SKRIPSI
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA DI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN
OLEH:
SITI ERLIANA SIAGIAN NIM 081524064
PROGRAM SARJANA EKSTENSI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA DI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SITI ERLIANA SIAGIAN NIM 081524064
PROGRAM SARJANA EKSTENSI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA DI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PADANGSIDIMPUAN OLEH :
SITI ERLIANA SIAGIAN NIM 081524064
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: ………2011
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Prof. Dr. Urip Harahap, Apt. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt NIP. 195301011983031004 NIP. 195311281983031002
.
Pembimbing II,
NIP. 195301011983031004 Prof. Dr. Urip Harahap, Apt.
Drs. Wiryanto, M.S., Apt.
NIP. 195110251980021001 NIP. 130672239
Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt.
Drs. Ismail, M.Si., Apt NIP. 195006141980031001
.
Medan, Januari 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Efektivitas Biaya Kloramfenikol dan Seftriakson pada Pengobatan Demam Tifoid Dewasa Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Univesitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus tiada terhingga kepada kedua orangtua tercinta, suami dan anak yg saya banggakan dan kepada adik-adik atas doa, kasih sayang, dorongan dan semangat baik moril maupun materil kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Urip Harahap, Apt dan Bapak Drs. Wiryanto, MS, Apt yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.
3. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahutra, Apt., Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, Apt., dan Bapak Drs. Ismail, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Teman-teman farmasi ekstensi 2008, kakak senior farmasi dan adik junior farmasi
serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini.
Medan, Januari 2011 Penulis,
ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA RAWAT INAP DI
RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN ABSTRAK
Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi terutama menyerang bagian pencernaan. Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat lainnya. Seftriakson merupakan obat yang efektif untuk pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek. Tetapi harga obat tersebut masih cukup mahal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya yang lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan demam tifoid.
Telah dilakukan penelitian cross-sectional mengenai pengobatan demam tifoid dewasa di rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan menggunakan data sekunder. Sebanyak 7 pasien diberi pengobatan kloramfenikol dan 10 pasien diberi pengobatan seftriakson. Usia pasien berkisar antara 20 – 60 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh biaya perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol sebesar Rp.110.516,81/hari dengan lama hari rawat 11,43 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.257.607,14. Sedangkan biaya perawatan pasien yang menggunakan seftriakson sebesar Rp.288.746,92/hari dengan lama hari rawat 4,50 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.241.960,00.
Pada analisis efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dewasa menunjukkan bahwa seftriakson mempunyai efektivitas pengobatan yang lebih baik tetapi dengan efektivitas biaya yang tidak berbeda dibandingkan kloramfenikol.
COST EFFECTIVENESS ANALYSIS CHLORAMPHENICOL AND CEFTRIAXONE TO TREATMENT OF TYPHOID FEVER IN ADULTS THAT
TREATED AT PADANGSIDIMPUAN GENERAL HOSPITAL ABSTRACT
Typhoid fever is a disease caused by Salmonella typhi bacterium especially attacking abdominalys track. Chloramphenicol is the main alternative of treating typhoid fever. As the progress in medical, other medications are also developed. Ceftriaxon is an effective drug for treatment of typhoid fever in shorter time. But it is still expensive.
This study intends to know the better treatment effectiveness and cost effectiveness between chloramphenicol and ceftriaxon for treatment of typhoid fever.
This study was a cross-sectional study to treatment of typhoid fever in Padangsidimpuan Hospital using secondary data. Total of 7 patients received chloramphenicol and 10 patients received ceftriaxone. Age of patients ranged from 20 – 60 years.
The cost of patients that received chloramphenicol Rp.110.516,81/day with length of stay in hospital 11,43 days, total of direct medical cost Rp.1.257.607,14. The cost of patients that received ceftriaxone Rp.288.746,92/day with length of stay in hospital 4,50 days, total of direct medical cost Rp.1.241.960,00.
Analysis of the cost effectivity to treatment typhoid fever shows that ceftriaxone is a more treatment effective but with the same cost effective compared to chloramphenicol.
DAFTAR ISI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...6
2.1 Farmakoekonomi ...6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...17
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...17
3.1.1 Lokasi Penelitian...17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...23
4.1 Efektivitas Pengobatan...23
4.2 Biaya Medis Langsung...26
4.3 Efektivitas Biaya...31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...34
5.1 Kesimpulan...34
5.2 Saran...34
DAFTAR PUSTAKA...35
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1. Perbandingan lama perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian
rawat inap RSUD Padangsidimpuan...24 Tabel 4.1.2. Perbandingan hilangnya demam pada pasien demam tifoid dewasa
yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian
rawat inap RSUD Padangsidimpuan...24 Tabel 4.1.3. Perbandingan hilangnya gejala ikutan pada pasien demam tifoid
dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di
bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...25 Tabel 4.2.1. Perbandingan biaya kelas perawatan pada pasien demam tifoid
dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di
bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...27 Tabel 4.2.2. Perbandingan biaya laboratorium pada pasien demam tifoid
dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di
bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...27 Tabel 4.2.3. Perbandingan biaya tindakan paramedis pada pasien demam tifoid
dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di
bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...28 Tabel 4.2.4. Perbandingan biaya obat pada pasien demam tifoid dewasa
yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...30 Tabel 4.2.5. Perbandingan biaya medis langsung pada pasien demam tifoid
dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di
bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...30 Tabel 4.2.6. Perbandingan biaya medis langsung per hari pada pasien demam
tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan...31 Tabel 4.3.1. Perbandingan efektivitas biaya pada pasien demam tifoid dewasa
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Efektivitas pengobatan pasien demam tifoid dewasa rawat inap yang menggunakan seftriakson di RSUD
Padangsidimpuan………... 37 Lampiran 2. Biaya medis langsung pasien demam tifoid dewasa
rawat inap yang menggunakan seftriakson di RSUD
Padangsidimpuan………... 38 Lampiran 3. Efektivitas pengobatan pasien demam tifoid dewasa
rawat inap yang menggunakan kloramfenikol di RSUD
Padangsidimpuan………... 39 Lampiran 4. Biaya medis langsung pasien demam tifoid dewasa
rawat inap yang menggunakan kloramfenikol di RSUD
Padangsidimpuan………... 40 Lampiran 5. Biaya tindakan paramedis pasien demam tifoid dewasa
rawat inap yang menggunakan seftriakson di RSUD
Padangsidimpuan………... 41 Lampiran 6. Biaya tindakan paramedis pasien demam tifoid dewasa
rawat inap yang menggunakan kloramfenikol di RSUD
Padangsidimpuan………... 42 Lampiran 7. Biaya obat demam tifoid dewasa rawat inap yang
menggunakan seftriakson di RSUD Padangsidimpuan……... 43 Lampiran 8. Biaya obat demam tifoid dewasa rawat inap yang
menggunakan kloramfenikol di rawat inap RSUD
Padangsidimpuan……….. 50 Lampiran 9. Daftar harga obat dan bahan habis pakai Apotek KPN
RSUD Padangsidimpuan………... 63 Lampiran 10. Jasa setiap tindakan paramedis di ruangan
RSUD Padangsidimpuan……….…... 64 Lampiran 11. Retribusi pelayanan kesehatan di RSUD
Padangsidimpuan
(tarif rawat inap)………..…... 65 Lampiran 12. Pemeriksaan laboratorium klinik rawat inap RSUD
ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DEWASA RAWAT INAP DI
RUMAH SAKIT UMUM PADANGSIDIMPUAN ABSTRAK
Demam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi terutama menyerang bagian pencernaan. Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat lainnya. Seftriakson merupakan obat yang efektif untuk pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek. Tetapi harga obat tersebut masih cukup mahal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya yang lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan demam tifoid.
