• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pensi (Corbicula Moltkiana, Prime 1878) Population At Lake Maninjau In Related To Its Exploitation And Cage Aquaculture Activities

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pensi (Corbicula Moltkiana, Prime 1878) Population At Lake Maninjau In Related To Its Exploitation And Cage Aquaculture Activities"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

POPULASI PENSI (

Corbicula moltkiana,

Prime 1878)

DI DANAU MANINJAU

TERKAIT PENANGKAPANNYA

DAN AKTIVITAS KARAMBA JARING APUNG

LUKMAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Populasi Pensi (Corbicula moltkiana, Prime 1878) di Danau Maninjau terkait Penangkapannya dan

Aktivitas Karamba Jaring Apung, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Lukman

(4)

ABSTRACT

LUKMAN. Pensi (Corbicula moltkiana, Prime 1878) Population at Lake Maninjau in related to Its Exploitation and Cage Aquaculture Activities. Supervised by ISDRADJAD SETYOBUDIANDI, ISMUDI MUCHSIN, and SIGID HARIYADI.

Pensi (Corbicula moltkiana, Prime 1878), a species of molluscs (bivalves) of

Lake Maninjau, have become one of the local fishery commodities. Cage aquaculture (CA) activity in Lake Maninjau has led to deterioration of pensi habitat and also by ongoing pensi exploitation severely threatened its population. Until now the availability of pensi in Lake Maninjau has not been measured, while the population pressure on either exploitation or environmental degradation continue to take place. Thus the purpose of the research is to study the influence of pensi exploitation and CA activity on pensi population in order to formulate a management plan for pensi utilization in Lake Maninjau. Cage activities in Lake Maninjau spread throughout the shores with the density between "scarce" (<225 units.km-1), "dense" (225-675 units.km-1) until "crowded" (> 675 units.km-1). Sediments substrate in the northern and eastern part of the lake was composed of sand and a mixture of sand and mud; while that in the southern and western part was composed of gravel and rocks. Cluster analysis to anthropogenic parameter water quality show that the conditions throughout the stations were similar (Similarity> 85%). Based of water quality cluster analysis, the CA density were grouped into two levels: "Low" (<675 units km-1) and "High" (> 675 units km-1). T- test to anthropogenic parameter of water quality results levels of COD on Low CA density area were lower than that of High density. However, the levels of other parameter have no significant differences. Level of CA density ("Low" and "High") and the sediment fraction character were set as criteria for pensi population analysis and resulted in three categories of regions: I) High CA density; Soft substrate; II) Low CA density; Soft substrate; and III) Low CA density; Hard substrate. Annual average of pensi abundance was 148-3,994 ind.m-2, the highest were at a depth of 1 m and 3 m, on sandy, and in Low CA density area. The annual production [P] of pensi between 216 - 799 g AFDM m-2

year (y)-1, biomass [B] was 91 – 214 g AFDM m-2 and P/B ratio ranged from 2.02 to 3.73 y-1. The highest production was in Region II, while the lowest production was in Region I. Region I also has the highest coefficient of total mortality (Z) indicated high environmental stress on the pensi population and show high utilization rate or overfishing (E> 0.5). The other regions have a utilization below of its sustainability potency (E < 0.5). Exploitation rate of pensi the whole weight was 42 kg d-1 equal to 12.4 g AFDM d-1 per fishermen. Total exploitation yield of pensi was 111 tons AFDM y-1. Seeing as the potential pensi

available was 425 tons AFDM y-1, the utilization rate was lower than sustainably

potency (26%). The recruitment of new pensi populations in Lake Maninjau takes place throughout the year in line with frequent findings mature until spawning stage gonad and small size of pensi (<2.5 mm).

Keywords: Corbicula moltkiana, Lake Maninjau, water quality, cage aquaculture,

(5)

RINGKASAN

LUKMAN. Populasi Pensi (Corbicula moltkiana, Prime 1878) di Danau

Maninjau Terkait Penangkapannya dan Aktivitas Karamba Jaring Apung. Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI, ISMUDI MUCHSIN, dan SIGID HARIYADI.

Pensi (Corbiculamoltkiana, Prime 1878) adalah spesies molluska (bivalvia)

Danau Maninjau, telah dimanfaatkan dan memiliki nilai penting bagi masyarakat. Kegiatan budidaya ikan pada karamba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau yang cukup intensif telah mengakibatkan eutrofikasi dan akumulasi bahan organik di dasar perairan. Pensi sebagai bagian dari komunitas bentik sangat terancam dengan kondisi tersebut, dan penangkapan pensi yang terus berlangsung memberi dampak tersendiri terhadap populasinya.

Hingga saat ini ketersediaan pensi di perairan Danau Maninjau belum terukur, sedangkan tekanan terhadap populasinya baik dari penangkapan maupun perubahan lingkungan terus berlangsung. Untuk menjamin keberlangsungan perikanan pensi, keseimbangan antara pemanfaatan dengan tingkat produksi alaminya harus terjaga. Dengan demikian kajian aspek-aspek produktivitas alami dan tingkat eksploitasinya sangat penting dalam rangka merumuskan rencana pengelolaan pemanfaatan pensi di Danau Maninjau.

Penelitian ini bertujuan: 1) Mengkaji pola distribusi spasial populasi pensi terkait keragaman habitat di wilayah litoral Danau Maninjau; 2) Mengkaji pengaruh aktivitas KJA terhadap produktivitas pensi; 3) Mengkaji tingkat penangkapan pensi oleh masyarakat; dan 4) Evaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi pensi di Danau Maninjau.

Penelitian dilaksanakan di Danau Maninjau, dengan pengambilan contoh mempertimbangkan kondisi habitat, kerapatan KJA dan aktivitas penangkapan pensi. Untuk penelitian populasi pensi diwakili oleh 14 stasiun, kondisi sedimen pada 9 stasiun yang memiliki substrat lunak, dan kualitas air pada 12 stasiun. Waktu penelitian berlangsung dari Juni 2013 hingga Mei 2014 sedangkan pengukuran kualitas air dilakukan pada bulan Juni 2013, September 2013, Desember 2013, dan Maret 2014.

Aktivitas KJA di Danau Maninjau menyebar merata di seluruh tepian dan jumlah yang tercatat pada tahun 2013 adalah 18.630 petak. Di sisi utara danau kondisi KJA “Sangat Rapat” (>675 petak km-1), di sisi timur “Rapat” (225 - 675 petak km-1), di selatan dan barat danau kondisinya “Jarang” (<225 petak km-1). Tipe substrat di tepian utara dan timur danau didominasi pasir (>50%), sebagian kecil campuran antara pasir dan lumpur, dan di selatan dan barat berupa substrat kerikil dan batuan. Kadar bahan organik sedimen pada kedalaman 1 m (10,1 – 50,9 mg g-1 berat kering [bk]) lebih rendah dari kadar pada kedalaman 5 m (18,6 – 77,6 mg g-1 bk). Terdapat peningkatan kadar bahan organik sedimen dengan bertambahnya kerapatan KJA khususnya dari “Rapat” ke “Sangat Rapat”. Berdasarkan analisis kluster terhadap parameter penciri pengaruh antropogenik (COD, Total Nitrogen, Total Ammonia Nitrogen [TAN] dan oksigen terlarut), kondisi kualitas air seluruh lokasi relatif sama (tingkat kemiripan >85%).

(6)

kerapatan KJA “Tinggi” (>675 petak km-1). Hasil uji ragam (uji T) menunjukkan kadar COD antar kerapatan KJA Rendah dan Tinggi berbeda nyata, namun demikian kadar parameter penciri antropogenik lainnya tidak ada perbedaan.

Tingkat kerapatan KJA (“Rendah” dan “Tinggi”) dan karakter fraksi sedimen ditetapkan sebagai kriteria untuk analisis populasi pensi, yaitu tiga kategori wilayah: I) Kerapatan KJA Tinggi; Substrat lunak; II) Kerapatan KJA Rendah; Substrat lunak; dan III) Kerapatan KJA Rendah; Substrat keras.

Kelimpahan pensi rata-rata tahunan antara 148 – 3.994 ind m-2 dan berdasarkan uji Kruskall-Wallis dan uji Dunn terdapat perbedaan kelimpahan antara kedalaman 1 m dan 3 m dengan 5 m, antar tipe substrat, dan antar tingkat kerapatan KJA. Kelimpahan pensi tertinggi terdapat pada kedalaman substrat 1 m dan 3 m, pada tipe substrat pasir, dan di kerapatan KJA Rendah.

Hubungan panjang (mm) dan berat (g berat kering bebas abu [bkba]) pensi

yang teramati adalah y = 0,0001 x 2,869 (r2= 0,87, n = 140) dan digunakan untuk pendugaan produksi. Produksi [P] tahunan pensi di Danau Maninjau antara 216 - 799 g bkba m-2 tahun (th)-1, biomassa [B] tahunan antara 91 – 214 g bkba m-2,

dan rasio P/B antara 2,02 - 3,73 th-1. Produksi tertinggi berada di Wilayah II (Kerapatan KJA Rendah; Substrat lunak) dan produksi pensi terendah di Wilayah I (Kerapatan KJA Tinggi; Substrat lunak).

Wilayah kerapatan KJA I memiliki koefisien mortalitas total (Z) tertinggi mencirikan besarnya tekanan lingkungan terhadap populasi pensi dan tingkat pemanfaatan dalam kondisi tangkap lebih (E > 0,5). Kedua wilayah lainnya yaitu Wilayah II dan III kondisi tangkap sedikit dibawah batas lestari.

