EVALUASI KINERJA SISTEM PTROTEKSI KAWAT TANAH
TRANSMISI 150 kV SEI ROTAN–TEBING TINGGI
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro
Oleh :
Nim : 050402040
SADAK NAINGGOLAN
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EVALUASI KINERJA SISTEM PROTEKSI KAWAT TANAH
TRANSMISI 150 kV SEI ROTAN–TEBING TINGGI
Oleh :
050402040
SADAK NAINGGOLAN
Tugas Akhir ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro
pada
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Sidang pada tanggal 23 bulan November tahun 2010 di depan Penguji :
1. Ir. Sugih Arto Yusuf : Ketua Penguji :...
2. Prof.Dr.Ir. Usman Baafai : Anggota Penguji :...
3. Ir. Zulkarnaen Pane : Anggota Penguji :...
Diketahui oleh : Disetujui oleh :
Pelaksana Tugas Harian Dosen Pembingbing
Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU
Prof.Dr.Ir. USMAN BAAFAI
NIP : 19461022 197302 1 001 NIP : 19470817 197503 1 002
ABSTRAK
Salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam perencanaan sistem proteksi
kawat tanah transmisi hantaran udara adalah jumlah hari guruh tahunan “Isokreaunic
Level” (Ikl). Transmisi 150 kV yang dimiliki PT PLN (Persero) Sumatera Utara yaitu
Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi selesai dibangun pada tahun 1985. Artinya
sistem proteksi kawat tanah transmisi tersebut direncanakan berdasarkan data jumlah
hari guruh tahunan 30 tahun yang lalu. Jumlah hari guruh tahunan saat ini dengan
jumlah hari guruh tahunan 30 tahun yang lalu sudah berbeda. Oleh karena itu, sistem
proteksi kawat tanah transmisi tersebut perlu dievaluasi untuk mengetahui apakah
kinerjanya masih memenuhi syarat atau tidak pada kondisi iklim saat ini. Hasil
evaluasi menyimpulkan bahwa sistem proteksi kawat tanah transmisi tersebut tidak
memenuhi syarat lagi dengan kondisi cuaca saat ini, sehingga disarankan agar
menambah jumlah piringan isolator sebanyak 2 – 3 piringan (disc) per gandengan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
penyertaanNya, sehingga saya dapat menyelsaikan Tugas Akhir ini, yang berjudul:
EVALUASI KINERJA SISTEM PROTEKSI KAWAT TANAH
TRANSMISI 150 kV SEI ROTAN – TEBING TINGGI
Tugas Akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan
untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di
Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Selama saya menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas
Akhir ini, saya banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan
sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua saya Tombang Nainggolan(+) / Norli Ompusunggu,
abang-abang {Maralo dan Sepanya (+)} dan kakak (Duanty), serta adik-adik
(Heber,Juli,Lusti) yang tidak pernah berhenti memberi dukungan, semangat
dan doa mereka kepada saya dengan segala pengorbanan dan kasih sayang
yang tidak ternilai besarnya.
2. Bapak Prof.Dr.Ir. Usman Baafai sebagai Pelaksana Tugas Harian Ketua
Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Rahmad Fauzi, ST,MT sebagai Sekretaris Departemen Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing sebagai Dosen Pembingbing saya, yang sangat
5. Bapak Ir. Rachman Hasibuan sebagai Dosen Wali saya selama
menyelesaikan pendidikan di kampus Universita Sumatera Utara.
6. Seluruh Staff Pendidik dan Pegawai Departemen Teknik Elektro FT-USU.
7. Bapak Ir. Nyoman Suryana D di PT PLN (Persero) PIKTRING SUAR dan
Bapak Syamsul di PT PLN (Persero) UPT Sei Rotan-Medan, yang sudah
membantu saya dalam penyediaan data-data yang saya butuhkan, serta
pegawainya yang sudah membantu.
8. Bapak Heron Tarigan, Bapak Ken, Ibu Endah dan Ibu Naomi di BMKG
Medan, serta pegawainya yang sudah membantu.
9. Teman-teman seluruh stambuk 2005 Teknik Elektro FT USU yang tidak
dapat saya sebutkan satu per satu, atas kebersamaan dan dukungan yang
diberikan.
10.Teman-teman seperjuangan Elis, Mangiring, Benni, Frizt, Hanstua, Herman,
Fery, Mikha, Eternal, Richard, Windy, Marhon, Colin dan Eko.
11.Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, dari keluarga
maupun orang lain yang sudah membantu saya.
Saya menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya. Kritik
dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan Tugas Akhir ini sangat saya
harapkan.
Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, November 2010
DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... viii
Daftar Grafik ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
I.1 Latar Belakang ... 1
I.2 Tujuan dan Mamfaat Penulisan ... 2
I.3 Batasan Masalah ... 2
I.4 Metodologi Penelitian ... 2
I.5 Sistematika Penulisan ... 3
BAB II DASAR TEORI ... 5
II.1 Hari Guruh Tahunan “Isokreaunic Level” (Ikl) ... 5
II.2 Kawat Tanah Transmisi Hantaran Udara ... 6
II.2.1 Efektivitas Perlindungan Kawat Tanah ... 7
II.3 Hubungan Isokreaunic Level (Ikl) dengan Kawat Tanah Transmisi Hantaran Udara ... 7
II.3.1 Jumlah Sambaran Petir pada Transmisi Udara ... 8
II.3.3 Faktor Kopling (coupling factor Ikl) pada
Transmisi Udara ... 11
II.3.4 Impedansi Surja (Surge Impedance) pada Hantaran Transmisi Udara 14 ... 15
II.4 Perhitungan Perkiraan Jumlah Gangguan pada Transmisi Hantaran Udara ... 17
BAB III DATA DAN PERHITUNGAN ... 21
III.1 Data Kerapatan Sambaran Petir Sumatera Utara ... 21
III.2 Parameter Transmisi SUTT 150 kV ... 22
III.3 Menghitung Perkiraan Jumlah Gangguan Transmisi Udara ... 24
III.3.1 Perhitungan Perkiraan Jumlah Gangguan pada Tahun 2005 ... 25
III.3.2 Perkiraan Jumlah Gangguan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi Tahun 2005 – 2009 ... 29
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 31
IV.1 Analisis Perkiraan Jumlah Gangguan Transmisi 150 kV Sei Rotan – Tebing Tinggi, Existing ... 31
IV.2 Tingkat Isolasi dari Isolator Transmisi Hantaran Udara ... 32
IV.3 Perencanaan Perbaikan Kawat Tanah Tambahan ... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40
V.1 Kesimpulan ... 40
V.2 Saran ... 40
Daftar Pustaka ... 41
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir dan
hari guruh tahunan ... 6
Tabel 3.1 Kerapatan sambaran petir Sumatera Utara ... 22
Tabel 3.2 Parameter konduktor pada menara (tower) ... 23
Tabel 3.3 Karakteristik ketahanan isolator terhadap tegangan bolak-balik ... 24
Tabel 3.4 Perkiraan jumlah gangguan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi tahun 2005 – 2009 ... 29
Tabel 3.5 Rata-rata perkiraan jumlah gangguan pada Transmisi Sei Rotan– Tebing Tinggi tahun 2005 – 2009 ... 30
Tabel 4.1 Tingkat isolasi dari isolator transmisi hantaran udara ... 33
Tabel 4.2 Pengaruh jumlah piringan isolator terhadap perkiraan jumlah gangguan ... 33
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme sambaran petir ke menara ... 10
Gambar 2.2 Kapasitansi antara dua kawat penghantar ... 12
Gambar 2.3 Perhitungan faktor kopling (Kf) pada transmisi udara ganda ... 14
Gambar 2.4 Perhitungan fluks gandeng antara dua kawat penghantar ... 15
Gambar 2.5 Besar impedansi sambaran petir pada menara ... 18
Gambar 3.1 Peta tingkat kerapatan sambaran petir Sumatera Utara ... 21
Gambar 3.2 Konfigurasi SUTT 150 kV ... 22
Gambar 3.3 Parameter konduktor pada transmisi ... 26
DAFTAR GRAFIK
ABSTRAK
Salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam perencanaan sistem proteksi
kawat tanah transmisi hantaran udara adalah jumlah hari guruh tahunan “Isokreaunic
Level” (Ikl). Transmisi 150 kV yang dimiliki PT PLN (Persero) Sumatera Utara yaitu
Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi selesai dibangun pada tahun 1985. Artinya
sistem proteksi kawat tanah transmisi tersebut direncanakan berdasarkan data jumlah
hari guruh tahunan 30 tahun yang lalu. Jumlah hari guruh tahunan saat ini dengan
jumlah hari guruh tahunan 30 tahun yang lalu sudah berbeda. Oleh karena itu, sistem
proteksi kawat tanah transmisi tersebut perlu dievaluasi untuk mengetahui apakah
kinerjanya masih memenuhi syarat atau tidak pada kondisi iklim saat ini. Hasil
evaluasi menyimpulkan bahwa sistem proteksi kawat tanah transmisi tersebut tidak
memenuhi syarat lagi dengan kondisi cuaca saat ini, sehingga disarankan agar
menambah jumlah piringan isolator sebanyak 2 – 3 piringan (disc) per gandengan
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam merancang sistem proteksi kawat tanah transmisi udara, salah satu
faktor yang berperan adalah jumlah hari guruh tahunan atau “Isokreaunic Level”
(Ikl). Di Sumatera Utara PT PLN (Persero) memiliki beberapa segmen transmisi
yang dibangun 30 tahun yang lalu, seperti SUTT 150 kV Sei Rotan–Tebing Tinggi
dan SUTT 150 kV Paya Pasir – Belawan. Peta Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi
dapat dilihat seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 1. Kedua transmisi ini selesai
dibangun sekitar tahun 1985. Sistem proteksi kawat tanah kedua transmisi tersebut
dirancang berdasarkan data jumlah hari guruh sebelum transmisi tersebut selesai
dibangun yaitu ± 30 tahun yang lalu.
