• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR TERHADAP NILAI INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN (IDWG) PASIEN HEMODIALISA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "APLIKASI THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR TERHADAP NILAI INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN (IDWG) PASIEN HEMODIALISA"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal yang progresif dan irreversible, dengan manifestasi klinis penumpukan sisa metabolik di dalam darah. Ginjal mempunyai peranan yang penting pada tubuh manusia, yaitu untuk mempertahankan volume dan distribusi cairan, namun apabila ginjal gagal menjalankan fungsinya maka orang tersebut akan memerlukan perawatan dan pengobatan dengan segera (Muttaqin, 2011).

Angka kejadian penyakit gagal ginjal kronik meningkat dari tahun ke tahun, dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia. National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion (2014) melaporkan prevalensi penderita gagal ginjal

kronik di Amerika Serikat pada tahun 2011 berjumlah sekitar 20 juta orang atau sekitar 10% dari jumlah penduduk Amerika Serikat, dan hampir separuhnya memerlukan pelayanan hemodialisis. Penyakit gagal ginjal kronik menempati urutan ke 8 penyebab kematian terbanyak di Amerika Serikat. Jumlah penderita gagal ginjal kronik di Australia juga mengalami peningkatan, yaitu sekitar 1,7 juta jiwa pada tahun 2011.

Di Indonesia jumlah penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa mencapai 6,2% atau 104.000 jiwa dari populasi penduduk Indonesia. Berdasarkan data dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia setiap

(2)

tahunnya terdapat 200.000 kasus gagal ginjal kronik dengan stadium akhir. Sementara itu, menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi penderita gagal ginjal kronik di Indonesia sebesar 0,2%.

Tindakan medis yang dapat dilakukan pada penderita gagal ginjal kronik tahap akhir adalah hemodialisa, peritoneal dialisis dan transplantasi ginjal. Keberhasilan dalam menjalankan terapi hemodialisa didasarkan pada unsur-unsur yang beragam diantaranya kepatuhan pasien dalam pembatasan asupan cairan, rutin atau tidaknya pasien dalam menjalani program terapi hemodialisa, pengelolaan diri pasien, dan pemberdayaan pasien. Tindakan hemodialisis bermanfaat untuk pasien, namun bukan berarti hemodialisis tanpa efek samping. Komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa adalah penambahan Interdialytic Weight Gain (IDWG) (Denhaerynck et al, 2007).

Interdialytic Weight Gain (IDWG) diukur sebagai dasar untuk

(3)

(Suharyanto, 2002). Selain itu, didapatkan data bahwa pasien yang memiliki berat badan interdialisis lebih dari 4,0 kg berpotensi 28% terjadi peningkatan resiko kematian.

Peningkatan IDWG dapat disebabkan dari berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, asupan cairan, dan lama hemodialisa. Asupan cairan sangat berperan dalam terjadinya penambahan IDWG, dimana asupan cairan yang berlebih akan dapat meningkatkan berat badan interdialitik. Faktor jenis kelamin mempunyai faktor resiko yang sama untuk terjadi peningkatan IDWG. Namun, kecenderungan laki-laki lebih rentan terkena gagal ginjal kronik sehingga harus menjalani hemodialisa karena faktor pekerjaan laki-laki lebih berat daripada perempuan, yang terkadang membuat laki-laki mengkonsumsi minuman suplemen yang berlebihan (Istanti, 2014; Kimmel et al, 2000).

(4)

Pendidikan juga berpengaruh dalam terjadinya penambahan IDWG, dimana pendidikan sangat erat kaitannya dengan kepatuhan pasien dalam menjalani pembatasan cairan. Tingkat pendidikan sering dihubungkan dengan pengetahuan, dimana seseorang yang berpendidikan tinggi diasumsikan lebih mudah menyerap informasi sehingga pemberian asuhan keperawatan dapat disesuaikan dengan tingkat pendidikan yang mencerminkan tingkat kemampuan pemahaman dan kemampuan menyerap edukasi self care. Hasil penelitian Sapri (2004) didapatkan hasil bahwa pasien yang berpendidikan tinggi (SMA ke atas) memiliki tingkat kepatuhan lebih tinggi yaitu 74,3%.

Penelitian Alharbi dan Enrione (2012) bahwa pasien hemodialisis yang mempunyai lama hemodialis terbanyak yakni dalam interval waktu 1-5 tahun dengan persentase 41,3 %. Hasil penelitian yang dilakukan Suryaningsih (2010) menunjukkan bahwa semakin lama pasien menjalani hemodialisa maka pasien semakin patuh untuk menjalani hemodialisa karena biasanya responden kemungkinan telah banyak mendapatkan pendidikan kesehatan dari perawat atau dokter tentang pentingnya melaksanakan hemodialisa secara teratur.

(5)

mengurangi kelebihan cairan pada periode interdialitik. Kelebihan cairan dapat menyebabkan edema, hipertensi, dan juga berhubungan dengan lama hidup pasien. Tindakan hemodialisis dilakukan untuk menarik cairan pasien sampai mencapai target berat badan kering pasien (Jeager & Mehta, 2009).

Ketidakpatuhan pasien dalam hal pembatasan cairan memerlukan perhatian dari perawat. Namun, edukasi yang diberikan kepada pasien yang menjalani hemodialisa belum memberikan dampak yang maksimal terhadap pengontrolan Interdialytic Weight Gain (IDWG). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Baraz et al (2009) bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap penurunan berat badan interdialitik meskipun telah mendapatkan edukasi secara lisan dan menggunakan video tentang diet cairan. Perawat sebagai pemberi layanan asuhan keperawatan diharapkan dapat memberikan pelayanan maksimal kepada pasien terutama dalam memberikan pendidikan kesehatan.

(6)

pasien yang mematuhi aturan tersebut, karena kebanyakan pasien tidak mengetahui batasan jumlah asupan cairan yang dikonsumsi setiap harinya.

Pemberian edukasi merupakan salah satu hal yang perlu untuk diperhatikan pada pengelolaan pasien dengan gagal ginjal. Kepuasan kualitas hubungan interpersonal antara pasien dan tenaga kesehatan secara signifikan berhubungan dengan kepatuhan pengobatan, sehingga untuk mencapai keberhasilan terapi perlu dilakukan edukasi oleh tenaga kesehatan dengan menggunakan pendekatan interpersonal kepada pasien (Mundakir, 2006).

Salah satu teori pembelajaran untuk edukasi yang menggunakan pendekatan interpersonal pada pasien adalah Theori of Planned Behaviour (TPB) atau teori perilaku terencana. Teori ini dikembangkan oleh Ajzen tahun 1967 yang mencakup tiga hal yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioural beliefs), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs), serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control belief) (Ajzen & Fishbein, 2005).

(7)

control beliefs diharapkan dapat memberikan keyakinan, niat untuk

menerima kondisi sehingga edukasi dapat diterima dan direspon dengan baik (Ajzen & Fishbein, 2005).

Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pasien sangat membutuhkan edukasi selama menjalani perawatan di Rumah Sakit. Kutzleb dan Reiner (2006) di dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pemberian edukasi yang benar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien, memperbaiki aktivitas fisik, program diet yang sehat. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Machinko (2008) bahwa edukasi terstruktur diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pasien secara optimal sehingga dapat meningkatkan pemberdayaan pasien yang pada akhirnya akan meningkatkan kemandirian pasien, kepercayaan diri, self efficacy, self responsibility, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Penelitian lain tentang pentingnya edukasi terstruktur dilakukan oleh Widiastuti (2012) yang menjelaskan bahwa edukasi terstruktur mempunyai pengaruh terhadap pemberdayaan dan kualitas hidup pasien jantung koroner. Dengan edukasi terstruktur dengan teknik pembelajaran terencana, pasien lebih memiliki keyakinan akan kemampuannya merubah pola pikir dan hidupnya, serta pasien menyadari bahwa dirinya memiliki kemampuan yang cukup untuk mencapai kemandirian yang diharapkan.

