• Tidak ada hasil yang ditemukan

EROSION EVALUATION OF INTEGRATED FIELD LABORATORY FACULTY OF AGRICULTURE UNIVERSITY OF LAMPUNG IN LAND UNITS APPROACH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EROSION EVALUATION OF INTEGRATED FIELD LABORATORY FACULTY OF AGRICULTURE UNIVERSITY OF LAMPUNG IN LAND UNITS APPROACH"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

EROSION EVALUATION OF INTEGRATED FIELD LABORATORY FACULTY OF AGRICULTURE UNIVERSITY OF LAMPUNG

IN LAND UNITS APPROACH

By

ISKANDAR ZULKARNAIN

FP Unila unified field laboratory is required to support Unila Vision, Mission and Vision of the Faculty of Agriculture Unila. Aside from being a supporter of the PBM (the learning process) and research, can also be used as a showcase (show window). This study aims to evaluate the erosion of the unified field laboratory FP Unila and studying alternative approach to land management with land units.

The method used is a survey method that consists of the preparation phase, a preliminary survey, primary survey, soil analysis in the laboratory, and data analysis. Evaluation of erosion using the Universal Soil Loss Equation (USLE). The experiment was conducted from April 2012 until May 2012 located at Integrated Field Laboratory the Faculty of Agriculture Unila.

The results showed that the erosion of the land unit 2 is still well below the tolerable erosion. Erosion on the land units 3 slope 8-15% by using a mixture of garden soil and pasture that is 100.29 t / ha / yr. Erosion on land units 4 and 5 respectively of 831.74 t / ha / yr and 381.81 t / ha / yr. Erosion on land units 3,4, and 5 have exceeded the value of erosion that can still be tolerated and require agrotechnology.

Agrotechnology for land units 3 is P0 (patio bench without plants) or a combination of bench terraces and swidden (P1C6). Land units 4 with the perfect combination of bench terraces and not in the specified moor (P1C2), or patio bench is perfect and good pasture (P1C1). 5 land units with a combination of bench terraces and a high density of annual plants (P1C3) or with an annual plant density is (P1C4).

Agrotechnologi applied in addition to suppress erosion, will also suppress the loss of C-organic, macro nutrients (N, P and K), and enhance the aesthetic value of integrated FP Unila field laboratory. Loss of organic C can be reduced to 80.51%, 96.80% and 95.99% respectively in land units 3, 4, and 5 with the agrotechnology. Losses due to loss of elements N, P and K can be reduced to 91.50%, 99.24% and 97.00% on each land unit 3, 4, and 5.

(2)

ABSTRAK

Laboratorium lapang terpadu FP Unila sangat diperlukan untuk mendukung Visi Unila maupun Visi dan Misi Fakultas Pertanian Unila. Selain sebagai pendukung PBM (proses belajar mengajar) dan penelitian, juga dapat dijadikan sebagai etalase (show window). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila serta mempelajari alternatif pengelolaan lahan dengan pendekatan satuan lahan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang terdiri dari tahap persiapan, survey pendahuluan, survey utama, analisis tanah di laboratorium, dan analisis data. Evaluasi erosi menggunakan metodeUniversal Soil Loss Equation (USLE).Penelitian dilaksanakan mulai April 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Unila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi pada satuan lahan 2 masih berada di bawah nilai erosi yang masih dapat ditoleransi. Erosi pada satuan lahan 3 dengan lereng 8 –15 % dengan penggunaan lahan kebun campuran dan padang rumput yaitu 100,29 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 4 dan 5 masing-masing sebesar 831,74 t/ha/th dan 381,81 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 3,4, dan 5 telah melampaui nilai erosi yang masih bisa ditoleransi dan memerlukan agroteknologi.

Agroteknologi untuk satuan lahan 3 adalah P0 (teras bangku tanpa tanaman) atau kombinasi teras bangku dan perladangan (P1C6). Satuan lahan 4 dengan kombinasi teras bangku sempurna dan tegalan tidak di dispesifikasi (P1C2), atau teras bangku sempurna dan padang rumput bagus (P1C1). Satuan lahan 5 dengan kombinasi teras bangku dan tanaman tahunan kerapatan tinggi (P1C3) atau dengan tanaman tahunan kerapatan sedang (P1C4).

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Laboratorium lapang terpadu FP Unila sangat diperlukan untuk mendukung Visi Unila maupun Visi dan Misi Fakultas Pertanian Unila. Menurut Banuwa, Syam dan Wiharso (2011), laboratorium lapang terpadu FP Unila tersebut selain sebagai pendukung PBM (proses belajar mengajar) dan penelitian, juga dapat dijadikan sebagai etalase (show window). Keberadaan laboratorium lapang terpadu FP Unila ini diharapkan dapat membangun image baru pada bidang pertanian, khususnya bagi generasi muda, bahwa bidang pertanian tidak kalah dengan bidang yang lain, dapat menjadi profesi yang menarik, prospektif, dan terhormat.

Dari hasil penelitian sebelumnya, laboratorium lapang terpadu FP Unila mempunyai kelas lereng yang sangat beragam. Secara umum, didominasi oleh lereng agak miring/bergelombang dengan lereng (8 – 15 %) dengan luas lebih dari 50% laboratorium lapang terpadu FP Unila (Banuwa, dkk., 2011).

(4)

curah hujan yang tinggi, maka potensi erosi diperkirakan juga cukup besar sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan kesuburan tanah serta berkurangnya lapisan atas tanah (top soil), apabila tidak dikelola dengan baik.

Di Indonesia, masalah erosi merupakan masalah nasional karena dampak dari kejadian erosi dapat menimbulkan bermacam-macam kerugian, misalnya di sektor pertanian dapat menurunkan produktivitas lahan sementara di bidang kesehatan adalah terjadinya banjir khususnya di perumahan penduduk yang dapat menimbulkan bermacam-macam penyakit (Nurpilihan, Amaru, dan Suryadi, 2011). Selanjutnya dinyatakan bahwa penyebab terjadinya erosi ada dua yaitu air dan angin; Indonesia sebagai negara tropis sangat jarang atau dapat dikatakan tidak pernah terjadi erosi yang disebabkan oleh angin. Erosi yang terjadi di Indonesia adalah disebabkan hanya oleh air. Keadaan ini juga lebih disebabkan karena di Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat musim hujan air dapat disimpan (konservasi) di dalam tanah dan dipegang oleh agregat-agregat tanah (water holding capacity) sehingga tanah sukar terlepas dari agregatnya.

(5)

seefisien mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau (Arsyad, 2010).

Dalam rangka untuk melestarikan fungsi laboratorium lapang terpadu FP Unila tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi erosi dan upaya penanggulangannya, sehingga kelestarian laboratorium dapat dijaga.

B. Tujuan Penelitian

1. Mempelajari karakteristik lahan laboratorium lapang terpadu FP Unila 2. Mengetahui penutupan lahan pada laboratorium lapang terpadu FP Unila 3. Mengevaluasi erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila

4. Mempelajari alternatif pengelolaan lahan dengan pendekatan satuan lahan di laboratorium lapang terpadu FP Unila untuk menjaga kelestariannya.

C. Kegunaan Penelitian

1. Sebagai sumber informasi bagi para mahasiswa dan peneliti yang akan melakukan praktik dan penelitian di laboratorium lapang terpadu FP Unila. 2. Sebagai sumber informasi bagi para peneliti, pemerhati masalah lingkungan,

serta pihak terkait lainnya yang membutuhkan, khususnya tentang erosi. 3. Sebagai sumber informasi bagi pengelola laboratorium lapang terpadu FP

(6)

D. Keluaran

1. Besarnya prediksi erosi, pada setiap satuan lahan,

2. Model pengelolaan laboratorium lapang terpadu FP Unila yang tepat, sehingga kelestariannya terjamin.

3. Alternatif agroteknologi di laboratorium lapang terpadu FP Unila agar lestari.

E. Hipotesis

1. Kondisi laboratorium lapang terpadu FP Unila yang memiliki lebih dari 8 % sangat rawan terhadap bahaya erosi.

(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian erosi

Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian bagian tanah terkikis dan terangkut, kemudian diendapkan di tempat lain (Arsyad, 2010). Pengikisan, pengangkutan dan pemindahan tanah tersebut dilakukan oleh media alami yaitu air dan angin.

