• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Amnion Liofilisasi Steril Sebagai Scaffold Dalam Tatalaksana Fraktur Dengan Defek tulang: Sebuah Studi Eksperimental Pada Tikus Putih Sprague Dawley (Rattus Novergicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Amnion Liofilisasi Steril Sebagai Scaffold Dalam Tatalaksana Fraktur Dengan Defek tulang: Sebuah Studi Eksperimental Pada Tikus Putih Sprague Dawley (Rattus Novergicus)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Peranan Amnion Liofilisasi Steril Sebagai Scaffold

Dalam Tatalaksana Fraktur Dengan Defek tulang:

Sebuah Studi Eksperimental Pada Tikus Putih

Sprague Dawley (Rattus Novergicus)

dr. Iman Dwi Winanto, SpOT

NIP. 198302092008011008

DEPARTEMEN ILMU BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas izinNyalah tulisan yang berjudul Peranan Amnion Liofilisasi Steril sebagai Scaffold dalam Tatalaksana Fraktur dengan Defek Tulang : Sebuah Uji Eksperimental Pada Tikus Putih Sprague Dawley

(Rattus Norvegicus) dapat saya selesaikan. Tulisan karya ilmiah ini merupakan karya ilmiah akhir saya dalam menyelesaikan pendidikan di Program Pendidikan Dokter Spesialis I Program Studi Ilmu Bedah Orthopaedi dan Traumatologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kepada DR,Dr. Achmad Fauzi Kamal, SpOT ; Dr.Yogi Prabowo, SpOT ; Dr. Ahmad Aulia, PhD dan dr.Marcel Prasetyo, SpRad selaku pembimbing penulisan karya ilmiah ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan, saran dan pengarahan yang telah membuka wawasan saya dan memacu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih pula kepada Dr. M Sopiyudin Dahlan, MEpid. selaku pembimbing statistik penulisan karya akhir ini.

Berkat kesempatan yang diberikan , bimbingan, dorongan, kerjasama dan pengorbanan dari berbagai pihak sampailah saya pada tahap akhir pendidikan, maka perkenankanlah :

Kepada Dr. Bambang Gunawan, SpOT sebagai Kepala Divisi Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/ RSUPNCM; saya haturkan terima kasih yang setinggi-tingginya atas segala nasehat dan bimbingannya selama saya dalam pendidikan.

Kepada Almarhum Prof. Dr. H Soelarto Reksoprodjo, SpB, SpOT, Almarhum Prof. Dr. H Chehab Rukmi Hilmy, SpB, SpOT, dan Almarhum Prof. Dr. H Subroto Sapardan, SpB, SpOT sebagai pendahulu di BidangOrthopaedi, jasa beliau tak akan pernah terlupakan.

(3)

Kepada Dr. S Dohar L Tobing, SpOT; Dr. Syaiful Anwar Hadi, SpOT; DR. Dr. Andri Lubis, SpOT; DR. Dr. Ismail, SpOT; Dr. Ariyadi K, SpOT; Dr. A Fauzi Kamal, SpOT; Dr. Wahyu Widodo, SpOT; Dr. Yogi Prabowo, SpOT dan Dr.Ihsan Oesman, SpOT sebagai staf pengajar dan pendidik Divisi Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/ RSUPNCM, saya ucapkan terima kasih setinggi-tingginya atas bimbingan dan dorongan kepada saya selama mengikuti pendidikan.

Kepada DR.Dr. H Luthfi Gatam, SpOT, Kepala SMF Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Fatmawati; Dr. H Bambang Nugroho, SpOT; Dr. H Sofyanudin, SpOT; DR.Dr. Lukman Syebubakar, SpOT; Dr. Agung,SpOT, Dr. Ludwig Andribert P Pontoh, SpOT; Dr. Didik L, SpOT; Dr. Fachrizal, SpOT; Dr. Faisal Miraj, SpOT; Dr. Jamot Silitonga, SpOT, Dr. Iman W Aminata, SpOT dan Dr. Dimas Budiono, SpOT, staf SMF Orthopaedi dan Traumatologi RSUP Fatmawati, saya ucapkan terima kasih dan hormat sedalam-dalamnya atas bimbingan dan dorongan kepada saya selama mengikuti pendidikan.