Penelitian tentang pengaruh edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan terhadap nilai Interdialytic Weight

(8)

pernah diteliti. Pemberian edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour ini menarik untuk diteliti karena di lapangan masih banyak

pasien yang belum menjalani diet cairan dengan benar, sehingga dengan diberikannya edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan kepada pasien diharapkan pasien dapat mempunyai keyakinan bahwa dengan menjalani pembatasan asupan cairan dapat menurunkan nilai Interdialytic Weight Gain (IDWG).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pertanyaan

penelitian : “Adakah pengaruh edukasi terstruktur berbasis Theory of

Planned Behaviour tentang asupan cairan terhadap nilai Interdialytic Weight

Gain (IDWG) pasien hemodialisa di RSUD Panembahan Senopati Bantul?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan terhadap nilai Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien hemodialisa. 2. Tujuan Khusus

(9)

b. Menganalisis pengaruh edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan terhadap nilai

Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien hemodialisa.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi pelayanan keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan mengantisipasi dampak dari penambahan berat badan di antara dua waktu hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

2. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini dapat menambah kepustakaan yang berkaitan dengan edukasi terstruktur dengan menggunakan pendekatan Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan pada pasien gagal ginjal

kronik yang menjalani hemodialisa. 3. Bagi peneliti selanjutnya

(10)

E. Penelitian Terkait

1. Widiastuti, A, 2012. Efektifitas Edukasi Terstruktur Berbasis Teori Perilaku Terencana Terhadap Pemberdayaan dan Kualitas Hidup

Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit Pondok Indah

Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh

edukasi terstruktur terhadap pemberdayaan dan kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung koroner. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain quasi eksperiment dengan rancangan pre-post with control group design. Jumlah sampel 24 orang. Perbedaan

penelitian terkait dengan penelitian ini adalah variabel yang diteliti yaitu mengukur Interdialytic Weight Gain (IDWG), kemudian sampel yang digunakan adalah pasien gagal ginjal kronik. Persamaannya yaitu menggunakan edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour dan desain penelitian menggunakan quasi eksperimen pretest

and posttest with control Group.

2. Lindberg, 2010. Excessive Fluid Overload Among Haemodialysis Patient, Prevalence, Individual Characteristic And Self Regulation Of

Fluid Intake. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari aspek

(11)

hemodialisa di Swedia. Prevalensi ketidakpatuhan pembatasan cairan diperkirakan menjadi sekitar 30%, yang berarti bahwa tiga dari sepuluh pasien hemodialisis memiliki berat badan melebihi 3,5% dari berat badan kering antara sesi dialisis. Persamaan dalam penelitian ini adalah mengukur Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien. Perbedaan dari penelitian yang akan dilakukan adalah variabel yang diteliti yaitu menggunakan edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour, dan desain penelitian yaitu quasi eksperiment pre post test

grup design with control group design.

3. Jafari, F., Mobasheri, M., & Mirzaeian. 2014. Effect of Diet Education on Blood Pressure Changes and Interdialytic Weight in Hemodialysis

Patients Admitted in Hajar Hospital in Shahrekord. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pendidikan tentang diet terhadap perubahan tekanan darah dan Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien hemodialisa. Metode penelitian ini

menggunakan metode quasi eksperimental pre test dan post test. Persamaan dalam penelitian ini adalah mengukur Interdialytic Weight Gain (IDWG) pada pasien hemodialisa, menggunakan metode quasi

eksperiment pre post test, sedangkan perbedaannya adalah edukasi yang

(12)

4. Sharp, J et al. 2005. A Cognitive Behavioral Group Approach to Enhance Adherence to Hemodialysis Fluid Restrictions: A Randomized

Controlled Trial. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan

kepatuhan pembatasan cairan pada pasien yang menjalani hemodialisa. Metode dalam penelitian menggunakan metode kuantitatif. Menggunakan kelompok intervensi sejumlah 29 responden dan kelompok kontrol 27 responden. Sampel yang digunakan adalah pasien yang menjalani hemodialisa. Intervensi dilakukan selama 4 minggu yang meliputi pendidikan, kognitif, dan perilaku strategi untuk meningkatkan manajemen diri yang efektif tentang asupan cairan. Perbedaan dengan penelitian terkait adalah tujuan penelitian yang akan dilakukan yaitu untuk menganalisis pengaruh edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan terhadap pengontrolan Interdialytic Weight Gain (IDWG), dan pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

5. Linda, T et al. 2012. Correlates of Physical In A Population Based Sample of Kidney Cancer Survivors : An Aplication of the Theory of

Planned Behaviour. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan

korelasi kognitif intensi (niat) aktivitas fisik dan perilaku Kidney Cancer Survivors dengan menggunakan Teori Planned Behaviour (TPB). Telah dilakukan survey sebanyak 1.985 orang terdiagnosa Kidney Cancer Survivors antara tahun 1996 dan 2010 di Alberta,

(13)

yang akan dilakukan yaitu untuk menganalisis pengaruh edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan terhadap pengontrolan Interdialytic Weight Gain (IDWG), kemudian sampel yang digunakan adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa.

6. Kamaluddin, R., Rahayu, E. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan asupan cairan pada pasien yang menjalani hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada metode penelitian yaitu pretest and posttest with control group, kemudian menggunakan

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa

a. Kondisi Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Hemodialisa

Berbagai manifestasi klinis dapat terjadi pada penyakit gagal ginjal kronik stadium akhir. Gejala akibat penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan dan jelas terlihat setelah Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 10 ml/menit/1,73 m2 (Pardede, 2010). Beberapa kondisi atau respon gangguan yang dapat terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa antara lain yaitu :

1) Ketidakseimbangan cairan

Ginjal berfungsi sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengekskresikan solut dan air secara selektif. Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu untuk menyaring urin. Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka hal ini akan mengakibatkan kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium (Suwitra, 2006).

(15)

Kondisi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, meskipun pada awal hemodialisa sudah pernah diberikan pendidikan kesehatan untuk mengurangi asupan cairan akan tetapi pada terapi hemodialisa berikutnya masih sering terjadi pasien datang dengan keluhan sesak nafas karena kelebihan volume cairan (Isroin et al, 2014; Kamaluddin & Rahayu, 2009).

Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, sebagian besar akan mengalami penurunan volume urin karena adanya kerusakan pada ginjal. Kebanyakan pasien yang menjalani hemodialisa mendapatkan perawatan dialisis dua sampai tiga kali seminggu. Kelebihan cairan akan menyebabkan terjadinya penumpukan cairan di dalam tubuh dengan manifestasi adanya edema dan pertambahan berat badan (Terrill, 2002).

2) Ketidakseimbangan natrium

(16)

kulit. Pengaturan konsentrasi ion dilakukan oleh ginjal (Hidayat, 2011).

Ketidakseimbangan natrium merupakan masalah yang serius dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq per hari. Apabila terjadi kerusakan nefron maka tidak akan terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan LFG menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada kondisi gangguan gastrointestinal, terutama pada muntah atau diare. Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa natrium yang diberikan dibatasi 1 - 2 gram/ hari (Telini et al, 2013).

Penimbunan natrium dan cairan atau peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron, semuanya berperan dalam meningkatnya resiko terjadinya gagal jantung dan hipetensi. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis. Retensi cairan yang terjadi pada kondisi uremia sering menyebabkan gagal jantung kongestif dan atau edema paru (Potter & Perry, 2009). 3) Ketidakseimbangan kalium

(17)

protein, pengaturan keseimbangan asam dan basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion hidrogen H+ (Hidayat, 2011).