Proses erosi terjadi melalui penghancuran, pengangkutan, dan pengendapan (Meyer et al. 1991; Utomo 1987; dan Foth (1978, dalam Banuwa, 2008). Di alam terdapat dua penyebab utama yang aktif dalam proses ini yakni angin dan air. Pada daerah iklim tropik basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab utama terjadinya erosi, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh berarti (Arsyad 2010). Beasley (1972, dalam Banuwa, 2008) dan Hudson (1976, dalam Banuwa, 2008) berpendapat, bahwa erosi adalah proses kerja fisik yang keseluruhan prosesnya menggunakan energi. Energi ini digunakan untuk menghancurkan agregat tanah (detachment), memercikkan partikel tanah (splash), menyebabkan gejolak (turbulence) pada limpasan permukaan, serta menghanyutkan partikel tanah.

(8)

(transport) partikel-partikel tanah yang sudah dihancurkan. Kedua proses ini terjadi akibat hujan (rain) dan aliran permukaan (run off) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain curah hujan (intensitas, diameter, lama dan jumlah hujan), karakteristik tanah (sifat fisik), penutupan lahan (land cover), kemiringan lereng, panjang lereng dan sebagainya (Wischmeier dan Smith 1978, dalam Banuwa, 2008). Faktor-faktor tersebut satu sama lain bekerja secara simultan dalam mempengaruhi erosi (Banuwa, 2008).

Mekanisme terjadinya erosi menurut Schwab (1999, dalam Nurpilihan, 2011) diidentifikasikan menjadi tiga tahap yaitu (i) detachment (penghancuran tanah dari agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah); (ii) transportation (pengangkutan partikel tanah oleh limpasan hujan atau run off dan (iii) sedimentation (sedimen/pengendapan tanah tererosi); tanah tererosi akan terendapkan pada cekungan-cekungan atau pada daerah-daerah bagian bawah.

(9)

partikel-partikel yang terpercik akibat curah hujan akan terdeposisi di permukaan tanah. Selanjutnya jika aliran permukaan terjadi, maka partikel-partikel yang terdeposisi tersebut akan diangkut ke lereng bagian bawah.

Hujan dengan drop size(ukuran butir-butir hujan) dengan kinetic energydan massanya akan memukul agregat tanah sehingga hancur menjadi partikel-partikel tanah; dan dengan mudah akan dibawa oleh limpasan hujan ke tempat-tempat yang lebih rendah (sedimentation). Besar dan kecepatan limpasan hujan sangat tergantung dari kemiringan tanah dan kapasitas infiltrasi (Nurpilihan, dkk., 2011).

Manik (2003) menyatakan bahwa erosi merupakan proses penghancuran, pengikisan dan pengangkutan butir-butir tanah atau bagian-bagian tanah dari stau tempat ke tempat lain oleh air atau angin. Kehilangan tanah ditempat erosi terjadi adalah sebanyak tanah yang terangkut dari tempat itu. Di daerah yang beriklim basah seperti di Indonesia, erosi terutama disebabkan oleh air yang merupakan hasil kerja dispersi butir-butir hujan dengan aliran permukaan. Laju erosi (E) dipengaruhi oleh factor-faktor: iklim(i); lereng atau topografi (r); jenis dan tipe vegetasi (v); tanah (t); serta manusia (m), yang dirumuskan sebegai berikut: E = f (i,r,v,t,m).

(10)

produktivitas lahan, sedangkan dampak eksternal adalah terjadinya pencemaran perairan dan sedimentasi, yang menyebabkan pendangkalan sungai, waduk, danau atau pantai.

Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir tanah primer ke bawah dan masuk ke dalam celah celah atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air dan udara. Erosi ini tidak menyebabkan kerusakan yang berarti, karena bagian bagian tanah tidak hilang atau pindah ke tempat lain. Akibat erosi ini adalah menurunnya kapasitas infiltrasi tanah secara cepat sehingga meningkatkan aliran permukaan yang akan menyebabkan terjadinya erosi lembar atau erosi alur (Susanto, 1992).

Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 2010). Konservasi tanah bukan berarti penundaan atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi menyesuaikan jenis penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tanah berfungsi secara lestari. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air, sehingga usaha untuk mengkonservasi taah juga merupakan konservasi air (Priyono dan Cahyono, 2004).

B. Prediksi Erosi

(11)

dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan lahan dan tindakan konservasi yang diperlukan untuk areal tersebut. Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan harus dapat menekan laju erosi agar “sama atau lebih kecil” daripada laju erosi yang masih dapat ditoleransikan.

Laju erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Susanto, 1992). Selanjutnya Susanto (1992) menyebutkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan adalah: kedalaman tanah, ciri ciri fisik dan sifat sifat tanah lainnya yang mempengaruhi perkembangan perakaran, pencegahan erosi parit, penyusutan kandungan bahan orgnaik, kehilangan unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan.

Metode perkiraan erosi dapat juga digunakan sebagai alat penilai apakah suatu tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu daerah aliran sungai (DAS). Salah satu metode perkiraan erosi adalah yang dikenal dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978).

(12)

dapat meprediksi pengendapan dan tidak memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai (Arsyad, 2010).

Selanjutnya Arsyad (2010) menyatakan bahwa USLE memungkinkan perencana menduga laju rata-rata erosi suatu bidang tanah tertentu pada suatu kecuraman lereng dengan pola hujan tertentu untuk setiap macam penanaman dan tindakan pengelolaan (tindakan konservasi tanah) yang mungkin dilakukan atau sedang digunakan. Persamaan yang digunakan mengelompokkan berbagai parameter fisik dan pengelolaan yang mempengaruhi laju erosi ke dalam enam peubah utama yang nilainya setiap tempat dapat dinyatakan secara numerik.

Erosi pada setiap satuan lahan dihitung dengan menggunakan modelUniversal of Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier dan Smith (1978). Data ini digunakan untuk menentukan agroteknologi (tindakan) konservasi dan merencanakan pemanfaatan laboratorium lapang terpadu FP Unila secara lestari. Adapun rumus USLE yang digunakan untuk prediksi erosi adalah (Wischmeier dan Smith (1978):

A = R.K.L.S.C.P Keterangan :

A = banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/th) R = faktor indeks (erosivitas) hujan

K = faktor erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng S = faktor kecuraman lereng

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

(13)

Faktor Erosivitas hujan (R)

Erosivitas hujan adalah jumlah satuan indeks erosi hujan, yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E) dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30), tahunan (Arsyad, 2010). Menurut Bols (1978, dalam Arsyad 2010), faktor erosivitas hujan (R) merupakan penjumlahan nilai-nilai indeks erosi hujan bulanan dan dihitung berdasarkan persamaan :

Untuk menduga nilai EI30, Bols (1978, dalam Arsyad 2010) menggunakan persamaan sebagai berikut :

EI30 = 6,119 (Rain)1,21(Days)-0,47(Maxp)0,53 Keterangan :

EI30 = indeks erosi hujan bulanan

Rain = curah hujan rata-rata bulanan (cm) Days = jumlah hari hujan rata-rata per bulan

Maxp = curah hujan maksimum selama 24 jam dalam bulan bersangkutan (cm) EI30 tahunan adalah jumlah EI30 bulanan

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

(14)

100K = {1,292 (2,1 M1,14(10-4)(12–a) + 3,25 (b–2) + 2,5 (c–3)} Keterangan :

K = erodibilitas tanah

M = kelas tekstur tanah (% pasir halus + % debu)(100 - % liat) a = % bahan organik

b = kode struktur tanah (Tabel Lampiran 1)

c = kode permeabilitas profil tanah (Tabel Lampiran 2)

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu tanah dengan lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang lereng 22,1 m di bawah keadaan yang identik. Faktor kecuraman lereng, yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu, terhadap besarnya erosi dari tanah dengan kemiringan 9 % di bawah keadaan yang identik (Arsyad, 2010). Faktor panjang dan kemiringan dihitung menurut rumus (Wischmeier dan Smith 1978) untk kemiringan kurang dari 12 persen:

LS = (X/22)0.50(0,0138 + 0,00965 S + 0,00138 S2)

Untuk lahan dengan kemiringan di atas 12 persen menggunakan rumus menurut Eppink (1985) sebagai berikut:

LS = (X/22)0.50(S/9)1,35

(15)

Faktor Tanaman dan Pengelolaannya (C)

Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman, yaitu nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi penutup dan pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tanpa tanaman (Arsyad, 2010). Penentuan faktor C didasarkan atas berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Tabel Lampiran 3).

Faktor Tindakan Konservasi (P)

Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengelolaan dan penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakukan tindakan konservasi khusus, seperti pengelolaan menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras, terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik (Arsyad, 2010). Faktor tindakan konservasi juga ditentukan berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Tabel Lampiran 4).

