Yowa Abardani Lauta : Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Bener Meriah Dalam Pelaksanaan Penataan Ruang, 2008.
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
Oleh:
YOWA ABARDANI LAUTA
NIM: 040200194DEPARTEMEN: HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN: AGRARIA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT kerena
dengan rahmat dan karunianya maka skripsi ini dapat diselesaikan.
Skripsi yang berjudul “Peran Pemerintah Kabupaten Bener Meriah dalam
melaksanakan penataan ruang” ini, penulis persembahkan untuk melengkapi
tugas dan memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap, penulisan skripsi ini tidak sekedar
untuk melengkapi persyaratan akademis saja, tetapi juga dapat memberikan
masukan yang berharga kepada masyarakat luas dan pemerintah dalam
pelaksanaan penataan ruang.
Pernyataan yang menyatakan bahwa perkembangan masyarakat selalu
lebih dahulu dari perkembangan hukum benar-benar merupakan kenyataan yang
tidak dapat dipungkiri, hal inilah yang dirasakan penulis pada saat menyelesaikan
skripsi ini, maka penulis berani mengungkapkan bahwa karya ini belumlah
merupakan pemikiran yang final. Akan ada hal-hal baru yang muncul dalam
penataan ruang.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan baik
moril maupun materil terutama dari kedua orang tua penulis. Oleh karena itu
penulis mempersembahkan skripsi ini kepada Ayahanda Sirwandi Laut Tawar dan
Ibunda Mamik Mudjiatmi, semoga dukungan yang diberikan dapat mewujudkan
Selain itu dalam menimba ilmu di Fakultas Hukum dan pada saat proses
menyelesaikan skripsi ini banyak pihak, baik dalam kalangan universitas maupun
instansi pemerintahan, maka penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. prof. Dr, Runtung sitepu, SH.M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Tampil A. Siregar, SH. MS, selaku ketua Jurusan Agraria Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I.
3. Ibu Zaidar, SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
memotivasi penulis untuk membahas Hukum Tata Ruang.
4. Bapak Prof. Dr, Suhaidi, SH.MH, selaku Pembantu Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Syafrudin Hasibuan, SH,MH selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Muhammad Husni, SH.MH selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Ibu Mariati Zendrato, SH.MH, sebagai dosen Jurusan Agraria Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara yang memotivasi penulis di jurusan
agraria.
8. Bapak Affan Mukti, sebagai dosen Jurusan Agraria Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
9. Bapak Prof. Dr. M. Yamin, SH. MS.CN sebagai dosen Jurusan Agraria
10.Deluruh Dosen, staff pengajar dan pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang telah menyumbangkan ilmu dan tenaga demi
berjalannya kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11.Bapak Bupati Bener Meriah berserta jajaran Kepala-kepala dinas instansi
Pemerintahan daerah Kabupaten Bener Meriah.
12.Frismawan Yowa Ikhtiara, Krisna Ramadhani Yowa Aradia, Putrimi
Yowa Kosara dan Rizki Yowa Kinara, selaku saudara kandung penulis
yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
13.Rekan-rekan Mahasiswa Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara yang
tidak dapat penulis sebutkan satu Persatu.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………... i iv
DAFTAR ISI……….. iv
DAFTAR GAMBAR………. viii
DAFTAR TABEL……….. ix
ABSTRAK………. x
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang………... 1
B. Permasalahan………... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………. 8
D. Keaslian Penulisan………... 9
E. Tinjauan Pustaka……….. 9
1) Pengertian……….. 2) Sejarah Pengaturan Tata Ruang di Indonesia……… 9
3) Landasan hukum Dan kewenangan pelaksanan penataan ruang di Indonesia………... 14
F. Metodologi Pengumpulan Data………... 18
G. Sistematika Penulisan……….. 21
BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TATA RUANG KABUPATEN BENER MERIAH……….. 24
B. Arahan Kebijakan umum RTRW kabupaten Bener
Meriah……….. 26
C. Gambaran Umum RTRW Kabupaten Bener Meriah…... 30
BAB III. PELAKSANAAN PENATAAN RUANG DI
KABUPATEN BENER MERIAH……….. 34
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian………... 34
1. Ruang Lingkup Wilayah Kabupaten Bener
Meriah... 34
2. Keadaan wilayah dan Penggunaan Lahan…………. 37
3. Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk………... 40
B. Kedudukan, tugas dan Fungsi Instansi Pemerintah……. 41
1. Kantor BPN NAD……….. 41
2. Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tengah………. 44
3. Badan Perencana Pembangunan Daerah……… 46
4. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah………... 49
C. Kendala Yang Dihadapi Pemerintah Kabupaten Bener
Meriah dalam Penataan Ruang……… 52
1. Faktor Perundang-undangan……….. 52
2. Faktor Administrasi Pemerintahan……… 52
3. Faktor Sosial Ekonomi
Penduduk……….. 53
BAB IV. PERAN PEMERINTAH KABUPATEN BENER
MERIAH DALAM PELAKSANAAN PENATAAN
RUANG………... 57
A. Prioritas Pelaksanaan Pembangunan… …… ………… 57
B. Mekanisme Pelaksanaan……….. 59
1. Penetapan dan Pengesahan RTRWK………. 60
2. Pemasyarakatan RTRW………. 61
3. Acuan Bagi Penyusunan Rencana Lain………. 61
4. Mekanisme Pemantauan dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang………... 62
5. Peninjauan Kembali RTRWK………... 63
6. Penertiban Pemanfaatan Ruang………. 64
C. Kebijakan Penunjang Pelaksanaan RTRW Kabupaten Bener Meriah………... 65
1. Pemanfaatan Kawasan Lindung………. 65
2. Pengembangan Kawasan Budidaya………... 66
3. Pengembangan Sistem Kota……….. 67
4. Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah………… 68
5. Pengembangan Kawasan Prioritas………. 68
6. Peran Serta Mayarakat………... 69
BAB V. PENUTUP………... 71
A. Kesimpulan……….. 72
DAFTAR PUSTAKA……… 74
LAMPIRAN………..
DAFTAR GAMBAR
1. Peta arahan Penggunaan Lahan Tahun 2015……… 29
2. Peta orientasi kabupaten Bener Meriah (NAD)………... 35
3. Peta Administrasi Kabupaten Bener Meriah……….... 36
4. Peta Penggunaan Lahan Kebupaten Bener Meriah………. 39
5. Peta Kawasan Lindung dan Budidaya………. 54
DAFTAR TABEL
1. Nama, Luas, Ibukota dan Jumlah desa kabupaten Bener Meriah
Tahun 2004………... 37
2. Jenis, Luas dan Persentasi Penggunaan Lahan Kabupaten Bener
Meriah……… 40
3. Jumlah dan Persentasi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan penataan ruang yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten ini merupakan kabupaten baru pemekaran dari kabupaten Aceh Tengah. Sebagai kabupaten baru tentunya kabupaten ini memiliki permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan penataan ruang, skripsi ini bertujuan untuk mengungkapkan masalah tersebut serta mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut.
Penenelitian dalam skripsi ini menggunakan metodologi yuridis normatif dimana maksud penggunaan metode tersebut adalah untuk menganalisa peraturan perundang-undangan tentang penataan ruang di Indonesia dikaitkan dengan kondisi objektif dilapangan sebagai gambaran pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut. Dalam menyelenggarakan pembangunan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bener Meriah menggunakan Rencana Tata Ruang Wilayah yang dituangkan dalam Qanun No. 13 tahun 2004, qanun ini masih didasari UU No. 24 1992 yang seharusnya telah diganti dengan UU no. 26 tahun 2007. hal ini merupakan satu kelemahan dalam pelaksanaan penataan ruang di Kabupaten Bener Meriah. Selain itu kabupaten Bener Meriah belum lengkap memiliki instansi-instansi pemerintahan yang berwenang melaksanakan penataan ruang. Selain itu ada beberapa faktor penghambat lainnya misalnya kondisi alam dan kondisi sosial masyarakat dijelaskan dalam skripsi ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yakni , “membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum
Pembangunan yang tidak terkendali dapat menyebabkan rusaknya
lingkungan yang mendukung kehidupan setiap individu yang hidup dibumi yang
, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” Maka
pembangunan di Indonesia yang sedang dilakukan oleh pemerintah adalah suatu
usaha dalam mencapai tujuan tersebut yakni kesejahteraan umum bagi rakyat
Indonesia.
