• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isti'anah dalam al-Qur'an (Analisis terhadap Q.S. Al-Fatihah (01):05, Q.S. al-Baqarah (02):45 & 153, Q.S Yusuf (12):18, Q.S. al-Anbiya (21):112)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isti'anah dalam al-Qur'an (Analisis terhadap Q.S. Al-Fatihah (01):05, Q.S. al-Baqarah (02):45 & 153, Q.S Yusuf (12):18, Q.S. al-Anbiya (21):112)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

iii

ISTI’ANAH

DALAM AL-

QUR’AN

(Analisis terhadap Q.S. al-Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153,

Q.S. Yusuf(12):18,Q.S. al-Anbiya(21):112)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin

Oleh :

M U K H T A R H A F I F I

NIM : 106034001246

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ISTI’ANAH

DALAM AL-

QUR’AN

(Analisis terhadap Q.S. al-Fatihah(01):05, Q.S. al-Baqarah(02):45 & 153,

Q.S. Yusuf(12):18, Q.S. al-Anbiya(21):112)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ushuluddin

Oleh :

M U K H T A R H A F I F I

NIM : 106034001246

Dibawah bimbingan :

Dr. Ahsin Sakho Muhammad, MA NIP. 195608211996031001

JURUSAN TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

i

KATA PENGANTAR











Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. Karena berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir akademisi (skripsi) ini. Shalawat dan salam senantiasa Allah swt. Curahkan kepada nabi saw, beserta keluarga dan sahabatnya, dan semoga kita semua mendapat syafaat-nya.

Penyelesaian skripsi ini, sungguh sangat tidak mungkin bila tidak melibatkan banyak pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang mendalam kepada:

1. Prof. Dr. Zainul Kamaluddin F. M.Ag, selaku Dekan, dan Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M.Si. selaku pudek 1, Dr. M. Suryadinata. MA selaku pudek 2 Dan Dr. Bustamin, M.Si selaku ketua jurusan Tafsir Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dan terimakasih tidak lupa penulis sampaikan kepada para tim penguji yang dengan sabar, menguji dan mengkoreksi skripsi ini, yaitu Dr. M. Suryadinata, MA selaku ketua, Dr. Lilik Ummi Kalsum. MA, sebagai sekretaris merangkap penguji I, dan Dr. Edwin Syarif, MA, sebagai penguji II.

3. Dr. Ahsin Sakho Muhammad, M.A, selaku pembimbing, yang dengan sabar telah membimbing dan mengarahkan penulisan skripsi ini sampai rampung, dengan kesabaran beliau sungguh sangat berarti bagi kelancaran penulisan skripsi ini, penulis hanya bisa berdoa

Jazajumullah ahsanu al-jaza”.

(4)

4. Segenap dosen civitas akademik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Jurusan Tafsir Hadis, yang dengan ikhlas dan tulus mencurahkan dan mentransfer wawasan serta pengetahuannya selama penulis menempuh studi di kampus tercinta ini.

5. Segenap Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga tak lupa kepada seluh staf perpustakaan

Iman Jama‟ Lebak Bulus yang telah memberikan fasilitas sumber

rujukan dan referensi.

6. Ayahanda H. Lamin dan dan Ibunda Hj. Zenab yang telah mengasuh, mendidik dan memberikan dukungan, baik moril ataupun materil selama penulis menjalani studi sampai penyelesaian skripsi ini, dan juga kepada kakak penulis Nazmuddin beserta keluarga, Ummu

„Athiyyah dan keluarga, Sri Mulyanah beserta keluarga, dan tak lupa

kepada adik-adik tersayang penulis Ahmad Turtusi, Siti Khodijah, Muhammad Yusuf Iskandar yang kesemuanya selalu memberikan semangat kepada penulis selama menempuh studi di kampus ini. 7. Dan tak lupa ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada Siti Holilah

yang selalu mendukung, mensuport dan “menemani” penulis baik

dalam keadaan suka ataupun duka selama penulisan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman saya yang satu nasib satu perjuangan yang tangguh dan gagah berani di kelas Tafsir Hadis A ataupun B, terutama sahabat saya Soimuddin, Rizki Ediputratama, Rahmat Hidayatullah,

(5)

iii

Tomi Sutrisno, Sulaiman, Sugeng Sugiarto, Surna, Mujiburrohman, Jenal Muttaqin, Muhammad Malik dan teman-teman penulis yang telah sukses, Suryadi, Taufik (petong).

9. Dan teman-teman penulis satu permainan yang selalu mendukung dan memberi semangat dan penuh pengertian yaitu M. Sopyan Madoen, Aang Maulana el-Fanni.

Dengan rampung dan selesainya karya tulis ini, sangat menyadari bahwa masih terdapat kekurangan disana-sini dan jauh dari kesempurnaan, baik berkaitan dari segi penulisan susunan kalimat ataupun yang lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang yang membangun sangat penulis harapkan, dan semoga tulisan yang sangat sederhana ini ada manfaatnya bagi nusa, bangsa dan agama, dan lebih khusus bagi penulis sendiri. Dan denga harapan karya tulis yang sederhana ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin amin ya robbal ‘alamin.

Jakarta, 15 Maret 2011

Penulis

(6)

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

B Be

T Te

ث Ts te dan es

ج J Je

H h dengan garis bawah

خ Kh ka dan ha

د D da

Dz De dan zet

ر R Er

Z Zet

س S Es

ش Sy es dan ye

ص S es dengan garis bawah

ض D de dengan garis bawah

ط T te dengan garis bawah

ظ Z zet dengan garis bawah

ع „ koma terbalik keatas, menghadap ke kanan

Gh ge dan ha

ف F Ef

ق Q Ki

K Ka

ل L El

م M Em

ن N En

و W We

1

Pedoman ini disesuaikan dengan pedoman akademik fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006/2007, hal. 101 - 105

(7)

v

ـه H Ha

ء „ Apostrof

ي Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih aksaranya adalah sebai beeriku:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

___

___ a fathah

______ i kasrah

___

___ u dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي__َ__ ai a dan i

__َ __

و au a dan u

Vokal Panjang (Madd)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (Madd), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

اَــ â a dengan topi di atas

يــ î i dengan topi di atas

وـــ û u dengan topi di atas

(8)

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu alif dan lam, dialih aksarakan menjadi huruf /l/ , baik diikuti oleh huruf syamsyiah maupun qamariyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.

Syaddah (Tashdid)

Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kaata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya yang secaraa lisan berbunyi ad-daruurah, tidak ditulis “ad-darûrah”, melainkan “al-darûrah”, demikian seterusnya.