Telah dilakukan penelitian cross-sectional mengenai pengobatan demam tifoid dewasa di rawat inap Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan menggunakan data sekunder. Sebanyak 7 pasien diberi pengobatan kloramfenikol dan 10 pasien diberi pengobatan seftriakson. Usia pasien berkisar antara 20 – 60 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh biaya perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol sebesar Rp.110.516,81/hari dengan lama hari rawat 11,43 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.257.607,14. Sedangkan biaya perawatan pasien yang menggunakan seftriakson sebesar Rp.288.746,92/hari dengan lama hari rawat 4,50 hari, maka total biaya langsung medis yang dikeluarkan pasien sebesar Rp.1.241.960,00.
Pada analisis efektivitas biaya pengobatan demam tifoid dewasa menunjukkan bahwa seftriakson mempunyai efektivitas pengobatan yang lebih baik tetapi dengan efektivitas biaya yang tidak berbeda dibandingkan kloramfenikol.
COST EFFECTIVENESS ANALYSIS CHLORAMPHENICOL AND CEFTRIAXONE TO TREATMENT OF TYPHOID FEVER IN ADULTS THAT
TREATED AT PADANGSIDIMPUAN GENERAL HOSPITAL ABSTRACT
Typhoid fever is a disease caused by Salmonella typhi bacterium especially attacking abdominalys track. Chloramphenicol is the main alternative of treating typhoid fever. As the progress in medical, other medications are also developed. Ceftriaxon is an effective drug for treatment of typhoid fever in shorter time. But it is still expensive.
This study intends to know the better treatment effectiveness and cost effectiveness between chloramphenicol and ceftriaxon for treatment of typhoid fever.
This study was a cross-sectional study to treatment of typhoid fever in Padangsidimpuan Hospital using secondary data. Total of 7 patients received chloramphenicol and 10 patients received ceftriaxone. Age of patients ranged from 20 – 60 years.
The cost of patients that received chloramphenicol Rp.110.516,81/day with length of stay in hospital 11,43 days, total of direct medical cost Rp.1.257.607,14. The cost of patients that received ceftriaxone Rp.288.746,92/day with length of stay in hospital 4,50 days, total of direct medical cost Rp.1.241.960,00.
Analysis of the cost effectivity to treatment typhoid fever shows that ceftriaxone is a more treatment effective but with the same cost effective compared to chloramphenicol.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan diharapkan dapat lebih mendekatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dalam menjawab berbagai tantangan tersebut diperlukan pemikiran-pemikiran khusus dalam meningkatkan efisiensi atau penggunaan dana secara lebih rasional (Trisna, 2010).
Biaya pelayanan kesehatan khususnya biaya obat telah meningkat tajam beberapa dekade terakhir, dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut. Hal ini antara lain disebabkan populasi pasien usia lanjut yang semakin banyak dengan konsekuensi meningkatnya penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang lebih mahal dan perubahan pola pengobatan. Di sisi lain, sumber daya yang dapat digunakan terbatas sehingga harus dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi efisien dan ekonomis. Tidak hanya meneliti penggunaan dan efek obat dalam hal khasiat dan keamanan saja, tetapi juga menganalisis dari segi ekonominya. Studi khusus yang mempelajari hal tersebut dikenal dengan nama farmakoekonomi (Trisna, 2010).
Farmakoekonomi dapat didefenisikan sebagai perhitungan antara biaya yang dikeluarkan dengan dampaknya pada penyembuhan penyakit. Penerapan farmakoekonomi dapat dilakukan untuk mengukur kelebihan suatu obat dibandingkan dengan obat lain berdasarkan metode analisis farmakoekonomi yang salah satuya adalah analisis efektivitas biaya (Putera, 2008).
sama untuk dipilih. Kriteria penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan total biaya dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil keputusan (Tjiptoherijanto, 1994).
Penyakit demam tifoid (Typhoid fever) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi terutama menyerang bagian saluran pencernaan. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang sering ditemukan pada masyarakat di Indonesia, mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa (Yuni, 2010).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di seluruh dunia mencapai 16 – 33 juta dengan 500 – 600 ribu kematian tiap tahunnya. Kasus ini diperkuat dengan ditemukannya pada tahun 1989 Salmonella typhi yang resisten terhadap dua atau lebih antibiotik di India, Pakistan dan Cina serta telah menyebar ke Timur Tengah dan Afrika Selatan. Juga telah ditemukan di Inggris dan negara Barat lainnya (Mandal, 1995). Di Indonesia diperkirakan antara 800 – 100 ribu orang terkena penyakit demam tifoid sepanjang tahun. Diperkirakan angka kejadian ini adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun (Yuni, 2010).
