• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DISTRIBUSI AKAR DAN TAJUK SEBAGAI

DASAR PENYUSUNAN DETAIL PENANAMAN

FIRDAUS

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

FIRDAUS. Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penananan. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH.

Distribusi hara, air, dan cahaya terutama dipengaruhi oleh karakteristik dari jenis pohon, khususnya bentuk tajuk dan distribusi perakaran. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendeskripsikan distribusi spasial akar. Akar pohon diekspos, diamati, dan diukur untuk mengidentifikasi distribusinya. Karakteristik percabangan dan beberapa data lain juga digunakan sebagai input data. Fraksi akar horizontal, rasio akar-batang, dan indeks kedangkalan akar digunakan dalam proses analisis. Kerapatan akar palem raja di kedalaman 0-15 cm lebih tinggi dibandingkan di kedalaman 15-30 cm. Pada bungur, akar masih dijumpai hingga kedalaman 100 cm dengan kerapatan akar di kedalaman <50 cm lebih tinggi dibandingkan di kedalaman >50 cm. Kerapatan akar palem raja dan bungur berkurang dengan pertambahan jarak dari pangkal batang serta kerapatan akar bungur berkurang dengan pertambahan kedalaman. Akar palem raja menyebar sampai jarak 4,5 m dari pangkal batang sedangkan bungur sampai jarak 4 m. Tinggi pohon, lebar tajuk, diameter batang berpengaruh terhadap perkembangan akar lateral/horizontal. Produk dari penelitian ini adalah rekomendasi perencanaan penanaman.

Kata kunci: Tajuk, distribusi akar, fraksi akar horizontal, rasio batang-akar, indeks kedangkalan akar

ABSTRACT

FIRDAUS. Identification of Plant Shoot and Root Distribution as Basis of Preparation of Planting Detail. Supervised by NIZAR NASRULLAH.

The distribution of nutriens, water, and light is influenced mainly by the caracteristics of the tree spesies, particularly crown shape and root distribution. Therefore, it is especially important to describe the spatial distribution of roots. In this research, tree roots were exposed, observed, and measured to identify their distribution. The parameters were counted which are root number, diameter, root length, surface area,and root length density. Branches characteristics and other data are also used as input data. Horizontal root fraction, shoot-root ratio, and index of root shallowness were used in analysis process. Root density of Roystonea regia in the depth of 0-15 cm higher than in the depth of 15-30 cm. At bungur, roots still found in the depth up to 100 cm and root density in the depth <50 cm was higher than in the depth of > 50 cm. Root density of Roystonea regia and Lagerstroemia speciosa decreased with increasing distance from the base of the stem and root density of Lagerstroemia speciosa decreased with increasing depth. Roystonea regia roots spread up to a distance of 4.5 m from the base of the stem while bungur to 4 m from the base of the stem. Other result showed tree height, canopy width, stem diameter influenced the development of the lateral/horizontal roots. The output of this study is planting plan recomendation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

IDENTIFIKASI DISTRIBUSI AKAR DAN TAJUK SEBAGAI

DASAR PENYUSUNAN DETAIL PENANAMAN

FIRDAUS

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul skripsi : Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman

Nama : Firdaus NIM : A44080063

Disetujui oleh

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Sc. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanallahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah struktur dan karakteristik tanaman, dengan judul Identifikasi Distribusi Akar dan Tajuk sebagai Dasar Penyusunan Detail Penanaman.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dan berkontribusi dalam proses penelitian serta penyelesaian penulisan karya ilmiah ini, yaitu kepada:

1. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, masukan, arahan dan kesabarannya selama penyusunan karya ilmiah ini.

2. Dr. Ir. Tati Budiarti, M.S. dan Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si. selaku dosen penguji atas koreksi, masukan, dan sarannya.

3. Ayah, ibu, dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

4. Prastyo Zahara, M. Azkari H. A. serta teman-teman semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan, dukungan, dan doanya. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang memerlukan dan berguna sebagai referensi bagi penelitian lain yang dilaksakan pada masa yang akan datang.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

Kerangka Pikir Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Perencanaan dan Desain Penanaman 2

Arborikultur dan Manajemen Nutrisi 4

Arsitektur Pohon 4

Struktur dan Karakteristik Akar 5

Parameter Pengamatan Akar 6

METODE 7

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Alat dan Bahan 7

Prosedur Penelitian 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Palem Raja (Roystonea regia) 11

Pohon Bungur (Lagerstroemia speciosa) 14

Rekomendasi 17

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 20

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Contoh format data dalam pengamatan akar proksimal 10 Tabel 2 Hasil pengamatan rata-rata kerapatan akar palem raja pada

kedalaman 0-15 cm 11

Tabel 3 Hasil pengamatan rata-rata kerapatan akar palem raja pada

kedalaman 15-30 cm 12

Tabel 4 Ukuran tinggi, diameter batang dan tajuk palem raja 13 Tabel 5 Perbandingan ukuran batang-tajuk dengan fraksi akar horizontal

dan rasio akar-batang pada pohon bungur 15

Tabel 6 Rata-rata kerapatan akar bungur (kg/dm3) pada berbagai kedalaman

dan jarak dari pangkal batang 15

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian ... 2 Gambar 2 Lokasi dan kondisi palem raja ... 7 Gambar 3 Ilustrasi lokasi delapan titik pengamatan (S) pada berbagai

interval jarak dari pangkal batang palem raja yang diamati

pengamatan dan salah satu lubang pengambilan contoh akar ... 8 Gambar 4 Ilustrasi akar proksimal dan percabangannya ... 10 Gambar 5 Grafik rata-rata kerapatan akar palem raja pada kedalaman tanah

0-15 cm ... 12 Gambar 6 Grafik rata-rata kerapatan akar palem raja pada kedalaman tanah

15-30 cm ... 13 Gambar 7 Ekspresi morfologi dari tiga sampel bungur 14 Gambar 8 Distribusi perakaran dari tiga sampel bungur 14 Gambar 9 Grafik rata-rata kerapatan akar bungur pada tiap interval

jarak 16

Gambar 10 Grafik rata-rata kerapatan akar bungur pada tiap interval

kedalaman 16

DAFTAR LAMPIRAN

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyusunan detail penanaman dan pemeliharaan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam penghijauan. Perlakuan dalam hal penanaman dan pemeliharaan akan berbeda-beda tergantung jenis tanamannya. Aspek-aspek pemeliharaan harus didefinisikan dengan jelas dan dilaksanakan dengan benar serta terus menerus untuk menjaga keberlangsungan hidup tanaman tersebut serta agar tanaman tersebut dapat terus menjalankan fungsinya sebagai penyeimbang ekologi.