Pertambahan penduduk yang semakin besar merupakan faktor utama
semakin pesatnya kebutuhan masyarakat akan pembangunan baik tempat tinggal,
pertokoan/pusat perdagangan, pusat administrasi pemerintahan, lapangan
pekerjaan dan tempat aktifitas lainnya, dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk dan akibat pengaruh urbanisasi maka wilayah perkotaan dibanjiri oleh
penduduk sehingga semakin padat saja. Sedangkan sebagaimana kita ketahui
bahwa lahan sebagai tempat tinggal penduduk sangatlah terbatas luasnya dan
semakin berkurang. Keterbatasan lahan tersebut bukan hanya dilihat dari segi luas
wilayah, akan tetapi juga lahan yang layak huni dengan memperhatikan daya
pada akhirnya apabila kerusakan lingkungan ini tetap berlanjut, akhirnya akan
mempengaruhi kehidupan manusia pula, masyarakat mengidamkan sebuah tempat
tinggal yang layak huni, bersih dan sehat serta nyaman untuk dihuni, dimana kita
lihat daerah perkotaan sudah banyak yang kurang layak dijadikan tempat tinggal,
baik karena banjir maupun pencemaran lingkungan lainnya. Apalagi dengan
maraknya issue tentang Global Warming (pemanasan Global) yang semakin
dirasakan bukan saja di Indonesia melainkan di dunia, hal ini diakibatkan oleh
penebangan hutan, pengeksploitasian sumber daya alam secara berlebihan,
pembangunan yang tidak terarah terutama pembangunan lahan industri yang tidak
memperhatikan lingkungan, emisi kendaraan bermotor dan efek rumah kaca.
Tidak ada artinya jika masyarakat sejahtera secara ekonomi akan tetapi tidak
dapat hidup dilingkungan yang layak untuk dihuni. Dapat kita katakan untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang sejahtera maka bukan hanya dibidang
ekonomi saja, tetapi juga untuk hidup di lingkungan yang layak merupakan
kesejahteraan yang harus diwujudkan juga.
Melihat hal tersebut tidak dapat kita bantah bahwa pelestarian lingkungan
merupakan hal yang harus dilaksanakan demi kelangsungan hidup manusia, akan
tetapi kata “lestari” mempunyai makna langgeng/tidak berubah. Apabila lestari ini
dikaitkan kepada lingkungan, maka berarti bahwa lingkungan itu tidak boleh
berubah, tetap dalam keadaan aslinya. Padahal pembangunan berarti selalu
berubah, membangun adalah sesuatu untuk mencapai taraf yang lebih baik.
Apabila dalam proses pembangunan itu terjadi dampak yang kurang baik terhadap
dampak negatif tersebut, sehingga keadaan lingkungan menjadi serasi dan
seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan bukanlah
“lingkungannya”, akan tetapi “kemampuan lungkungan”. Kemampuan lingkungan
yang serasi dan seimbang inilah yang perlu dilestarikan, sehingga setiap
perubahan yang diadakan selalu disertai dengan upaya mencapai keserasian dan
keseimbangan lingkungan pada tingkatan yang baru. Istilah “pelestarian
kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang” membawa kepada keserasian
antara “pembangunan” dan “lingkungan”, sehingga kedua pengertian itu, yaitu
“pembangunan” dan “lingkungan” tidak dipertentangkan satu sama lain.1
Dengan melihat pada hal ini maka pemerintah merasa perlu untuk
dibentuknya suatu Undang-Undang yang bertujuan untuk melindungi lingkungan
dari pencemaran baik akibat dari perbuatan manusia secara sengaja maupun dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menyatakan bahwa “Bumi,
air, tanah dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara…..”. hal ini menyebabkan bahwa selain memiliki kewajiban dalam
mensejahterakan rakyatnya negara juga memiliki hak untuk mengatur bumi, air
dan tanah tersebut. Apabila kita kaitkan antara hak dan kewajiban Negara ini
maka dapat kita katakana bahwa Negara memiliki tanggung jawab untuk
membuat aturan bagi bumi, air dan tanah yang dapat mewujudkan cita-cita bangsa
yakni kemakmuran rakyat. Untuk itu diperlukan pembangunan yang
memanfaatkan bumi, air dan tanah beserta kekayaan alamnya tersebut dengan
tetap mempertahankan layaknya pembangunan tersebut untuk lingkungan.
1
tujuannya meningkatkan kesejahteraan melalui pembangunan agar pembangunan
tersebut dapat terkendali dan tidak merusak lingkungan. Kemudian lahirlah UU
No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU ini memiliki
tujuan hubungan yang harnonis antara manusia dan lingkungan hidup serta
pembangunan yang berkelanjutan, artinya pembangunan dijalankan dengan tetap
memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup.
Tidak cukup hanya itu saja. Dalam kenyataan yang kita hadapi sekarang,
dimana akibat perusahaan pembangunan perumahan yang berlomba-lomba untuk
mendapatkan tanah tidak terelakan telah terjadi penumpukan tanah disatu tangan
dan terjadinya pencaloan yang sangat gencar tanpa memperhatikan daerah-daerah
pertanian yang subur. Ada gejala tanah-tanah sawah lebih murah karena hanya
ditimbun dari tanah tegalan yang sudah siap dibangun, sedangkan tanah sawah
produktifitas dari kemampuan tanahnya lebih dari tanah tegalan, tetapi jika
ditinjau dari biaya untuk membangun bangunan, maka tanah tersebut harus
ditimbun dan dikeringkan sehingga biaya pematangannya mahal sekali,
lebih-lebih perlu mengumpulkan tanah dari tempat lain.2
Pabrik-pabrik yang dibangun didekat pemukiman penduduk sehingga
menyebabkan polusi udara, gedung-gedung pencakar langit yang dibangun terlalu
dekat dengan Bandar Udara sehingga menyebabkan penerbangan pesawat menjadi
terganggu, rumah-rumah yang dibangun dipinggir sungai, dan lain sebagainya,
mungkin masih dalam taraf baku mutu lingkungan hidup, akan tetapi hal tersebut
merupakan pembangunan yang tidak sesuai dengan fungsi tanah. Demi mencapai
2
kemakmuran masyarakat dalam hal pembangunan yang berkelanjutan, maka
tanah-tanah yang tersedia tersebut haruslah digunakan sesuai dengan fungsi
tanahnya.
Kemudian dilahirkanlah UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang
yang kemudian digantikan dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang,
UU ini memiliki tujuan yang sama dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang
lingkungan hidup terutama dalam pembangunan yaitu demi terwujudnya
pembangunan yang berkelanjutan. Undang-undang ini diharapkan dapat mengatur
bagaimana pelaksanaan pembangunan yang terarah sehingga pembangunan yang
berkesinambungan tersebut dapat tercapai sehingga tanah-tanah yang ada
digunakan sebagaimana fungsinya.
Negara kesatuan republik Indonesia merupakan Negara kepulauan yang
memiliki wilayah cukup luas, setiap daerah di Indonesia memiliki keadaan alam,
penduduk, adat istiadat dan keadaan tanah yang beragam dan berbeda-beda antara
saru daerah dengan daerah yang lain. Akibat perbedaan tersebut, maka yang
paling mengetahui tentang keadaan baik alam maupun penduduk daerah-daerah
tersebut adalah pemerintah daerah dari masing-masing wilayah.
Pembagian tanah yang letaknya tidak teratur, baik itu dipertokoan,
terutama dipedesaan mengakibatkan hasil yang diperoleh dari pemanfaatan tanah
tersebut tidak merata. Oleh sebab itu pemerintah berusaha disamping ada
pembagian tanah yang adil dan merata, untuk memperoleh hasil yang adil dan
merata pula juga diperlukan pengaturan/ penataan kembali tentang penguasaaan
pemerintah membuat rencana umum tentang persediaan dan penggunaan tanah.