C. Erosi yang dapat ditoleransikan

(16)

Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan adalah perlu, oleh karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah-tanah tertentu harus dipelihara agar didapat suatu volume tanah yang cukup, baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman dan untuk tempat menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Arsyad, 2010).

Beberapa cara untuk menetapkan nilai erosi yang dapat ditoleransi (Etol) telah dikemukakan. Thompson (1957, dalam Arsyad, 2010) menyarankan sebagai pedoman penetapan nilai Etoldengan menggunakan kedalaman tanah, permeabilitas lapisan bawah dan kondisi substratum.

Selanjutnya, Arsyad (2010) menyatakan bahwa di Indonesia pada daerah-daerah yang masa tumbuhnya lebih dari 270 hari kecepatan pembentukan tanah dapat mencapai lebih dari 2 mm per tahun.

Hammer (1981, dalam Arsyad, 2010), menggunakan konsep kedalaman ekivalen (equivalent depth) dan umur guna (resources life) tanah untuk menetapkan nilai Etol suatu tanah. Kedalaman ekivalen adalah kedalaman tanah yang setelah mengalami erosi produktivitasnya berkurang dengan 60% dari produktivitas tanah yang tidak tererosi. Menurunnya produktivitas tanah oleh erosi disebabkan oleh menurunnya kandungan unsur hara tanah dan atau memburuknya sifat-sifat fisik tanah.

(17)

melapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/th, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka nilaiEtol seperti tertera pada Tabel 1. disarankan untuk menjadi pedoman penetapan nilai Etoltanah-tanah di Indonesia.

Tabel 1. Pedoman Penetapan NilaiEtoluntuk tanah-tanah di Indonesia.

Sifat Tanah dan Substratum NilaiEtol

(mm/th)

Tanah sangat dangkal di atas batuan 0,0

Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak

terkonsolidasi) 0,4

Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0,8

Tanah dengan kedalam sedang di atas bahan telah melapuk 1,2 Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas

substrata yang telah melapuk 1,4

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di

atas substrata telah melapuk 1,6

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas sedang,

di atas substrata telah melapuk 2,0

Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel sedang, di

atas substrata telah melapuk 2,5

Catatan: mm x Berat isi x 10 ton/ha/th

Berat isi tanah berkisar antara 0,8 sampai 1,6 g/cm3 akan tetapi pada umumnya tanah-tanah berkadar liat tinggi mempunyai berat isi antara 1,0 sampai 1,2 g/cm3

Sumber : Thompson (1957, dalam Arsyad, 2010)

Dalam penelitian ini, erosi yang dapat ditoleransi (Etol) dihitung berdasarkan persamaan yang dikemukakan oleh Wood dan Dent (1983, dalam Banuwa, 2008) yang memperhitungkan kedalaman minimum tanah, laju pembentukan tanah, kedalaman ekuivalen (equivalent depth), dan umur guna tanah (resources life). Adapun persamaannya adalah sebagai berikut :

(18)

Keterangan :

De = kedalaman ekuivalen

= kedalaman efektif tanah (mm) x faktor kedalaman tanah Dmin = kedalaman tanah minimum (mm)

UGT = umur guna tanah (th)

LPT = laju pembentukan tanah (mm/th)

Analisis Agroteknologi

Pemilihan agroteknologi untuk setiap satuan penggunaan lahan dilakukan berdasarkan erosi yang diprediksi dengan menggunakan model USLE (Wischmeier dan Smith (1978).

Pemilihan agroteknologi ditetapkan berdasarkan kriteria yang digunakan untuk menetapkan nilai CP maksimum yang dijadikan alternatif agroteknologi adalah nilai CP yang mengakibatkan erosi lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi. Kriteria tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

A≤Etolatau RKLSCP≤Etol

CP≤

RKLS Etol

atau CP≤ CPmax

D. Metode Konservasi Tanah dan Air

(19)

1. Metode Konservasi Secara Fisik/Mekanis

Pada dasarnya konservasi secara fisik bertujuan untuk menghambat laju aliran air, mengurangi daya rusak butir-butir hujan, serta menampung sejumlah volume air pada saat tertentu.

Untuk menghambat laju aliran air, dapat dilakukan dengan membangun penghambat seperti bendung, teras, serta membuat saluran air yang memotong arah lereng (sejajar dengan garis kontur). Pada saluran air juga biasanya dibuat terjunan, yang berfungsi untuk memecah energi aliran air. Untuk mengurangi daya rusak (tumbuk) air hujan, misalnya dengan menutup permukaan tanah dengan bahan-bahan tertentu seperti aspal, semen, plastik, serasah dan bahan lainnya.

Secara umum metode konservasi secara fisik digambarkan adalah dengan membuat bangunan fisik, baik yang menggunakan bahan bahan alami maupun buatan (batu, kayu, bambu, pasir, beton, plastik, serasah, dan lain lain). Tujuan menggunakan metode ini antara lain untuk menghambat laju kecepatan air, menampung kelebihan air pada saat hujan (misalnya waduk, embung), kemudian mendistribusikannya kembali pada saat dibutuhkan. Penampungan air hujan biasanya berbentuk embung, parit, waduk, petakan sawah, biopori, atau bentuk penampungan lain, baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah.

(20)

Metode konservasi tanah secara biologis bertujuan untuk mengurangi daya rusak butir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, serta memperbaiki struktur dan ruang pori tanah.

Ada beberapa metode yang sering digunakan antara lain: menanam tanaman penutup tanah, umumnya menggunakan jenis leguminosa (Peuraria javanica dan Calopogonium pubescens) terutama pada perkebunan kelapa sawit, karet, dan kelapa.

Khususnya pada lahan yang berlereng curam atau tepian sungai, biasaya dilakukan dengan penanaman bambo (Bambusa bamboo), Pisang (Musa paradisiaca), serta tanaman keras lainnya seperti Durian, Tangkil, Petai, Nangka, Damar, Mangga, Manggis, Duku, Rambutan, Mahoni, dan lain lain.

Penanaman tanaman perdu seperti Kopi, Cokelat dan Tebu akan lebih bermanfaat bagi konservasi tanah apabila ditanami juga dengan tanaman pelindung seperti Dadap, Kapuk Randu, dan lain lain.

3. Metode Konservasi Secara Kimiawi

Metode konservasi secara kimiawi bertujuan untuk membentuk tanah agar lebih kompak, sehingga tidak mudah hancur karena pukuan air hujan. Bahan yang digunakan biasanya disebut soil conditioner. Penggunaan metode ini sangat jarang, karena memerlukan biaya yang mahal serta residu yang ditimbulkan belum tentu ramah lingkungan.

(21)

Karbon merupakan penyusun bahan organik. Oleh karena itu peredarannya selama pelapukan jaringan tanaman sangat penting. Sebagian besar energi yang diperlukan oleh flora dan fauna tanah berasal dari oksidasi karbon. Akibat dari hal tersebut maka CO2 terus menerus dibentuk. Berbagai perubahan yang terjadi dan menyertai reaksi karbon tersebut di dalam dan di luar tanah disebut peredaran karbon (Soepardi, 1983 dalam Sukmawati, 2006). Karbon masuk ke dalam tanah melalui fotosintesis, dengan mengubah CO2 atmosfer menjadi senyawa organik yang akhirnya masuk ke dalam tanah sebagai serasah tanaman, akar dan eksudat akar (Young, 1997, dalam Sukmawati, 2006).

Sukmawati (2006), menyatakan bahwa kandungan karbon organik tanah merupakan hasil bersih dari nilai masukan karbon dari fotosintesis dan karbon yang hilang. Kandungan bahan organik pada tanah aerob berkisar antara 0,5% atau kurang untuk tanah berpasir sampai 5% untuk permukaan mineral horizon pada tanah alami pada daerah beriklim sedang. Jumlah bahan organik menurun tajam dengan semakin dalamnya permukaan tanah. Pengolahan tanah biasanya menyebabkan kehilangan 1/3 sampai ½ bahan organik. Kandungan karbon organik pada tanah secara umum meningkat dengan semakin meningkatnya curah hujan dan dengan semakin menurunnya suhu. Suhu dingin meningkatkan kandungan karbon organik tanah dengan mengurangi nilai kehilangan karbon di dalam tanah (Bohn, dkk., 1979, dalam Sukmawati, 2006).