Berdasarkan informasi dari Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan diperoleh data bahwa demam tifoid termasuk dalam 10 penyakit terbanyak. Pada tahun 2008 terdapat sebanyak 285 pasien demam tifoid dan 35 diantaranya menjalani rawat inap, sedangkan pada tahun 2009 terdapat sebanyak 268 pasien demam tifoid dan 29 diantaranya menjalani rawat inap.
golongan sulfonamida, sepalosporin dan florokuinolon. Selain obat-obat tersebut, obat-obat penunjang lainnya untuk demam, sakit kepala dan sebagainya juga harus diberikan (Juwono, 2004)
Seftriakson dianggap sebagai obat yang efektif untuk pengobatan tifoid dalam jangka pendek. Tetapi harga obat tersebut masih cukup mahal. Menurut Lim Hu Yoe, seorang peneliti dari Malaysia dengan seftriakson hanya membutuhkan 10 hari lama rawat inap di rumah sakit dibandingkan dengan kloramfenikol selama 21 hari (Musnelina, 2004).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian adalah:
a. apakah ada perbedaan efektivitas pengobatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson. b. apakah ada perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan
kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.
1.3 Kerangka Pikir Penelitian
Kerangka pikir penelitian ini adalah:
a. variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Dalam hal ini variabel bebas adalah:
i. lama perawatan yang dilihat berdasarkan jumlah hari hilangnya demam, hilangnya gejala ikutan dan diperkuat dengan uji widal.
b. variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam hal ini variabel terikat adalah efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya. Sub variabel bebas Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 1.1. Skema yang menunjukkan kerangka pikir penelitian Analisis Efektivitas Biaya Kloramfenikol dan Seftriakson pada Pengobatan Demam Tifoid Dewasa di Rawat Inap RSUD Padangsidimpuan
1.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
a ada perbedaan efektivitas pengobatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.
b ada perbedaan efektivitas biaya antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan pasien yang menggunakan seftriakson.
Efektivitas pengobatan Lama perawatan
Biaya medis langsung Efektivitas biaya Jumlah hari
- Hilangnya demam - Hilangnya gejala ikutan
Uji Widal
Biaya kelas perawatan Biaya laboratorium Biaya tindakan paramedis Biaya obat
- Biaya kamar - Biaya Visite dokter
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a mengetahui antibiotik yang efektivitas pengobatannya lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan pasien demam tifoid.
b mengetahui antibiotik yang efektivitas biayanya lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan pasien demam tifoid.
1.6 Manfaat Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Farmakoekonomi
Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan. Lebih spesifik lagi adalah sebuah penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg, 2001)
Tujuan farmakoekonomi adalah membandingkan obat yang berbeda untuk pengobatan pada kondisi yang sama. Selain itu juga membandingkan pengobatan yang berbeda pada kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001). Dimana hasilnya bisa dijadikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan obat mana yang akan digunakan. Farmakoekonomi dapat diaplikasikan baik dalam skala mikro maupun dalam skala makro (Trisna, 2010).
dimanfaatkan dalam membantu membuat keputusan dan menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis (Trisna, 2010).
2.2 Metode Farmakoekonomi
Ada empat jenis metode farmakoekonomi yang telah dikenal yaitu:
No Metode Satuan Unit Satuan Hasil
1 Cost Minimization Analysis Mata Uang Hasil Yang Sama
2 Cest Effectiveness Analysis Mata Uang Natural Units
3 Cost Benefit Analysis Mata Uang Mata Uang
4 Cost Utility Analysis Mata Uang Kualitas Hidup
a. Cost Minimization Analysis
Cost Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan untuk menguji biaya yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh (Orion, 1997).
Contoh dari analisis cost minimization adalah terapi dengan menggunakan antibiotika generik dan paten. Luaran klinik (efikasi dan efek sampingnya) sama. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat yang biaya per harinya lebih murah (Vogenberg, 2001).
b. Cost Effectiveness Analysis
sehingga program yang mempunyai total biaya terendahlah yang akan dipilih oleh para analis/pengambil keputusan (Tjiptoherijanto, 1994).
Cost effectiveness analysis merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini cocok untuk membandingkan obat-obat yang pengukuran hasil terapinya dapat dibandingkan. Sebagai contoh, membandingkan dua obat yang digunakan untuk indikasi yang sama tetapi biaya dan efektivitasnya berbeda (Trisna, 2010).
c. Cost Benefit Analysis
Cost benefit analysis merupakan tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan. Dapat digunakan untuk membandingkan perlakuan yang berbeda untuk kondisi yang berbeda (Vogenberg, 2001).
Contoh dari cost benefit analysis adalah membandingkan program penggunaan vaksin dengan program perawatan suatu penyakit. Pengukuran dapat dilakukan dengan menghitung jumlah episode penyakit yang dapat dicegah, kemudian dibandingkan dengan biaya kalau program perawatan penyakit dilakukan. Semakin tinggi benefit cost, maka program makin menguntungkan (Trisna, 2010)
d. Cost Utility Analysis
Cost utility analysis merupakan tipe analisis yang membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan.
ditunjukkan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi ke dalam nilai QALYs.
Sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup sedangkan kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan pasien (Orion, 1997).
2.3 Biaya Pelayanan Kesehatan
Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu: a. Biaya langsung medis (direct medical cost)
Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait dengan jasa pelayanan medis, yang digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatu penyakit seperti kunjungan pasien, obat-obat yang diresepkan, lama perawatan. Kategori biaya-biaya langsung medis antara lain pengobatan, pelayanan untuk mengobati efek samping, pelayanan pencegahan dan penanganan (Orion, 1997; Vogenberg, 2001).
b. Biaya langsung nonmedis (direct nonmedical cost)
Biaya langsung nonmedis adalah biaya yang dikeluarkan pasien tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya yang diberikan pihak rumah sakit (Vogenberg, 2001).
c. Biaya tidak langsung (indirect cost)
contoh pasien kehilangan pendapatan karena sakit yang berkepanjangan sehingga tidak dapat memberikan nafkah pada keluarganya, pendapatan berkurang karena kematian yang cepat (Vogenberg, 2001).
d. Biaya tak terduga (Intangible cost)
Biaya tak terduga merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil tindakan medis, tidak dapat diukur dalam mata uang. Biaya yang sulit diukur seperti rasa nyeri/cacat, kehilangan kebebasan, efek samping. Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam nilai mata uang (Vogenberg, 2001).
