• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembatalan perkawinan akibat istri hamil dengan pria lain (analisis putusan nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembatalan perkawinan akibat istri hamil dengan pria lain (analisis putusan nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Husnul Abrar

NIM.1110044100086

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(2)

PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ISTRI HAMIL DENGAN PRIA LAIN (Analisis Putusan Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Husnul Abrar

NIM. 1110044100086

Di Bawah Bimbingan:

Dr.H.M. Nurul Irfan, MA.

NIP. 197308022003121001

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A

(3)

(Analisis Putusan Nomor: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs)” telah diajukan dalam sidang munaqasah Fakultas Syariah Dan Hukum Prodi Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi

Hukum Keluarga Islam.

Jakarta, 7 April 2015 Mengesahkan

Dekan,

Dr. Asep Saefuddin Jahar, M.A. NIP. 196912161996031001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua : Dr. Kamarusdiana, S.HI., M.H (……….)

NIP. 197202241998031003

2. Sekertaris : Sri Hidayati, M.Ag (……….)

NIP. 197102151997032002

3. Pembimbing : Dr.H.M. Nurul Irfan, M.A (……….) NIP. 197308022003121001

4. Penguji 1 : Dr. KH.A. Juaini Syukri, Lc, M.A (……….)

NIP. 195507061995031001

5. Penguji 2 : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A (……….)

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memproleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang digunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif HIdayatullah

Jakarta.

Jakarta, 30 Maret 2015

(5)

v

Husnul Abrar. NIM : 1110044100086. PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT ISTRI

HAMIL DENGAN PRIA LAIN (Analisa Putusan Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs).

Program Studi Hukum Keluarga, Kosentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. viii + 58 halaman 5

lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat yang sangat minim atau

belum mengetahui lebih dalam prihal pembatalan perkawinan, dan memberi pemahaman

yang lebih luas tentang pembatalan perkawinan.

Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan jenis penelitian data kualitatif,

dalam teknik pengumpulan data penulis melakukan wawancara Hakim yang menangani

Putusan Perkara Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah, ada dua macam kawin hamil yaitu kawin hamil

akibat zina dan kawin hamil dalam massa iddah, Nomor: 1500/pdt.G/2013/PA.Tgrs, Ulama

sepakat dengan keharaman menikahi wanita yang hamil akibat zina kecuali laki-laki yang

menghamilinya. Pembatalan perkawinan dapat diajukan apabila terdapat cacat atau salah

sangka terhadap suami atau istri, akan tetapi bila salah satu diantara mereka mengetahui dan

menerima atau menunjukan tanda-tanda menerima maka hilang haknya untuk mengajukan

pembatalan perkawinan. Dalam skripsi ini terjadi perkawinan terhadap wanita hamil, setelah

suami mengetahui awalnya suami menerima akan tetapi dikarenakan adanya percekcokan

suami mengajukan pembatalan perkawinan, yang seharusnya kasus ini menjadi cerai talak

ternyata hakim menjatuhkan dengan pembatalan perkawinan dengan alasan hakim hanya

memutuskan sesuai dengan permintaan pemohon yaitu pembatalan perkawinan.

Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, MA.

(6)

vi

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang memberi petunjuk, kelancaran dan kemudahan sehingga

berkat Ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta Salam

tak lupa selalu tercurah kepada Baginda Muhammad saw, beserta Keluarga,

Sahabat dan UmatNya.

Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi persyaratan dalam

meraih gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Kosentrasi Peradilan Agama, Fakultas

Syariah dan hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam

penyusunan skripsi ini, penulis tidak akan dapat menyelesaikan jika tanpa

dukungan, bantuan dan saran dari berbagai pihak, terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya penulis sampaikan dengan tulus kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saefuddin Jahar, M.A., P.hd selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kamarusdiana, S.HI., M.H., Ketua Program Studi Hukum

Keluarga dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Sekertaris Program Studi

Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. H. Nurul Irfan, M.A., Dosen Pembimbing Skripsi yang

tidak pernah lelah dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi

dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak DR. KHA. Juaini Syukri, Lc, M.A dan bapak Drs. H.A. Basiq

Djalil, SH, MA selaku penguji skripsi.

5. Ibu Maskufa, M.A sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang

mengarahkan penulis sejak awal masuk perkuliahan.

6. Ibunda dan ayahanda tercinta, Yusmanidar dan yurizal serta

kakak-kakakku Fitri Yulidar, Nofria Alamsyah, Mega Yozalini, adikku

(7)

vii

staf/Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang membantu proses administrasi penulis, terima kasih atas

bantuannya. .

8. kepala Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberi kemudahan

dalam mengumpulkan refrensi kepada penulis.

9. Ketua dan seluruh staf Pengadilan Agama Tigaraksa, khususnya

kepada bapak-bapak Hakim PA Tigaraksa bapak H. Antung Jumberi,

S.H., M.H dan bapak Drs. H. Syaifullah yang banyak membantu dan

mendukung hingga penelitian karya ilmiah ini berjalan lancar.

10.Sahabat-sahabatku yang sudah seperti saudara sendiri Ibrahim Nalo,

Anas Kudus, Ubaydillah, dan seluruh mahasiswa baik PA-A maupun

PA-B yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

Jakarta, 16 Maret 2015

(8)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING …...ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...…...iii

LEMBAR PERNYATAAN …………...iv

ABSTRAK …………...v

KATA PENGANTAR ………...vi

DAFTAR ISI ………...viii

BAB I: PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ...1

B.Pembatasan dan Perumusan Masalah ……...5

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian …...6

D.Review Studi Terdahulu …...7

E.Metode Penelitian …………...9

F. Sistematika Penulisan ……...12

BAB II: PEMBATALAN PERKAWINAN A.Pembatalan perkawinan menurut perspektif Fikih ……...14

(9)

ix

BAB III: STATUS HUKUM KAWIN HAMIL

A. Kawin hamil menurut perspektif Fikih …...29

B. Kawin hamil dalam perspektif KHI dan Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 ………..35

BAB IV: ANALISIS PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN (No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs)

A. Deskripsi kasus perkara No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs ...39

B. Analisis Putusan No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs

Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan

Kompilasi Hukum Islam ………....………...51

C. Analisis penulis terhadap Putusan

No: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs ...………...…..53

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ………...56

B. Saran-Saran ………...57

DAFTAR PUSTAKA ………...59

(10)

x

1. Surat Permohonan Data/Wawancara ….……….………60

2. Hasil Wawancara Hakim ………..………..61

3. Data Laporan Tahunan 2013 tentang Perkara Yang Diterima ...………62

4. Data Laporan Tahunan 2013 tentang Perkara Yang Diputus ………….63

5. Putusan Perkara Pembatalan Perkawinan No. 1500/Pdt.G/2013/PA.

(11)

1

Allah menciptakan manusia sebagai mahluk yang tidak dapat hidup sendiri,

karena itulah allah swt mentakdirkan manusia hidup berpasang-pasangan

sebagaimana tertulis dalam alqur’an yang berbunyi, “hai sekalian manusia

bertakwalah kepada tuhanmu yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan

Allah menciptakan pasangannya (Hawa) dan dari dirinya, dan dari keduanya Allah

memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak bertakwalah kepada

Allah dengan mempergunakan namanya kamu meminta satu sama lain dan

peliharalah hubungan silaturrahim sesunguhnya Allah selalu menjaga dan

mengawasimu.”(QS. Annisa; 01).

