ANALISIS POTENSI MITIGASI DI SEKTOR KEHUTANAN DAN
TATA GUNA LAHAN DI KALIMANTAN BARAT
Sita Prihartanti
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS POTENSI MITIGASI DI SEKTOR KEHUTANAN DAN
TATA GUNA LAHAN DI KALIMANTAN BARAT
SITA PRIHARTANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi
:
Analisis Potensi Mitigasi di Sektor Kehutanan dan Tata Guna Lahan di
Kalimantan Barat
Nama
: Sita Prihartanti
NIM
: G34101048
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.Ir. Ibnul Qayim
Dr.Ir. Rizaldi Boer, M.Sc.
NIP 131 878 948
NIP 131 842 416
Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Prof.Dr.Ir.Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP 131 473 999
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2005 ini berjudul Analisis Potensi Mitigasi di Sektor Kehutanan dan Tata Guna Lahan di Kalimantan Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Ir. Ibnul Qayim dan Bapak Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc. selaku pembimbing skripsi, Ibu Dr. Nisa R. M.Si, selaku dosen penguji, Bapak Hendri di Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua atas saran dan bimbingannya. Kepada Badan Planologi Kehutanan, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Laboratorium Sosial Ekonomi Pusat Penelitian Kehutanan dan ICRAF atas informasi dan kontribusi data yang dibutuhkan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Tak lupa juga kepada Ibu Dr.Ir. Utut Widiastuti atas bimbingan dan nasihatnya, Ibu Dr.Ir. Sri S, Bapak Dr. Soekisman, Ibu Rini M.Si. atas bimbingan dan motivasinya penulis ucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga salam hormat penulis sampaikan pada Pak Joni, Pak Kus, Bu Anis, Bu Glenny dan semua civitas di Biologi.
Terima kasih dan rasa cinta penulis ucapkan pada Mama, ”I love U Ma”, Papa, Pak Po, Adek Viki, atas do’a dan cintanya. Kepada RiefkaMy Prince, Adisti, Laili, Dian, Intan, Refina, Huang, Udit, Budi, Ritma, Duti, Cyntia, Luki, Amir, Bekti dan semua Bio 38 atas persaudaraan yang indah. Kak Deny dan Mbak Iffah, terima kasih atas do’a dan dukungannya. Kepada Deni Irawan dan Akhmad Iqbal atas waktu dan dukungannya Kepada Igor, Faisal, Ismail, Lia, Lyna, semua Tekben 41, Slyterin, Dyah, David, semua HPT 41, Yayo, Deni, semua Biologi 41, Iip, Sari, Irni, semua Biologi 40 dan kepada semua praktikan, terima kasih atas tawa dan candanya selama praktikum. Kepada keluarga besar DPM TPB IPB 2001, keluarga besar Gema Almamater 2002-2003, Keluarga besar DKM Al-Ghifary 2003-2004, penulis ucapkan terima kasih. Tak lupa kepada Ibu dan Bapak Sitanala Arsyad atas bimbingannya selama penulis berada di TM3 dan tentu saja yang tak terlupakan Uni Yesi, Mbak Ita, Uni Rini, Uni Nina, Yani dan semua TM 3
crew.
Kepada Euyadinikof, penulis ucapkan terima kasih untuk perhatian dan pengertiannya, ” It’s so wonderful when we knew that there is someone taking care of us, thank you for being that person”.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada, Sutan Takdir Alisyahbana atas ”Dian Yang Tak Kunjung Padam”, Leo Tolstoy atas ” Anna Kareninna”, Buya Hamka, Mahatma Gandi, Taufik Ismail dan Anis Matta for inspiring words and to let me learn by books.
Bogor, September 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Probolinggo pada tanggal 25 November 1982 dari Ayah Yudi Hardwiyanto dan Ibu Suprihatin, Amd. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMUN I Probolinggo dan pada tahun yang sama penulis juga berhasil lulus Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Ilmu Lingkungan pada tahun ajaran 2003/2004, mata kuliah Fisiologi Tumbuhan, Ekologi Dasar dan Ilmu Lingkungan pada tahun ajaran 2004/2005, mata kuliah Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2005/2006 (semester ganjil dan genap). Penulis telah melakukan Praktik Lapang di Laboratorium ETP, QC limbah di PT.Kertas Leces BHMN. Penulis juga menjadi pengajar di Bimbel BASIC, untuk mata pelajaran Bahasa Inggris dan Matematika. Penulis juga mengikuti pendidikan non formal di UPT Bahasa IPB, yakni program bahasa Jerman (EinfuhrungdanGrundstufeIA)
Penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai staff Komisi Politik dan Keorganisasian, DPM TPB IPB 2001, reporter Gema Almamater IPB (2002 -2003), staff Biro Jurnalistik DKM Al-Ghifary IPB (2004-2005)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...vi
DAFTAR GAMBAR ...vi
DAFTAR LAMPIRAN ... III
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...1
Tujuan Penelitian ...2
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ...2
Metode Penelitian ...2
Tahap 1 Pengumpulan Input Data COMAP ...2
Tahap 2 Penyusunan Skenario
Baseline
dan Skenario Mitigasi ...2
Tahap 3 Pendugaan Potensi Mitigasi dengan Model COMAP...3
HASIL ...3
PEMBAHASAN
Potensi Mitigasi ...5
Efektivitas Biaya...5
Penyerapan CO2
oleh Tanaman ...6
SIMPULAN ...7
DAFTAR PUSTAKA ...7
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Indikator efektivitas biaya opsi regenerasi ...4
2. Indikator efektivitas biaya opsi reforestasi ...5
3. Serapan CO2
oleh tanaman pada kedua opsi...5
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta penutupan lahan Kalbar ...2
2. Tahapan Penelitian...3
3. Peta identifikasi kawasan untuk rehabilitasi dan reboisasi di Kalbar ...3
4. Potensi mitigasi opsi mitigasi ...5
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lahan kritis di Kalbar...9
2 Tabel luasan lahan yang perlu direhabilitasi di Kalbar ...10
3 Input data COMAP untuk opsi reforestasi dan regenerasi...11
4 Data biaya penanaman
Shorea
spp ...13
5 Data biaya penanaman
Durio
spp ...14
6 Data biaya penanaman padi (satu kali musim tanam selama 6 bulan) ...15
7 Data tanah di Kabupaten Pontianak ...16
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global (global warming) merupakan isu lingkungan yang paling banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Salah satu kegiatan yang memberikan kontribusi besar terhadap pemanasan global ialah perubahan tata guna lahan dan hutan. Perubahan tata guna lahan menjadi lahan pertanian, transmigrasi, perladangan berpindah akan menurunkan kemampuan serap hutan.
