PENGHARGAAN
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya Ilmiah yang penulis sajikan berjudul “Pengaruh pH dan Kadar Amoniak (NH3) Lateks Pada Tangki Truck Pengangkutan di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate”. Karya
Ilmiah ini disusun untuk melengkapi dan menyelesaikan program Diploma 3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selesainya Karya Ilmiah ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Kompol Zulkifli, SH dan Ibunda Faria Herti Nasution, Spd yang selalu memberikan doa dan dukungan baik moril maupun materil.
2. Ibu Juliati Tarigan, SSi, MSi selaku pembimbing pada penyelesaian karya ilmiah ini yang telah memberikan panduan dan kepercayaan penuh kepada penulis untuk menyempurnakan karya ilmiah ini.
3. Ibu Dr.Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU. 4. Adik-adik ku tersayang Fiqih Eria Sandi, Debsi Nia Novia dan Anisa Rizma yang
selalu memberi dukungannya.
5. Bang Danny Arabi, ST yang telah banyak membantu penulis dalam banyak hal. 6. Bang Wahyu Afriansyah, ST dan Kak Ira Madiana, SKM yang telah memberi
bantuan selama penulis menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate serta adik Acha yang senantiasa menghibur.
7. Bapak Dani Sukmayadi, ST ,Bapak Husni, ST, Bapak Ir.Bona Pakpahan serta seluruh staf dan analyst di PT bridgestone Sumatra Rubber Estate yang telah banyak membimbing dan memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
8. Teman ku Nursahara Siregar dan Muhammad Anas Harahap yang telah banyak membantu penulis dalam hal pencarian buku tentang karet.
9. Teman-Teman satu patner PKL penulis Oriza Irawan, Sri Wahyu Mei Bella, dan
William P.Singarimbun yang telah membantu penulis dalam berbagai kesempatan.
Serta Aurora, una dan dina sebagai teman yang dapat selalu memberikan motivasi. 10. Rekan-rekan seperjuangan Kimia Analis khususnya angkatan 2008.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam penulisan Karya Ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun kesempurnaan Karya Ilmiah ini. Penulis mohon maaf jika ada kesalahan dan terdapat kekurangan dalam laporan Karya Ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya penulis.
ABSTRAK
Kualitas lateks sangat berpengaruh terhadap mutu karet remah yang dihasilkan. Salah satu parameter yang di analisis adalah nilai pH dan kadar amonia (NH3).
Kadar amonia yang terkandung dalam lateks diperlukan tetapi dalam jumlah tertentu yang sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) ataupun standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu ≤ 0,35%. Jika melebihi standar yang sudah ditetapkan maka akan meningkatkan biaya produksi. Penurunan kualitas lateks umumnya disebabkan terjadinya proses prakoagulasi. Prakoagulasi pada lateks dapat terjadi karena aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, cuaca atau masuknya kotoran, pengangkutan, penuangan serta adanya kontaminasi dari luar yang berhubungan dengan logam dari besi. Telah dilakukan penentuan pH dan kadar ammonia (NH3) dengan metode titrasi menggunakan HCl 0.1 M sebagai zat
pentiter dan methyl red 0.5 % sebagai indikator. Berdasarkan data diperoleh bahwa kadar amonia (NH3) pada lateks telah memenuhi standar yang telah
DETERMINATION OF pH AND CONCENTRATION AMMONIA (NH3) LATEX IN TANK TRUCK CARRIAGE AT
BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE
ABSTRACT
The quality of latex was very influential on the quality of crumb rubber produced. One of the parameter in the analysis was the value of pH and concentration of ammonia (NH3). Levels of ammonia contained in the latex
DAFTAR ISI
2.3.4. Pencegahan Prakoagulasi 15
2.3.4.1. Pencegahan Secara Manual 15
2.3.4.2. Pencegahan Menggunakan Zat Antikoagulan 15
2.3.5. Bahan Senyawa Penggumpal (koagulan) 17
2.4. Pemeriksaan Mutu Bahan Baku 18
2.6. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 23
Tabel 1. Standar Spesifikasi Lateks Menurut PT Bridgestone 35
Sumatra Rubber Estate
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
Kualitas lateks sangat berpengaruh terhadap mutu karet remah yang dihasilkan. Salah satu parameter yang di analisis adalah nilai pH dan kadar amonia (NH3).
Kadar amonia yang terkandung dalam lateks diperlukan tetapi dalam jumlah tertentu yang sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) ataupun standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan yaitu ≤ 0,35%. Jika melebihi standar yang sudah ditetapkan maka akan meningkatkan biaya produksi. Penurunan kualitas lateks umumnya disebabkan terjadinya proses prakoagulasi. Prakoagulasi pada lateks dapat terjadi karena aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, cuaca atau masuknya kotoran, pengangkutan, penuangan serta adanya kontaminasi dari luar yang berhubungan dengan logam dari besi. Telah dilakukan penentuan pH dan kadar ammonia (NH3) dengan metode titrasi menggunakan HCl 0.1 M sebagai zat
pentiter dan methyl red 0.5 % sebagai indikator. Berdasarkan data diperoleh bahwa kadar amonia (NH3) pada lateks telah memenuhi standar yang telah
DETERMINATION OF pH AND CONCENTRATION AMMONIA (NH3) LATEX IN TANK TRUCK CARRIAGE AT
BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER ESTATE
ABSTRACT
The quality of latex was very influential on the quality of crumb rubber produced. One of the parameter in the analysis was the value of pH and concentration of ammonia (NH3). Levels of ammonia contained in the latex
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman karet bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman karet diduga
sebagai tanaman asli dari Brasil, Amerika Selatan. Diperkirakan, bangsa
kulit putih yang pertama kali mengenal dan memanfaatkan tanaman karet,
yaitu pada abad ke-15, tak lama sesudah benua Amerika ditemukan oleh
Colombus. Kini, tanaman karet telah dibudidayakan dan dikembangkan
secara luas di banyak Negara di dunia, seperti Afrika, Inggris, India,
Thailand, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka dan sebagainya. Namun,
penghasil karet terbesar di dunia adalah Brazil. Di Indonesia, sekitar abad
ke 18 penyebaran tanaman karet mulai dikembangkan (Cahyono, 2010).
Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) memiliki peranan yang besar
dalam kehidupan perekonomian Indonesia. Banyak penduduk yang hidup
dengan mengandalkan komoditi penghasil getah ini. Karet tak hanya
diusahakan oleh perkebunan-perkebunan besar milik Negara yang
memiliki areal mencapai ratusan ribu hektar, tetapi juga diusahakan oleh
swasta dan rakyat.
Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan
Belanda. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman
baru untuk dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman
perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Pada tahun 1864 perkebunan
Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan Ciasem Jawa
Barat. Pertama kali jenis yang ditanam adalah karet rambung atau Ficus
Elastica. Jenis karet Hevea (Hevea Brasiliensis) baru ditanam tahun 1902
di daerah Sumatera Timur. Jenis ini ditanam di pulau Jawa pada tahun
1906.
Hasil dari produk tanaman karet yang diambil melalui penyadapan
untuk diolah selanjutnya menjadi bahan olah karet disebut lateks.
Penyadapan adalah suatu tindakan pembukaan pembuluh lateks, agar
lateks yang terdapat di dalam tanaman karet dapat keluar. Lateks dapat
diolah menjadi sheet, lateks pekat, dan karet remah (Anonim, 1999).
Untuk mendapatkan hasil olah karet yang bermutu baik, syarat yang
harus dipenuhi adalah tingkat kebersihan lateks dan penanganan
pengumpulan lateks hasil penyadapan di kebun (Cahyono, 2010). Untuk
menjaga supaya tidak terjadi prakoagulasi perlu kiranya dijaga sistem
suspensi koloidal air dan bahan-bahan kimia yang terdapat pada lateks.
Sehingga perlu untuk menambahkan amonia sebagai penstabil, karena
amonia harganya murah, mudah didapat di pasar dan tidak mengandung
racun serta dapat menaikkan pH. Namun demikian pemakaian amonia
juga harus diperhatikan sehingga kualitas lateks dapat dipertahankan
untuk diolah selanjutnya.
Untuk itu penulis ingin melakukan penelitian tentang PENENTUAN
pH DAN KADAR AMONIA (NH3) LATEKS PADA TANGKI TRUCK
PENGANGKUTAN DI PT BRIDGESTONE SUMATRA RUBBER
1.2. Permasalahan
Salah satu parameter yang harus dipenuhi dalam meningkatkan kualitas
lateks yang dihasilkan adalah kadar amoniak yang memiliki standar ≤
0,35. Apabila
lebih dari itu maka dapat menurunkan mutu dari lateks yang dihasilkan
sehingga dapat merugikan pihak perusahaan.
Dengan demikian berapakah pH dan kadar amonia (NH3) lateks pada
tangki truck pengangkutan di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate dan
apakah masih sesuai dengan SNI.
1.3. Tujuan
- Untuk menentukan pH dan kadar amonia (NH3) lateks pada tangki
truck pengangkutan di PT Bridgestone Sumatra Rubber Estate.
1.4. Manfaat
- memberikan informasi tentang penentuan pH dan kadar amonia (NH3)
lateks dalam tangki truck pengangkutan di PT Bridgestone Sumatra
Rubber Estate, sehingga dapat diketahui kualitas lateks dan dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi tanaman karet
Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman
karet adalah pada zone antara 15o LS dan 15o LU. Bila di tanam di luar zone
tersebut, sehingga memulai pertumbuhannya pun lebih lambat, sehingga memulai
produksinya pun lebih lambat (setyamidjaja, 1993).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun
karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring kea rah utara.
Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal lateks (Anonim, 1999).
Memang, tanaman karet tergolong mudah diusahakan. Apalagi kondisi Negara
Indonesia yang beriklim tropis, sangat cocok untuk tanaman yang berasal dari
Daratan Amerika Tropis, sekitar Brazil. Hampir di semua daerah di Indonesia,
termasuk daerah yang tergolong kurang subur, karet dapat tumbuh baik dan
menghasilkan lateks. Karena itu, banyak rakyat yang berlomba-lomba membuka
tanahnya untuk dijadikan perkebunan karet.
Luas lahan karet yang dimiliki Indonesia mencapai 2,7-3 juta hektar. Ini
merupakan lahan karet yang terluas di dunia. Perkebunan karet yang besar
banyak diusahakan oleh pemerintah serta swasta. Sedangkan
Sayangnya, perkebunan karet rakyat tidak dikelola dengan baik. Boleh dibilang
pengolahan yang dilakukan hanya seadanya. Setelah ditanam, karet dibiarkan
tumbuh begitu saja, perawatannya kurang diperhatikan. Tanaman karet tua
jarang yang diremajakan dengan klon baru. Itulah sebabnya produktivitas
perkebunan rakyat masih sangat rendah. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah
mutu karet olahan yang dihasilkan (Anonim, 1999).
Menurut Cahyono, dalam ilmu tumbuhan, tanaman karet diklasifikasikan
sebagai berikut : (Cahyono, 2010).
Kingdom/Philum : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidal dari air
dan bahan-bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang
terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak larut
sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau merata di dalam air.