Terima kasih dan hormat saya setulusnya kepada Prof. DR. Dr. I K Siki Kawiyana, Sp.B., Sp.OT; Prof. DR. Dr. Putu Astawa, SpOT; Dr. Ketut Mulyadi Ridia, SpOT; Dr. Wayan Suryanto Dusak, SpOT; Dr. Ketut Suyasa, SpB, SpOT; Dr. Bramantya Karna, SpOT; Dr. Wien, SpOT; Dr. Cok Dharmayuda, SpOT; Dr. I.G.Lanang Artha Wiguna, SpOT dan Dr. I Gd Eka Wiratnaya, SpOT staf Divisi Orthopaedi dan Traumatologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar; Dr Gde Sanjaya, SpOT, sebagai Direktur RSUD Dr. Sudarso Pontianak; Dr. Arsanto T, SpOT dan Dr. M.Nagieb, SpOT sebagai staf Bedah Orthopaedi dan Traumatologi RSUD Koja; Dr. Romaniyanto, SpOT dan Dr. Sholahudin Rhatomi, SpOT, staf Subbagian Orthopaedi dan Traumatologi RSUP DR Soeradji Tirtonegoro Klaten; Dr. Syafik Basalamah,SpOT, selaku Direktur RS Siaga Medika, Banyumas; Dr. Yvone Bintaryo, SpOT di RSUD Kabupaten Jombang; Dr. Iman Solichin, SpOT , Dr. Aris, SpOT dan Dr. Surya Rinartha, SpOT selaku Direktur dan Staf RS Orthopaedi Purwokerto ; dr. Jursal Harun, Sp.OT(K)Spine, Koordinator Sub SMF Bedah Orthopaedi dan Traumatologi RSPAD Gatot Soebroto, beserta staf : dr. Djamaluddin W,Sp.OT, dr.Muljana H.Sp.OT, dr.Prihardadi Sp.OT, dr.Daradjatun M, Sp.OT, dr.Robert

M.Hutauruk,Sp.OT,MM,FICS, dr.AB. Mulyanto, Sp.OT, dr.Bobby N.Sp.OT, dr.Edly W,Sp.OT, dr.

H. Satria, Sp.OT, dr.AJ Didiy, SpOT, dr.IGM Febry, SpOT, dr.AH Drakel, Sp.OT ; Kepada

Direktur YPAC Jakarta beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas serta pengetahuan yang baik selama pendidikan, saya ucapkan terima kasih.

(4)

terima kasih atas bantuan menyediakan sarana dan fasilitas dalam penyelesaian karya ilmiah akhir saya.

Kepada Kepala Bagian Radiologi FKUI RSCM, residen, berserta seluruh staf Radiologi FKUI, saya ucapkan banyak terima kasih atas bantuan menyediakan sarana dan fasilitas dalam penyelesaian karya ilmiah akhir saya.

Terima kasih kepada Ibu Dra. Hj Sri Sapariati, Sdri. Sri Mulyati, Sdri. Ir. Retno Mustiko Nowoyanti, Sdri. Wiwit Setianingsih, ST, Sekretaris di TU Divisi Orthopaedi dan Traumatologi FKUI/ RSUPNCM, atas bantuan dan kerjasamanya selama saya mengikuti pendidikan.

Terimakasih kepada dr.Didi Hertanto SpB, dr.Anggaaditya Putra, dr.Yoshi Pratama Djaya, dr.Demy Faheem Dasril, dr.Hendra Maska, dr.Adrian Situmeang, dan dr.Suryadi Wirawan, yang telah membantu selama proses penelitian

Kepada seluruh pimpinan, staf administrasi dan staf paramedik di lingkungan poliklinik, ruang perawatan, instalasi rawat darurat dan instalasi bedah sentral RSUPNCM dan RSUP Fatmawati saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama saya mengikuti pendidikan. Kepada seluruh pasien yang pernah saya jumpai dan dalam tugas saya merawat, saya ucapkan terima kasih dan penghormatan setinggi-tingginya atas kesediannya ikut serta dalam menunjang proses pendidikan.

Kepada orang tua yang telah membesarkan dan menginspirasi saya, Prof, DR, Ir. Roesyanto, MscE ; Prof, DR, Dr. Irma Damayanti, Sp KK (K) ; Almarhum bpk Ali Dulam ; Ibu Ethika Ashari saya ucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya. Terimakasih kepada Istri yang telah mendukung saya dr. Oliviti SpKK yang tercinta ; Kakak dan adik saya dr .Dianing Amalia ; Uke Setiadi Rakhman, SE ; Indah Arifiyanti, SE. ; Angga Dulam dan Agung Dulam, saya ucapkan terima kasih atas pengertian, kesabaran, doa, bantuan, dukungan dan pengorbanan selama saya menempuh pendidikan.

