• Tidak ada hasil yang ditemukan

Quo Vadis Parpol Islam?

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Quo Vadis Parpol Islam?"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

17

SUARA MUHAMMADIYAH 03 / 96 | 1 - 15 FEBRUARI 2011

KOLOM

Y

ang dimaksud dengan parpol Islam adalah partai politik di Indonesia yang menjadikan Islam sebagai dasar perjuangan atau yang mengandal-kan kaum santri sebagai konstituennya. Sarekat Islam yang berdiri pada 1912, sebagai alih bentuk dari Sarekat Dagang Islam yang dibentuk setahun sebelumnya adalah parpol Islam pertama di Nusantara. Dengan bergulirnya waktu, khususnya pasca proklamasi 1945, Sarekat Islam yang kemudian menjadi PSII (Partai Sarekat Islam Indo-nesia) masih bertahan, sekalipun pengaruhnya sudah jauh menyusut.

Pada 7-8 Nopember 1945, di Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, beberapa tokoh puncak ka-um santri mendirikan sebuah partai bernama Masyka-umi (Majlis Syura Muslimin Indonesia). PSII adalah salah satu bidan partai baru ini. Bidan lain yang terbesar adalah Muhammadiyah dan NU (Nahdlatul Ulama). Kelahiran partai ini didukung oleh semua organisasi massa Islam, kecuali Perti yang berpusat di Bukittinggi. Pada masa awal harapan kaum santri tertumpah ruah kepada partai ini, sebuah parpol modern dengan dasar Islam, sedang menatap dan membingkai masa depan Indonesia.

Tetapi, partai Islam ini ternyata juga tidak kebal dari sengketa internal dalam dirinya yang memang berasal dari beraneka unsur itu. Pada Juli 1947, PSII memisah dari Masyumi karena perbedaan sikap menghadapi pem-bentukan kabinet Amir Sjarifuddin. Tahun 1952, NU me-nyusul yang sekaligus menyatakan dirinya sebagai parpol baru dengan nama Partai NU. Dengan perubahan ini, NU yang semula adalah jam’iyyah (organisasi kemasyarakatan) kini telah tampil sebagai parpol Islam baru di samping Masyumi, PSII, dan Perti. Hubungan antara mereka sangat fluktuatif, tergantung pada hitungan pragmatisme masing-masing partai. Dalam hal ini, parpol Islam setali tiga uang dibandingkan partai yang berideologi lain.

Dengan demikian, adalah sebuah fakta keras bahwa Islam sebagai agama yang mereka anut tidak otomatis dapat merekat persatuan di antara mereka. Pada suatu kesempatan saya pernah membedakan politik dan dak-wah: “Politik cenderung berpecah dan memecah, sedang-kan dakwah merangkul dan mempersatusedang-kan.” Fenomena semacam ini bersifat universal terlihat dalam hampir semua unit peradaban. Agama yang meminta umatnya untuk tidak berpecah, kenyataan empiris membuktikan sebaliknya.

Puncak prestasi parpol Islam di Indonesia terjadi pada

Quo Vadis Parpol Islam?

AHMAD SYAFII MAARIF

Pemilu 1955, dengan mengantongi suara hampir 45% dalam DPR. Isu sentral saat itu, terutama dalam Majelis Konstituante, adalah tentang dasar negara untuk masa depan Indonesia: Pancasila atau Islam. Parpol Islam mengusulkan Islam dengan menolak dasar Pancasila yang didukung oleh partai-partai nonsantri, sekalipun mayoritas mereka juga menganut Islam. Karena tidak tercapai kata sepakat, Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959 mendekritkan berlakukanya kembali UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950.

Karena cuaca politik semakin memanas, antara lain dipicu oleh pergolakan daerah dan dominasi PKI (Partai Komunis Indonesia) di panggung politik Indonesia dengan dukungan Bung Karno, sebagian tokoh Masyumi menyertai pergolakan itu. Pada bagian akhir tahun 1960, Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) dinyatakan sebagai partai terlarang oleh Presiden. NU, PSII, dan Perti tetap bisa bertahan karena kelihaian mereka dalam politik penyesuaian diri. Dengan menghilangnya Masyumi dari gelanggang, kekuatan partai Islam melemah secara drastis. Parpol Islam yang tersisa tidak satu pun yang membela pelarangan Masyumi ini.

Pada Januari 1973, Presiden Soeharto memaksa penggabungan partai-partai, baik Islam mau pun bukan. Sehingga muncul peta poliltik baru: Golkar, PPP (Partai Persatuan Pembangunan), semacam fusi parpol Islam, PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Sampai rezim Soeharto jatuh pada 1998 setelah berkuasa selama 32 tahun, semua pemilu (baca: pemilu semu), dimenangkan oleh Golkar. PPP pernah tampil sebagai parpol nomor dua, tetapi jauh di bawah perolehan parpol Islam tahun 1955.

Di Era Reformasi, beberapa parpol Islam yang muncul ke permukaan adalah: PPP, PAN (Partai Amanat Nasional), PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), dan PBB (Partai Bulan Bintang). Dalam pemilu 2009, dukungan mereka di DPR berada di bawah 20%, kurang dari separo capaian parpol Islam tahun 1955. Bagi saya, kejatuhan parpol Islam ini dari sisi perkembangan demokrasi sangat disayangkan. Tetapi, apa mau dikata, mereka telah gagal memunculkan kepemimpinan yang menjanjikan untuk masa depan Indonesia. Program-program mereka tidak ada yang pro-rakyat. Mereka dalam kenyataannya hanyalah berperan sebagai partai pengiring penguasa. Jika demikian, pertanyaan Quo Vadis Parpol Islam? menjadi relevan untuk dipertanyakan kembali, bukan?l

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait

Dapat menjelaskan cara menampikan data tabel dengan perintah select yang terkait (join) dengan beberapa tabel yang lain Mampu menampilkan data tabel dengan perintah select

Pentingnya penyerapan tenaga kerja dalam pertumbuhan ekonomi menjadi dasar dilakukannya penelitian ini, maka didasarkan pada uraian latar belakang masalah,

Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan data tahun 2015 pelayanan pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Besar memiliki kecendrungan masuk ke daerah efisiensi dengan

Meskipun di Desa Kampung Anyar memakai jasa pos untuk mengantar surat yang sudah selesai ke rumah warga, dari uraian tersebut menunjukkan bahwa kualitas pelayanan publik di

4. Jika seseorang mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang menimbulkan cacat, cacat total, meninggal dunia, dan atau kerusakan peralatan, maka

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terapi dengan metode ABA berhasil meningkatkan kemampuan respon visual, kemampuan komunikasi verbal dan non verbal dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dari relasi keluarga yang dimiliki oleh mahasiswa yang melakukan kawin sirri dengan wali hakim, mengetahui pemahaman terhadap

negatif tidak signifikan terhadap ROA pada Bank Pembangunan Daerah. c) Variabel NPL secara parsial memiliki pengaruh positif tidak signifikan.. terhadap ROA pada