Partikel-partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halusnya sehingga dapat
Susunan bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen
pertama adalah bagian yang mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan
yang terkandung secara merata, biasa disebut serum. Bahan-bahan bukan karet
yang larut dalam air, seperti protein, garam-garam mineral, enzim, dan lain-lain
termasuk ke dalam serum. Komponen kedua adalah bagian yang didispersikan
atau dipancarkan. Komponen kedua ini terdiri dari butir-butir karet yang
dikelilingi lapisan tipis protein (Tim Penulis, 1999).
Rumus molekul karet adalah suatu Cis 1,4 – polyisoprene sebagai berikut:
CH3 H CH3 H H R O H R O
C = C C = C N – CH – C – N – CH – C
CH2 CH2 ─── CH2 CH 2 n n
Karet Alam Protein
Dimana n adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah
monomer di dalam rantai polimer. Nilai n dapat berkisar antara 3000-15000.
Fase dispersi di dalam serum terdiri dari partikel-partikel karet yang diselubungi
oleh lapisan phospholipoprotein. Lapisan protein ( phospholipoprotein ) yang
menyelubungi setiap partikel karet mengakibatkan kestabilan dan lateks bersifat
Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering disajikan pada table 2.1.
Tabel 2.1. Komponen lateks segar dan karet kering
Sumber : (Surya, 2006)
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya adalah :
(Setyamidjaja, 1993).
1. Faktor di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon,dan lain-lain)
2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau
keadaan lateks tidak stabil)
3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik
terbuat dari alumunium atau baja tahan karat)
4. Pengangkutan (gunjangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu)
5. Kualitas air dalam pengolahan
Komponen Komponen dalam lateks
segar (%)
Komponen dalam lateks
kering (%)
Karet Hidrokarbon 36 92-94
Protein 1,4 2,5 – 3,5
Karbohidrat 1,6 -
Lipida 1,6 2,5 – 3,2
Persenyawaan organik lain 0,4 -
Persenyawaan anorganik 0,5 0,1 – 0,5
6. Bahan-bahan kimia yang digunakan
7. Komposisi lateks
Adapun parameter lateks menurut PT Bridgestone adalah seperti yang tertera di
bawah ini
- TSC (Total Solid Content) yaitu pemeriksaan kadar kepekatan bahan dengan
pemanasan
- VFA (Volatile Fatty Acid) yaitu jumlah ml larutan Ba(OH)2 yang dibutuhkan
untuk menetralkan asam lemak yang menguap
- Analisa NH3 Lateks yaitu analisa yang digunakan untuk menunjukkan ada
tidaknya perlakuan pengawetan lateks
- Analisa KOH Lateks
- Analisa DRC (Dry Rubber Content) yaitu untuk menghitung kadar karet
kering
- Analisa pH Lateks untuk menunjukkan tingkat keasaman atau kebasaan dari
lateks.
2.2.1. Sifat Kimia Lateks
Setiap bagian pohon karet jika dilukai jika dilukai akan mengeluarkan getah
susu yang disebut lateks. Banyak tanaman jika dilukai atau disadap mengeluarkan
cairan putih yang menyerupai susu, tetapi hanya beberapa jenis pohon saja yang
menghasilkan karet. Diantara tanaman tropis hanya Hevea Brasiliensis ( Family
Euphorbiaceace) yang telah dikembangkan dan mencapai tingkat perekonomian
Komposisi lateks Hevea Brasiliensis dapat dilihat jika lateks disentrifugasi dengan
kecepatan 18.000 rpm, yang hasilnya adalah sebagai berikut : ( Zuhra, 2006)
1. Fraksi lateks (37%) : karet (isoprene), protein, lipida dan ion logam
2. Fraksi Frey Wissling (1-3%) : karotenoid, lipida, air, karbohidrat, protein dan
turunannya.
3. Fraksi serum (48%) : senyawaan nitrogen, asam nukleat, dan nukleotida,
senyawa organik, ion anorganik dan logam.
4. Fraksi dasar (14%) : air, protein dan senyawa nitrogen, karet dan karatenoid,
lipida dan ion logam .
2.3. Cara Memperoleh Lateks
2.3.1. Penyadapan Tanaman karet
Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Penyadapan karet
(menderes, menorah, tapping) adalah mata rantai pertama dalam proses produksi
karet. Penyadapan dilaksanakan dikebun produksi dengan menyayat atau mengiris
kulit batang dengan cara tertentu, dengan maksud untuk memperoleh lateks atau
getah. Kulit batang yang disadap adalah modal utama untuk berproduksinya
tanaman karet. Kesalahan dalam penyadapan akan membawa akibat yang
merugikan baik bagi pohon itu sendiri maupun bagi produksinya.
Pada tanaman muda, penyadapan umumnya telah dimulai pada umur 5-6
tahun, tergantung pada kesuburan pertumbuhannya. Penyadapan pada tanaman
muda, sebelum sadapan rutin berjalan, terlebih dahulu melakukan bukaan sadapan
yang merupakan saat pertama dimulainya penyadapan pada tanaman yang telah
Kulit batang karet pada batang pohon yang telah matang sadap dari luar
menuju kedalam kearah kambium tersusun dengan urutan sebagai berikut :
(Setyamidjaja, 1993).
- Kulit gabus, yang merupakan lapisan paling luar dari batang,
- Kulit keras yang terdiri atas sel-sel batu parensim, pembuluh tapis, dan saluran
lateks yang tidak teratur,
- Kulit lembut dimana terdapat saluran-saluran lateks dan
- Kambium.