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan manjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Akan tetapi, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata benda (isim), maka huruf tersebutdialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

no Kata Arab Alih aksara

1 ي ط tarîqah

2 يماسإا م لا al-jâmî ah al-islâmiyyah

3 دوجولا ة حو wahdat al-wujûd

(9)

vii

Huruf Kapital

Meskipun dalam tulisan Arab huruf capital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf capital tersebut juga digunakan, dengan memiliki ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara lain yang menuliskan kalimat, huruf awal nama tempat nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli bukan Abû Hamid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA

KATA PENGANTAR ... i

TRANSLITERASI ... iv

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH A. Term Isti’anah dalam Al-Qur‟an ... 9

B. Antara Isti’anah dengan Istinshar ... 16

BAB III PERINTAH MEMOHON PERTOLONGAN A. Ibadah Sebelum Meminta Pertolongan ... 23

B. Meminta Pertolongan dengan Sabar dan Shalat ... 32

C. Allah Yang Maha Penolong ... 41

D. Praktek Isti’anah dalam Masyarakat ... 50

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 54

B. Saran-saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA

[image:10.595.112.522.82.685.2]
(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah adalah Tuhan semesta alam2 yang merajai hari pembalasan3, tiada Tuhan yang patut disembah kecuali rabbul ‘âlamîn. Dia juga pencipta langit berikut segala isinya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan4. Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Bijaksana, dan Yang Maha segala-galanya atas mahkhuk-Nya. Allah mempunyai sifat yang tidak dimiliki oleh makhluk-Nya, Allah menciptakan sesuatu yang tidak bisa diciptakan oleh manusia. Allah juga telah mengutus beberapa utusan untuk membimbing manusia di muka bumi ini yaitu seorang rasul dan para nabi berikut dengan kitab-kitab sucinya.

Muhammah saw adalah rasulullah yang membawa misi untuk disampaikan kepada umat manusia tanpa ada pengecualian sedikit pun. Beliau adalah manusia namun tidak seperti manusia biasa. Beliau hidup seperti layaknya manusia biasa namun beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain yang walaupun beliau seorang yang ummi5. Beliau yang sudah dijamin masuk surga namun tetap saja berdoa dan memohon ampun kepada Allah. Beliau adalah utusan Allah sekaligus penutup para nabi

2

Lihat Q.S al-Fatihah(1):2 3

Lihat Q.S. al-Fatihah(1):4 4

Lihat Q.S. al-Ikhlash(112):4 5

(12)

yang akan memberikan safaat kepada umat yang mengikuti ajaran-ajarannya. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi :



































Artinya : Mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. (Q.S. an-Nisa(4):165)

Al-Qur‟an adalah kitabullah yang diturunkan kepada manusia paling

sempurna yaitu Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril yang diturunkan pada malam yang mulia, yang diturunkan kurang lebih dua puluh tiga tahun lamanya, yang berisi tentang ajaran-ajaran mulia untuk disampaikan kepada seluruh makhluk dimuka bumi ini. Al-Qur‟an diturunkan pada bulan ramadhan yang penuh dengan keberkahan sebagai petunjuk bagi manusia6.

Al-Qur‟an yang membacanya merupakan sebuah ibadah dan tidak pernah

bosan manusia untuk selalu membacanya walaupun kalimatnya dari zaman ke zaman tidak pernah berubah sedikitpun7.

Al-Qur‟an secara harfiah adalah “bacaan sempurna” merupakan suatu

nama pilihan Allah yang sungguh tepat karena tidak ada satu bacaan pun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat menandingi Al-Qur’an Al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia.8

6

Lihat Q.S. al-Baqarah(2)185) 7

Al-Qur‟an sejak dini memadukan usaha dan pertolongan, akal dan kalbu, pikiran dan zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa kalbu menjadikan manusia seperti robot, pikir tanpa zikir menjadikan manusia seperti setan, iman tanpa ilmu sama dengan pelita ditangan bayi, sedang ilmu tanpa iman bagaikan pelita ditangan pencuri. (Lihat Wawasan al-Qur’an karya M. Quraish Shihhab, hlm.7

8

(13)

3

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang hidup dimuka bumi ini untuk menjalankan skenario yang dibuat oleh-Nya. Manusia yang dibekali akal dan hawa nafsu yang bisa menjadikan manusia seseorang yang mulia atau hina dihadapan-Nya. Kadang kala manusia suka lupa kepada siapa ia harus menyembah dan siapa yang telah menciptakannya. Manusia seringkali mengingkari akan Tuhannya padahal manusia diciptakan dari tanah.9

Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, yang mengajarkan kepada kebaikan kepada umatnya. Islam juga adalah agama yang membawa kedamaian. Islam mengajarkan kepada manusia bagaimana untuk saling menghormati kepada sesama manusia. Agama Islam adalah agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim di seluruh dunia, merupakan way of life yang menjamin kebahagiaan hidup pemeluknya di dunia dan di akhira.10 Islam juga adalah agama yang di rihoi oleh Allah. Sebagaimana firmannya.

















Artinya : “Sesungguhnya agama yang di ridhoi disisi Allah adalah agama

Islam”. (Q.S.Ali-Imran(3):19)

Islam mengajarkan kepada manusia untuk menyerahkan segala urusan hanya kepada Allah rabbul ‘aalamin. Karena hanya kepadanya manusia

9

Lihat Q.S. Shaad(38):71, Q.S. al-Mu‟minun(23):12, Q.S. al-Hijr(15):26 10

(14)

menyembah dan memohon pertolongan.11 Islam juga mempunyai kitab suci yang menjadi petunjuk bagi manusia yaitu Al-Qur’an Al- Karim.

Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia yang berisi berbagai ajaran

tentang kehidupan manusia, yang mengajarkan manusia bagaimana berinteraksi kepada Allah dan berinteraksi kepada sesama manusia yang disebut dengan hablum min Allah dan hablum min an-Nas. Al-Qur‟an adalah kitab yang universal, terbukti bahwa Al-Qur‟an tidak hanya mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana berinteraksi kepada manusia dan berinteraksi kepada Allah, melainkan Al-Qur‟an mencakup beberapa aspek

seperti ibadah, muamalah, siasah, hukum, waris, syari‟ah, akidah, akhlak.

Sebagai seorang manusia kita diperintahkan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya tidak boleh kita beribadah selain kepada Allah, karena itu akan mengakibatkan kekufuran. Sebagai seorang manusia haruslah patuh dengan apa yang diperintahkan dan yang dilarang-Nya. Setelah beribadah kita diperintahkan untuk memohon pertolongan hanya kepada-Nya bukan kepada selain-Nya.

Kita tentu pernah mendengar sebuah berita bahwa ada seorang anak yang mampu menyembuhkan orang sakit dengan mencelupkan batu kedalam air. Ponari orang memanggilnya ketika itu sebelumnya kita tidak pernah mendengar namanya ketika anak itu mampu menyembuhkan berbagai penyakit menggunakan batu yang dia miliki langsung membuatnya tenar. Banyak orang berbondong-bondong mendatangi rumahnya untuk khasiat dari

11

(15)

5

batu itu setelah dicelupkan kedalam air. Mereka menyakini bahwa penyakit mereka bisa sembuh setelah meminum air tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa mereka lebih meyakini batu tersebut daripada Allah. Pada kenyataannya hanya Allah yang harus mereka yakini bukan batu atau benda-benda lain yang dianggap sakti.

