• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMPER TANTRUM ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK PUTERA I BANJARBARU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TEMPER TANTRUM ANAK USIA PRASEKOLAH (STUDI KASUS DI TAMAN KANAK-KANAK PUTERA I BANJARBARU)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa kanak-kanak merupakan masa paling awal dalam rentang kehidupan yang akan menentukan perkembangan pada tahap-tahap selanjutnya. Masa kanak-kanak terbagi dalam dua bagian yaitu masa kanak-kanak-kanak-kanak awal yang berlangsung dari usia dua tahun sampai enam tahun dan masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun sampai tiga belas tahun pada anak perempuan dan empat belas tahun pada anak laki-laki (Hurlock, 1997).

Masa kanak-kanak awal (2-6 th) merupakan masa prasekolah atau masa kehidupan berkelompok. Anak pada masa ini berusaha untuk menguasai lingkungannya dan mulai belajar untuk mengadakan penyesuaian sosial (Sutjihati Soemantri, 2002 ).

Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita atau masa kanak-kanak awal (2-6 th), Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, kesadaran emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat.

Havighurst (1961) mengartikan tugas perkembangan adalah merupakan suatu tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam menuntaskan tugas berikutnya, sementara apabila gagal maka akan menyebabkan ketidak bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat dan kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.

(2)

Tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang seyogyanya dimiliki oleh individu sesuai dengan usia atau fase perkembangan-nya, seperti tugas yang berkaitan dengan perubahan kematangan, sekolah, pekerjaan, pengalaman beragama dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan kebahagiaan hidupnya. Salah satu tugas perkembangan anak usia prasekolah adalah belajar mengadakan hubungan emosional dengan orangtua, saudara atau orang lain.

Anak usia prasekolah yang pada umumnya bersekolah di Taman Kanak-kanak, terdapat berbagai permasalahan yang dapat digali atau diangkat, baik itu dialami oleh para guru maupun murid itu sendiri. Di tempat penelitian yang diambil oleh peneliti ini, yaitu Taman Kanak-kanak Putera I Banjarbaru juga banyak terdapat permasalahan yang dialami para guru maupun siswanya, diantaranya anak-anak yang sulit diatur, belum dapat berkomunikasi dengan baik, kurangnya daya tangkap terhadap pelajaran dan suka mengamuk atau emosi yang meledak-ledak (temper tantrum).

Dari sekian banyak permasalahan yang terdapat di Taman Kanak-kanak Putera I Banjarbaru, peneliti mengambil permasalahan yaitu temper tantrum atau disebut juga ledakan emosi khususnya siswa kelas A1 tahun ajaran2009/2010. Peneliti mengambil permasalah di kelas A1 dikarenakan ada beberapa orang anak di kelas tersebut yang emosinya sering meledak-ledak seperti suka marah dan menangis sambil berteriak-teriak atau biasa juga disebut dengan temper tantrum.

(3)

sering meledak –ledak ini dikarenakan permasalah orangtuanya yang sering bertengkat dihadapannya.

E.B.Hurlock (1978: 212) menjelaskan dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lebih lunak karena mereka harus mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan bertahan lebih lama daripada dengan jika emosi itu diekspresikan secara lebih kuat. Lebih jauh Hurlock juga memaparkan bahwa keberhasilan emosi yang memenuhi kebutuhan anak mempengaruhi variasi pola emosi. Jika ledakan amarah berhasil memenuhi kebutuhan anak akan perhatian dan memberikan apa yang mereka inginkan, mereka tidak hanya akan terus menggunakan perilaku tersebut untuk mencapai tujuan, tetapi juga akan menambah intensitas ledakan amarah, sehingga penilaian mereka terhadap ledakan amarah akan meningkat sebagai cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

E.B.Hurlock (1978:242) menyatakan bahwa dampak emosional yang meninggi pada anak jauh lebih sering bercirikan emosi yang tidak menyenangkan dari pada emosi yang menyenangkan. Dampak emosionalitas yang meninggi kebanyakan berhubungan dengan dampak umum emosi terhadap penyesuaian. Ada beberapa dampak umum dari emosionalitas yang meninggi, yaitu :

a. Keadaan emosi yang kuat, sering atau menetap menggoncangkan keseimbangan tubuh dan mencegah berfungsinya tubuh secara normal.

b. Apabila keseimbangan tubuh terguncang emosi, perilaku anak menjadi kurang teratur dibandingkan dengan dalam keadaan normal, dan lebih menyerupai perilaku anak yang lebih muda.