Pada tahun 1993 komoditas kayu di Indonesia mencapai angka 15 milliar US$ (SME 1996). Meskipun demikian, laju deforestasi yang disebabkan oleh kegiatan perubahan tata guna lahan sangat mempengaruhi kondisi hutan Indonesia, khususnya dalam kemampuannnya menyerap Gas Rumah Kaca (GRK). Apabila tidak segera dilakukan upaya penekanan emisi karbon, maka kemampuan hutan sebagai penyerap karbon dioksida (salah satu gas GRK) akan semakin menurun. Jika tidak ada upaya untuk menekan emisi GRK, maka diperkirakan tingkat konsentrasi GRK akan semakin tinggi dan akan menyebabkan pemanasan global.
Mitigasi ialah segala aktivitas yang ditujukan untuk menekan jumlah emisi karbon. Pilihan teknologi penekanan emisi (mitigasi) karbon dari sektor kehutanan secara umum terbagi menjadi tiga. Pertama ialah mengkonservasi karbon yakni dengan menekan laju deforestasi, peningkatan efisiensi pemanenan danlong term product serta perluasan hutan lindung. Kedua, dengan meningkatkan kapasitas penyerapan karbon melalui kegiatan reboisasi (reforestasi), penghijauan (aforestasi), wanatani (agroforestri), meningkatkan periode regenerasi hutan serta pembangunan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan. Ketiga, dengan mensubstitusi bahan bakar fosil dengan energi berbasis biomassa.
Indonesia tergolong negara non-Annex-1 (negara berkembang) belum diwajibkan untuk melakukan kegiatan mitigasi. Negara-negara Annex-1 (negara maju) telah diwajibkan untuk melakukan penurunan emisi sekitar 5% dari tingkat emisi tahun 1990, target penurunan emisi ini harus sudah dicapai pada periode 2008 sampai 2012. Fungsi hutan sebagai penyerap GRK memberikan ide bagi dimasukkannya sektor kehutanan dalam mekanisme pembangunan bersih Clean Development Mechanism (CDM). CDM merupakan upaya penurunan emisi karbon di negara berkembang dengan menggunakan teknologi bersih. Dalam
mekanisme ini negara maju melakukan kegiatan proyek mitigasi di negara berkembang dan pengurangan emisi akibat adanya proyek ini dijadikan sertifikat penurunan emisi (Certified Emision Reduction) oleh negara maju yang membiayai proyek tersebut. Indonesia adalah negara yang pertama kali merampungkan The first National Comunication dan sudah menyerahkannya pada sekretariat UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) bersamaan dengan diselenggarakannya Conference of Parties V (COP V) pada bulan November 2002. Sebagai salah satu negara yang meratifikasi UNFCCC, Indonesia berkewajiban untuk mengkomunikasikan upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mengurangi dampak pemanasan global akibat terjadinya perubahan iklim global. Upaya-upaya tersebut antara lain : Indonesia harus menentukan aktivitas dasar yang akan menentukan besarnya emisi GRK yang berasal dari sumber-sumbernya antara lain : sektor energi dan kehutanan serta penyerapan GRK.
Pada awal tahun 1970. laju deforestasi Indonesia diperkirakan sekitar 300 000 ha, mencapai 600 000 ha di tahun 1980 (MoF and FAO 1990). Hal ini tentu saja menurunkan kapasitas serap hutan, upaya seperti aforestasi dan reforestasi, yang selanjutnya disebut sebagai teknologi mitigasi adalah contoh aktivitas yang dapat mempertahankan kemampuan serap hutan. Berdasarkan letak geografisnya, Kalimantan Barat tepat dilalui oleh garis khatulistiwa (garis lintang 00). Provinsi ini
termasuk salah satu wilayah yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas, setelah Irian Jaya, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, yaitu sekitar 6.09% dari luasan kawasan hutan Indonesia. Berdasarkan Tata Guna Hutan Kesepakatan tahun 1997/1998, sebagian besar hutan di Kalimantan Barat merupakan kawasan hutan produksi terbatas sebesar 2 987 ribu ha (41.44%) dan 2 047 ribu ha (28.40%) merupakan hutan lindung. Sedangkan suaka alam, hutan produksi biasa dan hutan konversi masing-masing sebesar 1.337 ribu ha (18.55%), 1.323 ribu ha (14.97 %) dan 1.509 ribu ha (20.93%) (Badan Planologi Kehutanan 2002).