(5)

Jakarta,

(6)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tantangan besar dalam tatalaksana fraktur adalah rekonstruksi fraktur dengan defek tulang yang luas, dimana tidak ada lagi komponen osteoinduksi dan osteokonduktif. Beberapa kasus fraktur akan mengalami penyembuhan tulang yang kurang baik yang

akhirnya akan menyebabkan defek ataupun non-union dari fraktur tersebut walaupun

perkembangan teknologi dan kemajuan dalam pembedahan orthopaedi telah meningkatkan hasil akhir dari penyembuhan tulang paska pembedahan saat ini. Di Amerika Serikat, insiden fraktur mencapai 21 per 1000 penduduk setiap

tahunnya..Regenerasi tulang yang baik tidak bisa dicapai pada defek osseous yang luas

tanpa aplikasi dari material osteogenik dan osteoinduktif tulang.1 ,2.

Empat elemen saling melengkapi dalam proses perbaikan tulang : matriks osteokonduktif, sinyal osteoinduktif, osteogenik sel yang mampu merespon sinyal

osteoinduktif, dan suplai darah yang cukup. Dalam penatalaksanaan kasus-kasus non

union dan defek tulang, penggunaan autologous bone-graft memberikan elemen matriks osteokonduktif, faktor osteinduktif, dan sel osteogenik. Akan tetapi penggunaan

autologous bone-graft berkaitan dengan gangguan pada prosedur harvesting, suplai yang terbatas, dan potensial osteoinduktif yang bervariasi dari graft yang bergantung pada tiap penderita.2

Strategi baru berkembang dalam hal permasalahan mengenai perbaikan defek dan non

union pada tulang saat ini. Penggunaan scaffold yang baik untuk tatalaksana fraktur

dengan defek tulang sangatlah penting.. Penanaman sel dari scaffold sangat bergantung

(7)

Salah satu dari biomaterial dalam penggunaan scaffold adalah membran fetal. Membran fetal pertama kali digunakan untuk transplantasi kulit tahun 1910. Kemudian membran

fetal ditemukan berguna untuk penatalaksanaan luka bakar, surgical dressing,

rekonstruksi ronggamulut, kandung kemih, dan vagina. Amniotic membrane (AM)

sebagai suatu membran fetal menjadi penting disebabkan kemampuannya mengurangi

peradangan, meningkatkan penyembuhan luka dan menjadi scaffold untuk proliferasi

sel. ECM dari AM dan komponen-komponennya seperti faktor pertumbuhan, memberi

kesan bahwa AM adalah kandidat yang baik sebagai scaffold untuk tissue engineering.

Sebagai tambahan AM dapat didapatkan, diproses dan ditransportasi dengan mudah. 3

Meskipun AM telah dilaporkan dapat menjadi scaffold yang baik untuk tissue

engineering, penggunaan AM sebagai scaffold untuk penatalaksanaan fraktur dengan defek tulang belum dilaporkan. Oleh Karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut

mengenai potensi dari AM sebagai scaffold untuk penyembuhan fraktur dengan defek

(8)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah efek dan pengaruh implantasi AM,dan kombinasi AM dengan xenograft terhadap penyembuhan fraktur dengan defek tulang? dinilai dari radiologis dan gambaran histologis

1.3. Hipotesis

Terdapat perbedaan bermakna dari gambaran radiologis dan gambaran histologis tulang

antara kelompok kontrol, dengan kelompok implantasi amniotic membrane (AM),

kelompok implantasi xenograft dan kelompok dengan kombinasi implantasi amniotic

membrane (AM) dengan xenograft.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Penelitian bertujuan mengetahui efek implantasi amniotic membrane (AM), dan

kelompok dengan kombinasi implantasi amniotic membrane (AM) dengan xenograft

terhadap penyembuhan fraktur tulang panjang dengan defek tulang pada white rats

sprague dawley (rattus norvegicus).