2.4. Perspektif Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan dapat ditinjau dari empat perspektif yaitu:
a. Perspektif pasien (konsumen) yaitu pasien mendapatkan pelayanan kesehatan dengan biaya yang murah
b. Perspektif penyedia pelayanan kesehatan yaitu menyediakan pelayanan kesehatan yang diperlukan masyarakat. Sebagai contoh: Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit Swasta, praktik dokter dan praktik bidan.
c. Perspektif pembayar (perusahaan asuransi) yaitu membayarkan biaya terkait dengan pelayanan kesehatan yang digunakan peserta asuransi selama pelayanan kesehatan yang digunakan peserta termasuk dalam tanggungan perusahaan bersangkutan. Menyusun program pelayanan kesehatan yang lebih efektif sehingga nantinya dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.
2.5 Demam Tifoid
Demam tifoid (typhoid fever) atau disebut juga tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.
Patofisiologi:
a. Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dn berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian kuman masuk ke peredaran darah dan mencapai sel-sel retikuloendoteal, hati, limpa dan organ-organ lainnya. b. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteal
melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan selanjutnya masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa, usus dan kandung empedu.
c. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulcerasi plaks player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulcus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar.
d. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi, 2006)
Etiologi:
Manisfestasi Klinis:
Manifestasi klinis yang terdapat pada demam tifoid meliputi: a. Demam
Demam merupakan gejala utama demam tifoid. Suhu tubuh berfluktuasi yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore atau malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 38 - 40ºC. Intensitas demam akan semakin tinggi disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu kedua intensitas demam tetap tinggi dan terus menerus. Bila pasien membaik maka pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal kembali.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama, bibir kering dan kadang pecah-pecah, Lidah terlihat kotor dengan ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor. Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut terutama nyeri ulu hati disertai mual dan muntah. c. Gangguan kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan. Bila gejala klinis berat, tidak jarang penderita akan mengalami koma.
d. Hepatosplenomegali
Pemeriksaan Diagnostik:
Apabila penderita mempunyai gejala klinis yang menyerupai gejala demam tifoid, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosa penyakit meliputi:
a. Pemeriksaan darah tepi: leukopenia, limfositosis, anemia.
b. Biakan empedu: terdapat basil Salmonella typhi pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan bakteri Salmonella typhi pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan benar-benar
sembuh.
c. Pemeriksaan Widal: didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh (Suriadi, 2006)
Pengobatan:
Pengobatan terhadap penyakit demam tifoid terus berkembang. Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan demam tifoid. Namun seiring dengan kemajuan bidang kedokteran, dikembangkan lagi obat-obat seperti golongan sulfonamide, sepalosporin dan florokuinolon (Juwono, 2004).
Antibiotik yang digunakan pada pengobatan demam tifoid adalah: a. Kloramfenikol
Dewasa: Dosis 500mg Oral/IV setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali normal, kemuadian setiap 6 jam sampai total 14 hari.
b. Amoksisilin
Dewasa: Dosis 1g IV setiap 8 jam, 500mg oral setiap 8 jam
Pediatrik: Dosis 20-50mg/kg bb/hari, pemberian oral dibagi setiap 8 jam selama 14 hari
c. Trimetoprim dan Sulfametoksazol
Dewasa: Dosis 160mg trimetoprim / 800mg sulfametoksazol, setiap 12 jam selama 10-14 hari
Pediatrik: < 2 bulan, tidak direkomendasikan
> 2 bulan, dosis 15-20mg/kg bb/hari, pemberian oral dibagi setiap 12 jam berdasarkan dosis trimetoprim selama 14 hari d. Ciprofloksasin
Dewasa: Dosis 250-500mg oral, setiap 12 jam selama 7-14 hari Pediatrik: < 18 tahun, tidak dianjurkan
> 18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa e. Azitromisin
Dewasa: Hari 1, dosis 500 mg oral/hari. Hari 2-5, dosis 250mg/hari Pediatrik: < 6 bulan, tidak dianjurkan
> 6 bulan, hari 1 dosis 10mg/kg bb/hari, tidak melebihi 500mg/hari. Hari 2-5 dosis 5mg/kg bb/hari, tidak melebihi 250mg/hari
f. Seftriakson
Dewasa: Dosis 1-2g IV setiap 12 jam
g. Sefotaksim
Dewasa: Dosis 2g IV setiap 6 jam
Pediatrik: Dosis 50-180mg/kg bb/hari IV/IM dibagi setiap 4-6 jam > 12 tahun, dosis seperti pada orang dewasa
h. Ofloksasin
Dewasa: Dosis 200-400mg oral, setiap 12 jam Pediatrik: < 18 tahun, tidak dianjurkan
>18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa i. Levofloksasin
Dewasa: Dosis 500mg oral/hari selama 7-14 hari Pediatrik: < 18 tahun, tidak dianjurkan
>18 tahun, dosis seperti pada orang dewasa (Brusch, 2010)
2.6 Kloramfenikol
Kloramfenikol pertama kali ditemukan pada tahun 1947 dari Streptomyces venezuelae. Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang
aktif terhadap organism-organisme aerob dan anaerob gram positif maupun gram negatif (Katzung, 2004).
Mekanisme Kerja:
2.7 Seftriakson
Seftriakson adalah derivat thiazolyl ditemukan pada tahun 1983 dari generasi ketiga sepalosporin dengan sifat anti-laktamase dan anti kuman gram negatif kuat (Tjay, 2002).