2
logging, kebakaran hutan dan juga oleh aktivitas penambangan emas
Luas penutupan lahan terhadap kawasan hutan berdasarkan penafsiran citra satelit NOAA, kawasan ini mengalami penurunan luas penutupan lahan hampir 10% dalam kurun waktu dua tahun. Pada tahun 1998 luas penutupan lahan tercatat sebesar 6 713 026 ha sementara di akhir tahun 2000 luasnya sudah berkurang menjadi hanya 6 712 000 ha (Badan Planologi Kehutanan 2002).
Gambar 1 Peta penutupan lahan Kalbar (Sumber : Badan Planologi Kehutanan 2002).
Dari data yang ada, membuktikan bahwa sangat perlu untuk langkah alternatif guna mengantisipasi laju deforestasi dan menjaga kapasitas serap hutan Kalimantan Barat tetap besar. Dengan memasukkan CDM sektor kehutanan, maka perlu dilakukan analisis
baseline dan opsi mitigasi yang digunakan agar dapat mengetahui perubahan stok karbon antara kondisi baseline (tanpa proyek CDM) dengan kondisi ada proyek CDM.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis potensi mitigasi, potensi penyerapan CO2 dan
efektivitas biaya jika opsi mitigasi diimplementasikan
.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan
Penelitian ini menggunakansoftwareCOMAP (Comprehensive Mitigation Assesment Process) dengan input data yang akan dijelaskan pada tahapan penelitian.
Metode Penelitian
Tahap 1 Pengumpulan Input Data COMAP
Penelitian ini menggunakan Provinsi Kalimantan Barat sebagai site research. Hal pertama yang dilakukan ialah identifikasi lahan yang akan digunakan untuk opsi mitigasi. Pengumpulan input data ini diperoleh dari Instansi Kehutanan, Badan Planologi Departemen Kehutanan, Laboratorium Sosial Ekonomi Puslihut, HPH Halisa, ICRAF dan instansi yang terkait dengan penelitian. Secara keseluruhan input data yang digunakan untuk penelitian ini adalah :
a. Luasan lahan yang perlu direhabilitasi di Kalimantan Barat.
b. Untuk perhitungan sumber karbon dan penyerapannya (carbon pool and carbon sequestration), input data yang dibutuhkan ialah:
▪ jumlah karbon yang tersimpan dalam tanaman di tiap kategori lahan kritis
c. Untuk perhitungan penyerapan dan penyimpanan karbon pada skenario mitigasi (tC/ha), input data yang dibutuhkan ialah :
▪ periode rotasi dan laju riap tahunan (Mean Annual Increment, MAI) pohon yang digunakan dalam aktivitas mitigasi.
▪ laju penyimpanan karbon tahunan di dalam
tanah
▪ jumlah karbon yang tersimpan di dalam
vegetasi, tanah, terdekomposisi dan produk. d. Perhitungan biaya, input data yang digunakan
ialah:
▪ biayainitial
▪ biaya perawatan ▪ biaya monitoring
Tahap 2 Penyusunan Skenario Baseline dan Skenario Mitigasi
Penyusunan skenario baseline diasumsikan dinamis untuk lahan bersemak dan hutan sekunder serta statis untuk lahan pertanian. Sementara untuk skenario mitigasi diasumsikan meningkat dari aktivitasbaseline.
Boer (2001), menyatakan bahwa baseline
adalah kondisi yang sangat mungkin terjadi pada kondisi tidak ada proyek. Sementara skenario mitigasi ialah skenario yang digunakan untuk memproyeksi data aktivitas mitigasi dengan mengikuti laju perubahan yang diakibatkan oleh pemanfaatan lahan yang meningkat dari aktivitas
baseline. Selisih opsi mitigasi yang digunakan untuk pemanfaatan lahan dengan skenario
3
Skenario yang digunakan untuk proyeksi emisi dan penekanan emisi berdasarkan asumsi, antaralain :
▪ Laju penanaman pada areal lahan kritis adalah
10 % dari lahan kritis yang ada.
▪ Opsi mitigasi pertama ialah reforestasi menggunakan tanaman Shorea spp. dengan rotasi 20 dan 30 tahun. Opsi kedua, regenerasi menggunakan tanaman Durio spp. tanpa aktivitas pemanenan. Kedua opsi menggunakan tanaman sekunder, berupa padi ladang. Penanaman tanaman selingan ini dilakukan pada 3 tahun pertama periode mitigasi.
▪ Variabel lain yang dibutuhkan akan mengacu
padatrenddata yang ada.
Tahap 3 Pendugaan Potensi Mitigasi dengan Model COMAP
Untuk analisis potensi mitigasi menggunakan metode COMAP (Sathaye & Makundi 1995), untuk aktivitas mitigasi tanpa rotasi dan pemanenan menggunakan model Refregn, sementara untuk aktivitas mitigasi yang menggunakan periode rotasi dan pemanenan menggunakan model Refront.