Ayat tersebut mengandung makna berpasang-pasangan dapat diartikan

sebagai sebuah perkawinan antara laki-laki dan perempuan. kawin menurut kamus

besar bahasa Indonesia adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan

hubungan kelamin atau bersetubuh1. Perkawinan menurut Undang-Undang

perkawinan tahun 1974 pasal 1 adalah ikatan lahir batin antara seorang laki laki dan

perempuan sebagai suami istri yang bertujuan membentuk kehidupan yang bahagia

dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dalam falsafah hukum Islam bahwa

perkawinan adalah ikatan berencana antara seorang laki-laki dan perempuan yang

1

(12)

2

telah dewasa atas dasar suka sama suka tanpa paksaan untuk membina rumah tangga

yang sehat.2 sedangkan menurut Abu yahya zakaria al anshori mendefinisikan bawa

nikah menurut istilah syara’ perkawinan adalah akad yang mengandung ketentuan

hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata- kata yang

semakna dengannya3. Sayyid bin sabiq, lebih lanjut mengomentari: perkawinan

merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku bagi semua mahluk tuhan, baik pada

manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan acara yang

dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak pinak, berkembang biak, dan

melestarikan hidupnya setelah masig-masing pasangan siap melakukan perannya

yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah tidak menjadikan manusia

seprti mahluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan secara

anarkhi tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia,

Allah mengadakan hukum sesuai dengan martabatnya, sehingga hubungan antara

laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridoi,

dengan upacara ijab qabul sebagai lambang adanya rasa ridho meridhoi dan dengan

dihadiri para saksi yang menyaksikan bahwa pasangan laki-laki dan perempuan itu

telah saling terikat. Bentuk perkawinan ini telah memberikan jalan yang aman pada

naluri seks, memelihara keturan dengan baik, dan menjaga kaum perempuan agar

tidak laksana rumpun yang bisa dimakan oleh binatang ternak dengan seenaknya.

2

Fuad m fahruddin, filsafat dan hukum syariat islam, (jakarta:bulam bintang,1981),cet.ke-3, jilid 1,hal.160

3

(13)

Pergaulan suami istri menurut ajaran Islam diletakkan dibawah naluri keibuan dan

kebapakan sebagaimana ladang yang baik yang nantinya menumbuhkan

tumbuhan-tumbuhan yang baik dan menghasilkan buah yang baik pula.4

Pernikahan adalah sebuah ikatan suci yang di sunnahkan kepada seluruh

ummat muslim sebagaimana yang dianjurkan rasulullah SAW untuk menjalin

silaturrahmi yang bertujuan untuk menciptakan keluarga yang sakinnah mawaddah

warahmah yang pada akhirnya menciptakan masyarakat yang damai dan tentram

Pernikahan telah dinyatakan sah apabila telah memenuhi sarat sahnya dan

rukun perkawinan tersebut serta ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Apabila

perkawinan yang semacam itu telah terlaksana maka dapat dibatalkan sesuai

ketentuan undang undang yang berlaku5. Adapun undang-undang yang mengatur

pembatalan perkawinan yakni undang undang nomor 1 tahun 1974 tentang

perkawinan pasal 22 sampai dengan pasal 28, sedangkan dalam KHI pembatalan

perkawinan terdapat dalam pasal 70 sampai dengan 76. Salah satu penyebab

perkawinan dapat dibatalkan ialah apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan

terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri.6

Sebelum melangsungkan perkawinan hendaknya diawali dengan ta’aruf

(pengenalan) antara kedua pihak agar saling mengenal lebih dalam hingga dapat

4

Sayyid Sabiq,Fiqh al-sunnah,(Beirut:Dar al-Fikr,1983), Cet.ke-4,jilid 2,h.5

5

Abdurrahman, Kompilasi hukum islam, Jakarta: Akademika Presindo), ha, 129-131.

6

(14)

4

menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing, hal ini bertujuan untuk

menghindari salah sangka atau penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak

hingga berakhir pada perceraian atau pembatalan pernikahan.

Dalam kasus pembatalan pernikahan yang terjadi di Pengadilan Agama

Tigaraksa bahwasanya setelah berlangsungnya pernikahan dalam kurun waktu dua

hari si istri dinyatakan telah hamil dua bulan dengan pria lain (bukan suami sahnya),

mengetahui si istri dalam keadaan hamil dengan pria lain maka suami tidak dapat

menerima kenyataaan yang terjadi, oleh sebab itu suami mengajukan pembatalan

pernikahan karena istri dianggap tidak jujur kepada pihak suami sebelum

melangsungkan pernikahan. Untuk menjaga nilai-nilai perkawinan dalam islam dan

kemashlahatan antara keduabelah pihak agar tidak ada yang dirugikan antara

keduanya maupun salah satunya, maka Pengadilan Agama Tigaraksa memutuskan

agar pernikahan ini di fasakh (batal).

Melihat dan mengamati lebih dalam dari kasus yang terjadi diatas,

maka penulis berinisiatif untuk mengangkat permasalahan yang telah dikemukakan di

atas untuk diketahui lebih lanjut serta mengetahui apa saja hal-hal yang menjadi

pertimbangan hakim dalam memutus perkara tersebut, dengan menjadikannya sebuah

(15)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini agar lebih

terarah maka penulis memfokuskan pada:

a. Pembatalan Perkawinan yang di sebabkan istri dalam keadaan hamil

dengan pria lain.

b. Pengadilan Agama yang dimaksudkan dalam skripsi ini adalah

Pengadilan Agama Tigaraksa.

2. Perumusan Masalah

Pada hakikatnya suatu perkawinan dapat dibatalkan karena tidak memenuhi

syarat-sahnya sebuah perkawinan hingga dikhawatirkan terjadinya cacat

hukum baik dari segi agama maupun negara sebagai akibat dari suatu

kebohongan dan kekeliruan atau karena adanya paksaan. Begitupun halnya

yang terjadi dalam kasus ini, bahwasanya si istri yang pernah melakukan

hubungan seksual dengan pria lain sebelum melangsungkan perkawinan

dengan suaminya sekarang hingga akhirnya si suami mengetahui bahwa

istrinya telah hamil dengan pria tersebut dan hal ini di sebabkan karena

ketidak jujuran istri sebelum melangsungkan perkawinan hingga pada

akhirnya suami memutuskan untuk mengajukan pembatalan perkawinan ke

Pengadilan Agama Tigaraksa. Menurut KHI pembatalan perkawinan dapat

(16)

6

istri, kenyataannya dalam kasus ini tidak ada memiliki cacat akantetapi

pengadilan memutuskan perkara ini dengan pembatalan perkawinan.

Sehubung dengan permasalahan di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hukum menikahi wanita yang telah hamil dengan orang lain?

2. Apa dasar-dasar hukum yang berhubangan dengan pembatalan

perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI.

3. Apa yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Agama Tigaraksa

dalam memutuskan perkara Pembatalan Perkawinan Nomor

1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs?

C. Tujuan dan manfaat penelitian 1. Tujuan penelitan

Adapun tujuan penulis dalam membuat skripsi ini adalah:

a. Mengetahui bagaimana hukum menikahi wanita yang telah hamil

dengan pria lain (bukan dengan suaminya)

b. Mengetahui dasar-dasar hukum yang berhubangan dengan pembatalan

perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI.

(17)

2. Manfaat penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, terkandung beberapa manfaat baik dari segi

dari teoritis maupun praktis diantaranya adalah:

a. Manfaat teoritis

Dapat memberikan wawasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan

khususnya ilmu hukum islam, tentang pembatalan perkawinan akibat

istri hamil dengan pria lain.

b. Manfaat praktis

Sebagai bahan pertimbangan bagi pencari keadilan dan menambah

pengetahuan untuk dijadikan sumber referensi bagi masyarakat umum

yang masih minim pengetahuan dalam khazanah hukum islam

khususnya tentang ketentuan hukum dan undang-undang yang

mengatur pembatalan perkawinan.

D. Review Studi Terdahulu

Dalam review studi terdahulu penulis menemukan beberapa buku dan

judul skripsi yang hampir sama dengan penulis buat. Disini penulis

akan memaparkan persamaan dan perbedaan dari beberapa buku dan

judul skripsi terdahulu, antara lain:

1. status anak akibat pembatalan perkawinan (analisa putusan

(18)

8

tahun 2011 yang ditulis oleh Ahmad Syadhali (107044101992)

Skripsi ini membahas kedudukan status nasab anak sewaktu kedua

orang tuanya mengajukan pembatalan perkawinan untuk

selama-lamanya karena kedua orang tua si anak memiliki hubungan nasab

seibu. Perbedaannya dengan skripsi yang ditulis oeh penulis

adalah, bahwasannya skripsi yang ditulis membahas mengenai

pembatalan perkawinan dengan alasan istri telah hamil dengan

orang lain yang diketahui pihak suami setelah dua hari pernikahan,

kemudian penulis juga membahas mengenai hukum menikahi

wanita hamil serta mengetahui dasar-dasar hukum dan

pertimbangan hakim tentang perkara pembatalan nikah tersebut.

