secara berurut adalah 93,02 %; 23,40 %; 58,14%; 62,79 %; 55,81 %.

2. Pemasangan SVC pada jaringan distribusi memperbaiki faktor daya jaringan distribusi Gardu Induk Pematangsiantar. Saat DG beroperasi, faktor daya

sebelum pemasangan SVC adalah 79,67 %, faktor daya setelah pemasangan satu SVC adalah 84,45 %, faktor daya setelah pemasangan dua SVC adalah

84,91 %, dan setelah pemasangan empat SVC dan lima SVC berturutpturut adalah 85,03% dan 85,05 %. Sedangkan saat DG tidak beroperasi, faktor daya secara berurut adalah 84,33 %; 89,74 %; 89,74 %; 90,07 %; 90,09 %.

(109)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Static VAR Compensator

Static VAR Compensator (SVC) pertama kali dipasang pada tahun 1978

di Gardu Induk Shannon, Minnesota Power and Light system dengan rating 40

MVAR. Sejak saat itu, pemanfaatan SVC mengalami perkembangan pesat

dalam aplikasi sistem tenaga [3].

SVC merupakan suatu konsep yang terpadu berdasarkan switching

elektronika daya dan pengendali dinamis untuk meningkatkan pemanfaatan

sistem dan kapasitas transfer daya seperti stabilitas, keamanan, keandalan dan

kualitas daya sistem interkoneksi AC. SVC merupakan static var absorber

yang terhubung shunt atau generator yang dikontrol untuk menjaga parameterp

parameter tertentu dari sistem tenaga, khususnya tegangan terminal [2].

Implikasi dari penggunaan SVC pada jaringan distribusi adalah terjaganya

tegangan sistem. Ketika tegangan sistem berada di bawah level tegangan

distribusi primer (20 kV), SVC akan merespon yaitu, kapasitor akan bekerja

sehingga SVC akan kapasitif. SVC menginjeksi daya reaktif ke dalam sistem.

Selain itu, TSC juga berperan untuk menghapus harmonisa frekuensi rendah

yang dihasilkan oleh Reaktor [4]. SVC yang digunakan pada Tugas Akhir ini

tidak terdapat Thyristor Controlled Reactor (TCR), melainkan hanya

Thyristor Switched Capacitor (TSC) karena penyulang PM 6 Pematangsiantar

(110)

6 induktif sehingga jaringan PM 6 membutuhkan daya reaktif kapasitif, bukan

daya reaktif yang bersifat induktif. Jadi, kehadiran TCR dalam SVC pada

jaringan PM 6 tidak memberikan pengaruh terhadap aliran daya, profil

tegangan bahkan faktor daya. Hal inilah yang menjadi alasan SVC yang

digunakan adalah tipe TSC bukan gabungan TSCpTCR.

Daya reaktif kapasitif dan daya reaktif induktif akan bekerja saling

meniadakan. Saat sistem bersifat induktif, saat yang sama sistem kekurangan

daya reaktif kapasitif. Maka daya reaktif kapasitif diinjeksi ke sistem untuk

mengimbangi beban induktif. Dengan demikian, kapasitor pada TSC akan

bekerja untuk membangkitkan daya reaktif. SVC sudah digunakan sebagai

solusi untuk pengaturan tegangan dan kompensasi daya reaktif secara cepat

dengan menaikkan kemampuan transfer daya dalam sistem tenaga [2]. Berikut

merupakan gambar dari skema SVC tipe TSC.

Gambar 2.1 Skema SVC [3]

(111)

Pada skema SVC tipe TSC Gambar 2.1 di atas terdapat reaktor. Di sini

reaktor tidak berfungsi sebagai kompensator, melainkan sebagai pembatas

arus. Kapasitor pada SVC mengakibatkan arus sesaat (di/dt) yang sangat besar

dalam bentuk step function. Arus yang sangat besar ini dapat merusak

Thyristor. Untuk menekan (suppress/snub) arus yang sangat besar tersebut,

reaktor dipasang pada SVC sebagai pembatas arus sehingga arusnya menjadi

normal.

SVC merupakan reaktansi variabel terhubung shunt yang

membangkitkan atau menyerap daya reaktif untuk mengatur besar tegangan

pada titik koneksi. SVC dipersiapkan untuk menyediakan daya reaktif dan

pengaturan tegangan dengan cepat yang mana biasanya terhubung dengan bus

yang memikul beban besar. Berikut ini merupakan model SVC.

