• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Jamur Pelarut Fospat dan Pupuk Fospat Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Kentang Pada Andisol Terdampak Erupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penggunaan Jamur Pelarut Fospat dan Pupuk Fospat Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Kentang Pada Andisol Terdampak Erupsi"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN JAMUR PELARUT FOSPAT DAN PUPUK FOSPAT UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN DAN SERAPAN P TANAMAN

KENTANG PADA ANDISOL TERDAMPAK ERUPSI

SKRIPSI

DILY PRATIKTO SUANDI 100301232

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015

(2)

PENGGUNAAN JAMUR PELARUT FOSPAT DAN PUPUK FOSPAT UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN DAN SERAPAN P TANAMAN

KENTANG PADA ANDISOL TERDAMPAK ERUPSI

SKRIPSI

DILY PRATIKTO SUANDI 100301232

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : Penggunaan Jamur Pelarut Fospat dan Pupuk Fospat Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Kentang Pada Andisol Terdampak Erupsi

Nama : Dili Pratikto Suandi NIM : 100301232

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Ilmu Tanah

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M. Sc. Mariani, SP, MP Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRACT

Dilly Pratikto Suandi. 2015. Andisol is soil which was contained of high phosphate that is not absorbed by the plant entirely. The attempt of progressing dissolved phosphate underground is by biological to use of fungus. The objective of this research was study of reaction soil and plant of supply and absorbent for progressing as fungus application. The research used randomize block design with three factors and three replication is fungus application (10, 20 and 30 ml), application period (1 and 2 week after planting) and phosphate fertilizer dosages (50, 75 and 100 %). The parameter are microorganism population, pH, P- Total, P- Supply, shoot dry weight and P absorbent in laboratory.

The result showed that fungus application 10 and 30 ml was able to increase soil P Total, soil P- Supplied and shoot dry weight. Interaction of three application showed the highest treatment was J3A2P1.

Keywords: andisol, fungus, application period, phosphate dosage.

(5)

ABSTRAK

Dili Pratikto Suandi. 2015. Andisol merupakan tanah yang memiliki kandungan fosfat yang cukup tinggi namun tidak seluruhnya bisa diserap oleh tanaman. Salah satu upaya untuk meningkatkan fosfat terlarut dalam tanah yaitu secara biologis yang memanfaatkan jamur. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat respon tanah dan tanaman dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P akibat pemberian jamur. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 faktor dan 3 ulangan yaitu faktor jamur (10, 20, 30 ml), waktu aplikasi (1 minggu setelah tumbuh dan 2 minggu setelah tumbuh) dan dosis pupuk fosfat (50, 75, 100%). Parameter yang diukur adalah populasi mikroorganisme, pH, P-total, P-tersedia, berat kering tajuk, dan Serapa P tanah di laboratorium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jamur sebanyak (10 dan 30 ml) mampu meningkatkan P-total tanah, P-tersedia tanah serta berat kering tajuk tanaman. Interaksi antara jamur (30ml), waktu aplikasi 2 minggu setelah tumbuh dan pupuk fosfat (50%) menunjukkan hasil terbaik dalam berat kering tajuk tanaman.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, pada tanggal 19 November 1991 dari Bapak Miswandi dan Ibu Sri Pamuji. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 20009 penulis lulus dari SMA Swasta Panca Budi Medan, Kecamatan Medan Kota dan pada tahun 2010 yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Penulis memilih minat Ilmu Tanah, Program Studi Agroekoteknologi.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Jamur Pelarut Fospat dan Pupuk Fospat Untuk meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Kentang Pada Andisol Terdampak Erupsi”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M. Sc selaku Ketua dan Mariani, SP., MP selaku Anggota yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agroekoteknologi, serta semua rekan

mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2015

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik ... 4

Tanah Andisol ... 5

Mikroba Pelarut Fosfat ... 6

Unsur Hara Fosfat (P) ... 9

Tanaman Kentang ... 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ... 14

Bahan dan Alat ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 16

Parameter Pengamatan ... 17

Populasi Mikroorganisme ... 18

pH H2O Tanah ... 18

P- Total ... 18

P- Tersedia ... 18

Berat Kering Tajuk Tanaman ... 18

Serapan P ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Populasi Mikroorganisme ... 19

pH Tanah ... 21

P- Total ... 22

P- Tersedia ... 23

Berat Kering Tajuk Tanaman ... 23

(9)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 34

Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Populasi mikroorganisme terhadap pemberian jamur, waktu

aplikasi dan dosis pupuk fosfat ... 19

2. pH terhadap pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis

pupuk fosfat ... 21 3. P- Total terhadap pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis

pupuk fosfat ... 22 4. P- Tersedia terhadap pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis

pupuk fosfat ... 24 5. Berak kering tajuk terhadap pemberian jamur, waktu aplikasi

dan dosis pupuk fosfat ... 26 6. Serapan P terhadap pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis

pupuk fosfat ... 29

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Pengamatan Populasi mikroorganisme ... 38

2. Daftar Sidik Ragam Populasi mikroorganisme ... 38

3. Data Pengamatan pH ... 39

4. Daftar Sidik Ragam pH ... 39

5. Data Pengamatan P- Total ... 40

6. Daftar Sidik Ragam P- Total ... 40

7. Data Pengamatan P- Tersedia ... 41

8. Daftar Sidik Ragam P- Tersedia ... 41

9. Data Pengamatan Berat Kering Tajuk ... 42

10. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Tajuk ... 42

17. Data Pengamatan Serapan P ... 43

18. Daftar Sidik Ragam Serapan P ... 43

(12)

ABSTRACT

Dilly Pratikto Suandi. 2015. Andisol is soil which was contained of high phosphate that is not absorbed by the plant entirely. The attempt of progressing dissolved phosphate underground is by biological to use of fungus. The objective of this research was study of reaction soil and plant of supply and absorbent for progressing as fungus application. The research used randomize block design with three factors and three replication is fungus application (10, 20 and 30 ml), application period (1 and 2 week after planting) and phosphate fertilizer dosages (50, 75 and 100 %). The parameter are microorganism population, pH, P- Total, P- Supply, shoot dry weight and P absorbent in laboratory.

The result showed that fungus application 10 and 30 ml was able to increase soil P Total, soil P- Supplied and shoot dry weight. Interaction of three application showed the highest treatment was J3A2P1.

Keywords: andisol, fungus, application period, phosphate dosage.

(13)

ABSTRAK

Dili Pratikto Suandi. 2015. Andisol merupakan tanah yang memiliki kandungan fosfat yang cukup tinggi namun tidak seluruhnya bisa diserap oleh tanaman. Salah satu upaya untuk meningkatkan fosfat terlarut dalam tanah yaitu secara biologis yang memanfaatkan jamur. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat respon tanah dan tanaman dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P akibat pemberian jamur. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 faktor dan 3 ulangan yaitu faktor jamur (10, 20, 30 ml), waktu aplikasi (1 minggu setelah tumbuh dan 2 minggu setelah tumbuh) dan dosis pupuk fosfat (50, 75, 100%). Parameter yang diukur adalah populasi mikroorganisme, pH, P-total, P-tersedia, berat kering tajuk, dan Serapa P tanah di laboratorium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian jamur sebanyak (10 dan 30 ml) mampu meningkatkan P-total tanah, P-tersedia tanah serta berat kering tajuk tanaman. Interaksi antara jamur (30ml), waktu aplikasi 2 minggu setelah tumbuh dan pupuk fosfat (50%) menunjukkan hasil terbaik dalam berat kering tajuk tanaman.

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerasi dan drainasenya baik dengan reaksi tanah (pH) 5–6,5. Andisol memiliki ciri solum tanah agak tebal 1–2 m, berwarna hitam atau kelabu sampai coklat tua, bertekstur debu atau lempung berdebu sampai lempung dan bertekstur remah. Andisol memiliki kandungan unsur hara sedang sampai tinggi, produktivitas sedang sampai tinggi dan reaksi tanah masam sampai netral (Putro, 2010).

Material yang dilontarkan gunung akibat terjadinya erupsi salah satunya berupa abu vulkanik. Menurut hasil analisis yang di lakukan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit karakteristik abu vulkanik yang terdapat pada gunung Sinabung memiliki kandungan P-Total (0,040%).dan kandungan MgO (0,31%) yang tergolong rendah. Serta kandungan logam berat Fe2O3 (0,15%),Pb (1,07 ppm), Cu (0,28 ppm) dan Cd cukup rendah yaitu (0.09ppm) (Lubis,2011).

Tanah yang terletak di sekitar kaki gunung Sinabung didominasi oleh tanah Andisol. Andisol memiliki beberapa sifat yang menjadi keterbatasan dan kendala utama bagi pertumbuhan tanaman. Permasalahan utama pada andisol adalah retensi fosfat yang cukup tinggi (> 85%) (Mukhlis,2011). Sebagian besar P yang diberikan dalam bentuk pupuk diserap oleh bahan amorf menjadi tak tersedia bagi tanaman.