Pasal 14 UUPA menyebutkan antara lain bahwa pemerintah membuat rencana
umum tentang persediaan peruntukan dan penggunaan (bumi, air dan ruang
angkasa) dan berdasarkan rencana umum tersebut, pemerintah daerah mengatur
pula persediaan peruntukan dan penggunaannya sesuai dengan keadaan daerah
masing-masing.3
Dewasa ini dengan semakin banyaknya daerah-daerah yang memenuhi
persyaratan, baik persyaratan administratif, teknis dan wilayah maka semakin
banyak pula daerah-daerah baru yang terbentuk, baik daerah tingkat I maupun
daerah tingkat II, dengan keluarnya UU No. 18 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Aceh kemudian diikuti dengan UU No.41 Tahun 2004 maka lahirlah daerah
kabupaten Bener Meriah yang merupakan pemekaran daerah kabupaten Aceh
tengah provinsi Nangroe Aceh Darusalam . Walaupun merupakan bagian dari
pemerintahan Nangroe Aceh Darusalam (NAD), akan Tetapi Tidak ada Dengan adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah maka
setiap daerah dapat mengatur kebijakan pemerintahannya dalam berbagai bidang
termasuk didalam penataan ruang, hal ini juga disebutkan didalam UU No. 26
Tahun 2007 pasal 5 ayat (3) yang mengatur penataan ruang berdasarkan wilayah
administratif terdiri atas penataan ruang nasional, penataan wilayah propinsi dan
penataan ruang wilayah kabupaten kota. Artinya, bukan hanya wilayah nasional,
akan tetapi setiap propinsi dan kabupaten/kota memiliki rencana tata ruangnya
masing-masing.
3
pengaturan yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang di daerah provinsi
NAD, hal ini artinya RTRW yang dibuat baik di provinsi maupun di
kabupaten/kota haruslah berdasarkan pada UU No. 26 Tahun 2007.
Sebagai kabupaten baru, tentunya diperlukan penataan disegala bidang
pemerintahan termasuk tata ruang, tidak lagi dapat dipakai Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang digunakan oleh daerah tersebut sebelum pelaksanaan
pemekaran, oleh karena itu diperlukan Peraturan baru yang mengatur RTRW yang
sesuai dengan daerah baru yang dimekarkan tersebut, karena sebelumnya
kabupaten Bener Meriah ini menggunakan RTRW kebupaten asalnya, yaitu
RTRW kabupaten Aceh Tengah yang tentunya sudah tidak sesuai lagi dengan
keadaan maupun batas-batas daerah administrasinya.
Tentunya dalam pelaksanaan dari mulai perumusan hingga penerapan dari
RTRW tersebut akan menghadapi kendala-kendala baik berupa permasalahan
administrasi maupun teknis dilapangan.
B. Permasalahan
Dari uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan ada beberapa
permasalahan dalam pelaksanaan penataan ruang khususnya di daerah kabupaten
Bener Meriah, diantaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan UU Tata Ruang didalam Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Bener Meriah?
2. Apa kendala yang menghambat pemerintah daerah didalam pelaksanaan
3. Upaya apa yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bener
Meriah untuk mengatasi kendala penataan ruang di kabupaten Bener
Meriah?
C.Tujuan dan Manfaat Penulisan
Skripsi yang berjudul “Peran Pemerintah kabupaten Bener Meriah” ini,
dibuat untuk memenuhi persyaratan akademis di Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Selain itu melalui skripsi ini penulis berharap dapat tercapai
tujuan, antara lain :
1. Untuk mengetahui Bagaimanakah Penerapan RTRW di Kabupaten Bener
Meriah
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi kendala penyelenggaraan penataan
ruang di Kabupaten Bener Meriah
3. Untuk mengetahui upaya yang diambil oleh Pemerintah daerah kabupaten
Bener Meriah dalam mengatasi permasalahan penataan ruang tersebut
Kemudian penulis berharap skripsi ini dapat memiliki manfaat-manfaat
diluar dari diri penulis pribadi, antara lain :
1. Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, maksudnya penelitian dalam skripsi ini
akan menyumbangkan pemikiran mengenai pemecahan dari berbagai
masalah yang timbul di dalam pelaksanaan penataan ruang di Indonesia
secara umum dan di kabupaten Bener Meriah secara khusus.
2. Kemudian diharapkan pula skripsi ini dapat bermanfaat dalam
Kabupaten Bener Meriah dalam mensejahterakan masyarakat kabupaten
Bener Meriah terutama didalam bidang penataan ruang, kemudian menjadi
bahan masukan bagi pembuat peraturan perundang-undangan di
Kabupaten Bener Meriah dalam membuat ataupun menyempurnakan
produk hukum tata ruang di Kabupaten Bener meriah.
D. Keaslian Penulisan
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan tentang Peran pemerintah
kabupaten Bener Meriah dan dari yang diperoleh dari perpustakaan, judul ini
belum pernah ditulis sebagai skripsi.
Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin
dicapai dalam penulisan ini, maka dapat di katakan bahwa skripsi ini merupakan
karya penulis yang asli.
Oleh karena itu, penulis memberanikan diri untuk membahas mengenai
Peran pemerintah kabupaten Bener Meriah kedalam satu karya ilmiah. Ide pokok
penulisan skripsi ini berasal dari pemikiran penulis sendiri, sebab kabupaten
Bener Meriah merupakann kabupaten yang baru terbentuk di wilayah Propinsi
Nangroe Aceh Darusalam (NAD), kemudian PERDA tentang pelaksanaan
penataan ruang di kabupaten Bener Meriah ini baru saja di terbitkan.
E.Tinjauan Pustaka
1. Pengertian
Apabila kita menyebut kata ruang, maka dapat berarti sangat sempit tetapi
sesuatu yang hampa tetapi memakan tempat atau yang terbayang adalah isi yang
ada pada ruang tersebut, yang tentunya berbeda antara satu ruang dengan ruang
lainnya. Semua benda membutuhkan ruang sehingga salah satu ciri membedakan
benda adalah luas ruang yang dibutuhkan oleh benda tersebut. Dengan demikian
ruang adalah untuk suatu benda/kegiatan atau apabila kosong bisa diisi dengan
suatu benda/kegiatan.
Dalam bahasa inggris kata ruang disebutkan sebagai Space. Menurut
kamus Webster, space dapat diartikan dengan berbagai cara, disini dikutip 2 cara :
a.The three dimensional continous expense extending in all directions and
containing all mater: Variously thought of as boundless or intermediately
finite,
b.Area or room sufficient for or allotted to something4
Kamus Random house menulis, Space: a particular extent of surface.
Dengan demikian, secara umum ruang dapat diartikan dengan tempat berdimensi
ttanpa konotasi yang tegas atas batas dan lokasinya yang dapat menampung atau
ditujukan untuk menmpung benda apa saja. Sebetulnya ada tiga kata yang sering
bisa dipertukarkan, yaitu ruang, tempat dan lokasi. Diantara ketiga kata ini ruang
adalah yang bersifat umum, tdak terikat dengan isi maupun lokasi. Tempat sering
kali dikaitkan dengan keberadaan suatu benda/kegiatan yang telah ada/sering ada
disitu. Lokasi terkait dengan posisi apabila dipermukaan bumi bisa ditentukan
bujur dan lintangnya. Lokasi sering terkait dengan pemberian nama atau karakter
atas sesuatu tempat sehingga dapat dibedakan lokasi yang satu denagn lokasi
4
lainnya. Karena ruang bisa menyangkut apa saja yang membutuhkan tempat maka
harus ada batasan tentang ruang yang ingin dibicarakan. Dalam hal ini yang ingin
dibicaraan adalah ruang sebagai wilayah.5
Ruang adalah wadah pada lapisan atas permukaan bumi termasuk apa
yang ada diatasnya dan yang ada dibawahnya sepanjang manusia masih dapat
menjangkaunya. Dengan demikian, ruang adalah lapisan atas permukaan bumi
yang berfungsi menopang kehidupan manusia dan makhluk lainnya, baik melalui
memodifikasi atau sekedar langsung menikmatinnya. Dalam hal ini kata “ruang” Dalam UU no. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang dimaksud
dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang
udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya.