(22)

meningkatkan periode pertumbuhan aktif dan menghasilkan proporsi yang lebih besar karbon dalam tanah. Jumlah C organik dalam tanah dipengaruhi oleh jenis tanaman yang ada pada lahan tersebut. Pertanian dengan tanaman tahunan merupakan cara yang efektif untuk menjaga kandungan karbon tanah. Tingkat akumulasi karbon akan menurun berdasarkan waktu, sebagian penyerapan karbon terjadi melalui akar dan serasah tanaman (Widjaja, 2002, dalam Sukmawati, 2006).

Selanjutnya (Kloepper, 1993, dalam id.wikipedia.org/wiki/Karbon, 2012) menyatakan bahwa berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah, yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.

(23)

Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Marpaung, 2009).

Masalah karbon dan pemanasan global tidak bisa dipisahkan. Karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) dan termasuk dalam kelompok gas rumah kaca utama (CO2, CH4, N2O5). Menurut Hairiah (2007, dalam Banuwa dan Buchari, 2010), tiga jenis gas tersebut akhir-akhir ini konsentrasinya di atmosfer terus meningkat hingga dua kali lipat.

Selanjutnya Banuwa dan Buchari (2010), melaporkan bahwa jumlah karbon tersimpan pada setiap penggunaan lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman, kerapatan tumbuhan, jenis tanah, cara pengelolaan, dan lain-lain.

(24)

intensive tillage. Pada kedalaman 10–20 cm, pemberian N 200 kg/ha, menyebabkan karbon organik tanah 20,3% dan 25,8% lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian N 0 kg/ha dan N 100 kg/ha.

Adalah sangat strategis dan wajar bagi Indonesia yang telah mengesahkan Konvensi Perubahan Iklim, yang menunjukkan kepedulian Indonesia terhadap masalah global tanpa harus mengorbankan kepentingan nasional, melalui pengesahan Protokol Kyoto (Murdiyarso, 2003). Selanjutnya dinyatakan bahwa untuk mencapai target penurunan emisi gas CO2,negara-negara industri dapat melakukannya secara domestik yang akan memakan biaya yang tinggi. Alternatifnya adalah mereka akan ke pasar karbon global di luar negeri melalui proyek-proyek investasi baru di berbagai sektor dengan menggunakan mekanisme Kyoto (JI, ET dan CDM).

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2001, dalam Murdiyarso, 2003), permintaan pasar karbon global adalah sekitar 800 juta ton CO2/th, 125 juta ton diantaranya dapat dilakukan melalui CDM. Harga karbon di pasar global tersebut sekitar USD 8/ton CO2. Sedangkan Belanda menawarkan harga Euro 5,5/ton CO2 melalui program CERUPT. Selanjutnya dinyatakan bahwa Bank Dunia telah memfasilitasi pembeli dan penjual karbon melalui skema Portfolio Carbon Fund, Community Development Carbon Fund,danBio Carbon Fund(Murdiyarso, 2003).

(25)

Tanah yang tererosi diangkut oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air melambat atau berhenti, baik di dalam sungai, saluran-saluran irigasi, waduk, danau dan muara sungai. Endapan tersebut akan menyebabkan sungai, waduk, saluran-saluran irigasi dan sebagainya mendangkal. Unsur usur hara dan bahan organik yang terbawa dalam peristiwa erosi dan kemudian diendapkan di dalam waduk dan danau akan mengakibatkan terjadinya eutrofikasi yaitu proses pengkayaan yang dipercepat badan-badan air dengan unsur hara, yang akan mempercepat pertumbuhan vegetatif berbagai jenis mikroba dan tumbuhan air (Arsyad, 2010).

Selanjutnya, Arsyad (2010), menyatakan bahwa tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi secara umum disebut sedimen. Sebagian saja dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke dalam sungai dan terbawa keluar daerah tampung atau daerah aliran sungai. Nisbah sedimen yang betul-betul terbawa oleh sungai dari dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi daerah tersebut, disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS).

Menurut Asdak (2002), hasil sedimen per satuan luas dapat dihitung dengan rumus berikut:

Y = E (NPS) Ws Dimana:

Y = hasil sedimen per satuan luas E = erosi total

(26)

Menurut Arsyad (2010), NPS merupakan fungsi luas daerah aliran. Nilai NPS mendekati satu berarti semua tanah yang tererosi masuk ke dalam sungai. NPS untuk beberapa luas daerah aliran disajikan pada Tabel 2. berikut:

Tabel 2. Pengaruh luas daerah aliran sungai terhadap Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS)

Luas Daerah Aliran Sungai (km2) Nisbah Pelepasan Sedimen (%)

0,1 53,0

(27)

Satuan lahan adalah bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang spesifik. Peta satuan lahan dibuat dan dipetakan melalui survey sumberdaya alam, dan dijadikan sebagai dasar untuk evaluasi lahan (Dent dan Young, 1981). Selanjutnya dinyatakan oleh Dent dan Young (1981), bahwa istilah satuan lahan (land units), tidak memiliki definisi yang baku. Namun demikian evaluasi lahan akan lebih mudah dilakukan apabila satuan lahan didefinisikan atas kriteria kriteria karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan (FAO, 1973). Pembuatan peta satuan lahan dapat menggunakan pendekatan geomorfologi, yaitu dengan memperhatikan kemiringan lereng, bentuk lahan, tanah dan penggunaan lahan (Tim Asisten, 2010). Satuan lahan digunakan untuk satu paket pengelolaan.

Lereng atau kondisi topografi suatu wilayah merupakan hal yang penting dalam pembuatan peta satuan lahan. Kemiringan lereng dapat dihitung dari peta topografi. Besarnya indek panjang dan kemiringan lereng dapat ditentukan dengan cara menghitung kerapatan garis kontur per satuan panjang.

(28)

Faktor iklim dan organisme yang merupakan proses geomorfologi pada satuan bentuk lahan tercermin pada proses pembentukan tanah. Proses geomorflogi merupakan hasil interaksi yang kompleks antara ikliim, organisme, batuan serta relief. Pemahaman yang komprehensif mengenai satuan tanah akan menggambarkan persebaran lahan yang ada di suatu daerah.

Dalam konteks tulisan ini, unit lahan adalah sebidang lahan yang secara ekologi homogen pada skala tingkat yang bersangkutan. Tanah istilah, ekologi, homogen dan skala tingkat dan juga konsep holisme layak penjelasan.

Dengan demikian unit tanah sering digunakan oleh ahli ekologi lanskap dan ilmuwan terkait untuk tiga tujuan:

1. Sebagai konsep sentral dalam hipotesis ekologi lansekap 2. Sebagai alat pemetaan.

(29)

III. METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di laboratoium lapang terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Jalan Sumantri Brojonegoro No. 1 Gedung Meneng Bandar Lampung.

Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive), mengingat laboratoium lapang terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung merupakan tempat civitas akademika Unila melakukan berbagai penelitian, percobaan, praktik serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan dan pengabdian masyarakat. Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara 526.650 mT dan 9.406.450 mU sampai – 527.200 mT dan 9.406.850 mU (Koordinat UTM) atau 5O 22’11.38” LS dan 105O14’25.96” BT sampai 5O21’58.35” LS dan 105O14’43.83” BT. Ketinggian tempat antara 110 – 130 m dpl. (The Worldwide Coordinate Converter, 2012).

B. Bahan dan Alat Penelitian

(30)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Seperangkat peralatan survey seperti peta kerja, Global Positioning System (GPS),clinometer, munsell soil color chart, pisau pandu tanah, meteran, kompas, bor tanah, ring sample, kantong plastik, dan kamera. Alat-alat lain adalah peralatan laboratorium, alat tulis kantor (ATK), dan seperangkat personal komputer lengkap.

C. Jenis dan sumber data

Data yang dihimpun dalam penelitian ini berasal dari data primer dan sekunder yang meliputi data biofisik. Data sekunder berupa peta-peta yang akan digunakan untuk membuat satuan lahan. Dari data satuan lahan yang ada kemudian ditetapkan lokasi pengambilan sampel tanah yang dianggap mewakili masing-masing satuan lahan. Sampel tanah diambil dari lokasi pada 9 titik, sampel tanah utuh 5 titik sampel dengan kedalaman 0 – 20 cm dan 20 – 40 cm, dan contoh tanah komposit diambil dari 5 titik sampel.

Data biofisik yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data vegetasi dan bangunan permanen dan semi permanen, data tanah dan iklim yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik biofisik laboratorium lapang terpadu FP Unila. Data tanah dan iklim digunakan untuk prediksi erosi, dan penentuan agroteknologi. Data tanah yang diperlukan meliputi data sifat-sifat fisik dan kimia tanah.