2. pembatalan perkawinan karena kawin paksa (analisis putusan

hakim pengadilan agama Jakarta Timur Nomor

530/Pdt.G/2008/PA.Jt) Tahun 2011. Yang ditulis oleh Kumala

(107044102127). Skripsi ini membahas pembatalan perkawinan

karena kawin paksa dari pihak perempuan terhadap pihak laki-laki

serta argumentasi yang dikemukakan hakim dalam perkara ini.

Perbedaannya dengan skripsi yang ditulis oeh penulis adalah,

bahwasannya skripsi yang ditulis membahas mengenai pembatalan

perkawinan dengan alasan istri telah hamil dengan orang lain yang

diketahui pihak suami setelah dua hari pernikahan, kemudian

(19)

serta mengetahui dasar-dasar hukum dan pertimbangan hakim

tentang perkara pembatalan nikah tersebut.

3. pembatalan perkawinan dengan alasan ketidak gadisan (analisa

Putusan Nomor 019/Pdt. G /2007/PA.Bks) Tahun 2011. Yang

ditulis oleh Laila Wahdah (107044100297). Skripsi ini membahas

tentang pembatalan perkawinan dikarenakan si istri yang baru

dinikahi tidak perawan lagi (sudah pernah melakukan hubungan

sex dengan kekasihnya terdahulu) sehingga majelis hakim

memutuskan perkara ini agar menghindari terjadinya cacat hukum

yang disebabkan kebohongan dari salah satu pihak. Perbedaannya

dengan skripsi yang ditulis oeh penulis adalah, bahwasannya

skripsi yang ditulis membahas mengenai pembatalan perkawinan

dengan alasan istri telah hamil dengan orang lain yang diketahui

pihak suami setelah dua hari pernikahan, kemudian penulis juga

membahas mengenai hukum menikahi wanita hamil serta

mengetahui dasar-dasar hukum dan pertimbangan hakim tentang

perkara pembatalan nikah tersebut.

E. Metode Penelitian

Metode dalam sebuah penelitian merupakan hal yang penting dan

(20)

10

secara ilmiah. Metodologi dibutuhkan agar penelitian yang dilakukan

terlaksana dengan teratur sesuai dengan prosedur keilmuan yang berlaku.

Dalam penyusunan skripsi ini, metode yang digunakan penulis adalah

sebagai berikut:

1. Pendekatan dan jenis penelitian

Dalam penelitian ini diaplikasikan model pendekatan kasus, yaitu

mempelajari norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam

praktik hukum. terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus lalu

dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi

penormaan dalam aturan hukum dalam praktik hukum.

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

penelitian yang menggunakan kualitas sesuai dengan pemahaman

deskriptif. Penelitian ini berupa analisis terhadap kasus berkenaan dengan

pembatalan perkawinan akibat istri hamil ini termasuk penelitian hukum

normatif. Yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder.7 Sedangkan jenis data yang digunakan

yaitu kualitatif.

2. Sumber Data

a. sumber data primer bersumber dari Putusan Pengadilan Agama

Tigaraksa Nomor Perkara 1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs. Tentang

7

(21)

pembatalan perkawinankarea istri hamil dengan orang lain, Undang –

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum

Islam, dan hasil wawancara hakim yang menyelesaikan perkara nomor

1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs.

b. Data sekunder yang bersumber dari buku-buku limiah, makalah,

peraturan perundang-undangan yang terkait.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Observasi, untuk mendapatkan data tentang pembatalan perkawinan karena istri telah hamil dengan pria lain. Observasi dilakukan dengan

langsung datang ke Pengadilan Agama.

b. Wawancara mendalam (indept interview), yaitu teknik pengumpulan data untuk mendapat informasi dengan cara mengajukan

pertanyaan dan meminta penjelasan kepada hakim yang memutus perkara

tersebut. Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang

pembatalan perkawinan akibat istri telah hamil dengan pria lain.

c. Dokumentasi, yaitu menelaah bahan-bahan yang diambil dari dokumentasi dan berkas yang mengatur tentang pemeriksaan putusan

pembatalan perkawinan serta putusan hakim yang menyangkut

(22)

12

d. Analisis Data

Bahan yang diperoleh, lalu dianalisis secara kualitatif yang

dilakukan terhadap data yang diolah dengan menggunakan uraian-uraian

untuk memberi gambaran, sehingga menjadi sistematis dan menjawab

permasalahan yang telah dirumuskan. Data yang ada dianalisis sehingga

dapat membantu sebagai dasar aturan dan pertimbangan hukum yang

berguna dalam pengambilan putusan pelimpahan hak asuh anak kepada

bapak.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab Pertama berisi pembahasan tentang latar belakang masalah,

batasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

review studi terdahulu, metodelogi penulisan dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi pembahasan pembatalan perkawinan dalam

islam yang meliputi tentang pengertian fasakh, sebab jatuhnya fasakh,

hukum menikahi wanita yang telah hamil dengan orang lain, pengertian

pembatalan perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974

tentang perkawinan dan KHI , alasan pembatalan perkawinan menurut

KHI dan Undang-undang No. 1 tahun 1974, dan akibat pembatalan

(23)

Bab ketiga berisikan profil Pengadilan Agama Tigaraksa yaitu

sejarah singkat berdirinya, struktur organisasi, dan tugas dan fungsi.

Bab keempat berisi dalam bab ini yaitu mengenai analisis Putusan

Pengadilan Agama Tigaraksa tentang perkara pembatalan perkawinan

akibat istri telah hamil dengan orang lain yang berisi duduk perkara,

pertimbangan hukum hakim, dan analisis penulis terhadap Putusan

Pengadilan Agama Tigaraksa nomor perkara 1500/Pdt.G/2013/PA. Tgrs.

Bab kelima berisi dalam bab ini membahas tentang kesimpulan,

gambaran umum dari seluruh pembahasan serta saran-saran dari penelitian

(24)

14 BAB II

PEMBATALAN PERKAWINAN

A. Pembatalan Perkawinan menurut perspektif Fikih 1. Pengertian Fasakh dalam perkawinan

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pembatalan berasal dari kata

batal, yang artinya menganggap tidak berlaku, menganggap tidak sah,

menganggap tidak pernah ada.1

Dalam kamus hukum, fasakh berarti perkawinan itu

diputuskan/dirusakkan atas permintaan salah satu pihak oleh hakim

pengadilan agama.2

Dasar pokok dari hukum fasakh ialah seorang atau kedua

suami-istri merasa dirugikan oleh pihak yang lain dalam perkawinannya karena ia

tidak memperoleh hak-hak yang telah ditentukan oleh syara‟ sebagai

seorang suami atau sebagai seorang istri. Akibatnya salah seorang atau

kedua suami-istri itu tidak sanggup lagi melanjutkan perkawinannya atau

kalaupun perkawinan itu dilanjutkan juga keadaan kehidupan rumah tangga

diduga akan bertambah buruk, pihak yang dirugikan bertambah buruk

keadaannya sedang Allah tidak menginginkan terjadinya keadaan yang

demikian. 3

1

Departemen pendidikan nasional, kamus besar bahasa indonesia pusat bahasa,(jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008) cet. Ke-1, edisi ke IV, hal. 145

2

Setiawan Widagdo, kamus Hukum, (jakarta:prestasi pustaka, 2012), cet ke-1, hal. 161 3

(25)

Didalam ilmu fikih, batalnya perkawinan disebut juga dengan

fasakh.yang dimaksud dengan fasakh, secara etimologi atau menurut

bahasa yang dikemukakan oleh Al-Abu Luwis Ma‟lufi:

ِزْم ْلأا ُضْقَوٌَُُ ُخْسَفْنَا دْقَعْنا ََِا

4

fasakhadalah merusak pekerjaan atau akad”

Sedangkan secara terminologi atau istilah syar‟i, fasakh adalah pembatalan

akad perkawinan dan memutuskan tali perhubungan yang mengikat antara suami

dan istri.5

ِهْيَجََْشنا َهْيَب ُطُبْزَت ِّتّنا ِتَطِبَزنا ُمَح ََ ًُُضْقَو ِدْقَعْنَا ُخْسَف 6

“fasakh akad (perkawinan) adalah membatalkan akad perkawinan dan memutuskan

tali perhubungan yang mengikat antara suami istri.”