(4)

d. Nilai sekolah juga tampak dipengaruhi oleh ketegangan emosional. Kesulitan membaca merupakan kesulitan yang umum pada anak-anak yang emosionalitasnya sedang meninggi.

e. Emosionalitas yang meninggi mempengaruhi penyesuaian anak secara langsung karena orang lain menilai anak atas dasar perilaku mereka. Emosionalitas yang meninggi mempengaruhi penyesuaian anak secara tidak langsung karena penilaian sosial yang diterima anak mempengaruhi sikap dan perlakuan anak terhadap orang lain.

f. Karena penyesuaian sosial berkaitan erat dengan konsep-diri anak, emosionalitas yang meninggi menimbulkan dampak yang merugikan bagi perkembangan pribadi.

1. Temper Tantrum

Eileen Hayes (2003: 12-13) menyatakan bahwa temper tantrum disebut juga ledakan amarah, dan ledakan itu dapat terjadi pada semua tahapan usia. Namun, banyak orang memikirkan tentang sifat buruk anak kecil yang meledak-ledak ketika membicarakan tantrum.

Menurut kamus lengkap psikologi tantrum adalah suatu ledakan emosi kuat sekali, disertai rasa marah, serangan agresif, menangis, menjerit-jerit, menghentak-hentakkan kaki dan tangan pada lantai atau tanah (Chaplin, 2002:502).

(5)

sadarkan diri, tetapi refleks alami akan menjamin ia bernafas lagi sebelum bahaya muncul (Hayes, 2003:14).

Secara umum tantrum merupakan ungkapan dari rasa kehilangan kendali. Tantrum juga merupakan respon rumit terhadap perasaan putus asa, tak berdaya, dan amarah yang terjadi karena tidak ada cara untuk mengatasi perasaan tersebut.

Menurut Henriani dalam seminar “ Mengatasi anak pemarah dan sulit diatur temper tantrum”, temper tantrum adalah segala bentuk perilaku rewel seperti menjerit-jerit, memukul-mukul tembok, atau dirinya sendiri, menghempaskan kaki ke lantai, menangis histeris, termasuk tidak mau makan. Biasanya berlangsung 30 detik sampai 2 menit. Faktor penyebabnya adalah usia, temperamen, rasa lelah atau lapar, cari perhatian dan stress (suara Merdeka, 12 Oktober 2004).

Dari pengertian temper tantrum yang telah dikemukakan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa temper tanrum adalah sebuah luapan emosi sangat kuat yang disertai kemarahan dari seorang anak karena, rasa lelah atau lapar, cari perhatian yang dinyatakan dengan menjerit-jerit, biasanya memukul baik diri sendiri maupun orang lain, menggigit, berteriak-teriak, menghempas-hempaskan kaki dan lain-lain, biasanya terjadi kurang lebih 2-15 menit dan terjadi 3 kali atau lebih jika tantrum sudah parah. Terjadi pada usia 1-6 tahun

1.1 Jenis Tantrum

Michael Potegal (dalam Hayes,2003:12) memaparkan bahwa ada dua jenis tanrum yang berbeda dengan ledakan emosional dan tingkah laku yang berbeda sebagai berikut :

(6)

b. Tantrum kesedihan (distress tantrum) dengan ciri-ciri menangis terisak-isak, membantingkan diri, dan berlari menjauh. Anak yang masih kecil sering mengungkapkan kesedihan atau kehilangan dengan tantrum.

Sedangkan menurut Kidsource.com (dalam Hildayani,2008) ada 3 jenis tamtrum yaitu:

a. Manipulative tantrum

Manipulative tantrum terjadi ketika seseorang anak tidak memperoleh apa yang diinginkan. Perilaku ini akan berhenti saat keinginan anak dituruti.

b. Verbal Frustration Tantrum

Tantrum jenis ini terjadi ketika anak tahu apa yang ia inginkan tetapi tidak tahu bagaimana cara menyampaikan keinginannya denagan jelas. Pada kejadian ini anak akan mengalami frustasi. Tantrum jenis ini akan menghilang sejalan dengan peningkatan kemampuan komunikasi anak, dimana anak semakin mampu untuk menjelaskan kesulitan yang dialaminya.

c. Temperamental Tantrum

Temperamental tantrum terjadi ketika tingkat frustasi anak mencapai tahap yang sangat tinggi, dan anak menjadi sangat tidak terkontrol, sangat emosional. Anak akan merasa sangat lelah dan sangat kecewa. Pada tantrum jenis ini anak sulit untuk berkonsentrasi dan mendapatkan kontrol terhadap dirinya sendiri. Anak tampak bingung dan mengalami disorientasi. Walaupun mereka tidak meminta tolong, tetapi sesungguhnya mereka sangat membutuhkannya.