Apabila keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol, maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama urine output masih bisa dipertahankan, kadar kalium biasanya akan terpelihara. Hiperkalemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, infeksi, atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia. Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat. Pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal mereabsorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat (Muttaqin, 2011).

4) Ketidakseimbangan magnesium

(18)

5) Ketidakseimbangan Kalsium dan Fosfor

Dalam keadaan normal kalsium dan fosfor dipertahankan oleh parathyroid hormone yang menyebabkan ginjal mereabsorpsi kalsium, dan mobilisasi kalsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari fosfor. Hiperparatiroid dapat menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan dapat menyebabkan mikropresipitasi garam kalsium dan magnesium di kulit (Roswati, 2013).

6) Gangguan Hematologi

Ginjal merupakan tempat produksi hormon eritropoetin yang mengontrol produksi sel darah merah. Pada gagal ginjal produksi eritropoetin mengalami gangguan sehingga merangsang pembentukan sel darah merah oleh bone marrow. Akumulasi racun uremia akan menekan produksi sel darah merah dalam bone marrow dan menyebabkan massa hidup sel darah merah menjadi lebih pendek (Muttaqin, 2011).

(19)

epistaksis, peradarahan gastrointestinal, kemerahan pada kulit dan jaringan subkutan.

7) Retensi Ureum kreatinin

Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat. Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal karena peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan LFG dan peningkatan intake protein. Kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal kronik karena kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh (Smeltzer & Bare, 2008).

8) Gangguan pada sistem gastrointestinal

(20)

9) Gangguan pada Sistem Dermatologi

Pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa menunjukkan berbagai abnormalitas kulit seperti kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom, serta gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit, terkadang terdapat bekas-bekas garukan karena gatal. Kulit mungkin menjadi kering dan bersisik, pada kondisi uremia tahap lanjut konsentrasi ureum dalam air keringat dapat mencapai kadar yang cukup tinggi sehingga setelah penguapan dapat ditemukan garis-garis bubuk putih pada permukaan kulit (Price & Wilson, 2006).

10) Gangguan Pada Sistem Saraf dan Otot

Pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa sering ditemui gejala Rest Leg Sydrome (RLS) yaitu pasien merasa pegal pada kakinya sehingga ingin selalu digerakkan, dan juga gejala Burning feat syndrome yaitu rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki (Price & Wilson, 2006).

11) Sistem Metabolik dan Endokrin

(21)

terganggu pada pasien dengan hemodialisa. Intoleransi glukosa pada uremia sebagian besar disebabkan oleh resistensi perifer terhadap kerja insulin. Pada gagal ginjal pada tahap akhir (klirens kreatinin <15 ml/menit), terjadi penurunan klirens metabolik insulin yang menyebabkan waktu paruh hormon aktif memanjang. Kelainan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein juga berperan dalam proses peningkatan aterosklerosis dan keadaan intoleransi protein pada pasien yang menjalani hemodialisa (Price & Wilson, 2006).

b. Pembatasan Cairan Pasien Hemodialisa

Cairan yang diminum pasien yang menjalani hemodialisa harus diawasi dengan seksama. Parameter yang tepat untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang dicatat dengan tepat adalah pengukuran berat badan harian. Aturan yang dipakai untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah jumlah urine yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir + 500 ml (IWL) (Ashley & Morlidge, 2008).

Pasien yang menjalani hemodialisa dianjurkan untuk membatasi asupan cairan di antara sesi hemodialisa tergantung dengan banyaknya urine output pasien selama 24 jam ditambah Insensible Water Loss (IWL). Perawat dapat mengingatkan pasien

(22)

kali minum. Menganjurkan pasien untuk menggunakan cangkir kecil atau gelas kecil saat minum (Ashley & Morlidge, 2008).

National Kidney and Urologic Disease Information Clearing

House (2012) menjelaskan bahwa dalam mengatur asupan cairan

pasien hemodialisa, perlu dilakukan pengurangan konsumsi makanan ringan dengan kadar natrium tinggi untuk mencegah rasa haus yang berlebih. Asupan cairan yang berlebih juga disebabkan kondisi mulut yang kering. Untuk mengatasi hal tersebut, pasien hemodialisa dapat dianjurkan untuk menghisap potongan lemon atau mengunyah permen karet sebagai upaya untuk menstimulasi produksi saliva agar kondisi mulut tetap lembab dan mengurangi rasa haus akibat mulut kering, hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi mulut kering yaitu dengan membilas mulut atau berkumur.

(23)

Berat badan di bawah berat badan ideal akan muncul gejala dehidrasi, hipotensi, kram, dan pusing. Berat badan di atas berat badan ideal akan muncul tanda dan gejala kelebihan cairan misalnya edema dan sesak nafas. Tanda seperti ini akan muncul apabila kenaikan berat badan pasien lebih dari 2,5 kg diantara dua waktu dialisis (Cahyaningsih, 2009).

c. Interdialytic Weight Gain (IDWG)

1) Pengertian Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Interdialytic Weight Gain (IDWG) merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai indikator untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik. Pasien secara rutin diukur berat badannya sebelum dan sesudah hemodialisis untuk mengetahui kondisi cairan dalam tubuh pasien, kemudian IDWG dihitung berdasarkan berat badan kering setelah hemodialisis (Reams & Elder, 2003).

(24)

antara 2,5 % sampai 3,5 % dari berat badan kering untuk mencegah resiko terjadinya masalah kardiovaskuler. Pertambahan berat badan di antara dua sesi hemodialisa yang dapat ditoleransi oleh tubuh adalah 1,0 – 1,5 kg.

Kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan diukur dengan menggunakan IDWG dengan cara menimbang berat badan pasien sebelum dialisis, kemudian dikurangi berat badan post dialisis dari sesi dialisis sebelumnya dibagi dengan berat badan kering (Linberg, 2010). Faktor kepatuhan pasien dalam mentaati jumlah konsumsi cairan menentukan tercapainya berat badan kering yang optimal, di samping ada faktor lain yang kemungkinan dapat meningkatkan IDWG diantaranya adekuasi hemodialisis, lama tindakan hemodialisis, kecepatan aliran hemodialisis, ultrafiltrasi, dan cairan dialisat yang digunakan (Smeltzer & Bare, 2002).

2) Komplikasi

(25)

3) Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG) diukur berdasarkan berat badan kering (dry weight) pasien dan juga dari pengukuran kondisi klinis pasien. Berat badan kering adalah berat badan tanpa kelebihan cairan yang terbentuk antara perawatan dialisis atau berat badan terendah yang aman dicapai pasien setelah dilakukan dialisis (Thomas, 2003). Sedangkan menurut Linberg (2010) berat badan kering adalah berat badan dimana tidak ada tanda-tanda klinis retensi cairan.

Pembatasan masukan cairan pada pasien dengan gagal ginjal kronik diperlukan perhatian untuk mencegah terjadinya komplikasi. Cairan yang masuk dan keluar harus seimbang baik melalui urine maupun yang keluar tanpa disadari klien (Guyton, 2007). Pemasukan cairan dalam 24 jam yang dianjurkan untuk pasien yang menjalani hemodialisa adalah 500cc (IWL) + produksi urin/24 jam. Sebagai contoh seseorang yang mengeluarkan urin 300 cc/24 jam, maka cairan yang boleh dikonsumsi adalah 500 cc+300 cc = 800 cc/ 24 jam (Malawat, 2001).