Distribusi hara, air, dan cahaya dipengaruhi oleh karakteristik jenis pohon, khususnya bentuk tajuk dan distribusi perakaran. Tanaman dapat tumbuh optimal apabila mampu memanfaatkan ruang tumbuh secara optimal. Pada garis besarnya, ruang tumbuh pohon terbagi ke dalam dua bagian yaitu ruang di atas tanah dan di bawah tanah. Pengaturan ruang di atas tanah dimaksudkan agar tajuk berkembang secara optimal dan bertujuan menurunkan persaingan intensitas cahaya matahari. Tindakan yang sesuai untuk itu adalah pemangkasan dan penjarangan. Pengaturan ruang di bawah tanah dimaksudkan agar akar berkembang secara optimal dan bertujuan mengurangi persaingan hara dan air serta memberikan ruang penyebaran akar dalam tanah. Tindakan yang sesuai untuk itu adalah pengaturan lebar jarak tanam dan bentuk lubang tanam. Lebar jarak tanam ditentukan berdasarkan kecepatan pemanjangan akar, sedangkan bentuk lubang tanam ditentukan berdasarkan struktur akar.

Akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral, dan bahan-bahan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Walaupun memiliki sumbangan yang sangat penting, sering kali akar tidak diperdulikan karena tidak tampak (Gardner et al., 1991). Kesalahan dalam jarak tanam, lubang penanaman, serta pemupukan adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terganggunya perakaran sehingga akar tidak dapat berfungsi optimal. Hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan tanaman tersebut. Sekelompok tumbuhan akan memberikan semacam rasio pucuk akar untuk setiap jenis tanaman, perubahan tingkat kenormalan ini (turun atau naik) merupakan indikasi perubahan dari keseluruhan tingkat kesuburan tanaman (Baluska et al., 1995). Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman serta tajuk perlu dikaji lebih dalam dan disesuaikan dengan lingkungan terkini sehingga dapat digunakan untuk menduga perkembangan akar di lapangan.

Tujuan Penelitian

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara akademis diharapkan dapat bermanfaat dalam melengkapi literatur bagi kalangan akademik tentang profil akar tanaman. Selain itu, dapat pula dijadikan referensi bagi stakeholder terkait, baik perencana, akademisi, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya dalam penyusunan detail penanaman dan pemeliharaan khususnya pemupukan.

Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan tambahan dasar acuan dalam penyusunan detail penanaman. Kerangka penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan dan Desain Penanaman

Perencanaan dalam arti luas adalah suatu kemampuan untuk memahami dan menganjurkan adanya suatu perubahan dari yang mungkin atau tidak mungkin pada saat menjadi kenyataan pada masa yang akan datang. Lebih lanjut dikatakan bahwa suatu proses perencanaan merupakan alat yang sistematis untuk menentukan saat awal, keadaan yang diharapkan dan cara terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Tujuan perencanaan lanskap yaitu untuk memperbaiki dan menyelamatkan lanskap kolektif, membantu mempertemukan berbagai pengguna yang berkompetisi dan

Perencanaan, Desain dan Manajemen Penanaman

Jenis Tanah Spesifikasi Bahan Tanaman Waktu yang Tersedia

Struktur dan Fungsi Bagian Tanaman

Arsitektur Tajuk Pohon Karakteristik Akar

(13)

3 menggabungkannya ke dalam suatu lanskap dimana tidak terjadi kerusakan alam dan sumberdaya cultural tempat masyarakat dijumpai. Selain itu tujuan utama perencanaan untuk menentukan tempat yang sesuai dengan daya dukung lahan dan keadaan umum masyarakat sekitar (Simonds, 1983).

Knudson (1980) menjelaskan perencanaan adalah mengumpulkan dan mengintepretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Nurisyah dan Pramukanto (1995, dalam Faikoh, 2008) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan suatu tindakan menata dan menyatukan berbagai penggunaan lahan berdasarkan pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya guna mendukung fungsi yang akan dikembangkan pada lahan tersebut termasuk fungsi-fungsi baru yang akan direncanakan. Oleh berbagai pakar arsitektur lanskap dikemukakan bahwa perencanaan lanskap berfungsi utama sebagai panduan atau penuntun tentang saling keterkaitan yang kompleks antara fungsi atau berbagai fungsi dengan habitat.

Perencanaan penanaman merupakan suatu perencanaan dalam ruang lingkup yang lebih sempit. Tujuannya kurang lebih sama dengan perencanaan lanskap yaitu untuk memperbaiki dan menyelamatkan lanskap dengan lebih terfokus pada hijauan dan proses-proses perawatannya. Salah satu contohnya dalam manajemen pemupukan. Beberapa pakar arsitektur lanskap mengemukakan bahwa rencana penanaman adalah penanaman yang diinginkan pada suatu lahan di masa yang akan datang. Sedangkan unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam membuat desain penanaman adalah spesifikasi bahan tanaman, jenis tanah, dan waktu yang tersedia.