UU No. 26 Tahun 2007 membagi ruang dalam beberapa katagori yakni
ruang daratan adalah ruang yang terletak di atas dan di bawah permukaan
daratan, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.
Kemudian ruang lautan yaitu ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan
laut dimulai dari sisi laut dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan
bagian bumi dibawahnya, dimana Negara Indonesia memiliki hak yurisdiksinya.
Dan yang terakhir adalah ruang udara yaitu ruang yang terletak diatas ruang
daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah Negara dan melekat pada bumi,
dimana Negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.
5
selalu terkait dengan wilayah sedangkan kata “wilayah’ setidaknya harus
memiliki unsure : lokasi, bentuk, luas, dan fungsi.6
Sedangkan menurut D.A. Tisnamidjaja, yang dimaksud dengan
pengertian ruang adalah “ wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan
geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatab
kehidupannya dalam suatu kualitas hidup yang layak”.
Direktorat Bina Tata Perkotaan dan Pedesaan Ditjen Cipta Karya Dep. PU
(1996) memberikan definisi tentang ruang yaitu “Ruang adalah wadah yang
meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara; termasuk didalamnya lahan
atau tanah, air, udara dan benda lainnya serta daya dan keadaan, sebagai satu
kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya”.
7
Yang dimaksud Tata ruang dalam UU No. 26 Tahun 2007 adalah “Wujud
struktural ruang dan pola ruang”. Yang dimaksud dengan wujud stuktural
pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam,
lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara hirarkis berhubungan satu Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan prasarana wilayah
No. 327/KPTS/2002 tentang Penerapan enam Pedoman Bidang Penataan Ruang,
yang dimaksud dengan ruang adalah “wadah yang meliputi ruang daratan, ruang
lautan, ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk
hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan
hidupnya.”
6
Ibid, hal 49.
7
dengan yang lainnya. Sedang yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang
meliputi pola lokasi, sebaran permukiman, tempat kerja, industri, pertanian, serta
pola penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan, dimana tata ruang tersebut adalah
tata ruang yang direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami,
seperti aliran sungai, gua, gunung dan lain-lain.8
Dalam kamus tata ruang dikemukakan yang dimaksud dengan rencana tata
ruang adalah “rekayasa atau metode pengaturan perkrmbangan tata ruang
dikemudian hari”.
Selanjutnya masih UU tersebut juga menjelaskan dalam pasal 1 angka 5
yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “suatu system dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang”. Sedangkan dalam UU No. 24 Tahun 1992 tata ruang adalah wujud
structural dan pola penataan ruang, baik direncanakan ataupun tidak.
9
Menurut UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang yang dimaksud
dengan Penataan ruang adalah suatu system proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kemudian dijelaskan
pelaksanaan penataan ruang adalah upaya untuk mecapai tujuan penataan ruang
melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan Dalam keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah
No.327/KPTS/2002 tentang penerapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang
yang dimaksud dengan rencana tata ruang adala “hasil perencanaan struktur dan
pola pemanfaatan ruang”.
8
Juniarso Ridwan, dan Achmad Sodik, Hukum Tata Ruang dalam konsep Kebijakan otonomi Daerah, Nuansa, Bandung, 2007,hal 24.
9
pengendalian pemanfaatan ruang. Selanjutnya yang dimaksud dengan
perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang, akhirnya
disebutkan bahwa Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan pengguanaan/pemanfaatan
ruang wilayah, yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan (land use
planning) dan perencanaan pergerakan pada ruang tersebut. Perencanaan ruang
wilayah pada dasarnya adalah menetapkan ada bagian-bagian wilayah (zona) yang
dengan tegas diatur pengguanaannya (jelas peruntukannya) dan ada bagian-bagian
wilayah yang kurang/tidak diatur penggunaannya.10
2. Sejarah pengaturan tata ruang di Indonesia
Peraturan yang berkaitan dengan penataan ruang (kota) modern di
Indonesia telah mulai diperhatikan ketika kota Jayakarta (kemudian menjadi
Batavia) dikuasai oleh Belanda pada awal abad ke-17, tetapi peraturan tersebut
baru dikembangkan secara intensif pada awal abad ke-20. peraturan pertama yang
dapat dicatatat disini adalah De Statuten van 1642 yang dikeluarkan oleh VOC
khusus untuk kota Batavia. Peraturan ini tidak hanya mengatur pembangunan
jalan, jembatan dan bangunan lainnya, tetapi juga merumuskan wewenanga dan
tanggung jawab pemerintahan kota.
Peraturan pembangunan kota mulai diperhatikan lagi setelah pemerintahan
hindia Belanda menerbitkan undang-undang Desentralisasi pada Tahun 1903 yang
mengatur pembentukan pemerintahan kota dan daerah. Dimana undang-undang
10
ini memberikan hak kepada kota-kota untuk mempunyai pemerintahan,
administrasi dan keuangan kota sendiri.
Tugas pemerintahan kota diantarannya adalah pembangunan dan
pemeliharaan jalan dan saluran air, pemeriksaan bangunan dan perumahan,
perbaikan perumahan dan perluasan kota. Berdasarkan undang-undang ini
dibentuklah pemerintahan otonom yang disebut Gemeente, baik di jawa maupun
diluar Jawa. Tak lama kemudian, pada tahun 1905 diterbitkan Locaten-Raden
Ordonantie, stb. 1905/191 Tahun 1905 yang antara lain berisi pemberian
wewenang kepada pemerintahan kota, pada akhirnya pemerintah Hindia Belanda
menyadari perlunya perencanaan kota yang menyeluruh. Hal inilah yang memicu
dimulainnya pengembangan peraturan perencanaan kota di Indonesia, meski pada
saat itu belum ada peraturan pemerintah yang seragam.
Peraturan pembangunan kota tidak dapat dipisahkan dengan usaha-usaha
Ir. Thomas Karsten, yang dalam kegiatannya dari tahun 1920-an sampai 1940
telah menghasilkan dasar-dasar yang kokoh bagi pengembangan peraturan
pembangunan kota yang menyeluruh, antara lain untuk penyusunan rencana
umum, rencana detail, dan peraturan pembangunan. Laporan Karsten mengenai
pembangunan kota Hindia Belanda yang diajukan pada Kongres desentralisasi
pada tahun 1920 tidak hanya berisikan konsep dasar pembangunan kota dan peran
pemerintah kota, tetapi juga merupakan petunjuk praktis yang dapat digunakan
sebagai pedoman untuk penyusunan berbagai jenis rencana.
Peraturan yang penting bagi perencanaan kota yang disahkan pada tahun
perencanaan kota sebelum perang kemerdekaan. Kemudian dilanjutkan pada
tahun 1933, kongres desentralisasi di Indonesia meminta pemerintahan Hindia
Belanda untuk memusatkan persiapan pengaturan perencanaan kota tingkat pusat .
mentusul permintaan ini, dibentuklah suatu panitia perencanaan kota sebagai
pengganti Bijblad. Pada tahun 1938 pemerintah Hindia Belanda menyusun RUU
Perencanaan Wilayah Perkotaan di Jawa yang berisikan persyaratan pembangunan
kota untuk mengatur kawasan-kawasan perumahan, transportasi, tempat kerja dan
rekreasi.
Masuknya Jepang ke Indonesia dan adanya perang kemerdekaan Indonesia
menyebabkan RUU Perencanaan Wilayah Prkotaan di Jawa baru disahkan pada
tahun 1948 dengan nama Stadsvorming Ordonantie, Stb 1948/168 (SVO, atau
Ordonansi Pembentukan Kota), yang kemudian diikuti dengan peraturan
pelaksananya yaitu Staadvormingverordening, Stb 1949/40 (SVV atau Peraturan
Pembentukan kota).11
SVO dan SVV diterbitkan untuk mempercepat pembangunan kembali
wilayah-wilayah yang hancur akibat peperangan dan pada mulanya hanya
diperuntukan bagi 15 kota, yakni Batavia, Tegal, Pekalongan, Semarang, Salatiga,
Surabaya, Malang, Padang, Palembang, Banjarmasin, Cilacap, tangerang, Bekasi,
Kebayoran dan Pasar minggu.12
Pesatnya perkembangan kota dan berubahnya karakteristik kota
menyebabkan SVO tidak sesuai lagi untuk mengatur penataan ruang di Indonesia,
selain hanya diperuntukan bagi 15 kota; ordonansi ini hanya menciptakan dan
11
D.A. Tisnaamidjaja, dalam Juniarso Ridwan, dan Achmad Sodik, op cit, hal 31. 12
mengatur kawasan-kawasan elit, serta tidak mampu mengikuti perkembangan
yang ada. Karena itulah pemerintah Indonesia mengajukan RUU Bina Kota pada
tahun 1970 yang dipersiapkan oleh Departemen PUTL. RUU ini mencakup
ketentuan-ketentuan antara lain tahapan pembangunan, pembiayaan
pembangunan, peraturan pembangunan dan peremajaan kota. Namun usulan
tersebut tidak pernah disetujui.