4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi IDWG a) Usia

(26)

masukan cairan. Hasil penelitian yang dilakukan Kimmel et al (2000) menunjukkan bahwa usia merupakan faktor

yang kuat terhadap tingkat kepatuhan pasien, dimana pasien dengan usia muda mempunyai tingkat kepatuhan yang rendah dibanding usia yang lebih tua.

b) Jenis Kelamin

IDWG berhubungan dengan perilaku kepatuhan pasien dalam menjalani hemodialisis. Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai faktor resiko yang sama untuk terjadi peningkatan IDWG. Selain faktor kepatuhan, air total tubuh laki-laki membentuk 60% berat badannya, sedangkan air total tubuh dari perempuan membentuk 50% dari berat badannya. Laki-laki memiliki komposisi tubuh yang berbeda dengan perempuan dimana jaringan otot laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang memiliki lebih banyak jaringan lemak. Lemak merupakan zat yang bebas air, maka makin sedikitnya lemak akan mengakibatkan makin tinggi presentase air dari berat badan seseorang (Price & Wilson, 2006).

(27)

pada pasien hemodialisis penambahan berat badan diantara dua waktu dialisis pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan (Worden, 2007)

c) Tingkat pendidikan

Azwar (2011) menyebutkan bahwa terdapat kaitan antara tingkat pendidikan terhadap perilaku positif yang menjadi dasar pengertian atau pemahaman dan perilaku dalam diri seorang individu. Tingkat pendidikan sering dihubungkan dengan pengetahuan, dimana seseorang yang berpendidikan tinggi diasumsikan lebih mudah menyerap informasi sehingga pemberian asuhan keperawatan dapat disesuaikan dengan tingkat pendidikan yang mencerminkan tingkat kemampuan pemahaman dan kemampuan menyerap edukasi self care.

(28)

hemodialisis dapat melakukan perawatan mandiri tanpa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan akan tetapi dipengaruhi oleh informasi yang didapat.

Kurangnya pengetahuan tentang GGK terutang tentang IDWG dan pembatasan cairan karena kurangnya informasi dari petugas kesehatan karena dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah tidak memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari sumber lain misalnya dari internet ataupun seminar (Istanti, 2011). d) Lama Hemodialisa

(29)

d. Komplikasi Hemodialisa

Berbagai komplikasi hemodialisa merupakan kondisi abnormal yang terjadi pada saat klien menjalani hemodialisa adalah hal yang umum. Komplikasi hemodialisa dapat dibagi menjadi tiga, yaitu komplikasi pre dialisis, komplikasi intradialisis, dan komplikasi post dialisis, yaitu sebagai berikut :

1) Komplikasi pre dialisis

Pasien juga menunjukkan tanda dan gejala sindrom uremia (nilai ureum > 50 mg/dl dan nilai kreatinin > 1,5 mg/dl, terjadi mual dan muntah, dan anoreksia.

2) Komplikasi intradialisis a) Hipotensi

Hipotensi dapat terjadi apabila cairan yang dibuang melebihi pengisian kembali plasma pada pasien. Frekuensi hipotensi intradialisis terjadi 20 – 30 % dialisis. Komplikasi hipotensi intradialisis dapat terjadi selama hemodialisa dan bisa berpengaruh pada komplikasi lain. Komplikasi ini dapat mengakibatkan timbulnya masalah baru yang lebih kompleks antara lain ketidaknyamanan, meningkatkan stres dan mempengaruhi kualitas hidup (Jablonski, 2007).

b) Mual dan muntah

(30)

sebaliknya, sehingga dianjurkan kepada pasien untuk menahan diri untuk tidak makan sampai dialisis selesai c) Kram

Kram merupakan efek samping lain dari intradialisis. Kram disebabkan oleh ultrafiltrasi rate terlalu tinggi karena kecepatan pertukaran cairan.

3) Komplikasi post dialisis

Efek hemodialisa dapat menyebabkan hipotensi, emboli udara, pruritus, gangguan keseimbangan cairan, kram otot, nyeri dada, aritmia, hemodialisis, nyeri kepala, mual dan muntah, pada laki-laki dapat mengakibatkan impotensi (Black & Hawk, 2009).

2. Edukasi Terstruktur Berbasis Theory of Planned Behaviour a. Pengertian Edukasi

(31)

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga melakukan apa yang diharapkan oleh pendidik. Dalam konteks kesehatan, maka edukasi diberikan kepada pasien atau keluarganya sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk meningkatkan kesehatannya. Edukasi pasien adalah bagian integral dari asuhan keperawatan. Tindakan tersebut merupakan tanggung jawab perawat untuk mengkaji dan mengidentifikasi kebutuhan pembelajaran dan sumber-sumber yang akan memperbaiki dan mempertahankan fungsi yang optimal (Delaune & Ladner, 2006).

Edukasi kepada pasien merupakan salah satu dari intervensi keperawatan. Edukasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang materi yang berkaitan dengan penyakit, dan membantu pasien untuk mengambil keputusan terkait dengan masalah kesehatan yang dialami. Edukasi banyak didasari oleh kebutuhan belajar pasien dan metode pemberian informasi yang digunakan, yang penekanannya adalah keaktifan pasien terlibat dalam proses edukasi (Johansson et al, 2005).

(32)

hendak dicapai, dan dengan materi yang tersusun rapi akan memudahkan petugas melakukan intervensi edukasi sehingga lebih optimal dan efektif.

b. Standar Edukasi

Edukasi pasien merupakan bentuk asuhan keperawatan yang berkualitas. Pada tatanan pelayanan keperawatan, edukasi merupakan bagian dari standar praktisi keperawatan profesional. Standar ini mewajibkan perawat dan tim kesehatan untuk menilai kebutuhan pembelajaran pasien dan menyediakan edukasi tentang berbagai topik. Usaha edukasi sebaiknya disertai dengan nilai spiritual, psikososial, dan budaya yang dimiliki pasien (Potter & Perry, 2009).

c. Tujuan Edukasi

Tujuan edukasi kesehatan adalah membantu individu mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Memberikan edukasi adalah salah satu fungsi penting perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien terhadap informasi. Tanggung jawab perawat adalah memberikan edukasi kepada pasien dan memberikan informasi terkait dengan kesehatan pasien, agar tercapai kesehatan yang optimal (Delaune & Ladner, 2006).

(33)

penelitian yang akan dilakukan terkait dengan pembatasan asupan cairan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Pembatasan cairan merupakan hal yang kurang dipatuhi oleh sebagian besar pasien yang menjalani hemodialisa.

d. Metode Edukasi

Metode edukasi yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan dan sasaran pembelajaran. Metode edukasi dapat dibagi menjadi 3 yaitu : metode edukasi untuk individual, metode edukasi untuk kelompok, dan metode edukasi untuk massa. Pada edukasi terstruktur, metode yang bisa digunakan adalah metode edukasi individual dan kelompok, seperti yang dijelaskan di bawah ini : 1) Metode Edukasi Individu

(34)

terhadap perubahan serta sejauh mana pengertian dan kesadaran pasien dalam mengadopsi perubahan perilaku (Notoatmojo, 2007).

2) Metode Edukasi Kelompok

Metode edukasi kelompok perlu memperhatikan besarnya kelompok sasaran dan tingkat pendidikan sasaran. Beberapa metode edukasi kelompok yang dapat digunakan antara lain (Notoatmojo, 2007) :

a) Ceramah

Ceramah digunakan untuk kelompok besar, yang perlu diperhatikan dari metode ini adalah penguasaan materi yang disampaikan dan penyampaian yang menarik serta tidak membosankan, kemudian pelaksana harus menguasai sasaran yang meliputi sikap, suara cukup keras dan jelas, pandangan tertuju kepada peserta, posisi berdiri, dan sebaiknya menggunakan alat bantu lihat atau menggunakan audio visual.

b) Diskusi

(35)

c) Curah pendapat

Curah pendapat (brain storming) merupakan modifikasi dari metode diskusi. Pada metode ini peserta diberikan satu masalah dan kemudian dilakukan curah pendapat.