(15)

suplainya selalu rendah. Unsur P dijerap kuat oleh bahan alumunium dan besi non-kristalin sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Mukhlis, 2011).

Tanaman hanya dapat menyerap P dalam bentuk yang tersedia. P tanah baru dapat tersedia oleh perakaran tanaman atau mikroba tanah melalui sekresi asam organik oleh akar atau mikroba. Mikroba yang dapat melarutkan P memegang peranan penting dalam sistem pertanian. Semua P berasal dari bahan induk, dan kebanyakan tidak larut kecuali pada kondisi tertentu. Enzim fosfatase digunakan mikroba dan tanaman untuk memperoleh P dari bentuk organik (Hanafiah dkk,2009)

Mikroorganisme pelarut fosfat dapat berupa bakteri (BPF), jamur (JPF), aktinomisetes atau khamir (Premono, 1998). Pada penelitian ini peneliti terfokus pada penggunaan jamur pelarut fosfat karena jamur pelarut fosfat dapat tumbuh optimum dibanding bakteri dan aktinomisetes pada kondisi masam (Ginting, 2006).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penggunaan jamur pelarut fosfat yang di kombinasikan dengan pemupukan P pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung pada tanaman kentang.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui jumlah dosis pemberian jamur pelarut fosfat yang tepat sehingga memberikan efek terbaik terhadap ketersediaan dan serapan P pada tanaman kentang.

2. Untuk mengetahui waktu aplikasi yang tepat sehingga memberikan efek terbaik terhadap ketersediaan dan serapan P pada tanaman kentang.

(16)

3. Untuk mengetahui dosis pupuk terbaik yang memberikan pengaruh terhadap ketersediaan dan serapan P tanaman.

Hipotesis

Ada pengaruh pemberian jamur pelarut fofat, waktu aplikasi dan dosis pupuk fosfat serta interaksi ketiga perlakuan terhadap ketersediaan dan serapan P tanaman kentang pada andisol terdampak erupsi.

Kegunaan Penulisan

Salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(17)

TINJAUAN PUSTAKA Abu Vulkanik

Hasil dari erupsi gunung Sinabung tersebut mengeluarkan kabut asap yang tebal berwarna hitam disertai hujan pasir ,dan debu vukanik yang menutupi ribuan hektar tanaman para petani yang berjarak dibawah radius enam kilometer tertutup debu tersebut. Debu vulkanik mengakibatkan tanaman petani yang berada di lereng gunung banyak yang mati dan rusak. Diperkirakan seluas 15.341 hektar tanaman pertanian terancam gagal panen (Suryani, 2014)

Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer (Sudaryo dan Sucipto, 2009).

(18)

Tanah Andisol

Andisol merupakan tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam dengan epipedon molitik atau umbrik atau ochrik atau kambik, bulk density (kerapatan lindak) kurang dari 0,85 gr/cm3, banyak mengandung bahan amorf, atau lebih dari 60% terdiri dari abu vulkanik vitrik, cindes atau bahan pyroklastik lain (Hardjowigeno, 2003).

Potensi kesuburan tanah yang tinggi pada Andisol sering tidak berbanding lurus dengan peningkatan produksi tanaman, karena sebagian besar unsur hara makro berada dalam keadaan terfiksasi di dalam tanah (Yunus, 2012).

Tanah Andisol dicirikan oleh warna yang hitam, sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silika aluminia. Luas tanah kurang lebih 6,5 juta ha atau 3,4% seluruh daratan Indonesia yang tersebar di daerah-daerah volkan dan merupakan tanah pertanian yang penting, terutama bagi tanaman hortikultura seperti tanaman bunga,

sayur-sayuran, dan buah-buahan yang mendukung pertumbuhan ekonomi (Rahayu, 2003).

Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (2005) dalam (Ketaren, 2008) mengatakan bahwa data analisis tanah Andisol dari berbagai wilayah, menunjukkan bahwa Andisol memiliki tekstur yang bervariasi dari berliat (30-65% liat) sampai berlempung kasar (10-20%). Reaksi tanah umumnya agak masam (5,6-6,5). Kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi dan lapisan bawahnya umumnya rendah, dengan nisbah C/N terolong rendah. Kandungan P dan K potensial bervariasi sedang sampai tinggi, umumnya kandungan lapisan atas lebih tinggi daripada lapisan bawahnya.

(19)

Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan sebesar 60% atau lebih bila : 1) terdapat dalam 60 cm dari permukaan mineral atau pada permukaan bahan organik dengan sifat andik yang lebih dangkal, jika tidak terdapat kontak densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petrokalsik pada kedalaman tersebut, atau 2) diantara permukaan tanah mineral

atau lapisan organik dengan sifat andik, yang lebih dangkal dan kontak

densik, litik, atau paralitik, horizon duripan atau horizon petroklasik (Soil Survey Staff , 2010).

Menurut Sanchez (1976), tanah yang mengandung alofan seperti Andosol merupakan pengerap fofat tertinggi, dengan besar erapan lebih dari 1000 ppm P. Kekahatan P merupakan kendala terpenting pada sebagian besar tanah mineral masam di Indonesia, kekahatan P tersebut berkaitan dengan daya erapan ion P yang mengakibatkan P menjadi tidak larut dan relatif tidak tersedia bagi tanaman.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi erapan P dalam tanah menurut Tisdale, Nelson, dan Beaton (1990) ialah sebagai berikut: 1) sifat dan jumlah komponen-komponen tanah yang terdiri atas hidrus oksida logam dari besi dan aluminium, tipe liat, kadar liat, koloid-koloid amorf, dan kalsium karbonat, 2) pH, 3) kation, 4) anion, 5) kejenuhan kompleks jerapan, 6) bahan organik, 7) suhu, dan 8) waktu reaksi.

Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba pelarut fosfat hidup di sekitar perakaran tanaman, mulai permukaan tanah sampai kedalaman 25cm. Keberadaannya berkaitan dengan jumlah bahan organik yang akan mempengaruhi populasi serta aktivitasnya dalam tanah. Mikroba yang hidup dekat daerah perakaran secara fisiologis lebih aktif

(20)

dibanding mikroba yang hidup jauh dari daerah perakaran. Keberadaan mikroba pelarut fosfat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya karena perbedaan sifat biologis mikroba itu sendiri. Terdapat mikroba yang hidup pada kondisi masam dan ada pula yang hidup pada kondisi netral dan basa, ada yang hipofilik, mesofilik dan termofilik ada yang hidup aerob maupun anaerob (Ginting, 2006).

Mikroorganisme pelarut fosfat, selain dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, juga mampu mengkolonisasi rizosfir dan menghasilkan zat pengatur tumbuh, antara lain P. fluorescens, P. putida, P.striata, dan Bacillus megaterium. Mikroba tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3) (Arshad dan Frenkenberger, 1993)

Jamur pelarut fosfat merupakan salah satu anggota mikroba tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan dan pengambilan P oleh tumbuhan. Bentuk ikatan P yang umum ditemui pada kondisi masam adalah AlPO4 dan FePO4. Jamur pelarut fosfat mampu melarutkan P dalam bentuk AlPO4 lebih baik dibanding BPF pada kondisi masam. Penelitian Lestari dan Saraswati (1997) melaporkan bahwa jamur pelarut P mampu meningkatkan kadar fosfat terlarut sebesar 27-47% di tanah masam. Penelitian Goenadi (1994), menunjukkan JPF mampu melarutkan fosfat 12-162 ppm di media Pikovskaya dengan sumber P dari AlPO4 (Premono, 1998).

Proses utama terhadap pelarutan senyawa fosfat sukar larut adalah produksi asam organik oleh jamur, seperti asam format, asetat, propionat, laktat, glikolat, fumarat, dan asam suksinat. Asam organik ini menyebabkan pH rendah, dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi, kemudian akan

(21)

melarutkan fosfat. Asam organik seperti asam sitrat dan asam sulfat berperan dalam meningkatkan kelarutan fosfat dalam batuan fosfat (Rao, 1994).

Jamur pelarut fosfat memiliki 3 mekanisme dalam meningkatkan penyerapan P yaitu: (1) secara fisik dimana infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor dengan memperluas permukaan sampai akar; (2) secara kimia jamur diduga mendorong perubahan pH perakaran. Jamur juga menghasilkan asam sitrat dan asam oksalat yang menggantikan posisi ion fosfat yang terfikasasi; (3) secara fisiologi, jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberelin yang mampu memperlambat proses penuaan akar sehingga memperpanjang masa penyerapan unsur hara (Premono, 1998).

Prinsip dasar isolasi mikroba pelarut fosfat ialah menyeleksi mikroba dalam media pertumbuhan spesifik yang mengandung sumber P terikat. Kemampuan mikroba pelarut fosfat dalam melarutkan fosfat terikat dapat diketahui dengan mengembangkan biakan murni pada media Pikovskaya yang berwarna putih keruh, karena mengandung P tidak larut air seperti kalsium fosfat Ca3(PO4)2. Pertumbuhan mikroba pelarut fosfat dicirikan dengan zona bening (holozone) di sekeliling koloni mikroba. Mikroba pelarut fosfat yang potensial dapat diseleksi dengan melihat luas zona bening paling besar pada media padat. Pengukuran potensi pelarutan fosfat secara kualitatif ini menggunakan nilai indeks pelarutan (dissolving index), yaitu nisbah antara diameter zona jernih terhadap diameter koloni. Kemampuan pelarut fosfat terikat secara kuantitatif dapat diukur dengan membiakkan mikroba pada media Pikovskaya cair. Kandungan P terlarut dalam media cair tersebut diukur setelah masa inkubasi (Setiawati, 1997).