Manfaat perencanaan dan desain penanaman yang benar yaitu tanaman dapat tumbuh secara optimum, tanaman dapat menampilkan sifat fisik yang diinginkan, mudah dipelihara, dan menguntungkan kontraktor bila dilaksanakan dengan benar. Pentingnya perencanaan dan desain detail penanaman yang benar karena tanaman memiliki sifat untuk berkompetsi dengan tanaman lain yang dapat menyebabkan hasil yang tidak kita harapkan. Guritno dan Sitompul (1995) menjelaskan kompetisi yang terjadi pada tanaman yaitu:

Kompetisi unsur hara dan air. Apabila dua atau lebih tanaman ditanam dengan jarak yang cukup dekat serta ketersediaan unsur hara dan air terbatas, maka kompetisi terhadap faktor tersebut akan terjadi.

(14)

4

Arborikultur dan Manajemen Nutrisi

Harris et al. (2004) mengemukakan bahwa perawatan tanaman berkayu seperti pohon berdasarkan berdasarkan pada konsep dasar. Secara keseluruhan, prinsip panduan berikut membentuk kerangka program manajemen:

 Perkembangan pohon berubah seiring waktu, sehingga perawatan pohon merupakan keharusan.

 Perawatan pohon adalah jangka panjang, proses intensitas rendah.

 Perawatan pohon didasarkan pada prinsip-prinsip perawatan kesehatan tanaman.

 Perawatan pohon berlaku konsep umum untuk genotip tertentu.

 Dalam perawatan pohon, satu ons pencegahan bernilai satu pon pengobatan karena kita memiliki kemampuan terbatas untuk menyembuhkan.

 Pohon yang baik dan perawatan pohon, dimulai dengan tanaman yang berkualitas.

 Pohon pilihan berdasarkan pada “tanaman yang tepat, tempat yang tepat”.  Perawatan arborikultur dapat memiliki manfaat positif atau konsekuensi

negatif.

 Kesehatan pohon dan resiko yang ada saling terkait namun tidak setara.  Arborikultur dan kehutanan saling terkait namun bukan bidang yang setara.

Termasuk di dalam arborikultur adalah manajemen nutrisi. Salah satu praktek dalam manajemen nutrisi adalah pemupukan. Pemupukan dilakukan untuk memberikan unsur tersedia bagi perakaran tanaman. Bahkan dalam jenis tanah tertentu, misalnya tanah gambut, beberapa unsur hara juga dibutuhkan oleh mikroba dalam mendekomposisi tanah gambut, seperti N, P, Mg, Fe, Co, Ni, dan Mn (Yavitt et. al. 2004). Dalam hal pemupukan, dijelaskan ada beberapa metode aplikasi pupuk, yaitu:

 Ditebarkan di permukaan tanah  Ditempatkan dalam lubang di tanah

 Disuntikan ke tanah dalam larutan di bawah tekanan  Disemprotkan pada daun

 Disuntikan ke atau ditempatkan di lubang (implan) di batang pohon

Keberadaan unsur hara yang diberikan ke tanah sangat dipengaruhi oleh reaksi biologi, fisik, dan kimiawi sehingga menyebabkan konsentrasi unsur hara yang diberikan akan mengalami perubahan. Proses fisik yang mempengaruhi perubahan konsentrasi hara disebabkan oleh serapan akar, suhu, aliran air, dan pengolahan lahan (Bassirirad, 2000; Bertol et. al. 2003). Erosi akibat aliran permukaan menyebabkan unsur hara teristribusi ke arah horizontal dan lateral (Subagyono dan Tanaka, 2007; Faucette et. al. 2004). Pemanasan tanah menyebabkan unsur hara mobil akan tervolatilisasi. Pencucian (leaching) menyebabkan unsur hara terdistribusi ke arah vertikal (ke bawah).

Arsitektur Pohon

(15)

5 (Oldeman 1992 dan Vester 1997). Dasar pengamatan karakteristik atau arsitektur bagian di atas tanah adalah karakteristik batang, pola percabangan,diferensiasi, dan reiterasi cabang serta bentuk tajuk. Hallé et al. (1978) mendeskripsikan 24 model arsitektur pohon. Sebelumnya, Hallé dan Oldeman (1970) memberi nama model-model tersebut dengan nama botanis yang menemukannya.

Bentuk tajuk secara physiognomy diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Kehutanan (1976), dimana bentuk tajuk dikatakan piramid jika bagian terlebar ditemukan pada dasar tajuk dan semakin ke atas semakin kecil. Bentuk tajuk parabola jika panjang atau dalamnya tajuk lebih dari dua kali lebarnya dan lebarnya tajuk sama sepanjang batang. Tajuk dikatakan hemispherical bila bagian terlebar dari tajuk ada di tengah-tengah panjang tajuk dan panjang tajukm hampir sama dengan lebarnya.

Struktur dan Karakteristik Akar

Tjitrosoepomo (2009) mengemukakan bahwa akar adalah bagian pokok yang nomor tiga (di samping batang dan daun) bagi tumbuhan yang tubuhnya telah merupakan kormus. Akar biasanya mempunyai sifat-sifat berikut:

 Merupakan bagian tumbuhan yang biasanya terdapat di dalam tanah dengan arah tumbuh ke pusat bumi (geotrop) atau menuju air (hidrotrop), meninggalkan udara dan cahaya.

 Tidak berbuku-buku, jadi juga tidak beruas dan tidak mendukung daun-daun atau sisik-sisik maupun bagian-bagian lainnya.

 Warna tidak hijau, biasanya keputih-putihan atau kekuning-kuningan.  Tumbuh terus pada ujungnya, tetapi umumnya pertumbuhannya masih

kalah dibandingkan dengan batang.

 Bentuknya seringkali meruncing, hingga lebih mudah untuk menembus tanah.

Sewaktu tumbuhan masih kecil, yaitu dalam bentuk lembaga di dalam biji, calon akar itu sudah ada, dan disebut akar lembaga (radicula). Pada perkembangan lanjutannya, kalau biji mulai berkecambah sampai menjadi tumbuhan dewasa, akar lembaga dapat memperlihatkan perkembangan yang berbeda, hingga pada tumbuhan lazimnya dibedakan dua macam sistem perakaran:

Sistem akar tunggang, jika akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil. Akar pokok yang berasal dari akar lembaga disebut akar tunggang (radix primaria). Susunan akar yang demikian ini biasanya terdapat pada tumbuhan biji belah (Dicotyledoneae) dan tumbuhan biji telanjang (Gymnospermae).