(31)

D. Penetapan Satuan Lahan

Satuan lahan ditetapkan berdasarkan sifat-sifat atau karakteristik lahan yang homogen. Sebagai faktor pembeda adalah:

• jenis tanah, • penutupan lahan,

• iklim dalam hal ini curah hujan, dan • kemiringan lereng.

Karena jenis tanah relatif homogen untuk seluruh wilayah penelitian, demikian pula curah hujan, oleh karena itu faktor kemiringan lereng dan penutupan lahan merupakan faktor pembeda dalam penetapan satuan lahan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Tanah

(32)

tanah komposit diambil dari 5 (lima) titik pengamatan, dengan 3 (tiga) profil tanah dan 2 (dua) titik pengeboran.

Vegetasi

Data vegetasi diperoleh dari hasil pengamatan lapang. Data vegetasi yang diperlukan antara lain: jenis vegetasi, perkiraan jumlah, perkiraan luas tutupan, serta penyebaran di lokasi penelitian secara visual.

Curah Hujan

(33)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian (1). Kondisi Geografi

Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara 526.650 mT dan 9.406.450 mU sampai –527.200 mT dan 9.406.850 mU (Koordinat UTM) atau 5O22’

11.38” LS dan 105O 14’ 25.96” BT sampai 5O 21’ 58.35” LS dan 105O 14’

43.83” BT. Ketinggian tempat antara 110 – 130 m dpl. (The Worldwide

Coordinate Converter, 2012). Secara administratif, lokasi penelitian terletak di Kelurahan Gedong Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung. Batas-batas lokasi penelitian dikelilingi dengan pagar tembok (Utara, Barat dan Timur), dan pagar kawat berduri (Selatan). Di sebelah Barat lokasi

terletak Masjid Al Wasi’i di Jl. Sumantri Brojonegoro, sebelah Utara terdapat

(34)

Jalan masuk utama dari sisi selatan serta jalan alternatif dari sisi utara (Jurusan Peternakan FP Unila). Sepanjang batas lahan telah dibuat jalan inspeksi dengan lebar lebih kurang 1,50 m dan diperkeras dengan paving blok.

Di bagian selatan, terdapat beberapa bangunan antara lain kantor, kandang ternak, rumah kaca, rumah pengawas/karyawan, serta tower penampung dan penyimpanan air bersih untuk keperluan domestik, ternak maupun untuk menyiram tanaman.

Bagian terendah terletak di tengah-tengah lokasi, dan aliran air dari arah barat menuju ke arah timur. Pada saat penelitian dilakukan, di bagian timur terdapat beberapa kolam/lebung, yang berfungsi sebagai penampung dan penyimpanan air limpasan sekaligus dimanfaatkan sebagai tempat pemeliharaan ikan.

(35)

(2). Kelas Lereng

Berdasarkan pengukuran pada peta topografi skala 1 : 500 (Gambar 3) diperoleh 5 (lima) kelas lereng yang teridiri dari datar ( 0–3 %), landai ( 3–8 %), bergelombang (8 –15 %), berbukit (15–30 %), dan agak curam (30 –45 %). Data luas masing-masing kelas lereng disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelas lereng dan luas lereng laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila

No Kemiringan (%)

Kelas Luas (ha) Persentase (%)

1 0 - 3 Datar 0,737 10,87

2 3 - 8 Landai 0,245 3,60

3 8 - 15 Bergelombang 3,744 50,37

4 15 - 30 Berbukit 1,708 29,98

5 30 - 45 Agak Curam 0,351 5,17

Total 6,784 100,00

(36)

Dari Tabel 3. di atas, sebagian besar lahan laboratorium lapang terpadu FP Unila adalah bergelombang, dengan kemiringan lereng 8 – 15 % (50,37 %), dan berbukit dengan kemiringan 15–30 % (29,98 %). Hanya 5,17 % dari luas lahan merupakan lahan yang agak curam dengan kemiringan lereng 30–45 %. Bagian Timur laboratorium lapang terpadu FP Unila didominasi oleh lereng datar hingga landai, bagian utara dan selatan dengan lereng yang bergelombang, sedangkan bagian yang berbukit terdapat di bagian barat dan selatan bagian tengah. Peta kelas lereng disajikan pada Gambar 1.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan laboratorium lapang terpadu FP Unila didominasi oleh lereng yang bergelombang (kemiringan 8–15 %) dan hanya sebagian kecil yang berlereng agak curam (kemiringan 30–

45 %). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, bahwa lereng dengan kemiringan 8 – 15 % mencapai luas areal 65 % dan lereng agak curam hanya sekitar 6 %.

(37)
(38)

(3). Curah Hujan

(39)

Gambar 2. Hujan Maksimum Harian, Curah Hujan Bulanan dan Jumlah Hari

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

2006

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

2006

(40)

Faktor iklim yang sangat menentukan terjadinya erosi adalah curah hujan. Curah hujan yang tinggi dengan durasi yang cukup lama akan meningkatkan daya rusak air hujan terhadap tanah serta meningkatkan daya angkut butir-butir tanah melalui aliran permukaan. Curah hujan rata-rata tahunan selama enam tahun terakhir mencapai 2.156 mm dengan jumlah hari hujan 13 hari dalam sebulan. Jumlah hujan harian maksimum rata-rata selama enam tahun terakhir mencapai 82 mm yang terjadi pada bulan Desember.

Ketiga komponen curah hujan tersebut sangat menentukan erosivitas hujan (kemampuan air hujan untuk menyebabkan erosi).

(4). Tanah

a. Kesuburan Tanah

Dari hasil penelitian Banuwa, Syam dan Wiharso (2011), status kesuburan tanah laboratorium lapang terpadu FP Unila tergolong rendah, dengan pH 5,12–5,63, kandungan Nitrogen total antara 0,310

– 0,469 % (tergolong sedang), kandungan Phosphat antara 5,301 –

(41)

b. Sifat Fisik Tanah

Dari hasil survey dan analisis laboratorium, laboratorium lapang terpadu FP Unila dapat diklasifikasikan dalam kelompok tanah Ultisoldengan bahan induk batuan beku/vulkanik. Kedalaman efektif tanah berkisar antara 72 cm – 136 cm. Muka air tanah lebih dari 72 cm, kecuali pada titik pengamatan B5 (hanya 8 cm). Secara umum, lokasi penelitian memiliki drainase yang baik. Data profil tanah hasil survey disajikan pada Lampiran 13.

Dari semua sampel tanah, tipe struktur tanah adalah tipe 4 (gumpal, lempeng, dan pejal: blocky, platy, and massive). Kelas permeabilitas sedang (moderate) dan sedang sampai lambat (moderate to slow). Kelas permeabilitas termasuk kelas 3 dan kelas 4 (Lampiran 2).

Kadar C-organik tanah di lokasi penelitian berkisar antara 1,51 hingga 1,96 %. Bobot isi berkisar antara 1,13–1,21 gram/cc.

(42)

Secara umum tanah di lokasi penelitian tergolong lekat dengan plastisitas tergolong plastis sesuai dengan tekstur tanah yang banyak mengandung liat. Tanah-tanah yang mengandung liat ini sedikit agak padat, akan tetapi kemampuan tanah untuk menahan air masih cukup tinggi.

Pada daerah lembah di bagian tengah daerah penelitian masih terdapat genangan air yang mengakibatkan drainase agak buruk. Tanah-tanah pada daerah genangan ini umumnya berwarna kelabu, sedangkan pada bagian lainnya drainase tergolong baik dengan ditandai warna tanah yang cerah dan homogen.

Kedalaman tanah secara umum tergolong dalam (lebih dari 72 cm), sehingga akar-akar tumbuhan masih dapat berkembang dengan baik. Bobot isi tanah di daerah penelitian tidak terlalu bervariasi yaitu antara 1,13 –1,21 g/cc. Ruang pori total hasil analisis adalah berkisar antara 54,34 –57,36 %. Permeabilitas tanah lapisan atas antara 4,10 –

11,53 cm per jam, yang tergolong lambat sampai sedang dan sedang. Sedangkan untuk lapisan bawah berkisar antara 0,77 – 6,73 cm/jam, yang tergolong lambat sampai sedang.