Pemanasan global membuat terjadinya perubahan iklim, sehingga data
jumlah hari guruh tahunan saat ini tidak sama lagi dengan jumlah hari guruh tahunan
saat kedua transmisi tersebut sedang dibangun. Saat pembangunan kedua transmisi,
sistem proteksi kawat tanah transmisi tersebut dianggap dirancang sesuai dengan
jumlah hari guruh ± 30 tahun yang lalu. Oleh karena itu, sistem proteksi kawat tanah
transmisi yang dirancang sekitar 30 tahun yang lalu boleh jadi tidak memenuhi
syarat lagi dengan keadaan iklim saat ini, karena jumlah hari guruh tahunan saat ini
I.2 Tujuan dan Mamfaat Penulisan
Adapun tujuan dan mamfaat Tugas Akhir ini adalah :
1. Mengevaluasi kinerja sistem proteksi kawat tanah transmisi yang dimiliki
PT PLN (Persero) Sumatera Utara yaitu Transmisi Sei Rotan – Tebing
Tinggi, apakah sistem proteksi kawat tanahnya masih memenuhi syarat
dengan keadaan iklim saat ini.
2. Hasil studi ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi bagi PT PLN
(Persero) Sumatera Utara. Jika ternyata sistem proteksi kawat tanah
transmisi tersebut tidak memenuhi syarat lagi dengan kondisi cuaca saat
ini, maka PT PLN (Persero) Sumatera Utara dapat mengambil kebijakan
untuk memperbaikinya.
I.3 Batasan Masalah
1. Penelitian jumlah hari guruh tidak dilakukan dalam Tugas Akhir ini,
melainkan data jumlah hari guruh diperoleh dari BMKG Sumatera Utara.
2. Menara yang dipergunakan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi terdiri
dari beberapa jenis yaitu menara suspension tipe Aa + 3, tipe Aa + 6, tipe Aa
+ 9 dan menara suspension Dd + 3. Yang menjadi objek penelitian dalam
Tugas Akhir ini adalah menara suspension tipe Aa + 3.
3. Jenis isolator yang digunakan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi
terdiri dari isolator keramik dan isolator keramik yang dibubuhi isolator
kaca. Yang menjadi objek penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah rentengan
4. Besar tahanan kaki menara (Rtf) pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi
berbeda – beda yaitu dari 2,1 Ω hingga 11 Ω. Yang menjadi objek penelitian
dalam Tugas Akhir ini adalah menara yang mempunyai tahanan kaki 8 Ω.
I.4 Metodologi Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini adalah:
1. Mempelajari tentang jumlah hari guruh tahunan “Isokreaunic Level” (Ikl) dan
kawat tanah transmisi hantaran udara.
2. Mempelajari hubungan Ikl dengan kawat tanah transmisi hantaran udara pada
perhitungan perkiraan jumlah gangguan akibat kegagalan sistem proteksi
kawat tanah.
3. Survey ke PT PLN (Persero) PIKITRING SUAR, PT PLN (Persero) UPT
Medan dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Sumatera Utara untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
4. Menghitung perkiraan probabilitas jumlah gangguan akibat terjadinya
sambaran petir langsung pada menara.
5. Membandingkan hasil perhitungan pada butir ke-4 di atas dengan standar
jumlah gangguan.
I.5 Sistematika Penulisan
Tugas Akhir ini disusun berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bagian pendahuluan ini berisikan latar belakang, tujuan dan mamfaat
penulisan, batasan masalah, metodologi penelitian serta sistematika
BAB II DASAR TEORI
Bagian ini menjelaskan tentang jumlah hari guruh tahunan Ikl, kawat
tanah transmisi hantaran udara, efektivitas perlindungan kawat tanah,
hubungan Ikl dengan kawat tanah transmisi udara, jumlah sambaran
petir pada transmisi udara, mekanisme sambaran petir ke menara
transmisi udara, faktor kopling pada transmisi udara, impedansi surja,
perhitungan perkiraan jumlah gangguan pada transmisi hantaran
udara.
BAB III DATA DAN PERHITUNGAN
Bagian ini berisikan data kerapatan sambaran petir Sumatera Utara,
data parameter SUTT 150 kV diantaranya data menara, konduktor,
isolator dan kawat tanah. Menghitung perkiraan jumlah gangguan
transmisi uadara, perhitungan perkiraan jumlah gangguan tahun 2005,
serta perkiraan jumlah gangguan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing
Tinggi untuk tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan 2009.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bagian ini berisikan analisis perkiraan jumlah gangguan Transmisi
150 kV Sei Rotan – Tebing Tinggi,Existing; tingkat isolasi dari
isolator hantaran udara; perencanaan perbaikan kawat tanah tambahan
dan mendesain sistem proteksi kawat tanah pada SUTT 150 kV
berdasarkan Ikl lima tahun terakhir.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
DASAR TEORI
II.1 Hari Guruh Tahunan “Isokreaunic Level” (Ikl)
Hari guruh adalah hari dimana guruh terdengar minimal satu kali dalam satu
hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut
Isokreaunic Level dan disimbolkan dengan Ikl.