Dalam kitab fikih tradisional terdapat istilah nikahul fasid, nikahul fasid

terdiri dari dua kata yaitu nikah dan fasid, seara harfiah sebagaimana dituliskan

dalam fikih syafi‟i, nikah adalah berkumpul atau bercampur tetapi menurut para

fuqoha, arti nikah secara majazi adalah akad, sedangkan pengertian fasid adalah

yang rusak. Dengan demikian, nikah fasid ialah pernikahan yang rusak.7

4

Firdaweri Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan Karena Ketidak Mampuan Suami Menunaikan Kewajibannya , (jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1989), Cet Ke-1, hal.52

5

Sayyid Sabiq, fiqih sunnah, (Beirut: Daarul Fikr, 1983), Cet Ke-37, hal. 268

6

Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawunan Karena Ketidak Mampuan Suami Menunaikan Kewajibannya, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya), hal 52

7

(26)

16

Para fuqoha juga membedakan pengertian nikah fasid dengan nikah bathil,

menurut al-jaziri, yang dimaksud dengan nikah fasid ialah, nikah tidak memenuhi

syarat-syarat sahnya untuk melaksanakan pernikahan, sedangkan nikah bathi

adalah nikah yang tidak memenuhi rukun nikah yang telah ditetapkan oleh syara‟.

Menurut ash-shan‟ani mengemukakan bahwa nikah fasid itu tidak ada

dalam al-quran dan hadist. lebih lanjut Ash-shan‟ani mengemukakan bahwa pada

dasarnya dalam syari‟at Islam hanya ada nikah yang sah dan nikah yang bathil

saja. Meskipun kedua hal ini menjadi ikhtilaf para ulama dan para ahli hukum

islam, akan tetapi kedua hal ini nuansanya tidak bisa dipisahkan dan sangat sulit

dibedakan. Nikahul bathil adalah pernikahan yang dilaksanakan oleh seorang

laki-laki dengan seorang wanita tetapi rukun nikah yang ditetapkan syara‟ tidak

terpenuhi, sedangkan nikahul fasid adalah nikah yang dilaksanakan oleh seorang

laki-laki dengan wanita tetapi syarat-syarat yang ditetapkan oleh syara‟ tidak

terpenuhi.

Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab karangannya fikih sunnah mengatakan,

bahwa di dalam memfasakh akad nikah adalah membatalkan dan melepaskan

ikatan pertalian antara suami dan istri, fasakh bisa terjadi karena syarat syarat yang

tidak terpenuhi pada akad nikah atau karena pada hal hal lain yang datang

membatalkan kelangsungan perkawinan.8

8

(27)

Ali Hasabillah dalam bukunya al-furqah baina zaujani, mendefinisikan

fasakh secara terminologi adalah suatu yang merusak akad (perkawinan) dan dia

tidak dinamakan talaq.9

Para ulama berpandapat bahwa fasakh dilakukan apabila di antara salah

satu pasangan baik itu suami maupun istri terdapat aib, akan tetapi apabila salah

satu pihak telah mengetahui sebelum akad berlangsung ia sudah rela secara tegas

atau menunjukan tanda-tanda kerelaan pada dirinya maka ia tidak memiliki hak

meminta fasakh dengan alasan aib tersebut.

Menurut mazhab Hanafi, nikah fasid adalah nikah yang tidak lengkap

syarat-syarat sahnya. Berbeda dengan nikah bathil, nikah yang letak kecacatannya

terdapat dalam asas akad yang berupa rukun suatu perbuatan.

Menurut madzhab Maliki, istilah fasid dan batil mempunyai makna yang

sama. Oleh karena itu, nikah fasid atau batil adalah nikah yang di dalamnya

terdapat unsur cacat, baik menyangkut rukun maupun syaratnya.

Menurut madzhab Syafi‟i, pengertian nikah fasid adalah suatu akad yang

cacat syaratnya. Sedangkan nikah batil adalah nikah yang cacat rukunnya.

Setidaknya terdapat sembilan jenis nikah fasid atau batil atas dasar adanya

larangan untuk melaksanakannya, yaitu sebagai berikut:

1. Nikah syigar

2. Nikah mut‟ah

9

(28)

18

3. Nikahnya orang yang sedang berihram, baik ihram haji maupun ihram

umrah, dalam hal ini mengakad nikahkan juga tidak diperbolehkan

4. Poliandri atau sedikitnya bersuami dua

5. Nikah dengan wanita yang masih dalam masa „iddah atau istibra‟

6. Nikah dengan wanita yang dimungkinkan sedang hamil yang sah, bukan

hamil di luar nikah sampai habis masa „iddah, yaitu melahirkan

7. Nikah dengan wanita bukan ahlul kitab seperti penyembah berhala atau

beragama Majusi

8. Nikah dengan wanita yang berpindah-pindah agama

9. Menikahkan anak wanitanya dengan lelaki kafir atau menikah dengan

wanita murtad.10

Menurut madzhab Hanbali, nikah fasid adalah nikah yang cacat

syarat-syaratnya. Ada dua jenis nikah fasid yaitu:

1. Nikah yang bisa batal dengan sendirinya

2. Nikah yang bisa sah kalo tidak disertai syarat-syarat tertentu, seperti adanya

syarat untuk tidak berhubungan badan, atau pihak suami tidak memberi

mahar atau nafkah. Nikah seperti ini menurut mazhab hambali dianggap

sebagai nikah fasid.11

a. Dasar Hukum Fasakh

10

Nurul Irfan, Nasab Dan Status Anak Dalam Hukum Islam, (Jakarta:Amzah), Cet ke-1 hal. 72 yang mengutip Wahbah zuhaili, Al-Fiqh Al- Islam Wa Adillatuhu, jilid 7, hal. 118-120

11

(29)

Adapun dasar mengenai fasakh atau batalnya perkawinan

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW menikah dengan seorang

perempuan dari Bani Ghifar. Ketika dia memasuki (bilik) nabi, beliau melihat disebalah rusuknya ada warna putih (penyakit sopak atau penyakit kulit berwarna putih belang belang), kemudian beliau menolak (mengembalikan) dia kepada keluarganya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Kastir).

Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Hakim tentang fasakh

perkawinan: berkata: Rasulallah SAW mengawini seorang wanita dari bani Ghoffar. Ketika Rasul hendak bersetubuh dengannya, wanita itu membuka pakaiannya. Rasul melihat warna putih dirusuknya. Lantas rasul berkata: pakailah pakaianmu dan pergilah kerumah orang tuamu, dan rasul memberinyamahar.” (HR Hakim).

Hadis ini tidak menerangkan fasakh perkawinan secara tegas,

namun demikian dengan seiring hadis ini Ibnu Katsir meriwayatkan:

12

Abi Abdullah al-Hakim, al- Mustadrak „ala ash- Shohihaini Jilid 4, (Mesir: Jami‟ al- Sunnah, 1427 H) Cet. Ke-1 Hal. 34 No. Hadist 6810.