Sistem akar serabut, yaitu jika akar lembaga dalam perkembangan selanjutnya mati atau kemudian disusul oleh sejumlah akar yang kurang lebih sama besar dan semuanya keluar ari pangkal batang. Akar-akar ini karena bukan berasal dari calon akar yang asli dinamakan akar liar, bentuknya seperti serabut. Oleh karena itu dinamakan akar serabut (radix adventicia).

(16)

6

golongan biji belah, tidak akan mempunyai akar tunggang jika tidak ditanam dari biji.

Pembagian karakteristik akar secara garis besar seperti yang dijelaskan sebelumnya. Namun, secara khusus sulit untuk mengklasifikasi karakteristik perakaran dari spesies pohon yang berbeda karena distribusi perakaran dalam ruang dan waktu dipengaruhi oleh faktor genetik maupun kondisi tanah setempat (Huck 1983, Atger 1992) sehingga tempat dan kondisi tanah terkadang sangat banyak mengubah pertumbuhan akar sehingga karakter spesies tidak jelas (Kozlowski, 1971)

Parameter Pengamatan Akar

Hasil Pengamatan akar dapat dinyatakan per satuan tanaman, per satuan volume tanah, dan per satuan luas tanah. Cara pertama sesuai untuk studi hubungan tajuk akar, kedua untuk studi penggunaan air dan unsur hara, dan ketiga untuk studi tingkat komunitas tanaman (De Willingen dan Van Noordwijk, 1987). Parameter akar yang dapat diamati langsung adalah berat akar, jumlah akar, dan panjang akar. Sedangkan luas permukaan akar dan volume akar biasanya diperoleh dengan penaksiran.

Indeks yang dapat dibentuk dari berat akar adalah nisbah berat akar (NBA) yaitu nisbah berat akar (W akar) dengan biomassa total tanaman (W). Ini dapat digunakan untuk menjelaskan efisiensi akar dalam mendukung pembentukan biomassa total tanaman. Apabila pengamatan akar melibatkan volume tanah, maka informasi kerapatan penyebaran akar dapat dinyatakan dalam indeks kerapatan panjang akar (KPA) yaitu nisbah panjang akar dengan volume tanah yang diamati. Secara analogi, indeks kerapatan berat akar (KBA) dan kerapatan luas akar

(KLA) dapat dibentuk dengan menggunakan berat dan luas akar sebagai pengganti panjang akar. Indeks luas akar (ILA)sering juga digunakan, yang sejajar dengan indeks luas daun (ILD), yaitu nisbah luas permukaan akar dengan luas tanah (Guritno dan Sitompul, 1995).

(17)

7

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi sampel penelitian ini di Arboretum Lanskap dan Taman Plaza Rektorat Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Adapun sebagian pengolahan sampel penelitian dilaksanakan di Gang Masjid 3 Babakan Doneng dan Jln. Ciheulet, Pakuan, Baranang Siang, Bogor Timur. Penelitian dimulai dari bulan Januari 2015 sampai Juni 2015 kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data dan penyusunan laporan akhir.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kamera digital, roll meter, hagameter, jangka sorong, mikrometer sekrup, drying oven (300x300x270mm; 24,3 liter), ember, cangkul, linggis dan peralatan lain untuk penggalian akar. Bahan yang digunakan adalah bungur (Lagerstroemia speciosa) dan palem raja (Roystonea regia). Untuk setiap jenis pohon, diambil tiga individu sebagai contoh, yang berumur >10 tahun. Selain itu juga digunakan data sekunder, literatur, dan pustaka dalam penelitian ini.

Prosedur Penelitian

Penelitian antara palem raja dan bungur menggunakan dua prosedur yang berbeda, yaitu sebagai berikut:

Palem Raja (Roystonea regia)

Lokasi sampel palem raja berada di taman plaza rektorat. Bagian selatan pohon dibatasi perkerasan sebagai jalur sirkulasi penghubung antara bangunan Graha Widya Wisuda dan rektorat. Begitu pula bagian timur dan barat pohon juga terdapat perkerasan. Bagian utara pohon dibatasi dengan daerah resapan air dan

(18)

8

danau perpustakaan IPB. Batas ke arah utara yang tidak terganggu dengan perkerasan ditetapkan sebagai daerah pengamatan.

Pada setiap pohon pengamatan (P) ditentukan titik pengamatan akar sebanyak 8 titik (S) dengan interval jarak dari pusat batang palem adalah 1,0; 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 dan 4,5 m (Gambar 3), sehingga jumlah titik pengamatan adalah: (P) 3 x (S) 8 = 24 titik. Pada masing-masing titik tersebut diambil contoh

tanah pada 2 kedalaman (D) yaitu 0-15 cm dan 15-30 cm untuk diketahui kerapatan akarnya. Keseluruhan contoh tanah menjadi sebanyak: (P) 3 x (S) 8 x (D) 2 = 48 contoh.

Contoh tanah untuk analisis kerapatan akar diambil dengan menggunakan alat pengambil akar. Alat tersebut ditusukan ke dalam tanah hingga kedalaman 15 cm kemudian diangkat hingga tanah beserta akar yang berada di dalamnya dapat terambil. Begitu pula prosedur untuk pengambilan contoh tanah pada kedalaman 15-30 cm. Setiap contoh tanah dicuci di dalam ember/wadah berisi air bersih lalu dipisahkan antara akar dan tanah. Pemisahan tersebut berdasarkan penampakan visual dengan bantuan alat penyaring. Akar yang terkumpul dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 700C selama 2x24 jam hingga mencapai berat

konstan. Setelah itu, akar kering tersebut dipisahkan berdasarkan diameter akar fungsional.

