• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS UPAYA NON PENAL PENANGGULANGAN NARKOBA OLEH PENEGAK HUKUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS UPAYA NON PENAL PENANGGULANGAN NARKOBA OLEH PENEGAK HUKUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

ANALISIS UPAYA NON PENAL PENANGGULANGAN NARKOBA OLEH PENEGAK HUKUM DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

M. NOVAN SATRIA

Upaya non penal penanggulangan Narkoba lebih diutamakan dari kebijakan penal berorientasi kepada upaya pencegahan dan pembinaan. Kebijakan non penal dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan premitif yang diimplementasikan melalui penyuluhan, safari narkotika, penyebaran pamflet dan baliho serta pendekatan terhadap tokoh adat dan agama serta pembinaan terhadap masyarakat. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika merupakan masalah sosial sekaligus menjadi masalah hukum dalam masyarakat. Penanggulangan terhadap penyalahgunaan narkotika dilakukan melalui kebijakan yang terarah yang pokok dalam suatu kebijakan yaitu adanya tujuan (goal), sasaran (objectives) dan kehendak (purpose). Kebijakan non penal ditunjukan pada anak (termasuk remaja usia sekolah) dan masyarakat umum. Kebijakan ini bukan hanya menjadi kehendak pemerintah atau penegak hukum melainkan kehendak seluruh masyarakat dalam menjamin keberlangsungan generasi bangsa indonesia yang sehat dari bahaya narkoba. Adapun upaya non penal dalam penanggulangan narkoba oleh penegak hukum di Bandar Lampung dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya pemakaian, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

(3)

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa upaya non penal penanggulangan narkoba oleh penegak hukum di kota Bandar Lampung yaitu Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negri dan penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan hukum yang tegas dan keras. Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan bagi korban narkoba. Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang narkoba. Melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara komprehensif dan sinergis dengan pemusnahan ladang-ladang ganja. Adapun faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan narkoba di kota Bandar Lampung yaitu jumlah anggota BNP berasal dari Pejabat Pemerintah belum banyak berperan disebabkan kesibukan tugasnya sehari-hari. Rendahnya dukungan anggaran penanggulangan narkoba pada sebagian besar Kabupaten/Kota. Belum optimalnya dukungan perangkat hukum dan Perundang-Undangan yang ada serta upaya penegakan hukum oleh aparat berwenang. Mahalnya biaya pemeriksaan darah / urine termasuk bahaya narkoba. Belum adanya pedoman kelembagaan penanggulangan narkoba secara Nasional sampai tingkat Kecamatan dan Desa. Mengingat kelembagaan BNP dan BNK merupakan lembaga non teknis daerah, maka adanya jabatan rangkap tidak dapat dihindari. Hal ini sangat berpengaruh pada kinerja BNP yang dianggap sebagai beban anggaran tambahan. Kelembagaan penanggulangan narkoba pada tingkat Kecamatan dan Desa/Kelurahan masih sangat rendah.

Adapun saran yang diberikan penulis yaitu upaya non penal dalam penanggulangan narkoba oleh penegak hukum di kota Bandar Lampung perlunya diberikan penyuluhan secara intensif kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya pemakaian, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Membentuk pusat rehabilitasi bagi para pecandu narkoba dengan sarana dan prasarana yang memadai. Harus lebih meningkatkan kerjasama dengan instansi atau lembaga terkait sehingga dalam pelaksanaan penanggulangan narkoba dapat berjalan dengan baik

Kata Kunci: Non Penal, Penanggulangan, Narkoba

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Hal I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang……… 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………... 5

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian……….. 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual………... 7

E. Sistematika Penulisan……… 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dampak Penggunaan Narkoba...……….... 12

B. Konsepsi Penanggulangan Bahaya Narkoba...……….. 16

C. Penanggulangan Melalui Sarana Penal………... 18

D. Penanggulangan Melalui Sarana Non Penal...……….. 20

E. Pendirian Badan Kordinasi Narkotika Nasional... 21

F. Pengaturan Penyalahgunaan Narkoba Sebagai Tindak Pidana Dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia... 22

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah……….. 24

B. Sumber dan Jenis Data……….. 24

C. Penentuan Populasi dan Sampel……… 26

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data………. 26

(7)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... ... 29 B. Upaya Penanggulangan Bahaya Narkoba Di Kota Bandar Lampung ... ... 30 C. Faktor Penghambat Upaya Penanggulangan Bahaya Narkoba Di Kota

Bandar Lampung...………... 41

V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... ... 44 B. Saran ... .. 46

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah “ narkoba “ tergolong belum lama, istilah narkoba ini muncul sekitar tahun

1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang yang termasuk narkotika dan obat-obatan adiktif yang terlarang.

Pengguna atau pemakai atau juga pengedar atau bandar narkotika tersebut barang-barang itu merupakan barang-barang terlarang di masyarakat maka tidak mungkin diedarkan secara terang-terangan. Dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1997, Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik alamiah, sintesis, maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

(9)

2

dihadapi bangsa indonesia saat ini. Sebab penyalahgunaanya terus meningkat dari tahun ke tahun dan telah masuk ke seluruh lapisan masyarakat terutama dikota-kota besar khusus di dikota-kota Bandar Lampung.

Hal yang sangat mengkhawatirkan lagi ternyata sebagian besar warga yang terlibat penyalahgunaan narkoba ini adalah kalangan generasi muda yaitu para remaja usia sekolah dan mahasiswa. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan seharusnya menjadi perhatian seluruh element masyarakat, pemerintah maupun swasta. Berbagai penanggulangan permasalahan narkoba telah dilakukan salah satu diantaranya adalah dengan mengadakan penyuluhan-penyuluhan keseluruh lapisan masyarakat dan pemasangan spanduk-spanduk tentang bahayanya pemakaian narkoba.

Sedangkan dari data yang didapat dari kepolisian daerah Lampung dari periode januari sampai bulan desember 2011 terdapat 218 orang pelajar yang melakukan penyalahgunaan narkoba. tetapi disini tidak dapat diungkapkan sekolah mana yang siswanya terlibat untuk menjaga nama baik pihak sekolah sedangkan dari hasil Survey Nasional Penyalahgunaan Narkoba kerja sama antara BNN terhadap pelajar di Seluruh kabupaten dan kota di Bandar Lampung dari tahun 2007 sampai tahun 2011 menunjukan pelaku penyalahgunaan narkoba dalam 4 tahun terakhir terdapat 553 penyalahguna narkoba terhadap pelajar diseluruh kabupaten dan kota Bandar Lampung.

(10)

a. Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negri dan penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan hukum yang tegas dan keras.

b. Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan bagi korban narkoba.

c. Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang narkoba. d. Melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan

Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).

e. Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara komprehensif dan sinergis.

f. Pemusnahan ladang-ladang ganja.