1.4.2. Tujuan khusus

1. Diketahui efek implantasi amniotic membrane (AM)terhadap gambaran radiologis

pada penyembuhan fraktur tulang panjang dengan defek tulang pada white rats

sprague dawley (rattus norvegicus)

2. Diketahui efek implantasi xenograft terhadap gambaran radiologis pada

penyembuhan fraktur tulang panjang dengan defek tulang pada white rats sprague

dawley (rattus norvegicus)

3. Diketahui efek implantasi kombinasi implantasi amniotic membrane (AM) dengan

xenograft terhadap gambaran radiologis pada penyembuhan fraktur tulang panjang

(9)

4. Diketahui efek implantasi amniotic membrane (AM)terhadap gambaran histologis

pada penyembuhan fraktur tulang panjang dengan defek tulang pada white rats

sprague dawley (rattus norvegicus)

5. Diketahui efek implantasi xenograft terhadap gambaran histologis pada

penyembuhan fraktur tulang panjang dengan defek tulang pada white rats sprague

dawley (rattus norvegicus)

6. Diketahui efek implantasi kombinasi implantasi amniotic membrane (AM) dengan

xenograft terhadap gambaran histologis pada penyembuhan fraktur tulang panjang

dengan defek tulang pada white rats sprague dawley (rattus norvegicus)

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan gambaran efek dari amniotic membrane

(AM) pada penyembuhan fraktur dengan defek tulang.

1.5.2. Metodologis :

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menjadi data dasar terhadap penelitian-penelitian di bidang muskuloskeletal selanjutnya, khususnya penelitian-penelitian yang berhubungan dengan penyembuhan tulang pada fraktur dengan defek.

1.5.3. Klinis :

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Graft tulang

Graft tulang yang ideal harus memiliki empat karakteristik yaitu : osteointegrasi,

scaffold untuk ostekonduksi, growth factor untuk osteoinduksi, dan sumber sel untuk

osteogenesis. hanya autogenous bone graft yang memiliki keempat karakteristik diatas,

dimana allograft tidak memiliki sifat osteogenesis karena tidak memiliki komponen sel hidup, sementara graft tulang sintetik hanya memiliki sifat osetointegrasi dan osteokonduksi. 4,5

2.1.1. Autogenous Bone Graft

Dikenal juga dengan sebutan autograft. Merupakan standart baku emas dalam penanganan defek tulang. Graft diambil dari tulang penderita yang sama. Autograft mengandung osteoblas, sel endosteal osteoprogenitor yang dapat mensintesis tulang baru, dan matriks struktural sebagai scaffold. Keuntungan dari autograft adalah tidak adanya resiko penolakan dari graft dikarenakan graft berasal dari penderita sendiri. Kekurangan dari autograft adalah terbatasnya persediaan sehingga autograf mempunyai keterbatasan dalam menangani defek tulang yang luas, komplikasi seperti nyeri kronik di tempat pengambilan graf, infeksi, kelainan kosmetik, dan perdarahan dapat terjadi.

Komplikasi tersebut diatas terjadi dalam 10-35% penderita. Fusion rate pada autograft

tidak selalu 100%, oleh sebab itu ilmu tentang graft tulang terus berkembang. Kekurangan autograf yang lain adalah terbatasnya persediaan sehingga autograf

(11)

2.1.2. Allograft

Allograft merupakan graft tulang yang diperoleh dari kadaver atau donor dari individu yang berbeda, namun masih tergolong spesies yang sama. Allograft bersifat osteokonduktif dan memiliki kelebihan antara lain tidak adanya luka tambahan pada penderita dan ketersediaan jaringan yang cukup banyak sehingga dapat menangani defek tulang yang luas. komplikasi dari allograft seperti non union, infeksi , resiko transmisi penyakit, dan fraktur ulang.5,6,7

2.1.3 Xenograft

Xenograft merupakan graft tulang yang diambil dari spesies yang berbeda namun masih dalam satu genus atau famili. Keuntungan utama dari penggunaan xenograft adalah persediaan yang banyak. Permasalahan xenograft meliputi risiko transmisi penyakit dan

masalah imunologis. Xenograft yang sering dipakai berasal dari sapi (morcalized

bovine) dan babi (porcine).8

2.1.4. Buatan (scaffold)

Suatu scaffold yang ideal harus memiliki biokompatibilitas yang baik, reaksi fibrotik yang minimal, ukuran pori-pori yang cukup, dapat menyokong formasi tulang baru, biodegradibilitas yang terkontrol, dan kekuatan yang mirip dengan tulang kortikal atau cancellous yang digantikan.11,14 Scaffold merupakan suatu materi buatan yang dapat diimplantasikan oleh biofaktor seperti sel, gen atau protein sehingga dapat meregenerasi

tulang.3 Fungsi dari scaffold meliputi 1) sebagai kerangka anatomi untuk

mempertahankan dan pertumbuhan rekayasa jaringan ; 2) mempertahankan gaya beban pada defek tulang yang ada ; dan 3) merangsang kemampuan regenerasi dari biofaktor ; 4) menyediakan permukaan untuk perlekatan, migrasi, proliferasi dan diferensiasi dari sel.9,10

Beberapa substansi pada graft tulang sintetik antara lain, Bioactiveglass, Glass ionomer,

Aluminium oxide, Calcium sulfate, Calcium phosphate, Beta tricalcium phosphate, synthetic hydroxyapatite, corraline hydroxyapatite, calcium phosphate cement.