Mekanisme Kerja:
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cross-sectional, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan retrospektif yaitu penelitian menggunakan data yang lalu, dalam hal ini adalah data catatan medis/rekam medis pasien demam tifoid yang menjalani rawat inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Padangsidimpuan selama periode Januari – September 2010 (Notoatmodjo, 2005).
Ruang lingkup penelitian ini adalah pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson yang menjalani rawat inap di kelas III Bagian Penyakit Dalam RSUD Padangsidimpuan periode Januari – September 2010. Perhitungan biaya ditinjau dari sisi konsumen terhadap biaya medis langsung (direct medical cost) yang dikeluarkan selama rawat inap. Bentuk sediaan antibiotik yang
digunakan adalah bentuk vial dan diberikan melalui intravena.
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUD Padangsidimpuan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena di RSUD Padangsidimpuan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya.
3.1.2 Waktu Penelitian
3.2 Sampel
Sampel yang diambil harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Kriteria Inklusi:
Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang dapat diikutsertakan ke dalam penelitian (Tjitra, 2000). Yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah:
a. pasien demam tifoid yang dirawat inap di kelas III Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan selama periode Januari - September 2010.
b. pasien demam tifoid yang diberikan kloramfenikol dan seftriakson. c. pasien yang dinyatakan sembuh dari demam tifoid oleh dokter d. usia 20 – 64 tahun
Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan (Tjitra, 2000). Adapun yang menjadi kriteria eksklusi adalah:
a. pasien demam tifoid yang menghentikan pengobatan sebelum dinyatakan sembuh oleh dokter
b. pasien demam tifoid yang berobat melalui IGD (Instalasi Gawat Darurat) c. Pasien demam tifoid yang berpindah kelas perawatan
3.3 Pengumpulan Data
RSUD Padangsidimpuan diambil dari Peraturan Daerah (PERDA) Kota Padangsidimpuan Nomor 36 tahun 2003 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Sedangkan informasi nilai biaya obat diambil dari Daftar Harga Obat Apotek KPN RSUD Padangsidimpuan.
3.4 Pengolahan Data
Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan program Microsoft Exel dan disajikan dalam bentuk Tabel, sehingga diperoleh:
a. rerata lama perawatan pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
b. rerata hari hilangnya demam pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
c. rerata hari hilangnya gejala ikutan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
d. rerata biaya kelas perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
e. rerata biaya laboratorium pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
f. rerata biaya tindakan paramedis pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
g. rerata biaya obat pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
i. rerata biaya medis langsung per hari pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson
3.5 Analisis Data
Selanjutnya data dianalisis menggunakan independen t-test dengan bantuan SPSS 17.0 for Window untuk memperoleh ada atau tidaknya perbedaan terhadap
efektivitas pengobatan dan efektivitas biaya pada pengobatan demam tifoid antara kloramfenikol dan seftriakson, maka diperoleh:
a. perbandingan efektivitas pengobatan demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson dilihat berdasarkan lama perawatan.
b. perbandingan biaya medis langsung pada pengobatan demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson dilihat berdasarkan jumlah biaya kelas perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat. c. efektivitas biaya dilihat dengan membandingkan biaya terhadap outcome
pengobatan antara kloramfenikol dan seftriakson
3.6 Defenisi Operasional
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:
a. efektivitas pengobatan adalah perbandingan lama perawatan pasien setelah pemberian obat hingga dinyatakan sembuh oleh dokter.
c. demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu tubuh dari suhu normal.
d. gejala ikutan adalah gejala lain yang menyertai demam seperti sakit kepala, diare, nyeri perut, mual, muntah.
e. biaya medis langsung adalah biaya yang harus dikeluarkan pasien terkait dengan penggunan jasa pelayanan medis selama menjalani pengobatan demam tifoid meliputi biaya kelas perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat.
f. biaya kelas perawatan adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan jasa sarana (fasilitas kamar) dan jasa pelayanan (kunjungan dokter)
g. biaya laboratorium adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan fasilitas laboratorium (uji Widal)
h. biaya tindakan paramedis adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan jasa sarana (peralatan untuk melakukan tindakan) dan jasa pelayanan (tindakan perawat)
i. biaya obat adalah biaya yang ditanggung pasien terkait dengan penggunaan obat
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan dari Bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan periode Januari – Septemmber 2010 diperoleh data seluruh pasien demam tifoid dewasa yang dirawat inap sebanyak 22 orang. Kriteria eksklusi diperoleh sebanyak 5 orang, sehingga didapatkan total subjek yang tersedia sebanyak 17 pasien dengan perincian 7 pasien menggunakan kloramfenikol dan 10 pasien menggunakan seftriakson. Usia pasien berkisar antara 20-60 tahun. Pemilihan pasien demam tifoid dewasa ini tidak dilakukan dengan cara sampling, namun seluruh data yang ada diambil dalam penelitian ini.
4.1 Efektivitas Pengobatan
Pada penelitian ini efektivitas pengobatan dinilai berdasarkan perbandingan lama perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson, dilihat dari hilangnya demam, hilangnya gejala ikutan dan diperkuat dengan uji Widal.
Tabel 4.1.1 Perbandingan lama perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No
Kloramfenikol Seftriakson
Nomor Rekam Medik
Lama Hari Rawat Nomor Rekam Medik
Hilangnya demam pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah pada hari ke 2,86 dan hari ke 2,20 (Tabel 4.1.2). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap hilangnya demam antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa hilangnya demam pada pasien yang menggunakan seftriakson lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.
Tabel 4.1.2 Perbandingan hilangnya demam pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No
Kloramfenikol Seftriakson
Nomor Rekam Medik
Selain demam sebagai gejala utama yang diamati pada penelitian ini, juga diamati gejala ikutan lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, nyeri perut, diare. Hilangnya gejala ikutan pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah pada hari ke 7,43 dan hari ke 4,50 (Tabel 4.1.3). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap hilangnya gejala ikutan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa hilangnya demam pada pasien yang menggunakan seftriakson lebih cepat dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.