Harris (2004) mengemukakan bahwa sistem perakaran palem jauh lebih sederhana dibandingkan pohon berkayu. Individu akar dapat bercabang namun tidak serumit perakaran pohon berkayu. Konsekuensi dari hal tersebut adalah

Gambar 3 Ilustrasi lokasi delapan titik pengamatan (S) pada berbagai interval jarak dari pangkal batang palem raja yang diamati dan salah satu lubang

(19)

9 bahkan spesimen palem yang besarpun berhasil ditransplantasi di berbagai lanskap. Beberapa pakar lain juga menjelaskan tentang sistem perakaran palem yang lebih sederhana dan sistem perakaran di antara jenis palem juga tidak sangat jauh berbeda.

Berdasarkan Harris (2004), Tinker (1976), Hartley (1997), Fatmawati dan Ginting (1987), akar melakukan pertumbuhan yang kontinyu sehingga menyebabkan terjadinya diversifikasi ukuran dan fungsinya. Akar primer terbentuk dari akar yang tumbuh di pangkal batang kemudian terus membesar dan memanjang. Bagian akar yang lebih kecil akan membentuk akar sekunder, tersier, hingga kuarter. Diameter akar primer berukuran 6-10 mm, akar sekunder berukuran 2-4 mm, akar tersier ditemukan pada ukuran 0,7-2 mm, dan akar kuarter berukuran 0,1-0,3 mm. Penyerapan hara dan air dilakukan oleh akar tersier dan kuarter.

Pengelompokan akar pada penelitian palem raja ini adalah sebagai berikut: i. Akar primer (Ø > 5 mm)

ii. Akar sekunder (Ø 2,5-5 mm) iii. Akar tersier (0,5 ≤ Ø <2,5 mm) iv. Akar kuarter (Ø < 0,5 mm)

Data kerapatan akar dari tiap empat kelompok akar di atas akan dibandingkan dengan jarak dari pangkal batang palem raja. Hasil analisis digunakan untuk menghasilkan rekomendasi, diantaranya aplikasi pemupukan yang sesuai.

Bungur (Lagerstroemia speciosa)

Lokasi sampel bungur berada di Arboretum Lanskap IPB. Pengamatan bungur terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

Inventarisasi Arsitektur Pohon Bagian Atas Tanah

 Foto Eksisting Pohon. Objek difoto secara keseluruhan untuk menunjukan kondisi umum pohon tersebut. Seperti pola /bentuk tajuk dan percabangan.  Pengukuran Lingkar Batang. Pengukuran dilakukan terhadap batang pohon pada ketinggian ±130 cm dari permukaan tanah (dbh = diameter at breast height). Bila telah dijumpai percabangan sebelum dbh maka diameter diukur di bagian tengah batang utama. Pengukuran dilakukan dengan melingkari batang pohon dengan rollmeter.

 Pengukuran Tinggi Pohon. Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan hagameter.

 Pengukuran Diameter Tajuk. Pengukuran dilakukan empat arah dari pusat batang dengan menggunakan rollmeter .

Inventarisasi Distribusi Perakaran

Pengumpulan data dilakukan dengan menggali dan mengekspos perakaran dari masing-masing individu tiap jenis pohon. Langkah-langkah pengambilan datanya adalah sebagai berikut:

a. Menggali tanah di sekitar pohon dengan hati-hati sampai akar-akar utama (akar proksimal) dan percabangan pertamanya nampak dengan jelas. b. Mengukur diameter dan arah akar-akar proksimal (horizontal atau vertikal).

(20)

10

c. Memilih satu akar proksimal (yang cukup besar) yang akan ditelusuri dan diukur diameter serta panjang anak-anak akarnya sampai akar halusnya. d. Menggali zona perkaran dengan membagi zona lubang galian pengamatan

dengan interval jarak dari batang 1, 2, 3, dan 4 meter dan kedalaman dengan interval 0,25; 0,50; 0,75; dan 1 m. Sehingga setiap segmen lubang galian pengamatan berukuran ± panjang (1 m) x lebar (1 m) x dalam (0,25 m). e. Setiap segmen lubang (total 16 segmen lubang) diambil potongan akar

dengan panjang 5-10 cm dan diamter 0,5-2 cm. Kemudian potongan akar tersebut di keringkan dengan oven pada suhu 700C selama 2x24 jam hingga

mencapai berat konstan. Potongan akar tersebut digunakan sebagai kalibrasi untuk menduga bobot total akar di tiap segmen lubang pengamatan.

Analisis Data

Deskripsi distribusi spasial akar akan dianalisa hubungan antara kedalaman akar, jarak dari batang, dan kepadatan akar (bobot akar / volume tanah). Adapun fraksi akar horizontal dapat melalui perhitungan sebagai berikut (Murniati 2010):

Fraksi akar horizontal = ∑ Øh2 : ∑ Ø(h+v)2

Dimana:

∑ Øh2 = Total kuadrat diameter akar horizontal

∑ Ø(h+v)2 = Total kuadrat diameter akar horizontal dan vertikal

Tabel 1 Contoh format data dalam pengamatan akar proksimal

Nomor proksimal akar Akar

Diameter (cm) Arah

1 D1 H atau V

2 D2 H atau V

...

N DN1 H atau V

(21)

11 Rasio batang dan akar dihitung dari kuadrat diameter batang dan jumlah kuadrat semua diameter akar dari setiap individu pohon sebagaimana perhitungan berikut (Muniarti 2010):

Rasio batang akar = Øb2 : ∑ Ø(h+v)2

Dimana:

Øb2 = Kuadrat diameter batang

∑ Ø(h+v)2 = Total kuadrat diameter akar horizontal dan vertikal

Sintesis dan Rekomendasi

Hasil analisis digunakan untuk menghasilkan rekomendasi. Melalui pendekatan distribusi akar berdasarkan arah akar proksimal, perbandingan pucuk dan akar, serta indeks kedangkalan akar maka dapat ditentukan jarak tanam, bentuk dan kedalaman lubang tanam, lokasi pemupukan yang sesuai dengan jenis tanaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Palem Raja (Roystonea regia)

Distribusi Perakaran

Pada kedalaman 0-15 cm tidak dijumpai akar primer (Ø > 5 mm). Akar primer lebih berfungsi sebagai penopang pohon palem raja sehingga akar ini mungkin tumbuh di lapisan tanah yang lebih dalam. Tabel 2 dan Gambar 5 menunjukan bahwa pada kedalaman 0-15 cm akar kuarter (Ø < 0,5 mm) berkembang paling dominan kemudian diikuti oleh akar tersier (0,5 ≤ Ø <2,5 mm). Secara garis besar semakin jauh dari pangkal batang kerapatan akar kuarter dan tersier semakin menurun. Kerapatan akar kuarter hingga radius 4,5 m dari pangkal batang rata-rata berkisar antara 0,192-1,865 g/dm3.