(22)

Mikroba pelarut fosfat salah satunya adalah fungi. Fungi yang dapat melarutkan fosfat umumnya berasal dari Ascomycetes seperti Aspergillus niger,

Penicillium digitatum, Fusarium dan sclerotium. Fungi pelarut fosfat yang

dominan di temukan di tanah masam indonesia adalah Aspergillus niger dan

Penicillium sp. (Goenandi et all, 1993; Wati, 2009).

Pemberian jamur pelarut fosfat dapat meningkatkan diameter tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P serta bobot 100 biji tanaman kedelai dibandingkan tanpa pemberian jamur pelarut fosfat. Peningkatan pertumbuhan dan tersebut menunjukan kemampuan jamur pelarut fosfat dalam meningkatkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman melalui enzim fosfatase yang dihasilkanya yang dapat memutus fosfat yang mengikat senyawa-senyawa organik sehingga meningkatkan serapan P oleh tanaman

(Mardiana, 2014).

Pemberian fungi Aspergillus sp, Trichoderma sp, Penicillium sp,

Gliocladium sp, dan dosis pupuk P dapat meningkatkan komponen pertumbuhan

dan hasil tanaman kedelai padatanah masam, serta dapat meningkatkan bobot kering akar, bobot kering bagian atas tanaman, jumlah polong, bobot biji tanaman dan serapan P (Wati, 2009).

Unsur Hara Fosfat (P)

Ketersediaan hara P tanah untuk tanaman sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. Unsur hara P menjadi tidak tersedia dan tidak larut disebabkan oleh fiksasi mineral-mineral liat dan ion-ion logam seperti Al, Fe, maupun Ca yang banyak larut (Nyakpa et all, 1988).

(23)

Unsur hara P di dalam tanah terdapat dalam bentuk fosfat anorganik dan fosfat organik.Senyawa P-organik dalam tanah antara lain fosfolipida, asam suksinat, fitin dan inositol fosfat yang dapat didekomposisi dengan baik oleh mikroba tanah. Unsur P-anorganik mudah bersenyawa dengan berbagai ikatan seperti Al, Fe, Ca, dan Mn. Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu besi fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) danreductant soluble. Bentuk FePO4 dan AlPO4 dominan ditemukan pada tanah masam (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

Tanaman menyerap hara fosfor dalam bentuk ion orthofosfat yakni : H2PO4--, HPO4-2, dan PO4-3dimana jumlah dari masing-masing bentuk sangat tergantung pada pH tanah. Pada tanah-tanah yang bereaksi masam lebih banyak dijumpai bentuk H2PO4-dan pada tanah alkalis adalah bentuk PO4-3 (Damanik et all, 2011).

Indranuda (1994) menjelaskan bahwa fosfor merupakan bagian integral tanaman di bagian penyimpanan (storage) dan pemin-dahan (transfer) energi. Fosfor terlibat pada penangkapan cahaya dari sebuah molekul klorofil. Begitu energi tersebut sudah tersim-pan dalam ADP (adenosine diphosphate) atau ATP (adenosine triphosphate), maka akan digunakan untuk menjalankan reaksi-reaksi yang memerlukan energi, seperti pembentukan sukrosa, tepung dan protein.

Pada tanaman, fosfor berperanan dalam transfer energi, bagian dari ATP (adenosin trifosfat), ADP (adenosin difosfat), penyusun protein, koenzim, asam nukleat, dan senyawa-senyawa metabolik yang lain. Karena keterlibatan unsur P yang begitu banyak, maka ketersediaannya bagi tanaman menjadi sangat penting (Anas dan Premono, 1993).

(24)

Ada hubungan yang erat antara konsentrasi fosfor di dalam larutan tanah dengan pertumbuhan tanaman yang baik. Defisiensi fosfor selalu timbul akibat dari terlalu rendahnya konsentrasi H2PO4- dan HPO4-2 di dalam larutan tanah. Senyawa fosfor dalam bentuk larut yang dimasukkan ke dalam tanah untuk mengatasi defisiensi fosfor cepat sekali mengendap dan terikat oleh matriks tanah (Indranuda, 1994).

Tanaman Kentang

Produktivitas kentang yang rendah di Indonesia disebabkan oleh pemakain bibit yang bermutu rendah, produktivitasnya rendah, teknik bercocok tanam khususnya pemupukan kurang tepat, baik dosis maupun waktunya, dan keadaan lingkungan yang memang berbeda dengan daerah asal kentang. Untuk mendapatkan produksi yang maksimal selama pertumbuhan tanaman kentang menghendaki temperatur rata-rata Rekomendasi Teknologi Pertanian 2004 antara 15,5° C – 18,3° C dan tampaknya temperatur malam yang dingin lebih penting (BPTP, 2004).

Peningkatan Produktivitas Kentang sangat ditunjang oleh sistem pemupukan dan lingkungan tumbuh yang sesuai. Pemupukan sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan unsur hara tanaman dan memperbaiki kondisi tanah sehingga perakaran dapat tumbuh baik serta dapat menyerap unsur hara dalam jumlah cukup. Hal ini sangat di perlukan sehubungan dengan proses pembentukan umbi kentang. Unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman kentang dalam jumlah besar adalah hara makro primer yaitu Nitrogen (N), fosfor (P), Kalium (K). (Haris, 2010).

(25)

Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika, dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3.000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1.300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5 (BPTP, 2004).

Kentang juga merupakan sumber yang baik akan berbagai mineral, seperti kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe) dan kalium (K), masing-masing 26,0; 49,0; 1,1; dan 449 mg/100 g. Di lain pihak, kandungan natriumnya sangat rendah, yaitu 0,4 mg/100 g (BPTP, 2004).

Ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi pada kentang yaitu faktor dalam dan faktor lingkungan. Faktor dalam terdiri atas hormontumbuh dan metabolisme karbohidrat, sedangkan faktor lingkungan terdiri atas panjang hari, suhu, kelembaban, dan hara. Hormon tumbuh merupakan faktor penting dalam pembentukan umbi. Sitokinin berperan karena memacupembelahan sel, menghambat pemanjangan sel, dan memacu pembesaran sel. Panjang hari sebagai salah satu faktor lingkungan sangat menentukan dalampembentukan umbi. Hari pendek diperlukan untuk merangsang pembentukan umbi, sedangkan hari panjang diperlukan untuk menghambat pembentukan umbi. Suhu tanah tidak hanya mempengaruhi hasil, tetapi juga mempengaruhi saat tumbuh, saat inisiasi, bentuk daun, jumlah daun, dan struktur percabangan. Faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi pembentukan umbi adalah kelembaban dan kesuburan tanah.

(26)

Jumlah umbi juga berkurang pada tanaman yang mengalami kekurangan air. Untuk pemberian hara, khususnya N, harus diimbangi dengan pengairan yang cukup karena pada tanah kering bisa menaikkan kadar nitrat umbi dan pada taraf tertentu kadar nitrat dalam umbi dapat beracun bagi konsumen (Ferela, 2008).

(27)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian dilaksanakan di Desa Kuta Rakyat Kecamatan Namanteran Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Untuk analisis sifat kimia dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan juli – 0ktober 2014

Bahan dan Alat Percobaan Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kentang Granola, sampel tanah, sampel tanaman, sumber pupuk P, jamur pelarut fosfat (Penicillium

sp) serta bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk keperluan analisis di

laboratorium.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, plastik, timbangan analitik label, serta alat-alat lainnya yang dipergunakan selama penelitian.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 faktor dan 3 ulangan sehingga diperoleh unit percobaan sebanyak 18 x 3 = 54 unit percobaan.

(28)

Faktor II: Waktu Aplikasi

A1 = 1 minggu setelah tumbuh (1 MST) A2 = 2 minggu setelah tumbuh (2 MST) Faktor III: Dosis Pupuk P

P1 = 50% rekomendasi P (6,5 gram/tanaman) P2 = 75% rekomendasi P (9,75 gram/tanaman) P3 = 100% rekomendasi P (13 gram/tanaman) Model linear Rancangan Acak kelompok Faktorial

Yijkl = µ + αi + βj + γk + ρl + (βγ)jk + (βρ)jl + (γρ)kl + (βρ)jkl + ∑ijkl Keterangan :

Yijkl : Hasil perlakuan ke ijkl µ : Nilai rataan umum

αi : Pengaruh blok pada taraf ke-i

βj :Pengaruh perlakuan konsentrasi jamur ke-j

γk : Pengaruh perbedaan waktu aplikasi ke-k

ρl : Pengaruh perlakuan dosis P ke-l

(βγ)jk : Pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor β dan taraf ke-k dari faktor γ

(βρ)jl : Pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor β dan taraf ke-l dari faktor ρ

(γρ)kl : Pengaruh interaksi taraf ke-k dari faktor γ dan taraf ke-l dari faktor ρ (βρ)jkl: Pengaruh interaksi taraf ke-j dari faktor β dan taraf ke-k dari faktor γ dan

taraf ke-l dari faktor ρ

∑ijkl : Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan faktor konsentrasi jamur taraf ke-j, perlakuan waktu aplikasi taraf ke-k dan dosis pupuk pada taraf ke-l

(29)

Jika dari hasil sidik ragam menunjukkan hasil yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan(DMRT) pada taraf 5%

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

Lahan dibuka dan dibersihkan dari segala jenis gulma, setelah itu di bentuk bedengan bedengan dan lubang tanam sebagai tempat penanaman tanaman.