Tabel 4.1.3 Perbandingan hilangnya gejala ikutan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No
Kloramfenikol Seftriakson
Nomor Rekam Medik
Gejala Ikutan Hilang Nomor Rekam Medik
Kloramfenikol merupakan obat yang efektif pada pengobatan demam tifoid. Tetapi kloramfenikol tidak berkhasiat mematikan kuman, sedangkan seftriakson aktivitasnya bersifat bakterisid. Oleh karena itu seftriakson merupakan obat yang efektif pada pengobatan demam tifoid dalam jangka pendek (Tjay, 2002).
4.2 Biaya Medis Langsung
Pada penelitian ini biaya medis langsung dilihat berdasarkan perbandingan jumlah biaya kelas perawatan, biaya laboratorium, biaya tindakan paramedis dan biaya obat antara pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson.
Tabel 4.2.1 Perbandingan biaya kelas perawatan pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
1 0362532010AA 140,000.00 0405442010AA 56,000.00
2 0400432010CC 154,000.00 0396142010CC 70,000.00
3 0417592010CC 140,000.00 0488892010AA 56,000.00
4 0444512010CC 154,000.00 0487462010BB 84,000.00
5 0472842010CC 182,000.00 0499462010AA 56,000.00
6 0465792010AA 168,000.00 0512162010AA 70,000.00
7 0502962010BB 182,000.00 0463242010AA 56,000.00
8 0517512010BB 56,000.00
9 0513902010BB 56,000.00
10 0484032010BB 70,000.00
Jumlah 1,120,000.00 Jumlah 630,000.00
Rerata 160,000.00 Rerata 63,000.00
Biaya laboratorium pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.97.571,43/pasien dan Rp.58.750,00/pasien (Tabel 4.2.2). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap biaya laboratorium antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya laboratorium pada pasien yang menggunakan kloramfenikol lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Hal ini disebabkan pemeriksaan laboratorium pada pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol lebih sering dari pasien yang menggunakan seftriakson sehingga biaya yang ditanggung pasien menjadi lebih mahal.
Tabel 4.2.2 Perbandingan biaya laboratorium pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No
Kloramfenikol Seftriakson
Nomor Rekam Medik
Biaya Laboratorium Nomor Rekam Medik
Biaya Laboratorium
(Rp.) (Rp.)
1 0362532010AA 88,125.00 0405442010AA 58,750.00
Tabel 3.2.2. …. (sambungan)
3 0417592010CC 88,125.00 0488892010AA 58,750.00
4 0444512010CC 88,125.00 0487462010BB 58,750.00
5 0472842010CC 117,500.00 0499462010AA 58,750.00
6 0465792010AA 66,125.00 0512162010AA 58,750.00
7 0502962010BB 117,500.00 0463242010AA 58,750.00
8 0517512010BB 58,750.00
9 0513902010BB 58,750.00
10 0484032010BB 58,750.00
Jumlah 683,000.00 Jumlah 587,500.00
Rerata 97,571.43 Rerata 58,750.00
Biaya tindakan paramedis pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.83.714,29/pasien dan Rp.43.000,00/pasien (Tabel 4.2.3). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap biaya tindakan paramedis antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya tindakan paramedis pada pasien yang menggunakan kloramfenikol lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Hal ini berkaitan dengan lama perawatan pasien. Semakin lama pasien menggunakan fasilitas kelas perawatan, semakin lama pula pasien mendapatkan tindakan paramedis, maka semakin banyak biaya tindakan paramedis yang ditanggung pasien. Pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol lebih lama menggunakan fasilitas kelas perawatan daripada pasien yang menggunakan seftriakson sehingga biaya yang ditanggung pasien menjadi lebih mahal.
Tabel 4.2.3 Perbandingan biaya tindakan paramedis pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
1 0362532010AA 76,000.00 0405442010AA 40,000.00
Tabel 3.2.3. …. (sambungan)
3 0417592010CC 76,000.00 0488892010AA 40,000.00
4 0444512010CC 82,000.00 0487462010BB 52,000.00
5 0472842010CC 94,000.00 0499462010AA 40,000.00
6 0465792010AA 82,000.00 0512162010AA 46,000.00
7 0502962010BB 94,000.00 0463242010AA 40,000.00
8 0517512010BB 40,000.00
9 0513902010BB 40,000.00
10 0484032010BB 46,000.00
Jumlah 586,000.00 Jumlah 430,000.00
Rerata 83,714.29 Rerata 43,000.00
Tabel 4.2.4 Perbandingan biaya obat pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No
Kloramfenikol Seftriakson
Nomor Rekam Medik
Biaya Obat Nomor Rekam Medik
Biaya Obat
(Rp.) (Rp.)
1 0362532010AA 982,600.00 0405442010AA 1,611,000.00
2 0400432010CC 755,000.00 0396142010CC 389,750.00
3 0417592010CC 626,500.00 0488892010AA 1,939,000.00
4 0444512010CC 1,146,700.00 0487462010BB 366,050.00
5 0472842010CC 974,200.00 0499462010AA 1,672,500.00
6 0465792010AA 1,097,150.00 0512162010AA 2,140,900.00
7 0502962010BB 810,100.00 0463242010AA 1,700,500.00
8 0517512010BB 282,900.00
9 0513902010BB 310,450.00
10 0484032010BB 359,050.00
Jumlah 6,392,250.00 Jumlah 10,772,100.00
Rerata 913,178.57 Rerata 1,077,210.00
Biaya medis langsung pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.1.257.607,14/pasien dan Rp.1.241.960,00/pasien (Tabel 4.2.5). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaan terhadap biaya medis langsung antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson.