Berikut ini akan diuraikan secara sekilas perkembangan peraturan yang
berkenaan dengan penataan ruang, khususnya untuk perencanaan ruang kota yang
telah diterbitkan oleh Menteri dalam Negeri dan Menteri Pekerjaan Umum :
a. Surat Edaran Mendagri No. 18/3/8 tahun 1970 tentang perencanaan
pembangunan kota untuk ibukota kabupaten yang masih mengacu pada
SVO.
b. Peraturan Mendagri No. 4 Tahun 1980 tentang Penyusunan Rencana Kota,
dimana peraturan ini menyusun rencana kota yang menyeluruh, dan
disertai dengan peraturan-peraturan lainnya sebagai ketentuan
pelaksanaannya.
c. SKB Mendagri dan Menteri PU No. 650-1595 dan No. 503/KPTS/1985
tentang tugas-tugas dan tanggung jawab perencanaan kota yang
menyerahkan urusan administrasi ke Depdagri dan urusan teknis ke Dept
PU, serta menyeragamkan jenis dan spesifikasi kota.
d. Kepmen PU No. 640/KPTS/1986 tentang Perencanaan Tata Ruang Kota.
e. Permendagri No. 2 Tahun 1987 tentang pedoman penyusunan Rencana
f. Kepmendagri no. 7 Tahun 1986 tentang penetapan batas-batas wilayah
kota diseluruh Indonesia.
g. Imendagri No. 14 Tahun 1988 tentang penataan ruang terbuka hijau dan
Wilayah perkotaan.
Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Indonesia menyusun
Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang, yang akhirnya UU
tersebut disahkan dan berlaku. Namun seiring dengan adanya perubahan terhadap
paradigma pemerintahan daerah, yaitu dengan diberlakukannya konsep otonomi
daerah melalui ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
maka ketentuan mengenai penataan ruang mengalami perubahan yang ditandai
dengan digantikannya ketentuan UU No. 24 Tahun 1992 menjadi UU No. 26
Tahun 2007 tentang penataan ruang, dan berlaku sampai saat ini. UU No. 26
Tahun 2007 ini dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan definisi dan
tumpang tindihnya pengawasan pemanfaatan sumber daya alam dan ruang beserta
isinya. Sejalan dengan itu telah terbit peraturan Menteri dalam negeri nomor 1
Tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan.13
3. Landasan hukum dan kewenangan pelaksanaan penataan ruang di
Indonesia
Mochtar Koesumaatmadja mengkonstantir bahwa tujuan pokok
penerapan hukum apabila hendak direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban
(order). Ketertiban adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum,
kebutuhan dan ketertiban ini, merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya
13
masyarakat yang teratur; disamping itu tujuan lainnya adalah terciptannya
keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat pada
zamannya.14
Ketentuan tersebut memberikan kewenangan kepada Negara untuk
melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna
terlaksanannya kesejahteraan rakyat. Kemudian untuk mewujudkan tujuan Negara
tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa berarti Negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai
penunjang dalam tercapainnya tujuan tadi dengan suatu perencanaan yang cermat
dan terarah. Kekayaan alam yang dimiliki Negara tentulah memiliki nilai
ekonomis sehingga harus diatur dan dikembangkan pola tata ruang yang Konsep dasar hukum penataan ruang, tertuang dalam pembukaan UUD
1945 alinea ke-4 yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia…..”
Selanjutnya dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 berbunyi: “Bumi, air,
tanah dan segala kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara
dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Kemudian hal ini
juga diatur dalam pasal 8 UUPAyaitu atas dasar Hak Menguasai dari Negara
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam
yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa.
14
terkoordinasi, sehingga tidak akan adannya perusakan terhadap lingkungan hidup,
karena lingkungan hidup merupakan faktor penting bagi kesejahteraan masyarakat
dan kepentingan umum.
Upaya pelaksanaan perencanaan penataan ruang yang bijaksana adalah
kunci dalam pelaksanaan tata ruang agar tidak merusak lingkungan hidup, dalam
konteks penguasaan Negara atas dasar sumber daya alam harus melekat didalam
kewajiban Negara untuk melindungi, melestarikan dan memulihkan lingkungan
hidup secara utuh. Artinya, aktivitas pembangunan yang dihasilkan dari
perencanan tata ruang pada umumnya bernuansa pemanfaatan sumber daya alam
tanpa merusak lingkungan.
Selanjutnya, dalam mengomentari konsep Roscoe Pound, Mochtar
Kusumaatmadja mengemukakan bahwa hukum haruslah menjadi sarana
pembangunan. Disini berarti hukum haruslah mendorong proses modernisasi.15
Untuk lebih mengoptimalisasikan konsep penataan ruang, maka
peraturan-peraturan perundang-undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak pemerintah,
dimana salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang
adalah UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. UU ini merupakan UU Artinya hukum yang dibuat haruslah sesuai denangan cita-cita keadilan sosial nagi
seluruh rakyat Indonesia. Sejalan dengan fungsi tersebut maka pembentuk
undang-undang meletakan berbagai dasar yuridis dalam melakukan berbagai
kegiatan pembangunan, salah satunya yaitu dalam pembuatan UU mengenai
penataan ruang.
15
pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang. Keberadaan UU
tersebut diharapkan selain sebagai konsep dasar hukum dalam melaksanakan
perencanaan tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan
pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup.
F. Metode Pengumpulan Data
Dalam usaha mendapatkan data dilakukan dengan tehnik pengumpulan
data sebagai berikut:
1. Penelitian kepustakaan (library Research), yaitu dengan mempelajari
bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah dan peraturan
perundang-undangan.
2. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu dengan mengumpulkan
data-data dari instansi-instansi pemerintahan yang berwenang dalam penataan
ruang.
Data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini berupa data primer dan
data skunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara
langsung dengan pejabat dan instansi yang berwenang, sedangkan data skunder
adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan penataan ruang.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:
Pada Bab ini yang dibahas adalah dasar-dasar pemikiran penulis
dan gambaran umum tentang tujuan tulisan ilmiah serta berisi
hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan penyelesaian skripsi ini
yang dimulai dengan mengemukakan latar belakang pemilihan
judul, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode pegumpulan data, dan
sistematika penulisan.
BAB II : RENCANA TATA RUANG KABUPATEN BENER MERIAH
Pada BAB ini dibahas mengenai Rencana tata ruang yang ada
dikabupaten Bener Meriah, bagaimana sinkronisasi Perda tentang
penataan ruangnya (RTRW) dengan peraturan
undangan yang ada diatasnya menurut hierarki
perundang-undangan.