2.3.2. Pengumpulan Lateks di Kebun
Untuk mendapatkan hasil olah karet yang bermutu baik, syarat yang harus
dipenuhi adalah tingkat kebersihan lateks dan penanganan pengumpulan lateks
hasil penyadapan di kebun (Cahyono, 2010)
Selain dari kemungkinan terjadinya pengotoran lateks oleh kotoran-kotoran
yang kelak sukar dihilangkan, kotoran-kotoran tersebut dapat pula menyebabkan
terjadinya prakoagulasi dan terbentuknya lump sebelum lateks sampai di pabrik
untuk diolah. Pengumpulan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan
dilakukan. Tetapi pada pohon-pohon yang aliran lateksnya lambat berhenti (late
drops) dapat dilakukan pengumpulan kedua.
Sedapat mungkin harus diusahakan semua lateks dapat diangkut ke pabrik
pusat, agar dapat dilakukan pencampuran lateks dari semua bagian kebun dalam
satu atau beberapa bak pencampur di pabrik, sehingga dapat diharapkan hasil yang
seragam. Jika keadaan tempat memaksa untuk dilakukan koagulasi dikebun,
dilaksanakan kalau lateks akan diolah menjadi crepe atau karet remah, sedangkan
kalau akan diolah menjadi sheet, proses koagulasi harus dilaksanakan di pabrik
(Setyamidjaja, 1993).
Mikroba mempunyai sifat dapat menyesuaikan diri pada lingkungan hidupnya,
sehingga pada lateks kebun walaupun telah diberi bahan pengawet amonia bila
tertunda terlalu lama di TPH (Tempat Pengumpulan Hasil) kebun, mutunya dapat
menurun. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan
bahwa dengan dosis ammonia 0,30% di TPH kebun setelah penyimpanan 5 jam
jumlah mikroba masih sekitar 2 x 103 sel/ml lateks dan setelah 15 jam terjadi
peningkatan jumlah mikroba menjadi 2 x 107 sel/ml lateks dan kemudian setelah
penyimpanan 25 jam lateks kebun tersebut telah mengalami prakoagulasi. Oleh
karena itu diharapkan lateks kebun telah terkumpul di tangki penerima pabrik
paling lambat 10 jam setelah penyadapan (Ompusunggu, 1991).
Sarana transportasi, baik jalan atau kendaraan, yang buruk akan menambah
frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau angkutan yang
berguncang-guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok-kocok secara
kuat sehingga merusak kestabilan koloidal. Jarak yang jauh yang menyebabkan
lateks baru tiba di tempat pengolahan pada siang hari dan sempat terkena terik
matahari di perjalanan juga dapat menyebabkan terjadinya prakoagulasi (Anonim,
2.3.3. Prakoagulasi
Prakoagulasi adalah pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau
gumpalan-gumpalan sebelum lateks sampai di pabrik atau tempat pengolahan. Jika
hal ini terjadi akan menimbulkan kerugian yang cukup besar karena hasil sadapan
yang mengalami prakoagulasi hanya bisa diolah menjadi karet bukan jenis baku
dan kulitasnya rendah.
Sesaat setelah penyadapan, pH lateks mendekati 7 sehingga partikel karet
bermuatan listrik (-), saling tolak menolak,dan cairan bersifat stabil (cair). Semua
tindakan cenderung merubah muatan listrik sehingga netral ataupun merusak
lapisan protein sebagai pembungkus partikel karet yang selanjutnya akan
menyebabkan penggumpalan (Gunawan, 1970).
Penyebab terjadinya prakoagulasi adalah kemantapan bagian koloidal di dalam
lateks berkurang, kemudian menggumpal menjadi satu dalam bentuk komponen
yang lebih besar. Komponen yang lebih besar ini akhirnya akan membeku.
Pada dasarnya lateks adalah suspensi koloidal dari air dan bahan-bahan kimia
yang terdapat di dalamnya. Bagian-bagian tersebut tidak larut sempurna, tetapi
terpencar secara merata di dalam air. Partikel koloidal ini sangat kecil, sehingga
bias menembus saringan. Sistem koloidal lateks sebenarnya bisa dipertahankan
sampai 24 jam atau lebih karena bagian-bagian karet yang dikelilingi oleh lapisan
sejenis protein tipis yang memiliki kestabilan tersendiri. Jika kestabilan berkurang
2.3.3.1. Faktor-Faktor Penyebab Prakoagulasi
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi sebagai berikut :
1. Jenis karet
Setiap jenis atau klon karet memiliki kestabilan atau kemantapan koloidal yang
berbeda-beda. Ada klon karet yang memiliki kestabilan koloidal rendah dan
tidak sedikit pula klon dengan kestabilan koloidal mantap.
2. Enzim
Enzim adalah katalis alami untuk mempercepat terjadinya reaksi walaupun
hanya terdapat dalam jumlah kecil. Enzim bekerja dengan mengubah susunan
protein yang melapisi bahan karet, sehingga kemantapannya berkurang dan
terjadi prakoagulasi. Aktivitas enzim dimulai saat lateks keluar dari batang
karet.
3. Mikroorganisme
Mikroorganisme atau jasad renik terdapat di mana-mana, termasuk di
lingkungan perkebunan karet. Saat keluar dari pohon karet, lateks dipastikan
steril dari mikroorganisme. Namun, beberapa saat kemudian kemungkinan
lateks terkontaminasi mikroorganisme sangat besar. Mikroorganisme di dalam
lateks akan melakukan aktivitas, sehingga terjadi reaksi dengan
senyawa-senyawa yang terdapat didalam lateks, seperti asam dan sejenisnya. Semakin
banyak mikroorganisme di dalam lateks, semakin banyak pula senyawa asam
yang dihasilkan yang mendorong semakin cepat terjadinya prakoagulasi.
