PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan beroperasi
A.1 Aliran Daya dan Profil Tegangan tanpa SuC
Bus113 0,8819 4,1 0,296 6,579
Bus147 0,9393 1,9 0,794 7,109
PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan tidak beroperasi
A.6 Aliran Daya dan Profil Tegangan Tanpa SuC
PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan beroperasi B.1 Rugi-Rugi Daya tanpa SuC
PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan tidak beroperasi
B.6 Rugi-Rugi Daya tanpa SuC
DAFTAR PUSTAKA
[1] Padiyar, K. R. 2007. FACTS Controller in Power Transmission and
Distribution. New Delhi: New Age International Publisher.
[2] Idris, R.M dan H.S. Loh. 2013. Modelling and Simulation of STATCOM
& SVC. IEEE Student Conference on Research and Development.
[3] L. Gyugyi, “Power Electronics in Electric Utilities: Static Var
Compensator,” IEEE Trans. vol. 76, no. 4, Apr. 1988.
[4] Teleke, Sercan, dkk., “Dynamic Performance Comparison of Synchronous
Condenser and SVC”, IEEE Trans. vol.23, no.3, July 2008.
[5] Ke, YipKuan, dkk. 2010. Performance Measurement of Static Var
Compensator in Distribution System. SICE Annual Conference.
[6] Sahadat, Md. Nazmus, dkk. 2011. Real Power Transfer Capability
Enhancement of Transmission Lines Using SVC. IEEE.
[7] Padiyar, K. R. 2008. Power System Dynamics Stability And Control.
Bangalore: BS Publications.
[8] Saadat, Hadi. 1991. Power System Analysis. New York: The McGraw
85 [9] Penangsang, Ontoseno. 2012. “Analisis Aliran Daya pada Sistem Tenaga
Listrik”. Surabaya: ITS Press.
[10] Data Gardu Induk Pematangsiantar PT. PLN (Peresero).
[11] Noroozian, M. 1996. Modelling of SVC power system studies. ABB Power
System Division, information NR500-026E, Swedia.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tahapan Penelitian
Tahap pertama dalam pelaksanaan penelitian adalah dengan mengambil data
yang diperlukan beserta diagram satu garis jarigan distribusi 20 kV dari Gardu Induk sistem kelistrikan P.M 6 Pematangsiantar. Dari data yang telah diperoleh, dilakukan simulasi aliran daya pada jaringan distribusi tersebut sebelum dipasang SVC dengan menggunakan software ETAP. Selanjutnya, akan dilakukan simulasi
menggunakan software ETAP setelah pemasangan SVC. Akan tetapi, sebelum melakukan simulasi terlebih dahulu dipasang SVC pada jaringan distribusi. SVC dipasang pada pusat beban yang paling besar dipikul bus. Simulasi sebelum dan setelah SVC dipasang akan dilakukan dengan menggunakan data pada keadaan
beban yang sama. Dari simulasi ini, akan diperoleh hasil yang menunjukkan adanya perbedaan aliran daya akibat daya reaktif yang diinjeksikan oleh SVC
pada jaringan distribusi. Tahap selanjutnya, akan dilakukan analisis pengaruh pemasangan SVC pada jaringan distribusi tersebut.
Data pembangkit dan penyaluran serta diagram satu garis jaringan distribusi
20 kV merupakan objek yang akan digunakan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini. Peralatan yang akan digunakan untuk mengerjakan Tugas Akhir ini adalah software ETAP. Sementara, variabel yang akan diamati adalah:
22 2. Besar tegangan dan sudutnya pada penyulangppenyulang distribusi
sesudah pemasangan SVC
3. Mengamati perubahan rugiprugi daya yang terjadi akibat pemasangan
SVC pada jaringan distribusi primer.
Adapun diagram satu garis PM 6 Pematangsiantar dapat diperoleh
berdasarkan data dari PT. PLN (Persero) [10], yaitu seperti Gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1 Diagram Satu Garis Keadaan Eksisting Sistem 47 bus penyulang PM 6 GI Pematangsiantar
24 3.2 Tempat dan Waktu
Tugas Akhir telah dilaksanakan dengan studi kasus pada jaringan distribusi
20 kV penyulang PM 6 Gardu Induk Pematangsiantar yang terhubung dengan PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan. Penelitian dimulai dengan
mengambil datapdata yang dibutuhkan. Data yang diperoleh disimulasikan dengan software ETAP, simulasi dilanjutkan dengan pemasangan SVC sehingga diperoleh hasil/output adanya pengaruh pemasangan SVC pada jaringan
distribusi. Selanjutnya, hasil dari simulasi pada ETAP tersebut dianalisis. Penelitian dilakukan selama lima bulan, dimulai dari Juli hingga Desember 2015.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
PLTM Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam Keadaan
Beroperasi
Jaringan distribusi 20 kV Penyulang PM 6 Gardu Induk Pematangsiantar terhubung dengan dua Distributed Generation (DG). Kedua DG tersebut adalah PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro) Aek Silau 2 dengan kapasitas terpasang 8,5 MW dan PLTmH (Pembangkit Listrik Tenaga mikro Hidro)
Tonduhan dengan kapasitas 2 x 200 kW. Berikut merupakan aliran daya saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam keadaan beroperasi.
4.1.1Aliran Daya Sebelum Pemasangan SVC
Sebelum melakukan penelitian terhadap pengaruh pemasangan SVC
terhadap aliran daya pada jaringan distribusi primer, maka terlebih dahulu melakukan studi aliran daya pada jaringan dimaksud sebelum dipasang SVC. Simulasi aliran daya pada PM 6 dilakukan saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH
Tonduhan beroperasi. Data yang digunakan untuk melakukan penelitian adalah keadaan existing data PT. PLN (Persero) jaringan distribusi 20 kV penyulang PM
26 Gambar 4.1 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi
Berikut akan dijelaskan aliran daya sebelum pemasangan SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.1di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 Pematangsiantar dengan beban telah dipLump Load dapat dilihat pada data
hasil simulasi seperti pada Tabel 4.1berikut.
Table 4.1 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR menerima langsung daya dari sumber tenaga. Bus 85 merupakan bus beban yang
paling jauh dari Gardu Induk dan bus 104 merupakan bus beban yang paling jauh dari titik interkoneksi (bus 71) DG pada jaringan PM 6. Bus 54 merupakan interkoneksi PM 6 dengan bagian jaringan yang menuju DG. Dari hasil simulasi
28 juga diperoleh bahwa terdapat sekitar 89,36 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum berada pada bus 104 sebesar 0,6929 p.u sementara tegangan maksimum berada pada level 1,0 p.u yaitu di bus 2. Hal ini menunjukkan adanya interval (range) yang sangat besar antara tegangan
minimum dan tegangan maksimum. Bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai
dengan 0,95 p.u (marginal) ada sekitar 6,38 %. Sedangkan sisanya, hanya sekitar 4,26 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.1.
b. Faktor Daya
Sehingga saat kondisi di mana SVC belum terpasang pada jaringan distribusi 20
kV, faktor daya jaringan distribusi Gardu Induk Pematangsiantar adalah:
PF = ,
, ,
= 79,67 %
Faktor daya dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi adalah 79,67% seperti yang terdapat pada Tabel 4.2 berikut.
