• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Patomorfologi Kasus Gout Dan Sindrom Uremia Pada Komodo (Varanus Komodoensis) Di Penangkaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Patomorfologi Kasus Gout Dan Sindrom Uremia Pada Komodo (Varanus Komodoensis) Di Penangkaran"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PATOMORFOLOGI KASUS GOUT DAN SINDROM

UREMIA PADA KOMODO (Varanus komodoensis) DI

PENANGKARAN

YOHAN NAIM NURUL FATONAH

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Patomorfologi Kasus Gout dan Sindrom Uremia pada Komodo (Varanus komodoensis) di Penangkaran adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

ABSTRAK

YOHAN NAIM NURUL FATONAH. Studi Patomorfologi Kasus Gout dan Sindrom Uremia pada Komodo (Varanus komodoensis) di Penangkaran. Dibimbing oleh EVA HARLINA dan VETNIZAH JUNIANTITO.

Seekor komodo (Varanus komodoensis) betina ditemukan mati dengan deposisi asam urat yang hebat di berbagai organ. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patomorfologi berbagai organ komodo akibat deposisi asam urat (gout) dan mengetahui secara kronologis penyebab kematiannya. Sampel jaringan diambil dari jantung, paru-paru, lambung, hati, ginjal, limpa dan ovarium. Selanjutnya jaringan diproses untuk dibuat sediaan histopatologi dan diwarnai dengan Hemathoxylin–Eosin, Periodic Acid–Schiff, dan Methenamin Silver. Secara histopatologi ditemukan lesio di berbagai organ viseral yang mencirikan gout viseralis terutama di ginjal dan kantong jantung, dan ditemukan juga perikarditis, emfisema, glomerulonefritis kronis, gastritis ulseratif et hemoragis, splenitis granulomatosa, oovoritis, candidiasis, dan mineralisasi di berbagai organ. Gagal ginjal karena gout yang hebat menyebabkan terjadinya sindrom uremia. Selain itu ditemukan candidiasis di mukosa lambung. Sebagai kesimpulan, penyebab kematian komodo adalah karena gout viseralis dan sindrom uremia.

Kata Kunci: Komodo, gout, sindrom uremia

ABSTRACT

YOHAN NAIM NURUL FATONAH. Patomorphological Study of Gout Case and Uremia Syndrome on Komodo (Varanus komodoensis) in Conservation. Supervised by EVA HARLINA and VETNIZAH JUNIANTITO.

A cadaver of female komodo dragon (Varanus komodoensis) was found dead with widespread extensive uric acid deposition in visceral organs. This case study was aimed to study pathomorphological changes of uric acid deposition

(gout) in a komodo in order to reveal chronological sequences of the komodo’s

death. Organ samples were collected from heart, lungs, stomach, intestines, liver, kidney, spleen, and ovaries. Afterwards, organ were processed for histopathological examinations and stained with Hemathoxylin-Eosin, Periodic Acid-Schiff, and Methenamine Silver. Histopathologically, there were multiple lesions in visceral organ, characterized with visceral gout particularly in kidney and pericardial sac, and pericarditis, pulmonary emphysema, chronic glomerulonephritis, ulcerative and hemorrhagic gastritis, granulomatous splenitis, oophoritis, candidiasis, and widespread organs mineralization. Chronic renal failure due to extensive gout is responsible for uremic syndrome. Additionally, there was multifocal trush (candidiasis) in stomach. Conclusively, the main cause of death in this komodo are visceral gout and uremic syndrome.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

STUDI PATOMORFOLOGI KASUS GOUT DAN SINDROM

UREMIA PADA KOMODO (Varanus komodoensis) DI

PENANGKARAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih adalah Studi Patomorfologi Kasus Gout dan Sindrom Uremia pada Komodo (Varanus komodoensis) di Penangkaran.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Drh. Eva Harlina M.Si, APVet. dan Bapak Drh. Vetnizah Juniantito, Ph.D., APVet., selaku pembimbing. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Taman Margasatwa Ragunan Jakarta, yang telah mengizinkan penggunaan komodo sebagai bahan untuk penulisan skripsi ini.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Kasnadi, Bapak Soleh, dan Bapak Endang selaku pegawai Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB. Terima kasih kepada Bidik Misi yang telah membiayai selama perkuliahan penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibunda Sri Sutarmi, kakak-kakak tercinta: Yohanita, Yohanna, Yohanis, Mas Ari, bapak dan ibu Imam, para sahabat: Suci, Resti, Mimi, Mangga, Rina, Ega, Masita, Selvi, Faisal, Faris, Dedy, Zikra, Keluarga Mahasiswa Klaten, serta Keluarga Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Bogor atas segala do’a dan dorongan serta kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(9)

DAFTAR ISI

PRAKATA vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUANPUSTAKA 2

METODEPENELITIAN 3

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Pengamatan Patologi Anatomi 4

Pengamatan Histopatologi Jantung 10

Pengamatan Histopatologi Ginjal 11

Pengamatan Histopatologi Paru-paru 12

Pengamatan Histopatologi Lambung 16

Pengamatan Histopatologi Hati 16

Pengamatan Histopatologi Limpa 16

Pengamatan Histopatologi Ovarium 17

Pengamatan Patogenesis Penyakit 20

SIMPULAN DAN SARAN 22

DAFTAR PUSTAKA 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi berbagai organ komodo 5 2 Hasil pemeriksaan histopatologi berbagai organ komodo 10