Dari pemaparan diatas bahwa di dalam Al-Qur‟an banyak sekali perintah yang harus dilakukan manusia, salah satu dari perintah-perintah tersebut adalah perintah-perintah memohon pertolongan hanya kepada Allah yang akan penulis teliti lebih jauh lagi dalam bentuk penelitian skripsi yang berjudul Isti’anah dalam Al-Qur’an (Analisis terhadap Q.S. al -Fatihah(01):05, Q.S. Baqarah(02):45 & 153, Q.S. Yusuf(12):18,Q.S.

al-Anbiya(21):112)

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Sebagaimana penulis telah paparkan pada latar belakang masalah, bahwa kata isti’anah banyak sekali dalam al-Qur‟an dan dalam fenomena Ponari tersebut orang berbondong-bondong mendatangi rumah Ponari untuk meminta kesembuhan dari penyakit dengan meminum air yang telah dicelupkan dengan batu. Maka dari itu penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:

(16)

c. Bagaimana al-Qur‟an menanggapi terhadap fenomena masyarakat yang berbondong-bondong meminta kesembuhan kepada Ponari dengan meminum air yang sudah dicelupkan dengan batu yang dianggap sakti. 2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan judul diatas dan banyaknya ayat-ayat yang membicarakan tentang isti’anah, maka penulis perlu membatasi permasalah diatas pada Q.S al-Fatihah(01):5, Q,S. Al-Baqarah(02):45 & 153, Q.S. Yusuf(12):18, dan Q.S. al-Anbiya(21):112.

3. Perumusan Masalah

Setelah membatasi permasalah sebagaimana yang telah penulis sebutkan diatas, dalam rangka untuk memudahkan pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis perlu untuk merumuskan masalah yang menjadi tema pokok dalam skripsi ini dalam bentuk sebuah pertanyaan Bagaimana Perspektif Al-Qur’an tentang Isti’anah dan Prakteknya dalam Masyarakat.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah diatas, dapat diketahui bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana pandangan al-Qur‟an terhadap Isti’anah b. Untuk menambah khazanah pemikiran islam, khususnya mengenai

(17)

7

c. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ushuluddin (S.Ud) pada jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Skripsi ini disusun menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai macam literatur yang relevan (data primer) dengan pokok masalah. Sumber primer terdiri dari kitab-kitab tafsir antara lain : Kitab Tafsir As-Sya‟rawi, Kitab Tafsir Al-Qur‟anul Azhim, dan kitab-kitab tafsir lainnya.

Kemudian buku-buku yang menjadi data skunder penulis mengambil buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan judul skripsi ini. 2. Metode Pembahasan

Metode pembahasan dalam skripsi ini adalah deskriptif analisis, yaitu menyajikan data-data yang ada baik data primer maupun data skunder, kemudian dianalisis secara proporsional. Sehingga akan nampak jelas jawaban atas persoanal yang berhubungan dengan pokok masalahnya. Setelah melakukan analisa, kemudian penulis memberikan kesimpulan mengenai hasil analisa yang dilakukan.

3. Teknik penulisan

Pada teknik penulisan skripsi ini penulis mengacu pada buku

(18)

Hamid Nasuhi, et.al yang diterbitkan oleh CeQDA Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2006.

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini penulis membagi pembahasan menjadi beberapa bab yang terdiri dari sub bab, yaitu :

Bab I merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II yaitu gambaran umum tentang Isti’anah yang meliputi pengertian term Isti’anah dalam Al-Qur‟an, dan antara Isti’anah dengan Istinshar.

Bab III membahas tentang kajian ayat-ayat Istia’anah, yang meliputi ayat dan terjemah berikut tafsiranya, munasabah dan berikut uraian tafsirnya, pendapat mufassir tentang ayat-ayat Isti’anah dan analisa terhadap ayat-ayat Isti’anah dan prakteknya dalam masyarakat

(19)

1

[image:19.595.117.526.75.449.2]

BAB II

GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH

A. Term Isti’anah Dalam Al-Qur’an

Term isti’anah sebenarnya tidak disebutkan secara langsung dalam

Al-Qur‟an. Tetapi, kata jadian darinya yang memunculkan istilah tersebut banyak

ditemukan dalam al-Qur‟an. Isti’anah artinya meminta pertolongan atau bantuan Tuhan. Kata isti’anah berasal dari Q.S. al-Fatihah(1):5 Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’in, yang artinya hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan.12

Kata isti’anah dalam kamus bahasa arab indonesia memiliki arti permintaan bantuan atau pertolongan. Dalam kamus Al-Qur‟an kata isti’anah memiliki arti meminta bantuan, pertolongan dan pendukung.13

Kata isti’anah berasal dari kata

نوع

yang artinya membantu14, dan

نّوع

yang artinya membantu, menolong, membebaskan,15

موقلا

نواعت

artinya

tolong menolong, kerja sama, gotong royong.16 Jadi kata

ناعتساا

yang berasal dari kata

نوع

mempunyai arti permintaan bantuan, pertolongan. Dalam bentuk isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja ista’ana-yasta’inu-isti’anan

12

Ahsin. W al-Hafidz, Kamus Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Amzah, 2006) h.126 cet.II 13

Budi Santoso. Kamus al-Qur’an (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008) h.3 cet.I 14

Al-Imam al-„Alamah Abi al-Fadhl Jamaluddin Muhammad bin Mukrim bin Mandzur al-Afriqi al-Misr, Lisanul Arab. (Beirut: Dar Shaadir) h.298

15

Ahmad Warson Munawir, al-Munawwir. (Surabaya: Pustaka Progresif,1997) h.988 16

Ahmad Warson Munawir. Al-Munawwir h.988

(20)

yang berarti yang meminta pertolongan dan musta‟an berarti dimohonkan

pertolongannya.17

Dalam beristi’anah atau memohon pertolongan berarti kita tidak dapat atau terhalang, atau sulit meraih apa yang kita mohonkan itu oleh satu dan lain sebab kecuali bila dibantu. Dalam Tafsir al-Misbah dikemukakan bahwa bantuan adalah sesuatu yang dapat mempermudah melakukan sesuatu yang sulit diraih oleh yang memintanya, yaitu dengan jalan mempersiapkan sarana pencapaiannya, seperti meminjamkan alat yang dibutuhkan, atau partisipasi dalam aktivitas, baik dalam bentuk tenaga atau fikiran, nasihat atau harta benda.18

Permohonan bantuan kepada Allah adalah permohonan agar Dia mempermudah apa yang tidak mampu dirai oleh orang yang bermohon dengan upaya sendiri.

Dari penjelasan diatas bahwa permohonan bantuan itu bukan berarti berlepas tangan sama sekali, akan tetapi kita masih dituntut untuk berperan, sedikit atau banyak sesuai dengan kondisi yang dihadapi.

Muhammad Syaltuth mengemukakan dalam tafsirnya bahwa isti’anah adalah meminta pertolongan sesudah melakukan usaha sekuat kemampuan. Orang yang berakal sehat tidak akan meminta pertolongan melainkan kepada yang mampu memberikan pertolongan, tidak ada yang mampu memberikan pertolongan kecuali Allah Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya menyeluruh, tidak dapat dilemahkan oleh apapun. Dia yang menciptakan sebab, Dia pula

17

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Tahun 2004. h.388 18

(21)

11

yang menyingkirkan halangan, dan dia yang memberi, menghendaki serta menolak.19

Isti’anah adalah bagian dari ibadah. Karena itu tidak dibolehkan beristi’anah selain kepada Allah. Tidaklah mungkin mengharapkan isti’anah yang mutlak, yang meliputi segala sesuatu yang menyeluruh, melainkan hanya kepada Allah semata.20

Sebagaimana firman Allah swt.











































Artinya : Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu. Maka Serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka mmperkenankan permintaanmu, jika kamu memang orang-orang yang benar. (Q.S Al-A‟raf (7):194)