Table 4.2 Faktor Daya
Rugiprugi pada saluran/penghantar dapat dihitung dengan terlebih dahulu menghitung aliran daya pada saluran. Aliran daya tersebut dapat ditulis sebagai
berikut:
= ∗ (4.2)
Nilai dapat diperoleh dari persamaan umum , yaitu Persamaan (2.14):
= ( p ) (4.3)
Di mana: = aliran daya semu dari bus i ke bus j
= arus yang mengalir dari bus i ke bus j
30
= tegangan pada bus i
= tegangan pada bus j
Dengan persamaan di atas maka dapat ditentukan besarnya rugiprugi daya
aktif maupun rugiprugi daya reaktif secara teoritis. Sebagai satu contoh, rugiprugi daya pada kasus PM 6 dihitung pada salah satu saluran yang dipilih secara
Sehingga aliran daya dari bus 54 ke bus 61 sesuai Persamaan (4.2) adalah:
= ∗
= 0,82175∠9,20 x 0,00367∠27,690
= 0,0030158∠36,890
= 0,002412 + j 0,00181
= p
= 0,00367∠152,310
Sementara aliran daya dari bus 61 menuju bus 54 adalah:
= 0,81306∠90 x 0,00367∠207,690
Jadi, berdasarkan perhitungan rugiprugi daya pada saluran line 51 adalah 19 kW.
Dengan cara yang sama seperti rugiprugi pada saluran line 51, maka rugip rugi pada saluran yang lain dapat dicari secara teoritis. Rugiprugi trafo distribusi
T1 dan T3 secara berurut adalah 0,002 kW dan 0,037 kW, serta rugiprugi trafo daya TD 2 adalah 0,301 kW. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20
32 4.1.2Aliran Daya Setelah Pemasangan SVC
Penambahan SVC pada jaringan distribusi akan memperbaiki faktor daya jaringan, memperbaiki profil tegangan dan mengurangi rugiprugi daya. Pemasangan satu SVC sedapat mungkin ditempatkan pada pusat beban. Secara
umum lokasi terbaik adalah titik dekat bus generator dengan tegangan paling besar. Normalnya, titik tengah/pusat dari jaringan adalah kandidat yang baik
untuk penempatan [11]. Karena SVC akan mengkompensasi daya reaktif, maka pusat beban yang dimaksud adalah pusat beban reaktif. Buspbus pusat beban akan menjadi kandidat di mana SVC akan diletakkan. Kandidat bus sendiri ditentukan
berdasarkan faktor daya bus beban yang lebih kecil. Sementara, untuk pemasangan SVC lebih dari satu, sedapat mungkin terdistribusi secara merata
pada pusatppusat beban. Akan tetapi, dalam hal ini kapasitas total SVC adalah setara dengan kapasitas satu SVC sehingga ukuran kapasitasnya adalah variabel tetap.
Dari data hasil studi aliran daya sebelum pemasangan SVC, faktor daya
pada buspbus beban diperoleh seperti pada Tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Faktor Daya Buspbus Beban
Bus85 0,7961 0,223 0,138 85,03
Bus104 0,6929 0,631 0,391 85
Untuk hasil lengkap, faktor daya pada masingpmasing bus beban dapat dilihat pada Lampiran C. Mengingat jumlah bus beban ada sebanyak 47, perlu
dilakukan pembatasan untuk menetapkan kandidatpkandidat bus penempatan SVC. Dalam hal ini ditetapkan 85% sebagai acuan batas minimum faktor daya sesuai dengan Standar PLN. Dengan demikian, terdapat 18 bus beban yang
memiliki faktor daya di bawah 85% seperti yang terdapat pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Kandidat Bus dan Rating SVC
34 13 Bus100 0,7405 84,94 0,163613 0,000387 0
14 Bus73 0,8215 84,96 0,179726 0,000274 0
15 Bus80 0,8046 84,96 0,179726 0,000274 0
16 Bus90 0,7643 84,97 0,16981 0,00019 0
17 Bus67 0,8095 84,99 0,123949 5,11 x 10p5 0
18 Bus57 0,8304 84,99 0,229925 7,49 x 10p5 0
Berdasarkan Persamaan (4.1)
PF = =
Maka besarnya daya reaktif agar faktor daya setidaknya mencapai 85% adalah:
0,85 =
Q = ( , ) −
Dengan demikian, terdapat 10 kandidat bus beserta kapasitas SVC yang akan dipasang pada bus yang bersangkutan seperti yang telah tertera pada Tabel
4.4 di atas.
4.1.2.1Dengan Satu SVC
SVC yang akan disimulasikan pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 Pematangsiantar adalah Type Thyristor Switched Capacitor (TSC). Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, kekurangan terbesar daya reaktif adalah pada bus 2 atau bus 19 yaitu sekitar 6,84 MVAR. Harga ini sendiri sebenarnya adalah untuk kebutuhan
bus itu sendiri, sementara SVC akan mengkompensasi jaringan bukan satu bus saja. Sehingga penulis menetapkan kapasitas total SVC yang akan dipasang adalah 10 MVAR, dengan pertimbangan 20 MVAR tidak konvergen. Berdasarkan
hasil simulasi pemasangan SVC pada berbagai bus kandidat menggunakan ETAP, bus 54 adalah bus yang paling baik untuk dipasang SVC. Hal ini sesuai dengan
pertimbangan perbaikan faktor daya Gardu Induk Pematangsiantar, perbaikan profil tegangan, dan penurunan rugiprugi total pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar.
Gambar 4.2 berikut merupakan diagram satu garis sistem kelistrikan PM 6 Pematangsiantar setelah SVC dipasang pada bus 54. Seperti halnya pada Gambar
4.1, pada Gambar 4.2 tersebut merupakan diagram satu garis sistem kelistrikan yang sedang beroperasi. Sehingga, dari gambar tersebut dapat dilihat aliran daya yang ditampilkan hasil simulasi setelah SVC dipasang.
Selain itu, dari Gambar 4.2 dapat dilihat rugiprugi yang disajikan dalam bentuk bilangan kompleks. Data yang ditampilkan pada dasarnya tidaklah presisi,
36 Gambar 4.2 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi dengan
Satu SVC
Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan satu SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.2di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 54 dapat diperhatikan pada
data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.5 berikut.
Table 4.5 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR
Hasil simulasi setelah satu SVC dengan kapasitas 10 MVAR dipasang pada bus 54, aliran daya berubah. Secara keseluruhan, daya aktif yang mengalir pada buspbus penyulang PM 6 meningkat dan daya reaktif turun. Fenomena ini akan dijelaskan kemudian pada Sub Bab 4.3.1 dan Sub Bab 4.3.2. Perubahan aliran
daya ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 di atas, daya aktif pada bus 2 meningkat menjadi 50,096 MW. Sementara daya reaktif turun menjadi 31,768 MVAR. Dari
38 simulasi setelah pemasangan satu SVC tersebut juga diperoleh bahwa terdapat sekitar 23,40 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum yang sebelumnya 0,6929 p.u menjadi 0,807 p.u pada bus 104. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan setelah SVC dipasang pada bus 54. Bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,02
p.u sampai dengan 1,05 p.u (marginal) ada sekitar 36,17 %. Sedangkan sisanya, mencapai 40,43 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Dari statistik ini jelas bahwa bus yang berada pada keadaan kritis tinggal sebagian kecil
lagi dibanding sebelum pemasangan SVC. Sebaliknya, bus yang sehat sudah lebih banyak dibanding bus yang dalam keadaan kritis atau marginal. Data lengkap
hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.2.
b. Faktor Daya
Berdasarkan Persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi Gardu
Induk Pematangsiantar setelah dipasang SVC adalah:
PF = ,
, ,
= 84,45 %
Faktor daya setelah SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu
sebesar 84,45 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.6 berikut.
Table 4.6 Faktor Daya
Dengan melakukan perhitungan pada kasus yang sama seperti pada Sub Bab
4.1.1 poin c, setelah pemasangan satu SVC perhitungan rugiprugi juga dapat dilakukan pada saluran yang sama seperti berikut ini.