Hasil tangkapan rata-rata nelayan adalah 51,1 L hr-1 atau 42,1 kg berat utuh per hari yang sama dengan 6,24 g bkba hr-1. Dengan jumlah nelayan di Danau

Maninjau 53 orang dan waktu kerja 336 hari per tahun, maka hasil tangkapan total pensi mencapai 111.154 kg bkba th-1atau 111 ton bkba th-1. Memperhatikan

potensi pensi yang tersedia yang mencapai 425 ton bkba th-1 maka tingkat

pemanfaatan pensi di Danau Maninjau masih di bawah potensi lestarinya (26%). Penambahan populasi baru (rekruitmen) pensi di perairan Danau Maninjau berlangsung sepanjang tahun sejalan dengan selalu ditemukannya pensi pada tingkat kematangan gonad stadium matang hingga memijah dan didapatkannya pensi-pensi berukuran kecil (< 2,5 mm).

Kata kunci: Corbicula moltkiana, Danau Maninjau, kualitas air, karamba jaring

(7)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)
(9)

POPULASI PENSI (

Corbicula moltkiana,

Prime 1878)

DI DANAU MANINJAU

TERKAIT PENANGKAPANNYA DAN AKTIVITAS

KARAMBA JARING APUNG

L U K M A N

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji luar komisi Ujian Tertutup: 1. Prof R Dr Gadis Sri Haryani, DEA

Peneliti Pusat Penelitian Limnologi – LIPI 2. Dr Ir Etty Riani, MS

Staf Dosen FPIK IPB

Penguji luar komisi Ujian Terbuka: 1. Prof R Dr Gadis Sri Haryani, DEA

Peneliti Pusat Penelitian Limnologi – LIPI 2. Dr Ir Etty Riani, MS

(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kekuatan lahir dan batin dalam menjalankan penelitian dan menyelesaikan disertasi ini yang berjudul “Populasi Pensi (Corbicula moltkiana, Prime 1878) di Danau Maninjau Terkait

Penangkapannya dan Aktivitas Karamba Jaring Apung”.

Perjalanan penulis untuk mengikuti Program Strata (S) 3 di Institut Pertanian Bogor dan penyusunan disertasi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku ketua komisi pembimbing, Prof Dr Ir Ismudi Muchsin dan Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku anggota komisi pembimbing, yang mencurahkan tenaga dan pemikirannya untuk memberikan arahan dan bimbingan selama penelitian dan penulisan disertasi ini.

2. Dra Rd. Susi Herlina, istri penulis, yang terus mendorong penulis untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini, dan selalu memberikan dukungan dalam segala aktivitas yang menunjang pendidikan. 3. Anak-anakku Fatiya Ranu Wardhani dan Fathira Taruma Wardhana serta

seluruh keluarga besar yang telah merelakan sebagian haknya untuk pendidikan penulis.

4. Prof R Dr Ir Gadis Sri Haryani,DEA Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI periode tahun 2002 - 2010 yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ini.

5. Dr Tri Widyanto, Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI, yang telah memberikan izin bagi penulis untuk mengikuti perkuliahan dan meninggalkan segala aktivitas pekerjaan.

6. Rekan-rekan mahasiswa SDP angkatan 2010 (Sdr. Haryono, Sdr. Asbar Laga, Sdr. Indra Gumay, dan Sdri. Meria) atas dukungan semangat dan kebersamaan. 7. Segenap staf Pusat Penelitian Limnologi-LIPI atas bantuan dan dukungan

selama penelitian dan penulisan disertasi ini.

Penulis menyadari atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan tulisan ini. Oleh karena itu saran dan masukan untuk perbaikan tulisan ini sangat diharapkan.

Bogor, Agustus 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

II. AKTIVITAS KARAMBA JARING APUNG DAN KARAKTERISTIK HABITAT PENSI (Corbicula moltkiana, Prime 1878) DI DANAU

MANINJAU

III. KARAKTERISTIK POPULASI PENSI (Corbicula moltkiana, Prime

1878) DI DANAU MANINJAU

IV. AKTIVITAS PENANGKAPAN PENSI (Corbicula moltkiana, Prime

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Lokasi penetapan sebaran kerapatan KJA dan pengukuran

kondisi lingkungan habitat pensi 8

2. Karakteristik kegiatan budidaya ikan pada KJA di Danau

Maninjau tahun 2012. 11

3. Sebaran jumlah KJA (petak) di Danau Maninjau 12 4. Komponen fraksi sedimen di wilayah tepian Danau Maninjau 12 5. Kualitas air di 11 lokasi pengamatan di Danau Maninjau 14 6. Tingkat kerapatan KJA pada setiap lokasi pengamatan 14 7. Luas habitat potensial pensi di wilayah tepian Danau Maninjau 15 8. Kategori wilayah populasi pensi merujuk kerapatan KJA dan tipe

substrat 24

9. Model matematik untuk kohort-kohort yang dapat dikenali 32 10. Jenis data, alat dan metode penentuan intensitas penangkapan pensi 45 11. Jumlah penangkap pensi dari setiap jorong di tepian Danau Maninjau 46 12. Produktivitas lahan tangkap pensi di lokasi penangkapan pensi 51 13. Laju eksploitasi lahan penangkapan pensi di Danau Maninjau 51 14. Proporsi (%) berdasarkan berat untuk pensi ukuran besar dan kecil 52 15. Ukuran panjang cangkang pensi terkecil (mm) dari setiap wilayah

dan bulan pengambilan contoh 57

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pensi (Corbicula moltkiana Prime 1878) dari Danau Maninjau 1

2. Karakteristik kegiatan budidaya ikan pada KJA di Danau Maninjau dari

tahun 2001 – 2012 (Hasil olahan; Sumber data: Syandri, 2013) 4

3. Diagram alir penelitian 5

4. Lokasi (S.; Stasiun) pengamatan di Danau Maninjau 9 5. Sebaran kerapatan KJA di Danau Maninjau 11 6. Kadar bahan organik pada sedimen di kedalaman 1 m dan 5 m dari

beberapa lokasi pengamatan 13

7. Kadar organik sedimen berdasarkan kedalaman substrat (1m;5m)

dan kerapatan KJA (J: Jarang; R: Rapat; SR: Sangat Rapat) 15 8. Analisis kluster kondisi kualitas air komponen pengaruh

antropogenik pada lokasi-lokasi pengamatan 16 9. Oksigen terlarut pada tiga kedalaman perairan (1 m; 5 m; 10 m) 17 10. Kadar rataan beberapa parameter penciri antropogenik pada tingkat

kerapatan KJA berbeda (Rendah: Kerapatan KJA < 675 petak km-1; Tinggi: Kerapatan KJA > 675 petak km-1) 19 11. Lokasi (S; Stasiun) pengambilan contoh pensi.

Sumber peta: Fakhrudin et al. (2002) 23

12. Alat pengambil contoh pensi 23

13. Kategori wilayah populasi pensi mengacu pada kerapatan KJA dan

dan tipe substrat 25

14. Kelimpahan pensi pada substrat di kedalaman 1 m, 3 m, 5 m, 7 m

dan 10 m dari 14 lokasi pengamatan pada bulan Juni 2013 27 15. Kelimpahan pensi rata-rata tahunan pada substrat di kedalaman

1 m, 3 m, dan 5 m, dari 14 lokasi, pengamatan antara Juni 2013 –

Mei 2014 27

16. Uji Kruskal-Wallis dan Uji Dunn perbandingan kelimpahan (ind m-2) antar kedalaman substrat dari 14 stasiun dan 12 bulan pengambilan contoh (1m dan 3m tidak berbeda [a] tetapi berbeda

dengan 5m [b]) 28

17. Uji Kruskal-Wallis dan Uji Dunn perbandingan kelimpahan (ind m-2) antar tipe substrat dari sembilan stasiun dan 12 bulan pengambilan contoh (P; Pasir [a] , PL; Pasir+lumpur [b];

KB; Kerikil-Batu [c] menunjukkan perbedaan yang nyata) 28 18. Uji Kurskal-Walis dan Uji Dunn perbandingan kelimpahan (ind m

-2) dari sembilan stasiun dan 12 bulan pengambilan contoh antar wilayah kerapatan KJA (Rendah: < 675 petak km-1 [a];

Tinggi:>675petak km-1[b]) menunjukkan perbedaan yang nyata 29 19. Sebaran frekuensi panjang pensi yang dikumpulkan antara Juni

(18)

20. Biomassa rata-rata tahunan pensi pada berbagai kategori wilayah 31 21. Pendugaan kohort pertumbuhan (panjang cangkang rata-rata) dari