Gambar 2.2 Model SVC [2]

Dari Gambar 2.2 di atas, arus yang ditarik oleh SVC dapat dituliskan

dengan persamaan:

ISVC = jBSVCVk (2.1)

(112)

8

BSVC = suseptansi SVC

Sedangkan daya reaktif yang diinjeksi pada bus k adalah:

Qk = p Vk2 BSVC (2.2)

SVC memiliki fungsi seperti di bawah ini [5]:

p Untuk menstabilkan tegangan sistem pada bus beban

p Untuk menyaring harmonisa yang diakibatkan oleh furnace

p Untuk mempertahankan faktor daya baik dan stabil pada PCC

(point of common connection), keleluasaan fluktuasi daya reaktif

dari beban furnace.

SVC memiliki karakteristik tegangan terminal dan arus yang dapat

ditunjukkan seperti pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Karakteristik VpI dari SVC [6,7]

(113)

Slope dari kurva VpI pada gambar di atas adalah:

Slope = = (2.3)

Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa Vref merupakan tegangan SVC

ketika ISVC = 0. Vref merupakan tegangan referensi di mana SVC tidak menyerap

atau menginjeksi daya reaktif. Dalam prakteknya, tegangan referensi memiliki

toleransi ± 10%. SVC mengakibatkan dampak berupa adanya respon terhadap

variasi tegangan, sehingga tegangan terminal VT dapat dituliskan sebagai berikut

[1,6]:

VT = Vref + XSVC ISVC (2.4)

Vmin =

(2.5)

Vmax =

(2.6)

Di mana: VT = tegangan terminal SVC (VSVC)

XSVC = slope reaktansi

ISVC = arus dari simpul SVC

=

= –

(114)

10

Vmin < VSVC < Vmax , ICmax < ISVC < ILmax

ii. Capasitive Limit

VSVC < Vmin , BSVC = BC

iii. Inductive Limit

VSVC > Vmax , BSVC = – (BL – BC)

Di mana: BL = = max[BTCR]

Ketiga daerah operasi SVC tersebut dapat dimodelkan rangkaian

ekivalennya seperti Gambar 2.4 berikut ini:

Gambar 2.4 Rangkaian ekivalen SVC [7]

Parameterpparameter pada rangkaian di atas tergantung pada daerah operasi

SVC, yang dapat dituliskan sebagai berikut:

Region (i): SVC = Vref∠ϕSVC, XSVC = K (2.7)

Di mana: K merupakan karakteristik kontrol dalam control region

ϕSVC merupakan sudut tegangan bus SVC

(115)

Region (ii): SVC = 0, XSVC = – (2.8)

Region (iii): SVC = 0, XSVC = (2.9)

Sedangkan rangkaian ekivalen dari suatu SVC yang telah dipasang pada

jaringan listrik dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen suatu jaringan yang telah dipasang SVC [7]

Dari Gambar 2.5, dapat dihitung arus SVC sebagai:

SVC =

(2.10)

Sedangkan besar tegangan terminal SVC adalah:

VS = | SVC | = | SVC + j SVCXSVC | (2.11)

Dari Persamaan (2.8) dan (2.9), tegangan SVC dapat ditulis menjadi:

(116)

12

Di mana: = = A∠α (2.13)

Keunggulan SVC dibandingkan dengan pembangkit daya reaktif lainnya:

p Tegangan sistem pada bus beban lebih stabil

p Dibanding synchronous condenser (SC), respon lebih cepat di bawah

kondisi transient

p Tidak ada masalah rugiprugi daya dari pensinkronan

p SVC tidak berkontribusi memberikan arus hubung singkat

p Tidak terdapat bagian yang bergerak seperti pada SC sehingga hanya

membutuhkan sedikit maintenance.

2.2 Studi Aliran Daya

Studi aliran daya merupakan bagian yang sangat penting dalam

menganalisis aliran daya suatu sistem sebelum jaringan tenaga listrik dibuat. Pada

tahap merencanakan pembangunan jaringan tenaga listrik, hasil dari analisis aliran

daya menjadi dasar untuk pertimbangan dalam pembangunan. Permasalahan yang

ditemukan pada sistem tenaga listrik dapat dirumuskan solusinya berdasarkan

hasil studi aliran daya. Besaran yang dianalisis pada studi aliran daya adalah besar

dan sudut fasa tegangan pada masingpmasing bus, serta daya aktif dan daya reaktif

yang mengalir pada masingpmasing saluran.

Perhitungan aliran daya dilakukan dalam keadaan beban seimbang dengan

tujuan untuk memudahkan perhitungan. Besaran yang dihitung dalam konsep

(117)

aliran daya terdapat empat, yaitu besar dan sudut fasa tegangan, daya aktif serta

daya reaktif.