13

(30)

20

Artinya: “Sesungguhnya diriwayatkan hadis ini oleh Ibnu Katsir dengan lafadz: bahwa Rasulullah SAW mengawini wanita dari bani Ghoffar, ketika ia ingin bersetubuh dengannya, rasul melihat warna putih dirusuknya, rasul mengembalikannya pada keluarganya, dan beliau bersabda: kamu telah menipuku.” (HR Ibnu Katsir)

Ibnu katsir menyebutkan ini di dalam Bab al-Khiyar, berarti

berdasarkan hadis ini dapat dijadikan alasan, apabila cacat itu terdapat pada

suami si istri berhak meminta fasakh dan begitu pula sebaliknya.

b. Sebab sebab batalnya perkawinan

Adapun sebab-sebab batalnya perkawinan adalah:

1. Karena tidak terpenuhinya rukun atau syarat-syarat sahnya perkawinan,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Abu Hanifah, antara lain:15

a. Nikah tanpa saksi

b. menikah dengan lima orang sekaligus dalam satu kali akad

c. menikahi perempuan dan saudari atau bibinya

d. menikahi istri orang lain dan mengetahui bahwa ia telah menikah

e. menikahi mahramnya

14

Ahmad bin Hasan bin Ali bin Musa al-Khusraujirdy al- Khurasany dan Abu Bakar Al-Baihaqy, al- Sunan Al- Kubra Jilid 7, (Lebanon(Beirut), Daar al-Kutub al- Ilmiyah, 1424 H) Hal. 348 No. Hadis 14. 219.

15

(31)

2. Karena kecacatan baik itu dari suami maupun istri, imam syafi‟i

menjelaskan kecacatan yang membolehkan fasakhnya suatu

perkawinan, antara lain:16

a. Terputusnya kemaluan suami

b. Suami impoten

c. Tumbuh daging pada kemaluan istri atau tulang yang menutup

lubang faraj

d. Suami atau istri gila

e. Penyakit kusta

f. Penyakit sopak . Sopak (Barash) adalah penyakit yang ditandai bercak putih pada bagian luar kulit hingga selanjutnya dapat berakibat belang kulit serta menghilangkan kemampuan peredaran darah dalam kulit. Dan biasanya rambut yang tumbuh pada organ tubuh yang terjangkit akan berwarna putih. Jenis inilah yang biasa diistilahkan dengan kusta kering.17

c. Akibat pembatalan perkawinan

Adapun implikasi/akibat dari pembatalan perkawinan sebagaimana yang

telah dijelaskan oleh pendapat imam madzhab antara lain adalah:

1. Jika pembatalan perkawinan terjadi setelah jimak(hubungan intim)

maka, suami wajib membayar mahar, tetapnya nasab anak kepada

mantan suami (jika ada anak hasil perkawinan tersebut sebelum

dibatalkan), wajib iddah atas wanita tersebut. Pendapat ini di

16

Musthafa al-khin, musthafa al-bugho, Ali As-Syarbaji, Kitab Fikih Madzhab Syafie, (Kuala Lumpur: Pustaka Salam SDN BHD, 2005), hal. 852.

17

(32)

22

kemukakan oleh imam hanafi dan maliki. Sedangkan menurut Syafi‟i

wanita tersebut tidak wajib iddah namun tetap mendapat mahar mitsil.18

2. Jika pembatalan terjadi sebelum jimak (hubungan intim) maka, ulama

sepakat bahwa istri tidak berhak atas mahar suami dan tidak ada masa

iddah.19

B. Pembatalan perkawinan menurut undang-undang No. 1 tahun 1974

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 1974 Bab IV pasal 22 tentang

batalnya perkawinan, bahwa perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak

memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (sebagaimana yang

telah dijelaskan dalam pasal 6 UU No. 1 tahun 1974).20

Dalam penjelasannya kata “dapat” dalam pasal ini bisa diartikan bisa batal

atau bisa tidak batal, apabila menurut ketentuan hukum agamanya masing-masing

tidak menentukan lain. Istilah dapat dibatalkan dalam Undang-undang ini berarti

dapat difasidkanmenjadi relatif nietig. Dengan demikian perkawinan dapat

dibatalkan karena adanya pelanggaran terhadap ketentuan aturan tertentu.21

Pada dasarnya pembatalan perkawian itu dapat terjadi disebabkan oleh dua

kemungkinan. Yang pertama karena adanya pelanggaran terhadap prosedural

18

Wahbah zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid:9 (Jakarta:Gema Insani dan Darul Fikir, 2011). Cet, ke- 1. Hal 107-111.

19

Musthafa al-khin, musthafa al-bugho, Ali As-Syarbaji, Kitab Fikih Madzhab Syafie, (Kuala Lumpur: Pustaka Salam SDN BHD, 2005), hal.857.

20Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan

21Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

(33)

perkawinan. Misalnya, tidak terpenuhinya syarat- syarat perkawinan, tidak dihadiri

oleh para saksi atau tidak dihadiri oleh wali nikah dan lain-lain. Yang kedua

adanya pelanggaran terhadap materi perkawinan. Misalnya perkawinan di lakukan

di bawah ancaman, tejadi salah sangka mengenai calon suami istri (pasal 27 UU

No. 1 Tahun 1974). 22

a. Sebab-sebab pembatalan perkawinan, seperti yang terdapat di dalam

UUP antara lain:23

Pasal 22, perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal 24, barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya

perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru,

dengan tidak mengurangi ketentuan pasl 3 ayat 2 dan pasal 4 UU ini.

Pasal 26 (1), perkawinan yang dilangsungkan di muka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah

atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri dua orang saksi dapat

dimintakan pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan

lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.

22

Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grub, Juli 2006), cet.ke-3.h.107

23

(34)

24

Pasal 26 (2), hak utuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan alasan dalam ayat 1 pasal ini gugur apabila mereka telah hidup bersama

sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang

dibuat pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan

perkawinan harus diperbarui supaya sah.

Pasal 27 (1), seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan di bawah

ancaman yang melanggar hukum.

Pasal 27 (2), seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya

perkawinan terjadi salah sangka menganai diri suami atau istri.

b. Pihak-pihak yang berkualitas sebagai penggugat dalam perkara

pembatalan perkawinan adalah:24

1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau

istri;

2. Suami atau istri;

3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum

diputuskan;

4. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat 2 pasal 16 UU ini dan setiap

orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung

terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu

putus.

24

(35)

C. PEMBATALAN PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF KHI

Pembatalan perkwinan didalam KHI telah diatur dalam pasal 70 sampai

dengan 76. Di dalam pasal 70 KHI dinyatakan perkawinan batal demi hukum

apabila : 25

a) Suami melakukan perkawinan sedangkan ia tidak berhak melakukan

akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun

salah satu dari keempat istrinya itu dalam iddah talak raj‟i

b) Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dili‟annya

c) Seseorang menikahi bekas istrinya yang telah dijatuhi tiga kali talak

olehnya, kecuali bekas istrnya tersebut pernah manikah dengan pria

lain yang kemudian bercerai lagi ba‟da dukhul dari pria tersebut dan

telah habis masa iddahnya

d) Perkawinan dilakukan antara orang yang mempunyai hubungan

darah, semendak dan sesusuan sampai derajat tertentu yang

menghalangi perkawinan menurut pasal delapan UU No1 tahun

1974, yaitu:

1. Berhubungan darah dalam garis lurus ke bawah atau ke atas

2. Berhubungan darah dalam garis lurus keturunan menyamping

yaitu antara saudara, antara saudara dengan saudara orang tua

dan atara seorang dengan saudara neneknya

25

(36)

26

3. Berhubungan semenda, yaitu mertua anak tiri menantu dan ibu

dan ayah tiri

4. Berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan anak sesusuan

dan bibi atau paman sesusuan.

e) Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari

istri atau istri isrinya.

Selanjutnya pada pasal 71 dijelaskan perkawinan yang dapat

dibatalkan apabila:26

a. Seorang suami melakukan poligami tanpa izin

Pengadilan Agama

b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui

masih menjadi istri pria yang mafqud

c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah

dari suami lain

d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan,

sebagaimana ditetapkan pasal 7 UU No1 tahun 1974

e. Perkawinan dilangsugkan tanpa wali atau dilaksanakan

oleh wali yang tidak berhak

f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

26

(37)

Dalam penjelasan pasal 72 ayat 1 berbunyi, bahwa seorang suami

atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawia apabila

perkawinan yang dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar

hukum. Ayat 2 seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan

pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya

perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai suami atau

istri.

a. Pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan menurut

KHI pasal 73 di antaranya yakni:27

1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari

suami atau istri

2. Suami atau istri

3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanan perkawinan

menurut undang- undang

4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat

dalam rukun dan syarat perkawinan mnurut hukum islam dan

peraturan perundang undangan sebgaimana tersebut dalam pasal 67.