Menurut teori pemidanaan bahwa tujuan pengenaan sanksi pidana terhadap para pelaku tindak pidana secara refresif juga dapat menanggulangi tindak pidana secara preventif. Untuk mengatasi terhadap penyalahgunaan narkotika itu perlu sekali diadakan penerapan ancaman pidana yang berat untuk menyangkal penyebaran meluasnya penyalahgunaan narkoba khususnya dikota Bandar Lampung.

(11)

4

pengawasan yang ketat serta mendirikan pusat-pusat rehabilitasi bagi korban narkotika. (M. Ridha Ma’roef 1976 : 86)

Pengenaan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana akan mengurangi terjadinya tindak pidana tersebut, artinya jika sanksi pidana yang diancamkan oleng Undang-undang narkotika secara benar pada pelaku penyalahguna, maka secara teoritis penyalahguna narkoba akan berkurang. Contoh kasus, seorang pemakai ganja dipersidangan mengaku setelah menghisap beberapa ganja yang dibentuk seperti rokok, badannya terasa enteng dan melayang. Contoh lain pengguna pil ekstasi merasa dirinya keliatan senang dan kuat bejoget sambil kepalanya geleng-geleng semalam suntuk, demikian pula dengan pemakai narkoba jenis sabu-sabu.

(12)

Berdasarkan laporan Rekapitulasi data Narkoba BNN Provinsi Lampung, kasus Narkoba yang terungkap cenderung meningkat. Dari 189 kasus pada bulan januari, meningkat menjadi 382 kasus pada bulan desember tahun 2011, dengan kenaikan rata-rata kasus sebesar 70,1% per tahun (Data BNN Provinsi Lampung Tahun 2011, dalam Rekapitulasi Data Narkoba, BNN Provinsi Lampung Tahun 2011).

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Upaya Non Penal Penanggulangan Narkoba Oleh Penegak Hukum Di Kota Bandar Lampung

B. Permasalahan dan ruang lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana upaya non penal penanggulangan bahaya Narkoba di Kota Bandar Lampung?

(13)

6

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah analisis upaya non penal penanggulangan narkoba oleh penegak hukum di Bandar Lampung. Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah dibatasi penelitian yang dilakukan pada wilayah hukum kota Bandar Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui upaya penanggulangan bahaya Narkoba yang telah dilakukan di Indonesia khususnya di Kota Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat upaya penanggulangan bahaya Narkoba di kota Bandar Lampung.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dari penulis untuk para pemegang kebijakan dalam menanggulangi kejahatan yang bersifat internasional khususnya dalam rangka menyusun konsep-konsep untuk menanggulangi bahaya Narkoba.

(14)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil penelitian atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. (Soerjono Soekanto, 1998 : 125)

Berbicara tentang upaya non penal penanggulangan Narkoba lebih diutamakan dari kebijakan penal berorientasi kepada upaya pencegahan dan pembinaan. Kebijakan non penal dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preventif dan premitif yang diimplementasikan melalui penyuluhan, safari narkotika, penyebaran pamflet dan baliho serta pendekatan terhadap tokoh adat dan agama serta pembinaan terhadap masyarakat.

(15)

8

Upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Bandar Lampung di gunakan teori penanggulangaan kejahatan yang diartikan sebagai usaha nasional untuk penanggulangan bahaya narkoba khususnya di kota Bandar Lampung.

Menurut Barda Nawawi (1992 : 48) penanggulangan diterapkan dengan cara :

1. Penerapan hukum pidana ( Criminal Law Aplication ). 2. Penerapan tanpa pidana ( Prevention Without Punishment ).

3. Pemidanaan lewat media massa ( Influencing vie of Society on Crime and Funishmen by Massa Media ).

Pada butir (1) Menitikberatkan pada sifat refrensif ( penindakan atau pemberantasan / penumpasan ) sesudah kejahatan terjadi termasuk dalam sarana penal. Sedangkan pada butir (2) dan (3) menitikberatkan pada sifat prevetif ( pencegahan / penanggulangan / pengendalian ) sebelum terjadi kejahatan, dikelompokkan dalam sarana non penal. (Kunarto 1996 : 3)

Tindakan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba yaitu :

1. Pencegahan Primer atau pencegahan dini ditunjukan kepada yang belum tersentuh narkoba.

2. Pencegahan sekunder yaitu pencegahan bagi kelompok yang rentan terhadap narkoba.

3. Pencegahan tersier yaitu pencegahan untuk mencegah kambuh.

(16)

dilakukan dengan kerjasama antara pihak keluarga dan petugas sosial. (M. Ridha Ma’roef 1976 : 86)

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggabarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti atau diketahui. (Soerjono Soekarto, 1986: 124)

Adapun konseptual yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis adalah merangkum sejumlah data besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan, Kategorisasi atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat data juga merupakan bentuk analisis untuk membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti.

b. Upaya penanggulangan adalah setiap usaha yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk menghentikan atau memberantas bahaya Narkoba, baik yang bersifat preventif maupun bersifat refresif (Bahan Penyuluhan Hukum, Departemen Hukum dan HAM RI, 2005: 57).

c. Non Penal adalah pendekatan terhadap kejahatan tanpa menggunakan sarana pemidanaan, Departemen Hukum dan HAM RI, 2005: 57).

(17)

10

e. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (pasal angka 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika).

f. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku(pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika).

E.Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan bagian yang memuat latar belakang masalah, kemudian permasalahan dan ruang lingkup, selanjutnya juga memuat tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual sebagai acuan dalam membahas sripsi ini, serta sistematika penulisan.

II.TINJAUAN PUSTAKA

(18)

III. METODE PENELITIAN

Bagian ini merupakan bagian yang menguraikan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pendekatan masalah, sumber data, jenis data, cara pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uraian dalam bagian ini terdiri dari tiga subbagian, yaitu subbagian karakteristik responden, subbagian upaya penanggulangan bahaya Narkoba di Kota Bandar Lampung dan Subbagian faktor-faktor sosiologis yang menghambat upaya penanggulangan bahaya Narkoba di kota Bandar lampung.

V. PENUTUP

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Dampak Penggunaan Narkoba

Pengaruh penggunaan narkoba berbeda pada setiap orang, selain tergantung dengan beberapa takaran yang digunakan, cara pemakaian berapa sering menggunakan jenis obat apa yang dikonsumsi, juga dipengaruhi oleh kondisi badan pemakai. Sementara pengaruh yang bisa ditimbulkan dalam jangka pendek adalah hanya merupakan kenikmatan sesaat seperti dapat menghilangkan stress, perasaan gembira dan merasa bebas dan juga dapat menghilangkan rasa sakit. Pengaruh buruknya adalah sulit bernafas, tekanan darah melemah pupil mata mengecil dan sering merasa ngantuk. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan mabuk bahkan bisa menghentikan fungsi alat-alat tubuh yang dapat berakibat fatal yaitu kematian. Jenis narkotika dapat mengakibatkan kekebalan tubuh menurun, pikiran menjadi lamban dan menganggu perkembangan janin bila sedang hamil. Jenis alkohol bisa mengakibatkan denyut jantung tidak teratur, pendarahan otak dan dapat terserang stroke.