Perbedaan antara scaffold yang ada dapat ditinjau dari materi pembentuk, arsitektur tiga

(12)

karakteristik biodegradasinya. Semua hal tersebut menentukan biokompatibilitas

scaffold.11,12

2.2. Membran amniotik (AM)

AM merupakan lapisan paling dalam dari plasenta yang terdiri dari lapisan epitel

tunggal, sebuah membrana basalis yang tebal, dan stroma avaskular. Oleh karena

struktur dan viabilitasnya maka AM dianggap sebagai kandidat yang ideal untuk materi

scaffold. Sel-sel epitelial (AECs) yang berasal dari AM merupakan sumber sel punca

yang baik oleh karena AECs mengekspresikan marker pluripoten dari sel-sel punca,

dapat berdiferensiasi ke dalam ketiga lapisan germinal, tidak bersifat tumorigenik, serta

tidak memerlukan feeder layer pada kulturnya. Sebagai tambahan, AM memiliki efek

biologikal lainnya seperti anti inflamasi, anti mikrobial, anti fibrosis, anti skar, serta

mempunyai imunogenisitas yang rendah.3

2.2.1. Membran amniotik liofilisasi

Pada proses ini, membran yang berasal dari plasenta dibekukan serta dikeringkan pada

suhu -600C dalam vakum (tekanan atmosfer 102) selama 48 jam. Kemudian dilakukan

radiasi dengan 2.5 mega rads (25 K Gray) dalam sebuah batch type cobalt-60

irradiator. Tujuan metode ini ialah agar terjadi sublimasi dari cairan membran ke dalam

bentuk gas tanpa mengalami stadium padat intermediate sehingga membran dapat

mempertahankan ukuran dan bentuk awalnya dengan ruptur sel yang minimal.

Membran liofilisasi dapat digunakan dengan merendamnya dalam larutan saline normal

selama 1 menit.19

2.3. Proses penyembuhan tulang

Proses penyembuhan tulang terdiri dari tiga stadium yang bersifat tumpang tindih yaitu inflamasi, repair tulang, dan remodeling tulang. Stadium inflamasi terjadi segera setelah terjadinya fraktur tulang dan bertahan sampai beberapa hari. Pada saat tulang mengalami fraktur terjadi perdarahan ke dalam area fraktur sehingga menyebabkan terjadinya inflamasi dan pembekuan darah pada tempat terjadinya fraktur. Hal ini

menyebabkan stabilitas struktural awal dan framework untuk memproduksi tulang yang

baru. Repair tulang dimulai pada saat darah beku yang terbentuk oleh karena inflamasi

(13)

kemudian berganti dengan tulang yang lebih keras atau hard callus. Hal ini akan tampak pada x-ray beberapa minggu setelah terjadinya fraktur. Stadium akhir dari penyembuhan tulang adalah remodeling tulang yang berlangsung sampai beberapa bulan bahkan tahun. Pada stadium ini tulang akan terus terbentuk dan menjadi padat, kembali ke bentuk asalnya. Sebagai tambahan, sirkulasi darah pada area ini akan

mengalami perbaikan.20

Penyembuhan tulang merupakan hal yang kompleks. Kecepatan dan keberhasilannya berbeda pada tiap individu. Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan tulang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya; jenis fraktur, usia pasien, penyakit yang mendasari, merokok, obat-obatan dan status nutrisi. Pada umumnya tulang membutuhkan 6-8 minggu untuk mengalami penyembuhan sampai dengan derajat yang

(14)

2.4.2. Kerangka Konsep

Fraktur dengan defek tulang

xenoograft Membran amniotik

Kombinasi

Membran Amniotik

+

xenoograft

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental menggunakan hewan coba.

3.2. Tempat dan waktu penelitian

3.2.1. Tempat penelitian akan dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta

3.2.2. Waktu penelitian pada bulan September 2012 hingga Febuari 2013.

3.3. Sampel dan metode pengambilan sampel

Sampel penelitian akan diambil secara konsekutif dari tikus putih jantan Sprague

dawley yang telah mengalami maturasi skeletal (8-12 minggu) dengan berat antara 150

– 250gr hingga besar sampel tercapai.