Kerapatan sambaran petir ke tanah (ground flash density) adalah jumlah
sambaran petir ke tanah yang terjadi dalam satu tahun pada suatu wilayah yang
luasnya dalam satuan km2. Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir ke tanah dengan hari guruh tahunan diberikan pada Tabel 2.1. Terkait bahwa kerapatan
sambaran petir ke tanah berbeda-beda untuk setiap wilayah. Pada umumnya
kerapatan sambaran petir ke tanah dirumuskan sebagai berikut:
di mana: ns = kerapatan sambaran petir ke tanah [sambaran/km2-tahun]
Ikl = jumlah hari guruh (Isokreaunic Level) [sambaran/km2-tahun]
Untuk wilayah Indonesia sendiri dalam menentukan kerapatan sambaran petir yang
Tabel 2.1
Relasi empiris antara kerapatan sambaran petir dan hari guruh tahunan
No Lokasi Kerapatan sambaran petir ns
(per km.kuadrat per tahun)
Peneliti
Anderson & Jenner (1954)
Anderson & Erikson (1954)
Muller-Hillebrend (1964)
Stringfellow (1974)
Horn & Ramsey (1951)
Horn & Ramsey (1951)
Anderson (1968)
Brown & Whitehead (1969)
Kolokolov & Pavlova (1972)
Brooks (1950)
Golde (1966)
Brooks (1950)
II.2 Kawat Tanah Transmisi Hantaran Udara
Kawat tanah (earth wire) adalah kawat untuk melindungi kawat fasa dari
sambaran petir. Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire) pada saluran
transmisi ditempatkan di atas kawat – kawat fasa. Awalnya kawat tanah
dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap sambaran tidak langsung (sambaran
induksi) di sekitar kawat fasa transmisi. Akan tetapi dikemudian hari dari hasil-hasil
pengalaman dan teori, penyebab utama yang menimbulkan gangguan transmisi
II.2.1 Efektivitas Perlindungan Kawat Tanah
Efektivifitas perlidungan kawat tanah diharapkan mampu melindungi kawat
fasa dengan baik, sehingga tidak terjadi sambaran petir langsung ke kawat fasa.
Keefektipan perlindungan kawat tanah bertambah baik jika kawat tanah semakin
dekat dengan kawat fasa. Untuk memperoleh perlindungan (perisaian) yang baik,
harus memenuhi persyaratan penting sebagai berikut:
1. Supaya petir tidak menyambar langsung kawat fasa maka jarak kawat tanah
di atas kawat fasa diatur sedemikian rupa.
2. Pada tengah gawang kawat tanah harus mempunyai jarak yang cukup di atas
kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api karena tegangan
pantulan negatif dari dasar menara yang kembali ke tengah gawang.
3. Saat petir menyambar menara secara langsung, tidak terjadi flashover pada
isolator.
4. Tahanan kaki menara harus cukup kecil untuk menurunkan tegangan yang
dibebani isolator agar tidak terjadi lompatan api (flashover) pada isolator.
II.3 Hubungan Isokreaunic Level (Ikl) dengan Kawat Tanah Transmisi
Hantaran Udara
Salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kebutuhan kawat tanah yang
dilakukan untuk mendirikan transmisi hantaran udara adalah jumlah hari guruh
tahunan “Isokreaunic Level” (Ikl) yang terjadi pada daerah transmisi itu akan
didirikan. Pengaruh atau hubungan keduanya akan sangat jelas pada saat
menentukan perkiraan jumlah gangguan yang terjadi pada transmisi hantaran udara
tersebut. Yang mana perkiraan jumlah gangguan berbanding lurus terhadap jumlah
II.3.1 Jumlah Sambaran Petir pada Transmisi Hantaran Udara
Perkiraan jumlah sambaran dipengaruhi dimana sambaran itu diperhitungkan
misalnya: pada menara, seperempat gawang dan pertengahan gawang. Para peneliti
sepakat untuk menentukan perkiraan jumlah sambaran yang terjadi pada menara
adalah 60% dari seluruh jumlah sambaran yang mengenai transmisi sedangkan
sisanya 30% terjadi pada seperempat gawang dan 10% untuk pertengahan gawang.
Jumlah sambaran yang terjadi pada suatu transmisi hantaran udara tergantung juga
pada jumlah kawat tanah yang dipergunakan transmisi tersebut dan tata letaknya.
Jika suatu transmisi mempunyai dua buah kawat tanah dan mempunyai jarak antara
keduanya disesuaikan dengan tata letak kawat fasa, maka jumlah sambaran yang
terjadi pada kedua kawat tanah lebih besar dibandingkan dengan transmisi tersebut
jika mempunyai hanya satu kawat tanah. Disamping itu jumlah sambaran petir pada
transmisi bergantung juga pada:
Tinggi menara yang dipergunakan (ht) [m]
Tinggi kawat tanah pada pertengahan gawang kawat tanah (hg) [m]
Jarak antara kawat tanah (sg) [m]
Secara umum jumlah sambaran petir yang mengenai transmisi hantaran
udara pada 100 km panjang transmisi, dirumuskan sebagai berikut:
di mana: Ns = jumlah sambaran petir yang mengenai transmisi
[sambaran/100km-tahun]
hg = tinggi kawat tanah pada pertengahan gawang [m]
sg = jarak antar kawat tanah [m]
Berdasarkan Persamaan 2.2, maka untuk transmisi yang berada di wilayah
yang beriklim sedang (Indonesia), jumlah sambaran petir yang mengenai transmisi
untuk sepanjang 100 km adalah:
Untuk suatu transmisi hantaran udara yang mempunyai satu kawat tanah sebagai
perisainya maka nilai sg adalah nol.
II.3.2 Mekanisme Sambaran Petir ke Menara Transmisi Udara
Mekanisme sambaran petir berdasarkan pada awan bermuatan, yang akan
menghasilkan kanal inti yang arahnya menuju ke bumi. Awan bermuatan yang selalu
menuju bumi dapat mencapai kecepatan tertingginya hingga satu per seribu (1/1000)
dari kecepatan cahaya (C) atau 300 km/detik, hal ini sangat genting pada sambaran
arus petir. Tegangan kanal permukaan awan bermuatan, sebelum pengosongan awal
arus dapat mencapai 50 MV yang dapat menyambar bumi. Sambaran petir dari awan
bermuatan yang menuju bumi, terjadi pada ketinggian rata-rata dari 60 m hingga 100
m di atas permukaan tanah. Maka rata-rata gradien tegangan yang terjadi dapat
mencapai 50 x 103 / (60 m hingga 100 m) atau 500 kV/m hingga 833 kV/m (5
kV/cm hingga 8,33 kV/cm) atau pada tegangan tembus rata-rata udara basah 6
Mekanisme sambaran petir yang terjadi pada menara transmisi udara dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Zm
ig ig
Zg
eg
ec ic Zc
ic
ei
MENARA (TOWER )
Is
Gambar 2.1 Mekanisme sambaran petir ke menara transmisi
Jika sambaran arus petir yang berasal dari awan bermuatan, sudah mengenai
menara atau kawat tanah transmisi, maka menara akan dibebani tegangan (eg).
Perbedaan tegangan (eg) dengan tegangan pada kawat fasa (ec) akan membebani
isolator (ei). Hal ini dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1. Besar tegangan yang
membebani isolator dapat dihitung sebagai berikut:
dan
di mana:
eg : besar tegangan pada kawat tanah [kV]
ec : besar tegangan pada kawat fasa [kV]
Zg : impedansi surja kawat tanah [Ω]
Zc : impedansi kawat fasa [Ω]
Zm : impedansi bersama kawat tanah dengan kawat fasa [Ω]
ic : arus yang mengalir pada kawat fasa [kA]
Besar tegangan yang terjadi pada kawat fasa adalah:
di mana: Kf : faktor kopling (coupling factor) yaitu perbandingan impedansi surja
bersama (mutual surge impedance) kawat tanah – kawat fasa dengan impedansi
kawat tanah (Zm/Zg).
Jika impedansi surja Zg dan Zc sama, maka tegangan pada kawat fasa adalah :
ec = Kf eg + (1-K2f) Zc ic ; serta tegangan yang terjadi pada isolator adalah:
di mana: ei : tegangan pada isolator [kV]
II.3.3 Faktor Kopling (Coupling Factor atau Kf) pada Transmisi Udara
Faktor kopling (Kf) adalah perbandingan antara impedansi surja bersama
kawat tanah-kawat fasa dengan impedansi surja kawat tanah. Adapun besar faktor
kopling (Kf) dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Kapasitansi dua kawat penghantar
Besar kapasitansi antara dua kawat penghantar dengan radius (r) yang sama
didefenisikan perbandingan muatan pada penghantar dengan beda potensial antara
dua kawat tersebut. Besar kapasitansi antara dua kawat penghantar dapat dihitung
2r 2r
x
2H
Q f -Q
G
G
Gambar 2.2 Kapasitansi antara dua kawat penghantar
Sesuai dengan Gambar 2.2, muatan pada setiap konduktor adalah Q dengan
polaritas yang berbeda, dengan jarak dari pusat ke pusat kawat penghantar adalah
2H. Pada pengujian unit muatan positif Q di titik f sejauh x dari pusat konduktor
sebelah kiri, total gaya Ff yang terjadi adalah:
di mana: Q : muatan pada kawat penghantar [C]
e0 : permitifitas ruang bebas = 8,85 x 10-12 [F/m]
x : jarak titik uji [m]
2H : jarak dari pusat ke pusat kawat pengahantar [m]
Sesuai dengan gaya total yang dihasilkan, maka perbedaan tegangan V antara
dua kawat penghantar adalah:
Karena 2H >> r maka . Tegangan pada pertengahan kawat
penghantar (G–G) atau tegangan antara konduktor dengan tanah adalah Vg = V/2.