Untuk setiap bus, dua dari empat besaran di atas telah diketahui untuk

menentukan dua besaran lainnya. Besaran tersebut tergantung dari tipe bus. Tipe

bus tersebut adalah sebagai berikut:

p Bus generator: besaran yang diketahui adalah daya aktif dan tegangan

p Bus beban: besaran yang diketahui adalah daya aktif dan daya reaktif

p Bus referensi: besaran yang diketahui adalah tegangan dan sudut fasa

tegangan

Tipe bus tersebut dapat dapat dirangkum seperti yang terdapat pada Tabel

2.1 berikut:

Tabel 2.1 Tipe Bus dalam Tenaga Listrik

Tipe bus Kode Bus Nilai yang

Sistem tenaga listrik terdiri dari beberapa bus yang saling diinterkoneksikan.

Gambar berikut merupakan contoh diagram satu garis dari n bus suatu sistem

(118)

14 Gambar 2.6 Diagram satu garis dari npbus suatu sistem tenaga

Dari diagram di atas, berlaku hubungan berikut pada bus kepi:

= + ( − ) + ( − ) + … + ( − ) (2.14)

= ( + + + … + ) − − − … −

Di mana: = + + + … + (2.15)

= − = −

= −

Sehingga, besar arus pada bus kepi menjadi:

= + + + … + (2.16)

= + ∑ ; k ≠ i (2.17)

Sementara, persamaan aliran daya pada bus kepi adalah:

− = ∗ (2.18)

(119)

Dengan demikian, bentuk umum persamaan aliran daya dapat dituliskan

sebagai berikut [8]:

− = ( ∗) ∑ ( ) (2.19)

− = ( ∗)[ + ∑ ] ; ki (2.20)

Sedangkan tegangan untuk bus kep i adalah

=

[

∗ − ∑ ] ; k ≠ i (2.21)

Sedangkan persamaan aliran daya dalam bentuk polar adalah sebagai

berikut:

= | | ∑ | || | cos( − − ) (2.22)

= | | ∑ | || | sin( − − ) (2.23)

Di mana: = | |∠ dan ∗ adalah konjugate pada buspi

Setiap metode analisis aliran daya memiliki keampuhan tersendiri untuk

digunakan. Terdapat beberapa metode yang sering digunakan dalam

menyelesaikan perhitungan aliran daya, yaitu metode Gauss-Seidel,

Newton-Raphson, dan metode Fast Decoupled. Pada kesempatan ini, penulis

menggunakan metode Newton-Raphson dalam menganalisis aliran daya.

Metode Newton-Raphson merupakan salah satu metode dalam analisis

perhitungan aliran daya. Metode ini sesuai digunakan untuk analisis aliran

(120)

16

S = = P + jQ (2.24)

Sehingga, sebelum menentukan daya semu yang mengalir pada jaringan,

terlebih dahulu menentukan tegangan pada bus kepi. Tegangan yang

digunakan adalah setelah harganya konstan yang diperoleh dari iterasi

numerik.

Setiap bus generator (kecuali slack bus) memiliki persamaan daya aktif

Pi diketahui dan sudut fasa yang tidak diketahui θi [9]. Persamaan daya

tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

ΔPi = Pisch - Pi (2.25)

Dengan Pisch dan Qisch secara berurutan menyatakan daya aktif dan daya

reaktif yang telah ditentukan pada bus kepi.

Sebelum menggunakan metode Newton Raphson pada aliran daya,

tegangan bus dan admittansi saluran dinyatakan dalam bentuk polar:

= | |∠ (2.28)

= + (2.29)

(121)

= | |∠ (2.30)

Persamaan (2.32) dan (2.33) merupakan langkah awal untuk melakukan

perhitungan daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya

dilakukan dengan iterasi (k+1), dan iterasi pertama, untuk k = 0 merupakan

harga perkiraan awal sebelum perhitungan dilakukan. Dari persamaan tersebut

akan diperoleh harga (k) dan (k), sehingga harga ΔPi(k) dan ΔQi(k) dapat

disubstitusi ke Persamaan (2.26) dan (2.27) menjadi:

ΔPi(k) = Pisch - Pi(k) (2.34)

ΔQi(k) = Qisch - Qi(k) (2.35)

Dari perhitungan pada Persamaan (2.34) dan (2.35) diperoleh persamaan

aliran daya yang dapat disederhanakan dalam bentuk matriks Jacobian. Unsur

Jacobian diperoleh dari turunan parsial Persamaan (2.32) dan (2.33).

Persamaan tersebut dapat ditulis seperti berikut ini:

( )

( ) =

( )

(122)

18

Persamaan (2.32) dan (2.33) untuk memperoleh nilai iterasi berikutnya.

Perhitungan ini terus dilakukan hingga dicapai harga yang konvergen.

2.3 Pengaruh SVC pada Persamaan Aliran Daya

SVC yang telah dipasang pada jaringan distribusi akan menginjeksi atau

mengabsorbsi daya reaktif ke atau dari sistem. Dengan demikian, pemasangan

SVC memberikan pengaruh terhadap aliran daya jaringan distribusi tersebut, yaitu

dengan penambahan ke sistem atau pengurangan dari sistem daya reaktif sebesar

Qk. Gambar 2.7 berikut merupakan contoh kasus pemasangan SVC pada jaringan

distribusi sistem 4 bus.

(123)

Gambar 2.7 Diagram Satu Garis Jaringan Distribusi 4 bus dengan SVC

Setelah SVC dipasang seperti yang terdapat pada Gambar 2.7 di atas,

Persamaan (2.17) dapat ditulis menjadi:

= + ∑ + ; k ≠ 2 (2.40)

= + + + (2.41)

akan bernilai positif bila SVC menginjeksi daya reaktif, sebaliknya

akan bernilai negatif bila SVC mengabsorbsi daya reaktif.

Dengan mensubstitusi Persamaan (2.1) ke dalam Persamaan (2.40), maka

dapat ditulis menjadi:

= + ∑ + ; k ≠ 2 (2.42)

Dan bentuk umum dari Persamaan (2.42) tersebut di mana SVC dipasang

pada bus kepi dapat ditulis menjadi:

= + ∑ + ; k ≠ i (2.43)

Besar arus pada Persamaan (2.43) disubstitusi ke dalam persamaan aliran

(124)

20

− = ∗( ∑ + ) (2.44)

Sementara, untuk nilai tegangan dapat ditentukan dengan menggunakan

Persamaan (2.21) setelah harga dari persamaan aliran daya pada Persamaan (2.44)

tersebut diperoleh.

(125)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Penyaluran daya listrik dari pembangkitan hingga ke pusat–pusat beban

didesain seefisien mungkin dengan keandalan yang tinggi [1]. Untuk itu, perlu

dijaga kualitas daya yang disalurkan, serta tegangan pada sisi ujung penerima

harus dipertahankan. Di sisi lain, adanya perkembangan pembangkitan listrik

sebagai konsekuensi dari meningkatnya permintaan terhadap energi listrik. Dalam

praktiknya, penyaluran daya dengan kualitas yang andal tidak serta–merta

berjalan mulus. Terdapat beberapa permasalahan untuk mensuplai daya akibat

beban–beban non linear dalam sistem tenaga. Permasalahan tersebut seperti

tegangan spike, flickers, distorsi harmonisa, impuls transient, dan lain–lain [2].

Sehingga, peningkatan jumlah beban yang masih terus berlangsung hingga saat ini

harus diimbangi dengan peningkatan kualitas daya, peningkatan efisiensi,

keandalan, stabilitas daya, profil tegangan dengan memanfaatkan teknologi sistem

tenaga yang terus berkembang.

Teknologi pada peralatan sistem tenaga terus berkembang layaknya pada

bidangpbidang lain. Static VAR Compensator (SVC) merupakan salah satu

teknologi elektronika daya untuk mengatasi permasalahanppermasalahan tersebut.

SVC juga merupakan suatu konsep terpadu berdasarkan switching elektronika

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Satu Garis Keadaan Eksisting Sistem 47 bus penyulang PM
Gambar 3.2 Diagram Alir Tahapan Tugas Akhir
Gambar 4.1 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi
Table 4.1 Aliran Daya dan Profil Tegangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini RABU tanggal SATU bulan MARET tahun DUA RIBU TUJUH BELAS, kami Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan Balai Nikah KUA dan Manasik Haji Kecamatan Tamban Catur Tahun

[r]

Pada hari ini RABU tanggal SATU bulan MARET tahun DUA RIBU TUJUH BELAS, kami Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan Balai Nikah KUA dan Manasik Haji Kecamatan Kapuas Hulu

Pada hari ini RABU tanggal SATU bulan MARET tahun DUA RIBU TUJUH BELAS, kami Kelompok Kerja Perencanaan Pembangunan Balai Nikah KUA dan Manasik Haji Kecamatan Dusun Tengah Tahun

[r]

RENCANA KEBUTUHAN OBAT TAHUN 20161.

Contoh aplikasi yang disertakan adalah GAME PUZZLE, yaitu sebuah game sederhana yang terdiri dari beberapa potongan gambar dan nantinya potongan-potongan gambar tersebut harus

Hal ini berarti bahwa aroma mi basah pada perlakuan E 2 yang mendapat tambahan tempe 25% dan wortel 25% lebih disukai daripada aroma mi basah pada perlakuan E 1 dan E 3