BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau juga dikenali sebagai Chronic Obstruktif Pulmonary Disease (COPD) merupakan obstruksi saluran pernapasan yang progresif dan ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau penyakit tunggal , tetapi merupakan satu istilah yang merujuk kepada penyakit paru kronis yang mengakibatkan pada sistem pernapasan akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik dan efisema tidak di masukan definisi PPOK karna bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan efisema merupakan diagnosis patologi. Bronkitis kronik merupakan gangguan klinik yang di tandai oleh pembentukan mukus yang menigkat dan bermanipasi sebgai batu kronk. Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis prenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris serta destruksi dibandingkan alveolar.
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit peru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di aliran udara di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel persial, serta adanya respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (gold,2009).
Secara klinis, bronkitis kronik didefinisikan sebagai manifestasi batuk kronik yang produktif selama 3 bulan sepanjang 2 tahun berturut-turut. Sementara emfisema didefinisikan sebagai pembesaran alveolus dihujung terminal bronkiol yang permanen dan abnormal disertai dengan destruksi pada dinding alveolus serta tanpa fibrosis yang jelas. The Global Initiativ for chronic Obstrucitve Lung Disease Guidelines (GOLD) mendefinisikan PPOK sebagai penyakit yang ditandai dengan ganguan pernafasan yang irefersibel, progresif, dan berkaitan dengan respon inflamasi yang abnormal pada paru akibat inhalasi pertikel-partikel udara atau gas-gas yang berbahaya (Kamangar,2010).
Sementara menurut Affyarsyah Abidin, Faisal yunus dan wewen heruwiono (2009). PPOK adalah penyakit paru kronik yang tidak sepenuhnya refersibel, progresif, dan berhubungan dengan respon inflamasi yang abnormal.
Merokok mengalami penurunan pada FEV1 dimana kira-kira hampir 90% perokok berisiko menderita PPOK (Kamangar, 2010).
Second-hand smoker atau perokok pasif berisiko untuk terkena infeksi sistem pernafasan, dan gejala-gejala asma. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan fungsi paru (Kamangar, 2010). Pemaparan asap rokok pada anak dengan ibu yang merokok menyebabkan penurunan pertumbuhan paru anak. Ibu hamil yang terpapar dengan asap rokok juga dapat menyebabkan penurunan fungsi dan perkembangan paru janin semasa gestasi.
Hubungan antara rokok dengan PPOK menunjukan hubungan dose response, artinya lebih banyak batang rokok yang dihisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan merokok tersebut maka resiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar. Hubungan dose response tersebut dapat dilihat pada indeks Brigman, yaitu jumlah konsumsi batang rokok per hari dikalikan jumlah hari lamanya merokok (tahun),misalnya bronkitis 10 bungkus tahun artinya jika seseorang merokok sehari sebungkus, maka seseoang akan menderita bronkitis kronik minimal setelah 10 tahun merokok (Suradi, 2009)
2.2.2. Hiperesponsif saluran pernafasan
Menurut Dutch hypothesis, asma, bronkitis kronik, dan emfisema adalah variasi penyakit yang hampir sama yang diakibatkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sementara British hypothesis menyatakan bahwa sama dan PPOK merupakan dua kondisi yang berbeda; asma diakibatkan reaksi alergi sedangkan PPOK adalah proses inflamasi dan kerusakan yang terjadi akibat merokok. Penelitian yang menilai hubungan tingkat respon saluran pernafasan dengan penurunan fungsu paru membuktikan bahwa peningkatan respon saluran pernafasan merupakan pengukuran yang signifikan bagi penurunan fungsi paru (Reily, Edwin, Shapiro, 2008).
Meskipun begitu, hubungan hal ini dengan individu yang merokok masi belum jelas. Hiperesponsif saluran pernafasan ini bisa menjurus kepada remodeling saluran nafas yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada penderita PPOK (Kamangar, 2010)