(20)

tubuh yang dipakai untuk berfikir, bereaksi dan mengatur gerak beberpa bagian tubuh lainya. Apalagi beberapa zat psikotropika dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik dikenal dengan istilah adiksi dan ketergantungan psikis yang disebut habituasi (Soekedy, 2002: 93).

Narkoba menjadi suatu ancaman dan bahaya dalam masyarakat bila kurang waspada, dapat menjadi bencana yang bisa saja menimpa kita. Sebagai suatu pembanding, dapat kita rasakan betapa serius dan kompleksnya musibah bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi di tanah air. Tsunami di Aceh, gempa di NTT, tanah longsor, gejolak gunung merapi, hingga gempa di jogja dan Jawa Tengah yang telah menelan banyak korban, distribusi logistic, penyedian tempat pengungsian dan kegiatan yang tidak mudah dilakukan oleh Pemerintah dan segenap pihak dalam tempo yang secepat-cepatnya. Mengingatkan kepada kita tentang perlunya manajemen yang handal dalam menghadapi suatu bencana massal, tentu termasuk bencana bahaya akibat Narkoba.

Pemakaian Narkoba sangat Mempengaruhi kerja otak yang berfungsi sebagai pusat kendali tubuh dan mempengaruhi seluruh fungsi tubuh. Karena bekerja pada otak, narkoba merubah suasana perasaan, cara berfikir, kesadaran dan perilaku pemakainya. Berdasarkan Itulah sebabnya Narkoba disebut zat psikoaktif.

(21)

14

1) Nakoba yang menghambat kerja otak, yang disebut depresansia, yang menyebabkan kesadaran menurun dan timbul kantuk.Contohnya opoida (candu, morfin, heroin, petidin), obat penenang/tidur (sedative, dan henotika) seperti pil KB, Lexo, Rohyp, MG dan sebagainya serta alkohol.

2) Narkoba yang memacu kerja otak yang disebut stimulansia, yang menimbulkan rasa segar dan semangat, percaya diri meningkat, hubungan dengan orang lain menjadi akrab, akan tetapi menyebabkan tidak bisa tidur, gelisah, jantung berdebar lebih cepat dan tekanan darah meningkat. Contohnya amfetamin, ekstasi, shabu, kokain, dan nikotin yang terdapat dalam tembakau. 3) Narkoba yang menyebabkan khayal yang disebut halusinogenetika.

Contohnya LSD, ganja, yang menimbulkan berbagai pengaruh seperti berubahnya persepsi waktu dan ruang serta meningkatnya daya khayal. Karena itulah ganja dapat digolongkan sebagai halusinogenetika.

Sel otak pada manusia terdapat macam-macam zat kimia yang disebut neurotransmitter, Zat kimia ini bekerja pada sambungan sel saraf yang satu dengan sel saraf yang lainnya (sinaps). Beberapa diantara neurotransmitter itu mirip dengan beberapa jenis Narkoba. Semua zat psikoaktif (Narkotika, psikotropika dan bahan aditif lainnya) dapat mengubah prilaku, perasaan dan pikiran seseorang melalui pengaruhnya terhadap salah satu atau beberapa neurotransmitter. (Esti Susanti H, 2005 : 4 )

(22)

biokimiawi pada system limbus. Karena ada masukan narkoba dari luar, maka produksi dalam tubuh terhenti atau terganggu, sehingga ia akan selalu membutuhkan Narkoba dari luar. (Esti Susanti H, 2005 : 5 )

Adapun yang terjadi pada ketergantungan adalah semacam pembelajaran sel-sel otak pada pada pusat kenikmatan.Jika mengkonsumsi Narkoba, otak membaca tanggapan orang itu. Jika merasa aman, otak mengeluarkan neurotransmitter dopain dan akan memberikan kesan menyenangkan. Jika memakai Narkoba lagi, orang kembali merasa nikmat seolah-olah kebutuhan batinnya terpuaskan. Otak akan merekamnya sebagai sesuatu yang harus dicari sebagai prioritas sebab menyenangkan, akibatnya otak membuat program salah, seolah-olah orang itu memerlukannya sebagai kebutuhan pokok (terjadi kecanduan atau ketergantungan).

Ketergantungan terhadap seseorang yang memakai narkoba jika tidak timbul gejala putus zat jika pemakainnya dihentikan atau jumlahnya dikurangi, sehingga gejalanya bergantung pada jenis Narkoba yang digunakan. Gejala putus opioida (heroin) mirip orang sakit flu berat, yaitu hidung berair, keluar air mata, bulu badan berdiri, nyeri otot, mual, muntah, diare dan sulit tidur. Narkoba juga mengganggu fungsi organ-organ tubuh yang lain seperti jantung, paru, hati dan system produksi, sehingga dapat timbul berbagai penyakit.

(23)

16

menyebabkan hilangnya minat, daya ingat terganggu, gangguan jiwa, bingung, depresi serta menurunnya kesuburan.Sedangkan kokain dapat menyebabkan tulang sekat hidung menipis atau berlobang, hilangnya memori, gangguan jiwa, kerja jantung meningkat dan serangan jantung.

Perasaan nikmat, rasa nyaman, tenang atau rasa gembira merupakan hal yang pertama yang dicari oleh pemakai Narkoba, sekalipun bahayanya sangat besar, seperti ketergantungan, kerusakan berbagai organ tubuh, berbagai macam penyakit, rusaknya hubungan dengan keluarga dan teman-teman, rongrongan, bahkan kebangkrutan keuangan, rusaknya kehidupan moral, putus sekolah, pengangguran, serta hancurnya masa depan dirinya. Disamping mengancam ketahanan nasional bangsa dan Negara Indonesia.

B.Konsepsi Penanggulangan Bahaya Narkoba

Upaya penanggulangan bahaya Narkoba, secara internasional diawali dengan upaya Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang menyelenggarakan persidangan tentang cara-cara pengawasan perdagangan gelap obat bius pada tahun 1909 di shanghai, Cina yang dilanjutkan dengan persidangan Opium Commision (Komisi Opium) di Den Haag, Belanda pada tahun 1912, telah menghasilkan traktat pertama mengenai obat bius, yaitu international Opium Convention 1912 (konvensi Internasional tentang Opium 1912).

Berdasarkan dalam naungan PBB telah dihasilkan Single Convention on Narcotic Drugs, 1961(konvensi Tunggal Narkotika 1961) di New York, Amerika Serikat

(24)

the Single Convention on Narcotic Drugs, 1961 (protocol 1972 tentang Perubahan

Konvensi tunggal Narkotika 1961) dan Convention on Psychotropic Substances, 1971 (konvensi Psikoropika 1971) di Wina Austria pada tangggal 25 Maret 1972, dan terahir adalah United nations Corventions Against illicit traffic on Narcotic Drugs and psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tentang Pemberantasan Peredaran gelap narkotika dan Psikotropika 1988).