Tahapan analisis dalam Refregn ialah : a. Identifikasi kategori lahan yang akan
digunakan. Dalam penelitian ini, lahan yang digunakan baik dalam skenario baseline dan mitigasi akan dibagi berdasarkan pada tipe penutupan lahan, yaitu tipe penutupan lahan pertama ialah jenis lahan bersemak, kedua ialah jenis hutan sekunder yang tidak produktif dan yang ketiga ialah areal pertanian.
b. Perhitungan cabon sequestration pada skenario baseline (tC/ha) untuk mengetahui jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah dan dalam tanaman. Input data yang digunakan ialah karbon pada tanah dan tanaman.
c.Perhitungan penyerapan dan penyimpanan karbon pada skenario mitigasi (tC/ha), data yang diperlukan ialah periode rotasi dan Mean Annual Increment (MAI) tanaman yang digunakan dalam mitigasi dan laju penyimpanan karbon tahunan di dalam tanah. d. Perhitungan biaya dan keuntungan
Perhitungan biaya reboisasi dalamNet Present
Value (NPV dalam $/ha), dengan input data yang digunakan ialah biaya initial, perawatan dan monitoring.
Output yang dihasilkan dari model ini berupa, potensi mitigasi (tC/ha), keuntungan NPV dari tiap aktivitas mitigasi dan efektifitas biaya ($/tC, $/ha).
Tahapan dalam model Refront hampir sama dengan tahapan dalam model Refregn, hanya saja dalam model Refront terdapat tambahan input data berupa periode rotasi, laju terdekomposisi, karbon terdekomposisi dan karbon yang tersimpan dalam produk.
Gambar 2 Tahapan Penelitian.
HASIL
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Ktd-II/99, 7 Mei 1999, kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi dikelompokkan berdasarkan tipe penutupan lahannya. Kategori penutupan lahan yang pertama ialah padang lahan bersemak, yang kedua hutan sekunder dan yang ketiga ialah sawah serta areal pertanian lahan kering.
Gambar 3 Peta identifikasi kawasan untuk rehabilitasi dan reboisasi di Kalbar.
(Sumber : Badan Planologi Kehutanan 2002).
Pengumpulan input data COMAP Identifikasi lahan yang akan direhabilitasi Penyusunan skenario baseline dan mitigasi COMAP Penyusunan aktivitas penanaman kedua opsi
mitigasi di kedua skenario.
4
Luasan lahan didentifikasikan sebesar 10% dari kawasan hutan dan lahan yang perlu direhabilitasi. Untuk kelompok penutupan lahan bersemak, luasannya sebesar 16 330 ha, sementara untuk kelompok penutupan lahan berupa hutan sekunder dan areal pertanian masing-masing sebesar 12 366 ha dan 12 330 ha. Secara garis besar input data yang digunakan ialah
1. Luasan lahan kritis, berdasarkan kategori penutupan lahan.
2. Berat kering pada kondisi baseline.
Asumsi yang digunakan dalam penentuan biomassa kering pada masing-masing kategori lahan kritis ialah berat kering pada kondisibaseline. 3. Karbon vegetasi. Brown (1997), menyatakan bahwa karbon yang tersimpan dalam tumbuhan tropika ialah 50% dari biomassa keringnya.
4. Jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah. Untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah dibutuhkan tiga parameter, yaitu: a. Persentase C (%C) pada kondisi
baseline diasumsikan sebesar 1.508 (lahan bersemak), 2.34 (hutan sekunder dan 1.26 (lahan pertanian) b Kedalaman tanah (B) yang
digunakan mewakil kedalaman 1 m. c. Berat jenis tanah (BJ) yang digunakan
sekitar 1.2 ton/m3
Dari hasil perhitungan didapatkan jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah ialah sebesar 6.69 tC/ha (lahan bersemak), 10.1 tC/ha (hutan sekunder) dan 5.59 tC/ha (lahan pertanian).
5.Mean Annual Increment (MAI) atau laju riap tahunan, menggambarkan laju pertumbuhan biomassa tanaman tiap tahunnya. Shorea spp. nilai MAI yang digunakan ialah 7.56 tB/th/ha. Nilai MAI untuk opsi Durio spp. ialah 6.66 tB/th/ha
6. Jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah pada skenario mitigasi. Untuk menghitung jumlah karbon yang tersimpan dalam tanah pada skenario mitigasi , dibutuhkan tiga parameter. a. Persentase (%C), yang digunakan
ialah jumlah penambahan %C selama periode rotasi aktivitas ialah 1.23 % (lahan bersemak), 2.07 % (hutan sekunder) dan 0.99% (lahan pertanian)
b. Kedalaman tanah yang digunakan mewakili kedalaman 1 m.
c. BJ, berat jenis tanah yang digunakan sekitar 1.2ton/m3.
Dari hasil perhitungan diperoleh pertambahan nilai karbon sebesar 0.15 tC/ha/thn (lahan bersemak), 0.03 tC/ha/thn (hutan sekunder) dan 0.19 tC/ha/thn (lahan pertanian). Penambahan nilai karbon untuk penanamanDurio spp. diestimasikan sama dengan penambahan nilai karbon pada penanaman Shorea spp. dengan periode rotasi 30 tahun. 7. Jumlah karbon yang terdekomposisi.
(Boer R 5 Desember 2005, komunikasi pribadi), jumlah karbon yang terdekomposisi tergantung pada proporsi dari limbah kayu. Dalam penelitian ini proporsi limbah kayu diasumsikan 30% dari berat kayu (Boer R 13 Maret 2006, komunikasi pribadi) Dari hasil perhitungan diperoleh jumlah karbon yang terdekomposisi sebesar 22.68 tC/ha/pemanenan.
8. Jumlah karbon yang tersimpan dalam produk diestimasikan sebesar 59.92 tC/ha/pemanenan.
9.Data biaya yang digunakan meliputi
initial cost, maintenance cost dan
monitoring cost. Nilai dari masing-masing biaya untuk kedua opsi mitigasi bisa dilihat pada Lampiran 4 dan 5.