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Edukasi

Prinsip edukasi yang harus diperhatikan oleh perawat dalam memberikan intervensi edukasi antara lain :

1) Faktor individu

Setiap individu atau pasien memiliki kapasitas masing-masing untuk belajar. Kemampuan belajar bervariasi antara satu dengan yang lainnya (Delaune & Ladner, 2006). Faktor kondisi individu dalam hal ini yaitu kondisi fisiologi seperti kondisi panca indera (terutama pendengaran dan penglihatan), dan kondisi fisiologi. Sedangkan kondisi psikologis misalnya intelegensi, pengamatan, daya tangkap, ingatan, dan motivasi. (Potter & Perry, 2009).

2) Perhatian

(36)

3) Motivasi

Motivasi merupakan suatu kekuatan yang beraksi yang ada di dalam diri seseorang (emosi, ide, semangat yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu) (Delaune & Ladner, 2006).

4) Teori pembelajaran

Penggunaan teori pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pasien akan membantu edukasi yang efektif. Salah satu teori yang efektif dalam merubah perilaku adalah Theory of Planned Behaviour atau perilaku terencana (TPB).

5) Adaptasi psikososial terhadap penyakit

Kesiapan belajar atau menerima informasi terkait dengan kesehatan biasanya berhubungan dengan kondisi psikososial pasien. Pasien akan mengalami kesulitan untuk belajar atau menerima informasi apabila mereka tidak bersedia atau tidak mampu menerima kenyataan tentang penyakit (Potter & Perry, 2009).

6) Lingkungan

(37)

f. Teori Pembelajaran

Proses edukasi dapat dilakukan perawat dengan menggunakan teori pembelajaran. Ada berbagai teori tentang bagaimana orang belajar. Berikut ini akan dibahas terkait dengan teori pembelajaran yang dapat digunakan dalam keperawatan yaitu teori sosial kognitif dan Theory of Planned Behaviour, yaitu :

1) Teori Sosial Kognitif

Di dalam teori sosial kognitif perilaku diatur oleh mekanisme internal. Teori sosial kognitif merupakan salah satu teori yang menggunakan pendekatan karakteristik pelajar dan edukator dalam menetapkan intervensi pembelajaran yang efektif, dan harapannya akan menghasilkan peningkatan pembelajaran dan motivasi. Teori sosial kognitif terdapat tiga faktor yang berperan penting dalam pembelajaran yaitu perilaku, person, dan lingkungan. Proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagi model merupakan tindakan belajar (Bandura, 2000).

2) Theory of Planned Behaviour

(38)

mengambil perilaku yaitu Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikembangkannya pada tahun 1967, kemudian teori tersebut berkembang dan dilakukan perbaikan. Teori tentang perilaku ini dimodifikasi oleh Ajzen (1988) dan dinamai Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behaviour) (Ajzen & Fishben, 2005).

Inti teori ini mencakup tiga hal yaitu keyakinan tentang kemungkinan hasil dan evaluasi dari perilaku tersebut (behavioural belief), keyakinan tentang norma yang diharapkan dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative belief), serta keyakinan tentang adanya faktor yang dapat

mendukung atau menghalangi perilaku dan kesadaran akan kekuatan faktor tersebut (control belief). Behavioural beliefs menghasilkan sikap suka atau tidak suka berdasarkan perilaku individu tersebut (attitude toward the behaviour). Normative beliefs menghasilkan kesadaran akan tekanan dari lingkungan

sosial dan norma subyektif (subjective norm), sedangkan control beliefs menimbulkan kontrol terhadap perilaku tersebut

(perceived behavioural control). Dalam perpaduannya, ketiga faktor tersebut menghasilkan intensi perilaku (behaviour intention). Secara umum, apabila sikap dan norma subyektif

(39)

cenderung melakukan perilaku tersebut (Ajzen & Fishbein, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi intention menurut Ajzen & Fishbein (2005) dalam Margaretta (2015) terdiri atas faktor personal yaitu sikap umum terhadap seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian (personality traits), nilai hidup (values), emosi dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor yang kedua adalah faktor sosial antara lain usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan agama, dan terakhir faktor yang ketiga adalah faktor informasi.

Teori ini digunakan untuk mempelajari perilaku manusia dan untuk mengembangkan intervensi-intervensi yang lebih tepat. Teori ini dapat diaplikasikan ke semua bidang termasuk kesehatan. Penelitian yang pernah dilakukan antara lain oleh Higgins & Marcun (2005) yang meneliti apakah TPB dapat menjadi mediasi untuk mengatasi rendahnya kontrol diri dari pengguna alkohol, kemudian penelitian dari McMillan, Higgins & Corner, 2005 dalam Sharma & Kanekar (2007) yang meneliti bahwa sikap, norma subyektif, dan perceived behavioural control dapat mempengaruhi perilaku merokok pada anak

(40)

hal ini dapat membantu dalam mempromosikan penggunaan profilaksis kortikosteroid inhaler dan mencegah gejala asma kronis dan efek sampingnya.

Theory of Planned Behaviour (TPB) didasarkan pada

asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang diperlukan dengan sistematis. Orang memikirkan implikasi dari tindakan yang sudah dilakukan dan memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-perilaku tertentu.

g. Media Edukasi

Proses edukasi pasien merupakan suatu interaksi yang terencana yang mempunyai tujuan agar pasien memiliki kemampuan untuk memilih perilaku yang paling baik bagi kesehatannya (Delaune & Ladner, 2006). Dengan menggunakan intervensi terencana, maka edukasi membutuhkan persiapan media di dalam pelaksanaannya. Menurut Notoatmojo (2007) media edukasi kesehatan merupakan alat-alat atau media yang merupakan sarana untuk menyampaikan informasi.

(41)

ketiganya indera penglihatan adalah yang paling dominan. Oleh karena itu media edukasi yang utama adalah yang bisa dilihat. Media edukasi yang dapat dipergunakan adalah media cetak (leaflet, flipchart, booklet, poster), media elektronik (film, televisi, slide),

media papan atau bilboard (Notoatmojo, 2007).

(42)

h. Peran Perawat di Unit Hemodialisis

Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, yang sesuai kedudukannya di dalam suatu sistem dan dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan. Perawat berperan dalam meningkatkan kesehatan dan pencegahan penyakit serta memandang klien secara komprehensif (Kallenbach et al, 2005; Brunner & Suddarth, 2002).

Peran perawat sebagai care provider yaitu memberikan asuhan keperawatan agar pasien memperoleh kesembuhan dari penyakitnya. Perawat di unit hemodialisis diharapkan dapat memberikan informasi dan pelayanan dalam melakukan pengelolaan pada pasien yang menjalani hemodialisa agar terhindar dari komplikasi lebih lanjut. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan hemodialisis diharapkan mampu mengelola semua aspek klinis pada pasien, sehingga seorang perawat dialisis harus memiliki pemikiran kritis dan pengetahuan yang maju (Johansson et al, 2005; Kallenbach et al, 2005).

(43)

dilakukan secara tim, dimana perawat sebagai manager mampu melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan lainnya serta mengatur sumber yang tersedia dan mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi tenaga kesehatan lainnya (Kallenbac et al, 2005). Perawat sebagai pendidik (educator) yaitu sebagai pendidik klien dan keluarga. Perawat sebagai educator harus mempunyai latar belakang pengalaman klinis dan pengetahuan teoritis. Pengetahuan terkait penyakit gagal ginjal kronik dan terapi hemodialisa merupakan hal yang penting. Banyak pasien yang belum mendapatkan informasi tentang perawatan akses vaskuler, diet tentang nutrisi dan cairan. Perawat dapat memberikan penyuluhan kesehatan terkait dengan pembatasan asupan cairan pada pasien yang menjalani hemodialisa (Dikti, 2012; Kallenbac et al, 2005).