Tabel 4.2.5 Perbandingan biaya medis langsung pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No
1 0362532010AA 1,286,725.00 0405442010AA 1,765,750.00
2 0400432010CC 1,108,500.00 0396142010CC 564,500.00
3 0417592010CC 930,625.00 0488892010AA 2,093,750.00
4 0444512010CC 1,470,825.00 0487462010BB 560,800.00
5 0472842010CC 1,367,700.00 0499462010AA 1,827,250.00
6 0465792010AA 1,435,275.00 0512162010AA 2,315,650.00
7 0502962010BB 1,203,600.00 0463242010AA 1,855,250.00
8 0517512010BB 437,650.00
9 0513902010BB 465,200.00
10 0484032010BB 533,800.00
Jumlah 8,803,250.00 Jumlah 12,419,600.00
Biaya medis langsung per hari pada pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson masing-masing adalah sebesar Rp.110.516,81/pasien dan Rp.288.746,92/pasien (Tabel 4.2.6). Berdasarkan uji-t dengan taraf kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa ada perbedaan terhadap biaya medis langsung per hari antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dengan pasien yang menggunakan seftriakson. Ini menunjukkan bahwa biaya medis langsung yang ditanggung oleh pasien yang menggunakan seftriakson setiap harinya lebih mahal dibandingkan dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol.
Tabel 4.2.6 Perbandingan biaya medis langsung per hari pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No
1 0362532010AA 128,672.50 0405442010AA 441,437.50
2 0400432010CC 100,772.73 0396142010CC 112,900.00
3 0417592010CC 93,062.50 0488892010AA 523,437.50
4 0444512010CC 133,711.36 0487462010BB 93,466.67
5 0472842010CC 105,207.69 0499462010AA 456,812.50
6 0465792010AA 119,606.25 0512162010AA 463,130.00
7 0502962010BB 92,584.62 0463242010AA 463,812.50
8 0517512010BB 109,412.50
9 0513902010BB 116,300.00
10 0484032010BB 106,760.00
Jumlah 773,617.65 Jumlah 2,887,469.17
Rerata 110,516.81 Rerata 288,746.92
4.3 Efektivitas Biaya
Tabel 4.3.1 Perbandingan efektivitas biaya pada pasien demam tifoid dewasa yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson di bagian rawat inap RSUD Padangsidimpuan
No Obat
Biaya medis langsung
Rerata lama perawatan
Biaya medis langsung/hari
(Rp.) (hari) (Rp.)
1 Kloramfenikol 1.257.607.14 11,43 110.516.81
2 Seftriakson 1.241.960.00 4,50 288.746.92
Bila dilihat dari biaya satuan (biaya medis langsung/hari) pada pengobatan demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol adalah Rp.110.516,81; lebih murah dibandingkan dengan biaya satuan pengobatan demam tifoid yang menggunakan seftriakson sebesar Rp.288.746,92. Akan tetapi bila dibandingkan dengan outcome lama perawatan maka biaya tersebut akan berbeda, karena rerata lama perawatan pada pengobatan demam tifoid menggunakan kloramfenikol adalah selama 11,43 hari, lebih lama bila dibandingkan dengan rerata lama perawatan pada pengobatan demam tifoid yang menggunakan seftriakson yaitu selama 4,50 hari. Dengan adanya perbedaan lama perawatan tersebut maka biaya medis langsung pada pasien demam tifoid yang menggunakan seftriakson menjadi tidak berbeda dengan pasien yang menggunakan kloramfenikol, yaitu masing-masing sebesar Rp.11.241.960,00 dan Rp.1.257.607,14.
menggunakan kloramfenikol. Ini berarti seftriakson menunjukkan efektivitas biaya yang tidak berbeda dengan kloramfenikol.
Selain biaya medis langsung, ada beberapa jenis biaya yang dikeluarkan pasien demam tifoid yaitu biaya nonmedis langsung (direct nonmedical cost) yaitu biaya transport, biaya konsumsi, biaya jasa pelayanan; biaya tidak langsung (indirect cost) yaitu pendapatan hilang akibat sakit dan biaya tak terduga (intangible cost) yaitu perasaan tidak nyaman pada waktu sakit. Biaya-biaya tersebut tidak termasuk yang dihitung dalam penelitian ini. Pada biaya medis langsung tidak terdapat perbedaan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan seftriakson, akan tetapi bila biaya-biaya tersebut dikaitkan terhadap lama perawatan pasien yang menggunakan kloramfenikol (lama perawatan 11,43 hari) dan seftriakson (lama perawatan 4,50 hari), hampir dapat dipastikan bahwa biaya yang dikeluarkan pasien demam tifoid yang menggunakan kloramfenikol lebih mahal.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan:
c seftriakson mempunyai efektivitas pengobatan yang lebih baik dibandingkan dengan kloramfenikol pada pengobatan pasien demam tifoid. d seftriakson mempunyai efektivitas biaya yang tidak berbeda dengan
kloramfenikol pada pengobatan pasien demam tifoid.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, maka disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk:
a. meneliti biaya yang dikeluarkan oleh pasien demam tifoid terhadap biaya nonmedis langsung dan biaya tidak langsung, sehingga diperoleh perbedaan komponen biaya yang dikeluarkan pasien dan pada akhirnya dapat diketahui obat yang mempunyai efektivitas biaya lebih baik antara kloramfenikol dan seftriakson pada pengobatan demam tifoid.
DAFTAR PUSTAKA
Brusch, JL. (2010). Typhoid Fever: Treatment & Medication. Diakses tanggal 12
Oktober 2010.
Juwono, R. (2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Demam Tifoid. Diakses tanggal
5 April 2010.
Katzung, BG. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Obat-obat Kemoterapi. Edisi 8. Penerbit Salemba Medika. Hal: 20-39.
Mandal, B.K. (1995). Problem Gastroenterologi Daerah Tropis. Salmonella typhi dan Salmonella lainnya. Editor: Salim IN. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal : 62
Musnelina, L, dkk. (2004). Analisis Efektivitas Biaya Pengobatan Demam Tifoid Anak Menggunakan Kloramfenikol dan Seftriakson di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Diakses tanggal 22 April 2010. Makara Kesehatan Volume 8, No.2. Universitas Indonesia, Depok.
Mansjoer, A, dkk. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Demam Tifoid. Edisi Ketiga. Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 425.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Orion. (1997). Pharmacoeconomics Primer and Guide Introduction to Economic Evaluation. Hoesch Marion Rousell Incorporation, Virginia.