Isi pokok dalam Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988 tersebut, antara lain menentukan, bahwa penanggulangan terhadap bahaya Narkoba dilakukan melalui pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika dengan cara menetapkan sebagai kejahatan setiap peredaran gelap narkotika dan psikotropika dengan cara menetapkan sebagai kejahatan mulai dari penanaman, produksi, penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai kepemakaiannya, termasuk untuk pemakai pribadi.

Sebelum disahkannya konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika 1988, pada tanggal 17-26 juni 1987 digelar Konfrensi PBB yang membahas masalah mengenai masalah penyalahgunaan Nakoba dan perdagangan gelapnya (International Convrence on Drug Abuse andIllicit Trafficking) di Wina, Austria. Pertemuan

yang merupakan konfrensi ke-93 itu, menetapkan beberapa butir kesepakatan dunia dalam usaha memerangi Narkoba.

(25)

18

(Deklarasi dan garis Besar Multidisiplin Komperenshensif untuk kegiatan Pengawasan Narkoba), menyetujui semua komitmen dalam konferensi ini sebagai ekspresi dari kemauan politik bangsa-bangsa dalam menghadapi bahaya Narkoba, menggunakan CMO sebagai rekomendasi dalam perang melawan Narkoba, penyebarluasan CMO, serta menetapkan tanggal 26 Junisebagai International Day Against Drug Abuse Illicit trafficking (IDADAIT) yang di Indonesia dikenal sebagai Hari Anti Narkoba Internasional (HANI).

Salah satu butir Resolusi PBB tahun 1987 yang berkaitan dengan HANI adalah momentum ekspresi perjuangan semua Negara dunia untuk melawan bahaya Narkoba. Karena itu, dalam setiap peringatanm HANI, kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan masalah narkoba digelar diseluruh penjuru bumi, baik berupa kampanye massal anti Narkoba, pemusnahan barang bukti Narkoba, laporan kasus Narkoba yang telah terjadi setahun sebelumnya, perenungan korban Narkoba, aksi damai hingga kegiatan variatif lainnya.

Berkaitan dengan upaya penaggulangan bahaya Narkoba yang bersifat internasional di atas, penaggulangan terhadap bahaya Narkoba secara nasional di Indonesia dilakukan melalui sarana hukum pidana dan sarana non-hukum pidana.

C.Penanggulangan Melalui Sarana Penal

(26)

berlaku sejak 26 juli 1976, yang didahului oleh lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1976 tentang Pengesahan konvensi Tunggal narkotika 1961 serta protokolnya.

Perkembangan terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentangNarkotika. Sementara itu untuk menanggulangi penyalahgunaan psikotropika telah pula dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Lahirnya kedua Undang-Undang tentang Narkoba di atas didahului dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 tentang Pengesahan Konvensi Psikotropika Tahun 1971 dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1997 tentang pengesahan Konvensi PBB tentang pembrantasan peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika tahun 1988. Perangkat peundang-undangan untuk menanggulangi bahaya Narkoba tersebut (Undang Nomor 5 Tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997) juga dilengkapi dengan berbagai Peraturan Menteri kesehatan (Permenkes), antara lain tentang Peredaran Psikotropika (Permenkes nomor 688/Menkes/Per/VII/1997) dan tentang Ekspor dan Impor Psikotropika (Permenkes Nomor 785/Menkes/per/VII/1997).

(27)

20

a. Mengkriminalisasi semua perbuatan yang berhubungan dengan peredaran gelap Narkoba dan Penyalahgunaannya (mulai dari penanaman, produksi, mengimpor, dan mengekspor, penyaluran, lalu lintas, pengedaran, memiliki, menyimpan sampai kepemakaianya termasuk pemakaian pribadi, serta tidak malporkan adanya penyalahgunaan).

b. Memberikan kewenangan kepada hakim untuk memerintahkan terpidana Narkoba yang mengalami ketergantungan untuk menjalani perawatan / pengobatan.

D.Penangulangan Melalui Sarana Non-Penal

Penaggulangan melalui sarana Non-hukum pidana dilaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negri dan penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan hukum yang tegas dan keras.

b. Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan bagi korban narkoba.

c. Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang narkoba. d. Melaksanakan program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan

(28)

e. Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara komprehensif dan sinergis.

f. Pemusnahan ladang-ladang ganja.

E.Pendirian badan Koordinasi Narkotika Nasional

Melalui Keputusan Presiden RI Nomor 116 tahun 1999 tanggal 29 desember 1999, lembaga khusus penanganan narkoba di Indonesia bernama Badan Koordinasi narkotika nasional (BKNN) mulai dibentuk. Lembaga ini merupakan pengganti Badan Koordinasi Pelasana (BAKOLAK) inpres Nomor 6 tahun 1971, yaitu sebuah lembaga yang didalamnya terdapat bagian khusus penanganan Narkoba.Saat itu, pembentuk BKNN didasari kenyataan di mana masalah Narkoba di Indonesia mulai berkembang pesat.

Pembentukan BKNMN merupakan tanggapan dari masalah-masalah Narkoba yang sedemikian pesat terjadi. Pada saat itu, hampir diseluruh dunia setiap Negara mempunyai lembaga khusus dalam penanganan Narkoba, seperti halnya drug Rnforcement Administration (DEA) di Amerika Serikat, Office of theNarcotics

Control Board (ONCB) di Thailand, atau Control Narcotics Bureau (CNB) di

Singapura.Dengan perubahan tersebut, lembaga terkait mempunyai kekuatan untuk melakukan penegakan hukum di bidang narkoba dan memiliki anggaran yang cukup untuk menjalankan fungsinya.

(29)

22

nasional, terutama yang dilakukan oleh lembaga Negara. Ketua BNN dijabat oleh Kapolri, sedangkan operasionalnya dipimpin oleh Kepala Pelaksana harian (Kalakhar).

Pendirian BNN ini sebagai upaya penanggulangan bahaya narkoba khususnya yang menggunakan sarana hukum pidana diharapkan lebih efektif dan efisien. Karena badan ini sesuai dengan tugasnya sebagai koordinasi yang dapat membantu aparat penegak hukum dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya penanggulangan bahaya Narkoba.

F. Pengaturan Penyalahgunaan Narkoba Sebagai tindak Pidana dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.

Penggunaan Narkoba bukan untuk tujuan pengobatan atau lebih dikenal dengan istilah “penyalahgunaan Narkoba” merupakan tindak pidana yang bersifat

universal. Dikatakan demikian, karena hampir semua Negara anggota PBB mengakui dan menyatakan, bahwa penggunaan Narkoba bukan untuk tujuan pengobatan merupakan tindak pidana. Di Indonesia, bahwa penggunaan narkoba bukan untuk tujuan pengobatan merupakan tindak pidana termuat di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 997 tentang Psikotropika dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

(30)

a. Menggunakan psikotropika golongan I selain untuk tujuan ilmu pengetahuan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) Tahun, paling lama 15 (lima belas) Tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah) (Pasal 59 ayat (1) huruf a. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika).

b. Menggunakan narkoba golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) Tahun (pasal 85 huruf a. Undang-undang Nomor 22 tahun 1997 Tentang Narkotika).

c. Menggunakan narkotika golongan II dipidana dengan penjara paling lama 2 (dua) Tahun (Pasal 85 huruf b. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).

d. Menggunakan narkotika golongan III, dipidana denga pidana penjara paling lama 1 (satu) Tahun (Pasal 85 huruf c. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).