Selanjutnya





































Artinya : Dan berhala-berhala yang kamu seru selain Allah tidaklah sanggup menolongmu, bahkan tidak dapat menolong dirinya sendiri. (Q.S Al-A‟raf (7):197)

19

Muhammad Syaltuth. Tafsir al-Qur’anul Karim. Terj. Drs. Herry Noer Ali (Bandung: Dipenogoro, 1990) h.64 jilid.1

20

(22)

Istilah ibadah sudah sangat populer di kalangan kita. Ibadah ini adalah bentuk penghambaan kepada Allah. Dalam Islam prinsip utama dalam beribadah adalah tauhid, jika terdapat syirik di dalam ibadah meskipun kecil maka ibadahnya akan tertolak dan batal. Tidak ada tawar menawar di dalam beribadah. Ketauhidan dan keikhlasan dalam beribadah adalah suatu yang pokok dan mutlak. Tauhid yang dimaksudkan di sini adalah kesadaran diri seorang hamba, bahwa apa yang ada pada dirinya bukan apa-apa karena semuanya bersumber dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Atau dengan pernyataan lain semua yang ada pada dirinya adalah milik Allah swt. 21

Makna ibadah yang sangat luas dalam islam mencakup empat hubungan yang berbeda baik antara manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia dengan dirinya dan manusia dengan lingkungan alam sekitar. Masing-masing dari hubungan tersebut terdapat dua macam. Hubungan manusia dengan Tuhannya diwujudkan dengan,

Melaksanakan perintah-perintah-Nya dan manjauhi

larangan-larangan-Nya”. Hubungan manusia dengan dirinya dapar diterjemahkan dengan

pemenuhan hak diri, makan minum jangan berlebihan, menjaga diri dari kebinasanaa. Adapun hubungan sesama manusia dapat diwujudkan dalam bentuk tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa serta saling menjaga dari permusuhan dan dosa. Sedangkan hubungan manusia dengan alam dapat ditempuh dengan intifa‟, yaitu mengambil manfaat dari alam untuk kesejahteraan hidup dan tidak iththirar yaitu tidak menjadikan alam sebagai

21

Umay M. Dja‟far Shiddieq, Pembuka Gerbang al-Qur’an Tafsir al-Fatihah dan Awal

(23)

13

musuh yang membinasakan, dengan ishlah yaitu menjadikan alam sebagai harmoni, kedamaian dan tidak fasad atau berbuat kerusakan.22

Secara tekstual term isti’anah dalam Al-Qur‟an terdapat pada 7 ayat dalam 5 tempat. Dua diantaranya dalam satu surat. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kata isti’anah terambil dari

ناع

atau نوع yang memiliki arti pertolongan. Al-Qur‟an menyebutkan kata isti’anah pada beberapa bentuk.

Pertama, dalam bentuk fi’il amr (kata kerja perintah) yang terdapat pada tiga tempat yaitu Q.S. Baqarah (2) ayat 45 dan ayat 153, dan Q.S.

al-A‟raf: 128. Yang dimaksud kata kerja perintah disini adalah perintah dari Dzat

yang tinggi yaitu Allah kepada Dzat yang paling rendah yaitu manusia bukan sebaliknya perintah dari yang rendah ke yang tinggi derajatnya.

Kedua, dalam bentuk fi’il mudhori yaitu kata kerja yang menunjukkan masa sekarang dan yang akan datang. Yang hanya terdapat pada satu tempat yaitu Q.S. al-Fatihah (1):5. nasta’in yang berarti Kami memohon pertolongan. Berarti dalam kata nasta’in yang dalam bentuk fi’il mudhori mengindikasikan bahwa mulai sekarang sampai hinga waktu yang tidak bisa ditentukan untuk selalu beristi’anah memohon pertolongan hanya kepada Allah bukan kepada selain Allah.

Ketiga, dalam bentuk isim maf’ul yaitu musta’an dari kata kerja ista’ana-yasta’inu-isti’anan yang berarti minta pertolongan dan musta‟an

22Umay M. Dja‟far Shiddieq,

(24)

berarti dimohonkan pertolongannya.23 Kata tersebut di dalam Al-Qur‟an terdapat pada dua tempat yaitu Q.S. Yusuf:18 dan Q.S al-Anbiya:112.

Dalam Al-Qur‟an kata Isti’anah selau digandengkan dengan ibadah bahkan kata ibadah pun mengawali kata isti’anah itu sendiri. Penggandengan kedua kata tersebut tidak dapat dipisahkan karena ibadah dan isti’anah merupakan satu kesatuan yang utuh. Isti’anah tidak bisa berdiri sendiri tanpa ibadah.

Ibnu QayyimAl-Jauziyyah memaparkan dalam kitab tafsrinya bahwa Isti’anah merupakan bagian dari ibadah tanpa ada pembalikan. Isti’anah merupakan permohonan dari Allah dan ibadah merupakan tuntutan bagi Allah. Ibadah tidak terjadi kecuali dari orang yang mukhlis. Sementara Isti’anah bisa berasal dari orang yang mukhlis dan tidak mukhlis.24

Nabi Muhammad Saw adalah contoh tertinggi dalam ibadah dan beliau telah merealisasikan bentuk ibadah yang diinginkan dan dicintai Allah. Allah mengiringi ibadah yang ikhlas dengan minta tolong kepada-Nya. Ia berkata

“Kami tidak menyembah selain-Mu.” Ketika manusia meminta bantuan

kepada selain Allah, berarti ia telah meminta bantuan kepada Dzat yang memiliki kemampuan terbatas. Dengan meminta bantuan kepada Allah manusia telah terbebas dari kehinaan dunia, dan memiliki kekuasan tanpa batas.25

23

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya. h.388 24

Ibnu Qayyim. Tafsir Ayat-ayat pilihan (Jakarta: Darul Falah, 2000) h.72 cet.2 25 Syaikh Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi

(25)

15

Dalam kaitannya dengan memohon pertolongan kepada Allah haruslah didahului dengan ibadah atau melakukan segala perintah dan menjauhi segala larangannya dan mengesakan bahwa hanya Allah yang patut disembah dan dimintai pertolongan. Hal ini berkaitan dengan tauhid rububiyyah, yaitu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan langit dan bumi, pencipta semua makhluk dan penguasa seluruh alam. Tidak ada sekutu dalam kekuasaann-Nya dan tidak ada hakim dalam hukum-hukum-Nya selain Dia.26 Tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan dalam beribadah, patuh dan taat secara mutlak kepada-Nya. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah dan tidak pula menyekutukan-Nya.27

Dalam tauhid rububiyyah kita meyakini bahwa Allah yang menciptakan segala makhluk. Allah berfirman:

























Artinya : Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu.... (Q.S. az-Zumar(39):62).

Dia juga Tuhan maha pemberi rejeki bagi semua makhluk di muka bumi. Senada dengan firmannya:















Artinya : Dan tidak ada suatu binatang melata28 pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya... (Q.S. Huud(11):6)

26

Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan (Surabaya: Pustaka Progresif,1992) h.35 cet.1

27

Yusuf al-Qardhawi. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan h.37 cet.1 28

(26)

Kemudian tauhid uluhiyyah yaitu mengesakan Allah sebagai Tuhan, menyembahnya dalam beribadah dan tidak menyekutukannya. Tauhid uluhiyyah ini adalah inti dakwah para rasul, mulai rasul yang pertama hingga yang terakhir yaitu Muhammad saw29.