(5). Penggunaan Lahan

(43)

penelitian dan prakrik berbagai jenis tanaman semusim seperti jagung, kacang tanah, kacang panjang, tanaman kehutanan, bayam, kangkung darat, dan lain-lain. Pada bagian barat merupakan kebun campuran yang tidak terlalu rapat dan terdapat berbagai tanaman seperti pisang, kakau, tangkil, kelapa, enau, bambu, sonokeling, pepaya, dan lain lain. Pada bagian tenggara terdapat beberapa pohon kelapa sawit dan terdapat guludan serta teras tradisional. Di bagian selatan yang merupakan jalan masuk utama, terdapat beberapa bangunan permanen dan semi permanen, kandang ternak, rumah kaca, kantor, tempat tinggal penjaga, tower, dan lain lain.

Di sepanjang pagar batas laboratorium lapang terpadu FP Unila dilengkapi dengan jalan inspeksi yang menggunakan paving block dengan lebar lebih kurang 150 cm. Sekitar halaman kantor juga ditutupi olehpaving block.

2. Satuan Lahan

(44)

Tabel 4. Satuan lahan laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila No Satuan Kemiringan

Penggunaan Lahan/Vegetasi Luas Jenis

Urut Lahan lereng (ha) (%) Tanah

1 1 0 - 3 % Talas dan rumput-rumputan,

genangan/kolam 0,737 10,87% Ultisol

2 2 3 - 8 % Alang alang dan semak

belukar 0,245 3,60% Ultisol

3 3 8 - 15 % Padang rumput dan kebun

campuran, jengkol, dll 3,417 50,37% Ultisol 4 4 15 -30 % Kebun campuran, jagung,

kacang-kacangan 2,034 29,98% Ultisol

5 5 30 - 45 % Kebun campuran, bambu,

cokelat, pisang, dll 0,351 5,17% Ultisol

Jumlah 6,784 100,00%

Sumber: Hasil pengukuran peta topografi dan pengamatan lapangan

(45)

3. Evaluasi Erosi

Perkiraan erosi menggunakan persamaan USLE yaitu: A = R K L S C P

Dimana:

A = banyaknya tanah yang tererosi (ton/ha/th) R = faktor indeks (erosivitas) hujan

K = faktor erodibilitas tanah L = faktor panjang lereng S = faktor kecuraman lereng

C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah

3.1.Faktor Erosivitas hujan (R)

Erosivitas hujan (R) merupakan penjumlahan dari Indeks erosivitas hujan bulanan (EI30) selama 12 bulan. Nilai EI30 dihitung dengan persamaan Bols (1978): Desember yaitu sebesar 350 dan terendah pada bulan Agustus sebesar 71.

3.2.Faktor Erodibilitas Tanah (K)

(46)

nilai K bervariasi antara 0,151 – 0,196. Nilai K tersebut termasuk klasifikasi rendah berdasarkan penilaian seperti pada Tabel Lampiran 10.

3.3. Faktor Kemiringan dan panjang lereng (LS)

Faktor LS ditentukan oleh kemiringan lereng dan panjang lereng. Karena kemiringan bervariasi dari 1 –45 % dan panjang lereng juga bervariasi dari 1 m hingga 165 m, maka diperoleh nilai LS yang beragam tergantung pada kelas lereng dan panjang lereng tersebut. Dari hasil perhitungan (Tabel Lampiran 8), nilai LS berkisar antara 0,077 hingga 4,717. Nilai LS untuk masing-masing satuan lahan disajikan pada Tabel 4.7.

3.4.Faktor Pengelolaan dan vegetasi (CP)

(47)
(48)

Tabel 5. Perhitungan nilai EI30dan R (Erosivitas Hujan)

BULAN Rain (cm) Days Maxp(cm) EI30

Jan 27,17 12,50 5,97 261,49

Sumber : Stasiun Klimatologi Masgar, Tegineneng (2012)

Gambar 4. Indeks Erosivitas Hujan Bulanan (EI30) di Lokasi penelitian

(49)

3.5. Perkiraan besarnya erosi

Perhitungan perkiraan besarnya erosi secara lengkap disajikan pada Tabel Lampiran 11. Sedangkan rekapitulasi perkiraan besarnya erosi pada masing-masing satuan lahan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rekapitulasi perkiraan besarnya erosi setiap satuan lahan pada laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila

4 4 15 -30 % 2.236 0,176 4,227 0,500 831,67 46,144 36,05

5 5 30 - 45 % 2.236 0,181 4,717 0,200 381,84 50,251 37,99

Keterangan : IBE = Indek Bahaya Erosi =RKLS/Etol

Erosi terbesar adalah pada satuan lahan 4 dengan luas 2,034 ha maka erosi diperkirakan sebesar 831,67 ton/ha/th. Berikutnya adalah satuan lahan 5 dengan luas 0,351 ha, perkiraan erosi yang terjadi adalah 381,84 ton/ha/th. Satuan lahan 2 diprediksi paling sedikit mengalami erosi, diikuti dengan satuan lahan 3, masing masing 8,88 dan 100,30 ton/ha/th.

Indek Bahaya Erosi untuk satuan lahan 2 tergolong rendah (IBE < 1,0), sedangkan untuk satuan lahan 3,4 dan 5 diklasifikasikan sangat tinggi (IBE > 10,01) (Hammer, 1981, dalam Arsyad, 2010).

4. Erosi yang masih dapat ditoleransi

(50)

kedalaman minimum tanah, laju pembentukan tanah, kedalaman ekuivalen (equivalent depth), dan umur guna tanah (resources life). Perhitungan nilaiEtol secara lengkap disajikan pada Tabel Lampiran 12. Laju pembentukan tanah yang digunakan adalah 2 mm/th dengan umur guna tanah (UGT) sebesar 400 tahun (Arsyad, 2010), faktor kedalaman tanah sebesar 0,8 dengan kedalaman efektif tanah yang bervariasi antara 720 mm hingga 1200 mm.

Nilai Etol berkisar antara 33,67 ton/ha/th (satuan lahan 2) sampai dengan 37,99 ton/ha/th (satuan lahan 5). Besarnya nilai Etol pada masing-masing satuan lahan disajikan pada Tabel 6. Nilai Etol diperoleh dengan mempertimbangkan laju pembentukan tanah sebesar 2 mm pertahun dengan Umur Guna Tanah 400 tahun. Dengan asumsi bahwa selama 400 tahun tersebut fungsi laboratorim lapang lerpadu FP Unila masih berfungsi dengan baik. Karena laju erosi jauh di atas nilai erosi yang masih bisa ditoleransi maka perlu upaya yang serius untuk menekan laju erosi pada masing-masing satuan lahan terutama dengan melakukan upaya pengelolaan yang konservatif sehingga nilai CP bisa ditekan seminimal mungkin. Upaya lain yang bisa dilakukan adalah dengan memperpendek nilai panjang lereng (X) dengan cara pembuatan teras maupun guludan pada lokasi-lokasi tertentu.

5. Kandungan Karbon organik tanah

(51)

Tabel 7. Kandungan karbon organik tanah pada lapisan atas

Satuan Lahan Kedalaman (cm) C-Organik (%)

1 0 - 20 1,51

2 0–20 1,96

3 0–20 1,75

4 0–20 1,79

5 0–20 1,70

Sumber: Hasil analisis Laboratorium Ilmu Tanah FP Unila (2012)

(52)

6. Analisis Agroteknologi

Pemilihan agroteknologi ditetapkan berdasarkan kriteria yang digunakan untuk menetapkan nilai CP maksimum yang dijadikan alternatif agroteknologi adalah nilai CP yang mengakibatkan erosi lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi. Hasil perhitungan nilai CP maksimum untuk masing-masing satuan lahan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Perhitungan nilai CP untuk pengelolaan lahan laboratorium lapang terpadu Unila

2 2 2.236 0,172 0,077 33,67 0,300 1,000 Tidak

3 3 2.236 0,181 1,239 35,83 0,200 0,071 Ya

4 4 2.236 0,176 4,227 36,05 0,500 0,022 Ya

5 5 2.236 0,181 4,717 37,99 0,200 0,020 Ya

Keterangan: Hasil analisis dan perhitungan, CP = nilai CP aktual, CPmax= nilai CP maksimum agar erosi < Etol, Tindakan konservasi = memerlukan tindakan (CP>CPmax) atau tidak memerlukan (CP≤ CPmax).

7. Sedimen dan Sedimentasi

(53)

Tabel 9. Perhitungan jumlah sedimen akibat erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila.