Oleh karena itu:
Maka besar kapasitansi antara kawat penghantar dengan tanah dapat dihitung
sebagai berikut:
Reaktansi antara kawat penghantar dengan tanah dapat dihitung sebagai berikut:
di mana: XC : reaktansi antar kawat penghantar dengan tanah [Ω]
f : frekuensi [Hz]
Maka besar impedansi antara kawat penghantar dengan tanah pada transmisi
#1
R R’
#2 a12
a2R’ a1R
aRR’
2HR 2H1
I1R I12
2HR’
I2R
Bidang Referensi
#1 : Kawat tanah ke-1 #2 : Kawat tanah ke-2 R : Kawat fasa R
Gambar 2.3 Perhitungan faktor kopling (Kf) pada transmisi udara ganda
Sesuai dengan Persamaan 2.13 maka untuk transmisi udara seperti yang di
tunjukkan pada Gambar 2.3, faktor koplingnya (Kf) dapat dihitung sebagai berikut:
Impedansi bersama antara kawat tanah dengan kawat fasa (Z1R)
di mana: Z1R = Zm : impedansi bersama kawat tanah-kawat fasa [Ω]
I1R : jarak kawat tanah ke bayang-bayang kwt fasa [m]
a1R : jarak kawat fasa ke kawat fasa [m]
Impedansi sendiri kawat tanah (Z11)
di mana: Z11 = Zg : impedansi kawat tanah [Ω]
2H1 : jarak kawat tanah ke bayang-bayang kawat tanah [m]
Maka besar faktor kopling (factor coupling atau Kf) adalah:
II.3.4 Impedansi Surja (Surge Impedance) pada Transmisi Hantaran Udara
Impedansi surja yang diperhitungkan pada bagian ini adalah impedansi surja
kawat tanah (Zg) dan impedansi surja petir (Zs). Adapun impedansi surja kawat tanah
dapat dihitung berdasarkan Persamaan 2.15 yaitu: ,
sedangkan impedansi surja petir (Zs) merupakan akar dari perbandingan induktansi
dengan kapasitansi yang terjadi pada kawat tanah, dalam hal ini petir menyambar
menara atau kawat tanah transmisi udara. Adapun besar imedansi surja petir (Zs)
dapat dihitung sebagai berikut:
Induktansi dua kawat penghantar
Besar induktansi adalah perbandingan antara fluks gandeng dengan arus
yang mengalir dan dapat dihitung sebagai berikut:
2r
G
G H
2H
øe
I -I
2r
Seperti yang ditunjukkan Gambar 2.4, dua kawat penghantar yang identik
masing-masing dilalui arus sebesar I dan –I, kawat penghantar pembawa arus –I
merupakan bayangan kawat penghantar yang membawa arus I. Dimana jarak dari
pusat konduktor pertama ke pusat konduktor ke dua adalah 2H.
Kawat penghantar yang mengalirkan arus I (kawat 1) dari titik tengah kawat
sejauh sembarang titik (misalkan x) akan menghasilkan fluks øe yang berada antara
kedua kawat penghantar yaitu dari r ke 2H-r yang disebut fluks diluar kawat 1(fluks
eksternal). Fluks eksternal akan menghasilkan fluks sejauh x yaitu sebesar:
di mana: ψ11 : fluks akibat arus pada kawat penghantar 1 [Wb/m]
μ0 : permeabilitas ruang hampa (4π x 10-7 H/m)
μr : permeabilitas relatif, untuk udara μr = 1,0004 ≈ 1 [H/m]
μ : permeabilitas total (μr= μ/μ0)
r : jari-jari kawat penghantar [m]
x : jarak tak hingga dari pusat kawat penghantar [m]
I : kuat arus yang mengalir pada kawat penghantar [A]
Berdasarkan dampak arus pada konduktor 2. Aturan Flemming menyatakan
fluks mempunyai arah sama yang dihasilkan arus pada konduktor 1. Besar fluks
gandeng dari arus konduktor 1 pada konduktor 2 adalah:
di mana: ψ12 : fluks gandeng karena pengaruh arus pada kawat penghantar
Oleh karena itu fluks total yang terjadi karena arus I yang mengalir pada kawat
penghantar pertama adalah:
Karena 2H >> r, maka fluks total yang dihasilkan oleh kedua konduktor adalah:
Sehingga besar induktansi pada pertengahan kedua kawat penghantar (G–G)
adalah:
Maka impedansi surja yang terjadi dapat dihitung sebagai berikut:
II.4 Perhitungan Perkiraan Jumlah Gangguan pada Transmisi
Hantaran Udara
Sistem proteksi transmisi hantaran udara dengan kawat tanah akan
dinyatakan baik, jika jumlah perkiraan gangguan yang terjadi pada transmisi tersebut
kurang dari satu kali gangguan dalam satu tahun dan demikian untuk sebaliknya.
Adapun langkah – langkah perhitungan perkiraan jumlah gangguan yang terjadi
1. Mengetahui jumlah sambaran yang mengenai transmisi selama satu tahun, hal
ini berdasarkan Persamaan 2.3 dan Persamaan 2.4. Dimana jumlah sambaran
ini dipengaruhi oleh isokreaunic level (Ikl), tinggi menara (ht), tinggi kawat
tanah pada pertengahan gawang (hg) serta jarak antara kawat tanah jika kawat
tanah yang dipergunakan lebih dari satu (sg). Besar gangguan yang terjadi pada
menara atau dekat menara diperkirakan 60% dari jumlah sambaran yang
mengenai transmisi (Ns).
IS ZS
ng
Zg Zg
Rtf
Gambar 2.5 Besar impedansi sambaran petir yang mengenai menara
2. Sambaran yang mengenai menara seperti yang ditunjukkan Gambar 2.5 akan
menghasilkan tegangan pada menara, yang besarnya dipengaruhi oleh: 1).
tahanan kaki menara (Rtf) 2). impedansi surja kawat tanah (Zg) (dihitung
berdasarkan Persamaan 2.16) dan 3). impedansi surja petir (Zs) dihitung
berdasarkan Persamaan 2.23. Serta jumlah kawat tanah (ng) yang dipergunakan
pada transmisi, juga mempengaruhi terhadap tegangan antara puncak menara
dengan tanah. Dengan mengabaikan impedansi menara, maka besar tegangan
yang terjadi antara puncak menara dengan tanah adalah:
di mana: Vt : tegangan antara puncak menara dengan tanah [kA]
Is : arus puncak petir [kA]
ng : jumlah kawat tanah yang dipergunakan
3. Menghitung tegangan yang terjadi pada isolator yang dipengaruhi faktor
kopling atau Kf dihitung berdasarkan Persamaan 2.17, maka besar tegangan
pada isolator dapat dihitung sebagai berikut:
di mana:Vi : tegangan pada isolator [kV]
Em : tegangan maksimum isolator pada keadaan transmisi normal [kV]
4. Menghitung tegangan lewat denyar isolator
Untuk isolator standar (146 x 254 mm) satu keping (disc) rata-rata pada 2μs
50% nilai tegangan lewat denyar (flashover) adalah 125 kV pada keadaan
udara kering dan 80 kV pada keadaan udara basah. Sehingga semakin banyak
keping isolator yang dipergunakan maka tegangan lewat denyar isolator itu
akan semakin besar juga dan perlindungan terhadap sambaran petir transmisi
juga akan semakin baik.