Juni 2013 - Mei 2014 di Wilayah I, II dan III 31 22. Sebaran produksi populasi di Wilayah I, II, dan III 32 23. Koefisien mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), mortalitas

penangkapan (F) dan status eksploitasi (E) pensi di Wilayah I, II

dan III 33

24. Karakteristik perkembangan gonad bulan Januari 2014 35 25. Karakteristik perkembangan gonad bulan Februari 2014 36 26. Karakteristik perkembangan gonad bulan Maret 2014 37 27 Karakteristik perkembangan gonad bulan April 2014 38 28. Karakteristik perkembangan gonad bulan Mei 2014 39 29. Karakteristik perkembangan gonad bulan Juni 2014 40 30. Produksi [P], biomassa [B], dan OGP pensi di Wilayah I, II, dan III 43 31. Alat tangkap pensi: Dauh (kiri) dan serok (kanan) 47 32. Metode penangkapan pensi: Pengadukan substrat dengan kaki (kiri)

dan pengadukan substrat dengan tangan sambil menyelam (kanan) 48 33. Pola pergerakan nelayan dalam penangkapan pensi 48 34. Sebaran lokasi penangkapan pensi di Danau Maninjau 49 35. Frekuensi aktivitas penangkapan pensi di Danau Maninjau pada

setiap stasiun pengamatan 50

36. Produksi, waktu kerja dan produktivitas nelayan penangkap pensi

di Danau Maninjau 50

37. Proporsi setiap selang kelas rata-rata panjang cangkang pensi: a) ukuran besar di wilayah selatan; b) ukuran besar di wilayah utara; c) ukuran kecil di wilayah selatan, dan d) ukuran kecil di wilayah

utara 52

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Sebaran kerapatan KJA di seputar Danau Maninjau 73 2. Profil melintang tepian perairan Danau Maninjau pada lokasi

penelitian 74

3. Kondisi kualitas air lokasi penelitian 76 4. Analisis ragam kualitas air penciri pengaruh antropogenik

antar kerapatan KJA 82

5. Data kelimpahan individu pensi (ind m-2) dari setiap stasiun

dari bulan Juni 2013 – Mei 2014 84

6. Uji Kruskal-Wallis perbandingan kelimpahan pensi antar

karakteristik habitat 87

7. Koefisien mortalitas total (Z), mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F) dan status eksploitasi (E) pensi di wilayah I, II

dan III 89

8. Alat saring pensi ukuran halus (kiri) dan ukuran kasar (kanan) 90 9. Hasil tangkapan (blek) dan jumlah penggunaan waktu harian

rata-rata aktivitas penangkapan pensi 91

10. Jumlah hari kerja nelayan pada lima bulan pengamatan 92 11. Frekuensi aktivitas penangkapan oleh nelayan pada lokasi

penangkapan pensi 93

12. Parameter dan perhitungan produktivitas area penangkapan

(20)
(21)

1 I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pensi adalah nama lokal sejenis kerang-kerangan yang hidup di perairan darat di wilayah Maninjau, Sumatera Barat. Di Jawa Barat sejenis kerangan yang mirip pensi dikenal dengan nama remis. Kedua jenis kerang-kerangan tersebut banyak dimanfaatkan masyarakat untuk bahan lauk pauk.

Berdasarkan catatan Djajasasmita (1977), di perairan Danau Maninjau hanya terdapat satu jenis kerang-kerangan dengan nama latin Corbicula moltkiana Prime 1878 (Gambar 1). Spesies ini tersebar dari wilayah Sumatera

hingga Semenanjung Malaya. Selain di Danau Maninjau spesies ini ditemukan di Danau Singkarak, Danau Diatas, Alahan Panjang, hingga Danau Ranau. Dikemukakan Djajasasmita (1977), dari 26 spesies Corbicula yang telah

diungkap di Indonesia, 17 spesies diantaranya cukup tegas (valid) yaitu lima

spesies dari Sumatera (C. gustaviana, C. moltkiana, C. sumatrana, C. tobae dan C. tumida), tiga spesies dari Jawa (C. javanica, C. pulchella dan C. rivalis), empat

spesies dari Sulawesi (C. lindoensis, C. loehensis, C. matanensis dan C. sublanata), dua spesies dari Kalimantan (C. bitruncata dan C. pullata), satu

spesies masing-masing dari Timor (C. australis), Papua (C. debilis) dan Pilipina

(C. squalida) yang juga ditemukan di Kalimantan Barat. Mayoritas Corbicula di

Indonesia merupakan tipikal air tawar, meskipun beberapa spesies diantaranya dapat beradaptasi pada perairan sedikit payau. Corbicula menghuni sungai,

danau, rawa dan kolam, dan hidup pada perairan jernih maupun keruh, dengan substrat dasar berupa pasir, lumpur hingga berbatu.

Gambar 1. Pensi (Corbicula moltkiana Prime 1878) dari Danau Maninjau

Sistematika pensi (Corbicula moltkiana, Prime 1878) berdasarkan “The

(22)

2

berkisar antara 9,1 – 26,7 mm, lebar antara 7,4 – 21,2 mm, dan tebal antara 5,6 – 15,2 mm. Jenis ini umumnya berbentuk segitiga lonjong, berlunas-lunas konsentrik agak kasar, dengan umbo tidak terlalu menonjol, memiliki warna hijau kekuningan sampai kehitaman dan pada bagian hulunya memudar menjadi putih (Djajasasmita 1999).

Di Indonesia aktivitas penangkapan moluska, khususnya bivalvia, di perairan daratan sangat jarang. Pada sebagian masyarakat Jawa Barat satu jenis kelompok bivalvia yang dikenal dengan nama remis (C. javanica) telah

dimanfaatkan dan dikonsumsi. Di Sulawesi Tenggara masyarakat memanfaatkan pokea (Batista violacea var. celebensis) yang merupakan kelompok bivalvia air

tawar dan menghuni sungai-sungai besar di wilayah itu (Bahtiar 2012). Di Sumatera Barat, masyarakat memanfaatkan lokan (B. violacea) yang berasal dari

muara Sungai Batang Anay dan muara-muara sungai lainnya (Putri 2005). Keberadaan pensi di Danau Maninjau memberikan nilai ekonomi tersendiri bagi masyarakat setempat, meskipun kegiatan penangkapan pensi tersebut merupakan satu aktivitas perikanan relatif kecil dibanding penangkapan ikan dan kegiatan perikanan budidaya pada karamba jaring apung (KJA) (Anonimus 2009). Pemanfaatan pensi yang bersifat lokal tetapi memiliki nilai penting karena menjadi ‘icon” kuliner pariwisata Danau Maninjau yaitu sebagai makanan camilan, dikenal juga secara luas pada masyarakat Sumatera Barat sehingga penangkapan pensi merupakan perikanan yang sangat khas di wilayah ini.

Penangkapan pensi memberikan satu lapangan mata pencaharian bagi masyarakat Maninjau, khususnya bagi yang tidak memiliki lahan usaha lain. Nelayan penangkap pensi pada umumnya hanya melakukan penangkapan. Hasil tangkapan berupa pensi mentah yang masih bercangkang dan sebagian pensi bagian daging yang terpisah dijual kepada pedagang/pengumpul dengan harga Rp 5.000 per kg. Wilayah pemasaran pensi selain di pasar lokal seputar Maninjau, sebagian diantaranya dijual ke luar daerah, seperti Bukit Tinggi, Padang dan kota-kota lain di Sumatera Barat. Sebagai camilan, pensi matang dijual di warung-warung sepanjang Kota Maninjau dengan harga sebungkus yang siap makan adalah Rp. 2.000 hingga Rp. 5.000 untuk pelancong (Tanjung 2013). Dikemukakan oleh Tanjung (2013), sebagai bahan lauk pauk ternyata pensi memiliki kadar gizi cukup baik yaitu kadar protein cukup tinggi (43,4% berat kering daging [bkdg]) dengan kadar lemak cukup rendah (3,4% bkdg).

(23)

3 spesies Corbicula yaitu C. fluminea selain sebagai penyaring makanan (filter feeder) juga sebagai pengaduk makanan (pedal feeder). Peran pertama adalah

memanfaatkan sumber makanan dari kolom air dan peran kedua yaitu memanfaatkan sumber makanan dari sedimen. Secara umum kelompok bivalvia dapat memanfaatkan seston, bahan partikulat, yang memiliki kisaran ukuran dari 1 µm hingga 40-100 µm, baik dari kelompok bakteri, nano fitoplankton, zooplankton kecil, dan berbagai jenis detritus (Manganaro et al. 2009; dari berbagai sumber). Dengan demikian pada ekosistem perairan, Corbicula

berperan pada siklus organik dan menjadi bagian jaring makanan baik pada jalur detritus maupun jalur non detritus.

Corbicula mampu memanfaatkan bahan organik yang bersumber dari

daratan dan mampu mencernanya sebagai sumber pakan. Hal ini diamati pada C. japonica yang hidup di Sungai Yura Jepang, menunjukkan ketergantungannya

pada bahan organik yang bersumber dari hulu maupun hilir estuari (Antonio et al.

2010). Pada sisi lain, Corbicula juga berperan di dalam distribusi klorofil a dan

hara di perairan danau. Pada pengamatan C. japonica di Danau Shinji, Nakamura

& Kerciku (2000) mendapatkan bahwa proses filtrasi dan ekskresi C. japonica

sangat berpengaruh terhadap penyebaran horizontal klorofil a, NH4-N dan PO4-P.

Bivalvia tersebut tidak hanya menurunkan biomassa fitoplankton melalui aktivitas filtrasinya, tetapi juga merangsang produksi primer dengan memasok hara melalui aktivitas ekskresinya. Variasi musiman penyebaran kualitas air juga dipengaruhi oleh laju metabolik C. japonica. Hal ini membuktikan bahwa

interaksi bivalvia penyaring makanan dan fitoplankton mendominasi siklus material dan distribusi kualitas air di danau.

Di Danau Maninjau, pensi menunjang jaring-jaring makanan serta menjadi rantai antara antara produksi primer dan tersier. Pensi diketahui merupakan mangsa ikan-ikan predator seperti ikan baung (Mystus spp.) dan ikan betutu

(Oxyeleotris marmorata). Ikan baung adalah pemangsa utama di Danau

Maninjau (Yuniarti et al. 2010).