Tegangan pada bus 54 adalah 0,95164∠0,10 dan tegangan pada bus 61
adalah 0,94183∠p0,70. Dengan base yang sama dan besar admitansi yang sama
yaitu 0,0399∠p54,810 Maka berdasarkan Persamaan (4.3):
= ( p )
= 0,0399∠p54,810 (0,95164∠0,10 p 0,94183∠p0,10)
= 0,0399∠p54,810 (0,103516678∠18,610)
= 0,00413∠p36,20
40 I*
54-61 = 0,00413∠36,20
Aliran daya dari bus 54 ke bus 61 sesuai Persamaan (4.2) adalah:
= ∗
Sementara aliran daya dari bus 61 menuju bus 54 adalah:
= ∗
= 0,94183∠p0,10 x 0,00413∠216,20
= 0,00389∠216,10
= – 0,0031431 – j 0,002292
Dengan demikian, rugiprugi daya pada saluran line 51 tersebut adalah sebesar:
SL = +
= 0,0031673 – 0,0031431 p.u
= 0,000242 x 100 MW
= 24,2 kW
Jadi, berdasarkan perhitungan rugiprugi daya pada saluran line 51 adalah
24,2 kW.
Dengan cara yang sama seperti rugiprugi pada saluran line 51, maka rugip
rugi pada saluran yang lain dapat dicari secara teoritis. Rugiprugi trafo distribusi T1 dan T3 secara berurut adalah 0,001 kW dan 0,029 kW, serta rugiprugi trafo
daya TD 2 adalah 0,276 kW. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 GI Pematangsiantar setelah satu SVC dipasang adalah 1.345 kW. Hasil lengkap rugiprugi PM 6 dapat dilihat pada Lampiran B.2.
4.1.2.2Dengan Dua SVC
Berbeda dengan pemasangan satu SVC yang diusahakan sedapat mungkin tepat di pusat beban pada jaringan, pemasangan beberapa SVC (dalam hal ini dua)
sedapat mungkin dipasang berada di sekitar pusat beban sehingga distribusi daya reaktif bisa lebih merata. Dengan cara yang sama untuk melakukan penempatan
42 Gambar 4.3 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi dengan
Dua SVC
Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan dua SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.3di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 46 dan bus 91 dapat
diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.7 berikut.
Table 4.7 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR
Seperti pada pemasangan satu SVC, aliran daya mengalami perubahan saat
pemasangan dua SVC. Secara keseluruhan, daya aktif juga mengalami kenaikan sementara daya reaktif mengalami penurunnan. Dari data hasil simulasi pada Tabel 4.7 di atas dapat diperhatikan bahwa profil tegangan mengalami perbaikan
44 diperoleh bahwa terdapat sekitar 6,38 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 68,08 % bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,02 p.u sampai dengan 1,05 p.u (marginal). Sedangkan sisanya,
mencapai 27,66 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Dapat diperhatikan bahwa hanya tinggal sekitar 6,38 % bus yang berada dalam keadaan
kritis.
Tegangan minimum yang terdapat pada bus 104 merupakan salah satu di antara 6,38 % tersebut yaitu 0,8404 p.u. Sedangkan tegangan maksimum adalah
1,0283 p.u yang masih berada pada marginal. Hal ini menunjukkan interval (range) antara tegangan minimum dengan tegangan maksimum yang semakin
kecil. Artinya, hasil ini menyajikan profil tegangan yang lebih baik lagi bila dibandingkan dengan pemasangan satu SVC. Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.3.
b. Faktor Daya
Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI
Pematangsiantar setelah dua SVC dipasang pada bus 46 dan bus 91 adalah:
PF = ,
, ,
= 84,91 %
Faktor daya setelah dua SVC dipasang pada jaringan distribusi GI
Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu sebesar 84,91 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.8 berikut.
Table 4.8 Faktor Daya
Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelum pemasangan SVC dan pemasangan satu SVC. Rugiprugi total pada
jaringan distribusi 20 kV PM 6 GI Pematangsiantar setelah dipasang SVC menjadi 1.427 kW. Hasil lengkap tentang rugiprugi daya pada pemasangan dua
SVC dapat dilihat pada Lampiran B.3.
4.1.2.3Dengan Empat SVC
Seperti halnya pemasangan dua SVC, pemasangan empat SVC juga diusahakan sedapat mungkin dipasang berada di sekitar pusat beban sehingga distribusi daya reaktif bisa lebih merata. Dengan menggunakan metode yang sama
untuk melakukan penempatan SVC pada bus jaringan, bus 48, bus 54, bus 88 dan bus 107 adalah bus yang paling baik untuk empat SVC sekaligus dengan kapasitas
masingpmasing 2,5 MVAR pada PM 6 Pematangsiantar.
46 Gambar 4.4 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi
dengan Empat SVC
Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.4di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 48, bus 54, bus 88 dan bus
107 dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.9 berikut.
Table 4.9 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR
mengakibatkan perubahan pada aliran daya. Daya aktif mengalami kenaikan dan daya reaktif mengalami penurunan yang mana akan dijelaskan kemudian sebab kenaikan dan penurunan tersebut. Bila dibandingkan dengan hasilphasil
48 SVC jauh lebih baik. Hasil ini cukup signifikan, seperti yang terdapat pada Tabel 4.9 di atas. Hasil simulasi setelah empat SVC dengan kapasitas masingpmasing 2,5 MVAR dipasang pada bus 48, bus 54, bus 88 dan bus 107, diperoleh bahwa
terdapat sekitar 4,25 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 55,32 % bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,03 p.u
sampai dengan 1,05 p.u (marginal). Sedangkan sisanya, mencapai 42,55 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Tegangan minimum yang masih dalam keadaan kritis adalah 0,8667 p.u yaitu pada bus 104. Sedangkan tegangan
maksimum setelah lima SVC dipasang adalah 1,0421 p.u. Dari hasil ini, interval antara tegangan minimum dan tegangan maksimum pada pemasangan empat SVC
ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan interval tegangan sebelum SVC dipasang, satu SVC dipasang bahkan interval tegangan setelah dua SVC dipasang.
Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat
pada Lampiran A.4.
b. Faktor Daya
Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar setelah empat SVC dipasang pada bus 48, bus 54, bus 88 dan bus
107 adalah:
PF = ,
, ,
= 85,03 %
Faktor daya setelah empat SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu sebesar 85,03 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.10 berikut.
Table 4.10 Faktor Daya
setelah dipasang empat SVC menjadi 1.354 kW dan 1.339 kVAR. Hasil lengkap tentang rugiprugi daya pada pemasangan dua SVC dapat dilihat pada Lampiran
B.4.
4.1.2.4Dengan Lima SVC
Dengan pertimbangan dan metode penentuan letak SVC yang sama dengan pemasangan dua SVC dan empat SVC, maka pada pemasangan lima SVC
diperoleh buspbus yang paling tepat untuk mencapai hasil terbaik. Buspbus tersebut adalah bus 46, bus 53, bus 61, bus 91 dan bus 107.
50 Gambar 4.5 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG Beroperasi
dengan Lima SVC
Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.5di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 46, bus 53, bus 61, bus 91
dan bus 107 dengan kapasitas masingpmasing 2 MVAR dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.11 berikut.
Table 4.11 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR
Dari Tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa daya aktif meningkat menjadi
50,396 MW dan daya reaktif turun menjadi 31,169 MVAR. Fenomena ini sama seperti pada kasuspkasus pemasangan SVC lainnya. Bila dibanding dengan tanpa menggunakan SVC, pemasangan lima SVC telah memperbaiki profil tegangan.
52 sudah hampir sama dengan pemasangan empat SVC. Hal ini dapat diperhatikan pada margin kedua profil tegangan. Sebagai perbandingan, pada pemasangan empat SVC, tegangan maksimumnya adalah 1,0421 p.u yaitu pada bus 38 dan bus
42 serta tegangan minimumnya 0,8667 p.u pada bus 104. Untuk pemasangan lima SVC, tegangan maksimumnya adalah 1,0408 pada bus 38 dan bus 42 serta
tegangan minimumnya 0,8649 p.u pada bus 104.