Input data COMAP keseluruhannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Hasil analisis opsi regenerasi dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 Indikator efektivitas biaya opsi regenerasi
Kategori penutupan lahan Net Present Value (NPV) Initial cost Potensi mitigasi (tC/ha)
$/tC $/ha $/tC $/ha
Lahan
bersemak -1.33 -166 0.6 48 117
Hutan
Sekunder -1.53 -122 0.9 71 132
Lahan
pertanian -5.52 -549 2.3 228 133
Tiga parameter yang dianalisis antara lain,
potensi mitigasi (tC/ha), efektivitas biaya ($/tC/ $/ha) dan penyerapan CO2 oleh tanaman
5
Tabel 2 Indikator efektivitas biaya opsi reforestasi
Opsi mitigasi Kategori Penutupan lahan Net Present Value (NPV) Initial cost Endowment cost Potensi mitigasi (tC/ha)
$/tC $/ha $/tC $/ha $/tC $/ha
Shoreaspp. dengan rotasi 20 tahun
Lahan
bersemak 3.96 364 0.6 55 1.85 170 46
Hutan
Sekunder 5.58 349 1.1 67 3.08 183 30
Lahan
pertanian 4.51 391 0.5 43 1.88 163 43
Shoreaspp. dengan
rotasi 30 tahun
Lahan
bersemak 3.67 304 0.7 55 2.05 170 42
Hutan sekunder 4.43 291 1.0 67 2.79 183 33
Lahan
pertanian 3.39 329 0.447 43.334 1.68 162.8 49
Tabel 3 Serapan CO2oleh tanaman pada kedua opsi
Opsi Coverland Potensi mitigasi (tC/ha) Serapan CO2
(tCO2/ha)
Duriospp. Lahan bersemak 117 423
Hutan sekunder 132 483 Lahan pertanian 133 486
Shorea spp.(20 thn) Lahan bersemak 46 169
Hutan sekunder 30 109 Lahan pertanian 43 159
Shoreaspp. (30 thn) Lahan bersemak 42 152
Hutan sekunder 33 120
Lahan pertanian 49 178
PEMBAHASAN
Potensi Mitigasi
Potensi mitigasi menunjukkan kemampuan penyerapan karbon, jika opsi mitigasi diimplementasikan. Nilai potensi mitigasi yang tinggi mengindikasikan opsi mitigasi akan memberi keuntungan di aspek ekologis.
46.02 41.5 110.8 28.5332.85 140.76 43.3748.5 109.6 0 20 40 60 80 100 120 140 160 Potensi mitigasi (t C/ha) Lahan bersemak Hutan sekunder Lahan pertanian Shorea (20) Shorea (30) Durio
Gambar 4 Potensi mitigasi opsi mitigasi.
Merujuk pada tabel 2, dapat diketahui nilai potensi mitigasi untuk opsi regenerasi dengan menggunakan Durio spp. berkisar antara 117 sampai 133 tC/ha. Potensi mitigasi tertinggi pada hutan sekunder dan terendah pada areal
pertanian. Potensi mitigasi untuk opsi reforestasi berkisar antara 30 sampai 49 tC/ha.
6
Efektivitas Biaya
Berdasarkan Sathaye dan Makundi (1999), ada empat indikator efektivitas biaya dari model Refregn yaitu,Initial cost(US$/tC atau US$/ha),
Endowment cost (US$/tC atau US$/ha), Net Present Value(US$/tC atau US$/ha) danBenefit of Reducing Atmospheric Carbon (US$/tC atau US$/ha). Namun yang umum digunakan untuk menyatakan keuntungan dan biaya dari aktivitas mitigasi hanya tiga indikator, yaitu:
1. Initial cost (US$/tC atau US$/ha), hanya meliputi biaya di awal aktivitas mitigasi. Tidak memasukkan biaya investasi.
2. Endowment cost (US$/tC atau US$/ha), indikator ini menyatakan jumlahinitial cost
dan seluruh biaya investasi terdiskon yang diperlukan selama satu siklus hidup.
3. Net Present Value (US$/tC atau US$/ha), menyatakan jumlah nilai terdiskon dari biaya yang diperlukan selama aktivitas mitigasi berlangsung. -5.52 3.96 -1.53 5.88 -1.33 4.51 -6 -4 -2 0 2 4 6 NPV Lahan bersemak Hutan sekunder Lahan pertanian Durio spp Shorea 20 Shorea 30
Gambar 5 NPV opsi mitigasi.
Nilai NPV terbesar ada pada penanaman
Shorea spp. Berkisar antara 291 sampai 391 US$/ha. NPV tertinggi pada kelompok lahan areal pertanian dengan periode rotasi 20 tahun, sementara yang terendah pada hutan sekunder dengan periode rotasi 30 tahun.
NPV Durio spp. bernilai negatif. NPV akan bernilai negatif jika nilai hasil hutan atau produk tidak dimasukkan (Sathaye 1995).
Initial cost menunjukkan biaya di awal aktivitas mitigasi tidak memasukkan biaya investasi. Initial cost tertinggi pada penanaman
Duriospp.ada pada lahan pertanian, sebesar 228 US$/ha dan nilai terendah pada lahan bersemak 64 US$/ha. Initial cost opsi reforestasi berkisar antara 43 sampai 67 US$/ha. Initial cost
tertinggi pada kelompok lahan pertanian dengan periode rotasi 30 tahun, sementara initial cost
terendah pada lahan bersemak dan hutan sekunder dengan periode rotasi 30 tahun. . Sathaye dan Makundi (1999), menyebutkan
bahwa nilai NPV dpengaruhi oleh biaya per ha,
discount ratedan periode rotasi.