Keberadaan pensi di Danau Maninjau pada saat ini terancam dengan adanya kegiatan budidaya ikan pada KJA yang telah dimulai sejak tahun 1990-an dan berkembang sangat pesat pada tahun 2000-an. Pada tahun 2001 KJA aktif yang tercatat hanya 2.800 petak dan pada tahun 2012 telah mencapai 15.860 petak. Produksi ikan yang dicapai pada tahun 2001 adalah 10.500 ton dan produksi maksimum tercatat pada tahun 2009 yaitu 29.490 ton, yang kemudian pada tahun-tahun selanjutnya menurun kembali hingga pada kisaran 10.000 – 11.000-an ton. Penurun11.000-an produksi tersebut terjadi setelah ad11.000-anya kemati11.000-an missal ik11.000-an pada awal bulan Januari 2009 yang mencapai 11.058 ton yang berasal dari 7.372 petak KJA. Pada sisi lain, aktivitas KJA tersebut telah memberikan kontribusi pencemaran bahan organik yang berkisar antara 4.766 – 16.219 ton berat kering per tahun (Gambar 2; Syandri 2013).

Kegiatan KJA di Danau Maninjau yang cukup intensif telah memberi dampak yang nyata, yaitu eutrofikasi yang ditandai tingginya kandungan total nitrogen (TN) (0,429 mg L-1 -1,953 mg L-1) dan total phosphor (TP) (0,014 mg L-1 -1,800 mg L-1) di perairan (Sulawesty et al. 2011). Kondisi eutrofik Danau Maninjau dilaporkan pula pada penelitian berikutnya dan dikemukakan pula bahwa aktivitas KJA berperan terhadap kondisi tersebut (Lukman 2012; Lukman

(24)

4

Gambar 2. Karakteristik kegiatan budidaya ikan pada KJA di Danau Maninjau dari tahun 2001 – 2012

(Hasil olahan; Sumber data: Syandri 2013)

Akumulasi bahan organik di dasar perairan memungkinkan terbentuknya lapisan anaerobik yang makin lebar, diikuti terbentuknya senyawaan beracun seperti H2S dan NH3. Sejalan dengan penumpukan bahan organik tersebut memungkinkan terjadinya penurunan oksigen yang terus berlanjut dan kondisi anoksik (ketidaksediaan oksigen) di kolom perairan bagian bawah akan terus meningkat (Yuk & Aoki 2009). Populasi pensi sebagai bagian dari komunitas bentik sangat terancam dengan kondisi anoksik di wilayah dasar perairan.

Pentingnya peranan pensi di Danau Maninjau, baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun ekologis, tidak didukung data-data hasil kajian yang memadai. Hingga saat ini data dan informasi aktivitas penangkapan pensi dapat dikatakan tidak ada dan informasi ilmiah dari hasil penelitiannya juga relatif sedikit. Sementara itu penangkapan pensi pada saat ini cenderung secara eksploitatif dengan tidak ada aturan dan pembatasannya, baik menyangkut jumlah tangkapan, ukuran alat tangkap, maupun waktu penangkapan. Aktivitas penangkapan pensi yang berlangsung sepanjang waktu, sementara itu ancaman dari aktivitas manusia, khususnya kegiatan KJA yang terus meningkat, dapat memberikan dampak buruk bagi populasi pensi.

Berdasarkan fakta di atas, dengan memperhatikan aktivitas penangkapan pensi dan adanya tekanan dari pencemaran organik, maka agar keberlanjutan dan ketersediaan pensi di alam tetap terjaga diperlukan pemahaman karakteristik populasinya dan bagaimana hubungannya dengan keragaman habitat, dampak adanya aktivitas KJA, dan tingkat pemanfaatannya oleh masyarakat.

Perumusan Masalah

Hingga saat ini secara umum ketersediaan pensi di perairan Danau Maninjau belum diketahui, sementara itu tekanan terhadap populasinya baik dari penangkapan dan maupun perubahan lingkungan akibat aktivitas KJA sudah berlangsung. Indikator ketersediaan pensi akan tergambarkan dari karakteristik populasinya, yang dilihat dari kelimpahan, biomasanya dan pertumbuhannya serta bagaimana hubungannya dengan kondisi lingkungan perairan danau.

(25)

5 Dengan demikian kajian aspek-aspek tersebut diperlukan dalam rangka merumuskan rencana pengelolaan pensi di Danau Maninjau, dengan menetapkan potensi (ketersediaan) sumberdaya pensi yang dapat dimanfaatkan (Gambar 3).

Aktivitas KJA

1. Mengkaji pola distribusi spasial populasi pensi terkait keragaman habitat di wilayah litoral Danau Maninjau.

2. Mengkaji pengaruh aktivitas KJA terhadap produktivitas pensi. 3. Mengkaji tingkat penangkapan pensi oleh masyarakat seputar danau.

4. Mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap populasi pensi di Danau Maninjau.

(26)

6

Hipotesis

Berbagai kondisi lingkungan perairan Danau Maninjau, tingkat aktivitas penangkapan pensi pada berbagai wilayah tepian danau dan tingkat aktivitas pemanfaatan perairan Danau Maninjau untuk KJA menciptakan kondisi habitat dan populasi pensi yang beragam. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, hipotesis yang akan diuji dan ditelaah adalah:

1. Keragaman pola sebaran kelimpahan populasi akibat pengaruh kondisi lingkungan alami dan perkembangan KJA.

2. Pengaruh aktivitas penangkapan, perkembangan KJA dan berbagai kondisi lingkungan terhadap produktivitas pensi.

Kebaruan (Novelty)

Kebaruan (novelty) dari penelitian ini adalah informasi komprehensif

sumberdaya hayati perairan daratan, yaitu Pensi (Corbicula moltkiana, Prime

(27)

7 II. AKTIVITAS KARAMBA JARING APUNG DAN KARAKTERISTIK

HABITAT PENSI (Corbicula moltkiana, Prime 1878) DI DANAU MANINJAU

Pendahuluan

Penyebaran suatu organisme relatif terhadap habitatnya merupakan informasi penting dari karakteristik ekologisnya. Penyebaran alami memberikan pandangan awal tipe proses ekologis yang mengatur populasi dan pengelompokkannya. Beberapa telaahan menunjukkan bahwa distribusi spasial biota perairan sebagaimana invertebrata bentik dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik fisik yaitu kedalaman air, ukuran sedimen dan aksi gelombang, faktor kimia seperti salinitas, oksigen terlarut dan pH, maupun faktor biologis seperti ketinggian vegetasi (Nanami et al. 2005).

Pada pengamatan di danau oligotrofik, Allison et al. (2008) mendapatkan

bahwa produksi sekunder biota bentik secara vertikal melintasi variasi kedalaman menunjukkan bahwa di wilayah litoral memiliki laju yang lebih tinggi dibanding wilayah profundal. Menurut Baumgartner et al. (2008) berdasarkan pengamatan

di wilayah litoral berbatu Danau Constance Eropa Tengah, pola kelimpahan, biomassa dan struktur komunitas makroinvertebrata bentik berbeda secara signifikan diantara wilayah kedalaman, sebagian karena turnover spesies tetapi

sebagian besar hasil struktur dominansi yang berbeda

Habitat pensi (Corbicula moltkiana, Prime 1878) di Danau Maninjau

berada di seluruh tepian perairan hingga kedalaman tertentu, yang diduga masih berada di wilayah litoral. Pensi sebagai anggota komunitas hewan bentik dan kelas moluska dari kelompok bivalvia akan terkait dengan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kelompok tersebut. Faktor kedalaman adalah salah satu penentu distribusi populasi hewan bentik secara umum dan kelompok bivalvia secara khusus, yang mana berhubungan dengan ketersediaan oksigen yang semakin terbatas pada strata perairan yang makin dalam.

Beberapa laporan mengemukakan bahwa tipe sedimen merupakan faktor yang bertanggungjawab terhadap penyebaran spesies terkait tipe makanannya. Pemanfaat bahan tersuspensi seperti bivalvia lebih nampak di wilayah berpasir datar dengan adanya pergerakan air yang mencegah akumulasi detritus pada dasar dan adanya aktivitas arus membawa makanan potensial berupa bahan tersuspensi dibanding di wilayah dengan arus lebih lambat (Nanami et al. 2005).

Danau Maninjau, sebagai ekosistem dari habitat pensi, memiliki luas 9.737 ha, panjang garis pantai 52,7 km, kedalaman maksimum 165 m, volume 10.266 x 106 m3, dan masa tinggal air sekitar 25 tahun (Fakhrudin et al. 2002). Berdasarkan pola batimetrinya menunjukkan bahwa wilayah tepian bagian utara dan timur cukup landai sedangkan di wilayah tepian selatan dan barat curam.

Kegiatan budidaya ikan pada karamba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau yang dimulai sejak tahun 1990-an akan berpengaruh terhadap kondisi habitat pensi. Berdasarkan data tahun 2012, jumlah KJA yang tercatat 14.341 petak dan produksi ikan mencapai 11.895 ton (Anonimus 2013).

Kerusakan lingkungan oleh adanya KJA terkait lepasnya sejumlah besar bahan organik dalam bentuk detritus tersuspensi (Karakassis et al. 2000; Mazzola

(28)

8

perairan sekitar KJA, mengakibatkan perubahan parah lingkungan bentik ditinjau dari karakteristik fisik maupun kimianya (Karaksasis et al. 2000; Rosenberg et al.