1.2. Faktor – Faktor Penyebab Perilaku Tantrum

(7)

a. Mencari perhatian

Pada awalnya seorang anak tidak melakukan tantrum hanya untuk mencari perhatian dan jarang dilakukan untuk menipu orangua.

b. Menginginkan sesuatu yang tidak bisa dimilikinya

Anak dengan keinginan lebih kuat sering menunjukkan bentuk ekstrem dan tingkah laku normal, yaitu lebih keras kepala, lebih banyak menangis dan lebih banyak tantrum. Belajar menunggu hal-hal yang ia inginkan atau menerima bahwa ia tidak bisa memiliki segala sesuatu yang dia inginkan membutuhkan waktu yang lama.

c. Frustasi dari dalam

Ketidaksadaran yang timbul bersama kemampuannya yang terbatas untuk melakukan hal-hal yang sedang dicoba atau tidak mampu mengungkapkan keinginannya dengan utuh karena kurangnya keterampilan berbahasa dapat memicu timbulnya tantrum.

d. Kelebihan muatan emosional

Seorang anak kecil pasti akan merasa kelebihan muatan emosional karena seluruh sensasi dan emosi baru yang dialami.

e. Cemburu

(8)

f. Kelelahan dan kelaparan

Biasanya terjadi ketika sedang jalan-jalan, pesta ulang tahun karena perubahan rutinitas dan temperatur emosi yang meningkat dan bisa memicu timbulnya tantrum.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tantrum (Afifah dalam ://www.afifahzamruddaren.multiply.com.htm), sebagai berikut:

1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu

Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara tantrum untuk menekan orang tua agar mendapatkan apa yang ia inginkan.

2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri

Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, mengerti apa yang diinginkannya. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustasi dan terungkap dalam bentuk tantrum.

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan

Anak yang aktif membutuhkan ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Contohnya: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya.

4. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit.

(9)

5. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak aman (insecure).

1.3. Bentuk Perilaku Tantrum

Temper Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Dibawah ini adalah contoh perilaku temper tantrum, menurut usia :

a. Dibawah 3 tahun : Menangis, menggigit, memukul, menendang, menjerit-jerit dan memekik-mekik, melengkungkan punggung, melemparkan badan ke lantai, memukul-mukulkan tangan, menahan nafas, membentur-benturkan kepala, dan melempar-lempar barang.

b. Usia 3-4 tahun : Semua perilaku di poin a, menghentak-hentakkan kaki, berteriak-teriak, meninju, membanting pintu, mengkritik, merengek.

c. Usia 5 tahun keatas : Perilaku tersebut pada dua kategori di atas, memaki, menyumpah, mengkritik diri sendiri, memecahkan barang dengan sengaja, mengancam. (http://www.e-psikologi.com/anak/290402.htm, 14 september 2006)

1.4. Proses Terjadinya Tantrum

Ketika anak sudah semakin besar, tahapan amukan menjadi bertambah. Pada usia yang semakin besar tahapan amukan terdiri dari beberapa tahapan dan berlangsung lebih lama (Hames,2003: 16), tahapannya antara lain:

a. Tahap pra drama, Pada tahap ini anak rewel, mengomel sehingga mendorong perkelahian.

(10)

c. Tahap menjatuhkan diri ke lantai, punggung merentang ke belakang, kaki menendang. Beberapa anak membentur-benturkan kepalanya ke lantai atau dinding sehingga menimbulkan lebam dan beberapa anak menggigit lengannya sampai berdarah.

d. Tahap sedih dan menyesal

Pada tahap ini jeritan berubah menjadi rengekan dan isakan. Anak mulai menyadari bahwa perilakunya menjengkelkan.