4. Cuaca dan Musim
Cuaca dan musim berpengaruh terhadap proses prakoagulasi. Pada musim
seperti itu jarang dilakukan penyadapan, selain juga secara teknis mengalami
kesulitan. Meskipun demikian, asal dilakukan tindakan pencegahan
prakoagulasi, kegiatan penyadapan pada musim hujan tetap bias dilakukan.
Sinar matahari yang terik juga dapat mempercepat terjadinya prakoagulasi.
5. Kondisi Tanaman
Kondisi tanaman disini adalah berkaitan dengan umur dan kesehatan tanaman.
Pohon karet yang terlalu muda atau menjelang tua dan sakit-sakitan cenderung
menghasilkan lateks yang mudah mengalami prakoagulasi. Demikian juga
lateks dari tanaman dalam keadaan sakit walaupun masih muda juga mudah
mengalami penggumpalan.
6. Air sadah
Air sadah adalah air yang mengalami reaksi kimia, umumnya bereaksi dengan
asam. Lateks yang tercampur air sadah mudah sekali mengalami prakoagulasi.
Karena itu air yang digunakan untuk pengolahan lateks harus dianalisis secara
kimia supaya derajat keasamannya tidak terlalu tinggi.
7. Pengangkutan
Pengangkutan disini berkaitan dengan guncangan yang terjadi dan lamanya
lateks sampai ke tempat pengolahan. Pengangkutan melalui jalan yang jelek
dan mobil pengangkutnya terguncang-guncang dan lateks terkocok-kocok
akan merusak kestabilan koloidalnya, sehingga mudah menggumpal. Jarak
jauh yang menyebabkan lateks tiba di tempat pengolahan terlalu lama dan
terkena sinar matahari sepanjang perjalanan juga akan mempercepat terjadinya
8. Kotoran
Kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur dan asam akan mempercepat
terjadinya prakoagulasi. Demikian pula air kotor yang dipakai untuk
pengolahan akan mempercepat prakoagulasi.
2.3.4. Pencegahan Prakoagulasi
2.3.4.1. Pencegahan Secara Manual
- Menjaga kebersihan alat-alat untuk penyadapan, penampungan dan
pengangkutan.
- Tidak menggunakan air kotor seperti air sungai atau air got, untuk
mengencerkan lateks di kebun.
- Penyadapan dilakukan sepagi mungkin sebelum matahari terbit agar lateks
sampai ke tempat pengolahan sebelum udara panas.
- Tidak menyadap pohon karet terlalu muda atau terlalu tua dan yang kondisinya
tidak sehat.
2.3.4.2. Pencegahan Menggunakan Zat Antikoagulan
Jika beberapa upaya pencegahan seperti di atas sudah dilakukan, tetapi tetap
terjadi prakoagulasi, penggunaan zat antikoagulan dapat dilakukan. Saat ini di
pasaran tersedia beberapa zat antikoagulan. Zat antikoagulan yang akan dipakai
harus disesuaikan dengan harga, kadar bahaya, dan efektivitasnya. Beberapa zat
antikoagulan yang biasa digunakan sebagai berikut :
- Soda (Na2CO3)
Soda atau natrium karbonat mudah sekali didapatkan di toko dan harganya murah.
sheet tidak dianjurkan karena akan menimbulkan gelembung-gelembung pada
sheet kering yang dihasilkan. Dosis yang aman adalah 5-10 ml larutan soda tanpa
air Kristal (soda ash) 10% untuk setiap liter.
- Amonia (NH3)
Amonia adalah zat antikoagulan yang paling luas penggunaannya di perkebunan
karet karena dengan dosis tepat akan memberikan hasil memuaskan. Dosis tepat
yang digunakan adalah 5-10 ml larutan amonia 2,5 % untuk setiap liter lateks. Jika
tetap terjadi prakoagulasi, dosisnya bisa dinaikkan dua kali atau dosis sama tetapi
menggunakan amonia 5%.
- Formaldehida (HCOH)
Penggunaan formaldehida agak repot karena harus diuji bereaksi asam atau tidak.
Penyimpanan formaldehida bisa menyebabkan reaksi oksidasi menjadi asam
semut atau asam formiat yang jika dimasukkan ke dalam lateks justru akan
menimbulkan penggumpalan.
Efek penggunaan formaldehida sebagai antikoagulan adalah warna produk karet
berbentuk sheet menjadi pucat atau karet mudah rapuh jika dipakai secara
berlebihan yaitu 5-10 ml larutan 5% untuk setiap liter lateks.
- Natrium Sulfit (NaSO3)
Sama dengan formaldehida, natrium sulfit juga mudah teroksidasi, bahkan hanya
dalam waktu penyimpanan sehari saja natrium sulfit akan teroksidasi menjadi
natrium sulfat oleh udara, sehingga tidak bisa dipakai sebagai antikoagulan. Dosis
aman yang dianjurkan adalah 5-10 ml natrium sulfit berkadar 10% untuk setiap
liter lateks. Untuk membuatnya diperlukan natrium sulfit tanpa air Kristal
2.3.5. Bahan Senyawa Penggumpal (Koagulan)
Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena penetralan muatan partikel
karet, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel
karet yang sudah bebas akan bergabung sesamanya membentuk gumpalan.
Penggumpalan karet di dalam lateks kebun dapat dilakukan dengan
penambahan asam dengan menurunkan pH sehingga tercapai titik isolektriknya
yaitu pH dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif sehingga
elektrokinetik potensial sama dengan nol. Senyawa-senyawa penggumpal yang
sering digunakan dalam proses koagulasi lateks antara lain:
- Asam semut disebut juga asam formiat, CHOOH, berupa cairan yang jernih
dan tidak berwarna, berbau merangsang dan mudah larut dalam air.