Endowment cost (US$/tC atau US$/ha), indikator yang menunjukkan jumlah initial cost
dan seluruh biaya investasi terdiskon yang. diperlukan selama satu siklus hidup. Penanaman
Shorea spp. dengan rotasi 20 tahun, nilai
Endowment cost tertinggi pada hutan sekunder, sebesar 3.08 US$/tC, sementara yang terendah pada lahan bersemak, sebesar 1.85 US$/tC. Sementara untuk penanaman Shorea spp. 30 tahun, nilai tertinggi pada hutan sekunder, sebesar 2.79 US$/tC dan yang terendah pada lahan bersemak, sebesar 1.68 US$/tC. Hal ini memperkuat simpulan Boer et al. (1998), yang menyatakan bahwa nilai endowment cost
beberapa spesies di Indonesia berkisar antara 1 sampai 34 US$/tC.
Penyerapan CO2oleh Tanaman
Penyerapan karbon juga dapat menunjukkan serapan CO2 oleh tanaman yang nantinya akan
digunakan dalam fotosintesis. Organisme autotrof, termasuk tumbuhan membutuhkan CO2.
Karbon dioksida yang dibutuhkan digunakan untuk diubah menjadi gula. IPCC (1995), menyebutkan bahwa perhitungan serapan karbon dioksida dalam kegiatan perubahan hutan dan stok kayu, konversi hutan dan padang rumput serta kegiatan lahan bera bisa disebut sebagai serapan CO2oleh tanaman. Serapan CO2untuk
opsi regenerasi memiliki jumlah serapan CO2
yang lebih tinggi, jika dibandingkan dengan opsi reforestasi. Sama halnya dengan potensi mitigasi, serapan CO2pada opsi regenerasi lebih
tinggi, karena opsi ini tidak melibatkan aktivitas rotasi dan pemanenan. Hal ini menguatkan simpulan IPCC (1995), yang menyatakan bahwa potensi mitigasi berkorelasi positif dengan potensi negatif.
Serapan CO2tertinggi pada opsi
ini, pada lahan pertanian, yakni sebesar 486 tCO2/ha. Hal ini terjadi karena, selisih kondisi baselinedan mitigasi lebih besar daripada kedua kategori coverland lainnya. Untuk opsi reforestasi dengan periode 20 tahun, serapan CO2
tertinggi ada pada lahan bersemak, yakni sebesar 169 tCO2/ha, sementara nilai terendah pada
hutan sekunder, yakni 109 tCO2/ha/thn.
Reforestasi dengan periode 30 tahun, serapan CO2tertinggi pada lahan pertanian, yakni sebesar
178 tCO2/ha dan terendah pada hutan sekunder
sebesar 120 tCO2/ha.
Serapan CO2 oleh tanaman,
7
dilaksanakan. Fotosintesis dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain, anatomi daun, stomata dan kloroplas, sementara faktor eksternal antara lain cahaya matahari dan ketersediaan materi seperti H2O
dan CO2. Persamaan fotosintesis secara
keseluruhan:
CO2+ H2O + energi matahari C6H12O6+ H2O
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa, keberadaan CO2 sangat penting.
Semakin besar ketersediaan CO2 dan air, maka
jumlah bahan organik dan oksigen yang dihasilkan akan besar juga, begitu juga sebaliknya.
Dengan mengasumsikan ketersediaan air dan faktor eksternal lainnya konstan, maka pada opsi regenerasi dapat menghasilkan bahan organik dan oksigen lebih besar daripada opsi reforestasi, karena serapan CO2 lebih besar
daripada opsi reforestasi. Opsi reforestasi dengan periode 30 tahun memiliki rata-rata serapan CO2 lebih tinggi daripada opsi
reforestasi dengan periode rotasi 20 tahun, yakni sebesar 150.16 tCO2/ha, sehingga bahan organik
dan oksigen yang dihasilkan juga lebih besar.
SIMPULAN
Potensi mitigasi di sektor kehutanan dan tata guna lahan di Kalimantan Barat berkisar antara 30 sampai 133 tC/ha. Opsi regenerasi dengan tanaman Durio spp. memiliki potensi mitigasi tertinggi, sementara opsi reforestasi
Shorea spp. dengan periode rotasi 20 tahun memiliki potensi mitigasi terendah.
Serapan CO2 oleh tanaman berkisar
antara 109 sampai 486 tCO2/ha. Serapan CO2
berkorelasi positif dengan potensi mitigasi. Biaya investasi yang diperlukan jika opsi mitigasi diimplementasikan berkisar antara 43.334 sampai 228 US$/ha, endowment cost antara 162.8 sampai 183 US$/ha serta NPV antara – 549 sampai 391 US$/ha.
Opsi mitigasi yang memberi keuntungan positif ialah reforestasi, sementara yang memiliki keuntungan negatif (NPV bernilai negatif) ialah regenerasi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Planologi Kehutanan .2002. Data dan Informasi Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat.Jakarta: Dephut.
Boer R, Hendri, Ng Gintings. 1998. GHG inventory and abatement strategy for
forestry sector and land use change sector.