BAB III :PELAKSANAAN PENATAAN RUANG di KABUPATEN
BENER MERIAH
Pada BAB ini akan dibahas bagaimana pelaksanaan penataan ruang
yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten bener meriah
termasuk permasalahan yang dihadapi pemerintah kabupaten Bener
BAB IV :PERAN PEMERINTAH KABUPATEN BENER MERIAH
DALAM PELAKSANAAN PENATAAN RUANG
Dalam BAB ini dibahas mengenai upaya-upaya yang telah
dilakukan dan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam
menyelesaikan permasalahan penataan ruang yang terjadi di
Kabupaten Bener Meriah
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dari
pembahasan Bab I, II, III, dan IV serta saran yang penulis
BAB II
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TATA RUANG KABUPATEN
BENER MERIAH
A. Kewenangan Pemerintah Daerah Di Bidang Penataan Ruang
Sistem dan pola hubungnan pemerintahan antara pemerintah dengan
pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota di bidang tata ruang sama seperti
pola hubungan bidang pemerintahan yang lainnya, oleh karena perencanaan tata
ruang hanyalah sebagian penyerahan urusan dari pemerintahan tersebut tertuang
dalam pasal 18 ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen yang menegaskan bahwa
Negara Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan UU. Pemerintah daerah berwenang
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi yang luas kepada daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Untuk dapat merealisasikan konsep otonomi daerah, maka pemerintah
daerah melakukan kegiatan pembangunan diberbagai sektor guna memenuhi
kebutuhan hidup masyarakatnya. Dalam melaksanakan pembangunan tersebut
masing-masing pemerintah daerah terlebih dahulu mempersiapkan suatu rencana
pembangunan yang dienal dengan sebutan rencana tata uang. Hal ini dimaksudkan
supaya dalam melaksanakan pembangunan terlebih dahulu dilakukan suatu
Selain itu, melalui perencanaan tata ruang diarahkan agar pembangunan berjalan
secara serasi dan seimbang dengan keadaan lingkungan dan kondisi
masing-masing wilayah.
Dalam penjelasan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
dikemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan, baik tingkat pusat maupun
tingkat daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Kondisi wilayah Indonesia yang terdiri dari wilayah nasional, provinsi, kabupaten
dan/kota, yang masing-masing merupakan subsistem ruang menurut batasan
administrasi, dan didalam subsistem ruang tersebut terdapat sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda.
Dalam menyusun suatu rencana tata ruang., masing-masing daerah memiliki
karakteristik yag spesifik. Hal ini disebabkan oleh letak dan kondisi
masing-masing daerah berbeda. Sering terjadi perencanaan tata ruang suatu daerah tidak
sinkron dengan daerah lainnya, terutama perencanaan tata ruang di daerah
perbatasan adalah konsekwensi dari dampak reformasi yang mendorong kearah
desentralisasi.
Sangatlah penting memahami UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dalam pelaksanaan penataan ruang, hal ini disebabkan
karena setiap daerah walaupun diberikan kewenangan masing-masing dengan
otonomi daerahnya tetapi harus tetap sinkron dan memiliki hubungan satu dengan
lainnya, hal ini disebutkan dalam pasal 2 ayat (4) UU No. 32 Tahun 2004, yang
menyatakan “Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan
Hal ini menunjukan bahwa otonomi yang diberikan kepada daerah bukan
digunakan secara seenaknya akan tetapi memiliki batasan-batasan dan tetap
memperhatikan kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan kepentingan daerah
lain. Maka dari itu pemerintah daerah dalam menjalankan penataan ruang di
kabupaten Bener Meriah haruslah tetap berkoordinasi dengan pemerintah pusat
dan pemerintah daerah provinsi serta pemerintah daerah lainnya terutama. Daerah
yang berbatasan dengan daerah tersebut.
B. Arah Kebijakan Umum RTRW Kabupaten Bener Meriah
Untuk mengetahui dasar perumusan perencanaan kabupaten Bener Meriah
dalam penataan ruang maka perlulah diketahui Visi dan Misi pembangunan di
Kabupaten Bener Meriah.
Visi daerah adalah merupakan penjabaran dari cita-cita nasional seperti
yang diutarakan dalam mikamaddimah pembukaan UUD 1945 yaitu untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pemerintah kabupaten Bener Meriah
dalam melaksanakan tugas dan keajiban pembangunan daerah menetapkan visi
pembangunan yaitu “Terwujudnya Kabupaten Bener Meriah sebagai daerah
agribisnis yang didukung oleh pertanian yang tangguh, berdaya saing dan
kompetitif”.
Sedangkan Misi Pembangunan Daerah adalah sebagai berikut :
1. Membangun dan mengembangkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu
pada mekanisme pasar yang berkeadilan dan berbasis pada sumber daya
manusia yang prodiktif, berdaya saing, mandiri dan berwawasan
2. Mewujudkan terlaksanannya syariat Islam secara kaffah dalam setiap
aspek kehidupan ummat.
3. Mewujudkan pelaksanaan keistimewaan Aceh secara menyeluruh.
4. Meningkatkan kualitas sumeber daya insani yang akhlakul qarimah,
beriman, bertaqwa dan menguasai iptek melalui peningkatan mutu
pendidikan yang dapat terjangkau dan pelayanan peningkatan kualitas
kesehatan.
5. mengembangkan perekonomian daerah dalam rangka meningkatkan
pendapatan masyarakat dan penerimaan PAD untuk pembiayaan
pembangunan daerah.
6. Mengupayakan kondisi aman, damai, tertib, dan ketenteraman masyarakat
sebagai prasyarat terlaksananya aspek pembangunan lainnya.
Berdasarkan ketentuan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun
2002 terdapat beberapa bidang pembangunan yang perlu mendapat perhatian
untuk dilaksanakan sesuai dengan prioritas kegiatan dan kemampuan
pembaiayaan daerah dan hal-hal yang disebutkan di bawah ini adalah yang
berhubungan dengan penataan ruang yaitu :
1. Bidang administrasi Umum Pemerintahan
Di dalam bidang ini yang berkaitan dengan tata ruang adalah perumusan
penyediaan data yang akurat untuk mendukung dan menunjang perencanaan serta
terlaksanannya sisitem pengawasan yang efektif dan efisien. Kemudian
2. Bidang lingkungan hidup
Lingkungan hidup merupakan faktor penting penataan ruang. Arah
kebijakan dibidang ini dalam rangka penataan ruang adalah terpeliharannya
lingkungan hidup, terwujudnya pembangunan yang berwawasan lingkungan, dan
terwujudnya suatu masyarakat yang sadar tentang pentingnya keseimbangan
lingkungan.
3. Bidang Pemukiman
Bidang ini merupakan bagian dari tujuan menyejahterakan masyarakat.
Arahan kebijakan bidang ini yang merhubungan dengan penataan ruang adalah
mengupayakan terbangunnya jalan-jalan lingkungan, tertatanya kawasan
pemukiman yang rapi dan serasi, meningkatkan kesadaran warga terhadap
lingkungan.
4. Bidang Tata Ruang.
Agar bidang ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
pembangunan daerah dan kehidupan masyarakat maka arahan kebijakannya
adalah agar tersedianya dokumen penataan ruang kabupaten, kecamatan dan
kawasan-kawasan tertentu yang dinamika pertumbuhannya cepat, terlaksananya
koordinasi perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang, serta melaksanakan
sosialisasi Tata Ruang kepada masyarakat dalam upaya pemahaman dan
partisipasi dalam pelaksanaannya.
Untuk melihat arahan penggunaan lahan dadaerah Kabupaten Bener
C. Gambaran Umum RTRW Kabupaten Bener Meriah
Rencana tata ruang kabupaten Bener Meriah tertuang dalam Qanun
Kabupaten Bener Meriah No. 13 Tahun 2006, Rencana Tata Ruang Kabupaten
Bener Meriah memiliki maksud dan tujuan dalam pasal 2 Qanun ini yaitu untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan,
efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat dijadikan sebagai acuan
dalam penyususnan program dan rencana pembangunan Kabupaten Benr Meriah
secara keseluruhan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Bener Meriah merupakan
Rencana Tata Ruang yang memenuhi kebutuhan pembangunan dengan senantiasa
berwawasan lingkunga, efisien dalam alokasi investasi, bersinergi dan dapat
dijadikan sebagai acuan dalam penyususnan program dan rencana pembangunan
Kabupaten Bener Meriah secara keseluruhan, hal ini dimaksudkan agar tercipta
keselarasan antara kawasan lindung dengan kawasan budidaya, tersususnnya
program pembangunan diwilayah kabupaten, terdorongnya minat investasi
masyarakat dan dunia usaha dalam kabupaten serta torkoordinasinnya
pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupeten Bener Meriah diundangkan pada
tanggal 30 Agustus 2006 dengan berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 1992
tentang penataan ruang, hal ini menyebabkan qanun ini masih menggunakan UU
lama sebagai acuan dalam pelaksanaan penataan ruangnya, karena UU yang
Disadari bahwa ketersediaan ruang adalah terbatas. Bila pemanfaatan
ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat
ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang
untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan,
fungsi likasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan.