- Asam cuka (asam asetat), CH3COOH, berupa cairan jernih, tidak berwarna dan
mudah larut dalam air.
Asam formiat atau asam asetat banyak digunakan sebagai asam
penggumpal karena karet yang dihasilkan bermutu baik. Sedangkan penggunaan
asam kuat seperti asam sulfat atau nitrat dapat merusak mutu karet yang
digumpalkan. Petani karet sering menggunakan tawas (Al3+) sebagai bahan
penggumpal lateks.
Sifat karet yang digumpalkan dengan tawas kurang baik, karena dapat
mempertinggi kadar abu dan kotoran karet. Selain itu semakin tinggi konsentrasi
logam akan mempercepat oksidasi karet oleh udara menyebabkan terjadi
pengusangan karet dan PRI (Plastisity Retention Index) menjadi rendah
2.4. Pemeriksaan Mutu Bahan Baku
Persyaratan mutu lateks kebun setibanya di pabrik untuk dapat diolah menjadi
lateks adalah : (Sumber PT Bridgestone).
- Kadar karet kering (DRC) : maksimum 27,5%
- Jumlah padatan (TSC) : maksimum 25%
- Bilangan VFA : minimum 0,07
- Bilangan KOH : minimum 1,70
- Analisa amoniak : maksimum 0,35
2.5. Sifat Karet
Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia
yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang
bersifat elastic (rubberiness). Namun, bahan-bahan itu berbeda sifat bahan
dasarnya misalnya, kekuatan tensil, daya ulur maksimum, daya lentur (resilience)
dan terutama pada proses pengolahannya serta prestasinya sebagai barang jadi
(Spillane, 1989).
Karet alam mengandung seratus persen cis 1,4-poliisoprena, yang terdiri
dari rantai polimer lurus dan panjang dengan gugus isoprenik yang berulang
(Surya, 2006).
Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Karet alam
mempunyai daya lentur yang tinggi dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah.
Daya tahan karet terhadap benturan, goresan, dan koyakan sangat baik. Namun,
karet alam tidak begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi
kimia seperti bensin, minyak tanah, pelumas sintetis. Karena sifat fisik dan daya
tahannya, karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan
kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban pesawat terbang, ban
truk raksasa, dan ban-ban kendaraan) dan produksi-produksi teknik lain yang
memerlukan daya tahan sangat tinggi (Spillane, 1989).
2.6. Perbedaan Karet Alam dengan Karet Sintetis
Perdagangan karet alam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan. Ini
antara lain dikarenakan munculnya saingan karet alam, yaitu karet sintetis. Sejak
PD II penelitian mengenai karet sintetis dilakukan secara intensif oleh beberapa
Negara maju. Selanjutnya, karet buatan yang bahan bakunya dari lapisan minyak
bumi ini diproduksi secara besar-besaran. Lambat laun permintaan terhadap karet
sintetis meningkat pesat sehingga mengurangi permintaan karet alam. Keunggulan
yang dimiliki karet alam sulit ditandingi oleh karet sintetis. Adapun
kelebihan-kelebihan yang dimiliki karet alam dibanding karet sintetis adalah :
- Memiliki daya elastik atau daya lenting yang sempurna
- Memiliki plastisitas yang baik sehingga pengolahannya mudah
- Mempunyai daya aus yang tinggi
- Tidak mudah panas (low heat build up), dan
- Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking
resistance).
Walaupun demikian, karet sintetis memiliki kelebihan seperti tahan terhadap
berbagai zat kimia dan harganya yang cenderung bisa dipertahankan supaya tetap
2.7. Manfaat Karet
2.7.1. Manfaat Karet Alam
Karet alam banyak digunakan dalam industri-industri barang. Umumnya alat-alat
yang dibuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun
dalam usaha industri seperti mesin-mesin penggerak.
Barang yang dapat dibuat dari karet alam antara lain aneka ban kendaraan (dari
sepeda, motor, mobil, traktor, hingga pesawat terbang), sepatu karet, sabuk
penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa, karet, kabel, isolator, dan
bahan-bahan pembungkus logam.
Pemakaian lapisan karet pada pintu, kaca pintu, kaca mobil, dan pada alat-alat
lain membuat pintu terpasang kuat dan tahan getaran serta tidak tembus air. Dalam
pembuatan jembatan sebagai penahan getaran juga digunakan karet. Peralatan dan
kendaraan perang pun banyak yang bagian-bagiannya di buat dari karet, misalnya
pesawat tempur, tank, panser berlapis baja, truk-truk besar, dan jeep.
2.7.2. Manfaat Karet sintetis
Berdasarkan tujuan pemanfaatannya, ada dua macam karet sintetis yang dikenal,
yaitu karet sintetis yang digunakan secara umum dan untuk keperluan khusus.
a.Kegunaan umum
Karet sintetis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan bahkan banyak fungsi
karet alam yang dapat digantikannya. Contoh SBR (styrene butadiene rubber)
merupakan kopolimer acak dari butadiene dan stirena (25% stirena dan 75%
rubber) atau polybutadiena rubber, karet jenis ini jarang digunakan tersendiri dan
untuk membuat suatu barang biasanya BR dicampur dengan karet alam atau SBR.