3.3.1 Besar sampel

Perkiraan besar sampel ditentukan berdasarkan rumus Federer:

dengan:

n = besar sampel

k= jumlah kelompok perlakuan

Penelitian memerlukan empat kelompok perlakuan sehingga didapatkan:

/kelompok

Bila diantisipasi drop kemungkinan drop out sebesar 10% didapatkan n’ sebesar 7/0.7 =

(16)

3.3.2. Alokasi sampel

Sampel akan dialokasi secara acak ke dalam kelompok kontrol dan perlakuan menggunakan tabel alokasi acak.

3.4. Variabel penelitian

3.4.1. Variabel terikat/dependen

Variabel terikat/dependen penelitian adalah gambaran radiologis penyatuan tulang dan gambaran histologis.

3.4.2. Variabel independen/bebas

Variabel independen/bebas penelitian adalah implantasi amnion liofilisasi steril radiasi,

dan kombinasi implantasi amniotic membrane (AM) dengan autograft

3.5. Definisi operasional

1. Defek tulang dinyatakan sebagai kehilangan tulang sebesar 4mm

2. Xenograf yang dipakai adalah yang berasal dari sapi (morcalized bovine) dari

BATAN.

3. Scaffold dalam rekayasa jaringan adalah struktur buatan yang mampu menyangga pembentukan jaringan, tiga dimensi.

4. Amnion liofilisasi steril radiasi (ALS-steril) adalah membrane amnion (AM) yang

sudah disterilkan dengan cara radiasi.

5. Fiksasi interna adalah fiksasi tulang dengan menggunakan implant kirschner wire

1,0 mm

6. Penyatuan tulang dinyatakan sebagai waktu yang diperlukan mulai dari terjadinya

defek hingga terjadinya penyatuan radiologis, dinyatakan dalam satuan minggu.

7. Penyatuan radiologis dinyatakan sebagai penyatuan tulang dinilai dari gambaran

radiologis, dimana kalus telah diresorbsi dan garis fraktur tidak lagi dapat dibedakan

8. Gambaran histologis dinyatakan sebagai gambaran histologis jaringan yang

(17)

perbesaran 10x dan 40x. Pemeriksaan dilakukan pada daerah 7.5 mm sentral dari

graft.

9. Nilai radiologis: Penyembuhan tulang secara radiologis menurut penelitian Lane

dan Sandhu yang dimodifikasi.

10. Nilai histologis: Penyembuhan fraktur dinilai secara histologis setelah dilakukan

pewarnaan Hematoxilyn Eosin (HE) berdasarkan skoring penyembuhan fraktur

menurut skor modifikasi Salkeld.

3.6. Cara kerja 3.6.1. Alokasi subjek

Hewan coba dialokasikan acak ke dalam empat kelompok perlakuan yaitu kelompok 0 (kontrol), Kelompok 1, kelompok 2 dan kelompok 3

3.6.2. Intervensi

Terhadap setiap kelompok akan dibuat fraktur dengan defek tulang sepanjang 4mm. Defek tulang pada kelompok kontrol tidak di intervensi. Pada kelompok 1, defek tulang diisi dengan amnion liofilisasi steril radiasi (Bank Jaringan Riset Batan,Indonesia). Kelompok 2 defek tulang diisi dengan xenograft. Kelompok 3 mendapatkan kombinasi implantasi amnion liofilisasi steril radiasi dengan xenograft. Setiap kelompok akan mendapat fiksasi interna dengan intramedulari k wire.

3.6.2.1 Tindakan anestesi hewan coba

Setiap hewan coba ditimbang untuk menghitung dosis zat anestesi yang dibutuhkan. Zat anestesi yang digunakan adalah campuran ketamin/xilazine (60-80 mg/kg + 5-10 mg/kg) secara intraperitoneal.

3.6.2.2 Tindakan operasi fraktur dan fiksasi interna

(18)

digergaji menggunakan bone saw dengan konfigurasi garis fraktur transversal pada dua tempat dengan jarak 4mm. Segmen tulang yang dibatasi kedua garis fraktur tersebut dikikir sehingga didapatkan defek tulang sebesar 4mm. Defek tulang diisi menurut

alokasi kelompok. Fiksasi interna dilakukan dengan intramedullary k wire. Jaringan

lunak ditutup lapis demi lapis hingga ke kulit.