Ruang wilayah nasional terdiri dari wilayah nasional, wilayah provinsi,
dan wilayah kabupaten/kota, yang masing-masing merupakan subsistem ruang
menurut batasan administrasi. Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya
manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya buatan, serta tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, yang
apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong timbulnya ketidakseimbangan
pembangunan antar wilayah serta ketidakserasian lingkungan hidup.
Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya
serta ditopang oleh teknologi yang cocok akan meningkatkan keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan subsistem, yang berarti juga meningkatkan daya
tampungnya. Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan mempengaruhi
system ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut dikembangkannya
suatu system terpadu sebagai ciri utamanya. Ini berarti perlu adanya suatu
kebijakan nasional penataan ruang yang memadukan berbagai kebijakan
pemanfaatan ruang.
Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik
ditingkat pusat maupun si tingkat daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang
bertentangan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Penataan ruang
sebagai proses penataan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Rencana Tata Ruang yang dibuat baik itu rencana tata ruang untuk
nasional, untuk wilayah daerah tingkat I maupun daerah tingkat II haruslah sesuai
dengan Undang-undang tata ruang yang berlaku agar seluruh perencanaan
penataan ruang tersebut memiliki landasan tujuan yang sama satu sama lainnya,
dan tercapai kesesuaian antara Rencana Tata RuangWilayah Nasional dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, Kabupaten/kota.
Setelah berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
dimana daerah sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengurus
rumah tangganya sendiri, termasuk dalam hal perencanaan tata ruang daerahnya.
Dalam pasal 13 dan pasal 15 huruf b UU No. 32 Tahun 2004, dimana pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota memiliki wewenang dalam perencanaan,
pemanfaatan dan pengawasan penataan ruang. Dengan adanya ketentuan bahwa
dalam perencanaan penataan ruang pada daerah perbatasan, provinsi masih
memiliki kewenangan untuk mengadakan pengawasan dan koordinasi antar
kabupaten/kota.
Karena undang-undang inilah yang menjadi dasar bagi pembentukan
qanun penataan ruang di Kabupaten Bner Meriah, karena pada saat berlakunya
UU No. 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang belum berlaku UU tentang
otonomi daerah baik UU No. 22 Tahun 1999 maupun UU No. 32 Tahun 2004
otonom kepada pemerintah daerah. Maka sejalan dengan diberlakukannyaUU No.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah provinsi, kabupaten/kota
berhak melakukan suatu perencanaan tata ruang sesuai dengan
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh masing-masing pemerintah daerah.
Reformasi memang telah melahirkan perubahan yang mendasar dalam
penyelenggaraan pemerintahan, malalui pemberlakuan desentralisasi dan otonomi
daerah yang tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Di satu sisi, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah untuk dapat memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan memacu kegiatan ekonomi lokal.
Terlebih dengan dikeluarkannya UU tentang Pemerintahan Aceh yang
memberikan hak otonomi khusus terhadap Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
(NAD), tentunya kabupaten Bener Meriah yang merupakan bagian dari NAD juga
memiliki hak terhadap otonomi khusus tersebut, sehingga dalam pembentukan
tata ruangnya telah beralih dari fungsi desentralisasi kepada fungsi otonomi
khusus, walaupun UU yang menjadi dasar dari qanun penataan ruang daerah
Kabupaten Bener Meriah tersebut adalah UU No. 24 Tahun 1992.
Demikian juga dengan pembangunan dan penataan ruang suatu wilayah,
harus tetap memperhatikan Rencana Tata Ruang Nasional dan Rencana Tata
ruang Wilayah Provinsi, barulah dapat dirumuskan tentang rencana Tata Ruang
BAB III
PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BENER MERIAH
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1.Lingkup Wilayah Kabupaten Bener Meriah.
Kabupaten Bener Meriah ditetapkan dengan Undang-undang No. 41
Tahun 2004 merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Kabupaten
Bener Meriah berada pada bagian tengah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
(NAD). Kabupaten Bener Meriah lahir pada Tahun 2004 dan merupakan salah
satu Kabupaten yang termuda denga Ibukota Simpang Tiga Redelong.
Secara geografis terbentang pada posisi 04 derajat 35’ 00”-05 derajat 58’
00” LU dan 96 derajat 41’ 12”-97 derajat 19’ 10” BT dengan luas wilayah secara
keseluruhan adalah 145.409 hektar atau 1.454,09 Km persegi. Kebupaten Bener
Meriah ini terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, terbagi atas 115 desa definitive dan
113 desa persiapan. Adapun batas administratifnya adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah
d. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur
Untuk lebih jelasnya mengenai hal tersebut diatas dapat dilihat pada
Tabel 1
Nama, luas, Ibukota Kecamatan dan Jumlah Desa Kabupaten Bener Meriah Tahun 200416
NO KECAMATAN IBUKOTA
LUAS JUMLAH DESA
KAB.BENER MERIAH Simpang Tiga
Redelong
1.454,09 100,00 115 112 227
Sumber :Bappeda Kab. Bener Meriah
Dapat dilihat dalam tabel diatas bahwa di kabupaten bener Meriah
terdapat 7 (tujuh) Kecamatan. kecamatan syah utama merupakan kecamatan yang
paling luas, diikuti dengan kecamatan Bandar dan Timang gajah.
2.Keadaan Wilayah dan Penggunaan Lahan
Keadaan dan wilayah dan pengguanaan tanah perlu diketahui karena dari
hal tersebut akan dapat disimpulkan apakah faktor alam yang menghambat
jalannya pelaksanaan tata ruang di suatu wilayah.
Berdasarkan kelas ketinggian, sebagian besar wilayah kabupaten Bener
Meriah berada pada kelas ketinggian 500-1000 meter di atas permukaan laut yaitu
16
seluas 54.664 Hektar (37,51%). Sedangkan kelas ketinggian yang paling rendah
jumlahnya adalah ketinggian lebih dari 100-500 meter di atas permukaan laut
yaitu hannya 20.856 Ha atau 14,31% dari luas keseluruhan wilayah Kabupaten
Bener Meriah. Kemiringan lahan di wilayah kabupaten Bener Meriah sangat
bervariasi yaitu dari datar sampai bergunung. Sebagian besar merupakan wilayah
yang bergunung dengan kemiringan 15-40 % yaitu sebesar 70.891 Hektar (48,6
%) dari luas kabupaten secara keseluruhan. Sedangkan wilayah yang datar dengan
kemiringan 0-3 % merupakan jumlah yang terkecil yaitu seluas 2.996 Hektar
(2,06 %).17
Penggunaan lahan di Kabupaten Bener Meriah terdiri dari pemukiman,
sawah, padang rumput, tegal/kebun/lading, kolam, lahan kososng, hutan,
perkebunan, kebun campuran dan lain-lain. Penggunaan lahan terluas adalah Juga terdapat gunung Berapi Burni Telong yang masih aktif.
Selain itu kabupaten Bener Meriah memiliki curah hujan rata-rata yang
tinggi yaitu antara 1.665-2.570 mm dengan curah hujan berkisar antara 176-240
hari hujan perTahun, sedangkan jenis tanah yang paling banyak di Kabupaten
Bener Meriah adalah Podsolik Litosol dan Latosol yaitu seluas 41.063,50 hektar
atau 28,24 % dari Luas kabupaten. Hal ini menyebabkan kabupaten Bener Meriah
merupakan daerah yang rawan erosi (longsor) karena tanah Litosol memiliki sifat
yang mudah tererosi. Sedangkan untuk drainasa wilayah kabupaten Bener Meriah
mempunyai drainase sedang yaitu 74,99 %, sedangkan wilayah yang mempunya
drainase baik/lancer adalah 16.271,27 hektar atau 11,19 % dari luas kabupaten
keseluruhan.
17
untuk hutan yaitu 92.882,78 hektar atau 63 %, sedangkan penggunaan terkecil
adalah kolam yaitu 63 hektar atau 0,04 % dari luas kabupaten Bener Meriah.(lihat
table 2 dan gambar 4).