DAFTAR GAMBAR

1 Gout viseralis pada organ jantung 6

2 Mineralisasi dan gout viseralis pada organ paru-paru 7 3 Gastritis ulseratif et hemoragis pada lambung 8

4 Gout viseralis pada serosa usus 8

5 Degenerasi organ hati 9

6 Gout viseralis pada organ ginjal 9

7 Oovoritis hemoragika dan gout viseralis pada ovarium 10

8 Histopatologi gout viseralis pada jantung 11

9 Histopatologi gout viseralis pada ginjal 13

10 Histopatologi mineralisasi lumen arteri ginjal 13 11 Histopatologi peradangan kronis pada ginjal 14 12 Histopatologi perdarahan pada ginjal 14 13 Histopatologi endapan asam urat dengan methenamine silver 15

14 Histopatologi emfisema pulmonum 15

15 Histopatologi degenerasi lemak pada hati 17

16 Histopatologi gastritis ulseratif 18

17 Histopatologi khamir dengan pewarnaan PAS 18 18 Histopatologi peradangan kronis pada limpa 19 19 Histopatologi mineralisasi pada pembuluh darah ovarium 19

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komodo (Varanus komodoensis) adalah spesies kadal terbesar di dunia dengan rata-rata panjang 2-3 m, yang termasuk ke dalam anggota famili Varanidae. Komodo tersebar di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Di pulau Komodo hewan ini sering disebut dengan nama setempat yaitu Ora (Auffenberg 1981, Koch et al. 2012).

Varanus komodoensis mengalami penurunan populasi dikarenakan adanya kerusakan habitat asli dan pemburuan ilegal. Perdagangan gelap juga menjadi pemicu penurunan populasinya walaupun reptil ini telah masuk dalam daftar Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) of Wild Fauna and Flora. Komodo dikategorikan sebagai satwa langka oleh International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) sejak tahun 1986 (CITES 2012).

Komodo merupakan reptil pemakan daging yang tentunya banyak mengandung protein. Protein merupakan senyawa bernitrogen dan harus dikeluarkan karena tubuh tidak dapat menyimpannya dalam jumlah banyak. Pengeluaran nitrogen salah satunya dengan mengubahnya menjadi asam urat. Hewan yang mensekresikan asam urat dinamakan urikotelik. Hewan yang termasuk ke dalam kelompok urikotelik adalah insekta, burung, reptil, dan siput darat (Guyton dan Arthur 2006).

Kadar asam urat dalam tubuh terkadang mengalami peningkatan karena terlalu banyaknya hewan mengonsumsi pakan yang mengandung purin. Peningkatan kadar asam urat di dalam serum darah mengakibatkan terbentuknya endapan kristal di ginjal, yang dikenal dengan gout. Gout merupakan penyakit yang sering terjadi pada reptil seperti ular, iguana, kadal, dan kura-kura. Selain konsumsi purin yang berlebihan, faktor yang menyebabkan penyakit ini adalah dehidrasi dan kerusakan ginjal (Mader 1996).

Asam urat sebagian besar diekresikan oleh ginjal melalui aliran darah. Adanya kerusakan pada ginjal menyebabkan penurunan filtrasi pada glomerulus sehingga asam urat dalam darah meningkat dan menumpuk pada organ-organ viseral. Selain itu asam urat juga dapat menumpuk pada persendian-persendian (Misnadiarly 2008).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patomorfologi organ-organ komodo (Varanus komodoensis) yang menderita gout.

Manfaat Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Komodo

Komodo (Varanus komodoensis) merupakan kadal raksasa dengan berat badan dapat mencapai 87 kg. Komodo memiliki kemampuan memangsa mamalia paling besar di habitatnya. Hewan ini terdapat di lima pulau di bagian timur Indonesia yaitu pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami. Komodo nampaknya dipengaruhi seleksi alam yang berkaitan dengan pakan. Terdapat empat variasi bentuk tubuh komodo yang telah dipelajari di keempat populasi pulau yang mendiami Taman Nasional Komodo (Jessop et al. 2006).

Komodo memiliki ukuran tubuh yang paling besar dibandingkan biawak lainnya. Ukuran dewasa dapat mencapai panjang tubuh 304 cm dan berat mencapai 81.5 kg. Anakan komodo ketika baru menetas memiliki rata-rata panjang tubuh 43 cm dan berat 9.5 kg, lebih panjang dari pada anakan jenis Varanidae lainnya (Jessop et al. 2007). Komodo terpanjang yang pernah tercatat mencapai panjang 3.13 m. Hewan ini memiliki badan yang panjang lebih besar dari kepalanya, kepala agak memanjang mirip kadal, mata kecil, mulut agak memanjang ke belakang, kulit coklat-kuning kehitam-hitaman dan bersisik kasar.

Menurut Mochtar (1992) diacu dalam Fahruddin (1998), secara umum habitat komodo pada semua tempat hampir sama yaitu suhu rata-rata 23-40oC dengan kelembaban berkisar antara 45%-75%, ketinggian 0-600 m dpl, dan topografi dengan sudut kemiringan antara 10-40°. Habitat komodo didominasi oleh padang savana. Pohon khas yang dijumpai pada habitat komodo adalah pohon lontar (Borassus flabellifer). Suhu tubuh komodo aktif berkisar 30-40oC dengan suhu rata- rata 36oC. (King dan Green 1999).

Gout

Asam urat adalah senyawa nitrogen yang dihasilkan dari proses katabolisme purin baik dari diet maupun dari asam nukleat endogen (asam deoksiribonukleat/ DNA). Asam urat sebagian besar dieksresi melalui ginjal dan hanya sebagian kecil melalui saluran cerna. Ketika kadar asam urat meningkat yang disebut hiperuresemia, penderita akan mengalami pirai (gout). Penyebab hiperuresemia adalah produksi asam urat yang berlebihan atau ekresinya yang menurun seperti pada gagal ginjal. Faktor terjadinya hiperuresemia antara lain leukemia, karsinoma metastatik, multiple myeloma, hiperlipoproteinemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, stress, keracunan timbal, dan dehidrasi (Jones et al 1997).

(13)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 hingga Februari 2015.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah organ jantung, paru-paru, lambung, usus, hati, pankreas, ginjal, limpa, dan ovarium dari seekor komodo betina yang mati, milik Taman Margasatwa Ragunan yang dinekropsi di Divisi Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi FKH IPB dengan kode P/07/13. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah bahan untuk pembuatan sediaan histopatologi yaitu etanol konsentrasi 70%, 80%, 90%, 96% etanol absolut, larutan Buffer Normal Formalin 10%, xylene, parafin, akuades, pewarna

Mayer’s Hematoksilin dan Eosin, pewarna Periodic Acid–Schiff, pewarna Methenamine Silver dan Permount®. Peralatan yang digunakan adalah alat-alat nekropsi, cetakan parafin, mikrotom putar, waterbath, gelas objek, gelas penutup, inkubator, rak gelas objek, microwave, mikroskop cahaya, dan digital eyepiece camera MD150.

Pembuatan Sediaan Histopatologi

Organ dipotong dengan ketebalan ± 3 mm, kemudian ditempatkan ke dalam tissue casette, dan dimasukkan ke dalam automatic tissue processor untuk proses dehidrasi, clearing, dan infiltrasi. Dehidrasi yaitu merendam jaringan secara berturut-turut ke dalam etanol bertingkat 70%, 80%, 90%, 96% dan etanol absolut I, II, dan III. Selanjutnya clearing, merendam jaringan dalam larutan xylene I dan II. Kemudian infiltrasi, merendam jaringan dalam parafin I dan II pada suhu 58°C. Perendaman dalam setiap bahan selama 2 jam. Kemudian organ dicetak dengan parafin cair menggunakan parrafin embedding console hingga terbentuk blok parafin.

Selanjutnya jaringan dipotong dengan mikrotom putar, lalu dimasukkan dalam air hangat 45°C di waterbath untuk menghilangkan lipatan, kemudian sediaan diangkat dengan gelas objek dan dikeringkan dalam inkubator 60°C. Tahap selanjutnya adalah deparafinasi dengan merendam sediaan dalam xylene I dan II, masing-masing 2 menit, kemudian rehidrasi menggunakan etanol bertingkat (absolut III, II, I, 96%, 80%) masing-masing 2 menit. Kemudian sediaan dicuci dengan air mengalir 1 menit dan siap diwarnai.

Pewarnaan Hematoksilin–Eosin (HE)

(14)

4

Eosin selama 2 menit dan dibilas dengan air 30-60 detik. Selanjutnya dehidrasi dengan dicelup ke dalam ethanol 90% sebanyak 10 kali, ethanol absolut I sebanyak 10 kali, ethanol absolut II selama 2 menit, xylene I selama 1 menit dan xylene II selama 2 menit. Sediaan kemudian dikeringkan, ditetesi Permount® dan ditutup dengan gelas penutup.

Pewarnaan Methenamine Silver

Pewarnaan ini bertujuan untuk mewarnai endapan asam urat. Hasil positif dari pewarnaan ini adalah asam urat terwarnai hitam dengan latar belakang berwarna kuning. Setelah sediaan dideparafinasi dan dehidrasi, kemudian direndam dalam 1% periodic acid selama 10 menit, dibilas dengan akuades secara berulang, kemudian direndam dalam larutan hexamine silver yang berisi silver nitrat dan borax pada suhu 56°C selama 45 menit, dibilas dengan akuades secara berulang, direndam dalam 0,1% gold chloride 2 menit, dibilas dengan akuades, direndam dalam 5% sodium thiosulfate 5 menit, dibilas dengan air mengalir, direndam dalam acetic acid 1 menit dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya sediaan didehidrasi seperti pewarnan HE, ditetesi Permount® dan ditutup dengan gelas penutup.

Pewarnaan Periodic Acid–Schiff

Pewarnaan ini bertujuan untuk menunjukkan keberadaan karbohidrat khamir pada jaringan yang ditunjukkan dengan warna merah magenta. Setelah sediaan dideparafinasi dan dehidrasi, kemudian direndam dalam 1% periodic acid 5-10 menit, dibilas dengan akuades 3 kali masing-masing selama 5 menit, kemudian dimasukkan ke dalam schiff reagent selama 15-30 menit, dibilas dengan air sulfit sebanyak 3 kali masing-masing selama 2 menit dan dibilas dengan air mengalir. Selanjutnya sediaan didehidrasi seperti pewarnan HE, ditetesi Permount® dan ditutup dengan gelas penutup.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI

(15)

5

Tabel 1 Hasil pemeriksaan PA berbagai organ Komodo

Sistem Organ Organ PA

Sirkulasi Jantung Perikardium menebal dan serous atropi, gout viseralis jantung, kardiomiopati, chicken fat clot dan blood clot di kedua ventrikel

Respirasi Trakea Hiperemia, bekuan darah

Paru-paru Kongesti, emfisema, gout viseralis, mineralisasi

Limforetikuler Limpa Pembengkakan limpa

Digesti Lambung Gastritis ulseratif serohemoragis Usus Mineralisasi serosa, enteritis kataralis Hati Pucat, hemoragi multifokal

Urinaria Ginjal Gout viseralis

Reproduksi Ovarium Mineralisasi, oovoritis hemoragika Sumber: Buku P, Divisi Patologi, KRP-FKH IPB 2013

Perikardium jantung terlihat menebal dan lemak perikardium mencair sehingga didiagnosa mengalami serous atrofi (Gambar 1A). Pada hewan normal lemak epikardium berwarna putih kekuningan dan padat, namun pada keadaan serous atrofi lemak-lemak depo mencair akibat dimobilisasi untuk energi. Serous atrofi terjadi pada hewan yang mengalami anoreksia, kelaparan, dan kaheksia. Setelah kantong perikardium dibuka, ditemukan massa putih cair seperti kapur yang menyeliputi hampir seluruh permukaan jantung (Gambar 1B). Permukaan epikardium sangat kasar seperti retak-retak dan berwarna putih, sehingga didiagnosa mengalami gout viseralis. Miokardium hingga endokardium sangat pucat sehingga didiganosa mengalami kardiomiopati. Di dalam lumen kedua ventrikel ditemukan chicken fat clot dan blood clot (Gambar 1C).

(16)

6

Gambar 1 (A) Perikardium menebal dan mengalami serous atrofi; (B) Gout viseralis jantung; (C) Gout viseralis, kardiomiopati (panah kuning), chicken fat clot dan blood clot (panah biru) di kedua ventrikel

(17)

7

Lambung komodo kosong tidak ada makanan, dipenuhi eksudat serohemoragis disertai banyak ulkus (Gambar 3). Ukuran ulkus bervariasi dengan diameter 0.5-1 cm. Permukaan ulkus kasar, ada yang berwarna merah namun ada pula yang pucat. Lambung didiagnosa mengalami gastritis serohemoragis et ulseratif. Pada lapisan serosa usus juga ditemukan endapan massa putih asam urat, dan mukosa usus dipenuhi eksudat kataralis. Usus didiagnosa mengalami enteritis kataralis dan gout viseralis (Gambar 4).

Organ hati komodo terlihat bengkak, karena tepi-tepi lobusnya tumpul. Selain itu hati terlihat pucat, rapuh, dan ditemukan titik-titik perdarahan dari bentuk pteki hingga ekimosa di sebagian permukaanya. Hati komodo ini didiagnosa mengalami degenerasi hati (Gambar 5).

Pada pemeriksaan patologi-anatomi ginjal komodo tampak permukaan ginjal dipenuhi endapan asam urat yang berwarna putih di seluruh bagiannya (Gambar 6 A). Endapan asam urat juga memenuhi seluruh parenkim hingga ke medulla (Gambar 6 B). Komodo termasuk hewan urikotelik, yaitu mengeksresikan hasil metabolisme proteinnya dalam bentuk asam urat. Namun karena kerusakan ginjal, menyebabkan asam urat tidak dapat dieksresikan dengan baik sehingga mengendap di seluruh parenkim ginjal. Ginjal komodo ini didiagnosa mengalami gout viseralis.

Hasil pemeriksaan ovarium komodo ditemukan banyak ovum yang mengalami perdarahan, dan ditemukan juga endapan asam urat di beberapa ovum. Ovarium didiagnosa juga mengalami gout viseralis (Gambar 7).

(18)

8

Gambar 3 Gastritis ulseratif et hemoragis (panah) pada lambung komodo

(19)

9

Gambar 5 Degenerasi hati dengan perdarahan pteki hingga ekimosa (panah) pada permukaan hati

(20)

10

Gambar 7 Oovoritis hemoragika (panah biru) dan gout viseralis (panah kuning) pada ovarium

HASIL PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI

Hasil pengamatan histopatologi berbagai organ komodo disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan histopatologi berbagai organ Komodo Sistem Organ Organ Perubahan Sirkulasi Jantung Gout viseralis, degenerasi hyalin Urinaria

Respirasi

Ginjal Paru-paru

Glomerulonefritis kronis, gout viseralis Kongesti, hemoragi, emfisema, mineralisasi

Reproduksi Ovarium Mineralisasi, oovoritis hemoragika

Jantung

(21)

11

yang tidak dapat diekresikan oleh ginjal karena adanya kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal menyebabkan peningkatan asam urat dalam darah, sehingga darah yang beredar dan kembali ke jantung membawa asam urat yang tinggi.

Mansjoer (2008) menyatakan manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal kronik pada sistem kardiovaskular antara lain hipertensi, gagal jantung, perikarditis, dan uremia. Asam urat merupakan produk akhir protein yang dieksresikan lewat urin. Akibat rusaknya ginjal, asam urat tidak dapat dikeluarkan secara sempurna, sehingga terjadi peningkatan asam urat dalam darah. Selain itu terjadi peningkatan cairan dan permeabilitas vaskular, sehingga terjadi deposisi asam urat di perikardium. Peningkatan asam urat yang berkelanjutan mengakibatkan terakumulasinya asam urat tersebut di dalam kantong perikardium

Kepucatan pada miokardium hingga endokardium disebabkan otot jantung tersebut mengalami degenerasi hyalin dan nekrosa (Gambar 8A, B). Degenerasi diakibatkan otot yang meregang karena hipertrofi dan juga karena adanya bahan toksik ureum yang bersirkulasi akibat kerusakan ginjal. Degenerasi otot jantung dicirikan dengan sitoplasma berwarna lebih merah.

Nekrosa otot jantung terlihat di bawah lapis epikardium. Otot berwarna lebih merah dibandingkan dengan otot-otot di sekitarnya. Ada beberapa otot yang nekrotik dicirikan oleh inti yang piknotis bahkan inti menghilang (kariolisis) (Gambar 8 B). Selain itu jantung mengalami kongesti dan peradangan, yang ditandai dengan banyaknya sel radang yang menginfiltrasi otot jantung. Degenerasi pada otot jantung disebabkan banyaknya endapan asam urat pada epikardium sehingga otot tidak teraliri darah dengan baik. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan anemia dan iskemia pada otot-otot jantung (McGavin dan Zachary 2001).

(22)

12

Ginjal

Gambaran histopatologi ginjal pada parenkim dan interstitium menunjukkan lesio kronis yang intensif. Jumlah glomerulus dan tubulus di bagian korteks sudah sangat berkurang dan digantikan dengan banyaknya jaringan ikat (Gambar 10). Banyaknya jaringan ikat (fibrosis) menyebabkan interstisium terlihat melebar. Selain jaringan ikat, ditemukan pula infiltrasi sel radang makrofag, limfosit, eosinofil, neutrofil dan sel raksasa tipe benda asing. Adanya sel raksasa tipe benda asing mengindikasikan peradangan granulomatosa (Gambar 11). Radang granulomatosa adalah bentuk khas dari radang kronis, terjadi bila makrofag tidak mampu memfagositosis dan menetralkan agen penyebab peradangan tersebut. Selain itu ginjal juga mengalami kongesti dan hemoragi (Gambar 12). Banyaknya jaringan ikat di intersitium mengindikasikan ginjal mengalami nefritis interstitialis kronis (Fogo et al. 2006).

Glomerulus mengalami atrofi dan nekrotik yang dicirikan oleh mengecilnya ukuran dan bentuk yang kompak dari glomerular tuft sehingga tidak tampak lagi struktur pembuluh darahnya. Glomerular tuft yang mengecil menyebabkan ruang Bowman tampak luas dan kapsula Bowman menipis. Pada ruang Bowman tampak adanya protein yang merupakan cairan edema. Selain itu glomerular tuft juga dipenuhi oleh mineralisasi (Gambar 9). Mineralisasi juga ditemukan di dalam arteri, yang dengan pewarnaan HE terlihat ungu kehitaman (Gambar 10). Mineralisasi atau kalsifikasi metastatik terjadinya karena adanya proses pengendapan kalsium pada organ viseral sebagai respon sindrom uremia.

Tubulus ginjal komodo juga mengalami perubahan yang sangat buruk. Tubulus mengalami degenerasi hidropis, dilatasi dan nekrosa (Gambar 9, 10, 11, 12). Degenerasi hidropis adalah pembesaran ukuran dan volume sel epitel yang terjadi karena masuknya cairan intraseluler. Hal ini diakibatkan gagalnya sel untuk mempertahankan homeostasis sehingga sitoplasma membesar dan bervakuola (Jones et al. 1997; Myers dan McGavin 2007). Dilatasi tubulus disebabkan adanya retensi urin atau peradangan di daerah interstitium ginjal. Dilatasi ini dapat terlihat dengan adanya perluasan lumen tetapi epitel tubulus masih normal. Tubulus dengan keadaan dilatasi akan mengalami lisis, hipoksia, dan kematian (Munson dan Traister 2005).

Tubulus yang nekrotik dicirikan oleh lepasnya epitel dari membran basalnya dan inti yang piknotis. Pada lumen tubulus terdapat serpihan-serpihan kristal atau endapan asam urat dan juga mineralisasi (Gambar 10). Selain itu, pada lumen tubulus juga ditemukan pendarahan. Pada sebagian besar tubulus ginjal juga mengalami degenerasi hyalin karena adanya gangguan reabsorbsi protein (Gambar 12). Dengan pewarnaan methenamin-silver tampak jelas sisa-sisa kristal urat memenuhi sebagian besar lumen tubulus (Gambar 13). Kristal asam urat tidak terwarnai karena kemungkinan terlepas saat pewarnaan, sehingga yang tersisa adalah bekasnya saja. Membran basal tubulus yang berwarna coklat digunakan sebagai kontrol positif.

Paru-paru

(23)

13

terlihat pada lumen bronkiolus. Adanya bekuan darah di trakhea pada pemeriksaan PA diduga berasal dari perdarahan pada bronkiolus tersebut. Pada banyak lumen alveolus dan bronkiolus ditemukan mineralisasi, yang tampak sebagai massa yang berwarna biru keunguan. Hal ini terjadi sebagai respon sindrom uremia. Asam urat tidak ditemukan di alveoli, kemungkinan hanya terdeposisi dibagian pleura.

Gambar 9 Gout viseralis di ginjal. Kristal asam urat memenuhi lumen tubulus (kepala panah), atrofi glomerulus (panah biru) dan kristal asam urat bersama mineralisasi dalam satu lumen tubulus (panah kuning). Pewarnaan HE, perbesaran 10x

(24)

14

Gambar 11 Sel raksasa tipe benda asing (panah biru) di tepi tubulus yang terdeposit kristal asam urat. Pewarnaan HE, perbesaran 40x.

(25)

15

Gambar 13 Endapan kristal asam urat di tubulus yang tidak berwarna (asterisk), dan membran basal tubulus berwarna coklat kehitaman. Pewarnaan methenamin silver, perbesaran 10x

(26)

16

Lambung

Kerusakan mukosa lambung berupa ulkus sudah mencapai muscularis mucosa. Kerusakan berupa hemoragi, edema, nekrosa kelenjar-kelenjar lambung dan banyak sekali ditemukan se-sel debri (Gambar 16). Pada ulkus tersebut ditemukan agen yang diduga khamir. Dengan pewarnaan PAS, dinding sel agen tersebut bersifat PAS positif. Pada permukaan ulkus, khamir berbentuk satu sel bulat atau lonjong, namun di lamina propria hingga muscularis mucosa agen tersebut sudah berbentuk hifa (Gambar 17).

Khamir adalah mikroorganisme uniseluler yang masuk ke dalam kingdom fungi (Lignell 2011). Khamir membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit, yang salah satu anggota kelompok tersebut adalah Candida sp. Rute penularan khamir pada komodo diduga melalui pakan yang terkontaminasi. Imunosupresi menjadi faktor utama yang menyebabkan hewan menjadi peka terhadap infeksi khamir.

Hati

Hepatosit komodo mengalami degenerasi lemak dengan terlihatnya sitoplasma hepatosit yang bervakuola (Gambar 15). Dengenerasi lemak dapat terjadi pada kondisi iskemia, anemia, gangguan bahan toksik, kelebihan konsumsi lemak dan protein (Dannuri 2009). Menurut Carvalho et al. (2005), degenerasi lemak dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu bahan toksik, kekurangan oksigen, atau kelebihan konsumsi lemak. Selain itu degenerasi lemak dapat terjadi karena adanya faktor obesitas, anoreksia, dan stres (Frye 1991, Burrows dan Taboada 2010). Hati juga mengalami pendarahan dengan ditemukannya banyak eritrosit di sinusoid.

Pada komodo ini, degenerasi lemak diduga disebabkan oleh bahan toksik dan kekurangan oksigen. Adanya kerusakan ginjal menyebabkan bahan-bahan toksik, diantaranya ureum tidak dapat dikeluarkan dari tubuh. Keadaan jantung yang mengalami kardiomiopati meyebabkan jantung tidak bekerja maksimal mengirim darah ke seluruh tubuh sehingga organ-organ kekurangan oksigen, termasuk hati. Degenerasi lemak seringkali terjadi akibat kondisi hipoksi jaringan (Myers dan McGavin 2007). Degenerasi lemak dicirikan dengan terbentuknya vakuol-vakuol intrasitoplasmik yaqng disebabkan karena terdapat akumulasi trigliserida yang berlebihan di dalam hepatosit. Selain itu, adanya gangguan fungsi enzim dalam proses pemecahan lemak menyebabkan penurunan oksidasi lemak yang berakibat pada penumpukan trigliserida di dalam hepatosit. Apabila penumpukan tersebut terjadi secara kronis dapat menyebabkan kematian pada sel atau yang disebut dengan nekrosis (Cheville 2006).

Limpa

(27)

17

makrofag, heterofil, dan sel raksasa tipe benda asing. Menurut Soldati et al. (2004), radang granuloma kronis ditandai oleh adanya limfosit, sel plasma dan sel raksasa di sekeliling lesionya. Adanya sel raksasa tipe benda asing pada limpa komodo ini mengindikasikan splenitis granulomatosa.

Ovarium

Pada pemeriksaan histopatologi ovarium, ditemukan juga mineralisasi pada pembuluh darah ovarium yang terlihat berwarna ungu kehitaman. Adanya kerusakan fungsi ginjal menyebabkan peningkatan kalsium dalam darah sehingga kalsium menumpuk pada organ-organ viseral dan pembuluh darah. Lesio pada ovarium telah berjalan kronis, terlihat mineralisasi tidak hanya pada satu pembuluh saja. Adanya endapan kalsium ini mengakibatkan sirkulasi darah terganggu. Selain itu pada interstitium banyak ditemukan jaringan ikat.

(28)

18

Gambar 16 Gastritis ulseratif. Ulkus telah mencapai muscularis mukosa, ditemukan banyak sel debri dan kelenjar gastrik yang nekrotik dan ulkus terinfeksi khamir yang berbentuk bulat-lonjong (panah). Pewarnaan HE, perbesaran 10x

(29)

19

Gambar 18 Limpa mengalami peradangan kronis yang ditandai dengan adanya sel raksasa tipe benda asing (panah) dan akumulasi asam urat (kepala panah). Pewarnaan HE, perbesaran 10x

(30)

20

PATOGENESIS PENYAKIT

Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat menurunnya fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik (Carlton dan McGavin 1995). Uremia merupakan suatu keadaan kronik yang berkaitan dengan meningkatnya uremia di dalam darah. Lesio dari sindrom uremia menyebabkan terjadi mineralisasi jaringan lunak seperti mineralisasi pada pembuluh darah ovarium.

Terbentuknya gout dapat disebabkan konsumsi pakan yang mengandung purin terlalu tinggi dan sistem pembuangan asam urat lewat urin yang tidak sempurna. Penyakit ini berawal dari kerusakan ginjal yaitu menurunnya fungsi glomerulus dalam memfiltrasi buangan hasil metabolisme, sehingga mengakibatkan kadar asam urat dalam darah meningkat yang sering disebut dengan hiperurisemia. Peningkatan asam urat yang terjadi terus menerus mengakibatkan pengendapan asam urat pada berbagai organ (Choi et al. 2005). Kerusakan ginjal dapat terjadi karena adanya obstruksi ginjal dan penyumbatan pada saluran urinasi. Kerusakan ginjal diperparah dengan tingginya konsumsi obat kemoterapeutik, antibiotik, antivirus, dan antifungal yang berlebihan. Obat-obatan tersebut antara lain golongan aminoglikosida, tenofovir, amfoterisin B, penghambat enzim angiotensin, golongan analgesik non steroid, siklosporin serta asiklovir (Lindha 2012).

Sebagian besar reptil yang menderita gout disebabkan pola pakan yang salah dan kurangnya pasokan air bersih dan segar. Kekurangan air mengakibatkan kerja ginjal menjadi lebih berat karena air bekerja dalam mengeliminasi sisa metabolisme. Suhu dan kelembaban juga sangat berpengaruh pada kejadian penyakit ini. Gout pada komodo di penangkaran diduga karena perubahan pakan dari habitat aslinya. Endapan asam urat pada komodo ini terjadi diseluruh organ viseral, sehingga disebut gout viseralis. Berikut bagan alir patogenesa penyakit pada komodo dapat dilihat pada Gambar 20.

(31)

21

Komodo mengalami gagal ginjal kronis yang menyebabkan penurunan fungsi glomerulus dalam menfiltrasi darah. Penurunan glomerular filtration rate (GFR) mengkibatkan sel juxta glomerulus menghasilkan renin. Renin akan mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensin I berubah menjadi angiotensin II, yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga tekanan darah arteri meningkat. Peningkatan tekanan darah membebani jantung dalam memompa darah sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kiri (Guyton dan Arthur 2006). Adanya timbunan asam urat di jantung semakin memperberat kerja jantung. Akibatnya, kerja jantung melemah dan darah yang dialirkan ke seluruh tubuh berkurang. Sirkulasi darah yang berkurang menyebabkan hipoksia, yang berakibat memicu degenerasi lemak pada hati (Myers dan McGavin 2007).

Gagal ginjal kronis mengakibatkan penurunan fungsi ginjal sehingga terjadi penumpukan hasil pemecahan protein (ureum dan nitrogen) dalam darah dan memicu terjadinya uremia. Sindrom uremia adalah kumpulan tanda dan gejala pada insufiensi ginjal progresif dan GFR menurun. Pada kondisi ini nefron masih normal tetapi tidak dapat mengkompensasi dan mempertahankan fungsi ginjal yang normal. Efek yang ditimbulkan oleh sindrom uremia antara lain asidosis metabolik, hiperkalemia, hipertensi, anemia, perikarditis uremia, pneumonitis uremia, dan hiperuresimia yang menyebabkan gout. Pneumonitis uremia terlihat dengan adanya endapan kalsium pada alveoli. Lesio dari sindrom uremia diantaranya adalah edema pulmonum, perikarditis, gastritis ulceratif et hemorrhagi, dan mineralisasi pada jaringan lunak diantaranya ginjal, jantung, dan ovarium (Carlton dan McGavin 1995).

Ginjal mengekskresikan muatan asam berlebihan sehingga terjadi asidosis metabolik. Asidosis metabolik megakibatkan iritasi mukosa sehingga menyebabkan ulkus lambung. Pada gagal ginjal kronis terjadi poliuria yang memicu ketidakseimbangan cairan elektrolit (Guyton dan Arthur 2006). Tertahannya natrium dan cairan dapat memicu terjadinya edema dan gagal jantung kongestif (Mansjoer 2008). Gangguan fungsi ginjal juga menyebabkan penurunan eritropoetin yang mengakibatkan anemia dan lesio non renal lainnya seperti hiperparatiroidisme sekunder, serta mineralisasi paru (Carlton dan McGavin 1995).

Penurunan filtrasi glomerulus juga menyebabkan peningkatan kadar fosfat dan penurunan kadar kalsium dalam darah. Penurunan kadar kalsium menyebabkan hipokalsemia dan merangsang kelenjar parathiroid untuk mensekresikan parathormon. Parathormon berperan dalam mereabsorbsi kalsium dari tulang. Reabsorbsi kalsium yang berlebihan ini meningkatkan kalsium dalam darah yang tidak terkendali, sehingga kalsium terdeposit pada berbagai organ (Brunner dan Suddarth 2001). Deposit kalsium atau mineralisasi atau kalsifikasi metastatik pada komodo ditemukan di paru-paru, ginjal, dan ovarium.

(32)

22

Kerusakan ginjal juga menyebabkan komodo mengalami imunosupresi, sehingga dengan mudah agen-agen infeksius menyebabkan peradangan lambung. Pada lambung komodo yang mengalami gastritis ulseratif akibat uremia, ditemukan terinfeksi khamir. Keberadaan khamir di lambung komodo diduga masuk melalui pakan yang terkontaminasi.

Secara histopatologi limpa komodo mengalami perubahan berupa deplesi folikel limfoid dan deposisi asam urat. Adanya endapan asam urat menyebabkan kerja limpa tidak maksimal sehingga menyebabkan hewan imunosupresi.

Berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi dapat disimpulkan penyebab kematian (causa mortis) pada komodo adalah gagal ginjal. Gagal ginjal menyebabkan terjadinya gout viseralis yang hebat pada jantung, sehingga mengganggu kinerja jantung. Selain itu, gagal ginjal juga menimbulkan sindrom uremia yang juga menyebabkan degenerasi otot jantung (kardiomiopati). Melemahnya otot jantung membuat kerja jantung tidak maksimal. Dengan demikian pintu gerbang kematian (atria mortis) pada komodo ini disebabkan oleh gagal jantung.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi dan histopatologi organ-organ komodo disimpulkan bahwa kematian hewan ini disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan gout viseralis.

Saran

Perlu peningkatan manajemen pemeliharaan hewan komodo di penangkaran, terutama dalam hal pemberian pakan dan minum.

DAFTAR PUSTAKA

Alikodra, HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Auffenberg, W. 1981. The Behavioral Ecology of Komodo Monitor. Gainesville (US): University Presses of Florida.

Brunner, Sudarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta (ID): EGC.

Burrows CF dan Taboada J. 2010. Liver disorders. Clinical Medicine of the Dog and Cat. UK: Mason Publishing Ltd.

Caplan RL. 1993. Stroke a Clinical Approach. Ed ke-2. Boston: Butterworth. Carlton WM dan McGavin Md. 1995. Thomson’s Special Veterinary Pathology.

(33)

23

Cheville NF. 2006. Introduction to Veterinary Pathology. Ed ke-3. USA: Blackwell Publishing.

Choi Hyon K, Mount David B, dan Reginato Anthony M. 2005. Pathogenesis of Gout. Ann Intern Med. 143(7):499-516.

[CITES]. Conservatiun on International Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora. 2012. Conservation of international trade in endengered spesies of wild fauna and flora.

Fogo AB, Arthur HC, J. Charles J, Jan AB, dan Robert BC. 2006. Fundamentals of Renal Pathology. New York (US): Springer Science.

Frye FL. 1991. Reptile Care: An Atlas of Diseases and Treatments. Volume I & II. USA: T.F.H. Publications, Inc.

Guyton, Arthur. 2006. Text Book of Medical Physiologi. Ed ke-11. Cina: Elsevier. Hamsafir E. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Korpulmonal Kronik.

[internet].[diunduh 2015 Jun 26]. Tersedia pada: http://www.infokedokteran.com.

Jessop TS, Madsen T, Sumner J, Rudiharto H, Phillips JA, dan Ciofi C. 2006. Maximum body size among insular Komodo dragon populations covaries with large prey density. Oikos.

Jessop TS, Imansyah MJ, Purwadana D, Rudiharto H, A. Seno, Opat DS, Noviandi T, Payung I, dan Ciofi C. 2007. Ekologi Populasi, Reproduksi dan Spesial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Taman Nasional Komodo, Indonesia. Disunting oleh Imansyah, MJ, Ariefiandy, A. Dan Purwandana, D. BTNK/CRES-ZSSD/TNC.

Jones Tc, Hunt RD, King NW. 1997. Veterinary Pathology. Ed ke-6. USA: William & Wilkins.

King D, Brian Green. 1999. Goannas: The Biology of Varanid Lizards. Sydney: New South Wales Press Ltd.

Koch A, Thomas Z, Wolfgang B, Evy A, dan Mark A. 2013. Pressing Problems: Distribution, Threats, and Conservation Status of The Monitor Lizards (Varanidae: Varanus spp.) of Southeast Asia and Indo-Australian Archipelago. Herpetological Conservation & Biology. 8(3):1-62.

Lignell A. 2011. In vitro Pharmacodynamics of Antifungal Agents in the Treatment of Candida Infections [disertasi]. Swedia (SE): Acta Universitatis Upsaliensis Uppsala.

Lindha YA. 2012. Jenis dan Mekanisme Obat Penginduksi Kerusakan Ginjal. Students E- J Unpad. 1(1):1.

Mader DR. 1996. Reptile Medicine and Surgery. Ed ke-6. USA: W.B. Saunders Company.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta (ID): EGC.

McGavin MD, Zachary JF. 2001. Pahologic Basic of Veterinary Disease. Ed ke-4. Missoury: Mosby Inc.

Misnadiarly. 2008. Mengenal Penyakit Arthitis. Med Kom Publishing Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes. XII:57.

Myers RK, McGavin MD. 2007. Cellular and tissue responses to injury. Di dalam: McGavin MD, Zachary JF. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke-4. USA: Mosby Elsevier.

(34)

24

Soldati G et al. 2004. Detection of mycobacteria and chlamydias in granulomatous inflammation of reptiles: a retrospective study. Vet Pathol. 41(4):388-397.

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada 22 Juli 1992 di Klaten, Jawa Tengah. Penulis merupakan putri keempat dari empat bersaudara pasangan Cholidun (alm) dan Sri Sutarmi. Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Gambar

Tabel 1 Hasil pemeriksaan PA berbagai organ Komodo
Gambar 1 (A) Perikardium menebal dan mengalami serous atrofi; (B) Gout viseralis jantung; (C) Gout viseralis, kardiomiopati (panah kuning), chicken fat clot dan blood clot (panah biru) di kedua ventrikel
Gambar 2 (A) Gout viseralis pada paru-paru (panah biru), mineralisasi (panah kuning) dan perdarahan (panah hijau A) (B) Bekuan darah mengisi lumen trakhea (panah)
Gambar 3 Gastritis ulseratif et hemoragis (panah) pada lambung komodo
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai hasil samping ( by product ) dari buah kelapa juga dapat diolah menjadi berbagai produk yang nilai ekonominya tidak kalah dengan

Hasil penelitian ini menemukan bahwa fenomena atau kasus yang terjadi di Desa Seberang Pulau Busuk tersebut, sebagaimana yang telah penulis kelompokkan menjadi dua

Seorang pelanggan yang merasa puas terhadap nilai yang diberikan oleh produk atau jasa, kemungkinan akan menjadi pelanggan dalam waktu yang lama ”.. Faktor-faktor yang

Bila LC DN diterbitkan oleh bank lain dan pembayaran dilakukan di cabang sendiri, cabang pembayar tidak dapat membayar langsung atas wesel yang diunjukan

Reaksi positif ini diperoleh dengan cara melihat ada tidaknya endapan coklat pada media disekitar koloni yang menunjukkan bahwa fungi tersebut dapat mendegradasi asam tanin

Proses vikfikasi dapat merusalr zona pdlusida,,membran plasma dan siroplasrna mhingga menyebabkan oosit brdegeitems1 (Park dan RWimg ,1$@2), Te jadinya, abnsmalitas

Pada metode pembelajaran sebanyak 19 mahasiswa atau 20 persen mengatakan Dosen Pembimbing selalu memberikan saran mengenai metode yang sesuai dengan materi yang