Hasil simulasi setelah lima SVC dipasang, diperoleh bahwa terdapat sekitar 4,25 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 57,45 % bus dengan
tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u atau antara 1,03 p.u sampai dengan 1,05 p.u (marginal). Sedangkan sisanya, mencapai 40,42 % bus yang sehat
(0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u).
Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat
pada Lampiran A.5.
b. Faktor Daya
Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI
Pematangsiantar setelah lima SVC dipasang pada bus 46, bus 53, bus 61, bus 91 dan bus 107 adalah:
PF = ,
, ,
= 85,05 %
Faktor daya setelah dua SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu
sebesar 85,05 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.12 berikut.
Table 4.12 Faktor Daya setelah dipasang SVC menjadi 1.356 kW dan 1.344 kVAR. Hasil lengkap tentang
rugiprugi daya pada pemasangan lima SVC dapat dilihat pada Lampiran B.5.
4.2
PLTM Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam Keadaan
Tidak Beroperasi
Berikut merupakan studi aliran daya sebelum dan atau setelah pemasangan
SVC dengan kedua DG (PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan) dalam keadaan tidak beroperasi.
4.2.1Aliran Daya Sebelum Pemasangan SVC
Seperti halnya ketika kedua DG beroperasi, maka studi aliran daya saat
54 Gambar 4.6 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak Beroperasi
Berikut akan dijelaskan aliran daya sebelum pemasangan SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.6di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 Pematangsiantar dengan beban telah dipLump Load dapat dilihat pada data
hasil simulasi seperti pada Tabel 4.13berikut.
Table 4.13 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR
Bus2 1,00 0 55,957 35,668
Bus54 0,7379 p6,6 4,105 2,457
Bus85 0,6767 p8,7 0,17 0,105
Bus104 0,6188 p8,3 0,523 0,324
Bus 2 pada Tabel 4.13 di atas merupakan bus yang menerima langsung daya dari sumber tenaga. Bus 54 merupakan titik interkoneksi PM 6 dengan bagian
jaringan yang menuju DG. Bus 85 merupakan bus beban yang paling jauh dari Gardu Induk dan bus 104 merupakan bus beban yang paling jauh dari pada
percabangan yang lain dalam PM 6. Dari hasil simulasi keadaan existing tersebut, diperoleh bahwa terdapat sekitar 93,02 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum tetap berada pada bus 104 sebesar 0,6188 p.u
sementara tegangan maksimum berada pada level 1,0 p.u yaitu di bus 2. Hal ini menunjukkan adanya interval (range) yang sangat besar antara tegangan
56 dengan 0,95 p.u (marginal) hanya 2,32 %. Sedangkan sisanya, hanya sekitar 4,65 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.6.
b. Faktor Daya
Besarnya faktor daya atau Power Faktor (PF) sebelum pemasangan SVC dapat dinyatakan berdasarkan Persamaan (4.1).
PF = ,
, ,
= 84,33 %
Faktor daya dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi yaitu 84,33% seperti yang terdapat pada Tabel 4.14 berikut.
Table 4.14 Faktor Daya
ID Rating Rated kV MW MVAR % PF
GI P.Siantar 269,94 MVA 150 55,957 35,668 84,33
c. RugipRugi
Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelumnya. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 GI Pematangsiantar sebelum SVC dipasang adalah 1.676 kW dan 2.028
kVAR. Hasil lengkap rugiprugi PM 6 dapat dilihat pada Lampiran B.6.
4.2.2Aliran Daya Setelah Pemasangan SVC
Dengan cara yang sama seperti pada kondisi PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan beroperasi. Diperoleh, pemasangan satu SVC tetap pada bus 54. Untuk pemasangan dua SVC berada pada bus 70 dan bus 88. Untuk
pemasangan empat SVC berada pada bus 48, bus 54, bus 70 dan bus 107. Sedangkan untuk pemasangan lima SVC berada pada bus 48, bus 54, bus 70, bus
91 dan bus 107. Terdapat perbedaan letak SVC bila dibandingkan dengan saat kedua DG beroperasi. Dari hasil pembahasan pada Sub Bab 4.1 dapat diperhatikan bahwa tidak terdapat SVC yang berada di sekitar daerah titik interkoneksi DG ke
PM 6. Ketika PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan tidak beroperasi, daerah titik interkoneksi DG ke PM 6 mengalami penurunan tegangan. Sehingga
pada daerah tersebut membutuhkan pembangkit yang mampu menaikkan profil tegangan yaitu pada bus 70.
4.2.2.1Dengan Satu SVC
Pemasangan satu bus tepat berada pada bus 54 dengan kapasitas 10
MVAR. Gambar 4.7 berikut merupakan diagram satu garis penyulang PM 6 Pematangsiantar setelah SVC dipasang pada bus 54. Gambar 4.7 merupakan
diagram satu garis jaringan dalam kondisi beroperasi sehingga disajikan hasil aliran daya. Selain itu, pada gambar tersebut juga dapat dilihat rugiprugi yang disajikan dalam bentuk bilangan kompleks. Data yang ditampilkan pada dasarnya
58 Gambar 4.7 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak Beroperasi
dengan Satu SVC
Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan satu SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.7di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 54 dapat diperhatikan pada
data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.15 berikut.
Table 4.15 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR akibat pemasangan SVC ketika DG juga tidak beroperasi. Dari data hasil simulasi
pada Tabel 4.15 di atas dapat dilihat bahwa bila dibandingkan dengan Tabel 4.13, besar tegangan pada bus mengalami kenaikan. Hasil simulasi setelah satu SVC dengan kapasitas 10 MVAR dipasang pada bus 54, diperoleh bahwa terdapat
sekitar 23,40 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dengan tegangan minimum yang sebelumnya 0,6929 p.u menjadi 0,807 p.u pada bus 104. Hal ini
60 statistik ini jelas bahwa bus yang berada pada keadaan kritis tinggal sebagian kecil lagi dibanding sebelum pemasangan SVC. Sebaliknya, bus yang sehat sudah lebih banyak dibanding bus yang dalam keadaan kritis atau marginal. Data lengkap
hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.7.
b. Faktor Daya
Berdasarkan Persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi Gardu Induk Pematangsiantar setelah dipasang SVC adalah:
PF = ,
, ,
= 89,74 %
Faktor daya setelah SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu
sebesar 89,74 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.16 berikut.
Table 4.16 Faktor Daya
ID Rating Rated kV MW MVAR % PF
GI P.Siantar 269,94 MVA 150 58,812 28,909 89,74
c. RugipRugi
Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelumnya. Sehingga total rugiprugi pada jaringan distribusi 20 kV penyulang
PM 6 GI Pematangsiantar setelah satu SVC dipasang adalah 2.238 kW dan 2.671 kVAR. Hasil lengkap rugiprugi PM 6 dapat dilihat pada Lampiran B.7.
4.2.2.2Dengan Dua SVC
Untuk pemasangan dua SVC dapat diperhatikan pada Gambar 4.8 berikut.
62 Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan dua SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.8di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi penyulang PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 70 dan bus 88 dapat
diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.17 berikut.
Table 4.17 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR
reaktif turun. Dari data hasil simulasi pada Tabel 4.17 di atas dapat diperhatikan bahwa profil tegangan mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan Tabel 4.13
sebelum pemasangan SVC. Tegangan minimum berada pada bus 104 yaitu 0,8013 p.u. Sedangkan tegangan maksimum adalah 1,00 p.u. Hal ini menunjukkan interval (range) antara tegangan minimum dengan tegangan maksimum yang
semakin kecil. Artinya, hasil ini menyajikan profil tegangan yang lebih baik lagi bila dibandingkan dengan pemasangan satu SVC. Data lengkap hasil simulasi
aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.8.
b. Faktor Daya
Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI
Pematangsiantar setelah dua SVC dipasang pada bus 70 dan bus 88 adalah:
PF = ,
, ,
= 89,74 %
Sedangkan berdasarkan simulasi dapat diperhatikan pada Tabel 4.18 berikut.