Pengaturan penyalahgunaan narkoba sebagai pidana dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika menggarisakan, bahwa narkotika lebih berbahaya daripada psikotropika jika digunakan tanpa pengawasan dokter atau bukan untuk pengobatan. Hal ini dapat dinyatakan berdasarkan ketentuan Pasal 85 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.

(31)

24

(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada khususnya dalam penegakan hukum terhadap produsen narkotika di Indonesia.

B. Sumber dan Jenis data

(33)

26

perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di bahas(Soerjono Soekanto, 1986 : 57), yang terdiri antara lain:

1. Bahan Hukum Primer, antara lain:

a) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika 2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli dan peraturan-peraturan pelaksana dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Kepres, Perda.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari:

a) Literatur b) Kamus

(34)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi yaitu jumlah keseluruhan dari unit analisa yang dapat diduga-duga. Populasi adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai ciri-ciri dan karakteristik yang sama (Soerjono Soekanto, 1986 : 72). Populasi dalam penelitian ini adalah Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung.

Sampel merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive sampling” atau penarikan sample yang bertujuan dilakukan dengan cara

mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1987 : 152).

Dalam penelitian ini responden sebanyak 3 orang, yaitu :

1. Badan Narkotika Nasional Povinsi Lampung : 3 orang 2. Kepala Unit Narkoba Polresta Bandar Lampung : 1 orang

Jumlah : 4 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi literatur.

(35)

28

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari undang-undang, peraturan pemerintah dan literatur hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan. Hal ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan mengidentifikasi data yang sesuai dengan pokok bahasan dan ruang lingkup penelitian ini

b. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan responden yang telah direncanakan sebelumnya. Metode yang dipakai adalah pengamatan langsung dilapangan serta mengajukan pertanyaan yang disusun secara teratur dan mengarah pada terjawabnya permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1. Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau artikel yang berkaitan dengan judul dan permasalahan.

2. Klasifikasi data, yaitu hasil identifikasi data yang selanjutnya diklasifikasi atau dikelompokkan sehingga diperoleh data yang benar-benar objektif.

3. Penyusunan data, yaitu menyusun data menurut sistematika yang telah ditetapkan dalam penelitian sehingga memudahkan peneliti dalam menginterpresentasikan data.

(36)
(37)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Sebelum sampai pada hasil penelitian dan pembahasan, perlu penulis uraikan terlebih dahulu mengenai karakteristik responden. Responden adalah orang yang memberi atau mengetahui secara jelas atau menjadi sumber informasi (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997: 609).

Biodata Responden

1. Nama : Drs. Zoelpikar Zoebir Pendidikan : Sarjana (S-1)

Instansi : Petugas Badan Narkotika Propinsi Jabatan : Kepala Pelaksana Harian Sekretariat

2. Nama : Noer Afifah Dwi Lestari Pendidikan : SMU sederajat

Instansi : Petugas Badan Narkotika Propinsi Jabatan : Staf Sekretariatan

3. Nama : Adi Saputra Pendidikan : SMU sederajat

(38)

Jabatan : Staf Sekretariatan 4. Nama : Iptu. Hari Sutrisno S.H

Pendidikan : Sarjana (S-1)

Instansi : Poltabes Bandar Lampung

Jabatan : Kepala Unit Narkotika Poltabes Bandar Lampung

Penentuan responden ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa para responden dapat mewakili dan menjawab permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini. Jawaban yang diberikan oleh penulis berdasarkan pengetahuan dan pengalaman para responden di lembaga atau institusinya masing-masing, sehingga dalam penelitian ini dapat diperoleh informasi yang dapat dipertanggung jawabkan.

B. Bagaimana Upaya Penanggulangan bahaya Narkoba di Kota Bandar Lampung

Berikut ini ada beberapa data jumlah Narkoba atau Narkotika dan Psikotropika. Hasil dari tindak pidana dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel jumlah narkoba, narkotika dan psikotropika hasil tindak pidana di Bandar Lampung Tahun 2010 sampai dengan 2011.

NO BULAN TAHUN 2010 TAHUN 2011

1. Maret 60 KG GANJA 80 KG GANJA

2. Juni 600 BUTIR EKSTASI 700 BUTIR EKSTASI

3. Agustus 400 BUTIR INEKS 600 BUTIR INEKS

4. Desember 10 GRAM PUTAU 25 GRAM PUTAU

[image:38.595.112.513.622.734.2]
(39)

32

Dari hasil tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2011 mengalami kenaikan jumlahnya dari tahun 2010 mengenai narkotika itu sendiri. Hal ini dikarenakan peran masyarakat tidak bekerjasama dengan pihak kepolisian. Akibatnya bukan berkurang jumlah peredaran narkotika di Bandar Lampung tetapi malah justru bertambah pesat, hal ini yang dikatakan oleh Zoelpikar Zoebir sewaktu penulis melakukan penelitian di lapangan. Zoelpikar Zoebir menambahkan aparat hukum terdapat pula sebagai pemakai dan pengedar narkotika yang terdapat di Lampung Tengah kasusnya. Untuk itu perlu peraturan atau undang-undang narkotika yang tegas sehingga membuat segala lapisan masyarakat baik sipil maupun militer menjadi takut untuk mencoba apalagi mengedarkan narkotika.

Sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Narkotika Propinsi menurut SK Gubernur Nomor 33 Tahun 2004 maka dapat diketahui bahwa peranan Badan Narkotika Propinsi dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Bandar Lampung adalah :

a) Badan Narkotika Propinsi melakukan kebijakan dalam menyusun langkah-langkah antisipasi penyalahgunaan Narkotika, serta dilakukan upaya operasionalisasi penanggulangan dalam bentuk program pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika.

b) Melaporkan secara berkala kepada Gubernur

(40)

d) Melaksanakan kerjasama Nasional, Regional/antar daerah dan wilayah dalam rangka penanggulangan masalah Narkotika

Berdasarkan hasil wawancara dengan Staf Sekretariat di BNP yaitu Noer Afifah bahwa antisipasi penyalahgunaan narkotika telah dilakukan namun belum ada perubahan didalam penanggulangan, peredaran dan pemberantasan narkotika. Misalnya anggota BNP melakukan kerjasama dengan GRANAT dan Polisi melakukan penyuluhan-penyuluhan disekolah-sekolahdan tempat-tempat hiburan malam. Menurut Noer Afifah bahwa BNP rutin melaporkan setiap perkembangan-perkembangan mengenai masalah penanggulangan narkotika yang berkerjasama secara Nasional, Regional, maupun wilayah kepada Gubernur. BNP juga melakukan kejasama terhadap Dinas/Instansi/Lembaga Pemerintah yang terkait serta memberikan laporan tentang peredaran narkotika yang ada di Bandar Lampung kepada Badan Narkotika Nasional.