(44)

keperawatan, menerapkan hasil kajian ilmu keperawatan untuk mewujudkan Evidenced Based Nursing Practice (EBNP) (Dikti, 2012).

Edukasi diberikan pada pasien dan keluarga, dengan tujuan pasien dan keluarga dapat mengambil keputusan yang tepat untuk memperbaiki kesehatannya (Delaune & Ladner, 2006). Memberikan edukasi adalah salah satu tugas dari perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien terhadap informasi kesehatannya. Perawat mempunyai tanggung jawab untuk memberikan informasi kepada pasien dan keluarga terkait dengan status kesehatannya, dengan tujuan apabila pasien dan keluarga memperoleh informasi dan pengetahuan tentang kesehatannya, maka akan mencapai kesehatan yang optimal (Johansson et al, 2005).

3. Pengaruh Edukasi Terstruktur Berbasis Theory of Planned Behaviour Tentang Asupan Cairan Terhadap Nilai IDWG Pasien Hemodialisa

(45)

tujuan untuk mengurangi kelebihan cairan pada periode interdialitik. (Jeager & Mehta, 2009; Tovazzi & Mazzoni, 2012; Ashley & Morlidge, 2008).

Beberapa pasien mengalami kesulitan dalam membatasi asupan cairan yang masuk, namun mereka tidak mendapatkan pemahaman tentang bagaimana strategi yang dapat membantu mereka dalam pembatasan cairan. Untuk pasien dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa, asupan cairan harus diatur sehingga berat badan yang diperoleh tidak lebih dari 2 kg diantara waktu dialisis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 60% sampai dengan 80% pasien meninggal akibat kelebihan masukan cairan pada periode interdialitik, sehingga monitoring masukan asupan cairan pada pasien merupakan tindakan yang harus diperhatikan oleh perawat. Meskipun pasien sudah mengerti bahwa kegagalan dalam pembatasan cairan dapat berakibat fatal, namun sekitar 50% pasien yang menjalani terapi hemodialisis tidak mematuhi pembatasan cairan yang direkomendasikan. (Barnett, Li, Pinikahana & Si, 2007; Daurgirdas, et al, 2007).

(46)

pengaturan cairan cairan akan mengakibatkan kenaikan Interdialytic Weight Gain (IDWG) yang berlebihan antara 10% sampai dengan 60%

dengan prevalensi kejadian berada pada rentang 30 % sampai dengan 74%. Kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan diukur dengan menggunakan IDWG dengan cara menimbang berat badan pasien sebelum dialisis, kemudian dikurangi berat badan post dialisis dari sesi dialisis sebelumnya dibagi dengan berat badan kering (Istanti, 2014; Linberg, 2010; Denhaerynck, et al, 2007).

Pemberian edukasi diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pasien antara lain membantu pasien untuk mengenali permasalahan kesehatan yang dihadapi serta mendorong pasien untuk mencari dan memilih cara pemecahan masalah yang paling sesuai (Cornelia et al, 2013). Perawat dapat mengingatkan pasien untuk mengatur asupan cairan setiap harinya dengan mengukur jumlah cairan yang akan dikonsumsi ke dalam gelas ukur setiap kali minum. Menganjurkan pasien untuk menggunakan cangkir kecil atau gelas kecil saat minum (Ashley & Morlidge, 2008).

(47)
(48)

Sumber : Price & Wilson (2006) ; Suwitra (2006) ; Ajzen & Fishbein (2005)

Normative Belief - Motivasi - Harapan Behaviour Belief

-Manfaat atau konsekuensi dari perilaku -Penilaian individu tentang hasil dari perilakunya Control Belief -Faktor pendukung -Faktor penghambat Gagal Ginjal Kronik Aktifasi sistem renin, angiotensin, aldosteron Angiotensin II Hipotalamus Rasa haus Intake cairan

berlebihan Komplikasi :

- Sesak nafas

- Edema - Hipertensi Kurang pengetahuan Pembatasan cairan Hemodialisis

Peran Perawat : 1. Educator 2. Care Provider 3. Communicator 4. Manager 5. Researcher

Faktor yang mempengaruhi intention : 1. Faktor personal

2. Faktor sosial 3. Faktor informasi

Melaksanakan

pembatasan asupan cairan Pengontrolan IDWG

Intention

[image:48.842.133.802.91.420.2]

Edukasi Terstruktur Asupan cairan

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi IDWG : 1. Usia

(49)

C. Kerangka Konsep

[image:49.595.129.499.138.482.2]

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan terhadap nilai Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien hemodialisa.

Edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour tentang asupan cairan

IDWG

Variabel Counfonding - Usia

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan desain quasy eksperimental dengan rancangan pretest-posttest with control group.

Rancangan dapat diilustrasikan sebagai berikut :

R1 : 01 X1 02 R

[image:50.595.153.455.328.415.2]

R2 : 01 X0 02

Gambar 3.1 Desain penelitian Keterangan :

R : Responden penelitian

R1 : Responden kelompok intervensi R2 : Responden kelompok kontrol

01 : Pre test pada kedua kelompok sebelum perlakuan 02 : Post test pada kedua kelompok setelah perlakuan

X1 : Intervensi edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour yang diberikan pada kelompok intervensi

X0 : Kelompok kontrol diberikan booklet Kelompok intervensi

Kelompok kontrol

(51)

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani hemodialisis secara rutin dengan rawat jalan di unit hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul. Jumlah pasien yang menjalani hemodialisis rutin di Rumah Sakit Umum Daerah Senopati Bantul sebanyak 160 pasien. Kemudian dari 160 populasi target, dilakukan sreening untuk menentukan populasi terjangkau yang sesuai dengan kriteria inklusi yaitu 98 pasien.

2. Sampel

Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili dari keseluruhan populasi. Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi responden adalah sebagai berikut : 1. Pasien yang bersedia menjadi responden

2. Pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali dalam seminggu sesuai jadwal dengan lama hemodialisa 4-5 jam

3. Dapat ditimbang berat badannya dengan berdiri

(52)

5. Pasien yang minimal sudah menjalani hemodialisa sebanyak 3 kali

6. Pasien yang berusia 20 - 60 tahun

7. Pasien mampu berkomunikasi secara verbal 8. Mampu membaca dan menulis

b. Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang tidak kooperatif

2. Pasien yang mengalami komplikasi penyakit lain yang tidak terkontrol pada saat intradialisa.

3. Pasien yang menjalani hemodialisa diluar jadwal yang ditentukan

Jumlah sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel menurut Dipiro et al (2008) yaitu sebagai berikut :

Keterangan :

n : Jumlah sampel

Zcrit : Nilai berdasarkan ketepatan untuk kriteria signifikansi yang diharapkan, ditetapkan sebesar 5% (hipotesis dua arah) =1,96 (Dharma, 2011)

(53)

: Estimasi variant kedua kelompok (diasumsikan sama untuk dua kelompok)

: Perbedaan minimum yang diharapkan antara dua mean (effect size)

Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini mengikuti rumus diatas dengan:

a. Minimum expected difference (D) 0,8 b. Estimated standard deviation (

c. Desired power 0,95 d. Zcrit 0,05 = 1,960 e. Zpwr 0,95 = 1,645

Maka besar sampel yang dibutuhkan adalah :

= 20,306 = 20

(54)

Pasien yang menjalani hemodialisa secara rutin memiliki jadwal hemodialisa yang tetap yaitu pasien yang menjalani hemodialisa hari Senin, maka jadwal selanjutnya adalah hari Kamis kemudian pasien yang menjalani hemodialisa hari Selasa, maka jadwal berikutnya adalah hari Jumat, dan pasien yang menjalani hemodialisa hari Rabu, untuk jadwal berikutnya adalah hari Sabtu. Dalam satu hari terdapat tiga shift pelaksanaan hemodialisa yaitu shift pagi, shift siang, dan shift sore.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul.

2. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2016 di unit Hemodialisa Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

(55)

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengontrolan Interdialytic Weight Gain (IDWG)

3. Variabel Pengganggu (Counfonding Variable)

(56)
[image:56.842.141.760.174.475.2]

Definisi operasional dari masing-masing variabel penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Variabel

Independent

Edukasi terstruktur

berbasis Theory of Planned Behavioural tentang asupan cairan

Pemberian informasi tentang penyakit dan diet cairan pasien gagal ginjal kronik dengan desain menggunakan Theory of Planned Behaviour meliputi behavioural beliefs, normative beliefs, dan control beliefs, dari ketiga pendekatan tersebut bertujuan agar pasien dengan gagal ginjal kronik memiliki pemahaman penyakit, memiliki kepatuhan dalam menjalankan diet cairan serta mempunyai niat dan keyakinan yang positif terhadap masalah kesehatan yang dialami.

Theory of Planned Behaviour yang meliputi :

1. Behaviour belief

(manfaat atau konsekuensi dari perilaku, penilaian individu tentang hasil dari perilakunya) 2. Normative belief

(motivasi dan harapan)

3. Control belief (faktor pendukung dan faktor penghambat)

Materi edukasi meliputi :

1. Pengelolaan pembatasan asupan cairan

2. Tujuan dan manfaat pembatasan asupan cairan

3. Tanda-tanda kelebihan cairan di dalam tubuh

4. Menghitung jumlah cairan yang

(57)

Cairan Tubuh

6. Memantau berat badan Variabel

Dependent

Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Peningkatan berat badan antara dua waktu hemodialisa yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan pasien.

Timbangan Berat Badan Digital Skor IDWG dalam %

Rasio

Variabel

Counfounding Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Usia Bilangan tahun responden

yang dihitung dalam tahun sejak lahir sampai dengan ulang tahun terakhir

Kuesioner tentang usia 1. < 30 tahun 2. 31 – 40 tahun 3. 41 – 50 tahun 4. > 50 tahun

Ordinal

Jenis Kelamin Penggolongan menurut ciri-ciri biologis yang dibagi menjadi laki-laki dan perempuan

Kuesioner tentang jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

Pendidikan Pendidikan formal responden yang terakhir berdasarkan ijazah

Kuesioner tentang tingkat pendidikan 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Perguruan Tinggi Ordinal Lama Hemodialisa

Lama waktu sejak pertama kali pasien menjalani hemodialisis hingga saat ini

Kuesioner tentang lama hemodialisa 1. < 12 bulan 2. 12 – 24 bulan 3. > 24 bulan

(58)

F. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Nursalam, 2013). Berikut ini adalah instrumen yang digunakan dalam penelitian :

1. Instrumen karakteristik responden

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama hemodialisa menggunakan kuesioner.

2. Instrumen edukasi

(59)

3. Instrumen Keyakinan

Kuesioner lembar isian data keyakinan dibuat dengan menggunakan pendekatan Theory of Planned Behaviour (TPB) yang dibuat oleh peneliti. Diperoleh 28 pertanyaan instrumen yang terdiri dari variabel keyakinan yaitu variabel yang merupakan kekuatan tentang keyakinan bahwa dengan mematuhi pembatasan asupan cairan akan memperoleh manfaat dengan skor rendah 7-14, sedang 15-21, tinggi 22-28, dan sangat tinggi 29-35. Variabel evaluasi yaitu variabel yang menunjukkan bahwa dengan mematuhi pembatasan asupan cairan akan memberikan hasil yang baik dengan skor rendah 7-14, sedang 15-21, tinggi 22-28, dan sangat tinggi 29-35. Untuk variabel keyakinan normatif yaitu variabel yang menunjukkan bahwa keluarga atau teman menyarankan untuk mematuhi pembatasan asupan cairan dengan skor rendah 4-8, sedang 9-12, tinggi 13-16, sangat tinggi 17-20.

(60)

mematuhi diet cairan dengan skor rendah 3-6, sedang 7-9, tinggi 10-12, dan sangat tinggi 13-15. Jawaban menggunakan skala likert dengan 5 jawaban yaitu sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

4. Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG) menggunakan timbangan berat badan digital yang sudah dikalibrasi. Pengukuran berat badan dilakukan oleh asisten peneliti 1 orang yaitu seorang perawat.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Validitas adalah keandalan instrumen dalam mengumpulkan data dan dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu instrumen yang valid dan sahih mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Nursalam, 2013). Di dalam penelitian ini, uji validitas dilakukan di RS PKU Muhammadiyah I Yogyakarta dengan 30 responden yang berada di unit hemodialisa.

(61)

kemudian dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Item pertanyaan dinyatakan valid karena r hitung > r tabel.

Teknik yang dipakai adalah Pearson Product Moment dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

r : korelasi antara variabel X dan Y X : skor tiap item

Y : skor total

n : banyaknya subyek 2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan dengan menggunakan suatu instrumen yang diukur berkali-kali dalam waktu yang berbeda (Nursalam, 2013). Setelah semua pertanyaan valid analisis selanjutnya dilakukan dengan uji reliabilitas.

(62)

Keterangan :

= reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir soal pertanyaan atau banyaknya soal

= jumlah varian butir

= varian total

Kuesioner dinyatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6 (Riyanto, 2011). Untuk uji reliabilitas pada kuesioner keyakinan didapatkan nilai Alpha Cronbach > 0,60 yang berarti kuesioner tersebut reliabel.

H. Cara Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Tahap persiapan

(63)

2. Tahapan Pemilihan Sampel

Responden yang memenuhi kriteria inklusi diberikan penjelasan tentang prosedur penelitian dan keuntungan serta kerugian penelitian. Jika responden menyetujui untuk mengikuti penelitian maka responden diberi lembar persetujuan untuk ditandatangani.

3. Tahap pelaksanaan

a. Pada tahap pelaksanaan penelitian meliputi pengumpulan data oleh peneliti

b. Tahap selanjutnya, sebelum peneliti membagikan kuesioner data demografi kepada responden, peneliti menjelaskan tujuan serta prosedur penelitian kepada responden. Jika responden telah mengerti dan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, maka responden diminta menandatangani informed consent .

c. Sampel yang diambil sebanyak 44 sampel yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok intervensi 22 sampel dan kelompok kontrol 22 sampel. Pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dilakukan pre test dengan dilakukan pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG). Kelompok intervensi

mendapatkan edukasi terstruktur berbasis Theory of Planned Behaviour dan kelompok kontrol diberikan booklet.