Allah berfirman:































Artinya : Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut30 itu"... (Q.S. an-Nahl(16):36).

B. Antara Isti’anah dan Istinshar

Istilah untuk pertolongan di dalam Al-Qur‟an ada dua yaitu: pertama, al-maunah dan memohonnya disebut isti’anah. Maunah ini diberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki tanpa dibeda-bedakan apakah dia orang yang baik atau orang yang jahat. Hal ini berkaitan dengan urusan duniawi semata.

Kedua, an-nashr dan memohonnya disebut istinshar.31 Istilah istinshar berasal dari kata

رصن

yang artinya membatu, ا

ناف

ها

رصن

“Allah

memberikan kemenang kepada si pulan”,

اورصانت

“Mereka tolong menolong,

راصنتنا “Menang, mengalahkan musuh”,

راصنتنا

-

رصن

“Pertolongan,

kemenangan”.32

Jadi kata tersebut memiliki banyak arti ketika menjadi suatu

29

Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan. Kitab Tauhid (Yogyakarta: UII,2001) h.53 30

Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t. 31Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an

. h.82 32

(27)

17

kalimat bisa berarti “membantu, pertolongan, kemenangan”. Pertolongan

Allah yang menggunakan istilah an-nashr muncul di dalam Surat An-Nashr.















Artinya : Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (Q.S.an-Nashr(110):1)

Hal tersebut merupakan pertolongan kepada orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang salah satunya adalah sabar. Dalam sejarah, ketika pada hari Jum‟at tanggal 17 Ramadhan, Rasulullah saw, dan pasukan muslimin menghadang pasukan kafir Makkah yang bermaksud menyerang kota Madinah. Pasukan ini tidak menunggu musuh sampai di kota Madinah, akan tetapi dihadang di suatu tempat yang bernama Badar. Peperangan terjadi dan karena berlangsung di Badar maka dalam sejarah disebut perang Badar. Dalam Al-Qur‟an disebutkan: “Allah telah menolong kamu di Badar”.33

Badar merupakan bukit, jadi jauh sebelum sampai rombongan musuh sudah kelihatan dengan berkendaraan kuda dengan pasukan panahnya dan pasukan penombak, pasukan mereka 1000 orang, sedangkan Rasulullah saw, memimpin pasukannya yang hanya berjumlah 313 orang itu pun bukan tentara semua. Perlu diketahui bahwa perang Badar terjadi pada puasa yang pertama dan pada musim panas yang luar biasa. Pasukan muslim hanya menggunakan senjata seadanya dan jumlah sedikit. Mereka yang ikut berperang juga bukan orang yang terlatih sebagai tentara. Rasulullah saw, saat itu juga amat

33Umay M. Dja‟far Shiddieq.

(28)

khawatir dengan keadaan tersebut. Beliau melihat pasukan musuh begitu besar dan para sahabatnya pun terlihat jelas dari rona wajah dan sorot mata mereka ada kecemasan, maka rasulullah saw, berkata kepada para sahabat, “Tenang saja Allah pasti akan menolong kita dengan riabuan Malaikat yang akan diturunkan”.34 Lalu Allah menurunkan ayat, “Benar, jika kamu bersabar dan bertakwa lalu mereka menyerang kamu dengan tiba-tiba, maka Tuhan kamu akan membantu kamu dengan lima ribu malaikat yang diberi tanda.” (Q.S.Ali Imran:125).

Semula, Nabi saw. menjanjikan kepada para sahabat hanya dengan 3000 Malaikat, akan tetapi oleh Allah dikirim 5000 Malaikat dan kejadiannya spektakuler. 5000 Malaikat yang diutus oleh Allah itu kelihatan oleh musuh, akan tetapi para sahabat tidak melihatnya. Ketika melepaskan satu anak panah, musuh yang mati bisa langsung lima orang sekaligus. Ini yang membuat porak poranda pasukan musuh. Itulah kemenangan perang Badar dengan pertolongan Allah. Pertolongan jenis ini disebut nashr. Sesudahnya diberikan lagi oleh Allah ketika Makkah jatuh ke tangan kaum muslimin tanpa setets darah pun tercecer.35

Jadi isti’anah dan istinshar merupakan pertolongan dalam bentuk ma’unah atau inayah berdoa dan bekerja. Salah satu dari bentuk ma’unah itu diberikan lewat doa, berdoa berarti permohonan dari bawah ke atas, dari yang

34Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an . h.83 35Umay M. Dja‟far Shiddieq.

(29)

19

kecil kepada yang besar, dari yang lemah kepada yang kuat, dari yang miskin kepada yang maha kaya, itulah hamba kepada Allah36

Dalam kaitannya dengan isti’anah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengelompokkan manusia menjadi empat bagian. Dia berkata:

Manusia dalam kaitannya dengan dua perkara pokok yaitu isti’anah dan ibadah (doa dan memohon pertolongan) terbagi menjadi empat kelompok,37 yaitu:

Yang pertama, ahli ibadah (kelompok yang tertinggi dan paling utama). Kelompok ini memohon pertolongan kepada Allah atas ibadahnya itu, beribadah kepada Allah menjadi keinginan mereka yang paling utama, dan mereka memohon kepada Allah agar diberi keteguhan serta bimbingan untuk melaksanakannya. Oleh karena itu, hal yang paling utama diminta kepada Allah swt adalah ditolong untuk meraih keridhaan-Nya38. Itulah yang diajarkan Nabi saw kepada orang yang dicintainya, Mu‟adz bin Jabal Ra mengatakan bahwa beliau bersabda:

“Wahai Mu‟adz, demi Allah, aku sangat mencintaimu. Jadi janganlah engkau lupa untuk membaca doa ini pada setiap selesai shalat, “Ya Allah tolonglah aku dalam mengingat-Mu dan bersyukur Mu serta beribadah kepada-Mu dengan baik.” (HR. Abu Daud dan Nasai dengan sanad shahih).

Jadi, doa yang paling bermanfaat ialah memohon pertolongan untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Sedangkan pemberian yang paling afdhal adalah nikmat yang Allah berikan terhadap sesuatu yang dimintai.

36Umay M. Dja‟far Shiddieq. Pembuka Gerbang al-Qur’an. h.84 37

Hani Kisyk. Menyelami Makna Iyyaaka nasta’iin. (Jakarta: Cendikia. 2006) h.67 38

(30)

Kedua, orang yang berpaling dari beribadah kepada-Nya dan tidak memohon pertolongan kepada-Nya. Jika salah seorang dari mereka beribadah kepada-Nya dan memohon pertolongan-Nya, maka itu dilakukan atas dasar kepentingan dan syahwatnya (keinginan duniawinya), bukan untuk meraih keridhaan-Nya serta menjalankan hak-hak-Nya. Sesungguhnya Allah swt dimintai oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi39, dimintai pula oleh para wali serta musuh-musuhnya, dan ia memberikannya kepada kelompok yang ini dan kelompok yang itu.

































Artinya: “Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.” (Q.S. al-Israa(17):20)

Demikianlah keadaan setiap orang yang memohon pertolongan kepada Allah pada suatu perkara dan meminta hal itu kepada-Nya, namun bukan untuk membantunya dalam rangka menaati-Nya. Jadilah hal itu sebagai perkara yang menjauhkannya dari keridhaan-Nya dan memutuskannya dari-Nya.