5. Menghitung besar arus surja yang akan menyebabkan terjadinya lewat denyar
(flashover) pada isolator. Adapun perhitungan besar arus surja berdasarkan
pada Persamaan 2.23 dan Persamaan 2.24.
6. Menghitung probabilitas arus petir. Adapun besar probabilitas arus petir dapat
dihitung melalui Persamaan 2.25 dan Grafik 2.1. Penggunaan Grafik 2.1 hanya
jika besar arus petir sama atau lebih besar dari 78,33 kA (Is ≥ 78,33 kA).
Sedangkan penggunaan Persamaan 2.25, jika arus petir (Is) kurang dari 78,33
pi : probabilitas arus petir
Grafik 2.1 Probabilitas dari peristiwa arus sambaran petir
7. Menghitung jumlah gangguan yang terjadi pada transmisi, dimana sambaran
mengenai menara atau kawat tanah transmisi dekat menara. Jumlah gangguan
ini dapat dihitung sebagai berikut:
di mana:
pi : probabilitas arus puncak dari arus surja
pt : bagian gangguan yang mengenai menara atau dekat menara [0,6]
Ns : jumlah sambaran yang mengenai menara atau dekat menara
BAB III
DATA DAN PERHITUNGAN
III.1 Data Kerapatan Sambaran Petir Sumatera Utara
Kerapatan sambaran (flash density) adalah jumlah sambaran petir yang
terjadi selama satu tahun dalam wilayah (tempat) yang luas. Peta kerapatan
sambaran petir dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1, warna menunjukkan harga
kerapatan sambaran petir yang yang terjadi berbeda-beda di Sumatera Utara pada
tahun 2009. Kerapatan sambaran petir dinyatakan sebagai jumlah sambaran petir per
kilometer persegi dalam satu tahun. Dari peta tersebut dapat diperoleh informasi
jumlah sambaran petir dalam satu tahun yang dipantau untuk wilayah Sumatera
Utara. Informasi sambaran ini sangat penting untuk melakukan analisis keperluan
proteksi petir, analisis resiko sambaran petir yaitu terhadap transmisi hantaran udara.
Berdasarkan sumber yang diperoleh, bahwa jumlah kerapatan sambaran petir
rata-rata yang terjadi di Sumatera Utara, yang dilalui Transmisi Sei Rotan–Tebing
Tinggi, dimana tiga stasiun pengukur hari guruh yang dimiliki BMKG yaitu di Deli
Serdang, Medan dan Serdang Bedagai, untuk lima tahun terakhir, dapat dilihat pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1
Kerapatan sambaran petir Sumatera Utara
No Stasiun Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1. Deli Serdang 101 97 115 122 129
2. Medan 110 122 133 148 134
3. Serdang Bedagai 98 95 108 112 97
Rata-rata Hari Guruh Tahunan (Ikl) 103 104 118 128 120
III.2 Parameter Transmisi SUTT 150 kV
Jenis kontruksi menara transmisi yang menjadi objek penelitian dalam Tugas
Akhir ini adalah menara tipe Aa +3, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.
X Y
34,116 m
4,9 m
1,606 m
1,606 m
1,606 m
5,5 m
7,2 m
7,2 m
7,2 m
1,049 m
6,602 m
Parameter konduktor dalam sistem salib sumbu x – y adalah seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Parameter konduktor pada menara (tower)
Konduktor
Fungsi Koordinat Phasa
X (m) Y (m)
Rata-rata jarak kawat transmisi (span) = ± 360 m
Spesifikasi material konduktor yang dipergunakan pada Transmisi Sei Rotan –
Tebing Tinggi adalah sebagai berikut:
Material : ACSR 240 (Hawk)
Spesifikasi : SPLN 41-7
Berat rata-rata konduktor : 989 kg/km
Kapasitas maksimum arus mengalir : 685 A
Ukuran : 240 mm2
Diameter : 21,8 mm
Sedangkan spesifikasi isolator yang digunakan adalah sebagai berikut:
Material : Keramik
Jarak sela (Spacing) : 1572 mm
Tipe Isolator : IEC 120 16 mmA
Isolator dirangkai dalam bentuk rentengan di mana jumlah piringan per
rentengan antara 10 – 12 piringan (disc). Karakteristik ketahanan isolator terhadap
tegangan bolak-balik rentengan isolator dapat ditunjukkan seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Karakteristik ketahanan isolator terhadap tegangan bolak-balik (Vi)
No Jumlah keping (disc) isolator Kekuatan Isolator (Vi)
1. 10 disc Keadaan kering (dry) 650 kV
Keadaan basah (wet) 390 kV
2. 11 disc Keadaan kering (dry) 700 kV
Keadaan basah (wet) 425 kV
3. 12 disc Keadaan kering (dry) 750 kV
Keadaan basah (wet) 465 kV
Berdasarkan Prosedur Pengujian IEC 60383-2
Spesifikasi kawat tanah yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
Material : Galvanized Steel Wire (GSW)
Spesifikasi : JIS G-3537
Berat : 446 kg/km
Ukuran : 55 mm2
Diameter : 9,6 mm
Sag kawat fasa dan kawat tanah adalah sama yaitu 6,5 m.
III.3 Menghitung Perkiraan Jumlah Gangguan Transmisi Udara
Perhitungan perkiraaan jumlah gangguan yang dilakukan dalam Tugas
Akhir ini adalah perkiraan jumlah gangguan yang terjadi pada tahun 2005, 2006,
2007, 2008 dan 2009. Sebagai bahan referensi untuk menghitung perkiraan jumlah
gangguan pada setiap lima tahun terakhir, maka perhitungan yang ditunjukkan pada
Tugas Akir ini adalah perhitungan perkiraan jumlah gangguan yang terjadi pada
III.3.1 Perhitungan Perkiraan Jumlah Gangguan pada Tahun 2005
Adapun cara yang dipergunakan pada perhitungan perkiraan jumlah
gangguan yang terjadi selama tahun 2005 pada Transmisi Sei Rotan–Tebing Tinggi
adalah perhitungan dengan cara manual. Adapun langkah-langkah perhitungan
perkiraan jumlah gangguan yang terjadi dilakukan sebagai berikut:
1) Jumlah sambaran yang mengenai transmisi.
Berdasarkan Persamaan 2.4, maka jumlah sambaran petir yang
mengenai transmisi adalah:
Ns = 0,15 x 103 { 0,0133 (34,116 + 2x27,616) + 0,1 x 5,5}
= 26,86 sambaran/100km-tahun
Maka untuk perkiraan jumlah sambaran yang terjadi pada Transmisi Sei
Rotan – Tebing Tinggi yang mempunyai panjang total 53,48 km adalah
14,36 sambaran selama tahun 2005.
2) Besar tegangan antara puncak menara (tower-top) dengan tanah (ground).
Rata-rata tahanan kaki menara Rtf = 8 ohm (dapat dilihat pada
Lampiran 2). Untuk menghitung besar impedansi surja kawat tanah (Zg) pada
Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi yang mempunyai panjang total 53,48
km, dapat dipergunakan Persamaan 2.15 dan Gambar 3.3, sebagai berikut:
Sedangkan untuk menentukan besar impedansi surja petir (Zs) dapat
#1 #2 a
1R
R 7,2 m R’
5,5 m
3,308 m
0,85 m
I = 64,9297 m1R 2H = 68,232 m1
68,232 m 2H = 61,616 mR
Jari-jari kawat tanah (r ) = 0,0048 mg
Bidang referensi
Gambar 3.3 Parameter konduktor pada transmisi
Maka berdasarkan Persamaan 2.23, besar tegangan pada titik puncak menara
dengan tanah adalah:
3) Besar tegangan yang dirasakan oleh isolator
Untuk menentukan besar tegangan pada isolator terlebih dahulu
dihitung besar faktor kopling (Kf). Berdasarkan Persamaan 2.17 dan Gambar
3.3, maka besar faktor kopling dapat dihitung sebagai berikut:
Maka berdasarkan Persamaan 2.24, maka tegangan yang dirasakan isolator
dapat dihitung sebagai berikut:
4) Besar tegangan lewat denyar pada isolator (Tegangan Kritis Isolator).
Karena isolator yang dipergunakan pada Transmisi Sei Rotan–Tebing
Tinggi mempunyai jumlah disc (keping) isolator yang berbeda yaitu 10 disc;
11 disc dan 12 disc. Maka tegangan lewat denyar yang terjadi juga
berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 3.3, ketahanan karakteristik tegangan isolator pada
arus bolak-balik (alternating current) adalah:
a. Keadaan udara kering (dry)
10 disc mempunyai Vi = 650 kV
11 dics mempunyai Vi = 700 kV
12 disc mempunyai Vi = 750 kV
b. Keadaan udara basah (wet)
10 disc mempunyai Vi = 390 kV
11 disc mempunyai Vi = 425 kV
12 disc mempunyai Vi = 465 kV
5) Besar arus surja yang akan mengakibatkan terjadinya flashover atau lewat
denyar.
Berdasarkan Persamaan 2.23 dan Persamaan 2.24, maka besar arus
surja yang akan menyebabkan terjadinya flashover adalah:
a. Keadaan udara kering
10 disc mempunyai Is = (650 – 122,47) /5,427 = 97,2 kA
11 disc mempunyai Is = (700 – 122,47) /5,427 = 106,42 kA
b. Keadaan udara basah
10 disc mempunyai Is = (390 – 122,47) /5,427 = 49,295 kA
11 disc mempunyai Is = (425 – 122,47) /5,427 = 55,740 kA
12 disc mempunyai Is = (465 – 122,47) /5,427 = 63,120 kA
6) Probabilitas arus surja yang terjadi.
Berdasarkan Persamaan 2.25, maka probabilitas arus surja dapat
dihitung sebagai berikut:
a. Keadaan udara basah
10 disc mempunyai pi = 1,175 – 0,015x49,295 = 0,436
11 disc mempunyai pi = 1,175 – 0,015x55,740 = 0,338
12 disc mempunyai pi = 1,175 – 0,015x63,120 = 0,228
b. Keadaan udara kering
Karena Is yang dihasilkan pada udara kering lebih besar dari 78,33
kA, maka Persamaan 2.25 tidak sesuai untuk dipergunakan. Sehingga untuk
Is ≥ 78,33 kA dalam menentukan probabilitas arus petir (pi) dapat
dipergunakan Grafik 2.1. Dari grafik tersebut diperoleh nilai probabilitas (pi)
untuk 10 disc = 0,0513; 11 disc = 0,0142 dan 12 disc = 0,0026.
7) Menghitung perkiraan jumlah gangguan yang terjadi pada Transmisi Sei
Rotan–Tebing Tinggi.
Berdasarkan Persamaan 2.26, perkiraan jumlah gangguan yang terjadi
dapat dihitung sebagai berikut:
a. Keadaan udara basah
10 disc Nt = 0,436 x 0,6 x 14,36 = 3,7565 gangguan/tahun
11 disc Nt = 0,338 x 0,6 x 14,36 = 2,9122 gangguan/tahun
b. Keadaan udara kering
10 disc Nt = 0,0513 x 0,6 x 14,36 = 0,4420 gangguan/tahun
11 disc Nt = 0,0142 x 0,6 x 14,36 = 0,1223 gangguan/tahun
12 disc Nt = 0,0026 x 0,6 x 14,36 = 0,0224 gangguan/tahun
Maka dari perhitungan tersebut dapat dinyatakan bahwa perkiraan jumlah
gangguan yang terjadi pada Transmisi Sei Rotan–Tebing Tinggi pada tahun 2005
adalah cukup besar yaitu pada udara basah rata-rata jumlah gangguan yang terjadi
adalah sebesar 2,8776 gangguan/tahun dan pada keadaan udara kering sebesar
0,1956 gangguan/tahun.
III.3.2 Perkiraan Jumlah Gangguan pada Transmisi Sei Rotan –
Tebing Tinggi Tahun 2005 – 2009
Untuk perhitungan perkiraan jumlah gangguan antara tahun 2006 sampai
2009 dilakukan secara manual, sama seperti perhitungan perkiraan jumlah gangguan
pada tahun 2005. Perkiraan jumlah gangguan yang terjadi dapat dilihat seperti yang
ditunjukkan Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Perkiraan jumlah gangguan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi tahun 2005 – 2009
Tahun
Jlh sambaran
pada menara
(Ns)
Perkiraan jumlah gangguan pada menara (Nt)
Keadaan udara basah (dry) Keadaan udara kering (wet)
10 disc 11 disc 12 disc 10 disc 11 disc 12 disc
2005 14,36 3,7565 2,9122 1,9644 0,4420 0,1223 0,0224
2006 14,50 3,7845 2,9493 1,9836 0,4463 0,1235 0,0226
2007 16,46 4,3059 3,3381 2,2517 0,5066 0,1402 0,0257
2008 17,87 4,6748 3,6240 2,4446 0,5500 0,1522 0,0279
Dari Tabel 3.4 di atas, diperoleh rata-rata perkiraan jumlah gangguan yang
terjadi pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi untuk lima tahun terakhir.
Tabel 3.5
Rata-rata perkiraan jumlah gangguan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi tahun 2005 – 2009
Tahun Perkiraan jumlah gangguan (Nt)
Keadaan udara basah (wet) Keadaan udara kering (dry)
2005 2,8776 0,1956
2006 2,9058 0,1975
2007 3,2986 0,2242
2008 3,5811 0,2434
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Perkiraan Jumlah Gangguan Transmisi 150 kV
Sei Rotan–Tebing Tinggi, Existing
Berdasarkan perhitungan perkiraan jumlah gangguan akibat sambaran petir
pada Transmisi Sei Rotan–Tebing Tinggi, diperoleh perkiraan jumlah gangguan
yang terjadi cukup besar, hal ini ditunjukkan pada Tabel 3.5. Dimana rata-rata
jumlah gangguan pada udara basah (wet) diperkirakan dari 2,8876 gangguan/tahun
hingga 3,5811 gangguan/tahun dan pada udara kering (dry) jumlah gangguannya
diperkirakan dari 0,1956 gangguan/tahun hingga 0,2434 gangguan/tahun.
Sesuai dengan Laporan Kondisi PMT 150 kV Transmisi Sei Rotan–Tebing
Tinggi dari PT PLN (Persero) Sumatera Utara, bahwa ada gangguan diduga akibat
surja petir. Berdasarkan perhitungan perkiraan jumlah gangguan dapat dinyatakan
bahwa dugaan itu benar, terbukti dari perkiraan jumlah gangguan yang terjadi
rata-rata tiga kali setiap tahun dalam lima tahun terakhir. Misalnya pada Laporan Kondisi
PMT tahun 2005, dinyatakan ada dua kali gangguan yang diduga akibat surja petir,
ditunjukkan pada Lampiran 3. Pada Laporan Kondisi PMT tahun 2006, laporan
tersebut menunjukkan dua gangguan yang diduga akibat surja petir dan satu
gangguan lagi tidak disebutkan penyebabnya, maka berdasarkan perkiraan jumlah
gangguan dugaan itu benar diakibatkan oleh surja petir, seperti yang ditunjukkan
pada Lampiran 4. Laporan pada tahun 2007 menunjukkan satu kali gangguan yang
diduga akibat surja petir, ditunjukkan pada Lampiran 5. Untuk tahun 2008 gangguan
turun hujan yang disertai dengan petir, ditunjukkan pada Lampiran 6. Pada Laporan
Kondisi PMT tahun 2009, tidak ada dilaporkan terjadinya gangguan yang diduga
akibat surja petir, namun gangguan diakibatkan karena pemeliharaan tahunan dan
penambahan alat pelindung transmisi seperti Lightning Arrester (LA) atau alat
pelindung petir, ditunjukkan pada Lampiran 7.