3.7. Protokol Penelitian

3.7.1. Preparasi Jaringan

Semua tikus dimatikan pada akhir minggu ketujuh dan masing-masing kruris difiksasi dengan menggunakan larutan formalin 10% selama satu hari. Kemudian dilakukan dekalsifikasi dengan larutan HCl selama satu hari. Proses selanjutnya adalah dehidrasi, sediaan direndam dalam alkohol 70%, 80%, 95% selama masing-masing tiga jam kemudian direndam dalam alkohol absolut (100%) tiga kali masing-masing selama tiga jam. Berikutnya adalah clearing process, sediaan direndam dengan larutan Xylol dua kali, masing-masing selama tiga jam. Langkah selanjutnya infiltration & embedding process, dimana sediaan dimasukkan dalam paraffin cair bersuhu 45°C. Sediaan kemudian didinginkan pada suhu kamar dan setelah keras, dipotong dengan mikrotom

secara longitudinal. Tiap bahan dari blok parafin dibuat 3 slide diwarna dengan

Hematoxylin-Eosin.

3.7.2 Pemeriksaan Histologi

Penilaian inkorporasi autograft dinilai secara histologis setelah dilakukan pewarnaan

Hematoxilyn Eosin (HE) berdasarkan skoring penyembuhan fraktur menurut Salkeld yang dimodifikasi.Dilihat daerah osteotomi proksimal dan distal. Nilai skor histologi

(19)

Tabel 1. Skor histologi Salkeld yang dimodifikasi

Kualitas penyembuhan

Tidak terdapat penyembuhan 0

Penyembuhan dengan fibrous 1

Penyembuhan fibrokartilago atau kartilago < 25% 2

Penyembuhan fibrokartilago atau kartilago 26-50% Penyembuhan fibrokartilago atau kartilago 51-75% Penyembuhan fibrokartilago atau kartilago > 75%

3 4 5 Penyembuhan tulang dengan kartilago termineralisasi 6

Penyembuhan tulang matur 7

Salkeld SL, Patron LP, Barrack RL, Cook SD. J Bone Joint Surg Am 83:2001; (6):803–816

3.7.3 . Pemeriksaan Radiologi

Penilaian inkorporasi graft tulang secara radiologis berdasarkan skor radiologi menurut Lane dan Sandhu.

Tabel 2. Skor Radiologi menurut Lane dan Sandhu yang dimodifikasi??

BONE FORMATION

No evidence of bone formation 0

1 2 3 4 Bone formation occupying 25% of defect

Bone formation occupying 50% of defect Bone formation occupying 75% of defect Bone formation occupying 100% of defect

UNION

No evidence of remodeling 0

1 2 Remodeling of intramedullary canal

Full remodeling of cortex

Maximum score 10

Lane J M, Sandhu H S. Current approaches to experimental bone grafting. Orthop Clin North Am 1987; 18: 213-25.

(20)

3.8. Alur penelitian

3.9. Analisis data

Perbedaan rerata tebal kalus dan gambaran histologis antar kelompok akan diuji dengan menggunakan uji anova satu arah. Perbedaan dinyatakan

signifikan bila p<0.05. Penyatuan tulang diuji dengan uji kesintaan (survival analysis). Analisis data dilakukan dengan menggunakan program STATA versi 10 (StataCorp, Texas, Amerika).

28 tikus putih jantan Sprague dawley yang dewasa

secara skeletal dengan berat antara 300-350gr

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

Fraktur femur dengan defek jaringan sepanjang 4mm

amnion liofilisasi

Fiksasi interna dengan intramedullary k wire

(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara eksperimental pada diáfisis tulang tibia tikus jantan jenis

Sprague Dawley berusia 8-12 minggu dengan berat badan 150-250 gram pada bulan September 2012 sampai Desember 2012. Sebanyak 32 sampel terkumpul secara acak. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing berjumlah 8 ekor tikus sebagai kelompok kontrol (tanpa pengisian defek tulang), 8 ekor tikus sebagai kelompok perlakukan 1 (defek diisi dengan amnion), 8 ekor tikus sebagai kelompok 2 ( defek diisi dengan xenograft) dan 8 ekor tikus lainnya sebagai kelompok 3 (defek diisi dengan kombinasi amion dan xenograft).

Terhadap setiap kelompok akan dibuat fraktur dengan defek tulang sepanjang 4mm.

Defek tulang pada kelompok kontrol tidak di intervensi. Pada kelompok 1, defek tulang diisi dengan amnion liofilisasi steril radiasi (Bank Jaringan Riset Batan,Indonesia).