1.5. Penanganan Pada Anak Temper Tantrum.

Menurut Dr. Kesster (dalam Chairani,2003) (dalam Hildayani,2008) “Ketika usia anak 4-5 tahun, orang tua benar-benar diuji niatnya untuk menangani rasa marah (yang ditunjuk anak) itu.” Hal ini karena anak-anak diusia 3 tahun sesungguhnya telah mengalami bahasa komunikasi sehingga seharusnya mereka telah mampu mengungkapkan keinginannya dan tidak lagi menunjukkan perilaku tantrum.

Beberapa cara penanganan dalam mengahadapi anak yang temper tantrum yang terjadi pada anak usia prasekolah adalah sebagai berikut:

(11)

Bila anak menunjukkan verbal frustration sebagai guru TK hendaknya jangan membiarkan atau mengacuhkan anak tersebut serta jangan membiarkannya, bantulah anak itu untuk memecahkan masalah tersebut. Apabila anak kesulitan dalam melakukan sesuatu tetapi tidak dapat mengungkapkannya anak tersebut harus dibantu untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut. Apabila anak tidak dapat mengungkapkan dorong anak untuk mengungkapkan dengan bahasanya sendiri dan guru dapat mengartikan perasaan dan keinginan anak melalui kata-kata lembut, agar anak merasakan bahwa guru merasaka dan memahami apa yang mereka inginkan.

Bila anak menunjukkan temperamental tantrum seorang guru hendaknya jangan mengacuhkan karena hal ini tidak dapat menyelesaikan masalah. Guru harus dapat membedakan antara mengontrol kemarahan yang dialami oleh anak dalam menginginkan sesuatu atau kemarahan sebagai rasa frustasi yang menunjukan ekspresi kesalahan dalam mengerjakan tugas-tugas yang dibebankan padanya. Adakalanya guru membutuhkan bantuan seoranr ahli dalam menangani masalah yang dihadapi anak tersebut.

2. Mencoba mencatat tentang hal-hal yang dapat menyebabkan anak berlaku temper tantrum.

Seorang guru harus memahami penyebab yang terjadi pada anak mungkin saja pada saat itu anak merasa lapar, terlalu lelah, dan terlalu terstimulasi, sehingga harus berhati-hati untuk menghindari diri dari kondisi tersebut.

3. Mencoba untuk mengendalikan diri

Guru dalam menghadapi perilaku tantru anak jangan lepas kontrol, karena mereka akan jadi bertingkah. Kendalikan diri dan minta maaf pada anak ini akan membuat emosi anak terkendali. Hampiri anak dengan tenang sambil tersenyum dan perhatikan bahwa guru tetap menghargai anak.

(12)

anak tidak mengamuk atau marah-marah, tentunya guru harus konsisten.

4. Jangan berargumentasi atau mencoba menjelaskan tindakan anda kepada anak pra sekolah yang sedang tantrum.

Perilaku anak tantrum ini tidak akan mengerti/mendengar apa yang dikatakan oleh guru atau orang tua, bahkan mereka tidak akan menghentikan teriakannya meskipun guru menjelaskan apapun pada anak tersebut.

5. Jangan memberikan reward terhadap perilaku tantrum.

Seorang guru jangan mudah terpengaruh oleh tantrum meskipun bersalah, guru/orang tua harus bisa berkata tidak, walaupun anak segera menunjukkan perilaku tantrumnya karena ini merupakan awal penghentian disiplin anak. Sebagai guru harus dapat mengajarkan kepada anak cara mengendalikan diri meskipun dirumah anak selalu dituruiti oleh orang tuanya.

2.. Anak Usia Prasekolah

Yang dimaksud dengan anak prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 5 tahun. Belum waktunya masuk sekolah tetapi sedang dalam masa peka untuk belajar.

Hurlock (1978) dalam bukunya menjelaskan bahwa ukuran usia pra sekolah disebut juga sebagai masa keemasan (the golden age). Diusia ini anak mengalami banyak perubahan baik fisik maupun mental, dengan karakteristik sebagai berikut:

(13)

2. Munculnya egosentris, di usia ini anak berfikir bahwa segala yang ada dan tersedia adalah untuk dirinya, semua yang ada adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Kuatnya egosentris ini mempengaruhi perilaku anak dalam bermain, saat bermain anak enggan meminjamkan mainannya pada anak lain juga menolak mengembalikan mainan yang dipinjamnya. Maka wajar apabila sering terjadi konflik pada situasi seperti ini.