Indonesian J Agric MeteorolB(2):24-26. Boer R, 2001. Economic assessment of
mitigation option for enhancing and maintaining carbon sink capacity in Indonesia. Proceeding Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change.New Delhi, 23-24 September 2000. Amsterdam: Kluwer Academic Publisher 6:257-290.
Brown, S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest :A Primer. FAO Forestry Paper 134. Rome: FAO.
[Dephut] Departemen Kehutanan.2000. Statistik Kehutanan Indonesia.Jakarta:Badan Planologi Kehutanan.
[IPCC] Intergovermental Panel on Climate Change.1995.Grennhouse gas inventory workbook (vol2).UNEP-OECD-IEA-IPCC.Bracknell-UK
[MoF] Ministry of Forestry and (FAO) Food and AgriculturalOrganizaton.1990.UFT/INS/0 65/INS:Forestry studies.Field Document No 1-2, October 1989.RePPPrrot vol 2. Tabulating Existing TGHK Categories. Range 1972-1986, aprox. Date 1982 Sathaye J. 1995. Greenhouse Mitigation
Assesment : Guide Book. Dordrech Kluwer Academic Publ.
Sathaye J, Makundi W.1999.COMAP-Description and Instruction Manual. Ernest Orlando Lawrence Berkeley National Laboratory.
8
9
Lampiran 2 Tabel luasan lahan yang perlu direhabilitasi di Kalbar
Lampiran 1 Peta Lahan Kritis di Kalimantan Barat
10
Lampiran 2 Tabel luasan lahan kritis yang perlu direhabilitasi di Kalbar
Tabel luasan lahan kritis di Kalimantan Barat berdasarkan kategori penutupan lahan.
No Kabupaten
Kelompok penutupan lahan
Total luas indikasi rehabilitasi (ribu ha)
I 589.7
II 804.1
1 Kapuas Hulu
III 4.5
I 1,340.5
II 1,428.4
2 Ketapang
III 42.0
I 125.6
II 227.1
3 Sambas
III 152.7
I 1,345.8
II 201.5
4 Sanggau
III 41.0
I 1,239.2
II 687.7
5 Sintang
III 16.8
I 261.1
II 445.8
6 Pontianak
III 112.2
I 0.0
II 0.0
7 Kota Pontianak
III 5.4
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 284/Ktd-II/99, 7 Mei 1999 Kategori penutupan lahan kritis dibedakan menjadi kelompok: I : Lahan Bersemak
11
Lampiran 3 Input data COMAP untuk opsi reforestasi dan regenerasi
Reforestasi (Shorea) Regenerasi (Durio)
Input data Lahan bersemak
Hutan Sekunder
Lahan pertanian
Lahan bersemak
Hutan sekunder
Lahan pertanian
Baseline1 20 36 10 20 36 10
Jumlah karbon terdekomposisi dalam tanah
(tC/ha)2 6.69 10.1 5.59 6.69 10.1 5.59
Laju Riap Tahunan (tB/yr/ha)3 7.56 7.56 7.56 6.66 6.66 6.66
Rapat karbon (%) 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5
Periode rotasi (thn) 20 dan 30 20 dan 30 20 dan 30
Perubahan karbon tanah ((tC/ha/thn)4 0.15 0.03 0.19 0.15 0.03 0.19 Jumlah karbon terdekomposisi(tC/ha/thn))5 22.68 22.68 22.68
Periode terdekomposisi (thn) 3 3 3
Umur (thn) 20 20 20
Jumlah karbon terdekomposisi dalam produk
(t C/ha/pemenenan)6 59.92 59.92 59.92
Initial cost(US$/ha)7
Tahun 1 170.85 227.8 113.9 212.85 283.8 141.9
Tahun 2 42.9 42.9 42.9 42.9 42.9 42.9
Tahun 3 42.9 42.9 42.9 42.9 42.9 42.9
Reccurent (Maintenance) ($/Ha/year)8
Tahun 1 37.6 37.6 37.6 21 21 21
Tahun 2 37.6 37.6 37.6 21 21 21
Tahun 3 37.6 37.6 37.6 21 21 21
Monitoring/Protection Cost($/ha)9 15 15 15 6 6 6
Produk kayu (%MAI)10 70 70 70 Harga produk (kayu) ($/t)11 56.9 56.9 56.9 Produk non kayu (karet dan buah)12 0.541 0.541 0.541
Harga Produk non kayu (karet dan buah) ($/t)13 95.04 95.04 95.04 95.04 95.04 95.04
12
Keterangan :
1
.Lascoet al(2000) dalam Boer (2000)
2Estimasi berdasarkan data dari Puslitanak 1985 3
MAI Shorea hasil estimasi berdsarkan data HPH Halisa 1995, MAI Durio berdasarkan data dari Laboratorium Sosial Ekonomi Puslithut
4
Estimasi berdasarkan data dari Puslitanak 1985
5
Estimasi berdasarkan data dari Puslitanak 1985
6Estimasi berdasarkan data dari Puslitanak 1985 7
Mengacu pada data biaya dari Laboratorium Sosial Ekonomi Puslithut
8
Mengacu pada data biaya dari Laboratorium Sosial Ekonomi Puslithut
9
Mengacu pada data biaya dari Laboratorium Sosial Ekonomi Puslithut
10Boer 2005 (komunikasi pribadi) 11
Mengacu pada data biaya dari Laboratorium Sosial Ekonomi Puslithut
12
Mengacu pada data biaya dari Laboratorium Sosial Ekonomi Puslithut
13
Mengacu pada data biaya dari Laboratorium Sosial Ekonomi Puslithut
13
Lampiran 4 Data biaya penanamanShoreaspp.