2001). Limbah KJA menyebabkan kerusakan pada lingkungan lokal baik pada skala ruang maupun waktu (Huang et al. 2012) dan dampaknya adalah

memburuknya kualitas air yang berpengaruh terhadap perubahan kelimpahan dan komposisi moluska (Carlsson 2001; Zettler & Daunys 2007; Du et al. 2011).

Bahan dan Metode

Kondisi lingkungan habitat pensi diamati dari profil dasar perairan tepian danau pada 14 stasiun (S), kondisi sedimen diwakili oleh sembilan stasiun, kualitas air diwakili oleh 12 stasiun, sedangkan pengelompokan kerapatan KJA berdasarkan 14 stasiun pengamatan (Tabel 1; Gambar 4).

Tabel 1. Lokasi penetapan sebaran kerapatan KJA dan pengukuran kondisi lingkungan habitat pensi

Stasiun

(S) Lokasi Lintang Selatan Koordinat Bujur Timur 1 Muko-muko♦* 00o17’10,6” 100o09’13,8” Keterangan: ♦) Lokasi pengambilan contoh sedimen;

*) Lokasi pengambilan contoh /pengukuran kualitas air

Berhubung KJA pada umumnya berada di wilayah perairan dengan kedalaman di atas 10 m sedangkan populasi pensi pada substrat berada di bawah kedalaman 10 m, maka pengambilan contoh parameter lingkungan habitat pensi tidak berada pada tempat yang persis sama dengan keberadaan KJA.

Pengamatan Aktivitas Karamba Jaring Apung

Informasi KJA di Danau Maninjau bersumber dari data sekunder. Data jumlah KJA terkini diperoleh dari sensus langsung dengan penandaan titik-titik koordinat menggunakan piranti Global Positioning System (GPS) merk Garmin

(29)

9 Gambar 4. Lokasi (Stasiun [S]) pengamatan di Danau Maninjau Sumber peta: Fakhrudin et al (2002).

Keterangan: S1 : Muko-muko; S2:Rambay; S3: Muara Tanjung; S4: Sawah Lie; S5 : Lubuk Anyir; S6 : Lubuk Kandang; S7 : Bancah; S8: Banda Gadang; S9 : Pandan; S10: Batu Nanggay; S11: Muka Jalan; S12: Dalu-dalu; \ S12: Sungai Tampang; S13: Batu Anjing.

Kajian Kondisi Lingkungan Habitat Pensi

Kondisi lingkungan habitat pensi diamati dari profil tepian danau, karakteristik substrat dan kondisi kualitas air.

Profil tepian danau diperoleh dari pemetaan pola kedalamannya pada setiap stasiun dengan metoda akustik menggunakan Fishfinder dan GPS merk Garmin

tipe GPSMAP 420s. Pemetaan dilakukan dengan membuat lintasan secara tegak lurus dari garis pantai hingga kedalaman 10 m.

Fraksi dan kadar organik sedimen diamati di stasiun bersubstrat lunak yaitu pada sembilan stasiun (S1 s.d S9) dan diambil menggunakan core sampler dari

kedalaman 1 m dan 5 m. Fraksi sedimen dianalisis dengan menggunakan metode saringan bertingkat (test sieve). Untuk stasiun dengan substrat berupa kerikil dan

(30)

10

Parameter kualitas air diukur pada kedalaman 4,7 m di lokasi kedalaman perairan 5 m, kecuali pengukuran Sechi dan oksigen terlarut kedalaman 10 m pada perairan dengan kedalaman di atas 10 m. Waktu pengukuran kualitas air dilakukan pada bulan-bulan Juni 2013, September 2013, Desember 2013, dan Maret 2014, yaitu antara pukul 8.00 – 16.00.

Pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan di tempat (in situ) yaitu

suhu, pH, konduktivitas dan oksigen terlarut diukur dengan Water Quality Checker (WQC) tipe YSI Profesional Plus 605596, dan kedalaman Sechi diukur

dengan keping Sechi. Pengukuran kesadahan, total phosphor (TP), total nitrogen (TN), total ammonia nitrogen (TAN), kebutuhan oksigen kimia (COD; Chemical Oxygen Demand) dan klorofil a diukur melalui analisis di laboratorium.

Pengambilan contoh air menggunakan Kemerrer Water Sampler, dan untuk

analisis TP, TN, TAN dan COD sebanyak 250 mL contoh air disimpan di dalam botol dan diawet dengan H2SO4. Contoh air untuk pengukuran kesadahan diawetkan dengan HNO3 dan untuk klorofil a adalah dengan menyaring 500 mL

air contoh dengan kertas GFF kemudian diberi pengawet MgCO3.

Analisis unsur hara di laboratorium menggunakan metode spektrofotometri. Total fosfor ditetapkan dengan mendesktruksi contoh air dengan K2S2O8 dalam keadaan asam dan ortofosfat yang dibebaskan diukur. Senyawaan ortofosfat ditetapkan dengan metode asam askorbat yang diukur pada λ 880 nm. Kadar TN ditetapkan dengan mendesktruksi contoh air dengan asam borat dalam keadaan basa, dan TAN yang dibebaskan ditetapkan dengan metode brucin yang diukur pada λ 425 nm. Klorofil-a ditetapkan melalui ekstraksi aseton 9+1, dan diukur pada λ 750, 664, 647 dan 630 nm (Eugene et al. 2012).

Parameter kualitas air dianalisis dengan teknik kluster menggunakan program Paket Statistik Multiragam (MVSP; Multivariate Statistical Package).

Parameter penciri dampak antropogenik terkait tingkat kerapatan KJA ditampilkan pula dalam bentuk grafik dan keragamannya dianalisis dengan uji T.

Hasil

Aktivitas Budidaya Ikan pada Karamba Jaring Apung

Kegiatan budidaya ikan pada karamba jaring apung (KJA) di Danau Maninjau yang telah berkembang sejak tahun 1990-an, dan saat ini memiliki konstribusi yang luas bagi perekonomian masyarakat setempat (Tabel 2).

Pada saat ini aktivitas budidaya ikan pada KJA di Danau Maninjau menyebar merata di seluruh nagari tepian danau dan terbanyak di Nagari Tanjung Sani (6.324 petak). Tingkat kerapatan KJA tertinggi terdapat di Nagari Bayua, tepatnya di Lubuk Anyir (S5). Nagari Tanjung Sani karena memiliki pantai cukup panjang maka tingkat kerapatan KJA-nya rendah (Gambar 5; Lampiran 1).

(31)

11 Tabel 2. Karakteristik kegiatan budidaya ikan pada KJA di Danau Maninjau tahun 2012

No. Karakteristik Volume

1 Jumlah KJA (petak) 14.341 2 Pemilik KJA (orang) 1.341 3 Jumlah pembudidaya (orang) 9.119 4 Produksi ikan/hari (ton) 40 – 60 5 Kebutuhan benih/musim (ekor) 100.000.000 6 Pembenih ikan (panti) 342

7 Warung pakan ikan (kios) 26 8 Kebutuhan pakan/hari (ton) 70 9 Mobil angkut ikan (unit) 57

10 Wilayah pemasaran ikan Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Jambi, dan Sumatera Selatan Sumber: Yosmeri (2013)

(32)

12

Tabel 3. Sebaran jumlah KJA (petak) di Danau Maninjau

No. Nagari 19971) 20002) 20093) 20124) 20135)

Sumber: 1) Agustedi & Adriati (1997); 2) Syandri (2000); 3) Anonimus (2010); 4) Anonimus (2013); Yosmeri (2013); 5) Data penulis

Kondisi Lingkungan Habitat Pensi

Profil dasar tepian perairan Danau Maninjau memiliki pola kemiringan yang beragam dan membentuk luasan habitat pensi yang berbeda-beda. Di wilayah utara, yaitu Rambay (S2) memiliki tepian landai (kedalaman < 5 m) yang paling lebar (+ 100 m), sedangkan di sisi utara-timur yaitu Muara Tanjung (S3) dan Sawah Lie (S4) memiliki tepian landai hingga + 40 m. Dimulai dari Lubuk Anyir hingga Batu Nanggay (S5-S10) profil pantai mulai terjal, dan di sisi selatan dan barat Danau Maninjau, profil pantai relatif curam (S11-S14) (Lampiran 2).

Tipe substrat di wilayah tepian utara dan timur danau didominasi pasir (>50%), sebagian kecil berupa campuran antara pasir dan lumpur, sementara di tepian selatan dan barat karakteristik substrat berupa kerikil dan batuan (Tabel 4).

(33)

13 Komponen bahan organik pada substrat di kedalaman 1 m umumnya memiliki kadar lebih rendah dibanding pada substrat kedalaman 5 m, yaitu masing-masing berkisar antara 10,1 – 50,9 mg g-1 berat kering (bk) sedimen (sed) dan antara 18,6 – 77,6 mg g-1bksed (Gambar 6).

Gambar 6. Kadar bahan organik pada sedimen pada kedalaman 1 m dan 5 m di beberapa lokasi pengamatan

Kondisi kualitas air Danau Maninjau pada siang hari, pada kedalaman 4,7 m di lokasi kedalaman perairan 5 m (kecuali kedalaman Sechi) yaitu suhu anatara 27,9 – 28,4oC, oksigen terlarut antara 4,6 - 6,3 mg L-1, pH sedikit alkalin (7,7 –

Kerapatan KJA yang tinggi terutama terdapat di sisi utara-timur danau. Hal ini terkait dengan perkembangan masyarakat yang lebih dominan di wilayah itu. Kondisi kemiringan kontur danau di tepian bagian timur yang cukup landai memudahkan akses ke perairan, sedangkan di tepian selatan dan barat memiliki kontur yang cukup curam (Fakhrudin et al. 2002).