Satuan erosi Luas NPS Sedimen N P2O5 K-dd

lahan t/ha/th (ha) (%) t/th (%) kg/th (ppm) kg/th (mg/100g) kg/th Tanpa agroteknologi

1 - 0,737 53,0 - 0,469 - 7,306 - 0,230

-2 8,88 0,245 53,0 1,15 0,354 4 8,573 0,01 0,760 0,01

3 100,29 3,417 53,0 181,62 0,381 692 6,646 1,21 0,294 0,53 4 831,74 2,034 53,0 896,63 0,389 3.488 5,866 5,26 0,714 6,40

5 381,81 0,351 53,0 71,03 0,434 308 5,910 0,42 0,577 0,41

Total 6,784 1.150,43 4.492 6,90 7,35

Dengan Agroteknologi

1 - 0,737 53,0 - 0,469 - 7,306 - 0,230

-2 8,88 0,245 53,0 1,15 0,354 4 8,573 0,01 0,760 0,01

3 8,52 3,417 53,0 15,44 0,381 59 6,646 0,10 0,294 0,05

4 6,32 2,034 53,0 6,81 0,389 27 5,866 0,04 0,714 0,05

5 11,45 0,351 53,0 2,13 0,434 9 5,910 0,01 0,577 0,01

Total 6,784 25,53 99 0,17 0,12

Keterangan : NPS=nisbah pelepasan sedimen, Ns= total N dalam sedimen, P2O5= P2O5dalam sedimen, K-dd = Kalium dapat ditukar dalam sedimen

(54)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

a. Erosi aktual tanpa tindakan konservasi tanah dan air: satuan lahan 2 adalah 8,88 ton/ha/th, satuan lahan 3 adalah 100,29 ton/ha/th, satuan lahan 4 sebesar 831,74 ton/ha/th, dan satuan lahan 5 sebesar 381,81 ton/ha/th.

b. Agroteknologi untuk satuan lahan 3 adalah P1C2 (teras bangku sempurna dan tegalan tidak di despesifikasi), P1C6 (teras bangku sempurna dan perladangan), dan P2C1 (teras tradisional dan padang rumput bagus). Dengan agroteknologi P0 (teras bangku tanpa tanaman), erosi sudah berada di bawah nilai erosi yang masih dapat ditoleransi.

c. Agoteknologi untuk satuan lahan 4 adalah P1C1 (teras bangku sempurna dan padang rumput bagus), P1C2 (teras bangku sempurna dan tegalan tidak di desifikasi), dan P2C1 (teras tradisional dan padang rumput bagus).

d. Agroteknologi untuk satuan lahan 5 adalah P1C3 (teras bangku sempurna dan kebun campuran dengan kerapatan tinggi) dan P1C4 (teras bangku sempurna dan kebun campuran dengan kerapatan sedang).

(55)

(P2C1); pada satuan lahan 4 menjadi 2,66 ton/ha/th (P1C1), 6,65 ton/ha/th (P1C2), 13,31 ton/ha/th (P1C5), dan 26,62 ton/ha/th (P2C1);, dan satuan lahan 5 menjadi 7,64 ton/ha/th (P1C3), dan 15,27 ton/ha/th (P1C4).

f. Erosi juga menyebabkan kehilangan karbon organik dalam tanah sebesar 38,6 ton/th atau sebesar 15,32 % dari total karbon organik tersimpan dalam tanah di laboratorium lapang terpadu FP Unila, dengan kehilangan terbesar terjadi pada satuan lahan 4 yaitu sebesar 30,28 ton/th. Dengan agroteknologi, kehilangan karbon organik dapat ditekan menjadi 0,85 ton/th atau sebesar 0,34 % dari total karbon organik tersimpan dalam tanah di laboratorium lapang terpadu FP Unila.

g. Kehilangan unsur hara makro akibat erosi pada satuan lahan 3, 4 dan 5 berturut-turut mencapai Rp. 2.560.176/ha/th, Rp. 21.678.136/ha/th, dan Rp. 11.095.073/ha/th tanpa agroteknologi. Dengan agroteknologi maka kerugian dapat ditekan menjadi Rp. 217.615/ha/th, Rp. 164.754/ha/th, dan Rp. 332.852/ha/th.

B. SARAN

a. Tindakan konservasi tanah dan air untuk satuan lahan 3 adalah dengan pembuatan teras bangku sempurna. Teras bangku sempurna dapat dikombinasikan dengan perladangan atau tegalan yang ditanami dengan tanaman semusim.

(56)
(57)

EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

(Tesis)

Oleh

ISKANDAR ZULKARNAIN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(58)

ABSTRACT

EROSION EVALUATION OF INTEGRATED FIELD LABORATORY FACULTY OF AGRICULTURE UNIVERSITY OF LAMPUNG

IN LAND UNITS APPROACH

By

ISKANDAR ZULKARNAIN

FP Unila unified field laboratory is required to support Unila Vision and Mission and Vision of the Faculty of Agriculture Unila. Aside from being a supporter of the PBM (the learning process) and research, can also be used as a showcase (show window). This study aims to evaluate the erosion of the unified field laboratory FP Unila and studying alternative approach to land management with land units.

The method used is a survey method that consists of the preparation phase, a preliminary survey, primary survey, soil analysis in the laboratory, and data analysis. Evaluation of erosion using the Universal Soil Loss Equation (USLE). The experiment was conducted from April 2012 until May 2012 located at Integrated Field Laboratory the Faculty of Agriculture Unila.

The results showed that the erosion of the land unit 2 is still well below the tolerable erosion. Erosion on the land units 3 slope 8-15% by using a mixture of garden soil and pasture that is 100.29 t / ha / yr. Erosion on land units 4 and 5 respectively of 831.74 t / ha / yr and 381.81 t / ha / yr. Erosion on land units 3,4, and 5 have exceeded the value of erosion that can still be tolerated and require agrotechnology.

Agrotechnology for land units 3 is P0 (patio bench without plants) or a combination of bench terraces and swidden (P1C6). Land units 4 with the perfect combination of bench terraces and not in the specified moor (P1C2), or patio bench is perfect and good pasture (P1C1). 5 land units with a combination of bench terraces and a high density of annual plants (P1C3) or with an annual plant density is (P1C4).

Agrotechnologi applied in addition to suppress erosion, will also suppress the loss of C-organic, macro nutrients (N, P and K), and enhance the aesthetic value of integrated FP Unila field laboratory. Loss of organic C can be reduced to 80.51%, 96.80% and 95.99% respectively in land units 3, 4, and 5 with the agrotechnology. Losses due to loss of elements N, P and K can be reduced to 91.50%, 99.24% and 97.00% on each land unit 3, 4, and 5.

(59)

ABSTRAK

Laboratorium lapang terpadu FP Unila sangat diperlukan untuk mendukung Visi Unila maupun Visi dan Misi Fakultas Pertanian Unila. Selain sebagai pendukung PBM (proses belajar mengajar) dan penelitian, juga dapat dijadikan sebagai etalase (show window). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila serta mempelajari alternatif pengelolaan lahan dengan pendekatan satuan lahan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey yang terdiri dari tahap persiapan, survey pendahuluan, survey utama, analisis tanah di laboratorium, dan analisis data. Evaluasi erosi menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Penelitian dilaksanakan mulai April 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Unila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa erosi pada satuan lahan 2 masih berada di bawah nilai erosi yang masih dapat ditoleransi. Erosi pada satuan lahan 3 dengan lereng 8

– 15 % dengan penggunaan lahan kebun campuran dan padang rumput yaitu 100,29 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 4 dan 5 masing-masing sebesar 831,74 t/ha/th dan 381,81 t/ha/th. Erosi pada satuan lahan 3,4, dan 5 telah melampaui nilai erosi yang masih bisa ditoleransi dan memerlukan agroteknologi.

Agroteknologi untuk satuan lahan 3 adalah P0 (teras bangku tanpa tanaman) atau kombinasi teras bangku dan perladangan (P1C6). Satuan lahan 4 dengan kombinasi teras bangku sempurna dan tegalan tidak di dispesifikasi (P1C2), atau teras bangku sempurna dan padang rumput bagus (P1C1). Satuan lahan 5 dengan kombinasi teras bangku dan tanaman tahunan kerapatan tinggi (P1C3) atau dengan tanaman tahunan kerapatan sedang (P1C4).