No Aktivitas Uraian Rincian biaya Jumlah
A Initial Cost
*Pengolahan Tanah
Paket
(tebang,tebas,cincang) Rp 325.000/ha 325.000 *Pembibitan
- Kerja 2 HOK/Ha 2 HOK/Ha x Rp 15.000/HOK/Ha
30.000
- Bibit 100 pohon/ha 100 pohon/Ha x Rp 2.500/pohon/Ha
250.000
*Penanaman 7 HOK/Ha 7 HOK/Ha x Rp 15.000/HOK/Ha
105.000
B Perawatan *Perawatan rutin
10 HOK/Ha/th 10 HOK/ha x Rp 15.000/HOK/Ha
150.000
*Pupuk 54 kg/Ha 54 kg/ha x Rp 1.500/kg
81.000
*Pestisida 1 liter/Ha 1 liter/ha x Rp 55.000/liter
55.000
C Monitoring *Monitoring rutin
10 HOK/Ha/th 10 HOK/Ha x Rp 15.000/HOK/Ha
150.000
D Pemanenan
14
Lampiran 5 Data biaya penanamanDuriospp.
No Uraian Rincian Fakta
Jumlah (Rp)
A Initial Cost
*Pengolahan Tanah 50 HOK/ha - 750.000 *Pembibitan
- Kerja 4 HOK/Ha - 60.000
- Bibit 120 pohon/ha - 120.000
*Penanaman 4 HOK/Ha - 60.000
*Pembebasan Paket Rp 90.000/ha 90.000 *Pengayaan Paket Rp 77.500/ha 77.500 *Pengadaan Bibit Paket Rp 35.000/ha 35.000 B Perawatan
*Penyulaman 2 HOK/Ha/th - 30.000
*Penyiangan (2x) 2 x 3 HOK/Ha/th - 90.000 C Monitoring
*Monitoring rutin 2 x 2 HOK/Ha/th - 60.000 D Pemanenan
*Mengikat Duren 10 HOK/Ha/th - 150.000
*Tali Rafia 100 gulung - 100.000
*Golok Rp 20.000/th - 20.000
*Kerja 10 HOK/Ha/th 10 HOK/Ha x Rp 15.000/HOK/Ha
150.000
15
Lampiran 6 Data biaya penanaman padi (satu kali musim tanam selama 6 bulan)
No Kegiatan Uraian Rincian Biaya
Jumlah (Rp)
A Initial Cost
*Pengolahan Tanah sudah termasuk pada karet - -*Pembibitan
- Kerja 5 HOK/Ha - 75.000
- Bibit 60 kg/Ha - 144.000
*Penanaman/Tugal 14 HOK/Ha - 210.000 B Perawatan
*Perawatan rutin 1 HOK/Ha/bulan x 6 bulan - 90.000 C Pemanenan
*Upah panen 10 % x hasil 10 % x Rp 1.188.000/ha/th
0
*Upah ketam 10 % x hasil 10 % x Rp 1.188.000/ha/th
0
D Pendapatan 1.500 kg gabah/ha 540 kg/th x Rp 2.200/kg
1.188.000
16
Lampiran 7 Data tanah di Kabupaten Pontianak
Kecamatan Coverland Jenis tanah Kedalaman %N %C Menyuke Sawah Gleisol Aerik 50.0 0.05 0.55
Gleisol Aerik 80.0 0.03 0.49 Typic
Tropaquepts 0 0.19 2.20
Dystric
Gleysols 20.0 0.07 0.65
Pahuman Sawah Gleisol Distrik 50.0 0.08 1.16 Gleisol Distrik 70.0 0.08 1.13 Dytric
Gleysols 30.0 0.12 2.63
Temila
Hutan Sekunder
Fluventic
Tropaquepts 0 0.11 1.53
Dystric
Gleysols 12.0 0.11 1.43
Gleisol Fluvik 31.0 0.08 0.86 Gleisol Fluvik 61.0 0.15 2.07 Gleisol Fluvik 80.0 0.27 5.81
Ngabang Semak
Aquic
Tropohumults 0 0.29 4.78
Gleyic Acrisols 14.0 0.10 1.18 Podsolik Gleik 34.0 0.06 0.74 Podsolik Gleik 60.0 0.05 0.51 Podsolik Gleik 80.0 0.04 0.33 Temila Hutan tanaman
(Meranti dan Merbau)
Ferrod 0 0.26 5.34
17
Lampiran 8 Analisis fisika dan kimia tanah Ultisol (Red Yellow Podzolic) Distribusi ukuran partikel (%) pH
0.01M CaCl2
Kandungan kation per 100 gram tanah Fe2O3bebas
(%) C (%)
PH 0.01 M CaCl2
Horizon
>50 50-2 <2 Ca Mg K Na Al+H c.e.c
A11 0.8 72.4 26.8 1.1 0.3 0.1 0.2 5.2 6.9 0.2 1.9 3.6
A12 0.6 60.5 38.9 1.1 0.4 0.1 0.2 5.2 7.9 0.3 1.1 3.6
B101 0.9 50.8 48.3 1.1 0.4 0.1 0.2 5.2 9.4 3.2 0.6 3.6
B211 1.1 39.9 59 1.1 0.3 0.1 0.2 5.2 10.7 5.5 0.5 3.6
B311 7 49.4 43.6 1.1 0.4 0.1 0.2 5.2 9.8 9.7 0.4 3.6