Persiapan Tanam

Bahan tanam (umbi kentang) yang digunakan merupakan varietas Granola, yang merupakan salah satu variets yang unggul.

Analisis Awal

Analisis awal tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan kesuburan Tanah serta Laboratorium riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Contoh tanah di ambil dan di ayak dengan ayakan 10 mesh. Pengukuran pH tanah dilakukan dengan metode elektrometri, P-tersedia menggunakan metode Bray II, P-total menggunakan metode destruksi HClO4 Penanaman dan Pemupukan Dasar

Penanaman umbi dilakukan pada lubang tanam yang telah dibuat sebelumnya dengan kedalaman 3-5 cm. Setelah tanaman tumbuh aplikasi pupuk dasar dilakukan N (7,8g/tanaman), K (10g/tanaman) sesuai dengan dosis rekomendasi pemupukan dasar dan pupuk P sesuai dosis perlakuan

(30)

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman, penyiangan gulma dan pemberantasan hama dengan menggunakan pestisida

Aplikasi Perlakuan

Perlakuan faktor jamur pelarut fosfat dilakukan pada 1 minggu setelah tanaman tumbuh bersamaan dengan pemupukan dasar dan perlakuan pupuk P, lalu di aplikasikan kembali jamur pelarut fosfat pada minggu ke 2 setelah tanaman tumbuh dan pada minggu ke 3 setelah tumbuh aplikasi pupuk kembali dilakukan sesuai dengan perlakuan.

Pemanenan

Pemanenan dilakukan sampai masa vegetatif yaitu umur 45-50 hari, dengan mengambil bagian tajuk tanaman yang selanjutnya dilakukan pengovenan pada suhu 70o C untuk menghitung berat kering tajuk dan serapan P. Tanah di ambil dari setiap perlakuan pada rhizosfer tanaman yang selanjutnya di analisis P-total, P-tersedia, pH

Pengambilan sampel

Sampel tanaman di ambil secara acak pada setiap plot, masing-masing plot diambil satu tanaman.

Parameter pengamatan

Adapun parameter yang diamati adalah pH, P-total, serapan-P, berat kering tanaman dan P-tersedia. Pengambilan data parameter dilakukan dengan mengambil sampel tanaman secara acak sebanyak 1 sampel dari 5 tanaman di setiap plot pada masing masing perlakuan serta diambil sampel tanah di sekitar rhizosfer tanaman pada akhir masa vegetatif

(31)

Populasi Mikroorganisme

Populasi Mikroorganisme menggunakan Metode Most Probable Number (MPN).

pH H2O

pH dapat dihitung dengan Metode Elektrometri perbandingan 1 : 2,5 yakni setiap 10 g sampel tanah pada larutan aquades 25mL.

P-total (%)

Tanah dari setiap sampel tanaman diambil untuk dilakukan analisa P-total dengan metode destruksi asam HclO4

Berat kering tajuk tanaman

Pengukuran bobot kering tanaman dilakukan dengan mmotong tajuk tanaman dari setiap sampel tanaman dan di ovenkan pada suhu 60-700 selama 24 jam.

Serapan P

Serapan P dapat di peroleh dari hasil kali antara kadar P tanaman x berat kering tajuk tanaman.

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Populasi Mikroorganisme

[image:32.595.114.513.365.695.2]

Dari hasil sidik ragam pada parameter populasi mikroorganisme tanah dapat dilihat bahwa waktu aplikasi dan pupuk fosfat berpengaruh nyata terhadap populasi mikroorganisme tanah, sedangakan pemberian jamur dan ketiga interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap populasi mikroorganisme tanah. hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Populasi Mikroorganisme terhadap jamur,waktu aplikasi dan dosis pupuk yang berbeda (107)

Jamur

Waktu

Aplikasi Dosis pupuk Rataan

(MST) P1 (50%) P2 (75%) P3 (100%)

J1 (10 ml) A1 29,24 20,75 62,6 37,53

A2 121,21 330 220,15 223,78

Rataan 75,22 175,37 141,37

Rataan J1 130,65

J2 (20 ml) A1 9,41 224,6 224,6 152,87

A2 132 330 220,15 227,38

Rataan 70,70 277,3 222,37

Rataan J2 190,12

J3 (30 ml) A1 132 231 231 198

A2 224,6 231 224,6 226,73

Rataan 178,3 231 227,8

Rataan J3 212,36

A1 56,88 158,78 172,73 129,46b

A2 159,27 297 221,63 225,96a

Rataan 108,07c 227,89a 197,18b

Kontrol 0,25

(33)

Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa waktu aplikasi A2 menunjukkan nilai yang tertinggi yakni 225,96 cfu/ml dan yang terendah pada A1 yakni 129,47 cfu/ml. Perlakuan A1 berbeda nyata dengan A2. Pupuk fosfat yang tertinggi pada P2 yakni sebesar 227,89 cfu/ml dan yang terendah pada P1. Perlakuan P2 berbeda nyata terhadap semua perlakuan

[image:33.595.128.499.291.446.2]

Hubungan jamur dan waktu aplikasi terhadap populasi mikroorganisme dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Hubungan antara jamur dan populasi mikroorganisme tanah

Hubungan jamur dan dosis pupuk fosfat terhadap populasi mikroorganisme dapat dilihat pada gambar berikut.

Gamber 2. Hubungan antara pemberian jamur dan dosis pupuk fosfat terhadap mikroorganisme tanah

y = 256,4x + 131,9 R² = 0,989

0 100 200 300 400 500 600 700

A1 (Minggu ke 1) A2 (Minggu ke 2)

P o p u la si M ik ro o rg a n is m e ( cf u /m l)

Waktu Aplikasi Jamur

y = -167,0x2+ 345,5x R² = 0,769

0 100 200 300 400 500

P1 (50% Phospat) P2 (75% Phospat) P3 (100% Phospat)

P o p u la si M ik ro o rg a n is m e ( cf u /m l)

Dosis Pemberian Phospat

(34)

pH Tanah

[image:34.595.115.513.219.545.2]

Dari hasil sidik ragam pada parameter pH tanah, pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk berpengaruh tidak nyata terhadap perubahan pH tanah, Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. pH tanah terhadap jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk yang berbeda Jamur

Waktu

Aplikasi Dosis pupuk Rataan

(MST) P1 (50%) P2 (75%) P3 (100%)

J1 (10ml) A1 3,86 4,09 5,09 4,34

A2 4,88 4,28 4,22 4,46

Rataan 4,37 4,18 4,65

Rataan J1 4,40

J2 (20ml) A1 4,40 4,70 5,12 4,74

A2 5,04 4,76 4,34 4,71

Rataan 4,72 4,73 4,73

Rataan J2 4,72

J3 (30ml) A1 4,79 4,26 4,00 4,35

A2 4,26 4,22 4,48 4,32

Rataan 4,52 4,24 4,24

Rataan J3 4,33

A1 4,35 4,35 4,73 4,47

A2 4,72 4,42 4,34 4,49

Rataan 4,53 4,38 4,54

Kontrol 4,64

Dari Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa pH tanah tertinggi yaitu pada Perlakuan J2A1P3 (5,12), sedangkan pH terendah yaitu pada perlakuan J1A1P1 (3,86) hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk P dapat meningkatkan pH tanah, walaupun pH tersebut tidak menunjukkan pengaruh yang nyata secara statistik.