3. Rasa ingin tahu yang tinggi, rasa ingin tahunya meliputi segala hal termasuk seksual sehingga ia selalu bereksplorasi dalam apapun dan dimanapun.

4. Imajinasi yang tinggi, imajinasi pada usia ini sangat mendominasi setiap perilakunya, sehingga anak sulit membedakan mana khayalan dan mana kenyataan.

5. Belajar menimbang rasa, di usia 4 tahun minat terhadap teman-temannya mulai berkembang, anak mulai bisa terlibat dalam permainan kelompok bersama teman-temannya walaupun sering terjadi pertengkaran. Hal ini karena ia masih memikirkan dirinya sendiri.

6. Munculnya kontrol internal, biasanya muncul di akhir masa usia presekolah, perasaan malu mulai muncul dan ia akan merasa malu dan bersalah jika ia melakukan perbuatan yang salah.

7. Belajar dari lingkungannya, anak mulai meniru apa yang sering dilihatnya ia belajar mengidentifikasi dirinya dengan model yang dilihatnya di tv dan ia pun akan bercita-cita sama seperti profesi orangtuanya.

(14)

9. Berkembangnya kemampuan berbahasa, dibanding masa sebelumnya anak sudah dapat diajak berkomunikasi. Ia bisa mengungkapkan keinginannya dengan bahasa verbal, namun kadang-kadang anak suka bereksperimen dengan mengatakan kata-kata kotor atau yang mengejutkan orang tuanya.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang bentuk dan penyebab temper tantrum pada anak usia prasekolah agar dapat diambil langkah-langkah penanganan yang lebih baik. Selain itu juga agar dapat membantu orang tua dalam menerapkan pola pengasuhan yang positif.

2.. Manfaat Penelitian

a. Secara Teoritis

penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran yang dapat memperkaya ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan dan psikologi perkembangan.

b. Secara Praktis

(15)

C. Rencana Penelitian

1. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan studi kasus ini adalah sebagai berikut: Observasi, daftar checklist, wawancara, dan analisis dokumen.

2. Metode analisis data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisa deskriptif, yaitu teknik analisa dengan menggambarkan, memaparkan, dan menjelaskan data-data yang diperoleh. Peneliti berusaha menggambarkan variabel-variabel penelitian tanpa melakukan penarikan kesimpulan lebih jauh. Prosedur ini memiliki kegunaan pokok membantu peneliti menetapkan seberapa jauh ia dapat menyimpulkan gejala yang diamati dalam suatu kelompok secara keseluruhan dan memungkinkan peneliti melukiskan serta menerangkan pengamatan yang telah dilakukan.

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2003: 103) mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis tersebut. Tahap terakhir dari analisis data adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data.

(16)

3. Keabsahan data

(17)

i SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Psikologi strata sati (S1) Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah

Malang

Oleh :

MELATI

NIM : 09.810.295

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(18)

iii

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji Tanggal 5 Januari 2011

Dewan Penguji

Ketua Penguji : M. Salis Yuniardi, M.Psi ______________

Anggota : 1. Siti Suminarti F, Dra, M.Si ______________ 2. Adib Asrori, M.Psi ______________

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(19)

ii

1. Judul Skripsi : Temper Tantrum Anak Usia Prasekolah (Studi Kasus di TK. Putera I Banjarbaru) 2. Nama Peneliti : Melati

3. NIM : 09. 810.295

4. Fakultas : PSIKOLOGI

5. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah malang 6. Waktu Penelitian : Desember 2010

Malang, 17 Februari 2011

Dosen Pembimbing I Pembimbing Lapangan

(20)

iv

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Melati

NIM : 09.810.295

Fakultas/Jurusan : Psikologi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG Menyatakan bahwa skripsi/Karya Ilmiah :

Judul :

Temper Tantrum Anak Usia Prasekolah (Studi Kasusu Di TK. Putera I Banjarbaru)

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali penulisan dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan Karya Ilmiah/Skripsi dari penelitian saya merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapatkan sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 18 Juli 2011

Ketua Program Studi Yang Menyatakan

(21)

v

Puji syukur kehadirat Allah SWT serta salam sejahtera bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena hanya atas berkat, rahmat dan taufik serta hidayahNya sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan mungkin terselesaikan tanpa bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. Tulus Winarsunu, M.Si, selaku Dekan fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Bapak M. Salis Y, M.Si, selaku dosen pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan meluangkan waktunya serta senantiasa sabar dalam membimbing dan selalu memberikan motivasi pada penulis.