Table 4.18 Faktor Daya
ID Rating Rated kV MW MVAR % PF
GI P.Siantar 269,94 MVA 150 59,281 29,139 89,74
c. RugipRugi
Rugiprugi untuk tiap saluran dapat dihitung seperti halnya pada kasus sebelum pemasangan SVC dan pemasangan satu SVC. Rugiprugi total pada jaringan distribusi 20 kV penyulang PM 6 GI Pematangsiantar setelah dipasang
64 4.2.2.3Dengan Empat SVC
Untuk pemasangan empat SVC dapat diperhatikan pada Gambar 4.9 berikut.
Gambar 4.9 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak Beroperasi dengan Empat SVC
Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.9di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 48, bus 54, bus 70 dan bus
107 dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.19 berikut.
Table 4.19 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut MW Loading Loading MVAR
Bus2 1,00 0 59,084 29,884
Bus54 0,9013 p18,8 6,235 4,022
Bus85 0,8481 p21,5 0,248 0,154
Bus104 0,8303 p24,2 0,864 0,535
Pada pemasangan empat SVC, daya aktif mengalami kenaikan sebesar
3,127 MW dan penurunan daya reaktif hingga 5,784 MVAR dari sebelum pemasangan SVC. Dan peristiwa perubahan aliran daya tersebut mengalami hal
yang sama mulai dari pemasangan satu SVC maupun dua SVC. Bila dibandingkan dengan hasilphasil sebelumnya, yaitu sebelum pemasangan SVC (Tabel 4.13), dengan satu SVC (Tabel 4.15), bahkan dengan dua SVC (Tabel 4.17), profil
tegangan dengan empat SVC jauh lebih baik. Hasil ini cukup signifikan, seperti yang terdapat pada Tabel 4.19 di atas. Hasil simulasi setelah empat SVC dengan
66 bus 107, diperoleh bahwa terdapat sekitar 62,79 % bus dengan tegangan di bawah 0,9 p.u (kritis) dan 30,23 % bus dengan tegangan antara 0,9 p.u sampai dengan 0,95 p.u (marginal). Sisanya sekitar 6,98 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan
bus < 1,02 p.u). Tegangan minimum yang masih dalam keadaan kritis adalah 0,8303 p.u yaitu pada bus 104. Sedangkan tegangan maksimum setelah lima SVC
dipasang adalah 1,00 p.u. Dari hasil ini, range antara tegangan minimum dan tegangan maksimum pada pemasangan empat SVC ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan range tegangan sebelum SVC dipasang, satu SVC dipasang
bahkan range tegangan setelah dua SVC dipasang. Dengan demikian, sekalipun pemasangan satu SVC dan pemasangan dua SVC memperbaiki profil tegangan
dibandingkan sebelum pemasangan SVC, profil tegangan semakin baik lagi ketika empat SVC dipasang di tempat yang berbeda.
Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat
pada Lampiran A.9.
b. Faktor Daya
Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar setelah empat SVC dipasang pada bus 48, bus 54, bus 70 dan bus
107 adalah:
PF = ,
, ,
= 90,07 %
Faktor daya setelah empat SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu sebesar 90,07 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.20 berikut.
Table 4.20 Faktor Daya
kVAR. Hasil lengkap tentang rugiprugi daya pada pemasangan empat SVC dapat dilihat pada Lampiran B.9.
4.2.2.4Dengan Lima SVC
Pada pemasangan lima SVC, letaknya berada pada bus 48, bus 54, bus 70, bus 91 dan bus 107 dengan kapasitas masingpmasing 2 MVAR. Seperti halnya pada pemasangan satu SVC, dua SVC, empat SVC, bahkan lima SVC saat
PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan berroperasi serta pemasangan satu SVC, dua SVC dan empat SVC ketika kedua DG tidak beroperasi, ditampilkan
aliran daya dan rugiprugi pada diagram satu garis.
68 Gambar 4.10 Diagram Satu Garis PM 6 Pematangsiantar DG tidak
Beroperasi dengan Lima SVC
Berikut akan dijelaskan aliran daya setelah pemasangan empat SVC seperti yang terdapat pada Gambar 4.10di atas.
a. Aliran Daya dan Profil Tegangan
Aliran daya dan profil tegangan pada jaringan distribusi PM 6 Pematangsiantar setelah penambahan SVC pada bus 48, bus 54, bus 70, bus 91
dan bus 107 dapat diperhatikan pada data hasil simulasi seperti yang telah terdapat pada Tabel 4.21 berikut.
Table 4.21 Aliran Daya dan Profil Tegangan
Nama Bus Voltage (p.u) (derajat) Sudut Loading MW Loading MVAR
Bus2 1,00 0 59,283 29,884
Bus54 0,9015 p19,3 6,359 4,432
Bus85 0,845 p21,9 0,247 0,153
Bus104 0,8427 p25,3 0,887 0,55
Baik pada kondisi DG beroperasi maupun tidak, pada pemasangan satu, dua,
empat maupun lima SVC, perilaku perubahan aliran daya adalah sama. Daya aktif mengalami kenaikan dan daya reaktif mengalami penurunan. Bila dibanding
dengan tanpa menggunakan SVC, pemasangan lima SVC telah memperbaiki profil tegangan. Bahkan lebih baik lagi bila dibanding dengan pemasangan satu SVC, dua SVC atau empat SVC.
70 mencapai 6,98 % bus yang sehat (0,95 p.u < tegangan bus < 1,02 p.u). Data lengkap hasil simulasi aliran daya dan profil tegangan dapat dilihat pada Lampiran A.10.
b. Faktor Daya
Berdasarkan persamaan (4.1), faktor daya pada jaringan distribusi GI
Pematangsiantar setelah lima SVC dipasang pada bus 48, bus 54, bus 70, bus 91 dan bus 107 adalah:
PF = ,
, ,
= 90,09 %
Faktor daya setelah dua SVC dipasang pada jaringan distribusi GI Pematangsiantar juga dapat diperhatikan berdasarkan data hasil simulasi, yaitu
sebesar 90,09 % seperti yang terdapat pada Tabel 4.22 berikut.
Table 4.22 Faktor Daya
ID Rating Rated kV MW MVAR % PF
GI P.Siantar 269,94 MVA 150 59,284 28,553 90,09
c. RugipRugi
Rugiprugi total pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 GI Pematangsiantar setelah dipasang SVC menjadi 2.407 kW dan 2.884 kVAR. Hasil lengkap tentang
rugiprugi daya pada pemasangan lima SVC dapat dilihat pada Lampiran B.10.
4.3
Perbandingan Sebelum Pemasangan SVC dan Setelah
Pemasangan SVC
Pemasangan satu SVC, pemasangan dua SVC, pemasangan empat SVC dan
pemasangan lima SVC saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam kondisi beroperasi memberikan pengaruh pada aliran daya (baik daya aktif
maupun daya reaktif) dan rugiprugi daya. Pengaruh ini juga terjadi saat PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam kondisi tidak beroperasi. Perbandingan aliran aliran daya aktif maupun daya reaktif serta rugiprugi daya sebelum SVC
dipasang, setelah satu SVC dipasang, setelah dua SVC dipasang, setelah empat SVC dipasang atau setelah lima SVC dipasang pada jaringan distribusi PM 6 akan
dijelaskan seperti berikut ini.
4.3.1 Daya Aktif
Adanya pemasangan SVC pada jaringan distribusi penyulang PM 6 GI
Pematangsiantar memberikan pengaruh pada perbedaan aliran daya. SVC menginjeksi daya reaktif yang sifatnya kapasitif ke dalam jaringan distribusi penyulang PM 6. Daya reaktif yang diinjeksi tersebut mengurangi daya reaktif
yang bersifat induktif pada jaringan. Penurunan daya reaktif jaringan untuk daya semu yang tetap akan mengakibatkan kenaikan pada daya aktif. Hubungan ini
akan dipertegas dengan Persamaan (4.1) dan Persamaan (4.2) pada penjelasan berikutnya. Pada bagian ini akan ditunjukkan perbedaan aliran daya pada kedua kondisi DG dan dalam pemasangan beberapa SVC pada bus yang berbeda.
72 (a)
(b)
74 Dari Gambar 4.11 di atas baik (a) maupun (b), aliran daya aktif cenderung lebih besar ketika SVC dipasang pada jaringan distribusi. Hal ini karena untuk daya semu (MVA) tetap, penurunan daya reaktif (MVAR) akan menaikkan daya
aktif (MW). Untuk pemahaman yang lebih mudah, hubungan penjelasan ini dapat dinyatakan secara matematis yaitu:
Seperti pada daya aktif, terdapat perbedaan aliran daya reaktif ketika SVC dipasang. Dengan demikian, ada juga perbandingan aliran daya reaktif pada busp bus beban PM 6 sebelum pemasangan SVC, setelah pemasangan satu SVC,
setelah pemasangan dua SVC, setelah pemasangan empat SVC dan setelah pemasangan lima SVC. Baik pada kondisi PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH
Tonduhan beroperasi maupun pada kondisi kedua DG tersebut tidak beroperasi. Perbandingan hasil aliran daya tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut:
76 (b)
Gambar 4.12 Kurva Perbandingan Daya Reaktif (a) kondisi DG beroperasi (b) kondisi DG tidak beroperasi
Dari Gambar 4.12 di atas, baik (a) maupun (b) dapat dilihat bahwa daya reaktif cenderung lebih kecil ketika SVC dipasang pada jaringan distribusi. Hal yang berbeda terjadi pada daya reaktif bila dibandingkan dengan daya aktif yang
justru bertambah, dan inilah salah satu tujuan kehadiran kompensator tersebut. Beban pada jaringan sifatnya induktif, pemasangan SVC tipe TSC akan
menginjeksi daya reaktif yang sifatnya kapasitif sehingga daya reaktif yang induktif tersebut akan berkurang. Dengan menggunakan penjelasan yang sama seperti pada daya aktif, sedikit pendekatan ke Persamaan (4.5), kenaikan daya
aktif justru karena terjadi penurunan pada daya reaktif.
4.3.3 Rugi–rugi (kW)
Terdapat perbedaan perilaku rugiprugi saluran antara ketika PLTMH Aek Silau 2 dan PLTmH Tonduhan dalam kondisi beroperasi dengan kondisi tidak beroperasi. Pada kondisi kedua DG beroperasi, rugiprugi setelah pemasangan SVC
cenderung lebih kecil dibanding sebelum pemasangan SVC. Sementara untuk kondisi kedua DG tidak beroperasi, rugiprugi saluran justru semakin besar setelah
pemasangan SVC. Ketika kedua DG tidak beroperasi maka jatuh tegangan di sekitar daerah titik interkoneksi DG menjadi besar karena sumber tenaga semakin jauh. Jatuh tegangan yang semakin besar akan mengakibatkan arus yang mengalir
menjadi besar sesuai Persamaan (4.3). Akibatnya, rugiprugi pada saluran menjadi besar. Perbandingan rugiprugi pada jaringan distribusi PM 6 sebelum SVC
78 (a)
(b)
80 Dari Gambar 4.13 (a) di atas, dapat dilihat dengan jelas bahwa grafik tanpa SVC cenderung berada di atas grafik yang lainnya hampir di seluruh saluran saat
kedua DG dalam kondisi beroperasi. Grafik tanpa SVC yang berada di atas menunjukkan rugiprugi pada saluran cenderung lebih besar. Artinya, rugiprugi
sebelum SVC dipasang umumnya lebih besar dibanding dengan rugiprugi ketika SVC telah dipasang. Hal ini sejalan dengan total rugiprugi daya sebelum dan sesudah dipasang SVC. Total rugiprugi daya berkurang ketika SVC dipasang.
Rugiprugi sebelum pemasangan SVC adalah 2.445 kW, rugiprugi setelah pemasangan satu SVC 1.345 kW, rugiprugi setelah pemasangan dua SVC 1.427
kW, rugiprugi setelah pemasangan empat SVC 1.354 kW dan 1.356 kW setelah pemasangan lima SVC. Hal yang berbeda terjadi saat kedua DG dalam kondisi tidak beroperasi seperti pada Gambar 4.13 (b). Total rugiprugi daya justru semakin
besar setelah pemasangan SVC seperti yang telah dijelaskan di atas. Total rugip rugi daya sebelum dan sesudah pemasangan SVC, baik pada kondisi kedua DG
beroperasi maupun kondisi tidak beroperasi dirangkum pada Tabel 4.23 berikut:
Tabel 4.23 Rangkuman total rugiprugi sebelum dan sesudah pemasangan SVC
Dari Tabel 4.23 di atas dapat dilihat total rugiprugi sebelum pemasangan SVC lebih besar saat kedua DG beroperasi dibanding pada saat kondisi kedua DG tidak beroperasi. Bersamaan dengan suplai tenaga dari DG ke jaringan PM 6, arus yang
mengalir meningkat dibanding sebelum DG beroperasi. Keadaan ini bisa terjadi karena letak DG belum tentu optimal dan DG dipasang bukan karena letaknya
82
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemasangan SVC pada jaringan distribusi 20 kV PM 6 Gardu Induk
Pematangsiantar memperbaiki profil tegangan. Saat DG beroperasi, sebelum pemasangan SVC sebanyak 89,36 % tegangan bus berada di bawah 0,9 p.u,
setelah pemasangan satu SVC sekitar 23,40 % tegangan bus berada di bawah 0,9 p.u, setelah pemasangan dua SVC sekitar 6,38 % tegangan bus berada di bawah 0,9 p.u, sedangkan pada pemasangan empat SVC dan lima
SVC hanya sekitar 4,25 % saja tegangan bus yang berada di bawah 0,9 p.u. Sementara saat DG tidak beroperasi, tegangan bus yang berada di bawah 0,9
p.u secara berurut adalah 93,02 %; 23,40 %; 58,14%; 62,79 %; 55,81 %.
2. Pemasangan SVC pada jaringan distribusi memperbaiki faktor daya jaringan distribusi Gardu Induk Pematangsiantar. Saat DG beroperasi, faktor daya
sebelum pemasangan SVC adalah 79,67 %, faktor daya setelah pemasangan satu SVC adalah 84,45 %, faktor daya setelah pemasangan dua SVC adalah
84,91 %, dan setelah pemasangan empat SVC dan lima SVC berturutpturut adalah 85,03% dan 85,05 %. Sedangkan saat DG tidak beroperasi, faktor daya secara berurut adalah 84,33 %; 89,74 %; 89,74 %; 90,07 %; 90,09 %.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Static VAR Compensator
Static VAR Compensator (SVC) pertama kali dipasang pada tahun 1978
di Gardu Induk Shannon, Minnesota Power and Light system dengan rating 40
MVAR. Sejak saat itu, pemanfaatan SVC mengalami perkembangan pesat
dalam aplikasi sistem tenaga [3].
SVC merupakan suatu konsep yang terpadu berdasarkan switching
elektronika daya dan pengendali dinamis untuk meningkatkan pemanfaatan
sistem dan kapasitas transfer daya seperti stabilitas, keamanan, keandalan dan
kualitas daya sistem interkoneksi AC. SVC merupakan static var absorber
yang terhubung shunt atau generator yang dikontrol untuk menjaga parameterp
parameter tertentu dari sistem tenaga, khususnya tegangan terminal [2].