27

(38)

29

BAB III

STATUS HUKUM KAWIN HAMIL A. Kawin Hamil menurut Perspektif Fiqih

1. Pengertian kawin Hamil

Perkawinan wanita hamil adalah seorang wanita yang hamil

sebelum melangsungkan akad nikah, kemudian dinikahi oleh pria yang

menghamilinya.1

Ada dua macam kategori kawin hamil yakni, kawin hamil yang

dilakukan oleh wanita hamil akibat perzinaan serta kawin hamil yang

dilakukan oleh wanita hamil yang berada dalam masa iddah. Allah swt

berfirman dalam surah Ath-Thalaq ayat 4 yang berbunyi:

Artinya: “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu

ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang

bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan

dalam urusannya.”(QS. Ath-Thalaq:4)

Menurut fuqoha perkawinan antara pria dan wanita yang sedang

hamil terjadi karena dua kemungkinan yakni, bisa jadi pria tersebut adalah

pria yang menghamili wanita tersebut dan bisa juga pria tersebut bukanlah

orang yang menghamili wanita tersebut.2

1

Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika, 2006) cet. Ke-2 hal. 45

2

(39)

2. Pendapat ulama tentang kawin hamil

Beberapa ulama berbeda pendapat dalam memandang pernikahan

wanita dalam keadaan hamil zina, baik pernikahan itu kepada laki-laki

yang menghamilinya maupun kepada laki-laki yang bukan

menghamilinya. Dalam kasus wanita yang hamil karena zina dan menikah

dengan laki-laki yang menghamilinya para ulama fiqh sepakat

memperbolehkan pernikahan tersebut, sedangkan wanita hamil akibat zina

yang menikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya ulama fiqh

memiliki beberapa pendapat, yakni:3

a. Menurut Imam Syafi‟i, wanita yang hamil boleh menikah dengan

orang yang bukan menghamilinya, walau ia sedang dalam keadaan

hamil.

b. Imam malik berpendapat bahwa wanita yang zina tidak boleh dinikahi

kecuali ia telah menyelesaikan iddahnya yaitu hingga lahir anak yang

dikandungnya .

c. Mazhab Imam Hanafi, jika perempuan yang dizinahi tidak hamil,

maka sah akad perkawinannya dari laki-laki yang tidak melakukan

zina kepadanya. Begitu juga jika dia hamil akibat perbuatan zina

tersebut maka dia boleh dinikahi, menurut abu hanifah dan

Muhammad. Akan tetapi, dia tidak digauli sampai dia melahirkan

anaknya.

3

(40)

31

d. Menurut pendapat Yusuf dan Zufar, tidak boleh melaksanakan akad

nikah terhadap perempuan yang tengah hamil akibat hubungan zina,

karena kehamilan ini mencegah persetubuhan, maka dilarang juga

pelaksanaan akad, sebagaimana kehamilan juga mencegah penetapan

nasab. Maksudnya sebagaimana tidak sah dilaksakan akad terhadap

perempuan yang hamil yang bukan karena hubungan zina, maka tidak

sah dilaksanakan akad terhadap perempuan yang hamil akibat

perbuatan zina.

e. Mazhab Maliki berpendapat, tidak boleh dilaksanakan akad terhadap

perempuan yang melakukan perbuatan zina sebelum dia dibebaskan

dari zina dengan tiga kali haid, atau setelah lewat tiga bulan. Jika

dilaksanakan akad pernikahan kepadanya sebelu dia dibebaskan dari

zina, maka akad pernikahannya adalah sebuah akad yang fasid. Akad

ini harus dibatalkan, baik muncul kehamilan ataupun tidak.

Dari berbagai perbedaan pendapat ulama di atas tentang

mengawini wanita hamil karena zina, jumhur ulama sepakat bahwa,

wanita yang pernah melakukan zina baik dalam keadaan hamil dari zina

maupun tidak, boleh dan sah dinikahi oleh pria yang menzinahinya. Hal

ini telah disepakati oleh mayoritas ulama dari kalangan sahabat seperti Ali

bin Abi Thalib, ibnu Abbas, ibnu Musayyab, „Urwah dan Zuhri, maupun

dari kalangan ulama generasi sesudahnya seperti Imam Malik, Imam

(41)

282).4

3. Fatwa MUI Propinsi DKI Jakarta mengenai Kawin Hamil5

Dari berbagai perbedaan pendapat yang telah dikemukakan

mengenai kawin hamil akibat zina, ulama MUI sepakat menggunakan

pendapat zina boleh dan sah dinikahi oleh laki-laki lain yang tidak

menzinahinya seta sesudah akad nikah mereka boleh melakukan hubungan

suami istri dengan pertimbangan-pertimbangan sebagi berikut:

a. Argumentasi dan dalil-dalil yang dikemukakan imam Syafi‟i lebih

kuat dan lebih sesuai dengan kemashlahatan.

b. Menurut ilmu biologi, sperma yang masuk pada Rahim wanita

yang telah hamil tidak akan mempengaruhi janin yang sudah jadi.

Dengan demikian, tidak perlu dikhawatirkan akan terjadinya

percampur-adukan antara sperma laki-laki yang menzinahinya

dengan sperma laki-laki yang menikahinya dengan sah.

c. Jika wanita yang sedang hamil dari zina tidak boleh dan tidak sah

dinikahi oleh laki-laki lain yang tidak menzinahinya, maka akan

menyulitkan wanita tersebut atau keluarganya, manakala laki-laki

yang menghamilinya tidak bertanggung jawab. Hal ini tentu akan

menimbulkan rasa malu dan gangguan psikologis bagi wanita

tersebut dan keluarganya.

4

Hamdan Rasyid, Fiqih Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa aktual,(Jakarta: PT. AL Mawardi Prima, 2003), cet ke-1 hal. 184

5

(42)

33

4. Dasar Hukum

Dalam Alqur‟an, Allah SWT memberi keterangan hukum menikahi

wanita yang berzina dalam surah An-Nur [24]:3



Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang

berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak

dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang

demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.”(QS. An-Nur:3)

Ayat tersebut menggambarkan kepada kita bahwa laki-laki yang berzina

boleh nikah dengan perempuan yang berzina atau yang musyrik. Demikian pula

sebaliknya, perempuan yang berzina boleh dinikahi oleh laki-laki yang berzina

atau musyrik. Mengenai masalah ini para ulama sepakat. Namun mereka berbeda

pendapat tentang laki-laki yang tidak berzina menikahi perempuan yang berzina.

Menurut Ali, Al-Barrai, Siti Aisyah dan Ibn Mas‟ud hukumnya haram,

berdasarkan pada firman Allah di atas.

Sedangkan Abu Bakar, Umar, Ibn Abbas dan jumhur ulama menyatakan

boleh. Mereka mengatakan bahwa zina itu haram, sedangkan nikah itu halal.

(43)

ُوُلَوَّا

Artinya: “Permulaannya perzinaan, tetapi akhirnya adalah pernikahan. Dan yang

haram itu tidak mengharamkan yang halal.”

Maksud dari hadis di atas adalah walaupun zina itu diharamkan, tetapi

tidak dapat menhalangi kebolehan nikah yang hukumnya halal.