3. Ibu Masrufah selaku Kepala sekolah sekaligus pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan masukan dan meluangkan waktunya serta senantiasa sabar dalam membimbing dan selalu memberikan motivasi pada penulis.

4. Para Guru dan murid – murid TK. Putera I Banjarbaru yang telah banyak memberi dukungan.

5. Orangtuaku, Mam dan Boski atas cinta, kasih, perhatian, doa, pengorbanan, perjuangan, nasehat, support, kesabaran dan keikhlasan yang diberikan hingga telah mengantarkanku meraih keberhasilan.

6. Buat Kakah dan Nenek Iyo. Terimakasih atas waktu, semangat, do’a, perhatian dan pengorbanannya.

(22)

vi

ini, temrimakasih buat keceriaan yang tak mungkin aku lupakan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritikan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis memanjatkan do’a semoga amal soleh semua pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini diberikan balasan oleh Allah STW. Amien.

Malang, Februari 2011

Penulis

Melati

(23)

viii

LEMBAR JUDUL…... ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... . ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN... . iv

KATA PENGANTAR... v

ABSTRAKSI ... vii

DAFTAR ISI………… ... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah… ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 14

C. Rencana Penelitian ... 15

1. Metode Pengumpulan Data ... 15

2. Metode Analisis Data ... 15

3. Keabsahan Data... 16

BAB II. PENGUMPULAN DATA A. Prosedur Pengumpulan Data ... 17

B. Derkripsi Data... ... 18

C. Analisis Data... ... 22

D. Pembahasan... ... 24

BAB III. PENUTUP A. Kesimpulan... ... 27

B. Saran... ... 27

DAFTAR PUSTAKA... ix

(24)
(25)

x

LAMPIRAN 1 : SURAT KETERANGAN MAGANG

LAMPIRAN 2 : FORM PENILAIAN SKRIPSI MAGANG

LAMPIRAN 3 : JURNAL KEGIATAN MAGANG

LAMPIRAN 4 : PANDUAN WAWANCARA

(26)

ix

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM.Press.

Chaplin. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Charles E. Schaefer,Ph.D and Howard L. Millman._____. How To Help Children

With Common Problems. New York. Van Nostrand Reinhold Company. Hayes, Eileen. 2003. Tantrum. Jakarta : Erlangga

Hames P. 2003. Mengatasi Anak Yang Suka Ngamuk. Jakarta : Gramedia. Hurlock, E.B. 2000. Psikologi Perkembangan “ Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan”Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.

Kristal, Jan. 2005. The Temperament Perspective. California : Dominican University Of California.

Moleong, L. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya. Mollie & Russell C. Smart. 1987. Preschool Children Development And

Relationships 2nd Edition. New York : Macmillan Publishing. Co. Inc. Tamsin, M.R. 2002. “Tantrum” (online) http/ www.

Referensi

Dokumen terkait

Taman kanak-kanak merupakan sebuah tempat pembelajaran dengan peran aktif dari guru untuk memberikan pelajaran harus disertai rasa nyaman dan senang, dengan begitu

Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penguasaan bahasa: (1) faktor yang berasal dari diri sendiri, (2) faktor dari keluarga, orang tua biasanya lebih cenderung

Berdasarkan hasil pengamatan penulis dan didukung oleh hasil diskusi dengan guru lain, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa penyediaan kartu angka akan sangat membantu anak-anak

Pendidikan Emotional Quotient pada anak usia pra-sekolah, khususnya di Taman kanak-kanak sangat penting, karena pada tahap-tahap inilah anak masih rendah tingkat pengenalan

Anak-anak membutuhkan banyak pengalaman awal ketika memegang buku sebelum anak tersebut dapat membaca sendiri. Kegiatan ini adalah kegiatan yang sangat penting bagi

Kemudian SH yang masih sagat muda dalam usia 11 tahun juga terdampak sebuah perkawinan yang disebabkan adat keluarg yang sangat kuat, keluarga yang memiliki pandangan agar anaknya tidak