Sebaran KJA yang menunjukkan lokasi sangat rapat (>675 petak km-1) yaitu Rambay, Muara Tanjung dan Lubuk Anyir (S2; S3; S5) pada umumnya berada di sisi utara danau, ke arah selatan kerapatan KJA menurun seperti di Lubuk Kandang dan Bancah (225 - 675 petak km-1) (S6-S7), dan di bagian selatan dan barat danau kerapatan KJA jarang (<225 petak km-1) (Gambar 5) (Tabel 6).

Berdasarkan lebar wilayah tepian landai (kedalaman < 5 m) dan panjang pantai pada stasiun yang ditetapkan, luas habitat potensial pensi di Danau Maninjau mencapai 1.105.700 m2. Habitat terluas berada diantara Rambay – Lubuk Anyir yang mencapai 595.200 m2 (Tabel 7). Luasan ini tidak termasuk beberapa wilayah yang tidak dapat dilakukan penangkapan pensi seperti di kawasan PLTA yaitu bagian outlet danau dan di wilayah dengan kontur curam.

(34)

14

Tabel 5. Kualitas air pada 11 lokasi pengamatan di Danau Maninjau.

Parameter

Keterangan: Data merupakan angka rata-rata pengukuran Juni 2013, September 2013, Desember 2013, dan Maret 2014 pada kedalaman 4,7 m di lokasi kedalaman perairan 5 m (Kecuali kedalaman Sechi pada kedalaman perairan 10 m).

Tabel 6. Tingkat kerapatan KJA pada setiap lokai pengamatan

Stasiun

(S) Lokasi Tingkat kerapatan KJA (petak km

-1)*

(35)

15 Tabel 7. Luas habitat potensial pensi di wilayah tepian Danau Maninjau Stasiun Wilayah Panjang S6-S7 Lb.Kandang-Bancah 6.900 16 110.400 Landai S8-S9 Bd.Gadang-Pandan 8.900 21 186.900 Landai S10-S11 Bt.Nanggay - Mk. Jalan 10.600 17 180.200 Terjal

Semenanjung Sani 5.000 ta tap Curam

S12-S13 Dalu – S.Tampang 6.000 20 12.000 Terjal

S14 Batu Anjing 3.000 10 3.000 Terjal

Jumlah 1.105.700

Catatan:1) Jarak antar titik koordinat pengamatan (Lampiran 1); 2) Lebar rata-rata tepian kedalaman < 5 m dari setiap stasiun pengamatan di wilayah tersebut (Lampiran 2); 3) Lihat gambar 4; ta = tidak ada data; tap = tidak ada penangkapan pensi

Fraksi sedimen tampaknya lebih berhubungan dengan kondisi hidrologis danau. Proporsi lumpur cukup tinggi di Rambay (53%) dan Muara Tanjung (45%) berhubungan dengan adanya aliran sungai yang masuk ke perairan danau (lihat Gambar 4). Pada lokasi yang tidak terdapat aliran sungai, yaitu Muko-muko, Lubuk Kandang dan Bancah substrat didominasi (100%) pasir.

Mengacu pada tingkat kerapatan KJA (Tabel 6) terdapat peningkatan kadar bahan organik sedimen dengan bertambahnya kerapatan KJA khususnya dari tingkat rapat (R) ke sangat rapat (SR), namun terdapat kadar bahan organik sedimen yang cukup tinggi pula pada wilayah dengan kerapatan KJA jarang (J) (Gambar 7) yang diduga terkait dengan faktor lain.

(36)

16

Pada wilayah KJA jarang (J) terdapat lokasi-lokasi yang memiliki sedimen dengan kadar organik tinggi, yaitu Sawah Lie (S4) (> 50 mg g-1 bk sed) dan Pandan (S9) (>70 mg g-1 bk sed) terutama pada kedalaman 5 m (Gambar 6). Pandan berada di perairan teluk demikian pula Sawah Lie sedikit menjorok ke daratan, yang memungkinkan akumulasi bahan organik karena berada di wilayah terlindung dari pergerakan air danau. Kedua lokasi ini juga dicirikan fraksi lumpur mencapai + 20% dari komponen sedimen.

Kadar organik sedimen di Danau Maninjau berkisar antara 10,1 – 50,9 mg g-1bksed (substrat 1 m) dan 18,6 – 77,6 mg g-1bksed (substrat 5 m) (Gambar 6), atau berdasarkan tingkat kerapatan KJA berkisar antara 18,9 – 57,8 mg g-1 bksed (Gambar 7), masih lebih rendah dari kadar organik sedimen yang terukur di Waduk Cirata Jawa Barat yang mencapai 150,5 – 188,6 mg g-1 bksed (Lukman & Hidayat 2002) tapi lebih tinggi dari kadar organik sedimen di Danau Limboto yang berkisar antara 11,5 – 20,9 mg g-1 bk sed (Lukman et al. 2008). Menurut Entz (1977) kadar bahan organik sedimen <17 % (bk sed; atau 170 mg g-1 bk sed) menunjukkan tipe oligotrof, sedangkan kadar bahan organik >30% (bksed;

atau 30 mg g-1 bk sed) adalah tipe eutrofik. Substrat di Danau Maninjau pada kedalaman 1 m dan 5 m sudah mencirikan kondisi eutrofik.

Kadar organik sedimen yang terukur pada kedalaman 1 m lebih rendah dari kedalaman 5 m. Hal ini terkait akumulasi bahan organik dari limbah aktivitas KJA umumnya terjadi pada sedimen paling dalam. Menurut Karaksassis et al. (2000)

dan Rosenberg et al. (2001), akumulasi bahan organik di seputar KJA umumnya

terjadi tepat di bawah KJA.

Berdasarkan analisis kluster terhadap parameter penciri antropogenik (oksigen terlarut, COD, TP, TN dan TAN), meskipun terdapat pengelompokkan tapi umumnya kondisinya di seluruh lokasi sama (Kemiripan >85%) (Gambar 8).

Gambar 8. Analisis kluster kondisi kualitas air komponen pengaruh antropogenik di lokasi-lokasi pengamatan

(37)

17 Suhu dan pH perairan berada pada kisaran sebagaimana hasil pengamatan sebelumnya (Sulastri 2002; Sulawesti et al. 2011; Lukman 2012; Lukman et al.

2014). Kadar oksigen terlarut pada kedalaman 1 – 5 m masih cukup baik (> 2 mg L-1) sedangkan pada kedalaman 10 m kadar oksigen terlarut yang rendah (< 2 mg L-1) teramati di Muara Tanjung (S3) (Gambar 9).

Gambar 9. Oksigen terlarut pada tiga kedalaman perairan (1 m; 5 m; 10 m)

Kondisi oksigen yang masih cukup pada kedalaman 1 – 5 m terkait kedalaman tersebut masih berada pada zona fotik, jika mengacu pada kedalaman Sechi. Kondisi oksigen rendah pada kedalaman 10 m sebelumnya telah teramati di beberapa lokasi di wilayah KJA di Danau Maninjau (Lukman et al. 2014).

Tingkat konduktivitas Danau Maninjau, merujuk kriteria Ibarra et al.

(2005) masih pada kondisi sangat baik (< 400 mScm-1). Menurut Hakanson (2005) konduktivitas perairan danau cenderung konservatif dan dapat diprediksi dengan sangat baik dari parameter hidrologis di daerah tangkapannya. Tingkat kesadahan perairan Danau Maninjau adalah tipe air lunak (< 75 mg L-1) (Sawyer & McCarty 1967 dalam Boyd 1982).

(38)

18

Kadar TP dan TN menunjukkan indikasi adanya pengaruh antropogenik. Kadar TP (0,019– 0,063 mg L-1) dan kadar TN (0,656 – 1,476 mg L-1) yang terukur sudah cukup tinggi, mencirikan kondisi eutrofik. Menurut Vollenweider & Karekes (1980) kadar TP pada kisaran 0,03 – 0,09 mg L-1 dan kadar TN pada kisaran 0,393 – 6,1 mg L-1 adalah perairan eutrofik.

Keberadaan KJA merupakan faktor antropogenik utama di Danau Maninjau dan berperan terhadap kondisi kualitas air. Hal ini seperti terjadi di Danau Rupanco Negara Chile, bahwa kegiatan budidaya ikan salmon (Oncorynchus mykiss; O salar) yang terus meningkat dalam dua dasa warsa terakhir telah

mendorong terjadinya perubahan lingkungan perairan. Pada tingkat produksi ikan salmon yang mencapai 1.626 ton, berdasarkan perhitungan laju kehilangan TN dan TP (padat dan terlarut) diperkirakan kontribusi tahunan dari KJA (pakan yang tidak dikonsumsi, feses, dan urin) mendekati 76,4 ton TN dan 12,1 ton TP (Munoz et al. 2013).

Dengan mengambil proporsi lepasan TN dan TP dari KJA di Danau Rupanco, Chile (Munoz et al. 2013), maka pada tingkat produksi ikan KJA di

Danau Maninjau pada tahun 2011 mencapai 36.217 ton (Anonimus 2012), potensi lepasnya TP ke perairan Danau Maninjau 269,5 ton per tahun dan potensi lepasnya TN mencapai 1.701,7 ton per tahun.