Implikasi dari penggunaan SVC pada jaringan distribusi adalah terjaganya
tegangan sistem. Ketika tegangan sistem berada di bawah level tegangan
distribusi primer (20 kV), SVC akan merespon yaitu, kapasitor akan bekerja
sehingga SVC akan kapasitif. SVC menginjeksi daya reaktif ke dalam sistem.
Selain itu, TSC juga berperan untuk menghapus harmonisa frekuensi rendah
yang dihasilkan oleh Reaktor [4]. SVC yang digunakan pada Tugas Akhir ini
tidak terdapat Thyristor Controlled Reactor (TCR), melainkan hanya
Thyristor Switched Capacitor (TSC) karena penyulang PM 6 Pematangsiantar
6 induktif sehingga jaringan PM 6 membutuhkan daya reaktif kapasitif, bukan
daya reaktif yang bersifat induktif. Jadi, kehadiran TCR dalam SVC pada
jaringan PM 6 tidak memberikan pengaruh terhadap aliran daya, profil
tegangan bahkan faktor daya. Hal inilah yang menjadi alasan SVC yang
digunakan adalah tipe TSC bukan gabungan TSCpTCR.
Daya reaktif kapasitif dan daya reaktif induktif akan bekerja saling
meniadakan. Saat sistem bersifat induktif, saat yang sama sistem kekurangan
daya reaktif kapasitif. Maka daya reaktif kapasitif diinjeksi ke sistem untuk
mengimbangi beban induktif. Dengan demikian, kapasitor pada TSC akan
bekerja untuk membangkitkan daya reaktif. SVC sudah digunakan sebagai
solusi untuk pengaturan tegangan dan kompensasi daya reaktif secara cepat
dengan menaikkan kemampuan transfer daya dalam sistem tenaga [2]. Berikut
merupakan gambar dari skema SVC tipe TSC.
Gambar 2.1 Skema SVC [3]
Pada skema SVC tipe TSC Gambar 2.1 di atas terdapat reaktor. Di sini
reaktor tidak berfungsi sebagai kompensator, melainkan sebagai pembatas
arus. Kapasitor pada SVC mengakibatkan arus sesaat (di/dt) yang sangat besar
dalam bentuk step function. Arus yang sangat besar ini dapat merusak
Thyristor. Untuk menekan (suppress/snub) arus yang sangat besar tersebut,
reaktor dipasang pada SVC sebagai pembatas arus sehingga arusnya menjadi
normal.
SVC merupakan reaktansi variabel terhubung shunt yang
membangkitkan atau menyerap daya reaktif untuk mengatur besar tegangan
pada titik koneksi. SVC dipersiapkan untuk menyediakan daya reaktif dan
pengaturan tegangan dengan cepat yang mana biasanya terhubung dengan bus
yang memikul beban besar. Berikut ini merupakan model SVC.
Gambar 2.2 Model SVC [2]
Dari Gambar 2.2 di atas, arus yang ditarik oleh SVC dapat dituliskan
dengan persamaan:
ISVC = jBSVCVk (2.1)
8
BSVC = suseptansi SVC
Sedangkan daya reaktif yang diinjeksi pada bus k adalah:
Qk = p Vk2 BSVC (2.2)
SVC memiliki fungsi seperti di bawah ini [5]:
p Untuk menstabilkan tegangan sistem pada bus beban
p Untuk menyaring harmonisa yang diakibatkan oleh furnace
p Untuk mempertahankan faktor daya baik dan stabil pada PCC
(point of common connection), keleluasaan fluktuasi daya reaktif
dari beban furnace.
SVC memiliki karakteristik tegangan terminal dan arus yang dapat
ditunjukkan seperti pada Gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3 Karakteristik VpI dari SVC [6,7]
Slope dari kurva VpI pada gambar di atas adalah:
Slope = = (2.3)
Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa Vref merupakan tegangan SVC
ketika ISVC = 0. Vref merupakan tegangan referensi di mana SVC tidak menyerap
atau menginjeksi daya reaktif. Dalam prakteknya, tegangan referensi memiliki
toleransi ± 10%. SVC mengakibatkan dampak berupa adanya respon terhadap
variasi tegangan, sehingga tegangan terminal VT dapat dituliskan sebagai berikut
[1,6]:
VT = Vref + XSVC ISVC (2.4)
Vmin =
(2.5)
Vmax =
(2.6)
Di mana: VT = tegangan terminal SVC (VSVC)
XSVC = slope reaktansi
ISVC = arus dari simpul SVC
=
= –
10
Vmin < VSVC < Vmax , ICmax < ISVC < ILmax
ii. Capasitive Limit
VSVC < Vmin , BSVC = BC
iii. Inductive Limit
VSVC > Vmax , BSVC = – (BL – BC)
Di mana: BL = = max[BTCR]
Ketiga daerah operasi SVC tersebut dapat dimodelkan rangkaian
ekivalennya seperti Gambar 2.4 berikut ini:
Gambar 2.4 Rangkaian ekivalen SVC [7]
Parameterpparameter pada rangkaian di atas tergantung pada daerah operasi
SVC, yang dapat dituliskan sebagai berikut:
Region (i): SVC = Vref∠ϕSVC, XSVC = K (2.7)
Di mana: K merupakan karakteristik kontrol dalam control region
ϕSVC merupakan sudut tegangan bus SVC
Region (ii): SVC = 0, XSVC = – (2.8)
Region (iii): SVC = 0, XSVC = (2.9)
Sedangkan rangkaian ekivalen dari suatu SVC yang telah dipasang pada
jaringan listrik dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen suatu jaringan yang telah dipasang SVC [7]
Dari Gambar 2.5, dapat dihitung arus SVC sebagai:
SVC =
(2.10)
Sedangkan besar tegangan terminal SVC adalah:
VS = | SVC | = | SVC + j SVCXSVC | (2.11)
Dari Persamaan (2.8) dan (2.9), tegangan SVC dapat ditulis menjadi:
12
Di mana: = = A∠α (2.13)
Keunggulan SVC dibandingkan dengan pembangkit daya reaktif lainnya:
p Tegangan sistem pada bus beban lebih stabil
p Dibanding synchronous condenser (SC), respon lebih cepat di bawah
kondisi transient
p Tidak ada masalah rugiprugi daya dari pensinkronan
p SVC tidak berkontribusi memberikan arus hubung singkat
p Tidak terdapat bagian yang bergerak seperti pada SC sehingga hanya
membutuhkan sedikit maintenance.
2.2 Studi Aliran Daya
Studi aliran daya merupakan bagian yang sangat penting dalam
menganalisis aliran daya suatu sistem sebelum jaringan tenaga listrik dibuat. Pada
tahap merencanakan pembangunan jaringan tenaga listrik, hasil dari analisis aliran
daya menjadi dasar untuk pertimbangan dalam pembangunan. Permasalahan yang
ditemukan pada sistem tenaga listrik dapat dirumuskan solusinya berdasarkan
hasil studi aliran daya. Besaran yang dianalisis pada studi aliran daya adalah besar
dan sudut fasa tegangan pada masingpmasing bus, serta daya aktif dan daya reaktif
yang mengalir pada masingpmasing saluran.
Perhitungan aliran daya dilakukan dalam keadaan beban seimbang dengan
tujuan untuk memudahkan perhitungan. Besaran yang dihitung dalam konsep
aliran daya terdapat empat, yaitu besar dan sudut fasa tegangan, daya aktif serta
daya reaktif.