Putera, F.R. (2008). Kendalikan Biaya Kesehatan Dengan Farmakoekonomi. Diakses tanggal 15 Maret 2010. http://www.netsains.com/2008/09/kendalikan-biaya-de ngan-farmakoekonomi/
Setiabudy R & Gan VHS. (2007). Farmakologi dan Terapi. Antimikroba. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 573-659
Suriadi & Yuliani R. (2006). Asuhan Keperawatan. Tifus Abdominalis. Edisi Kedua. Editor: Haryanto S. Penerbit CV. Sagung Seto Jakarta. Hal:254-256.
Tjiptoherijanto P, & Soesetyo B. (1994). Ekonomi Kesehatan. Penerbit Rhineka Cipta. Jakarta.
Tjitra, E. (2000). Protokol Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Diakses tanggal 5 Mei 2010. http://www.li tbang.depkes.go.id/download/METOLIT-DASAR/PEDOMANPROt.ppt
Trisna, Y. (2010). Aplikasi Farmakoekonomi. Diakses tanggal 12 April 2010.
Vogenberg, FR. (2001). Introduction To Applied Pharmacoeconomics. Editor: Zollo S. McGraw-Hill Companies, USA.
Lampiran 5
BIAYA TINDAKAN PARAMEDIS RSUD PADANGSIDIMPUAN
ANTIBIOTIK : SEFTRIAKSON
PERIODE : JANUARI - SEPTEMBER 2010
Lampiran 6
BIAYA TINDAKAN PARAMEDIS RSUD PADANGSIDIMPUAN
ANTIBIOTIK : KLORAMFENIKOL
PERIODE : JANUARI - SEPTEMBER 2010
Lampiran 7
BIAYA OBAT
ANTIBIOTIK : SEFTRIAKSON
PERIODE : JANUARI - SEPTEMBER 2010
Lampiran 8
BIAYA OBAT
ANTIBIOTIK : KLORAMFENIKOL
PERIODE : JANUARI - SEPTEMBER 2010
23-Sep-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 3 8,000.00 24,000.00 Chloramex 1 g 1 g / 8 jam vial 3 7,500.00 22,500.00 Ranitidin 1 amp / 12 jam ampul 2 5,000.00 10,000.00
Spuit 5 cc 3 1,000.00 3,000.00
Spuit 3 cc 2 1,000.00 2,000.00
Aqua pro
injeksi 1 2,000.00 2,000.00
24-Sep-2010 Ringer Lactat 20 gtt / mnt fles 1 8,000.00 8,000.00 Chloramex 1 g 1 g / 8 jam vial 1 7,500.00 7,500.00 Ranitidin 1 amp / 12 jam ampul 1 5,000.00 5,000.00
Spuit 5 cc 1 1,000.00 1,000.00
Spuit 3 cc 1 1,000.00 1,000.00
Aqua pro
injeksi 1 2,000.00 2,000.00
810,100.00
Lampiran 9
DAFTAR HARGA OBAT DAN BAHAN HABIS PAKAI APOTEK KPN RSUD PADANGSIDIMPUAN
11 Dexamethason inj ampul 1,300.00
12 Acran inj ampul 19,500.00
13 Sanmol 500 mg tablet 500.00
14 Alprazolam 0,5 mg tablet 7,000.00
15 Metoclopramid inj ampul 5,000.00
Lampiran 13 T-Test
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Lama_perawatan kloramfenikol 7 11.4286 1.27242 .48093
Seftriakson 10 4.5000 .70711 .22361
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan lama perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan lama perawatan antara pasien yang menggunakan
kloramfenikol dan menggunakan seftriakson
Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130 Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 14,443 > 2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Hilangnya_demam kloramfenikol 7 2.8571 .69007 .26082
Seftriakson 10 2.2000 .42164 .13333
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan hilangnya demam antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan hilangnya demam antara pasien yang
menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130
Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 2,446 > 2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Hilangnya_gejala_ikutan kloramfenikol 7 7.4286 .53452 .20203
Seftriakson 10 4.5000 .70711 .22361
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan hilangnya gejala ikutan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan hilangnya gejala ikutan antara pasien yang
menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130
Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 9,233 > 2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_kelas_perawatan kloramfenikol 7 160000.0000 17813.85229 6733.00329
Seftriakson 10 63000.0000 9899.49494 3130.49517
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya kelas perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya kelas perawatan antara pasien yang
menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130
Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 14,443 > 2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_laboratorium kloramfenikol 7 97571.4286 20199.12038 7634.54989
Seftriakson 10 58750.0000 .00000 .00000
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya laboratorium antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya laboratorium antara pasien yang
menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130
Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 6,166 > 2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_tindakan_paramedis kloramfenikol 7 83714.2857 7521.39805 2842.82125
Seftriakson 10 43000.0000 4242.64069 1341.64079
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya tindakan paramedis antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya tindakan paramedis antara pasien yang
menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130
Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 14,289 > 2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_obat kloramfenikol 7 1.2576E6 1.92381E5 72713.24012
Seftriakson 10 1.2420E6 7.85005E5 2.48240E5
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya obat antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson
Ha: Ada perbedaan biaya obat antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson
Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130 Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 0,051 terletak diantara -2,130 dan +2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_medis_langsung kloramfenikol 7 1.2579E6 1.92433E5 72732.86775
Seftriakson 10 1.2420E6 7.85005E5 2.48240E5
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan biaya medis langsung antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan biaya medis langsung antara pasien yang
menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130
Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: 0,052 terletak diantara -2,130 dan + 2,130
Group Statistics
Obat N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_medis_langsung_per_
hari
kloramfenikol 7 109231.0929 16357.48032 6182.54643
Seftriakson 10 288746.9170 1.91999E5 60715.37106
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Hipotesis: Ho: Tidak ada perbedaan lama perawatan antara pasien yang menggunakan kloramfenikol dan menggunakan seftriakson Ha: Ada perbedaan lama perawatan antara pasien yang menggunakan
kloramfenikol dan menggunakan seftriakson
Interpretasi: Ho diterima jika t hitung terletak diantara -2,130 dan +2.130 Ho ditolak jika t hitung terletak diluar -2,130 dan +2.130 Hasil: -2,443 terletak diluar -2,130 dan + 2,130