IR (isoprene rubber) atau polyisoprene rubber, jenis IR memiliki kelebihan lain
dibanding karet alam yaitu lebih murni dalam bahan dan viskositasnya lebih
mantap.
b. Kegunaan khusus
Jenis ini digunakan untuk keperluan khusus karena memiliki sifat khusus yang
tidak dipunyai karet sintetis jenis pertama. Kelebihannya adalah tahan terhadap
minyak, oksidasi, panas atau suhu tinggi,serta kedap terhadap gas. Contoh IIR
(isobutene isoprene rubber) sering disebut butyl rubber dan hanya mempunyai
sedikit ikatan rangkap sehingga membuatnya tahan terhadap pengaruh oksigen dan
ozon serta kedap gas. NBR (nytrile butadiene rubber), sifatnya tahan terhadap
minyak dan kelemahan NBR adalah sulit untuk diplastisasi. CR (chloroprene
rubber) memiliki ketahanan terhadap minyak, pengaruh oksigen dan ozon di udara
bahkan terhadap panas atau nyala api. EPR (ethylene propylene rubber) memiliki
ketahanan terhadap sinar matahari, ozon, serta pengaruh unsur cuaca sedangkan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-Alat
- Gelas beaker 400 ml Pyrex
- Pipet volumetri 5 ml Pyrex
- pH meter Ecosean
- Botol Aquadest
- Statif dan klem
- Buret 50 ml Pyrex
- Batang pengaduk
3.2 Bahan-Bahan
- Lateks
- HCl 0,1 N (l)
- Indikator Methyl Red 0,1% (l)
- Air suling (l)
3.3 Prosedur
pH meter jenis Ecosean, dikalibrasi dengan menggunakan larutan
buffer pH 10. Sebanyak 5 ml lateks di pipet dengan menggunakan pipet
volum 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam beakerglass 400 ml,
kemudian ditambahkan dengan air suling sebanyak 200 ml. Diukur pH
larutan, ditambahkan indikator methyl red sebanyak 3 tetes ke dalam
beakerglass.
Selanjutnya di titrasi dengan HCl 0,1 M sampai berubah warna dari
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Setelah dilakukan proses titrasi terhadap lateks maka volume HCl 0.1 M sebagai pentiter digunakan pada setiap pH tertentu seperti table 4.1 dibawah ini :
Tabel 4.1. : Hasil pengukuran pH dan volume HCl 0.1 M
Dari hasil perhitungan diperolehlah persentase amonia seperti table 4.2. dibawah ini :
Tabel 4.2. : Persentase Amonia yang diperoleh
4.2. Perhitungan
4.2.1. Penentuan % NH3
% NH3 =
Dimana : V = ml HCl 0,1 N
N = Normalitas HCl 0.1 N
W = ml sampel
0.98 = Berat jenis lateks
% NH
3 1 ==
= 0.08
% NH3 2 =
= 0.18
%NH3 3 =
= 0.20
%NH3 4 =
= 0.30
%NH3 5 =
= 0.34
%NH3 6 =
%NH3 7 =
= 0.36
%NH3 8 =
= 0.38
%NH3 9 =
= 0.56
%NH3 10 =
4.2.2. Persamaan Least Square
X = pH
Y = %NH3
Tabel 2 : Data Metode Least Square
No. X Y X2 XY
1 7.21 0.08 51.98 0.58
2 7.93 0.18 62.88 1.43
3 8.75 0.20 76.56 1.75
4 9.08 0.30 82.44 2.72
5 9.13 0.34 83.36 3.10
6 9.21 0.35 84.82 3.22
7 9.27 0.36 85.93 3.33
8 9.36 0.39 87.61 3.65
9 9.40 0.56 88.36 5.26
10 9.52 0.59 90.63 5.62
n = 10 ∑X = 88.86 ∑Y = 3.35 ∑ X2 = 794.57 ∑XY = 30.66
a =
a =
a =
a
=
b =
b =
b =
b =
b = -1.26
4.2.3 Persamaan Garis Regresi
Persamaan : Y = ax + b
Y1 = ax1 + b
= 0.17 (7.21) + (-1.26) = - 0.034
Y2 = ax2 + b
= 0.17 (7.93) + (-1.26) = 0.088
Y3 = ax3 + b
= 0.17 (8.75) + (-1.26) = 0.227
Y4 = ax4 + b
= 0.17 (9.08) + (-1.26) = 0.283
Y5 = ax5 + b
= 0.17 (9.13) + (-1.26) = 0.292
Y6 = ax6 + b
= 0.17 (9.21) + (-1.26) = 0.306
Y7 = ax7 + b
Y8 = ax8 + b
= 0.17 (9.36) + (-1.26) = 0.331
Y9 = ax9 + b
= 0.17 (9.40) + (-1.26) = 0.338
Y10 = ax10 + b
= 0.17 (9.52) + (-1.26) = 0.358
Tabel 4.4 : Data Menurut Metode Least Square
No. X (pH) Y (%NH3)
1. 7.21 0.08
2. 7.93 0.18
3. 8.75 0.20
4. 9.08 0.30
5. 9.13 0.34
6. 9.21 0.35
7. 9.27 0.36
8. 9.36 0.39
9. 9.40 0.56
10. 9.52 0.59
4.3 Pembahasan
Dalam meningkatkan mutu lateks yang dihasilkan, maka salah satu parameter
bila ditambahkan kedalam lateks merupakan anti koagulan yang baik, karena
akan terjadi reaksi seperti dibawah ini :
a. NH3 + H2O NH4OH
NH4OH NH+4 + OH
-Ion OH akan menambah alkalinitas (sifat basa) lateks, sehingga pH lateks akan
makin menjauhi pH titik isoelektrik dan pada pH yang tinggi dapat
menghambat pertumbuhan bakteri karena kondisi hidupnya tidak sesuai.
b. Asam-asam yang sudah terbentuk dapat dinetralkan dengan ion-ion OH.