Untuk setiap bus, dua dari empat besaran di atas telah diketahui untuk
menentukan dua besaran lainnya. Besaran tersebut tergantung dari tipe bus. Tipe
bus tersebut adalah sebagai berikut:
p Bus generator: besaran yang diketahui adalah daya aktif dan tegangan
p Bus beban: besaran yang diketahui adalah daya aktif dan daya reaktif
p Bus referensi: besaran yang diketahui adalah tegangan dan sudut fasa
tegangan
Tipe bus tersebut dapat dapat dirangkum seperti yang terdapat pada Tabel
2.1 berikut:
Tabel 2.1 Tipe Bus dalam Tenaga Listrik
Tipe bus Kode Bus Nilai yang
Sistem tenaga listrik terdiri dari beberapa bus yang saling diinterkoneksikan.
Gambar berikut merupakan contoh diagram satu garis dari n bus suatu sistem
14 Gambar 2.6 Diagram satu garis dari npbus suatu sistem tenaga
Dari diagram di atas, berlaku hubungan berikut pada bus kepi:
= + ( − ) + ( − ) + … + ( − ) (2.14)
= ( + + + … + ) − − − … −
Di mana: = + + + … + (2.15)
= − = −
↓
= −
Sehingga, besar arus pada bus kepi menjadi:
= + + + … + (2.16)
= + ∑ ; k ≠ i (2.17)
Sementara, persamaan aliran daya pada bus kepi adalah:
− = ∗ (2.18)
Dengan demikian, bentuk umum persamaan aliran daya dapat dituliskan
sebagai berikut [8]:
− = ( ∗) ∑ ( ) (2.19)
− = ( ∗)[ + ∑ ] ; k ≠ i (2.20)
Sedangkan tegangan untuk bus kep i adalah
=
[
∗ − ∑ ] ; k ≠ i (2.21)Sedangkan persamaan aliran daya dalam bentuk polar adalah sebagai
berikut:
= | | ∑ | || | cos( − − ) (2.22)
= | | ∑ | || | sin( − − ) (2.23)
Di mana: = | |∠ dan ∗ adalah konjugate pada buspi
Setiap metode analisis aliran daya memiliki keampuhan tersendiri untuk
digunakan. Terdapat beberapa metode yang sering digunakan dalam
menyelesaikan perhitungan aliran daya, yaitu metode Gauss-Seidel,
Newton-Raphson, dan metode Fast Decoupled. Pada kesempatan ini, penulis
menggunakan metode Newton-Raphson dalam menganalisis aliran daya.
Metode Newton-Raphson merupakan salah satu metode dalam analisis
perhitungan aliran daya. Metode ini sesuai digunakan untuk analisis aliran
16
S = = P + jQ (2.24)
Sehingga, sebelum menentukan daya semu yang mengalir pada jaringan,
terlebih dahulu menentukan tegangan pada bus kepi. Tegangan yang
digunakan adalah setelah harganya konstan yang diperoleh dari iterasi
numerik.
Setiap bus generator (kecuali slack bus) memiliki persamaan daya aktif
Pi diketahui dan sudut fasa yang tidak diketahui θi [9]. Persamaan daya
tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
ΔPi = Pisch - Pi (2.25)
Dengan Pisch dan Qisch secara berurutan menyatakan daya aktif dan daya
reaktif yang telah ditentukan pada bus kepi.
Sebelum menggunakan metode Newton Raphson pada aliran daya,
tegangan bus dan admittansi saluran dinyatakan dalam bentuk polar:
= | |∠ (2.28)
= + (2.29)
= | |∠ (2.30)
Persamaan (2.32) dan (2.33) merupakan langkah awal untuk melakukan
perhitungan daya dengan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya
dilakukan dengan iterasi (k+1), dan iterasi pertama, untuk k = 0 merupakan
harga perkiraan awal sebelum perhitungan dilakukan. Dari persamaan tersebut
akan diperoleh harga (k) dan (k), sehingga harga ΔPi(k) dan ΔQi(k) dapat
disubstitusi ke Persamaan (2.26) dan (2.27) menjadi:
ΔPi(k) = Pisch - Pi(k) (2.34)
ΔQi(k) = Qisch - Qi(k) (2.35)
Dari perhitungan pada Persamaan (2.34) dan (2.35) diperoleh persamaan
aliran daya yang dapat disederhanakan dalam bentuk matriks Jacobian. Unsur
Jacobian diperoleh dari turunan parsial Persamaan (2.32) dan (2.33).
Persamaan tersebut dapat ditulis seperti berikut ini:
( )
( ) =
( )
18
Persamaan (2.32) dan (2.33) untuk memperoleh nilai iterasi berikutnya.
Perhitungan ini terus dilakukan hingga dicapai harga yang konvergen.
2.3 Pengaruh SVC pada Persamaan Aliran Daya
SVC yang telah dipasang pada jaringan distribusi akan menginjeksi atau
mengabsorbsi daya reaktif ke atau dari sistem. Dengan demikian, pemasangan
SVC memberikan pengaruh terhadap aliran daya jaringan distribusi tersebut, yaitu
dengan penambahan ke sistem atau pengurangan dari sistem daya reaktif sebesar
Qk. Gambar 2.7 berikut merupakan contoh kasus pemasangan SVC pada jaringan
distribusi sistem 4 bus.
Gambar 2.7 Diagram Satu Garis Jaringan Distribusi 4 bus dengan SVC
Setelah SVC dipasang seperti yang terdapat pada Gambar 2.7 di atas,
Persamaan (2.17) dapat ditulis menjadi:
= + ∑ + ; k ≠ 2 (2.40)
= + + + (2.41)
akan bernilai positif bila SVC menginjeksi daya reaktif, sebaliknya
akan bernilai negatif bila SVC mengabsorbsi daya reaktif.
Dengan mensubstitusi Persamaan (2.1) ke dalam Persamaan (2.40), maka
dapat ditulis menjadi:
= + ∑ + ; k ≠ 2 (2.42)
Dan bentuk umum dari Persamaan (2.42) tersebut di mana SVC dipasang
pada bus kepi dapat ditulis menjadi:
= + ∑ + ; k ≠ i (2.43)
Besar arus pada Persamaan (2.43) disubstitusi ke dalam persamaan aliran
20
− = ∗( ∑ + ) (2.44)
Sementara, untuk nilai tegangan dapat ditentukan dengan menggunakan
Persamaan (2.21) setelah harga dari persamaan aliran daya pada Persamaan (2.44)
tersebut diperoleh.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyaluran daya listrik dari pembangkitan hingga ke pusat–pusat beban
didesain seefisien mungkin dengan keandalan yang tinggi [1]. Untuk itu, perlu
dijaga kualitas daya yang disalurkan, serta tegangan pada sisi ujung penerima
harus dipertahankan. Di sisi lain, adanya perkembangan pembangkitan listrik
sebagai konsekuensi dari meningkatnya permintaan terhadap energi listrik. Dalam
praktiknya, penyaluran daya dengan kualitas yang andal tidak serta–merta
berjalan mulus. Terdapat beberapa permasalahan untuk mensuplai daya akibat
beban–beban non linear dalam sistem tenaga. Permasalahan tersebut seperti
tegangan spike, flickers, distorsi harmonisa, impuls transient, dan lain–lain [2].
Sehingga, peningkatan jumlah beban yang masih terus berlangsung hingga saat ini
harus diimbangi dengan peningkatan kualitas daya, peningkatan efisiensi,
keandalan, stabilitas daya, profil tegangan dengan memanfaatkan teknologi sistem
tenaga yang terus berkembang.
Teknologi pada peralatan sistem tenaga terus berkembang layaknya pada
bidangpbidang lain. Static VAR Compensator (SVC) merupakan salah satu
teknologi elektronika daya untuk mengatasi permasalahanppermasalahan tersebut.
SVC juga merupakan suatu konsep terpadu berdasarkan switching elektronika