Penurunan kerapatan akar kuarter terhadap jarak dari pangkal batang mengikuti pola linear dengan R2 = 0,8231. Akar tersier juga mengikuti pola linear

seperti akar kuarter dengan R2 = 0,8971. Kerapatan akar tersier lebih rendah

Interval jarak dari pusat palem (m) Rata-rata kerapatan akar (g/dm

3)

Primer Sekunder Tersier Kuarter

1,0 0,462 1,492 1,288

(22)

12

dibandingkan akar kuarter yaitu rata-rata berkisar antara 0,088-1,492 g/dm3. Pola linear dan nilai koefisien determinasi pada akar kuarter dan tersier menunjukan hubungan yang kuat antara kerapatan akar dengan jarak dari pangkal batang. Kerapatan akar sekunder (Ø 2,5-5 mm) berkisar antara 0,077-0,654 g/dm3. Hubungan kerapatan akar dengan jarak dari pangkal batang sangat lemah dengan

R2 = 0,1251. Akar sekunder secara umum menyebar merata. Hal ini cukup baik bagi pohon palem karena semakin memperkuat berdirinya batang. Seperti akar primer, akar sekunder lebih berfungsi membantu menopang batang palem raja.

Tabel 3 dan Gambar 6 menunjukan bahwa kerapatan akar pada kedalaman 15-30 cm memiliki pola yang hampir sama dengan kerapatan akar pada kedalaman 0-15 cm yaitu menurun secara gradual seiring bertambahnya jarak dari pangkal batang. Hanya saja kerapatan akar pada kedalaman 15-30 cm lebih rendah daripada kerapatan akar pada kedalaman 0-15 cm, baik pada akar sekunder, tersier maupun kuarter. Akar primer dijumpai pada jarak 1,0 m dan 1,5 m dengan nilai kerapatan 0,568 g/dm3 dan 0,101 g/dm3. Kemudian akar sekunder hanya dijumpai sampai

Tabel 3 Hasil pengamatan rata-rata kerapatan akar palem raja pada kedalaman 15-30 cm

Interval jarak dari pusat palem (m) Rata-rata kerapatan akar (g/dm

3)

Primer Sekunder Tersier Kuarter

1,0 0,568 0,415 0,901 1,561

(23)

13 jarak 3,0 m dari pangkal batang dengan kisaran nilai kerapatan 0,053-0,415 g/dm3. Pada akar tersier kerapatan akar berkisar antara 0,028-0,901 g/dm3 sedangkan akar

kuarter berkisar antara 0,041-1,561 g/dm3. Terdapat hubungan yang kuat antara

kerapatan akar dengan jarak dari pangkal batang. Hal ini terlihat dari koefisien determinasi akar sekunder (R2 = 0,7336), akar tersier (R2 = 0,9182), dan akar

kuarter (R2 = 0,8826).

Tabel 4 menunjukan bahwa rata-rata diameter tajuk palem raja 6-7 m. Ukuran tinggi, diameter batang, dan diameter tajuk tidak memiliki pengaruh yang signifikan satu sama lain. Berdasarkan radius tajuk dan radius sebaran akar, maka jarak tanam palem raja sebaiknya berkisar 6-7 m agar tidak terganggu pertumbuhan tajuk dan distribusi perakaran satu sama lain. Walaupun kemungkinan masih dijumpai perkaran pada jarak > 4,5 m, radius pemupukan sebaiknya tidak melebihi 4,5 karena dalam jarak tersebut akar masih cukup rapat. Sehingga pemupukan dapat lebih efektif.

Tabel 4 Ukuran tinggi, diameter batang dan tajuk palem raja

(24)

14

Pohon Bungur (Lagerstroemia speciosa)

Ekspresi morfologi dari tiga sampel bungur (Gambar 7) adalah bungur memiliki lebar tajuk yang cukup konstan sepanjang batang, sementara tinggi tajuknya kira-kira dua kali lebar tajuknya. Berarti secara physiognomy tajuk bungur berbentuk oval/parabola berdasarkan kriteria klasifikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Kehutanan (1976).

Bungur 1 Bungur 2 Bungur 3

Gambar 7 Ekspresi morfologi dari tiga sampel bungur

(25)

15 Hasil pengamatan seperti yang disajikan pada Tabel 5 menunjukan bahwa fraksi akar horizontal dari tiga sampel bungur merupakan bagian yang cukup dominan. Berarti sebaliknya, fraksi akar vertikal hanya merupakan bagian kecil dari total akar. Hal ini sesuai dengan kondisi tajuk bungur yang cukup lebar dan memiliki perkaran dangkal (Tabel 6). Umumnya jenis pohon yang memiliki perakaran yang dalam dan fraksi akar vertikal yang tinggi serta bentuk tajuk yang tipis dan sempit adalah jenis pohon pionir. Jenis yang cepat tumbuh, tahan terhadap kekeringan, dan dapat beradaptasi dengan lingkungan yang tertekan seperti lahan alang-alang yang tandus (Muniarti 2010). Adapun fraksi akar horizontal pada sampel bungur 3 bernilai paling rendah dimungkinkan salah satu penyebabnya lokasi bungur tersebut berada di sekitar tanah miring. Sehingga mungkin pada awal pertumbuhan lebih memfokuskan pertumbuhan akar vertikal untuk lebih memperkokoh berdirinya batang. Sedangkan bungur 1 dan 2 berada pada tanah yang datar.

Adapun proporsi batang terhadap akar (Rasio akar-batang) menunjukan bahwa laju pertumbuhan diameter batang lebih tinggi daripada laju pertumbuhan diameter akar. Untuk diameter batang dan tinggi batang tidak terdapat korelasi yang signifikan dengan nilai rasio akar-batang. Proporsi batang yang lebih besar daripada akar salah satunya dimungkinkan suplai air dan hara yang cukup. Saat penggalian akar, kondisi tanah cukup lembab, kaya akan serasah, serta banyak organisme tanah. Pada tanah yang subur, akar pohon menyerap hara dan air dengan lebih mudah. Sehingga tidak penting untuk menimbun dan atau mengalokasikan cadangan makanan (hasil fotosintesis) untuk pertumbuhan akar-akar baru. Sebagian besar cadangan makanan diakumulasikan pada bagian pohon di atas tanah. Oleh karena itu nilai rasio akar-batang dapat lebih tinggi.

Tabel 5 Perbandingan ukuran batang-tajuk dengan fraksi akar horizontal dan rasio akar-batang pada pohon bungur

Kedalaman (cm) Jarak dari pangkal pohon (m)

1 2 3 4

(26)

16

Gambar 9 menunjukan bahwa semakin jauh dari pangkal batang kerapatan akar mengalami penurunan secara gradual. Hal terlihat dari nilai koefisien determinasi yang tinggi pada kedalaman 0-25 cm (R2 = 0,9524), kedalaman 25-50

cm (R2 = 0,9069), kedalaman 50-75 cm (R2 = 0,8505). Sedangkan kedalaman 75-100 cm memiliki pola yang berbeda mungkin dikarenakan sampel bungur 3 berlokasi di lahan miring dan memiliki fraksi akar vertikal yang lebih tinggi. Gambar 10 menunjukan pertambahan kedalaman berpengaruh secara signifikan terhadap berkurangnya kerapatan akar. Hal tersebut ditunjukan dengan nilai

koefisien determinasi yang tinggi di setiap interval jarak dari batang bungur yaitu R2 = 0,9576 (jarak 1 m), R2 = 0,9519 (jarak 2 m), R2 = 0,7689 (jarak 3 m), R2 =

Gambar 9 Grafik rata-rata kerapatan akar bungur pada tiap interval jarak

(27)

17 Menurut Dinas Tata Ruang Kota Bogor (2002, dalam Yulyaningsih 2010), kedalaman efektif tanah di wilayah Kecamatan Bogor Barat berkisar antara 20 cm hingga lebih dari 100 cm. Daerah studi mempunyai curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.598 mm, curah hujan maksimum tahunan 4.212 mm, dan curah hujan minimum tahunan 3.090 mm dengan jumlah hari hujan rata-rata dalam setahun adalah 189 hari serta rata-rata curah hujan setiap bulan lebih dari 100 mm (lampiran 1). Kedalaman efektif tanah hingga lebih 100 cm dan iklim dengan curah hujan yang tinggi juga berpengaruh terhadap kedalaman akar bungur selain sifat genetik dari bungur itu sendiri. Pada iklim dan jenis tanah yang berbeda, kedalaman akar bungur mungkin dapat kurang atau lebih dari 100 cm.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian maka didapat beberapa rekomendasi sebagai berikut:

 Jarak tanam sesama bungur sebaiknya ± 10 meter. Sedangkan jarak tanam antar sesama palem raja antara 6-7 meter. Hal ini agar tidak mengganggu perkembangan tajuk dan juga dikarenakan perakaran lateral keduanya berkembang dengan dominan sehingga dapat saling mengganggu.

 Penanaman bungur yang dikelilingi perkerasan sebaiknya disediakan bagian bebas perkerasan di sekeliling batang dengan diameter minimal 2 meter agar perkerasan tidak rusak oleh pertambahan diameter batang dan perkembangan akar.

 Kerapatan akar palem raja yang tinggi di kedalaman 0-15 cm dan kerapatan akar bungur yang tinggi hingga kedalaman 50 cm serta berkembang baiknya akar-akar lateral/horizontal bungur menunjukan bahwa metode aplikasi pupuk dengan cara ditebar di permukaan tanah di sekitar batang pohon cukup efisien. Pupuk/hara di lapisan atas dapat terjaga oleh rapatnya akar dan tidak mudah tercuci ke lapisan bawah. Agar pupuk/hara tidak terdistribusi ke luar jangkauan serapan akar yang disebabkan oleh run-off maka radius sebaran pupuk sebaiknya maksimal 2 m dari pangkal batang untuk palem dan maksimal sejauh radius tajuk untuk bungur. Sehingga bila pupuk/hara terdistribusi horizontal, pupuk/hara tetap dimungkinkan berada di jangkauan serap akar.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

18

tanah yang dibuktikan dengan nilai koefisien regresi linier yang tinggi yaitu kisaran rata-rata R2 > 0,8. Adapun tinggi pohon, lebar tajuk, diameter batang berpengaruh

terhadap perkembangan akar-akar lateral/horizontal.

Saran

Perlunya penelitian lebih lanjut dengan memperbesar jumlah sampel serta penelitian dengan kondisi lingkungan atau tanah yang berbeda-beda juga penelitian dengan rentang umur sampel yang berbeda-beda. Selain itu, juga diperlukan penelitian tentang konsentrasi hara yang terkandung di tanah untuk mengetahui sifat macam-macam unsur hara baik makro maupun mikro. Sehingga data lebih akurat dan metode aplikasi pupuk yang diterapkan di lapangan lebih tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Atger, C. 1992. Essai sur l’architecture Racinaire des Arbres. French: Universite Montpellier II

Baluska, F., Ciamporova M, Gasparikova O, Barlow PW. 1995. Structure and Function of Roots. Netherlands: Kluwer Academic Publishers.

Bassirirad, H. 2000. Kinetics of Nutrient Uptake by Roots: Responses to Global Change. Review New Phytol. 147: 155-169

Bertol, I., Mello EL, Guadagnin JC, Zaparolli ALV, Carrafa MR. 2003. Nutrient Losses by Water Erosion. Scientia Agricola 60 (3): 581-586

De Willigen, P. dan Van Noordwijk, M. 1987. Roots, Plant Production, and Nutrient Use Efficiency [PhD thesis]. Netherlands: Agricultural University Wageningen. hlm: 282

Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Pedoman Inventarisasi Flora dan Ekosistem. Bogor (ID): Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam. Direktorat Jenderal Kehutanan.

Faikoh. 2008. Deteksi Perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Industri Cilegon [skripsi]. Program Studi Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Fatmawati dan Ginting G. 1987. Morfologi Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Pematang Siantar (ID): Pusat penelitian Marihat. Hlmn: 37-51

Faucette, L. B., Risse LM, Nearing MA, Gaskin JW, West LT. 2004. Runoff, Erosion, and Nutrient Losses from Compost and Mulch Blankets Under Simulated Rainfall. J Soil and Water Conservation. 59 (4)

Gardner, F. P., Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya Jakarta (ID): UI Press

Guritno, B. dan Sitompul, S. M. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): UGM Press

(29)

19 Hallé, F.; R.A.A. Oldeman; P.B. Tomlinson. 1978. Tropical Trees and Forest, An

Architectural Analysis. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. New York. Hlm: 441

Harris, R. W., Clark JR, Matheny NP. 2004. Arboriculture: Integrated Management of Landscape Trees, Shrubs, and Vines. New Jersey (US): Pearson Education Inc.

Hartley, C. W. S. 1977. The Oil Palm Second ed. Tropical Agricultural Series. London dan New York: Longman. Hlmn: 806

Huck, M. G., 1983. Root distribution, Growth and Activity with Reference to Agroforestry. Plant Research and Agroforestry. Nairobi: ICRAF. Hlmn: 527-542

Knudson, D. M. 1980. Outdoor Recreation. New York: Mc Millan Publ. Co. Inc. Kozlowski, T. T. 1971. Growth and Development of Trees. New York and London:

Academic Press

Murniati. 2010. Arsitektur pohon, distribusi perakaran, dan pendugaan biomassa pohon dalam sistem agroforestry. J Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7(2):103-107

Oldeman, R. A. A., 1992. Architectural Models, Fractal and Agroforestry Design. Agriculture, Ecosystem and Environment 41: 179-188

Simons, J. O. 1983. Landscape Architecture. New York: Mc Graw-Hill Book Co. Inc.

Subagyono, K. dan Tanaka, T. 2007. The Role of Subsurface Flow Dynamic on Spatial and Temporal Variation of Water Chemistry in a Headwater catchment. Indonesian Journal of Agricultural Science. 8 (1): 17-30. Tinker, P. B. 1976. Soil Requirments of The Oil Palm Research. Cortley, R.H.V.,

Hardon, J.J. dan Wood, B.J. (ed). Amsterdam: Elsevier Scientific Publishing Company. Hlmn. 165-181

Tjitrosoepomo, G. 2009. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): UGM Press Van Noordwijk, M dan Purnomosidhi P. 1995. Root Architecture in Relation to

Tree-Soil-Crop Interactions and Shoot Pruning in Agroforestry. Agroforestry System 30: 161-173

Vester, H. 1997. The Tress and The Forest. The Role of Tree Architecture in Canopy Development: a Case Study in Secondary Forest (Araracuara, Columbia). Wageningen Agricultural University. Hlmn 182

Yavitt, J., Williams C, Wieder R. 2004. Soil Chemistry versus Environmental Controls on Production of CH4 and CO2 in Northem Peatlands. European

Journal of Soil Science. 56 (2): 169-178.

(30)

20

LAMPIRAN

(31)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muntok, Bangka Belitung pada tanggal 21 September 1990. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara, dari pasangan Alwi dan Meida Harti. Penulis memulai pendidikan di SDN 21(418) Muntok pada tahun 1996 dan menyelesaikannya pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan jenjang penidikan menengah pertama di SMPN 1 Muntok pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya pada tahun 2005 sampai dengan 2008 penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMAN 1 Muntok. Pada tahun 2008, penulis diterima di program studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
Gambar 2 Lokasi dan kondisi palem raja
Gambar 3 Ilustrasi lokasi delapan titik pengamatan (S) pada berbagai interval
Tabel 2 Hasil pengamatan rata-rata kerapatan akar palem raja pada kedalaman 0-15
+5

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi, kebanyakan alat fototerapi rumahan lebih tidak efisien dibanding alat yang tersedia di rumah sakit, memberikan fototerapi rumahan lebih sesuai pada bayi dengan kadar

Korelasi interglikosidik jarak jauh yang terjadi antara proton anomerik suatu residu gula dengan karbon dari residu gula yang lain atau karbon dari aglikon yang teramati

Tokoh Dimas berdasarkan teori William Schutz memiliki watak tipe hipersosial pada segi kebutuhan ketermasukan; Hal tersebut tergambar dari sikap Dimas yang merasa kasihan atas

Segenap Dosen pengajar di Jurusan Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah menularkan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.. Segenap pimpinan, dosen

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa (1) pelaksanaan standar proses pada pengelolaan proses pembelajaran Teknik Menggabungkan Audio Kedalam Sajian

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTORFAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN WIRAUSAHA DALAM MENJALANKAN BISNIS USAHA PADA TAHU

Contoh dalam disiplin waktu seperti, Masuk dan pulang sekolah tepat waktu pada jam yang telah ditentukan, tidak masuk sekolah dengan mengunakan keterangan, mengerjakan

Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan mengenalkan masalah sesuai dengan situasi ( contextual problem ) dalam setiap kesempatan. 3 Dengan memberikan masalah