Ketiga, orang-orang yang memiliki nilai ibadah namun tidak isti’anah atau tidak memohon pertolongan. Di antara mereka adalah orang yang rajin melakukan ibadah dan mengamalkan wirid, tetapi dalam hal tawakal dan memohon pertolongan mereka masih tergolongan kurang. Hati mereka tidak menjangkau luas untuk mengaitkan sebab-sebab dengan kesanggupan dan

39 Disebutkan dalam firman Allah swt, “

(31)

21

meleburnya untuk itu serta melaksanakan sebab-sebab itu dengan kesanggupan40.

Jadi, mereka tidak memberdayakan kekuatan penglihatan dari sekadar sebagai sesuatu yang bergerak menjadi penggerak, dari sebab menjadi yang menyebabkan, dan dari alat menjadi pelaku, sehingga keinginan mereka menjadi lemah dan cinta-cinta mereka menjadi pendek. Dengan demikian, bagian yang mereka peroleh dari iyyak nasta’iin menjadi sedikit. Mereka tidak merasakan rasa atau dzuaq beribadah dan beristi’anah, meskipun mereka telah mendapatkan rasanya dengan mengamalkan wirid dan tugas-tugas.

Dan yang keempat, orang-orang yang menyaksikan kemahaesaan Allah dalam mendatangkan manfaat dan bahaya, dan bahwa semua yang Dia kehendaki akan terjadi, sedangkan semua yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Tetapi ia tidak berjalan sesuai dengan hal yang dicintai Allah dan diridhai-Nya. Jadi, mereka bertawakal kepadanya dan memohon pertolongaan dengan-Nya untuk memenuhi keinginan duniawinya dan inters-inters pribadinya. Ia memintanya kepada Allah, lalu permintaannya itu diberikan dan ditolong dengannya, baik berupa harta, jabatan, kehormatan di kalangan manusia, keadan-keadaan berupa kasyaf atau dibukakan tabir ghaib, pengaruh, kekuatan, maupun kekuasaan. Tetapi ia tidak mendapat ganjaran pahal.41

40

Hani Kisyk. Menyelami makna iyyaka nasta’iin. h.71 41

(32)

















































(33)

1

BAB III

PERINTAH MEMOHON PERTOLONGAN

A. Ibadah sebelum Meminta pertolongan

Dalam kehidupan kita sehari-hari ada kewajiban dan ada hak. Baik kewajiban kita kepada orang tua, kewajiban kita kepada negara maupun kewajiban kita kepada agama dan kepata Tuhan Yang Maha Esa. Kadang kita terlalu mendahulukan hak kita dari pada kewajiban kita.

Dalam al-Qur‟an pun telah diterangkan bahwa ada kewajiban dan ada hak. Kewajiban seorang muslim kepada muslim lainnya. Kewajiban muslim kepada agamanya. Kewajiban muslim kepada Tuhannya yang telah menciptakan alam ini beserta segala isinya. Islam juga menjelaskan kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya dan mendahulukan kewajiban dari pada hak. Sebagai mana Allah berfirman dalam surat al-Fatihah ayat 5 yang berbunyi:













Artinya : Hanya Engkaulah yang kami sembah42, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan43.(Q.S. al-Fatihah(1):5)

42

Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, Karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.

43

Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri

(34)

Dalam surat ini al-Qur‟an memerintahkan kepada kita untuk mendahulukan kewajiban kita kepada Allah dengan menjalankan yang diperintahkan dan menjauhi semua yang dilarang. Kewajiban ini disebut dengan ibadah. Pengertian ibadah pun mencakup luas yaitu melakukan sesuatu perbuatan yang bernilai ibadah dan membawa keberkahan.

Ibadah, berarti tunduk tidak terhingga kepada kebenaran yang tidak terbatas.44 Dalam beribadah kepada Allah kita tidak hanya melakukan ritual-ritual saja akan tetapi tunduk dan patuh dengan apa yang diperintah dan yang dilarang. Karena Allah yang mempunyai hak mutlak menetapkan bentuk-bentuk ibadah

Pada surat al-Fatihah ini ada dua kalimat yang disebut kewajiban dan

hak. Yaitu kata “na’budu”dan kata “nasta’in” yang artinya kami beribadah

dan kami meminta.

Secara etimologi atau bahasa, redaksi kalimat “Iyyaka na’budu wa

iyyaka nasta’in” dengan maf’ul atau objek yang disebutkan terlebih dahulu daripada fi’il (kata kerja) dan fa’il (subjek) biasa disebut dengan istilah takhshish, sebuah redaksi kalimat yang menunjukkan sebuah pengkhususan.45

Ada sedikit perbedaan makna antara kalimat “na’buduka” dengan

kalimat “iyyaka na’budu”. Kalimat “na’buduka” mengandung arti, “Kami

menyembah kepada-Mu”. Dengan didahulukannya maf’ul bih (objek), yaitu

kalimat “iyyaka” dari fi’il dan fa’il-nya, yaitu kalimat “na’budu”, maka

kalimat “iyyaka na’budu” memiliki penekanan makna yang sedikit berbeda.

44

Muhammad Syaltut. Tafsir al-Qur’an al-Karim. h.64 45

(35)

25

Arti kalimat tersebut tidak lagi “Kami beribadah kepada-Mu” tetapi menjadi

Hanya kepada-Mu kami menyembah”.46

Dengan demikian, “iyyaka na’budu”, merupakan sebuah pernyataan

yang mengandung makna pengkhususan ibadah hanya kepada-Nya. Tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia47. Disebutkan dalam al-Qur‟an,









































Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah,

tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka mahasuci Allah yang

mempunyai „Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (Q.S. al

-Anbiya(21):22)

Kata “Na’budu” pada ayat ini di dahulukan menyebutkannya dari

“Nasta‟iin”, karena menyembah Allah itu adalah suatu kewajibabn manusia

terhadap Tuhannya.48 pertolongan dari Tuhan kepada seorang hamba-Nya adalah hak hamba. Maka disini seakan-akan Tuhan mengajarkan kita supaya menunaikan kewajiban lebih dahulu, sebelum kita menuntut hak.

Kata “Na’budu” dan kata “Nasta’iinu” (Kami menyembah, Kami

meminta pertolongan), bukan “a’budu” dan “asta’iinu” (Saya menyembah,

Saya meminta pertolongan) adalah untuk memperlihatkan kelemahan manusia, dan tidak selayaknya mengemukakan dirinya seorang saja dalam menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah, seakan-akan penunaian kewajiban menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah itu belum

46

Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.154 47

Muhammad Mutawally as-Sya‟rawi. Tafsir Surah al-Fatihah. h.156 48

(36)

sempurna, hanya kalau di kerjakan bersama-sama.49 Allang menginginkan ketika kita menyembah atau meminta kita harus bersama-sama atau berjamaah.