(64)

sebagai panduan. Setelah diberikan edukasi, kelompok intervensi diberikan kuesioner keyakinan yang dibuat oleh peneliti sendiri. Kuesioner keyakinan dibuat dengan pendekatan Theory of Planned Behaviour. Pada minggu terakhir penelitian dilakukan post test

(65)

Cara pengumpulan data pada penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada skema kerangka kerja di bawah ini :

Gambar 3.2 Cara Pengumpulan Data

Populasi Target

Semua pasien yang menjalani hemodialisa rutin di RSUD Panembahan Senopati Bantul sebanyak 160 pasien

Post Test : Pengukuran Interdialytic

Weight Gain (IDWG)

Purposive Sampling Sampel (n= 44) Diberikan booklet Informed consent Kelompok Intervensi n= 22

Pemberian edukasi terstrukstur berbasis Theory of Planned Behaviour

Kelompok Kontrol n= 22

Pre Test :

Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Pre Test :

Pengukuran Interdialytic Weight Gain (IDWG)

Data di analisis

Post Test : Pengukuran Interdialytic

(66)

I. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : 1. Editing

Editing data dilakukan untuk memastikan bahwa data yang

diperoleh sudah lengkap terisi semua dan dapat terbaca dengan baik. 2. Tabulating

Data akan dikelompokkan menurut kategori yang telah ditentukan, selanjutnya data ditabulasi dengan cara dilakukan pengkodean untuk keperluan statistik dengan menggunakan bantuan komputer. Dalam penelitian ini, pengkodingan untuk data umum diantaranya adalah : a. Umur

1 = < 30 tahun 2 = 31 – 40 tahun 3 = 41 – 50 tahun 4 = > 50 tahun b. Jenis Kelamin

1 = Laki-laki 2 = Perempuan c. Tingkat pendidikan

1 = SD 2 = SMP 3 = SMA

(67)

d. Lama hemodialisa 1 = < 12 bulan 2 = 12 – 24 bulan 3 = > 24 bulan e. Keyakinan

1) Variabel keyakinan dan variabel evaluasi 1 = 7 – 14

2 = 15 – 21 3 = 22 – 28 4 = 29 – 35

2) Keyakinan normatif dan motivasi 1 = 4 – 8

2 = 9 – 12 3 = 13 – 16 4 = 17 – 20

3) Akses ke kontrol dan keyakinan kontrol 1 = 3 – 6

(68)

3. Entry data

Entry data merupakan suatu proses memasukkan data ke dalam

komputer, dan selanjutnya akan dilakukan analisis data dengan menggunakan program komputer

4. Data Cleaning

Data cleaning dilakukan untuk memastikan data yang dimasukkan

ke komputer bebas dari kesalahan, setelah dipastikan data yang dimasukkan benar, maka dilanjutkan ke tahap analisa data.

J. Analisis Data

Analisa data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dibuat oleh peneliti. Adapun analisa data yang dilakukan didalam penelitian ini, yaitu : 1. Uji Normalitas

Sebelum melakukan pengujian hipotesis, maka perlu dilakukannya uji normalitas. Menurut Ghozali (2011), uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Huriah (2014) menjelaskan ada 2 metode analitik yang dapat digunakan untuk melakukan uji normalitas yaitu uji Shapiro-wilk apabila sampel penelitian (≤ 50) dan uji

Kolmogorov-smirnov apabila sampel (> 50). Pada penelitian ini menggunakan uji

(69)

2. Uji Homogenitas

Didalam pengolahan data juga dikenal istilah uji homogenitas. Menurut Sugiyono (2011), uji homogenitas bertujuan untuk menentukan apakah varian kedua kelompok homogen atau tidak. Menurut Huriah (2014) adapun salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan uji homogenitas yaitu melalui uji Levene test. Adapun data mempunyai variansi sama bila nilai signifikansi >

0,05. Pada hasil uji homogenitas menggunakan Levene test, didapatkan hasil p > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa varian kedua kelompok adalah sama atau homogen.

3. Uji Univariat

Tujuan dari analisis univariat adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data numerik disajikan dalam bentuk mean, median, standar deviasi pada variabel umur, IDWG, sedangkan data kategori disajikan dalam bentuk proporsi atau presentase yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama hemodialisa.

4. Uji Bivariat

(70)

Interdialytic Weight Gain (IDWG) menggunakan uji statistik

Independent t test.

5. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama hemodialisa terhadap nilai Interdialytic Weight Gain (IDWG) pasien hemodialisa menggunakan uji statistik Regresi Linear.

K. Etika Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan atas dasar surat ijin nomor : 070/Reg/2182/S2/2016 dari Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul dan surat lolos lolos etik nomor 192/EP-FKIK-UMY/VI/2016 dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun penekanan masalah etika penelitian meliputi :

(71)

2. Informed Consent. Setelah memperoleh penjelasan dari peneliti tentang tujuan, manfaat dan prosedur. Responden diberikan lembar persetujuan menjadi responden yang sudah disiapkan oleh peneliti. Apabila setuju untuk menjadi responden dalam penelitian, maka responden diminta untuk menandatangani lembar persetujuan tersebut.

3. Right Privacy and Dignity. Peneliti melindungi privasi dan martabat responden. Selama penelitian, kerahasiaan dijaga dengan merahasiakan informasi-informasi yang di dapat dari responden hanya untuk kepentingan penelitian.

4. Anonymity. Selama kegiatan penelitian nama dari responden tidak digunakan sebagai gantinya peneliti menggunakan nomor responden. 5. Protection from discomfort. Responden bebas dari rasa tidak nyaman.

Peneliti menekankan bahwa apabila responden merasa tidak nyaman dan tidak aman, maka responden berhak untuk menghentikan partisipasinya atau terus melanjutkan.

(72)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

Karakteristik responden menurut umur berdasarkan hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di RSUD Panembahan Senopati Bantul (n = 44)

Kelompok n Mean SD

Min-Maks

95% CI Intervensi 22 47,91 8,29 32-58 44,23-51,59

Kontrol 22 45,41 9,15 29-58 41,35-49,47 Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan pada tabel 4.1 rata-rata usia kelompok intervensi adalah 47,91 tahun. Usia terendah kelompok intervensi adalah 32 tahun dan tertinggi adalah 58 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia kelompok intervensi antara 44,23 sampai dengan 51,59 tahun. Sedangkan untuk usia rata-rata kelompok kontrol adalah 45,41 tahun. Usia terendah dari kelompok kontrol adalah 29 tahun dan tertinggi adalah usia 58 tahun, dengan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata usia kelompok kontrol antara 41,35 tahun sampai dengan 49,47 tahun.

(73)

Karakteristik responden menurut jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama hemodialisa berdasarkan hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2. Distribusi Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan, dan Lama Hemodialisa Responden di Unit Hemodialisa RSUD Panembahan Senopati Bantul (n=44)

Variabel Intervensi Kontrol Total

n % n %

Jenis Kelamin

Laki-laki 11 50 13 59,1 24

Perempuan 11 50 9 40,9 20

Tingkat Pendidikan

SD 7 31,8 4 18,2 11

SMP 5 22,7 9 40,9 14

SMA 8 36,4 8 36,4 16

PT 2 9,1 1 4,5 3

Lama Hemodialisa

< 12 bulan 0 0 0 0 0

12 – 24 bulan 6 27,3 8 36,4 14

>24 bulan 16 72,7 14 63,6 30

Sumber : Data Primer 2016

(74)<

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Gambar 3.1
Tabel 3.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

sehingga skripsi ini dengan judul PENGARUH KEPERCAYAAN TERHADAP NIAT BELANJA ULANG BERDASARKAN THEORY OF PLANNED BEHAVIOUR ( Studi pada toko online Bhineka.com

Hipotensi intradialitik berhubungan dengan umur, jenis kelamin, asupan cairan yang berlebihan antara dua waktu dialisis (IDWG), pengobatan antihipertensi, serta penyakit

PENYATAAN PERSETUJUAN HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN RISIKO CACINGAN BERBASIS THEORY PLANNED BEHAVIOUR PADA ANAK USIA 8 – 10 TAHUN Nurdiyah Purnamasari 19.1101.1007

Tujuan Umum Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara perilaku Personal Hygiene dengan risiko cacingan berbasis Theory Planned Behaviour pada anak usia 8 –

PENGARUH INTERVENSI SELF CARE MANAGEMENT TERHADAP INTERDIALYTIC WEIGTH GAIN IDWG PADA PASIEN HEMODIALISA DI RSUD AMBARAWA Siti Oktaviani *, Diana Tri Lestari **, Rahayu Astuti ***