(41)

34

pada umumnya. Zoelpikar mengkordinasi Dinas/Instansi/Pemerintah yang terkait untuk dapat bekerjasama secara Nasional, Regional dan antar wilayah dalam rangka penanggulangan masalah Narkotika di Bandar Lampung.

Menurut penulis sendiri dapat disimpulkan bahwa BNP itu sendiri telah melakukan operasionalisasi penanggulangan dalam bentuk program pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap masalah narkotika. Namun penulis menganggap BNP belum efektif dan efesien melakukan upaya penanggulangan serta antisipasi penyalahgunaan narkotika. Penulis beranggapan bahwa belum adanya kerjasama yang baik antara pihak kepolisian dan BNP itu sendiri, hal ini menjadi sebuah catatan di BNP bahwa segala upaya penanggulangan yang dilakukan tidak dapat berjalan jika kerjasama antara pihak kepolisian dan BNP tidak terjadi dengan baik.

Peranan Badan Narkotika Propinsi dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Bandar Lampung adalah :

a) Badan Narkotika Propinsi melakukan penyuluhan-penyuluhan di sekolah-sekolah baik tingkat dasar sampai dengan Perguruan Tinggi yang bekerjasama dengan pihak kepolisian, menurut responden.

b) Badan Narkotika Propinsi melakukan pemantauan / suvei ke lapangan mengenai peredaran dan penyalahgunaan narkotika yang ada di Bandar Lampungn serta daerah sekitarnya.

(42)

d) Badan Narkotika Propinsi melakukan upaya penanggulangan tindak pidana narkotika dengan membentuk satgas-satgas di bidang keamanan dan tempat rehabilitasi khusus bagi pecandu narkotika dan sejenisnya.

Mengenai Badan Narkotika Propinsi dapat kita ketahui bahwa secara garis besarnya merupakan suatu Lembaga / Instansi di bawah naungan Gubernur, oleh karena itu belum memiliki suatu komponen ataupun kewenangan di dalam peranannya memberantas peredaran narkoba. Jadi Badan Narkotika itu sendiri di bawah pengawasan Badan Narkotika Nasional yang membiayai baik secara fasilitas maupun mobilitas.

1. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi BNP

Badan Narkotika Propinsi merupakan suatu Badan Non Teknis Daerah yang berada dibawah dan bertanggungjawab Gubernur.

Tugas BNP menurut SK Gubernur Nomor 34 Tahun 2004 dalam upaya penanggulangan tindak pidana Narkotika di Bandar Lampung anatara lain yaitu :

(43)

36

b. Mengkordinasikan Dinas / Instansi / Lembaga Pemerintah terkait bersama Lembaga Non Pemerintah di Propinsi Lampung dalam penyusunan kebijakan umum dan teknis serta pelaksanaannya dibidang antisipasi pencegahan penanggulangan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif lainnya.

c. Melaporkan secara bekala kepada Gubernur tentang pelaksanaan kegiatan antisipasi dan penanggulangan yang telah dilakukan.

Berdasarkan wawancara dengan Staf Sekretariat BNP Adi Saputra bahwa dapat disimpulkan semua kegiatan BNP telah dijalankan sesuai dengan tugasnya menurut SK Gubernur, namun kenyataanya belum berjalan dengan baik sesuai dengan pernyataan Noer Afifah. Menurut Adi sendiri tanpa dibawah naungan BNN maka akan jelas terlihat peranan dari BNP itu sendiri. Adi berpendapat laporan kepada Gubernur secara berkala belumlah secara efesien dikarenakan laporan itu dapat diberikan apabila dilakukan pemantauan atau pengawasan terhadap perkembangan masalah narkotika baik di Bandar Lampung maupun ditingkat Kabupaten/Daerah.

[

Menurut penulis terdapat kelemahan-kelemahan yang ada didalam tugas BNP menurut SK Gubernur antara lain :

a. Kurangnya kerjasama yang baik antara BNP dengan Kepolisian, dengan Dinas / Instansi / Lembaga yang terkait misal GRANAT juga dengan elemen organisasi masyarakat.

(44)

Fungsi BNP menurut SK Gubernur Nomor 34 Tahun 2004 dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Bandar Lampung antara lain yaitu :

a. Mengupayakan agar Dinas / Instansi / Lembaga Pemerintah terkait bersama Lembaga Non Pemerintah didaerahnya dapat menyiapkan data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan kebijakan dibidang antisipasi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.

b. Melakukan upaya-upaya penanggulangan secara sistematis, terencana, terpadu dan terkordinasi dengan melibatkan segenap elemen pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, serta melakukan pemecahan masalah dalam setiap pelaksanaannya.

c. Melakukan pemutusan jaringan peredaran gelap Narkotika, melalui pelaksanaan tugas Badan Narkotika Propinsi dan Kabupaten / Kota termasuk satuan-satuan tugas yang dibentuknya.

d. Melaksanakan kerjasama Nasional, Regional / antar daerah dan wilayah daerah kerjanya dalam rangka penanggulangan masalah narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya.

e. Mengembangkan sistem informasi penanggulangan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya bekerjasama dengan Badan Narkotika Nasional.

(45)

38

masyarakat mengenai masalah narkotika yang terjadi di Bandar Lampung akibatnya banyak generasi muda yang menjadi pecandu narkotika.

Walaupun kenyataannya upaya yang dilakukan BNP sudah semaksimal mungkin dalam penanggulangan narkoba, akan tetapi hal itu tidak menjamin kerjasama BNP dengan BNN dan Dinas / Instansi lain menjadi lancar seperti yang diharapkan mudah-mudahan dapat berjalan dengan baik mengingat fungsi BNP itu sendiri adalah memberantas jaringan peredaran gelap narkotika dan penyalahgunaan narkotika di Bandar Lampung seperti yang dikaitkan Zoelpikar Zoebir kepala harian Badan narkotika Provinsi Lampung.

Penulis berpendapat bahwa semua program BNP itu sudah berjalan dengan baik namun perlu ditingkan lagi kerjasama yang baik dengan kepolisian sebagai aparat penegak hukum dan juga sistem informasi dengan Dinas / Instansi dan Lembaga yang terkait perlu ditingkatkan lagi. Mengingat apa yang telah penulis ketahui dilapangan mengenai pengetahuan masyarakat yang kurang dan tingkat pendidikan yang rendah menjadi suatu masalah BNP untuk meningkatkan penyuluhan yang lebih efektif dan rutin.

2. Upaya Penanggulangan BNP dalam Tindak Pidana Narkotika

Upaya penanggulangan BNP dalam tindak pidana narkotika antara lain yaitu : 1. Preventif dan Promotif

2. Refresif

(46)

Upaya Preventif dan Promotif yang dilakukan BNP menurut buku antara lain :

a. Penyebarluasan informasi baik melalui media massa cetak maupun elektronik, penyuluhan-penyuluhan langsung, dan pendekatan masyarakat. b. Menggalang kemitraan dan kerjasama dengan LSM, ORSOS, dan Dunia

Usaha.

c. PEER EDUCATION (Pendidikan Sebaya) pelatihan-pelatihan.

d. Penyempurnaan dan Pemantapan Kelembagaan

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Harian BNP bahwa upaya preventif (pencegahan) sudah berjalan dengan melakukan penyuluhan disekolah-sekolah, pendekatan masyarakat melalui media massa maupun elektronik. Menjalin kerjasama dengan LSM, ORSOS, dunia usaha dan Organisasi Narkoba dan GRANAT juga telah dijalankan dengan baik. Kendala yang lebih utama dalam upaya Preventif ini adalah kurangnya kesadaran orang tua untuk memberikan pengertian kepada anaknya tentang bahaya penggunaan narkotika seperti yang dikatakan Zoelpikar Zoebir kepala harian Badan narkotika Provinsi Lampung.

(47)

40

banyak pemakai atau pecandu hal yang paling utama adalah faktor keluarga, teman pergaulan, dan lingkungan tempat tinggal.

Upaya Refresif dilakukan dengan kegiatan antara lain : a. Operasi oleh Aparat Keamanan.

b. Dukungan informasi LSM peduli Narkoba.

c. Pemberdayaan masyarakat untuk memberikan dukungan dan informasi.

Menurut penadapat Noer Afifah selaku staf sekretariat BNP bahwa upaya refresif yang terjadi dilapangan belum berjalan dengan baik karena operasi keamanan justru menimbulkan tanggapan masyarakat yang melihat aparat hukum tidak menerapkan aturan hukum yang berlaku sesuai dengan Undang-Undang No.22 tentang Narkotika. Noer Afifah sendiri pernah melihat seorang pemuda itu dilepaskan oleh pihak kepolisian, oleh karena itu penting sekali peran aparat hukum yang bersih dan menerapkan sanksi / aturan hukum dengan tegas. Jadi upaya refresif itu tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya aparat penegak hukum yang jujur, bersih, disiplin, dan tegas.

(48)

Upaya Terapi dan Rehabilitasi dilakukan dengan kegiatan antara lain :

a. Penyiapan RSUD-AM, RS Jiwa dan RS Pemerintah serta swasta lainnya b. Pemanfaatan dan peningkatan fungsi Panti Pamardi Putra dan

Pemberdayaan LSM yang memadai dalam upaya pengobatan dan rehabilitasi

c. Pemantauan pasca terapi dan rehabilitasi medis.

Menurut pendapat Adi Saputra selaku Staf Sekretariat BNP bahwa upaya terapi sudah berjalan sejak tahun 1984, akan tetapi upaya terapi tersebut tidak semuanya mengalami kesembuhan total dari pemakaian narkotika itu sendiri. Panti-panti rehabilitasi hanya mengurangi secara bartahap pengaruh pemakaian narkotika, sedangkan untuk menyembuhkan si pemakai perlu memerlukan proses yang panjang. Sudah banyak korban overdosis yang meninggal ditempat atau di RS Swasta maupun Negeri akibat pemakaian yang melebihi batas.

Penulis sendiri beranggapan daripada mengobati lebih baik mencegah pemakaian narkotika karena sekali mencoba maka tidak akan lepas dari pengaruh narkotika itu sendiri. Untuk menyembuhkan pengaruh narkotika memang sulit walaupun banyak terdapat pusat rehabilitasi khusus pecandu narkotika, hal ini disebabkan tidak semua pecandu akan sembuh total tanpa adanya niat dan keinginan untuk sembuh dari ketergantungan narkoba.

3. Susunan Organisasi BNP

(49)

42

1. Pelindung 2. Pembina 3. Ketua

4. Ketua Pelaksana Harian (KALAKHAR)

5. Wakil Ketua Pelaksana Harian (WAKAI AKHAR) 6. Wakil Sekretaris

7. Bidang Promotif dan Prefentif 8. Bidang Penegakan Hukum

9. Bidang Terapi, Perawatan dan Rehabilitasi 10. Bidang Duta dan Informasi

Menurut Zoelpikar Zoebir sendiri susunan organisasi di BNP ditentukan oleh Gubernur karena telah dijelaskan melalui SK Gubernur No.33 Tahun 2004. Susunan Organisasi di BNP banyak yang memiliki kedudukan yang rangkap sehingga terkadang berpengaruh terhadap kegiatan BNP dalam melakukan kinerjanya. Zoelpikar Zoebir juga selalu menegaskan tidak semua yang terbentuk didalam organisasi dapat menjalankan tugasnya sedemikian rupa karena kesibukan didalam kedudukannya yang rangkap.

(50)

4. Susunan Keanggotaan dalam Badan Narkotika Propinsi

Susunan keanggotaan menurut Ketua Pelaksana Harian Zoelpikar Zoebir yang paling memegang peranan penting adalah Polda selaku bidang Preventif dan Promotif karena berperan sebagai penyidik. Untuk hal itu Zoelpikar Zoebir selalu mengutamakan kerjasama yang erat antara BNP dan Polda menjdai suatu kesatuan yang utuh dalam memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Menurut Noer Afifah antara keanggotaan dengan bidang aparat penegak hukum BNP penting sekali bekerjasama sehingga elemen-elemen seperti GRANAT dapat membantu dan mendukung kinerja BNP dalam menanggulangi peredaran gelap, penyalahgunaan dan penanggulangan narkotika di Bandar Lampung.

5. Pembiayaan Badan Narkotika Propinsi

Pendapat Staf Sekretariat BNP Adi Saputra bahwa biaya yang dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Badan Narkotika Propinsi dan Sekretariat tetap Badan Narkotika Propinsi dibebankan kepada Anggaran Pemerintah Propinsi Lampung, anggaran masing-masing sektor, pengusaha serta masyarakat yang memiliki keperdulian terhadap upaya penanggulangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba serta sumber yang paling terutama di pusat.

(51)

44

C. Apakah faktor penghambat upaya penanggulangan bahaya narkoba di kota Bandar Lampung

Faktor penghambat BNP dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkoba di kota bandar Lampung antara lain adalah :

1. Struktur

a. Belum semua Kabupaten / Kota telah membentuk BNK memiliki kantor sekretariat tetap sebagai penunjang utama pelaksanaan Narkoba didaerah. b. Kantor sekretariat tetap penanggulangan Narkoba pada tingkat kecamatan

dan Desa / Kelurahan masih sangat rendah.

c. Mengingat kelembagaan BNP maupun BNK merupakan lembaga non teknis daerah, maka adanya jabatan rangkap tidak dapat dihindari. Hal ini sangat berpengaruh pada kinerja BNP yang dianggap sebagai beabn anggaran tambahan .

d. Belum adanya pedoman kelembagaan penanggulangan Narkoba secara Nasional sampai tingkat Kecamatan dan Desa / Kelurahan.