Penggunaan bentuk jamak pada kata “Hanya kepada-Mu kami

menyembah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan”. Kata kami atau kekamian dan kebersamaan yang digunakan oleh ayat ini mengandung beberapa pesan.50

Pertama, untuk menggambarkan bahwa ciri khas ajaran agama Islam adalah seseorang muslim harus selalu merasa bersama orang lain, tidak sendirian, atau dengan kata lain setiap muslim harus memiliki kesadaran sosial. Nabi bersabda: “Hendaklah kamu selalu bersama sama (bersama

jamaah) karena serigala hanya menerkam domba yang sendirian”.51

Keakuan seorang muslim harus lebur secara konseptual bersama aku-aku yang lain. Sehingga setiap muslim menjadi seperti yang di gambarkan oleh Nabi “Bagaikan satu jasad yang merasakan keluhan, bila satu organ merasakan penderitaan.52

Kesadaran akan kebersamaan ini tidak terbatas hanya antara sesama manusia atau bangsa, tetapi mencakup seluruh manusia. Kesadaran tersebut ditanamkan dalam diri setiap pribadi, atas dasar prinsip bahwa Semua manusia

adalah satu kesatuan, “Semua kamu berasal dari Adam sedang adam

diciptakan dari tanah.

49

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya. h. 25 50

M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55 51

M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h. 55 52

(37)

27

Rasa inilah yang menghasilkan “Kemanusian yang adil dan beradab”.

Sehingga pada akhirnya, sebagaimana dikatakan oleh sementara ahli,

“seseorang yang diperkaya dengan kesadaran menyangkut keterikatannya

dengan sesamanya, tidak akan merasakan apa pun kecuali derita umat manusia, serta tidak akan berupaya kecuali mewujudkan kesejahteraan manusia. Ia akan berkawan dengan sahabat manusia, seperti pengetahuan, kesehatan, kemerdekaan, keadilan, keramahan dan dia akan berseteru dengan musuh manusia, seperti kebodohan, penyakit, kemiskinan, prasangka, dan sebagainya.

Kedua, yang dikandung oleh penggunaan kata “Kami” dalam ayat

“Hanya kepada-Mu kami mengabdi” diatas, berkaitan dengan bentuk ibadah

yang seharusnya dilakukan oleh setiap muslim, yaitu hendaklah ibadah harus dilakukan secara bersama, jangan sendiri-sendiri.53

Dalam Tafsir Departemen Agama RI surat al-Fatihah mengandung ayat munajat atau berbiaca dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan. Maka hal ini merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap

raka‟at dalam shalat. Karena jiwanya ialah munajat dengan menghadapkan

diri dan memusatkan ingatan kepada Allah.54 Jika kita melakukannya sendiri-sendiri, maka kekurangan yang kita lakukan langsung disoroti dan kita sendiri yang akan mempertanggung jawabkannya. Tetapi, jika kita melakukannya secara bersama-sama maka orang lain yang bersama kita akan dapat menutupi kekurangan ibadah kita. Bukankah jika kita shalat berjamaah dan terlambat

53

M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah. h.56 54

(38)

mengikutinya, sehingga tidak dapat membaca surat al-Fatihah, maka bacaan imam menutupi kekurangan itu. Bukankah jika membeli buah hanya sebiji, kita akan menelitinya dengan seksama, sehingga jika ada kekurangannya biar sedikitpun kita akan membatalkan pembelian atau meminta gantinya. Tetapi jika kita membeli sekilo atau dalam jumlah yang banyak, maka ketelitian memeriksanya tidak secermat membeli sebuah, kekurangan yang kita temukan pada satu atau dua buah dapat kita biarkan, karena sudah cukup banyak yang lainnya yang baik dari kumpulan buah yang kita beli. Ini bukan berarti ketelitian Allah berkurang. Dia tetap mengetahui kekurangan masing-masing, hanya saja dia mentoleransi kekurangan itu. Karena rahmat dan kasih sayang-Nya serta kecintaan-sayang-Nya kepada kebersamaan. Dengan berjamaah, jika bermohon kiranya kekeliruan kita dimaafkan karena adanya hal-hal yang sempurna yang dilakukan oleh mereka yang bersama kita.

Ibadah secara istilah adalah semua perkataan, perbuatan dan pikiran yang bertujuan untuk mencari ridha Allah.55 Dalam beribadah kepada Allah kita harus selalu melakukan yang diridhai Allah dan melakukan hal-hal yang membuat Allah ridha terhadap apa yang kita lakukan.

Imam Mutawally Sya‟rawi menegaskan dalam tafsirnya bahwa pada surat al-Fatihah ayat 5 ada dua bentuk penglihatan. Pertama, penglihatan mata dan kedua penglihatan iman atau hati.56 Penglihatan mata terjadi atas hal-hal yang dapat ditangkap oleh mata, kita tidak pelu mengatakan “saya percaya

karena saya melihat”. Penglihatan mata tidak perlu diyakini dan dipercayai,

55

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya h. 25 56Muhammad Mutawally Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi

(39)

29

karena sudah pasti tapi penglihatan iman membutuhkan keyakinan karena kita melihat sesuatu yang ghaib. Penglihatan seperti ini lebih diyakini kebenarannya daripada penglihatan mata. Karena penglihatan hati berdasarkan iman dan mata hati.

Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu menyembah Allah seakan

-akan kamu melihat-Nya dan apabila kamu tidak melihat-Nya maka yakinlah

bahwa Dia melihatmu.”

Hadis ini merupakan keterangan penglihatan iman pada diri mukmin. Ketika manusia mengaku telah beriman, maka ia harus melihat setiap problem dengan kaca mata iman. Ketika membaca ayat-ayat surga, ia seolah-olah sedang mendapat nikmat, ketika membaca ayat-ayat tentang ahli neraka maka bergetarlah tubuhnya, seolah-olah ia melihat siksa api neraka.

Kaum sufi menjelaskan bahwa ada perbedaan antara ibadah (pengabdian dan ubudiyah) penghambaan diri kepada Allah. Ibadah adalah melakukan hal-hal yang meridhakan Allah, sedangkan ubudiyah adalah meridhai apa yang dilakukan Allah swt.57 Dengan demikian penghambaan diri kepada Allah lebih tinggi tingkatannya dari pada ibadah. Ibnu Sina membagi motivasi ibadah menjadi tiga tingkatan. Pertama dan yang terendah, adalah karena takut akan siksaan-Nya. Motivasi yang demikian diibaratkan dengan seorang hamba yang melakukan aktivitas karena dorongan takut dan bila merasa dilihat tuannya. Kedua, adalah karena mengharapkan surga yang diibaratkan seorang pedagang yang tidak melakukan jual beli kecuali guna

57

(40)

meraih keuntungnan. Dan yang ketiga, karena doronga cinta, bagaikan ibu terhadap bayinya, inilah yang dinamakan ubudiyyah.58

Syaikh asy-Syanqithi menjelaskan dalam kitab tafsir Adhwa al-Bayan fi Idhah al-Qur’an bi al-Qur’an dalam ayat 5 surat al-Fatihah terdapat dua makna yang pertama makna nafi atau peniadaan dan yang kedua adalah makna isbath atau penetapan59. Makna nafi atau peniadaan adalah menghilangkan semua jenis penghambaan kepada selain Allah dalam melakukan segala bentuk ibadah. Sebagaimana firman Allah.























Artinya : ...Karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah60, padahal kamu Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah(2):22)

Selanjutnya































Artinya : Dan sungguhnya Kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut61 itu"... (Q.S. an-Nahl(16):36)

Pada ayat ini Allah telah menegaskan makna isbat atau makna penetapan dengan firman-Nya: (sembahlah Allah), lalu Dia menegaskan

58

M. Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah h.51 59

Abu Zahwa. Tafsir Surat al-Fatihah Menurut 10 Ulama Besar Dunia (Jakarta:Pustaka Azzam,2010) h.581

60

Ialah segala sesuatu yang disembah di samping menyembah Allah seperti berhala-berhala, dewa-dewa, dan sebagainya

61

(41)

31

makna nafi atau makna peniadaan dari kalimat tersebut dengan firman-Nya: (dan jauhilah thaghut).