TABEL 2
JENIS, LUAS DAN PERSENTASI PENGGUNAAN LAHAN
KABUPATEN BENER MERIAH18
KAB.BENER MERIAH 145.409,00 1.454,09 100,00
Sumber :Bagian Hukum Pemda Kab. Bener Meriah
Dapat dilihat bahwa , hutan dikabupaten Bener Meriah mencapai 63
persen dari wilayah kabupaten Bener Meriah.
3) Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk
Pengenalan terhadap aspek kependudukan sangat penting, karena
perkembangan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh kegiatan penduduknya.
Berdasarkan komposisi penduduk menurut lapangan usaha pada tahun 2004
terlihat bahwa penduduk yang mempunyai lapangan/ mata pencaharian tetap
adalah 76.362 jiwa atau 68,12 % dari jumlah penduduk Kabupaten Bener Meriah.
Sebagian besar penduduk bekerja di sector pertanian yang mencapai
59.206 jiwa(77,53 %), disusul sector jasa-jasa sebanyak 7.890 (10,33 %),
perdagangan sebesar 5.275 jiwa (6,91 %), serta selebihnya bekerja di sector
angkutan, konstruksi dan lain sebagainya.(lihat tabel 1.3)
Tabel 3
Jumlah dan persentase penduduk menurut mata pencaharian Kabupaten Bener Meriah
Tahun 200419
NO LAPANGAN USAHA JUMLAH
(JIWA)
5 Angkutan/Komunikasi 519 0,68
6 Jasa-jasa 7.890 10,33
7 Konstruksi 1.632 2,14
TOTAL 76362 100,00
Sumber : Bagian hukum Pemda Kab. Bener Meriah
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk kabupaten
Bener Meriah memiliki mata pencaharian sebagai petani.
B. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Instansi Pelaksana
Dalam membahas permasalahan di dalam skripsi ini, maka ada beberapa
instansi yang terlibat langsung dalam hal ini karena kedudukan, tugas dan
fungsinya. Oleh karena itu perlu dijelaskan terlebih dahulu kedudukan, tugas dan
fungsi masing-masing instansi tersebut.
1.Kantor BPN Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
Kedudukan, tugas dan fungsi kantor wilayah BPN dapat dilihat dari
keputusan Kepala BPN No. 1 Tahun 1989 tentang “organisasi dan Tata Kerja
19
Kantor Wilayah BPN di Propinsi dan Kantor Pertanahan di
Kabupaten/kotamadya.”
BPN NAD adalah instansi vertikal dari Badan Pertanahan Nasional yang
berada di propinsi NAD. Dalam pelaksanaan tugasnya secara taktis operasional
dikoordinasi oleh Gubernur kepala daerah tingkat I Nangroe Aceh Darussalam
dan teknis administratif di bawah kepala BPN.
Ruang lingkup tugas BPN NAD adalah melaksanakan sebahagian tugas
dan fungsi Badan Pertanahan Nasional, yaitu :
a.Melaksanakan penyusunan program pelaksanaan tugas dibidang
pertanahan;
b.Mengkoordinasikan pengetahuan penguasaan dan pemilihan tanah,
penatagunaan tanah, pengawasan hak-hak atas tanah, serta pengukuran
dan pendaftaran tanah;
c.Melaksanakan bimbingan dan pengendalian serta melaksanakan tugas
dibidang pengetahuan, penggunaan dan pemilikan tanah, penatagunaan
tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran
tanah;
d.Melaksanakan urusan tata usaha dan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut, maka kantor BPN
NAD mempunyai susunan organisasi sebagai berikut :
a.Bagian tata usaha;
b.Bagian pengaturan penguasaan tanah;
d.Bidang hak-hak atas tanah;
e.Bidang pengukuran dan pendaftaran tanah.
Dari susunan tersebut maka bidang yang memiliki hubungan dengan
penataan ruang adalah bidang pengaturan penggunaan tanah, bidang penataan
tanah dan bidang hak-hak atas tanah, maka akan dijelaskan tugas dan fungsi
bidang-bidang tersebut.
Bidang pengaturan penguasaan tanah bertugas menyiapkan koordinasi dan
menyusun program serta memberikan bimbingan, pengendalian dan pelayanan
dibidang pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah. Untuk melaksanakan
tugasnya, bidang ini mempunyai fungsi antara lain menyiapkan dan melakukan
kegiatan penataan, penguasaan dan pemilikan tanah perkotaan. Selain itu juga
menyiapkan dan melakukan pemberian ganti rugi dan menyelesaikan masalah.
Bidang penatagunaan tanah mempunyai tugas menyiapkan data,
mengkoordinasikan dan menyusun rencana, memberikan bimbingan serta
mengatur pengarahan lokasi dan pengendalian dibidang penataguanaan tanah.
Untuk melaksanakan tugasnya itu, bidang penatagunaan tanah mempunyai fungsi:
a.Menyiapkan dan melakukan kegiatan pengumpulan dan pengolahan data
penatagunaan tanah.
b.Menyiapkan dan melakukan kegiatan koordinasi dan penyusunan
rencana penatagunaan tanah.
c.Menyiapkan dan melakukan kegiatan perpetaan penataguanaan tanah.
d.Menyiapkan dan melakukan kegiatan bimbingan, serta mengatur
Sedangkan bidang hak-hak atas tanah mempunyai tugas menyiapkan
koordinasi, menyusun program dan memberikan bimbingan, pengendalian dan
pelayanan dibidang pengurusan hal-hal atas tanah. Untuk melaksanakan tugas itu,
bidang ini mempunyai fungsi antara lain menyiapkan bimbingan dan
pengendalian serta melakukan kegiatan dibidang penyusunan hak-hak atas tanah
kepada badan hukum.
2.Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tengah
Karena kabupaten Bener Meriah merupakan pemekaran dari kabupaten
Aceh Tengah dan merupakan kabupaten baru maka belum dibentuk kantor
pertanahan secara khusus yang menangani masalah pertanahan di kabupaten
Bener Meriah, sehingga urusan administrasi Negara dibidang pertanahan di
Kabupaten Bener Meriah masih dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Aceh Tengah. Hal ini merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan juga.
Kedudukan tugas dan fungsi dari kantor pertanahan diatur dalam
keputusan kepala BPN No. 1 Tahun 1989. Kantor pertanahan kabupaten Aceh
Tengah merupakan instansi vertikal dari BPN yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada BPN propinsi NAD, tugas kantor pertanahan
Kabupaten Aceh Tengah adalah melaksanakan sebagian tugas dan fungsi BPN
dalam lingkungan wilayah Kabupaten Bener Meria. Untuk melaksanakan tugas itu
Kantor Pertanahan memiliki fungsi :
a) Menyiapkan kegiatan di bidang pengaturan penguasaan tanah,
penataan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah,
b) Melaksanakan kegiatan pelayanan di bidang pengaturan penguasaan
tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta
pengukuran dan pendaftaran tanah.
c) Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga.
Susunan orhanisasi Kantor Pertanahan Aceh Tengah terdiri dari :
a.Sub bagian Tata usaha;
b.Seksi pengaturan dan Penguasaan Tanah;
c.Seksi Penatagunaan Tanah;
d.Seksi Hak-hak Tanah;
e.Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah.
Seksi pengaturan dan penguasaan tanah mempunyai tugas menyiapkan dan
melakukan kegiatan pengendalian penguasaan, pemilikan pemanfaatan bersama,
pengalihan hak atas tanah, pembayaran ganti rugi dan penyelesaian masalah.
Seksi ini terdiri dari dua sub seksi yaitu sub seksi penataan penguasaan dan
pemilikan tanah, dan sub seksi pengendalian penguasaan dan pemilikan tanah.
Seksi penatagunaan tanah mempunyai tugas mengumpulkan dan
menyiapkan rencana penatagunaan tanah, memberikan bimbingan penggunaan
tanah kepada masyarakat serta menyiapkan pengendalian perubahan penggunaan
tanah. Seksi ini terdiri dari dua sub seksi yaitu sub seksi data penatagunaan tanah,
dan sub seksi rencana dan bimbingan penatagunaan tanah.
Seksi hak-hak atas tanah, mempunyai tugas menyiapkan dan melakukan