Di antara jumhur ulama ada yang menyatakan bahwa ayat di atas telah di

nasakh oleh QS. An-Nur [24]:32, yang berbunyi:

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, allah akan memampukan mereka dengan karunianya. Dan Allah maha luas (pemberianNya)

lagi maha mengetahui.”(QS. An-Nur [24]: 32)

Sedangkan perempuan-perempuan yang berzina itu termasuk kategori

yang tidak bersuami. Larangan terhadap beberapa jenis pernikahan sebagaimana

disebutkan di atas sejalan dengan tujuan mulia pernikahan dalam Islam, yakni

upaya mengangkat harkat dan martabat manusia bahwa manusia berbeda dengan

binatang. Manusia adalah makhluk yang bermoral, pergaulannya diatur oleh

norma dan undang-undang.7

Bagi mayoritas ulama hadis yang diriwayatkan oleh Jabir ini menerangkan

tentang tidak bolehnya seorang laki-laki nikah dengan wanita yang hamil,

6

Ali Bin Umar Abu Hasan Ad-Daruquthni Al-Bughdadi, Al-Sunan Ad-Daruquthni Jilid 4, (Lebanon(Beirut), Darul Ma‟rifah, 1996), Hal. 368 No. Hadis 3681.

7Asrorun Ni‟am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan Dan Keluarga

(44)

35

sementara dia bukan yang menghamilinya. Karena, akibat hukum yang

ditimbulkan seakan-akan kebolehan tersebut memberi peluang kepada

orang-orang yang kurang atau tidak kokoh keberagamaannya, akan dengan gampang

menyalurkan kebutuhan seksualnya di luar nikah.

B. Kawin hamil dalam perspektif KHI dan Undang-Undang No. 1 tahun 1974

Status perkawinan wanita hamil telah dijelaskan dalam BAB VIII

Kompilasi Hukum Islam pasal 53 yaitu:

(1) Seorang wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan pria

yang menghamilinya.

(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat

dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil

tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung

lahir.8

Dengan melihat rumusan pasal 53 ayat(1) dapat dimaknai bahwa

wanita hamil dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya dan

dapat pula tidak dikawinkan dengan pria yang menghamilinya. Inilah

konsekuensi dari kata “dapat”. Kata ini juga digunakan dalam pasal 2

ayat(2) Undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak

pidana korupsi. Di sana disebutkan bahwa dalam tindak hal pidana korupsi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu,

8Kompilasi Hukum Islam

(45)

pidana mati dapat dijatuhkan. Oleh karena dalam pasal ini juga digunakan

kata “dapat”, maka walaupun korupsi diadakan dalam keadaan tertentu

seperti dimaksudkan oleh pasal 2 ayat(2) ini, pidana mati dapat pula tidak

dijatuhkan. Sehingga sampai hari ini tidak ada seorang koruptor pun di

Indonesia yang pernah dijatuhi hukuman mati. Inilah konsekuensi dari

pemakaian kata dapat.

Disinilah sebab tim perumus KHI menggunakan kata “dapat” pada

rumusan pasal 53 ayat(1) ini tujuan adalah sebagai langkah antisipatif.

Sebab dalam kasus hamil di luar nikah, bisa saja terjadi kehamilan akibat

perkosaan dalam kasus hamil karena perkosaan, sudah barang tentu wanita

korban perkosaan itu tidak akan pernah dikawinkan dengan pria

pemerkosa. Sehingga rumusan pasal ini bisa berbunyi seorang wanita

hamil di luar nikah dapat tidak dikawinkan dengan pria yang

menghamilinya.9

Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pasal(1) dinyatakan

bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang

Maha Esa. Kemudian pasal(2) dijelaskan bahwa, perkawinan yang sah

adalah perkawinan yang apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agama dan kepercayaannya. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa

perkawinan wanita hamil itu sah hukumnya jika dilakukan menurut agama

9

(46)

37

dan kepercayaannya masing-masing. Karena lazimnya perkawinan itu

adalah sebuah ikatan suci yang dapat menghalalkan hubungan suami istri.

Namun perlu digarisbawahi hubungan suami istri yang dilakukan sebelum

terjadinya perkawinan itulah yang dianggap tidak benar dan tidak disah

kan baik itu menurut hukum agama maupun hukum positif yang ada.

Kemudian dilihat dari anak yang dikandung oleh wanita hamil

tersebut, dalam pasal 42 Undang-undang No. 1 tahun 1974 dijelaskan

yaitu, bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau

sebagai akibat perkawinan yang sah. Pasal 43 ayat(1) menyatakan, anak

yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya. Ayat(2) kedudukan anak tersebut

sebagaimana yang disebutkan dalam ayat(1) selanjutnya akan di atur

dalam peraturan pemerintah. Dari pasal 42 di atas dapat disimpulkan

bahwa, apabila wanita hamil tersebut menikah dengan pria yang

menghamilinya ataupun pria yang bukan menghamilinya sebelum anak

yang dikandungnya itu lahir maka anak tersebut merupakan anak yang sah

dari pasangan suami istri tersebut meskipun suami bukanlah merupakan

bapak biologis dari anak tersebut. Kemudian dari pasal 43 ayat(1) UU No.

1 tahun 1974 dapat disimpulkan, apabila wanita hamil tersebut tidak

menikah sampai anak yang dikandungnya lahir, maka status keperdataan

(47)

39

A. Deskripsi Kasus Perkara No:1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs 1. Pihak-pihak yang berperkara

Pengadilan Agama Tigaraksa yang memeriksa dan mengadili

perkara perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan dalam

perkara pembatalan perkawinan antara:

MS bin Suwignyo, umur 40 tahun, agama Islam, pendidikan S.2,

pekerjaan PNS, tempat tinggal di Permata Medang Cluster Barleria B1/E1

RT.03 RW.16 Kelurahan Medang, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten

Tangerang. Selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

BA binti Syahbudin, umur 25 tahun, agama Islam, pendidikan S.1,

tempat tinggal di Dasana Indah UD 6/10B RT.002 RW. 28, Kelurahan

Bojong Nangka, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.

Selanjutnya disebut sebagai Termohon.

2. Duduk Perkara

Pemohon dalam surat permohonannya pada tanggal 18 Juni 2013

yang telah didaftarkan di kepanitraan Pengadilan Agama Tigaraksa dengan

Nomor Registrasi: 1500/Pdt.G/2013/PA.Tgrs dengan alasan-alasan sebagai

(48)

40

a. Bahwa pada tanggal 13 April 2013, Pemohon dengan Termohon

melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat

Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten

Tangerang sebagaimana ternyata dari Kutipan Akta Nikah

Nomor: 319/53/IV/2013 tanggal 15 April 2013;

b. Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon hidup berumah

tangga terakhir tinggal di alamat Termohon di atas;

c. Bahwa Pemohon mengajukan permohonan pembatalan nikah ini

dengan alasan sebagai berikut: Penipuan oleh pihak Termohon,

yaitu Termohon ternyata sudah dalam kondisi hamil 2 bulan

dengan orang lain (bukan suaminya sendiri) dan sudah ada

pengakuan dari pihak dan keluarga Termohon;

d. Bahwa untuk menjaga kepastian hukum dan untuk menghindari

penyalahgunaan hukum, maka Pemohon dan Termohon patut

diperintahkan untuk menyerahkan Kutipan Akta Nikah Nomor

319/53/IV/2013 tanggal 15 April 2013 yang dikeluarkan oleh

Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang

kepada Pengadilan Agama Tigaraksa, dan Kepala KUA

Kecamatan Legok diperintahkan untuk mencoret Buku Kutipan

Akta Nikah tersebut dari Register Akta nikah;

Bahwa pada hari persidangan yang telah ditentukan Pemohon dan Termohon

secara pribadi (in person) telah hadir di depan persidangan, selanjutnya untuk

(49)

dilanjutkan terlebih dahulu diadakan mediasi dengan hakim mediator H. Rosmani

Daud, S.Ag. Dan menurut laporan mediator bahwa mediasi dinyatakan tidak

berhasil;

Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon, Termohon telah mengajukan

jawaban secara tertulis dan penjelasan di depan persidangan yang secara rinci

sebagaimana tertuang dalam berita acara perkara ini yang untuk mempersingkat

putusan pada pokoknya adalah sebagai berikut:

a. Bahwa benar pada tanggal 13 April 2013 Termohon dan

Pemohon melangsungkan pernikahan, namun Termohon tidak

benar melakukan penipuan kepada Pemohon karena Termohon

benar-benar tidak mengetahui pada saat menikah dengan

Pemohon dalam keadaan hamil. Orang tua Termohon pun tidak

mengetahui kondisi kehamilan Termohon. Sebelum Pemohon

hadir dalam kehidupan Termohon, Termohon sudah terlebih

dahulu menjalin hubungan dengan pria lain bernama H, umur 50

tahun, PNS pada Pemkab Tangerang tanpa sepengetahuan orang

tua Termohon (backstreet), dan Termohon telah berhubungan

sex dengan pria tersebut sekali dan memang benar sewaktu

menikah dengan Pemohon, Termohon sedang terlambat haid

setelah berhubungan sex dengan pria lain;

b. Bahwa benar setelah menikah Termohon dan Pemohon tinggal di

rumah kontrakan selama satu minggu, Pemohon dan Termohon

(50)

42

datang bulan, maka pada tanggal 15 April 2013 Termohon

meminta izin kepada Pemohon untuk memeriksakan diri ke

dokter. Berdasarkan keterangan dokter, Termohon hamil kosong

(hamil anggur), lalu Termohon memeriksakan diri ke dokter

yang lain, dan hasilnya Termohon positif hamil. Pada waktu itu,

baru lah Termohon mengetahui dan yakin sedang dalam keadaan

hamil;

c. Bahwa pada Sabtu sore, tanggal 20 April 2013, Pemohon

mengajak Termohon ke hotel. Di hotel itu, Pemohon

menanyakan sikap Termohon yang tidak seperti layaknya

pasangan pengantin baru. Lalu di sana Termohon menjelaskan

bahwa Termohon telah hamil oleh perbuatan pria lain, Termohon

meminta maaf kepada Pemohon dan menyerahkan segalanya

keputusan kepada Pemohon, pada saat itu Pemohon memeluk

dan memaafkan Termohon serta menyatakan Pemohon bersedia

menerima Termohon apa adanya. Lalu Pemohon ingin

menggauli Termohon, namun Termohon menolaknya karena

Termohon sedang hamil karena pria lain, maka Pemohon

kecewa. Termohon tidur di lantai lalu sakit perut dan pingsan

kemudian dirawat di rumah sakit selama dua hari yang selalu

dijaga oleh Pemohon;

d. Bahwa setelah Termohon sembuh, Pemohon mengantarkan

(51)

Pemohon akan menceritakan perihal kehamilan Termohon

kepada ibu Pemohon, namun ternyata ibu Pemohon marah dan

tidak mau menerima Termohon. Lalu diadakan musyawarah

keluarga dan dengan menghadirkan ustaz. Hasil musyawarah,

Pemohon memilih untuk dipisahkan sementara. Setelah dua

bulan dipisahkan kenapa tiba-tiba Pemohon berubah pikiran

dengan mengatakan Termohon telah melakukan penipuan,

bahkan mengajukan pembatalan perkawinan ke Pengadilan

Agama Tigaraksa. Kalau mau menipu kenapa Pemohon yang

Termohon pilih, yang rumah saja masih kontarakan;

e. Bahwa Pemohon mengambil kembali mahar Termohon berupa

cincin kawin, ketika Termohon memintanya, Pemohon

menyatakan nanti di pengadilan;

3. Pertimbangan Hukum

Bahwa berdasarkan posita permohonan, Pemohon telah mengajukan

permohonan pembatalan nikah dan dengan didasarkan kepada dalil Pemohon

sendiri tentang domisili Pemohon dan Termohon yang berada di wilayah hukum

Pengadilan Agama Tigaraksa, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1)

huruf a dan penjelasan pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan

Perubahan Kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, Pengadilan

Agama Tigaraksa secara formal dinilai berwenang untuk menerima, memeriksa,

(52)

44

Menimbang, bahwa pada persidangan yang telah ditentukan Pemohon dan Termohon telah menghadap sendiri (in person) di muka persidangan. Majelis

Hakim telah berupaya mendamaikan Pemohon dan Termohon agar menyelesaikan

permasalahannya secara kekeluargaan dan kembali membina rumah tangga, namun

tidak berhasil. Demikian pula upaya mediasi sebagaimana kehendak PERMA

Nomor 1 Tahun 2008 tentag mediasi telah dilaksanakan, namun tetap tidak

berhasil. Maka, ketentuan Pasal 130 ayat (1) HIR dan PERMA Nomor 1 Tahun

2008 telah terpenuhi.

Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti T.2 (Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Termohon) merupakan akta otentik, oleh karenanya secara

formil dinyatakan dapat diterima, dan berdasarkan alat bukti a quo telah terbukti

secara meyakinkan Termohon berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Agama

Tigaraksa. Dengan demikian pemeriksaan dapat dilanjutkan.

Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon dalam mengajukan pembatalan nikah telah mendalilkan suatu alasan bahwa Pemohon dan Termohon

telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 13 April 2013 di Kecamatan Legok,

Kabupaten Tangerang dengan status Pemohon sebagai seorang jejaka dan

Termohon sebagai seorang perawan dan juga telah hidup bersama sebagai suami

isteri. Namun Termohon sewaktu menikah dengan Pemohon tenyata dalam

keadaan hamil dua bulan, sedangkan Termohon tidak pernah memberitahukan

kepada Pemohon tentang kehamilannya sebelum perkawinan, maka sesuai dengan

(53)

Hukum Islam tentang perkawinan, secara formal perkara ini dapat diterima untuk

diperiksa lebih lanjut.

Menimbang, bahwa berdasarkan Foto Kopi Kutipan Buku Nikah atas

nama Pemohon dan Termohon yang telah melangsungkan pernikahannya pada

tanggal 13 April 2013 dengan Nomor : 319/53/IV/2013 yang telah dikeluarkan

oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Legok Kabupaten Tangerang pada

tanggal 15 April 2013, sebagaimana bukti P.1 dan T.1, bahwa Pemohon dan

Termohon telah terbukti sebagai suami isteri, maka berdasarkan pasal 2 ayat

(1)dan (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dapatlah

dinyatakan bahwa Pemohon dan Termohon telah terikat dalam perkawinan yang

sah.

Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon dan Termohon sebagai suami isteri yang telah terikat dalam suatu perkawinan yang sah, maka Pemohon dan

Termohon dinilai sebagai pihak yang tepat dalam perkara ini (legitima standi in

judicio).

Menimbang, bahwa pada persidangan pertama Pemohon telah

mengajukan penambahan permohonan tentang tuntutan ganti rugi terhadap seluruh

biaya prosesi acara pernikahan antara Pemohon dengan Termohon sampai pesta

perkawinan beserta seluruh biaya rumah sakit Termohon. Hal ini dinilai oleh

Pemohon ada unsur penipuan. Maka, berdasarkan pasal 49 ayat (2)

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang-undang

Nomor 3 Tahun 2006 dan Perubahan Kedua dengan Undang-undang Nomor 50

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendapat diatas, maka yang disebut pendidikan menurut saya adalah suatu proses interaksi yang ditandai oleh keseimbangan antara pendidik dengan peserta

Hasil dari studi menunjukkan bahwa kolaborasi perancangan interior dan visual grafis pada Museum “Rumah Air” PDAM Surya Sembada Surabaya dapat menghadirkan “cerita” dalam 4 bagian,

Dari semua kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai, peneliti hanya mengkajiKD 3.12 menelaah struktur dan kebahasaan teks ulasan (film,

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) untuk mengetahui apa itu hukuman kebiri, 2) untuk mengetahui alasan diberlakukannya hukuman kebiri bagi pelaku

Berdasarkan kepada hasil estimasi maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa terdapat kaitan antara produktifitas (kelahiran pertama), prestasi peternak penerima

Dengan mengucap puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas ridho dan segala nikmat kemudahan serta petunjukNya yang telah diberikan sehingga dapat

Kelemahan energi terbarukan adalah bahwa sulit untuk menghasilkan listrik dalam jumlah yang besar seperti yang dihasilkan oleh pembangkit bahan bakar fosil, nuklir dan tenaga

Bab keempat, berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan, dengan melihat hasil belajar MIS YPIQ Al-Muzahwirah Kota Makassar sebelum dilakukannya pembelajaran dengan