IV.2 Tingkat Isolasi dari Isolator Transmisi Hantaran Udara
Tingkat isolasi dari isolator merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kinerja sistem proteksi kawat tanah pada transmisi hantaran udara. Tingkat isolasi
dari isolator transmisi udara mempunyai pertimbangan untuk mengatasi apabila
terjadi tegangan lebih: misalnya tegangan lebih petir, tegangan lebih switching dan
tegangan lebih frekuensi jala-jala (tegangan lebih temporer). Tingkat isolasi yang
dibutuhkan harus cukup tinggi untuk mencegah terjadinya kegagalan isolasi yang
disebabkan oleh tegangan lebih tersebut. Pada umumnya untuk mengatasi tegangan
lebih tersebut, faktor tegangan lebih didasarkan pada tegangan sistem (Vline-netral)
yaitu:
Lima hingga tujuh kali VLN untuk tegangan lebih switching.
Tiga hingga empat kali VLN untuk tegangan lebih temporer.
Untuk ukuran isolator piring standar (254mmx146mm), Tabel 4.1
menunjukkan jumlah piringan isolator terhadap beberapa level tegangan. Dari Tabel
4.1 dapat ditunjukkan juga bahwa semakin besar tegangan sistem (VLL), maka
jumlah piringan isolator yang digunakan akan semakin banyak atau tegangan kritis
isolator akan semakin tinggi. Demikian juga untuk tegangan lebih switching dan
tegangan lebih temporer jika tegangannya semakin besar, maka jumlah isolator yang
Tabel 4.1
Tingkat isolasi dari isolator transmisi hantaran udara
Tegangan
Dengan cara manual, sama seperti perhitungan perkiraan jumlah gangguan
sebelumnya, maka dapat ditunjukkan perbedaan jumlah gangguan yang terjadi
dengan jumlah piringan isolator yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.2. Dari tabel tersebut dapat ditunjukkan jika jumlah piringan isolator
semakin banyak yang dipergunakan, akan menghasilkan perkiraan jumlah gangguan
yang semakin kecil. Dimana Isokreaunic Level (Ikl) yang dipergunakan adalah 128,
yaitu jumlah hari guruh (Ikl) yang terjadi pada tahun 2008.
Tabel 4.2
Pengaruh jumlah piringan isolator terhadap perkiraan jumlah gangguan
n (Jlh. Keping Isolator) 10 11 12 13 14
Nt (gangguan/tahun) 4,6748 3,6240 2,4446 1,4110 0,3737
Ket: Perhitungan berdasarkan Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi
IV.3 Perencanaan Perbaikan Kawat Tanah Tambahan
Kawat tanah yang sudah dipergunakan setiap mendirikan SUTT, SUTET dan
SUTUT, diakui dapat mengurangi jumlah gangguan akibat tegangan lebih akibat
sambaran petir langsung maupun tidak langsung (sambaran induksi). Pengurangan
1. Kawat tanah dapat menghalangi sambaran petir yang menuju kawat
fasa, sehingga sambaran petir akan mengenai kawat tanah.
2. Kawat tanah dapat mengalirkan arus petir ke tahanan kaki menara,
yaitu lewat tiang menara.
3. Peningkatan faktor kopling akan menyebabkan tegangan yang
dibebani isolator akan semakin berkurang.
Penambahan penggunaan kawat tanah pada saluran transmisi udara,
bertujuan untuk meningkatkan kualitas perisaian kawat tanah pada transmisi tersebut
atau untuk mengurangi jumlah gangguan akibat sambaran petir pada khususnya.
Dengan penambahan penggunaan kawat tanah perisaian pada transmisi, misalnya
pada Transmisi Sei Rotan–Tebing Tinggi yaitu dari dua kawat tanah menjadi tiga
kawat tanah, akan mengurangi jumlah gangguan yang terjadi. Hal ini dapat
ditunjukkan pada Tabel 4.3, dimana pengurangan perkiraan jumlah gangguan terjadi,
jika transmisi tersebut menggunakan tiga kawat tanah. Pada perhitungan pengaruh
jumlah kawat tanah terhadap perkiraan jumlah gangguan transmisi, jumlah piringan
(disc) isolator yang dipergunakan adalah 12 disc, dan jumlahnya sama untuk setiap
perhitungan yang ada. Dan struktur transmisi yang dipergunakan adalah Transmisi
Sei Rotan–Tebing Tinggi.
Tabel 4.3
Pengaruh jumlah kawat tanah terhadap perkiraan jumlah gangguan
pada Transmisi Sei Rotan–Tebing Tinggi
Tahun Ikl Jumlah gangguan pada transmisi (Nt)
2 kawat tanah 3 kawat tanah
2005 103 1,9644 1,6466
2006 104 1,9836 1,6658
2007 118 2,2517 1,9339
2008 128 2,4446 1,9788
IV.4 Mendesain Sistem Proteksi Kawat Tanah pada SUTT 150 kV
Berdasarkan Ikl Lima Tahun Terakhir
Kinerja sistem proteksi kawat tanah sangat mempengaruhi stabilitas
penyaluran daya pada transmisi tegangan tinggi (SUTT, SUTET, SUTUT). Jika
kinerja sistem proteksi kawat tanah baik, maka kemungkinan jumlah gangguan yang
akan terjadi akan semakin kecil dan demikian untuk sebaliknya. Untuk melindungi
suatu transmisi, keberadaan kawat tanah belum tentu dapat menjamin
keberhasilannya untuk menlindungi transmisi dari tegangan lebih petir. Keberhasilan
kawat tanah untuk melindungi transmisi dari tegangan lebih petir didukung juga
oleh:
1. Tegangan kritis isolator atau jumlah keping (disc) isolator yang dipergunakan
pada menara transmisi.
2. Ketinggian menara (tower) dan ketinggian kawat tanah pada tengah gawang
transmisi hantaran udara.
3. Besar tahanan kaki menara (Tower Footing Resistance).
Desain yang dilakukan hanya berdasarkan teori dan bukan untuk harus
dipraktekkan di lapangan. Desain sistem proteksi kawat tanah yang akan dibahas
adalah system perlindungan transmisi dengan kawat tanah yang didukung oleh alat
pelindung transmisi lain misalnya isolator dan rata-rata jumlah hari guruh tahunan
(Ikl rata-rata) yang digunakan adalah jumlah hari guruh yang terjadi di Sumatera Utara.
Berdasarkan Tabel 3.1 diperoleh rata-rata jumlah hari guruh tahunan yang terjadi
adalah (Ikl rata-rata) sebesar 115. Desain sistem proteksi kawat tanah pada transmisi
udara untuk mengurangi jumlah gangguan berdasarkan pada Gambar 4.1. Dimana
1. Penggunaan jumlah kawat tanah dibuat tetap dua kawat tanah, jarak antara
kawat tanah (sg) sama dengan 5 m dan jenis kawat tanah sama seperti yang
digunakan pada Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi (rg = 0,0048 m).
#1
R
a = 1R 3,125 m
#2
2H = 63 m1
2H = 57,4 mR
I = 60,01 m 1R
4,75 m
0,875 m
3 m
Bidang Referensi
Bayang-bayang dari kawat sebenarnya Kawat fasa Kawat tanah (earth wire)
Jari-jari kawat tanah (r ) = 0,0048 mg
6,5 m
Gambar 4.1 Desain kawat tanah untuk mengurangi
jumlah gangguan transmisi
2. Ketinggian menara dimisalkan menjadi (ht) 31,5 m, sagging kawat tanah
dimisalkan menjadi 5 m sehingga ketinggian kawat tanah pada pertengahan
gawang (hg) adalah 26,5 m.
Berdasarkan data-data dari Gambar 4.1, maka perhitungan perkiraan jumlah
gangguan yang akan terjadi (secara teori) adalah sebagai berikut:
1. Jumlah sambaran yang akan terjadi pada transmisi.
Berdasarkan Persamaan 2.4, maka jumlah sambaran yang akan terjadi
sebagai berikut:
Ns = 0,15 x 115 {0,0133 (31,5 + 2 x 26,5) + 0,1 x 4,75}
Maka untuk Transmisi Sei Rotan–Tebing Tinggi yang mempunyai
panjang total transmisi 53,48 km, maka jumlah sambaran yang akan terjadi
adalah 13,24 sambaran dalam satu tahun.
2. Besar tegangan antara puncak menara (tower-top) dengan tanah.
Besar tahanan kaki menara (Rtf) dibuat konstan 8 ohm (berdasarkan
tahanan kaki menara Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi). Maka untuk
menghitung tegangan antara puncak menara dengan tanah, terlebih dahulu
dihitung impedansi surja kawat tanah (Zg) dan impedansi surja petir (Zs).
Sesuai dengan Persamaan 2.15 dan Gambar 4.1, maka impedansi surja kawat
tanah dapat dihitung sebagai berikut:
Maka untuk sepanjang Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi besar yang
mempunyai panjang 53,48 km impedansi surja kawat tanah adalah 10160 Ω.
Sedangkan untuk menghitung impedansi surja petir (Zs) dapat
digunakan Persamaan 2.22 dan Gambar 4.1, sebagai berikut:
Maka berdasarkan Persamaan 2.23, maka tegangan yang akan terjadi pada
3. Besar tegangan yang akan terjadi pada isolator.
Sebelum menghitung tegangan yang terjadi pada isolator
terlebih dahulu dihitung nilai faktor kopling (Kf) pada transmisi. Berdasarkan
Persamaan 2.16 dan Gambar 4.1, maka faktor kopling dapat dihitung sebagai
berikut:
Berdasarkan Persamaan 2.24, maka besar tegangan yang akan terjadi pada
menara dapat ditentukan, sebagai berikut:
4. Besar tegangan flashover isolator, diperoleh dari Tabel 3.3 dimana untuk
jumlah isolator pada keadaan udara basah 13 disc, besar tegangan flashover
isolatornya adalah 500 kV.
5. Oleh karena itu besar arus petir (Is) yang akan mengakibatkan flashover
isolator adalah:
Is = (500-122,474)/5,341 = 70,68 kA
6. Probabilitas arus puncak yang akan terjadi.
Berdasarkan Persamaan 2.25, maka probabilitas arus ditentukan
sebagai berikut:
pi = 1,175 – 0,015 x 70,68 = 0,114
Berdasarkan Persamaan 2.261, maka perkiraan jumlah gangguan yang
akan terjadi adalah:
Nt = 0,114 x 0,6 x 13,24 = 0,9056 gangguan/tahun
Berdasarkan perhitungan perkiraan jumlah gangguan di atas, dapat dibuat
suatu pernyataan bahwa jumlah gangguan yang terjadi akan kecil dan diperkirakan
tidak akan terjadi gangguan, hal ini terlihat dari perhitungan perkiraan jumlah
gangguannya yang tidak mencapai satu kali gangguan dalam satu tahun, yaitu
sebesar 0,9056 gangguan/tahun. Terutama jika transmisi tersebut menggunakan
jumlah piringan isolator sebanyak 14 disc maka perkiraan jumlah gangguan yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sistem proteksi transmisi dengan kawat tanah pada Transmisi Sei Rotan –
Tebing Tinggi tidak memenuhi syarat lagi pada kondisi cuaca lima tahun
terakhir ini.
2. Berdasarkan Laporan Kondisi Transmisi Sei Rotan–Tebing Tinggi untuk
lima tahun terakhir bahwa ada gangguan yang terjadi diduga akibat surja
petir. Dapat disimpulkan bahwa dugaan tersebut adalah benar, karena
terbukti dari perhitungan perkiraan jumlah gangguan adalah antara 2 – 3
kali gangguan/tahun.
V.2 Saran
Jika jumlah piringan isolator Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi ditambah
menjadi 14 disc, maka perkiraan jumlah gangguan adalah 0,3737 gangguan/tahun.
Maka disarankan agar jumlah piringan isolator Transmisi Sei Rotan – Tebing Tinggi
DAFTAR PUSTAKA
1. Begamudre, Rakosh Das, “Extra High Voltage AC Transmision
Engineering”, New Delhi: New Age International Ltd, 2006.
2. Bazelyan, E M. & Raizer, Yu P., “Lightning Physics and Lightning
Protection”, London: The Institute of Physics, 2000.
3. L.Tobing, Bonggas, “Peralatan Tegangan Tinggi” Jakarta: Gramedia, 2003.
4. Hutauruk, T.S, “Gelombang Berjalan dan Proteksi Surja Petir”, Jakarta:
Erlangga, 1989.
5. Kuffle, E., W.S. Zaengle & J. Kuffle, “High Voltage Engineering”
Pergamon Press, Oxford, 2000.
6. IEEE Guide for Improving the Lightning Performance of Transmition Lines,
The Institute of Electrical and Electronics Engineering, Inc., New York,
1997.
DIAGRAM SATU GARIS GARDU INDUK DENAI
BUS 20 kV, 2000A, MODALEK
PMT
BUS 20 kV, 2000A, MERLIN GERIN
Lampiran 2
LAPORAN HASIL PENGUKURAN TAHANAN PENTANAHAN KAKI MENARA
GARDU INDUK : SEI ROTAN
SEGMENT : SEI ROTAN-TEBING TINGGI
Lanjutan Lampiran 2
Dari Laporan Pengukuran Tahanan Pentanahan Kaki Menara, maka diperoleh
Lampiran 3
LAPORAN KONDISI (TRIP/LEPAS/MASUK) PMT 150 kV TRANSMISI SEI ROTAN – TEBING TINGGI, Tahun 2005
GARDU INDUK : SEI ROTAN
SEGMENT : SEI ROTAN-TEBING TINGGI
Bulan
Nama Gardu Induk (GI)
Uraian gangguan PADAM Indikasi yang muncul
Penyebab T.Tinggi Pht.arah SR 16.50 Dist.relay
zone 1 T.Tinggi Pht.arah SR
Lampiran 4
LAPORAN KONDISI (TRIP/LEPAS/MASUK) PMT 150 kV TRANSMISI SEI ROTAN - TEBING TINGGI, Tahun 2006
GARDU INDUK : SEI ROTAN
SEGMENT : SEI ROTAN-TEBING TINGGI
Bulan
Nama Gardu Induk (GI)
Uraian gangguan PADAM Indikasi yang muncul
Penyebab flashover pd isolator, Pht 150 kV SR-TT T.Tinggi Pht.arah SR
Lampiran 5
LAPORAN KONDISI (TRIP/LEPAS/MASUK) PMT 150 kV TRANSMISI SEI ROTAN - TEBING TINGGI, Tahun 2007
GARDU INDUK : SEI ROTAN
SEGMENT : SEI ROTAN-TEBING TINGGI
Uraian Kejadian Proses
Pemulihan
kWh.PADAM Idikator
Annuciator Muncul
Rele yang
bekerja Penyebab Kejadian
PMT Trip/Lepas/Tidak Beban Sebelum Kejadian ADA TIDAK
Lampiran 6
LAPORAN KONDISI (TRIP/LEPAS/MASUK) PMT 150 kV TRANSMISI SEI ROTAN - TEBING TINGGI, Tahun 2008
GARDU INDUK : SEI ROTAN
SEGMENT : SEI ROTAN-TEBING TINGGI
Uraian Kegiatan Proses
Pemulihan
PMT Trip/Lepas/Tidak Beban Sebelum Kejadian ADA TIDAK
Lampiran 7
LAPORAN KONDISI (TRIP/LEPAS/MASUK) PMT 150 kV TRANSMISI SEI ROTAN - TEBING TINGGI, Tahun 2009
GARDU INDUK : SEI ROTAN
SEGMENT : SEI ROTAN-TEBING TINGGI
Uraian Kegiatan Proses
Pemulihan
PMT Trip/Lepas/Tidak Beban Sebelum Kejadian ADA TIDAK
ADA
Pemasangan LA di tower 25 & 75
Pemasangan LA di tower 112 & 133
er