(35)

P- Total Tanah

[image:35.595.112.514.258.579.2]

Dari hasil perlakuan dan sidik ragam P- total tanah dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian jamur berpengaruh nyata terhadap P- total tanah sedangkan waktu aplikasi dan dosis fosfat serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap P- total tanah. hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. P- total tanah (ppm) terhadap jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk yang berbeda

Jamur

Waktu

Aplikasi Dosis pupuk Rataan

(MST) P1 (50%) P2 (75%) P3 (100%)

J1 (10 ml) A1 2965,51 3021,86 3042,05 3009,81

A2 2851,86 2660,10 2686,29 2732,75

Rataan 2908,69 2840,98 2864,17

Rataan J1 2871,28a

J2 (20 ml) A1 2585,31 2534,66 2681,72 2600,56

A2 2549,70 2423,32 2843,41 2605,48

Rataan 2567,51 2478,99 2762,57

Rataan J2 2603,02b

J3 (30 ml) A1 2715,82 2958,15 2758,61 2810,86

A2 2833,62 2765,04 2787,83 2795,50

Rataan 2774,72 2861,60 2773,22

Rataan J3 2803,18a

A1 2755,55 2838,22 2827,46 2807,08

A2 2745,06 2616,15 2772,51 2711,24

Rataan 2750,30 2727,19 2799,99

Kontrol 2492,20

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 3 di atas dapat di lihat bahwa nilai P-total tertinggi yakni pada J1 (2871,28 ppm) dan yang terendah pada perlakuan J2 (2603,03 ppm), namun jika dibandingkan dengan kontrol perlakuan pemberian jamur lebih tinggi. Perlakuan J1 berbeda tidak nyata pada J3, namun berbeda nyata pada J2. Data tersebut menunjukkan bahwa pemberian perlakuan J1 mampu meningkatkan

(36)

total pada tanah sebesar 379,08 ppm dibandingkan dengan kontrol. Pada waktu aplikasi menunjukkan bahwa semakin cepat pengaplikasian jamur cenderung meningkatkan P-total tanah.

[image:36.595.117.508.221.451.2]

Hubungan parameter P-total tanah terhadap pemberian jamur dapat di lihat pada gambar berikut :

Gambar 3. Hubungan antara dosis volume jamur terhadap P-total tanah P- Tersedia

Dari hasil perlakuan dan sidik ragam P- tersedia tanah dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian jamur berpengaruh nyata terhadap P- tersedia tanah sedangkan waktu aplikasi dan dosis fosfat serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap P- tersedia tanah. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 4 beriku.

y = 234,2x2- 970,8x + 3608 R² = 0,980

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

J1 (10 ml) J2 (20 ml) J3 (30 ml)

P

-T

o

tal

T

an

ah

(

p

p

m

)

Dosis Volume Jamur

(37)
[image:37.595.112.513.117.446.2]

Tabel 4. P- Tersedia tanah (ppm) terhadap jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk yang berbeda

Jamur

Waktu

Aplikasi Dosis pupuk Rataan

(MST) P1 (50%) P2 (75%) P3 (100%)

J1 (10 ml) A1 108,85 137,51 128,29 124,88

A2 120,41 89,45 98,97 102,94

Rataan 114,63 113,48 113,63

Rataan J1 113,91a

J2 (20 ml) A1 75,73 95,80 102,96 91,49

A2 88,37 85,37 117,70 97,14

Rataan 82,05 90,58 110,33

Rataan J2 94,32b

J3 (30 ml) A1 100,61 109,91 105,06 105,19

A2 96,05 118,38 132,37 115,60

Rataan 98,33 114,14 118,71

Rataan J3 110,39a

A1 95,06 114,40 112,10 107,19

A2 101,61 97,73 116,34 105,23

Rataan 98,33 106,07 114,22

Kontrol 86,79

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari Tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa nilai P-tersedia tertinggi yakni pada J1 (113,91 ppm) dan yang terendah pada perlakuan J2 (94,32 ppm) namun jika dibandingkan dengan kontrol perlakuan pemberian jamur lebih tinggi. Perlakuan J1 berbeda tidak nyata pada J3 namun berbeda nyata pada J2. Data tersebut menunjukkan bahwa pemberian perlakuan J1 mampu meningkatkan P-tersedia pada tanah sebesar 27,12 ppm dibandingkan dengan kontrol. Pada pemberian dosis P menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang diaplikasikan dapat meningkatkan jumlah P- tersediah tanah.

Hubungan parameter P-tersedia tanah terhadap pemberian jamur dapat di lihat pada gambar berikut:

(38)
[image:38.595.127.492.85.339.2]

Gambar 4. Hubungan antara pemberian dosis jamur terhadap P-tersedia tanah. Berat Kering Tajuk Tanaman

Dari hasil perlakuan dan sidik ragam berat kering tajuk tanaman dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk tanaman. Hal tersebut dapat di lihat pada Tabel 5 berikut.

y = 17,83x2+ 113,8x R² = 0,590

0 20 40 60 80 100 120 140

J1 (10 ml) J2 (20 ml) J3 (30 ml)

P

-T

e

rs

e

d

ia

T

a

n

a

h

(

p

p

m

)

Dosis Volume Jamur

(39)
[image:39.595.113.512.115.447.2]

Tabel 5. Berat kering tajuk tanaman (g) terhadap jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk.

Jamur

Waktu

Aplikasi Dosis pupuk Rataan

(MST) P1 (50%) P2 (75%) P3 (100%)

J1 (10 ml) A1 22,09b 19,65b 21,04b 20,92

A2 18,00b 10,71b 17,26b 15,32

Rataan 20,04 15,18 19,15

Rataan J1 18,12

J2 (20 ml) A1 14,34b 16,94b 20,47b 17,25b

A2 9,89bc 15,16b 22,61b 15,88b

Rataan 12,11 16,05 21,54

Rataan J2 16,56

J3 (30 ml) A1 18,65b 22,70b 20,99b 20,78

A2 34,57a 20,24b 16,79b 23,86

Rataan 26,61 21,47 18,89

Rataan J3 22,32

A1 18,36 19,68 20,84 19,63 A2 20,82 15,37 18,89 18,36 Rataan 19,59 17,53 19,86

Kontrol 19,18

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji DMRT

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk tertinggi yakni pada J3A2P1 sebesar 34,57 g dan yang terendah pada J2A2P1 sebesar 9,89 g. Perlakuan J3A2P1 dan J2A2P1 berbeda nyata terhadap semua perlakuan. Pada interaksi pemberian jamur dan waktu aplikasi yang tertinggi yakni sebesar 23,86 g pada J3A2 dan yang terendah sebesar 15,32 g pada J1A2. Dan interaksi pemberian jamur dan dosis pupuk P tertinggi yakni sebesar 26,61 g pada J3P1 dan yang terendah 12,11 g pada J2P1.

Hubungan parameter berat kering tajuk tanaman terhadap pemberian jamur dapat di lihat pada gambar berikut:

(40)
[image:40.595.125.502.90.290.2]

Gambar 5. Hubungan antara pemberian jamur terhadap berat kering tajuk tanaman.

Hubungan antara pemberian jamur terhadap waktu aplikasi pada berat kering tajuk tanaman dapat di lihat pada gambar berikut:

Gambar 6. Hubungan antara pemberian jamur terhadap waktu aplikasi pada berat kering tajuk tanaman

y = 12,71x + 88,54 R² = 0,504

0 20 40 60 80 100 120 140 160

J1 (10 ml) J2 (20 ml) J3 (30 ml)

B e rat K e ri n g T aj u k T an am an ( g )

Dosis Pemberian Jamur

y( J pada A2) = 33,35x2+ 125,5x R² = 0,433

0 50 100 150 200 250

J1 (10 ml) J2 (20 ml) J3 (30 ml)

B e rat K e ri n g T aj u k T an am an ( g )

Dosis Pemberian Jamur

A1 (Minggu ke 1)

A2 (Minggu ke 2)

[image:40.595.129.505.435.647.2]
(41)
[image:41.595.127.498.150.376.2]

Hubungan antara pemberian jamur terhadap dosis phospat pada berat kering tajuk tanaman dapat di lihat pada gambar berikut:

Gambar 7. Hubungan antara pemberian jamur terhadap dosis phospat pada berat kering tajuk tanaman.

.

Serapan P

Dari hasil sidik ragam pada parameter serapan P, pemberian jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk P berpengaruh tidak nyata terhadap serapan P. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

y(P pada J1) = -2,69x2+ 113,9x R² = 0,028

y(P pada J2) = 28,27x2+ 42,86x R² = 0,991

y(P pada J3) = -23,15x2+ 180,2x R² = 0,964

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

P1 (50%) P2 (75%) P3 (100%)

B e rat K e ri n g T aj u k T an am an ( g ) Dosis Phospat

J1 (10 ml)

J2 (20 ml)

J3 (30 ml)

(42)

Tabel 6. Serapan-P (g/tanaman) terhadap jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk yang berbeda

Jamur

Waktu

Aplikasi Dosis pupuk Rataan

(MST) P1 (50%) P2 (75%) P3 (100%)

J1 (10 ml) A1 4,53 3,85 5,23 4,53

A2 3,51 2,96 3,34 3,27

Rataan 4,02 3,40 4,28

Rataan J1 3,90

J2 (20 ml) A1 3,41 3,14 4,53 3,69

A2 2,13 2,97 5,22 3,44

Rataan 2,77 3,05 4,87

Rataan J2 3,56

J3 (30 ml) A1 4,34 5,45 4,57 4,78

A2 5,68 4,55 3,4 4,54

Rataan 5,01 5,00 3,98

Rataan J3 4,66

A1 4,09 4,14 4,77 4,33

A2 3,77 3,49 3,98 3,75

Rataan 3,93 3,82 4,38

Dari Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa serapan P tertinggi yakni pada J3A2P1 sebesar 5,68 ppm sedangkan yang terendah pada J2A2P1 yakni sebesar 2,13 ppm, walaupun pH tersebut tidak menunjukkan pengaruh yang nyata secara statistik.

Pembahasan

Pemberian jamur Penicillium sp pada tanah mampu meningkatkan jumlah populasi mikroorganisme pada tanah tersebut, ini dikarenakan jamur dapat berkembang dengan cepat apabila berada pada kondisi yang di inginkannya. Tanah Andisol merupakan jenis tanah yang memiliki pH masam yang dikehendaki jamur tersebut. Peningkatan ini terjadi karena jamur pelarut fosfat dapat tumbuh optimum dibandingkan bakteri dan aktinomisetes pada kondisi masam (Ginting, 2006).

[image:42.595.113.512.116.412.2]
(43)

Pemberian jamur pinicillium sp, waktu aplikasi dan dosis pupuk fosfat yang berbeda sama sekali tidak mempengaruhi pH tanah secara statistik. Ini karena jamur tumbuh optimum pada pH tanah yang cendrung masam, tanah Andisol memiliki pH yang masam sehingga jamur tersebut dapat tumbuh baik dan tidak mempengaruhi pH tanah tersebut.

Pemberian jamur penicillium sp (10 ml) mampu meningkatkan P- total tanah, ini dapat dilihat dari hasil tertinggi yakni 2871,28 ppm, sedangkan yang terendah pada perlakuan kontrol yakni 2492,20 ppm, terjadi peningkatan sebesar 379,08 ppm atau sekitar 16%. Hal ini diakibatkan pada proses pemberian perlakuan ada penambahan pupuk fosfat, dan kandungan fosfat yang berada di tanah cukup tinggi sehingga jamur dapat mengurai P yang di berikan maupun P yang sebelumnya sudah berada di tanah tersebut. Premono (1998) jamur pelarut fosfat memiliki 3 mekanisme dalam penyerapan P yakni secara fisik dimana infeksi jamur pada akar tanaman dapat membantu pengambilan fosfor dengan memperluas permukaan samapai akar, Secara kimia jamur diduga mendorong perubahan pH perakaran, secara fisiologi jamur menghasilkan hormon auksin, sitokinin dan giberalin.

Pemberian jamur penicillium mampu meningkatkan P-tersedia, P-tersedia tanah tertinggi yakni 113,912 ppm, dengan perlakuan pemberian jamur (10 ml) dan yang terendah yakni 86,79 ppm, tanpa pemberian perlakuan (kontrol), peningkatan terjadi sebesar 27,12 ppm atau sekitar 27 persen. Hal ini di karenakan dapat memproduksi enzim berupa fosfatase yang berperan dalam melepaskan ikatan kimia dalam tanah, Rosmarkam dan Yuwono (2002) menerangkan bahwa unsur P-anorganik dalam tanah mudah bersenyawa dengan berbagai ikatan seperti

(44)

Al, Fe, Ca, dan Mn. Dan di klasifikasikan menjadi 4 yakni besi fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), dan kalsium fosfat (Ca3(PO)2). Rao (1994) juga menjelaskan bahwa jamur memproduksi asam organik seperti asam format, asetat, propionat, laktat, glikomat, fumarat, dan asam suksinat, Asam organik ini menyebabkan pH rendah, dan beberapa hidroksi berinteraksi dengan kalsium, besi, kemudian akan melarutkan fosfat.

Berdasarkan data bobot kering tajuk tanaman, bobot tajuk tanaman kentang tertinggi yaitu 22,32 g, terdapat pada perlakuan jamur (30 ml), dan yang terendah pada perlakuan kontrol yakni 19,18 g. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa pemberian jamur pelarut fosfat mampu meningkatkan berat kering tajuk tanaman, hal ini menunjukan kemampuan jamur pelarut fosfat dalam meningkatkan P yang tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman melalui enzim fosfatase yang dihasilkannya yang dapat memutus fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik sehingga meningkatkan serapan P oleh tanaman. hal ini sejalan dengan penelitian Lestari dan Saraswati (1997) melaporkan bahwa jamur pelarut P mampu meningkatkan kadar fosfat terlarut sebesar 27-47% di tanah masam.

Interaksi antara perlakuan jamur (30 ml) dan waktu aplikasi 2 minggu setelah tumbuh terhadap berat kering tajuk tanaman menunjukkan hasil sebesar 23,86 g, jika dibandingkan dengan interaksi lainya, maka interaksi tersebut merupakan hasil yang paling tinggi, ini di karenakan jamur mampu menyediakan P tersedia bagi tanaman dan akar tanaman mampu menyerap P secara optimum pada 2 minggu setelah tanaman tumbuh, dimana akar tanaman sudah lebih terbentuk sempurna di bandingakan 1 minggu setelah tumbuh sehingga

(45)

penyerapan unsur hara dapat lebih optimal. Mardiana (2014) mengatakan jamur pelarut fosfat dapat meningkatkan diameter tanaman, berat kering tajuk, berat kering akar, serapan P serta bobot 100 biji tanaman kedelai dibandingkan tanpa pemberian jamur pelarut fosfat yang di tanam pada tanah ultisol.

Interaksi antara perlakuan jamur (30 ml) dengan dosis pupuk fosfat (50%) menunjukkan hasil terbaik jika dibandingkan dengan interaksi yang lainya, ini dikarenakan pada interaksi tersebut jamur mampu melarutkan fosfat lebih banyak di bandingkan dengan perlakuan lainya. Pemberian fungi Aspergillus sp,

Trichoderma sp, Penicillium sp, Gliocladium sp, dan dosis pupuk P dapat

meningkatkan komponen pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai padatanah masam, serta dapat meningkatkan bobot kering akar, bobot kering bagian atas tanaman, jumlah polong, bobot biji tanaman dan serapan P (Wati, 2009).

Interaksi terbaik terdapat pada perlakuan jamur (30 ml), waktu aplikasi 2 minggu setelah tumbuh dengan dosis fosfat (50%) yaitu sebesar 34,57 g, sedangkan interaksi perlakuan terendah terdapat pada jamur (20 ml), waktu aplikasi 2 minggu setelah tumbuh dengan dosis fosfat (50%), hal ini di duga peranan salah satu jamur dalam melarutkan fosfat di pengaruhi jumlah populasi yg dihasilkanya sehingga jumlah tersebut mampu menyediakan P yang sebelumnya tidak tersedia menjadi tersedia, di tambah lagi jamur hidup di daerah perakaran yang memungkinkan untuk bersimbiosis dengan akar tanaman. Arshad dan Frenkenberger (1993) melaporkan mikroorganisme pelarut fosfat, selain dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, juga mampu mengkolonisasi rizosfir dan menghasilkan zat pengatur tumbuh, Mikroba tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin.

(46)

Pemberian jamur pinicillium sp, waktu aplikasi dan dosis pupuk fosfat yang berbeda sama tidak mempengaruhi terhadap serapan P tanah secara statistik. Walaupun pada hakikatnya jamur mampu melepaskan ikatan P yang ada di tanah, ini di karenakan tanah Andisol memiliki retensi P yang cukup tinggi (Mukhlis, 2011) di bandingkan dengan jenis tanah lainya, kemungkinan jamur Pinicillium sp untuk menghasilkan enzim fosfatase juga di pengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitarnya, dimana kondisi tersebut tidak menguntungkan karena pada saat tersebut banyak terdapat debu-debu hasil erupsi sehingga jamur tidak bisa memproduksi enzim seperti yang di harapkan.

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Pemberian jamur penicillium sp mampu meningkatkan total tanah, P-tersedia tanah, dan berat kring tajuk tanaman.

2. Waktru aplikasi 2 minggu setelah tumbuh dan pupuk fosfat sebebar 75% meningkatkan jumlah populasi mikroorganisme pada tanah.

3. Interaksi antara jamur 30ml (J3), waktu aplikasi 2 minggu setelah tumbuh (A2), dan dosis pupuk fosfat 50% (P1) menunjukkan hasil terbaik dalam berat kering tajuk tanaman sebesar 34,57 g.

Saran

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Anas, I., dan M. E. Premono. 1993. Mikroorganisme Tanah Pelarut Fosfat dan Peranannya Dalam Pertanian. DalamKongres Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Medan, 7-10 Desember 1993. 13 p.

Arshad, M. and W.T. Frankenberger. 1993. Microbial production of plant growth regulators. p. 307-347. In F.B. Metting (Ed.). Soil Microbial Ecology. Marcel Dekker, Inc. New York, Bassel, Hongkong

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2004.Teknologi Budidaya Kentang Industri Di Lahan Sawah Dataran Medium Kabupaten Sleman D.I.Yogyakarta

Damanik, M. M. B., B. E., Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.

Farela, B. D., 2008. Efisiensi Serapan P Pada Andisols Tawangmangu Dengan Penambahan Vermikompos Dan Kentang (Solanum Tuberosum L.) Sebagai Tanaman Indikator.Skripsi. Ilmu Tanah Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Ginting, R.C., Badia, R. Saraswati dan E.F. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut Fosfat. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. 144-146 p.

Hanafiah, A. S, T. Sabrina dan H. Guchi. 2009. Biologi Dan Ekologi Tanah. USU Press. Medan

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta Haris, 2010. Pertumbuhan Dan produksi Kentang Pada Berbagai Dosis

Pemupukan. Jurnal Agrisistem 6(1):

Indranuda, H. K. 1994. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Cetakan ke-3. Bumi Aksara, Bandung

Ketaren, S. N. 2008. Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah Andisol Pada Sistem Pertanian Organik Akibat Pengolahan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. Skripsi. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(49)

Mardiana, R. 2014. Pemanfaatan Jamur Pelarut Fosfat dan Mikoriza Untuk Meningkatkan Ketersediaan dan Serapan P Tanaman Jagung Pada Tanah Alkalin. Journal Agroekoteknologi 2(3):1003-1010.

Mukhlis. 2011. Tanah Andisol: Genesis, Klasifikasi, Karakteristik, Penyebaran dan Analisis. USU Press, Medan.

Nyakpa, M. Y., A. M. Lubis, M. A. Pulung, A. G. Amrah, A. Munawar, G. B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Unila, Lampung.

Premono, E.M. 1998. Ulas Balik: Mikroba Pelarut Fosfat untuk Mengefisienkan pupuk Fosfat dan Prospeknya di Indonesia (Enchancement of Phosphate Fertilizer Efficiency by Phosphate Solubilizing Microbes and Its Prospect in Indonesia).Journal of Hayati 5(4):89-94.

Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2005. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Bogor.

Putro, A. T. A. M. 2010. Budidaya Tanaman Kentang Di Luar Musim Tanam. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

Rahayu, E. 2003. Studi Erapan dan Desorpsi Ppada Tanah Andisol Pasir Sarongge Cianjur Yang Diperlakukan Dengan Biomassa Tanaman. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah S-1. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI-Press, Jakarta.

Rosmarkam., A. dan Yuwono. N.W.2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Willey and Sons, New York.

Setiawati, T.C. 1998. Efektifitas Mikroba Pelarut P dalam Meningkatkan Ketersediaan P dan Pertumbuhan Tembakau Basuki Na-Oogst

(Nicotiana tabacum L.). Tesis. Program Pascasarjana. IPB, Bogor.

Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. Eleventh Edition. USDA Natural Resources Conservation Service. US Govern. Printing Office. Washington DC.

Sudaryo dan Sucipto, 2009. Identifikasi dan penentuan logam berat pada tanah vulkanik di daerah Cangkringan, Kabupaten Sleman dengan metode Analisis Aktivasi Neutron Cepat, Seminar Nasional V SDM Teknologi, Yogyakarta.

(50)

Suryani, A, S. 2014. Dampak Abu Vulkanik Terhadap Lingkungan Dan Kesehatan. Info Kesejahteraan Sosial. 6-4:9-12.

Tisdale, S. L., W. L. Nelson, and J. D. Beaton. 1990. Soil Fertility and Fertilizers.4th ed. MacMillan Publishing Company. New York.

Wati, 2009. Pengaruh Fungi Pelarut Fosfat Asal tanah Paku Haji Dan Pupuk P Terhadap Pertumbuhan Dan produksi Kedelai Pada Tanah Masam.

Skripsi. Biologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Yunus. 2012. Kajian Kemampuan Penyediaan Hara Pada Andisols Untuk Pertanaman Kentang Di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jurnal

Agronomi. 10(2):109-112.

(51)

Lampiran 1. Data Populasi mikroorganisme

Perlakuan I II III Total Rataan

J1A1P1 0,12 29 0,12 29,24 9,75

J1A1P2 4,6 16 0,15 20,75 6,92

J1A1P3 29 29 4,6 62,6 20,87

J1A2P1 0,21 11 110 121,21 40,40

J1A2P2 110 110 110 330 110,00

J1A2P3 0,15 110 110 220,15 73,38

J2A1P1 0,21 4,6 4,6 9,41 3,14

J2A1P2 110 110 4,6 224,6 74,87

J2A1P3 110 4,6 110 224,6 74,87

J2A2P1 110 11 11 132 44,00

J2A2P2 110 110 110 330 110,00

J2A2P3 0,15 110 110 220,15 73,38

J3A1P1 11 110 11 132 44,00

J3A1P2 110 110 11 231 77,00

J3A1P3 11 110 110 231 77,00

J3A2P1 4,6 110 110 224,6 74,87

J3A2P2 11 110 110 231 77,00

J3A2P3 110 110 4,6 224,6 74,87

Lampiran 2. Sidik ragam populasi mikroorganisme

SK Db JK KT Fhit Ftabel Ket

Ulangan 2 3893,966 1946,983 0,933225 3,28 tn Perlakuan 17 65853,39 3873,729 1,85675 1,78 * Jamur (J) 2 5213,54 2606,77 1,249473 3,28 tn W.Aplikasi

(A) 1 10964,81 10964,81 5,255634 4,13 *

Fosfat (P) 2 14569,38 7284,688 3,491686 3,28 *

JxA 2 9164,326 4582,163 2,196316 3,28 tn

JxP 4 5389,173 1347,293 0,645783 2,65 tn

AxP 2 3954,014 1977,007 0,947616 3,28 tn

JxAXP 4 16598,16 4149,539 1,988951 2,23 tn Galat 34 70934,04 2086,295

Total 53 140681,4

KK 77,10448

(52)

Lampiran 3. Data pH tanah

Perlakuan I II III Total Rataan

J1A1P1 3,77 4,55 3,25 11,57 3,86

J1A1P2 3,99 5,02 3,26 12,27 4,09

J1A1P3 5,66 4,49 5,13 15,28 5,09

J1A2P1 5,33 4,23 5,09 14,65 4,88

J1A2P2 4,27 4,55 4,02 12,84 4,28

J1A2P3 4,77 3,48 4,41 12,66 4,22

J2A1P1 3,3 5,12 4,78 13,2 4,40

J2A1P2 5,11 4,74 4,26 14,11 4,70

J2A1P3 5,86 3,71 5,79 15,36 5,12

J2A2P1 5,6 5,09 4,44 15,13 5,04

J2A2P2 5,57 4,16 4,55 14,28 4,76

J2A2P3 3,41 5,18 4,44 13,03 4,34

J3A1P1 5,41 4,3 4,65 14,36 4,79

J3A1P2 5,35 3,86 3,58 12,79 4,26

J3A1P3 4,02 4,03 3,96 12,01 4,00

J3A2P1 3,83 5,22 3,74 12,79 4,26

J3A2P2 3,75 4,08 4,84 12,67 4,22

J3A2P3 4,45 4,63 4,36 13,44 4,48

Total 242,44 80,81

Lampiran 4. Sidik ragam pH

SK Db JK KT Fhit Ftabel Ket

Ulangan 2 0,701078 0,350539 0,8318 3,28 tn Perlakuan 17 11,229 0,660529 1,5674 1,92 tn Jamur (J) 2 1,394078 0,697039 1,6540 3,28 tn W.Aplikasi

(A) 1 0,016363 0,016363 0,0388 4,13 tn

Fosfat (P) 2 0,249378 0,124689 0,2958 3,28 tn

JxA 2 0,047937 0,023969 0,0568 3,28 tn

JxP 4 0,763111 0,190778 0,4527 2,65 tn

AxP 2 1,203215 0,601607 1,4276 3,28 tn

JxAXP 4 7,554919 1,88873 4,4820 2,23 *

Galat 34 14,32766 0,421402

Total 53 26,25773

Kk=14,458%

(53)

Lampiran 5. Data P-total

Perlakuan I II III Total Rataan

J1A1P1 2756,87 3230,21 2909,44 8896,52 2965,51 J1A1P2 2923,69 3377,27 2764,61 9065,57 3021,86 J1A1P3 3322,83 2837,34 2965,97 9126,14 3042,05 J1A2P1 3204,81 2508,57 2842,21 8555,59 2851,86 J1A2P2 2889,24 2573,83 2517,24 7980,31 2660,10 J1A2P3 2719,36 2694,3 2645,22 8058,88 2686,29 J2A1P1 2477,96 2676,11 2601,85 7755,92 2585,31 J2A1P2 2527,98 2549,86 2526,15 7603,99 2534,66 J2A1P3 2637,32 2737,3 2670,53 8045,15 2681,72 J2A2P1 2556,82 2548,21 2544,06 7649,09 2549,70 J2A2P2 2294,23 2529,45 2446,29 7269,97 2423,32 J2A2P3 2584,81 2620,89 3324,52 8530,22 2843,41 J3A1P1 2905,37 2617,11 2624,98 8147,46 2715,82 J3A1P2 3511,71 2340,63 3022,1 8874,44 2958,15 J3A1P3 3304,32 2558,4 2413,12 8275,84 2758,61 J3A2P1 3156,93 2596,87 2747,06 8500,86 2833,62 J3A2P2 2944,42 2545,94 2804,77 8295,13 2765,04 J3A2P3 3055,93 2959,02 2348,55 8363,5 2787,83

Total 148994,58 49664,86

Lampiran 6. Sidak ragam P- total

SK Db JK KT Fhit Ftabel Ket

Ulangan 2 372229,3 186114,6 2,483606241 3,28 tn Perlakuan 17 1540753 90632,52 1,209445459 1,92 tn Jamur (J) 2 699989 349994,5 4,670500681 3,28 * W.Aplikasi (A) 1 123982,5 123982,5 1,654483547 4,13 tn Fosfat (P) 2 49810,63 24905,32 0,332348908 3,28 tn JxA 2 222593,2 111296,6 1,485196971 3,28 tn

JxP 4 247700,4 61925,1 0,826359302 2,65 tn

AxP 2 112007,9 56003,93 0,747344273 3,28 tn JxAXP 4 84669,39 21167,35 0,282467594 2,23 tn

Galat 34 2547867 74937,26

Total 53 4460849

KK=9,921382%

(54)

Lampira 7. Data P-tersedia tanaman (ppm)

Perlakuan I II III Total Rataan

J1A1P1 80,66 130,42 115,46 326,54 108,85 J1A1P2 133,46 155,85 123,22 412,53 137,51

J1A1P3 155,18 98,68 131 384,86 128,29

J1A2P1 133,35 101,25 126,63 361,23 120,41

J1A2P2 93,87 84,21 90,27 268,35 89,45

J1A2P3 111,93 94,28 90,7 296,91 98,97

J2A1P1 71,77 74,74 80,69 227,2 75,73

J2A1P2 100,48 81,59 105,32 287,39 95,80 J2A1P3 111,83 108,36 88,69 308,88 102,96

J2A2P1 75,01 91,65 98,46 265,12 88,37

J2A2P2 96,05 87,68 72,38 256,11 85,37

J2A2P3 110,75 92,01 150,33 353,09 117,70 J3A1P1 97,37 123,88 80,57 301,82 100,61 J3A1P2 138,39 73,95 117,39 329,73 109,91

J3A1P3 165,5 76,89 72,78 315,17 105,06

J3A2P1 94,54 91,06 102,54 288,14 96,05

J3A2P2 156,23 103,05 95,85 355,13 118,38 J3A2P3 152,5 121,28 123,32 397,1 132,37

Total 5735,3 1911,77

Lampiran 8. Sidik ragam P-tersedia

SK db JK KT Fhit Ftabel Ket

Ulangan 2 2482,253 1241,127 2,582341999 3,28 tn Perlakuan 17 14769,33 868,784 1,80762957 1,78 tn Jamur (J) 2 3926,909 1963,455 4,085248596 3,28 * W.Aplikasi (A) 1 51,90081 51,90081 0,107987066 4,13 tn Fosfat (P) 2 2272,008 1136,004 2,363618674 3,28 tn

JxA 2 2744,688 1372,344 2,855358322 3,28 tn

JxP 4 1630,047 407,5116 0,847886333 2,65 tn

AxP 2 1473,056 736,5281 1,532452152 3,28 tn

JxAXP 4 2670,72 667,6799 1,3892037 2,23 tn

Galat 34 16341,1 480,6206

Total 53 33592,68

Kk=20,64138%

(55)

Lampiran 9. Data pengamatan berat kering tanaman (g)

Perlakuan I II III Total Rataan

J1A1P1 15,29 21,35 29,64 66,28 22,09

J1A1P2 16,8 23,06 19,1 58,96 19,65

J1A1P3 23,32 18 21,81 63,13 21,04

J1A2P1 14,76 20,01 19,24 54,01 18,00

J1A2P2 11,28 13,96 6,89 32,13 10,71

J1A2P3 15,87 16,58 19,33 51,78 17,26

J2A1P1 9,7 15,08 18,24 43,02 14,34

J2A1P2 14,19 22,37 14,26 50,82 16,94

J2A1P3 14,57 26,6 20,24 61,41 20,47

J2A2P1 14,04 12,15 3,49 29,68 9,89

J2A2P2 14,56 19,31 11,61 45,48 15,16

J2A2P3 23,51 18,5 25,83 67,84 22,61

J3A1P1 18,25 11,72 25,99 55,96 18,65

J3A1P2 30,48 21,2 16,41 68,09 22,70

J3A1P3 24,14 20,07 18,77 62,98 20,99

J3A2P1 34,38 36,99 32,33 103,7 34,57

J3A2P2 22,71 18,8 19,21 60,72 20,24

J3A2P3 14,8 18,01 17,56 50,37 16,79

Total 1026,36 342,12

Lampiran 10. Sidik ragam berat kering tanaman

SK db JK KT Fhit Ftabel Ket

Ulangan 2 13,54788 6,773939 0,342893155 3,28 tn Perlakuan 17 1504,17 88,48058 4,478839749 1,92 * Jamur (J) 2 320,1331 160,0666 8,102484084 3,28 * W.Aplikasi

(A) 1 21,68534 21,68534 1,097700324 4,13 tn Fosfat (P) 2 58,7361 29,36805 1,486594949 3,28 tn JxA 2 166,8565 83,42825 4,223093107 3,28 * JxP 4 480,2793 120,0698 6,077870461 2,65 * AxP 2 106,3163 53,15817 2,690837996 3,28 tn JxAXP 4 350,1632 87,5408 4,431268324 2,23 * Galat 34 671,6784 19,75525

Total 53 2189,396

Kk=23,4013%

(56)

Lampiran 11. Data serapan P

Perlakuan I II III Total Rataan

J1A1P1 3,04271 4,80375 5,75016 13,59662 4,53 J1A1P2 3,74664 4,70424 3,0942 11,54508 3,85 J1A1P3 6,15648 4,986 4,55829 15,70077 5,23 J1A2P1 2,8044 3,42171 4,30976 10,53587 3,51 J1A2P2 2,71848 4,87204 1,28154 8,87206 2,96 J1A2P3 2,98356 2,85176 4,19461 10,02993 3,34 J2A1P1 1,8915 4,65972 3,66624 10,21746 3,41 J2A1P2 3,39141 3,46735 2,55254 9,4113 3,14 J2A1P3 3,40938 6,4904 3,68368 13,58346 4,53 J2A2P1 3,0186 2,27205 1,09935 6,39 2,13 J2A2P2 2,53344 3,63028 2,73996 8,90368 2,97 J2A2P3 5,07816 3,7555 6,81912 15,65278 5,22 J3A1P1 4,17925 2,44948 6,39354 13,02227 4,34 J3A1P2 8,10768 3,7736 4,46352 16,3448 5,45 J3A1P3 5,86602 3,63267 4,20448 13,70317 4,57 J3A2P1 6,1884 3,699 7,14493 17,03233 5,68 J3A2P2 4,74639 3,4592 5,43643 13,64202 4,55 J3A2P3 4,1736 3,22379 2,8096 10,20699 3,40

Total 218,39059 72,80

Lampiran 12. Sidik ragam serapan P

SK db JK KT Fhit Ftabel Ket

Ulangan 2 0,583468 0,291734 0,1577 3,28 tn Perlakuan 17 50,93001 2,995883 1,6204 1,92 tn Jamur (J) 2 11,40994 5,704968 3,0857 3,28 tn W.Aplikasi

(A) 1 4,657712 4,657712 2,5193 4,13 tn

Fosfat (P) 2 3,200444 1,600222 0,8655 3,28 tn

JxA 2 3,119515 1,559757 0,8436 3,28 tn

JxP 4 19,07468 4,768669 2,5793 2,65 tn

AxP 2 0,524273 0,262136 0,1417 3,28 tn

JxAXP 4 8,943458 2,235864 1,2093 2,23 tn

Galat 34 62,8594 1,848806

Total 53

Gambar

Tabel 1. Populasi Mikroorganisme terhadap jamur,waktu aplikasi dan dosis pupuk yang berbeda (107)
Gambar 1. Hubungan antara jamur dan populasi mikroorganisme tanah
Tabel 2. pH tanah terhadap jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk yang berbeda
Tabel 3. P- total tanah (ppm) terhadap jamur, waktu aplikasi dan dosis pupuk          yang berbeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penemuan interferon hasil dari bioteknologi modern untuk mengobati penyakit kanker sangatlah bermanfaat bagi para penderita, karena jaringan yang terkena kanker

As the conclusion, this research proved that Teaching vocabulary by using English comic as media could improve the ability in mastery vocabulary furthermore,

Keluaran Jumlah Pelaksanaan Sosialisasi Peningkatan Toleransi dan Kerukunan Dalam Kehidupan Beragama.

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Hasil Terselenggaranya Koordinasi Pemeliharaan Stabilitas Nasional di Daerah Untuk Menurunkan Konflik Sosial Dalam

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Keluaran Jumlah Pelaksanaan Survey dan Pendataan Organisasi Masyarakat dan LNL.

Keluaran Jumlah Verifikasi Dokumen Permintaan Bantuan Keuangan.