(60)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Tesis dengan Judul : “EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG

TERPADU AKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atas karya penulis lain dengan cara tidak sesuai dengan norma etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme

2. Hak intelektual atas karya ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung

Atas pernyataan ini apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya. Saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, Juli 2012 Pembuat Pernyataan,

(61)

EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

✁✂h

ISKANDAR ZULKARNAIN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana Universitas Lampung

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU LINGKUNGAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(62)

Judul Tesis : EVALUASI EROSI LABORATORIUM LAPANG TERPADU FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG MELALUI PENDEKATAN SATUAN LAHAN

Nama Mahasiswa : ISKANDAR ZULKARNAIN Nomor Pokok Mahasiswa : 1020011008

Program Studi : Magister Ilmu Lingkungan

Konsentrasi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

MENYETUJUI Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M. S. NIP: 19611020 198603 1 002 NIP 19550222 198403 1 003

MENGETAHUI

Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lampung

(63)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. ...

Sekretaris : Dr. Ir. Tamaluddin Syam, M. Sc. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si. ...

2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung

Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. NIP.19530528 198103 1 002

(64)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotaagung Kabupaten Tanggamus, pada Tanggal 4 September 1961. Anak pertama dari lima bersaudara Ibu Hj. Zubaidah dan ayah Al Munir Hs.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SDN 1 Kotaagung pada tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Kotaagung pada tahun 1976, dan Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMAN 1 Pringsewu pada tahun 1980. Pada tahun 1980 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Memperoleh ijazah Sarjana Muda Pertanian pada tahun 1983. Program Sarjana Pertanian diselesaikan pada tahun 1985.

Penulis diangkat menjadi dosen pada Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung pada tahun 1986 sampai sekarang.

(65)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmatNya maka Tesis ini bisa diselesaikan.

Tesis dengan judul “Evaluasi Erosi Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

Pertanian Universitas Lampung melalui Pendekatan Satuan Lahan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bpk. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung

2. Bpk. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3. Bpk. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Pembimbing utama penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini.

4. Bpk. Dr. Tamaluddin Syam, M.Sc., selaku Pembimbing kedua yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan tesis ini.

5. Bpk. Dr. Ir. Henrie Buchari, M.Si., selaku Penguji Utama dan Pembimbing Akademik penulis selama menjadi mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, dan sekaligus sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Lampung.

6. Seluruh Bpk dan Ibu Dosen Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Lampung yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. 7. Bpk. Dr. Ir. Sugeng Triyono, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Teknologi Pertanian FP

(66)

8. Bpk. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yang telah memberikan bantuan biaya pendidikan melalui program BPPS.

9. Bpk. Hi. Hamzah Fansuri, SE., MM., yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

10. Seluruh rekan-rekan mahasiswa MIL angkatan 2010, Palgunadi, Fery Amriyanto, Nur Prima, Dyah Ayu, Merza, Lindang, Natalina, dan Yovita yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti pendidikan di Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Pascasarjana Universitas Lampung.

11. Bpk. Ir. Sarno, MS., selaku Kepala Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Unila beserta staf; Warto, Sukiyo, dan Hardi.

12. Bpk. Warji, S.TP., MSc., selaku Kepala Laboratoium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Unila.

13. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan memberikan bantuan, dukungan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi tepat waktu.

Semoga apa yang telah dilakukan menjadi amal ibadah yang berguna bagi semua pihak, terutama bagi penulis dan keluarga.

Bandar Lampung, Juli 2012 Penulis,

(67)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta Kelas Lereng Laboratorium Lapang Terpadu FP Unila

... 35

2. Hujan Maksimum Harian, Curah Hujan Bulanan dan Jumlah Hari Hujan di Lokasi Penelitian

... 37 3. Peta Satuan Lahan Laboratorium Lapang Terpadu FP Unila

... 45

4. Indeks Erosivitas Hujan Bulanan (EI30) di Lokasi penelitian

(68)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang dan Masalah ... 1 B. Tujuan Penelitian ... 3 C. Erosi yang dapat ditoleransikan... 13 D. Metode Konservasi Tanah dan Air

...

(69)
(70)

DAFTAR ISI

(71)
(72)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Pedoman penetapan nilaiEtoluntuk tanah-tanah di Indonesia ... 15 2. Pengaruh luas daerah aliran sungai terhadap Nisbah Pelepasan Sedimen

(NPS) ... 24 3. Kelas dan luas lereng laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian

Universitas Lampung ... 33 4. Satuan lahan laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila

42 5. Perhitungan nilai EI30dan R (Erosivitas Hujan) ...

46 6. Rekapitulasi perkiraan besarnya erosi setiap satuan lahan pada

laboratorium lapang terpadu Fakultas Pertanian Unila ... 47 7. Kandungan karbon organik tanah pada lapisan atas ...

49 8. Perhitungan nilai CP untuk pengelolaan lahan laboratorium lapang

terpadu FP Unila ... 50 9. Perhitungan jumlah sedimen akibat erosi pada laboratorium lapang

terpadu FP Unila... 51 10. Alternatif tindakan konservasi laboratorium lapang terpadu FP Unila

55 11. Alternatif faktor tanaman yang digunakan untuk menekan erosi ...

55 12. Erosi pada satuan lahan 3 dengan kombinasi tindakan konservasi ...

57 13. Erosi pada satuan lahan 4 dengan kombinasi tindakan konservasi ...

58 14. Erosi pada satuan lahan 5 dengan kombinasi tindakan konservasi ...

(73)

16. Perkiraan kehilangan karbon organik tanpa agroteknologi ...

60 17. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi ...

60 18. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi pada

satuan lahan 3 ... 62 19. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi pada

satuan lahan 4. ... 63 20. Perkiraan kehilangan karbon organik dengan agroteknologi pada

satuan lahan 5 ... 63 21. Kehilangan unsur hara akibat erosi pada laboratorium lapang terpadu

FP Unila ... 64 22. Kerugian akibat kehilangan unsur hara oleh erosi pada laboratorium

(74)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Peta Kelas Lereng Laboratorium Lapang Terpadu FP Unila ... 35 2. Hujan Maksimum Harian, Curah Hujan Bulanan dan Jumlah Hari Hujan

(75)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Penilaian struktur tanah ... 74 2. Kode permeabilitas profil tanah ... 75 3. Nilai faktor C ... 76 4. Nilai faktor P dan CP ... 77 5. Data jumlah hujan bulanan stasiun Kemiling ...

78 6. Data jumlah hujan maksimum harian stasiun Kemiling ...

78 7. Data jumlah hari hujan stasiun Kemiling tahun 2006–2011 ...

78 8. Perhitungan nilai R (Erosivitas hujan) ...

79 9. Perhitungan nilai K (Erodibilitas tanah) ...

79 10. Klasifikasi nilai K ...

79 11. Tabel perhitungan erosi pada laboratorium lapang terpadu FP Unila ...

80 12. PerhitunganEtol ...

83 13. Deskripsi profil tanah laboratorium lapang terpadu FP Unila ...

85 14. Peta Topografi Laboratorium Lapang Terpadu FP Unila ...

93 15. Hubungan antara kecuraman lereng dengan lebar teras, jumlah teras,

dan persentase luas areal yang bisa ditanami, dengan jarak vertikal (VI)

Gambar

Tabel 1.  Pedoman Penetapan Nilai Etol untuk tanah-tanah di Indonesia.
Tabel 2.  Pengaruh luas daerah aliran sungai terhadap Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS)
Tabel 3.  Kelas lereng dan luas lereng laboratorium lapang terpadu FakultasPertanian Unila
Gambar 2. Hujan Maksimum Harian, Curah Hujan Bulanan dan Jumlah HariHujan di Lokasi Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis Nama Nomor Pokok Program Studi Dampak Pengelolaan Penerapan Sumberdaya Lombok Timur1. : Aris

[r]

Akan tetapi para ulama fiqih mendefinisikan Hadhanah yaitu melakukan pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan ataupun sudah besar

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kedisiplinan dan keaktifan belajar matematika siswa dengan menerapkan strategi Genius Learning pada siswa kelas VIIIC SMP

Optimasi penggunaan bahan baku dilakukan dengan pende- katan berencana menggunakan model programa De Novo yang me- rupakan model rancang bangun sistem yang optimal.. Programa

PEMERI NTAH KABUPATEN ACEH SELATAN UNI T LAYANAN PENGADAAN. BARANG DAN JASA

Dusun Parakanbadak Desa Mekarbuana memiliki potensi yang kuat dalam bidang pertanian dengan 53,826 Ha area persawahan sehingga dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman

Keberadaan media sosial dalam “personal gadget” jauh lebih intens mem bangun komunikasi yang berdampak pada penggunanya, sehingga pimpinan dan lembaga negara perlu