2. Sumber Daya Manusia

Menurut Noer di BNP sumber daya manusia yang terdapat dibagian penyuluhan sangat kurang sekali sehingga membuat semua kegiatan menjadi tertunda. Karena perlu adanya anggota BNP yang cukup agar dapat bertugas dengan sebagaimana mestinya.

a. Sumber daya manusia yang berkualitas masih belum memadai.

(52)

3. Anggaran

Menurut Adi Saputra mengenai anggaran BNP masih sangat perlu dukungan dari pusat maupun ditingkat propinsi karena berperan sekali dalam kinerja BNP. Untuk itu Adi beserta rekan-rekannya meminta dukungan baik dengan para pengusaha maupun pihak perusahaan agar dapat memberikan dana bantuan berupa fasilitas dan mobilitas.

a. Rendahnya dukungan anggaran penanggulangan narkoba pada sebagian besar Kabupaten / Kota.

b. Masih rendahnya dukungan perusahaan / pengusaha dalam upaya penanggulangan narkoba.

c. Dukungan anggaran dari pusat masih belum terlaksana sepenuhnya.

4. Program

Menurut Adi program BNP belum berjalan dengan baik akibat dari penegakan hukum itu sendiri yang masih diselenggarakan oleh aparat hukum sehingga membuat program BNP untuk menanggulangi peredaran narkoba menjadi terhambat baik dikota maupun didaerah.

a. Belum optimalnya dukungan perangkat hukum dan Perundang-Undangan yang ada serta upaya penegakan hukum oleh aparat.

b. Belum optimalnya dukungan sarana mobilitas untuk pelaksanaan program penanggulangan didaerah.

(53)

46

selain biayanya mahal juga tempatnya terlalu jauh mengakibatkan proses pemeriksaan tertunda.

(54)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulkan sebagai berikut:

1. Penaggulangan narkoba melalui sarana Non Penal yang dilakukan oleh penegak hukum di kota Bandar Lampung dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Menumpas jaringan sindikat narkoba hingga ke akar-akarnya melalui pemutusan jaringan sindikat narkoba dalam dan/atau luar negri dan penghancuran kekuatan ekonomi jaringan sindikat narkoba dengan cara penyitaan aset yang berasal dari tindak pidana narkotika melalui penegakan hukum yang tegas dan keras.

b. Memberikan pengobatan/perawatan terhadap pengguna Narkoba yang mengalami ketergantungan di panti-panti pusat rehabilitasi dan pelayanan bagi korban narkoba.

c. Mengadakan penyuluhan dan sosialisasi Undang-Undang tentang narkoba.

(55)

48

e. Melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba secara komprehensif dan sinergis.

f. Pemusnahan ladang-ladang ganja.

2. Faktor yang menjadi penghambat dalam penanggulangan narkoba di kota Bandar Lampung yaitu:

a. Jumlah tenaga full time bidang administrasi dan staf ahli sekretariat masih belum memadai.

b. Anggota BNP berasal dari Pejabat Pemerintah belum banyak berperan disebabkan kesibukan tugasnya sehari-hari.

c. Rendahnya dukungan anggaran penanggulangan narkoba pada sebagian besar Kabupaten / Kota.

d. Belum optimalnya dukungan perangkat hukum dan perUndang-Undangan yang ada serta upaya penegakan hukum oleh aparat berwenang.

e. Mahalnya biaya pemeriksaan darah / urine termasuk bahaya narkoba. f. Belum optimalnya dukungan sarana mobilitas untuk pelaksanaan

program penanggulangan didaerah.

g. Masih rendahnya dukungan perusahaan / pengusaha dalam upaya penanggulangan narkoba.

h. Belum adanya pedoman kelembagaan penanggulangan narkoba secara Nasional sampai tingkat Kecamatan dan Desa.

(56)

sangat berpengaruh pada kinerja BNP yang dianggap sebagai beban anggaran tambahan.

j. Kelembagaan penanggulangan narkoba pada tingkat Kecamatan dan Desa / Kelurahan masih sangat rendah.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan serta analisis data, maka penulis bermaksud memberikan pemikiran, antara lain :

1. Perlunya diberikan penyuluhan secara intensif kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya pemakaian, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.

2. Membentuk pusat rehabilitasi bagi para pecandu narkoba dengan sarana dan prasarana yang memadai.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Bardanawawi. 2005, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,Citra Aditya Bakti, Bandung

Djajoesman, Noegroho, 1999, Mari Bersatu Memberantas Bahaya PenyalahgunaanNarkoba (NAZA0, Jakarta, BP. Darma Bakti.

Gunawan, K. Adi 2003. Kamus BahasaIndonesia.Surabaya, kartika.

Hayono, Basuki, 1999, Ekstasi di Masyarakat Dewasa Ini serta Akibat yang Ditimbulkan bagi Pemakainya, Makalah disajikan dalam Seminar Penangulangglangan Bahaya Narkoba yang diselengarakan oleh Uniiversitas Lancang Kuning, Pekan Baru, 15-16 Juni 1999.

H. Esthi susanti, 2005, Hak atas Kesehatan dan Implementasinya dalam Perspektif Perempuan, dalam Jurnal Dinamika HAM Volume 4, Nomor 3, Oktober 2005 yang ditertipkan oleh pusat Studi Ham Univrsitas Surabaya.

Martono, Lydia H. dan satya Joewana, 2006, Narkoba Mempegaruhi kerja Otak, Maklah disajikan seminar sehari ”Keluarga Besar Narkoba”yang diselengarakan oleh Badan Narkotika nasional, Jakarta, 20 Juni 2006.

Nawawi Arief, Barda, 2007, Masalah penegakan hukum dan Kebijakan Hukum pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Edisi Pertama, Cetakan Ke-1, Jakarta, Kencana Prenanda, Media Grup.

Nawawi Arief, Barda. 1996. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung, Citra Aditya bakti.

Ridha Ma’roef. M. 1976. Narkotika dan Masalah Bahayanya. Jakarta.

(58)

Soekedy, 2002, Menyiram Bara Narkoba, Mapeksi, Jakarta

Sumarno, Maksum, 1997, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan ketergantungan Obat, Cetakan Pertama, Jakarta, Haji masagung.

Data BNN Tahun 2011, dalam Rekapitulasi Data Narkoba, BNN Tahun 2011

Departemen Hukum dan hak Asasi manusia RI, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Pusat Penyuluhan Hukum, 2005, Badan Penyuluhan HukumEdisi III.

Data BNN Tahun 2011, dalam Rekapitulasi Data Narkoba, BNN Tahun 2011

Departemen Hukum dan hak Asasi manusia RI, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Pusat Penyuluhan Hukum, 2005, Badan Penyuluhan HukumEdisi III.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Gambar

Tabel jumlah narkoba, narkotika dan psikotropika hasil tindak pidana di Bandar

Referensi

Dokumen terkait