Yang kedua makna isbat atau makna penetapan adalah menjadikan Tuhan langit dan bumi sebagai satu-satunya Dzat yang menjadi tujuan semua ibadah.62 Allah lalu mengisyaratkan makna isbat atau makna penetapan dari kalimat lailahaillallah dalam firman-Nya: (kami menyembah). Allah telah menjelaskan secara rinci tentang makna yang terkandung dalam lafaz tersebut pada ayat-ayat lain, diantaranya:

































Artinya : Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu ... (Q.S. al-Baqarah(02):21)

Selanjutnya dalam surat al-anbiya(21):25)



































Artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (Q.S. al-Anbiya(21):25)

Surat al-Fatihah diturunkan di Makkah sebelum hijrah. Dalam beberapa riwayat menyebutkan al-Fatihah adalah surat pertama yang diturunkan secara lengkap. Oleh karena itu mushaf secara tertulis dan

al-Qur‟an secara hafalan dan bacaan diawali dengan al-Fatihah, maka surat ni

dinamai “Fatihatul Kitab” (Pembuka al-Qur‟an). Ia memperoleh juga nama

-nama lain, masing-masing -nama disesuaikan dengan maksudnya, seperti;

62

(42)

Ummul Kitab (Induk al-Qur‟an), As-Sab’ul Matsani (Tujuh yang terulang-ulang), Suratul Hamdi (Surat al-Hamdu) dan sebagainya.63

Surat ini juga diturunkan pada waktu pertama kali disyariatkan shalat dan diwajibkan membacanya di dalam shalat. Karena itu, ia adalah surat pertama yang diturunkan secara lengkap. Dalam surat ini terdapat kesimpulan dari isi keseluruhan al-Qur‟an.64

B. Meminta dengan Sabar dan Shalat

Kepada siapakah kita harus meminta dan bagaimanakah kita meminta agar yang kita mina dikabulkan. Dalam hal meminta kadang kala kita tidak pernah sabar. Ketika kita menginginkan sesuatu agar sesuatu tersebut menjadi milik kita tidak sabar, sabarlah yang harus kita lakukan agar apa yang kita peroleh mendapat nilai ibadah dan keberkahan. Kadang kita selalu terburu dalam melakukan perbuatan baik hal yang bernilai ibadah atau bukan. Allah menyuruh kita untuk selalu bersabar dalam meminta, sabar dalam menghadari cobaan, sabar dalam menghadapi godaan hawa nafsu, dan sabar dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Biasanya kesabaran seseorang itu tercermin ketika orang tersebut melakukan shalat. Sabar merupakan perbuatan yang sungguh berat dilakukan kecuali bagi orang-orang

yang khusus‟. Senada dengan firman Allah surat al-Baqarah ayat 45 yang

berbunyi:

63

Muhammad Syaltut, Tafsir al-Qur’an al-Karim. Terjemah. Drs. Herry Noer Ali (Bandung: Dipenogoro, 1989) h.47

64

(43)

33



































Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (Q.S. al-Baqarah(02):45)

Ayat ini ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah menyuruh kita untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Karena sabar merupakan perbuatan yang sangat sulit dilakukan. Dalam shalat seseroang membutuhkan kesabaran yang benar-benar karena perbuatan tersebut sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusus‟.

Dalam surat al-baqarah ayat 45 ini ada dua kata yang selalu

bergandengan ketika didahului dengan kata isti‟anah. Jadikanlah sabar dan

shalat sebagai penolongmu.65 Kalimat inilah yang menjadi sepasang kata yang

selalu berdampingan dalam beristi‟anah kepada Allah.

Kata ر صلا ash-shabr atau sabar, artinya menahan diri dari sesuatu yang tidak berkenaan dihati, ia jua berarti ketabahan.66 Sabar menahan diri dalam suatu penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak diingini ataupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi.67 Imam Al-Ghazali mendefinisikan sabar adalah suatu kondiri mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama.68

65

Lihat Q.S. al-Baqarah ayat 45 66

M.Quraish Shihab. Tafsir al-Misbah, h. 181 67

H. A. Hafizh,dkk. Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtar Baru Van Hoeve, 1996) h. 184 68

(44)

Sedangkan اصلا ash-shalah, dari segi bahasa adalah doa, dan dari segi pengertian syariat islam adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang di mulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam.69 Shalat juga mengandung pujian kepada Allah atas limpahan karunia-Nya, mengingat Allah dan mengingat karunia-Nya, mengantar seseorang terdorong untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya serta mengantarkannya tabah menerima cobaan atas tugas yang berat. Demikian shalat membantu manusia menghadapi segala tugas dan bahkan petaka.

Mutawally asy-Sya‟rawi menegaskan dalam kitab tafsirnya, dan mintalah pertolongan dengan sabar bahwa nanti akan terjadi sesuatu yang sulit dan membutuhkan perjuangan serta pengorbanan. Maka dibutuhkan kesabaran yang bisa membawa manusia untuk mampu mengatasi kesulitan itu.70

Dan jadikanlah sabar dan shalat itu sebagai penolongmu. Mintalah pertolongan dengan dua hal yang selalu terkait satu dengan yang lain, yaitu sabar dan shalat. Mewujudkan sabar harus dengan shalat, dan pelaksanaan shalat harus dengan sabat. Sabat itu pada hakikatnya beban berat yang ditanggung oleh jiwa, dan untuk meringankannya laksanakanlah shalat. Demikian juga shalat itu adalah beban taklif, maka harus dilakukan dengan sabar.71

Memohon pertolongan dengan sabar ini di ulang-ulang beberapa kali karena sabar ini merupakan bekal yang harus dimiliki di dalam menghadapi setiap kesulitan dan penderitaan. Dan penderitaan yang pertama kali ialah

69

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah h.182 70

Mutawally asy-Sya‟rawi. Tafsir Sya’rawi. h.214 71

(45)

35

lepasnya kekuasaan, kedudukan, manfaat, dan penghasilan demi menghormati kebenaran dan mengutamakannya, serta mengakui kebenaran dan tunduk kepadanya.72

Shalat adalah hubungan dan pertemuan antara hamba dan Tuhan. Hubungan yang dapat menguatkan hati, hubungan yang dirasakan oleh ruh, hubungan yang dengannya jiwa mendapat bekal didalam menghadapi realitas kehidupan dunia. Rasulullah saw pabila menghadapi suatu persoalan, beliau segera melakukan shalat. Sedangkan beliau adalah orang gyang sangat erat hubungannya dengan Tuhannya, dan ruhnya selalu berhubungan dengan wahyu dan ilham.73

M. Quraish Shihab membagi kesabaran itu menjadi dua bagian. Yang pertama, sabar jasmani dan yang kedua adalah sabar rohani.74 Sabar jarmani yaitu kesabaran dalam menerima dan melaksanakan perintah keagamaan yang melibatkan anggota tubuh, seperti sabar dalam melaksanakan ibadah haji yang mengaki

Gambar

GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH
GAMBARAN UMUM ISTI’ANAH

Referensi

Dokumen terkait