Kadar organik yang ditunjukkan dengan kadar rata-rata COD berada pada kisaran 35,08 – 75,23 mg L-1. Kadar COD yang paling tinggi ditemukan di Lubuk Anyir (S5) (75,23 mg L-1) dan Muara Tanjung (S3) (69,92 mg L-1). Kedua lokasi tersebut diketahui memiliki kerapatan KJA yang paling tinggi (Tabel 5). Kadar TAN pada kisaran 0,142 - 0,351 mg L-1, dan kadar tertinggi juga ditemukan di lokasi Muara Tanjung, mengindikasikan beban pencemaran dari KJA yang juga tinggi. Kadar bahan organik total yang pernah diukur di beberapa wilayah KJA di Danau Maninjau telah menunjukkan kadar cukup tinggi, memiliki pola vertikal seragam dengan kisaran antara 15,9 -98,7 mg L-1 (Lukman et al. 2014).

Kadar klorofil a di Danau Maninjau berada pada kisaran 14,72 – 22,32 mg

m-3. Mengikuti kriteria Wetzel (2001), perairan eutrofik memiliki kadar klorofil a 11 µg L-1 (11 mg m-3), dengan demikian maka Danau Maninjau sudah dalam kondisi eutrofik. Menurut Huszar et al. (2006) tingginya kadar klorofil a terkait

dengan tingginya kadar nitrogen dan fosfor ditemukan di wilayah tropis sebagaimana di subtropis. Dengan demikan tingginya kadar klorofil a di Danau

Maninjau dapat terkait dengan tingginya kadar TP dan TN.

Tingginya kadar klorofil a dicerminkan juga oleh kedalaman Sechi yang

relatif rendah yaitu pada kisaran 1,8 - 4,0 m. Kedalaman keeping Sechi dapat mengindikasikan kedalaman wilayah fotik dan selanjutnya kedalaman wilayah litoral. Mengikuti rumusan Koening & Edmunson (1991) bahwa rasio antara kedalaman wilayah eufotik (EZD; Euphotic Zone Depth) dan kedalaman keping

Sechi (SD; Sechi Depth) pada perairan jernih mencapai 2,4, maka EZD perairan Danau Maninjau hanya berkisar antara 4,2 – 9,6 m.

(39)

19 Tinjauan secara khusus terhadap empat parameter penciri pengaruh antropogenik (COD, TN, TAN dan oksigen terlarut), berdasarkan kriteria kerapatan KJA “Tinggi” dan “Rendah” di atas menunjukkan terdapat peningkatan kadar COD, TN, TAN pada kerapatan KJA tinggi dibanding pada kerapatan KJA rendah, tapi sebaliknya untuk kadar oksigen (Gambar 10). Berdasarkan analisis statistik melalui uji ragam (uji T) menunjukkan kadar COD antar tingkat

kerapatan KJA rendah dan tinggi berbeda nyata (P<0,05), sedangkan kadar parameter penciri antropogenik lainnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (P>0,05) antar tingkat kerapatan KJA.

Gambar 10. Kadar rataan beberapa parameter penciri antropogenik pada tingkat kerapatan KJA berbeda (Rendah: Kerapatan KJA <675 petak km-1; Tinggi: Kerapatan KJA >675 petak km-1).

Simpulan

Habitat pensi di Danau Maninjau selain dicirikan oleh kondisi alami (profil kedalaman tepian; tipe substrat, dan kualitas air) juga dipengaruhi oleh keberadaan KJA. Kerapatan KJA di Danau Maninjau berada pada tingkat jarang (<225 petak km-1), rapat (225-676 petak km-1) dan sangat rapat (>675 petak km-1), dan wilayah dengan KJA sangat rapat berada pada tepian utara hingga timur laut danau. Profil dasar perairan wilayah tepian memberikan gambaran potensi luas

(40)

20

(41)

21 III. KARAKTERISTIK POPULASI PENSI (Corbicula moltkiana,

Prime 1878) DI DANAU MANINJAU Pendahuluan

Suatu konsep ekologi populasi yang meliputi kajian dimanika populasi, struktur umur, mortalitas dan laju reproduksi, sebagai tinjauan energetik, perlu dilibatkan pada kajian aliran energi berbagai tahap siklus biologis di dalam ekosistem. Pendekatan aliran energi adalah upaya merealisasikan dalam membuat pendugaan kuantitatif kontribusi produksi satu populasi-spesies terhadap populasi lain atau pada hasil akhir, yang “bermanfaat” atau “tidak bermanfaat” bagi manusia (Winberg 1971).

Di dalam evaluasi dinamika ekosistem, produksi sekunder suatu populasi merupakan komponen penting. Sebagai ukuran kuantitatif dari fungsi populasi, produksi somatik sering digunakan untuk menguji tekanan lingkungan, pengelolaan yang rasional dari suatu sumber daya sebagai komoditas ekonomi, aliran energi, siklus bahan organik dan interaksi di dalam jaring-jaring makanan (Waters & Crawford 1973; Crisp 1984; Tumbiolo & Downing 1994; Benke 2010; Dolbeth et al. 2005).

Faktor produksi mencirikan karakteristik populasi suatu biota yang di dalamnya ditentukan oleh faktor biomassa. Menurut Winberg (1971) produksi populasi suatu spesies adalah perjumlahan penambahan pertumbuhan individu yang membentuk populasi, termasuk pertumbuhan produksi seksual dan bahan organik lain yang menjadi terpisah dari tubuh selama periode yang ditetapkan.

Pada penyelenggaraan telaahan produktivitas perairan secara umum, hal yang sangat mendasar bahwa pengukuran contoh harus mewakili seluruh badan air, dan hasil akhir dari telaahan tersebut dapat ditunjukkan dalam kuantitas yang dapat dihubungkan terhadap badan air secara keseluruhan. Pendugaan produksi sekunder dari suatu perairan merupakan landasan penting untuk pengelolaan yang rasional dari sumberdaya alam (Tumbiolo & Downing 1994). Pendugaan produksi hewani, atau secara khusus sebagai produksi sekunder, terkait dengan bahan organik dan energi per satuan waktu dan per luas area yang secara terintegrasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan biota, dicirikan oleh dampaknya terhadap pertumbuhan individu dan mortalitas populasi (Cusson & Bourget 2005).

Pembentukan biomassa suatu komunitas heterotrofik terkait dengan berjalannya waktu merupakan suatu definisi umum dari produktivitas sekunder. Produktivitas sekunder tahunan merupakan jumlah dari biomassa total yang dihasilkan oleh satu populasi selama satu tahun. Hal ini termasuk di dalamnya hasil yang tersisa pada akhir tahun dan yang hilang selama periode tersebut sebagai akibat dari adanya kematian, baik karena penyakit, parasit, kanibal maupun predasi, serta hilangnya jaringan sisa seperti molting dan keluarnya

hewan dari wilayah yang diperhatikan (Benke & Huryn 2007). Informasi suatu kajian produktivitas sekunder meliputi pertumbuhan individu dan keberlangsungan hidup populasi, merupakan jumlah energi yang tersedia untuk tingkatan trofik yang lebih tinggi (Jin & Ward 2007).

(42)

22

dalam pemulihan perairan yang tercemar. Di dalam perairan, proses produksi berjalan melalui keterkaitan rantai trofik yang menghasilkan suatu transfer dari kuantitas bahan dan energi dari satu trofik level ke trofik level berikutnya.

Sejak lama sebagian besar kajian produksi sekunder bentik dilakukan di lingkungan perairan daratan dan berperan penting pada telaahan aliran energi. Kajian produksi sekunder mendukung pemahaman aliran energi dalam ekosistem, serta telah dimanfaatkan untuk wilayah yang luas dari permasalahan ekologis dan kuantifikasi jaring makanan, keterkaitan hubungan mangsa-predator, pengujian sumber pakan, pengkajian pengaruh spesies bukan-asli, pengaruh pencemaran dan perubahan tata guna lahan pada suatu daerah tangkapan air (Benke 2010).

Corbicula moltkiana, Prime (1878) adalah spesies molluska (bivalvia) yang

telah dimanfaatkan sebagai salah satu komoditas perikanan oleh masyarakat seputar Danau Maninjau. Kegiatan penangkapan C. moltkiana merupakan satu

aktivitas perikanan nelayan di Danau Maninjau yang relatif kecil, dibanding penangkapan ikan dan budidaya dengan KJA (Anonimous 2009). Spesies C. moltkiana sendiri memiliki sebaran dari Sumatera hingga Semenanjung Malaysia

yang diantaranya ditemukan di Danau Maninjau (Djajasasmita 1977).

Penangkapan pensi yang berlangsung sepanjang waktu dan ancaman dari aktivitas manusia lainnya dapat memberikan dampak buruk bagi populasi pensi. Pada saat ini penangkapan pensi cenderung eksploitatif, tidak ada aturan dan pembatasan baik jumlah hasil tangkapan, ukuran alat maupun waktu tangkap.

Aktivitas manusia yang cukup mengancam populasi pensi adalah budidaya ikan pada karamba jaring apung (KJA). Lebih dari satu dekade, kegiatan budidaya ikan pada KJA telah berlangsung di Danau Maninjau, dari mulai sekitar 2000 petak pada tahun 1997 (Agustedi & Adriati 1997) hingga mencapai jumlah 18630 petak pada tahun 2013 (Penelitian ini).