(22)

Kelompok kontrol AP/L C1

(23)

Kelompok perlakuan satu (defek diisi amnion) A1

A2

(24)

A5

(25)

Kelompok perlakuan dua (defek diisi dengan xenograft) D1

D2

(26)
(27)

Kelompok perlakuan tiga (defek diisi dengan amnion + xenograft) B1

B3

(28)

DAFTAR PUSTAKA

1. Naci K, P. K., Umit C, Necmettin K (2005). "Effect of Human Amniotic Fluid on

Bone Healing." Journal of Surgical Research 129(2): 283-287.S

2. Susan S. Tseng, M., Mark A. Lee, MD, and A. Hari Reddi (2008). "Nonunions and

the Potential of Stem Cells in Fracture-Healing." Journal Of Bone And Joint Surgery 90(1): 92-98.

3. Hassan N, H. P., Masoumeh J, Abolhassan A, Jalal G, Alexander M. (2008).

"Properties Of The Amniotic Membrane For Potential Use In Tissue Engineering." european Cells and Materials 15: 88-99.Jahangir A, Nunley R, Mehta S, Sharan A, Bone-graft substitutes in Orthopaedics surgery, 1995

4. Greenwald A, Boden S, Goldberg V, Yaszemski M,. Heim C, Bone-Graft

Substitutes: Facts, Fictions & Applications, San Fransisco California, 2008

5. Wang C, Bone Graft: New Development, spine universe.com, 2011

6. Perry CR. Bone repair techniques, bone graft, and bone graft substitutes. Clinical Orthopaedics and Related Research 1999;360:71-86

7. Laurencin CR, El-Amin SF. Xenotransplantation in orthopaedic surgery. J Am Acad

Orthop Surg 2008;16:4-8

8. Marra KG. Biodegradables polymers and microspheres in tissue engineering. In:

Hollinger JO, Einhorn TA, Doll BA, Sfeir C. Bone tissue engineering. Florida:CRC Press LLC, 2005.149-66

9. Q. Chen, J. A. Roether and A. R. Boccaccini,Tissue engineering scaffolds from Bioactive glass and composite Materials, Tissue Engineering, Vol. 4. Eds. N Ashammakhi, R Reis, & F Chiellini,6, 2008.

10.Moore W, Stephen E, Gravesbain G, Synthetic Bone Graft Substitutes, ANZ J. Surg.

(2001) 71, 354–361

11.Muschler GF, Nakamoto C, Girrfith LG. Engineering principles of clinical cell-based tissue engineering. J Bone Joint Surg Am 2004;86A:1541-58

12.Freshney RI, Stacey GN, Auerbach JM. Culture of human stem cell. New

Jersey:John Wiley and Sons, 2007.

13.Connel VO. Stem cell in clinical update. Aust Fam Physician 2006

Sep;35(9):719-21

14.Firzani, P. (2004) Potensi Transplantasi Sel Induk.

15.Dasgupta A,Stem Cell Research, 2007

16.Bongso A, Lee E, Stem Cells: Their Definition,Classification and Sources, World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd.

17.Crha M, Necas A, Smec R, Janovec J, Stehlik L, Rauser P, et al. Mesenchymal stem

cells in bone tissue regeneration and application to bone healing. Acta Vet Brno 2009;78:635-42

18.Ganatra M. (2003). "Amniotic Membrane in Surgery." 53(1): 29-32.

19.Nelson, D. (2000) Fractures in General Page.

http://www.davidlnelson.md/Fractures_in_general.htm

20.Dilogo I. Peran Sel Punca Mesenkimal dalam Tatalaksana dan Rekonstruksi Fraktur

dengan Defek Tulang: Penelitian pada Hewan Coba. Jakarta: Indonesian University of Medicine; 2009

21.Kamal F, Peran Transplantasi Sel Punca Mesenkimal pada Union dan Pengaruhnya

(29)

22.Voggenreiter G, AscherR, Blumel G, Schmit-Neuerburg KP. Extracorporeal irradiation and incorporation of bone graft. Acta Orthop Scand. 1996: 67(6); 583-88.

23.Ozturk A, Yetkin H, Memis L, Cila E, Bolukbasi S, Gemalmaz C. Demineralized

bone matrix and hydroxyapatite/ tri-calcium phosphate mixture for bone healing in

Gambar

Tabel 1. Skor histologi Salkeld yang dimodifikasi
Gambaran radiologis penyatuan tulang  dan gambaran histologis setelah 6 minggu.

Referensi

Dokumen terkait