RCOOH + OH- RCOO - + NH+3 + H2O
c. NH4OH dan NH3 dalam larutan akan bersifat bactericides yang efektif pada
konsentrasi > 0.1%, apabila konsentrasi < 0.1% dapat menyebabkan bakteri
menjadi resisten terhadap amonia (Gunawan, 1987).
Lateks pada saat keluar dari pembuluh lateks adalah dalam keadaan steril,
tetapi lateks mempunyai komposisi yang cocok dan baik sebagai media
tumbuh mikroorganisme, sehingga dengan cepat mikroba dari lingkungan akan
mencemari lateks. Pertumbuhan mikroba didalam lateks sangat pesat yaitu
sekitar 1 – 10 juta sel/ml lateks, tergantung waktu dan keadaan lingkungan
lateks. Mikroba dapat akan merusak bagian-bagian lateks terutama protein dan
karbohidrat di ubah menjadi asam lemak esteris yaitu asam-asam yang mudah
menguap seperti asam formiat, asetat dan propionat menyebabkan nilai
bilangan asam lemak eteris (ALE) menjadi naik. Semakin tinggi bilangan ALE
Pada dasarnya lateks bersifat mudah membeku, dan mudah berubah
sifat-sifatnya. Oleh karena itu, perlu penanganan khusus dalam pengumpulan lateks
kebun agar kejadian-kejadian tersebut dapat dicegah agar diperoleh lateks
yang berkualitas baik. Penurunan kualitas lateks umumnya disebabkan
terjadinya proses prakoagulasi. Prakoagulasi pada lateks dapat terjadi karena
aktivitas mikroorganisme, aktivitas enzim, cuaca atau masuknya kotoran,
pengangkutan, penuangan serta adanya kontaminasi dari luar yang
berhubungan dengan logam dari besi (Cahyono, 2010).
Setelah lateks hasil sadapan terkumpul seluruhnya, lateks dari tangki
penerimaan/ pengumpulan hasil di kebun, kemudian di angkut dengan tangki
pengangkut ke pabrik. Dalam pengangkutan lateks ke pabrik harus dijaga agar
lateks tidak terlalu tergoncang dan terlalu kepanasan karena dapat berakibat
terjadinya prakoagulasi dalam tangki. Dalam keadaan tertentu, lateks dalam
tangki tersebut perlu diberi obat antikoagulan untuk mencegah terjadinya
prakoagulasi di dalam tangki (Setyamidjaja, 1993).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka semakin besar
persentase amonia maka nilai pH juga semaki tinggi, karena ion OH- akan
menambah alkalinitas (sifat basa) lateks.
Jadi dari penelitian ini dapat diketahui bagaimana kualitas lateks yang
diperoleh dari kebun, sehingga dapat dikelompokkan untuk pengolahan lebih
lanjut. Berdasarkan SNI dimana pada pH 7.21 diperoleh nilai NH3 = 0.08%,
pH 7.93 nilai NH3 = 0.18%, pH 8.75 nilai NH3 = 0.20%, pH 9.08 nilai NH3 =
0.30%, pH 9.13 nilai NH3 = 0.34%, pH 9.21 nilai NH3 = 0.35%, pH 9.27 nilai
9.52 nilai NH3 = 0.59%. Hal ini menunjukkan bahwa lateks yang dihasilkan
telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan ataupun SNI,
yaitu ≤ 0.35. Sedangkan pada pH 9.27 nilai NH3 = 0.36% ; pH 9.36 nilai NH3
= 0.39% ; pH 9.40 nilai NH3 = 0.56% ; pH 9.52 nilai NH3 = 0.59%. Lateks
yang kadar NH3 ≤ 0.35 selanjutnya akan diolah menjadi bahan baku untuk
pembuatan SIR 3 sedangkan lateks yang kadar NH3 > 0.35 masih dapat diolah
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penentuan pH dan kadar amonia (NH3) yang dilakukan, pada pH
7.21 – 9.21 kadar amonia adalah 0.08 – 0.35%, ini memenuhi SNI untuk
lateks. Sedangkan pada pH 9.27 – 9.52 kadar amonia adalah 0.36 – 0.59%,
maka lateks kurang baik.
5.2. Saran
Sebaiknya dilakukan pengontrolan terhadap kadar amonia pada lateks dan
sebaiknya pengangkutan lateks dari TPH (Tempat Pengangkutan Hasil) serta
menjaga kebersihan tangki truck agar memperoleh hasil produksi yang lebih
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1999. Karet. Jakarta : Penebar Swadaya
Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Karet. Cetakan Pertama. Jakarta :
Pustaka Mina.
Gunawan, E. 1970. Pengolahan Karet. Medan : Lembaga Pendidikan
Perkebunan.
Ompusunggu, M. 1987. Pengolahan Lateks Pekat. Sungei Putih : Balai
Penelitian Perkebunan.
Setiawan, H.D dan Andoko, A. 2008. Karet. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Setyamidjaja, D. 1993. Karet. Yogyakarta : Kanisius.
Spillane, J. 1989. Komoditi Karet. Cetakan Pertama. Yogyakarta : Kanisius.
Surya, I. 2006. Teknologi Karet. Medan : Universitas Sumatera Utara.
LAMPIRAN 1
Tabel 1. Standar Spesifikasi Lateks Menurut PT Bridgestone Sumatra
Rubber Estate
No. Parameter Mutu Nilai standar (% maks)
1. TSC (Total Solid Content) > 27.5 %
2. DRC (Dry Rubber Content) >25 %
3. KOH <1.70 %
4. VFA (Volatil Fatty Acid) <0.07 %
5. NH3 ≤ 0.35