Menurut Huang et al. (2012) bahwa kegiatan budidaya ikan pada KJA

berpengaruh negatif terhadap lingkungan bentik di sekitarnya, meskipun rejim hidrografik berperan di dalam menentukan luas dan sebaran dampaknya. Berdasarkan Way et al. (2011) bahwa tingkat penebaran ikan dan tipe pakan yang

digunakan pada budidaya ikan di dalam KJA berperan terhadap pengkayaan organik di perairan dan berpengaruh terhadap struktur fauna bentik. Secara umum bahwa penurunan kualitas air sangat berpengaruh terhadap kelimpahan dan komposisi moluska (Carlsson 2001; Zettler & Daunys 2007; Du et al. 2011).

Memperhatikan populasi pensi di Danau Maninjau, baik sebagai fauna bentik dalam fungsinya di dalam ekosistem maupun peranannya bagi perekonomian masyarakat setempat, adalah penting dipahami karakteristik populasinya baik terkait kondisi habitat alaminya maupun dampak kegiatan KJA.

Bahan dan Metode

Pengambilan Contoh Pensi

(43)

23

Gambar 11. Lokasi (S; Stasiun) pengambilan contoh pensi Sumber peta: Fakhrudin et al. (2002).

Gambar 12. Alat pengambil contoh pensi

(44)

24

Analisis Kelimpahan Pensi

Data kelimpahan pensi dilihat dari jumlah individu per satuan luas untuk setiap strata kedalaman dan ditampilkan dalam bentuk grafik. Keragaman kelimpahan antar zona, yaitu berbasis kedalaman habitat, tipe substrat, dan tingkat kerapatan KJA dilakukan analisis data non parametric uji Kruskal-Wallis

(p<0,05) menggunakan SPSS versi 21. Hal ini karena asumsi kenormalan data

dan kehomogenan ragam tidak terpenuhi untuk melakukan analisis ragam (Parametric analysis). Perbedaan signifikan antara zona dianalisis lebih lanjut

menggunakan uji Dunn (Dunn 1964 dalam Hollander & Wolfe 1973).

Analisis Pertumbuhan dan Produksi Pensi

Memperhatikan analisis kluster parameter kualitas air (Gambar 8) dan tingkat kerapatan KJA (Tabel 6) dari stasiun pengamatan, terdapat dua pengelompokkan besar (Kemiripan >90%) yaitu Muara Tanjung (S3) dan Lubuk Anyir (S5) pada satu kluster dengan jumlah KJA sangat rapat (>675 petak km-1) (Kerapatan KJA “Tinggi”) dan stasiun lainnya pada kluster tersendiri (Kerapatan KJA “Rendah”) dengan jumlah KJA jarang dan rapat (<675 petak km-1).

Kriteria tingkat kerapatan KJA (Rendah dan Tinggi) tersebut di atas dan kondisi fraksi sedimen (Tabel 4) selanjutnya merupakan kriteria untuk analisis populasi pensi. Dengan demikian untuk penghitungan pertumbuhan dan produksi populasi pensi ditetapkan tiga kategori wilayah (Tabel 8; Gambar 13).

Tabel 8. Kategori wilayah populasi pensi merujuk kerapatan KJA dan tipe substrat.

(Substrat lunak) S(8)[77,8]; S(9)[80,2] S(6)[100]; S(7)[100]

III Rendah

(Substrat keras) S(10)[100]; S(11) [100] S(12)[100]; S(13)[100] *) Lihat Tabel 4

Contoh pensi yang telah diambil dan disaring dengan saringan yang memiliki mata saringan (mesh size) 1 mm, kemudian diukur panjangnya dari

(45)

25 Gambar 13. Kategori wilayah populasi pensi mengacu pada kerapatan KJA dan tipe substrat

M = a x Lb

M adalah bkba (g) jaringan lunak hasil proses pengabuan pada suhu 550°C

selama tujuh jam (Laudin et al. 2003), L adalah panjang cangkang (mm), a and b

adalah konstanta. Angka bkba ditentukan dari 140 contoh pensi dari seluruh

ukuran panjang yang diambil antara Juni 2013 dan Mei 2014.

Laju pertumbuhan diduga dengan mengikuti kohort yang dapat dikenali dengan sebaran frekuensi-panjang dari 12 bulan data contoh yang berlanjut. Pertumbuhan ditentukan oleh fungsi pertumbuhan von Bertalanffy (VBGF; Von Bertalanffi Growth Function; von Bertalanffy 1938), sebagai berikut:

Lt = L∞ (1 – e–K(t-to))

Lt adalah panjang pada umur t, L∞ adalah panjang asymptotic (mm), t

adalah umur (th; tahun) dan t0 adalah umur ketika panjang nol.

Panjang infinity (L∞) digunakan dari contoh pensi paling panjang yang

terukur dari setiap wilayah yang diperhatikan. Umur teoritis pada saat panjang nol diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris dari Pauly (Pauly 1979) sebagai berikut:

Log (-t0) = -0.392 – 0.275(log L∞) – 1.038(log K)

Penampilan pertumbuhan diukur berdasarkan pertumbuhan menyeluruh (OGP; overall growth performance), yaitu:

(46)

26

yang dihitung dengan membandingkan pertumbuhan pensi dari berbagai wilayah yang akan ditentukan kemudian.

Produksi tahunan total pensi (Juni 2013 – Mei 2014) dihitung menggunakan metode laju pertumbuhan spesifik (Crisp 1984; Brey 2001) dari hubungan panjang-berat, sebaran frekuensi panjang diperoleh dari seluruh contoh dan VBGF, yaitu sebagai berikut:

P = ∑ NiMiGi (g bkba m-2 th-1)

Ni dan Mi masing-masing adalah jumlah rata-rata pensi (ind. m-2) dan

rata-rata bkba di dalam kelas panjang i, dan Gi adalah laju pertumbuhan spesifik.

Gi= bK ((L∞/Li) -1) (th-1)

b adalah konstanta hubungan panjang-berat, K dan L1 adalah

parameter-paramater VBGF dan Li adalah panjang rata-rata pada kelas i.

Biomassa tahunan rata-rata dihitung dengan: B = ∑ NiMi (g bkba m-2)

rasio P/B tahunan populasi dihitung dari produksi total tahunan (P) dan biomassa tahunan (B).

Mortalitas

Mortalitas total (Z) dihitung dengan menggunakan data kurva hasil tangkapan yang dikonversikan ke panjang cangkang (length-catch curve) yang

tersedia pada paket program FiSAT II. Pada saat melakukan pendugaan terhadap koefisian kematian alami (M) digunakan persamaan empiris (Pauly 1980 dalam

Sparre dan Venema 1992) yaitu hubungan antara kematian alami (M) dengan parameter pertumbuhan von Bertalanffy (K, L∞) dan suhu rerata lingkungan perairan (T), dengan rumus berdasarkan program FiSAT II sebagai berikut:

Log (M) = -0,0066 – 0,279 Log L∞ + 0,6543 Log K + 0,463 Log T

Berdasarkan nilai dugaan Z dan M, maka koefisien kematian penangkapan (F) diduga dengan mengurangkan antara nilai Z dengan M.

Berdasarkan data koesifisien penangkapan dan koefisien kematian alami, dapat ditetapkan status eksploitasi (tingkat pemanfaatan stok) dengan rumus (Sparre dan Venema 1992), yaitu dengan rumus:

E = F/(F + M) E = status eksploitasi

F = koefisien kematian penangkapan M = koefisien kematian alami

Jika E > 0,5 menunjukan telah terjadi tangkap lebih (over fishing), E = 5

menunjukkan penangkapan optimal, dan E < 0,5 tingkat eksploitasi rendah (under fishing) (Gulland 1977).

Perkembangan Gonad

Untuk mengamati periode pemijahan pensi, diamati perkembangan gonadnya dari enam bulan pengambilan contoh yaitu dari bulan Januari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014. Analisis dilakukan secara histology, mengacu pada Hamli et al. (2015). Contoh gonad diamati dari 4 - 6 contoh pensi per bulan

(47)

27 Hasil

Kelimpahan Pensi

Kelimpahan pensi di Danau Maninjau sangat beragam, baik berdasarkan kedalaman substrat maupun lokasi. Pada pengamatan bulan Juni 2013 kelimpahan tertinggi di Pandan (S9) (> 11.000 individu m-2) dan kelimpahan rendah didapatkan di Dalu-dalu (S12) dan Batu Anjing (S14). Pada kedalaman 10 m di beberapa lokasi seperti di Rambay (S2), Muara Tanjung (S3), dan Lubuk Anyir (S5), pensi sudah tidak ditemukan. Sedangkan di beberapa lokasi yang masih tersedia pensi memiliki kelimpahan rendah ( ≈100 ind m-2)(Gambar 14).

Gambar 14. Kelimpahan pensi pada substrat di kedalaman 1 m, 3 m, 5 m, 7 m dan 10 m dari 14 lokasi pengamatan pada bulan Juni 2013.

Kelimpahan rataan tahunan pensi antara 148 - 3994 ind m-2, terendah di Batu Anjing dan tertinggi di Pandan, pada kedalaman 5 m. Kisaran kelimpahan masing-masing pada kedalaman 1 m, 3 m dan 5 m adalah antara 295 – 2.411 ind m-2, antara 275 – 3.682 ind m-2, antara 148 – 3.994 ind m-2 (Gambar 15).

Gambar

Gambar 1. Pensi (Corbicula moltkiana Prime 1878) dari Danau Maninjau
Gambar 3.  Diagram alir penelitian
Tabel 1. Lokasi penetapan sebaran kerapatan KJA dan pengukuran kondisi
Tabel 2.  Karakteristik kegiatan budidaya ikan pada KJA di Danau Maninjau                 tahun 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait