TERHADAP GAYA PENGASUHAN, PAPARAN MEDIA
DAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL REMAJA
DI KOTA BANDUNG
UKE HANI RASALWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Ekologi Pengasuhan Anak : Persepsi Remaja terhadap Gaya Pengasuhan, Paparan Media dan Perkembangan Psikososial Remaja di Kota Bandung adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Desember 2011
ABSTRACT
UKE HANI RASALWATI. Ecology of Child Parenting : Adolescents Perception toward Parenting Style, Media Exposure and Adolescents Psychosocial Development in Bandung. Advised by: EUIS SUNARTI, UJANG SUMARWAN, DJOKO SUSANTO, PANG S. ASNGARI and DIAH KRISNATUTI.
Adolescent psychosocial development could be enhanced or suppressed by environmental influence like peer friendships and activities away from the family. The ecological of parenting can help parents understand the role of family, school, peer group and community in adolescence development and socialization. Therefore, parents must gradually relinquish the kind of parental control exerted during childhood and must rely more on discussion and mutuality in establishing expectations for conduct. The objectives of the study are : 1) to analyze the differences of media exposure, parenting and adolescent psychosocial development based on characteristic of adolescent, family, school and peer group and 2) to assess the influence of adolescent characteristic, family, school, peer group , media exposure, adolescents perception about parenting toward adolescent psychosocial development. This study was conducted in four different type of senior high schools in Bandung and the sample taken as many as 352 students from all classes proportionately. Data were analyzed with descriptive, the t-test, Regression and Path Analysis. The important results showed that there were significant differences between age group in identity, autonomy, intimacy, sexuality and achievement development; and adolescent psychosocial development was influenced significantly by age, media exposure and parenting (R2=0.346). The suggestion addressed to the parents were provide an appropriate parenting with regard to the ages and child development stages and conducted through an effective communication ; parents should monitor and select the content of messages which are accessed by the adolescent; the government is expected to control media regulation by functioning censor institution in order to supervise message published or exposed by media; and to conduct several programmes such as parenting skill for parents and social skill for the adolescent and to provide counseling institution which is accessible by parents and adolescent.
UKE HANI RASALWATI. Ekologi Pengasuhan Anak : Persepsi Remaja terhadap Gaya Pengasuhan, Paparan Media dan Perkembangan Psikososial Remaja di Kota Bandung. Di bawah bimbingan: EUIS SUNARTI, UJANG SUMARWAN, DJOKO SUSANTO, PANG S. ASNGARI dan DIAH KRISNATUTI.
Remaja sebagai individu merupakan sumberdaya manusia yang memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi aktor dalam pembangunan di masa depan. Oleh karena itu, remaja merupakan periode penting dalam perkembangan individu karena pada masa ini mereka mengalami perubahan yang mendasar dalam pubertas, kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan transisi kepada peran-peran baru di dalam masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga, karakteristik sekolah dan peer group, 2) menganalisis paparan media, persepsi terhadap gaya pengasuhan dan perkembangan psikososial remaja menurut perbedaan karakteristik remaja, karakteristik keluarga, dan karakteristik sekolah, 3) mengkaji pengaruh karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga, karakteristik sekolah dan
peer group terhadap gaya pengasuhan orang tua yang dipersepsi oleh remaja, 4) mengkaji pengaruh karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga, karakteristik sekolah dan peer group terhadap paparan media dan 5) mengkaji pengaruh karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga, karakteristik sekolah, peer group, persepsi remaja terhadap gaya pengasuhan dan paparan media terhadap perkembangan psikososial remaja.
Penelitian ini dilakukan di empat sekolah tingkat menengah atas, yaitu SMA Negeri, SMA Swasta, SM Kejuruan dan Madrasah Aliyah (MA) yang berada di wilayah Kota Bandung dan contoh diambil sebanyak 352 siswa yang berasal dari seluruh kelas secara proporsional. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Agustus 2009 sampai bulan Mei 2010. Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif, uji-t, Regresi dan Analisis Jalur (Path Analysis).
sesuatu yang terjadi di dalam keluarga.
Uji korelasi menunjukkan hubungan yang nyata antara usia dengan paparan media (r=0.359; p<0.01) yang mengandung arti bahwa semakin tinggi usia contoh maka akan semakin tinggi terpapar pada media massa. Paparan media dipengaruhi secara nyata oleh usia contoh (R2
Terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara kelompok usia dalam perkembangan identity, autonomy, intimacy, sexuality dan achievement. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang nyata antara usia dengan perkembangan
identity (r=0.128; p<0.05), perkembangan autonomy (r=0.226; p<0.01), perkembangan intimacy (r=0.331; p<0.01), perkembangan sexuality (r=0.251; p<0.01) dan perkembangan achievement (r=0.252; p<0.01). Hal ini mengandung makna bahwa semakin tinggi usia contoh, maka akan semakin baik perkembangan
identity, outonomy, intimacy, sexuality maupun achievement. Perkembangan psikososial remaja dipengaruhi secara nyata oleh usia contoh, paparan media dan gaya pengasuhan (R
=0.179; Sig= 0.000). Mayoritas contoh yang terpapar pada media massa adalah kelompok usia remaja pertengahan (15 sampai 17 tahun). Kelompok usia remaja pertengahan merupakan jumlah terbesar terpapar pada media. Hal ini menunjukkan bahwa remaja dalam kesehariannya menganggap media sebagai suatu kebutuhan yang harus selalu diakses untuk dijadikan sumber informasi yang dapat digunakan sebagai jawaban akan keingintahuan mereka tentang berbagai hal yang ada di sekitarnya
2
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran kepada : 1) orang tua diharapkan menampilkan gaya pengasuhan yang sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak dan dilakukan dengan komunikasi yang efektif serta lebih banyak menyediakan waktu luang bagi keluarga; dan para orang tua agar memantau dan menyeleksi isi pesan yang diakses oleh remaja dari media; 2) kepada pihak pemerintah yang berkompeten di bidang pendidikan keluarga, agar lebih banyak menyelenggarakan program yang ditujukan bagi penguatan keluarga, seperti parenting skill bagi para orang tua dan social skill bagi anak serta menyelenggarakan lembaga-lembaga konseling yang dekat dengan masyarakat agar dapat lebih dijangkau oleh keluarga yang memerlukannya dan mendorong pelaksanaan undang-undang yang mengatur penyiaran; 3) kepada pihak sekolah agar menganjurkan siswa siswinya memanfaatkan Guru BP sebagai tempat untuk membicarakan permasalahan yang dialaminya, menyelenggarakan kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai kebutuhan siswa, menyediakan media pembelajaran yang memadai dan menyelenggarakan kegiatan social gathering
dengan sekolah lain; dan 4) kepada peneliti lain agar melakukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam di bidang remaja khususnya dalam perkembangan psikososial remaja.
TERHADAP GAYA PENGASUHAN, PAPARAN MEDIA
DAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL REMAJA
DI KOTA BANDUNG
UKE HANI RASALWATI
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Pengasuhan, Paparan Media dan Perkembangan Psikososial Remaja di Kota Bandung
Nama : Uke Hani Rasalwati
NRP : A561024021
Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S.
Anggota
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc.
Anggota
Prof. Dr. Pang S. Asngari
Anggota
Prof. (R). Dr. Ign.Djoko Susanto, SKM.
Anggota
Dr. Ir. Diah Krisnatuti, MS.
Mengetahui,
Ketua Program Studi GMK
drh. M. Rizal Damanik, M.Rep.Sc, Ph.D.
Tanggal Ujian : 28 Desember 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga disertasi yang berjudul Ekologi
Pengasuhan Anak : Persepsi Remaja terhadap Gayaa Pengasuhan, Paparan Media
dan Perkembangan Psikososial Remaja di Kota Bandung ini dapat diselesaikan.
Disertasi ini didusun berdasarkan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama penulisan
disertasi ini penulis mendapatkan bimbingan dan arahan baik dari Komisi
pembimbing maupun dari penguji luar Komisi Pembimbing. Disertasi ini pun
tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga
dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada :
1. Menteri Sosial RI; Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Kementrian
Sosial RI; Kepala Pusdiklat Pegawai Kementrian Sosial RI; Ketua Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung dan. Dr. Herry Koswara, M.Si.
selaku Ketua Jurusan Rehabilitasi Sosial STKS Bandung yang telah
memberikan ijin kepada penulis untuk menyelesaikan studi.
2. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S. selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir.
Ujang Sumarwan, M.Sc., Prof. (R). Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM,. Prof. Dr.
Pang S. Asngari dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S. selaku anggota Komisi
Pembimbing yang selalu mengarahkan dan membimbing penulis dengan
penuh pengertian dan kesabaran.
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB dan Ketua Program Studi Gizi Masyarakat
dan Sumberdaya Keluarga yang telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk menyelesaikan studi.
4. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc. selaku dosen pembahas pada
kolokium dan Dr. Ir. Dwi Hastuti, M.Sc. selaku dosen penguji tamu pada
prelim lisan atas masukan dan koreksi bagi perbaikan proposal penelitian dan
Penulis dilahirkan di Bogor - Jawa Barat pada tanggal 22 Mei 1963,
merupakan putri dari pasangan Bapak R. Hermadi Kartamihardja (alm) dan Ibu
Dewi Salsah. Penulis menempuh pendidikan dasar sampai menengah atas di
Kota Bandung. Pada tahun 1982 penulis mendapat kesempatan melanjutkan
pendidikan pada Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung dan lulus
tahun 1985 dengan mendapatkan gelar Bachelor of Social Work (BSW). Pada tahun 1987 penulis lulus tingkat Sarjana pada STKS Bandung dan pada tahun
1997 penulis melanjutkan studi pada tingkat magister di Fakultas Psikologi
Universitas Gadjahmada dengan status tugas belajar dari Kementerian Sosial RI
dan lulus dengan mendapat gelar Magister Sains pada tahun 2001. Pada tahun
2003 penulis kembali diberi kesempatan menjadi tugas belajar oleh Kementerian
Sosial RI ke jenjang Strata-3 pada Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga di Institut Pertanian Bogor.
Sejak tahun 1989 penulis menjadi staf pengajar pada Sekolah Tinggi
Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung dan mengajar mata kuliah Konseling,
Asesmen Psikososial dan Kajian Anak, Lansia dan Keluarga. Selain mengajar,
penulis menjadi pengurus beberapa Pusat Kajian dan Layanan, yaitu Pusat Kajian
dan Layanan Keluarga, Pusat Kajian dan Layanan NAPZA dan konsultan untuk
program Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Kementerian Sosial
RI. Sejak tahun 2010 sampai sekarang, penulis diberi kepercayaan untuk menjadi
selaku penguji luar komisi pada Sidang Tertutup yang telah memberikan
masukan untuk perbaikan disertasi.
6. Dr. Marjuki, MSc. dan Dr. Ir. Dwi Hastuti, MSc., selaku penguji luar komisi
pada Sidang Terbuka yang telah memberikan saran untuk perbaikan disertasi.
7. Dosen-dosen dan staf kependidikan pada Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen FEMA IPB yang telah memberikan dorongan dan semangat
kepada penulis untuk segera menyelesaikan studi.
8. Ibunda tercinta, Dewi Salsah, beserta semua keluarga penulis dan Drs. Syafri
Arief, M.Si. yang tidak henti-hentinya memanjatkan doa dan memberikan
dorongan serta semangat kepada penulis untuk dengan sabar menjalani proses
penyelesaian studi.
9. Rekan-rekan selama kuliah di IKK : Dra. Meda Wahini, M.Si., Dr. Ir.
Istiqlaliyah Muflikhati, M.S., Dr. Waysima., Dr. Ir. Lilik Noor, dan drh.
Wasito, atas kebersamaan, dorongan, dan pemberian semangatnya.
10. Rekan-rekan di kampus STKS : Dra. Eni Rahayuningsih, MP., Dra. Milly
Mildawati, MP., Dra. Dayne Trikora W., MSi., Dr. Nurjanah, MPd.,
Dr.Tukino, MSi., dan Nurhayani Lubis, SH, MPd. yang selalu mengingatkan,
mendoakan dan menguatkan pada saat penulis menghadapi kesulitan dalam
menyelesaian studi.
11. Rekan-rekan yang telah membantu dalam pengambilan dan pengolahan data :
Agus Sukatma,SST., Fahmi Nuraqli, SST., Fery, SST., Cory C. Aini, SST.,
Ir. Fitriani dan Ir. Gina Ginanjarsari serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan disertasi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis dan karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Masalah Penelitian ... 4
Tujuan Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA... 7
Ekologi Keluarga ... 7
Ekologi Pengasuhan ... 12
Aspek Pengasuhan ... 16
Tujuan Pengasuhan ... 17
Gaya Pengasuhan ... 18
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengasuhan ... 23
Faktor Gaya Pengasuhan dan Perkembangan Psikososial Remaja ... 24
Remaja ... 27
Model dalam Memahami Remaja... 32
Remaja dan Lingkungannya ... 38
Perkembangan Psikososial Remaja ... 42
Masalah-masalah Psikososial Remaja ... 49
Perkembangan Fisik dan Kognitif Remaja ... 52
Media ... 53
Terpaan Media Massa ... 56
Peranan Media Massa... 57
Fungsi Media Massa... 57
Pengaruh Media ... 58
Pengaruh Media pada Perkembangan Psikososial Remaja ... 63
Persepsi ... 66
Aspek-aspek Persepsi ... 67
Proses terjadinya Persepsi ... 67
Faktor-faktor yang Menentukan Persepsi ... 68
Pengukuran dan Instrumen Penelitian ... 69
Asumsi-asumsi Dasar ... 71
Integrasi antara Teori, Pengukuran dan Analisis Data ... 72
Jenis Skala Pengukuran ... 74
Cara Menyusun Instrumen ... 76
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 79
Kerangka Berpikir ... 79
Hipótesis ... 83
METODE PENELITIAN ... 85
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian ... 85
Populasi dan Sampel ... 85
Deskripsi Peubah ... 86
Pengumpulan Data ... 89
Analisis Data ... 89
Definisi Operasional ... 90
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 95
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 95
Karakteristik Remaja ... 96
Karakteristik Keluarga ... 99
Karakteristik Sekolah ... 103
Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) ... 104
Persepsi Remaja tentang Pola Pengasuhan ... 107
Peubah-peubah yang Berpengaruh terhadap Persepsi Remaja tentang Pola Pengasuhan ... 118
Paparan Media ... 121
Peubah-peubah yang Berpengaruh terhadap Paparan Media ... 127
Perkembangan Psikososial Remaja ... 128
Peubah-peubah yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Psikososial Remaja ... 172
PEMBAHASAN ... 179
Peubah-Peubah yang Berpengaruh terhadap Persepsi Remaja tentang Pola Pengasuhan ... 178
Peubah-peubah yang Berpengaruh terhadap Paparan Media ... 184
Peubah-peubah yang Berpengaruh terhadap Perkembangan Psikososial Remaja ... 184
Temuan Penelitian ... 186
Implikasi Penelitian ... 191
Keterbatasan Penelitian ... 192
KESIMPULAN DAN SARAN ... 195
Kesimpulan ... 195
Saran ... 194
DAFTAR PUSTAKA ... 199
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan fisik dan kognitif pada masa remaja ……….. 54
2. Peubah dan parameter ……… 88
3. Hasil pengujian Reliabilitas dan Validitas ……….. 89
4. Sebaran contoh berdasarkan usia dan asal sekolah ………. 97
5. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan asal sekolah ……….. 99
6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ayah ……….. 100
7. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan pekerjaan ibu ………. 100
8. Sebaran contoh berdasarkan asal sekolah dan pendidikan ayah ……….. 101
9. Sebaran contoh berdasarkan asal sekolah dan pendidikan ibu ……… 102
10. Sebaran contoh berdasarkan asal sekolah dan pendapatan keluarga ……… 102
11. Sebaran contoh berdasarkan peer group……….. 105
12. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, usia, asal sekolah dan Peer Group ... 107
13. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan warmth dimension……….. 108
14. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan emotional dimension……….. 110
15. Sebaran contoh berdasarkan pengasuhan direction dimension……… 111
16. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, usia, asal sekolah dan Persepsi remaja tentang pengasuhan ……….. 113
17. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan Dimensi pengasuhan ……….. 114
18. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan dimensi pola Pengasuhan ……… 116
19. Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap persepsi tentang pola Pengasuhan ………. 119
20. Besaran koefisien jalur ……… 120
21. Sebaran hasil uji regresi ………... 121
22. Sebaran contoh berdasarkan paparan media………. 123
23. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan Paparan media ……… 124
24. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan paparan media……….. 126
25. Sebaran contoh berdasarkan peer group dan paparan media ……….. 127
26. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap paparan media ……….. 128
28. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan
Perkembangan psikososial remaja ………. 130
29. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan identity………... 131 30. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan
Perkembangan identity ……… 132
31. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan perkembangan
Identity ……… 134
32. Sebaran contoh berdasarkan peer group dan perkembangan identity ………... 135
33. Sebaran contoh berdasarkan paparan media dan perkembangan identity ……… 136 34. Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengasuhan dan perkembangan
Identity ……… 137
35. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan otonomi……… 139
36. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan
Perkembangan otonomi ……….. 141
37. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan perkembangan
Otonomi ………. 142
38. Sebaran contoh berdasarkan peer group dan perkembangan otonomi …………. 143
39. Sebaran contoh berdasarkan paparan media dan perkembangan otonomi …….. 144
40. Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengasuhan dan perkembangan
Otonomi ………. 145
41. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan intimacy……….. 147 42. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan
perkembangan intimacy ………. 149
43. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan perkembangan
Intimacy ………. 150
44. Sebaran contoh berdasarkan peer group dan perkembangan intimacy ………… 152 45. Sebaran contoh berdasarkan media dan perkembangan intimacy ……… 153 46. Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengasuhan dan perkembangan
Intimacy ………. 154
47. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan sexuality………. 156 48. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan
Perkembangan sexuality ………. 157
49. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan perkembangan
sexuality ……….. 159 50. Sebaran contoh berdasarkan peer group dan perkembangan sexuality ………… 161 51. Sebaran contoh berdasarkan paparan media dan perkembangan
52. Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengasuhan dan perkembangan
Sexuality ………. 163
53. Sebaran contoh berdasarkan perkembangan achievement………... 165 54. Sebaran contoh berdasarkan usia, jenis kelamin, asal sekolah dan
perkembangan achievement ……… 166
55. Sebaran contoh berdasarkan karaktersitik keluarga dan perkembangan
Achievement ……… 168
56. Sebaran contoh berdasarkan peer group dan perkembangan achievement …….. 170 57. Sebaran contoh berdasarkan media dan perkembangan achievement …………. 170 58. Sebaran contoh berdasarkan dimensi pengasuhan dan perkembangan
Achievement ……… 171
59. Peubah-peubah yang berpengaruh terhadap perkembangan psikososial
Remaja ……….. 174
60. Sebaran hasil uji regresi ………... 174
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Hubungan anak dengan lingkungan……….. 13
2. Integrasi dan siklus penelitian keluarga………... 72
3. Kerangka pemikiran konseptual……… 83
4. Diagram Analisis Jalur……….. 90
5. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan Psikososial remaja………. 178
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Kuesioner Penelitian………..……….. 209
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh
ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang
memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di
samping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia sebagai mahluk
sosial akan mencapai kesempurnaannya melalui proses sosialisasi. Proses ini
dimulai sejak masa kanak-kanak dan akan terus berlanjut sepanjang kehidupan
melalui peran-peran yang dimainkannya sesuai dengan tahap perkembangan
kehidupan secara berkesinambungan. Keluarga merupakan kelompok sosial yang
pertama tempat anak berinteraksi. Orang tua sebagai kepala keluarga sangat
berperan dalam pembentukan dasar-dasar kepribadian, karena orang tua
merupakan model identifikasi bagi anak-anaknya. Pengaruh keluarga terhadap
pembentukan dan perkembangan kepribadian sangat besar artinya karena banyak
aspek dalam keluarga yang mempengaruhi pembentukan kepribadian anak.
Remaja sebagai individu merupakan sumberdaya manusia yang memiliki
potensi untuk berkembang dan menjadi pelaku dalam pembangunan di masa yang
akan datang. Oleh karena itu masa remaja merupakan masa yang penting di dalam
perkembangan individu karena pada masa ini remaja mengalami perubahan yang
mendasar dalam hal pubertas, kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan
peralihan peran-peran yang baru di dalam masyarakat. Ketiga hal ini menunjuk
pada perubahan biologis, kognitif dan sosial (Steinberg 1993).
Perkembangan psikososial pada remaja tidak semata-mata terjadi dengan
sendirinya, akan tetapi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ada di
lingkungan kehidupan remaja. Lingkungan yang mempengaruhi sangat beragam
dimulai dari lingkungan yang paling dekat sampai kepada lingkungan yang lebih
jauh jangkauannya dan lingkungan tersebut membentuk suatu sistem yang saling
mempengaruhi satu dengan lainnya. Terdapat empat struktur dasar yang
mempengaruhi perkembangan manusia, yaitu sistem mikro, sistem meso, sistem
ekso dan sistem makro. Sistem mikro merujuk pada aktivitas dan hubungan
utama seperti keluarga, sekolah, media, peer group atau masyarakat. Sistem meso terdiri dari ikatan dan interrelasi diantara dua orang atau lebih orang-orang yang
ada pada sistem mikro, seperti keluarga dan sekolah atau keluarga dan peer group. Sistem ekso merujuk pada pekerjaan orang tua, lembaga pemerintah kota dan
jaringan dukungan sosial orang tua, sedangkan sistem makro terdiri dari
masyarakat tempat individu berkembang dan sistem budaya yang merujuk pada
sistem kepercayaan, gaya hidup dan opini, serta pola pertukaran sosial.
Walaupun perubahan dasar yang terjadi pada remaja sifatnya umum
berlaku pada semua remaja, akan tetapi perubahan tersebut terjadi dipengaruhi
oleh konteks sosial yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya dan
tempat serta waktu yang berbeda pula. Elemen yang paling penting sebagai situasi
sosial yang berpengaruh terhadap perkembangan remaja adalah keluarga,
kelompok teman sebaya, sekolah dan pekerjaan. Keluarga merupakan lingkungan
awal tempat anak remaja mulai belajar bersosialisasi, belajar dari dirinya
berinteraksi dan mengembangkan perilaku sosial yang lebih matang. Dalam
proses ini interaksi dan relasi emosional yang terjalin antara orang tua dan anak
akan berpengaruh terhadap harapan-harapan dan perilaku yang akan dimunculkan
anak dalam relasi sosialnya dengan orang lain di lingkungannya. Hubungan yang
terbentuk antara keluarga dan anak merupakan suatu yang khas dan akan
memberikan pengaruh kepada perkembangan anak. Hubungan ini secara umum
tercakup dalam pola pengasuhan. Menurut Sunarti (2004), pengasuhan dapat
diartikan sebagai implementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua
atau orang dewasa kepada anak, sehingga memungkinkan anak menjadi
bertanggungjawab, menjadi anggota masyarakat yang baik dan memiliki karakter
baik. Pengasuhan juga menyangkut aspek manajerial, berkaitan dengan
kemampuan merencanakan, melaksanakan, mengorganisasikan serta mengontrol
atau mengevaluasi semua hal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Faktor lain yang merupakan sistem yang mempengaruhi perkembangan
psikososial remaja adalah media. Bandura (1970) dalam Social Learning Model
menyatakan bahwa remaja akan menampilkan perilakunya sesuai dengan yang
Melalui modeling di luar keluarganya, remaja berperilaku, mengenakan pakaian
dan berbicara menurut hal-hal yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. Remaja
akan mencari otonomi, identitas dan melakukan sosialisasi melalui media karena
media dapat menyediakan berbagai informasi yang berhubungan dengan jenis
kelamin, peranan gender, hubungan antar individu dan sebagainya yang akan
membantu mereka untuk berhubungan dengan subkultur yang berlaku di kalangan
remaja. Mereka mempercayai media sebagai alat yang dapat merefleksikan
kehidupan di dalam dunia yang nyata (Newton 1995; Chapin 2000). Berbagai
studi telah dilakukan untuk melihat pengaruh media terhadap perkembangan
psikososial remaja. Terdapat bukti bahwa media dapat memberikan pengaruh
yang positif (misalkan meningkatnya perilaku prososial) maupun yang negatif
berupa munculnya perilaku kekerasan, penyalahgunaan obat-obatan, gangguan
makan, sampai pada menurunnya prestasi akademik remaja di sekolah.
Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Sosial (2006)
menemukan fakta bahwa terdapat sejumlah 2.815.393 orang anak terlantar,
182.406 orang anak korban tindak kekerasan, 228.851 orang anak nakal, 144.889
orang anak jalanan, 359.995 orang korban penyalahgunaan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), 267.981 keluarga yang bermasalah sosial
psikologis, 6.969.602 keluarga rentan dan 8.581 orang penyandang HIV/AIDS.
Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan bahwa penduduk Kota Bandung
berjumlah 2.270.970 orang (penduduk perempuan 1.135.485 orang dan penduduk
laki-laki 1.135.485 orang). Apabila dilihat dari kelompok umur, penduduk Kota
Bandung yang berusia 15 sampai 19 tahun berjumlah 192.159 orang (perempuan
97.050 orang dan laki-laki 95.109 orang). Dari jumlah tersebut terdapat sebanyak
4.336 jiwa anak terlantar, sebanyak 220 jiwa anak nakal, sebanyak 4.000 jiwa
anak jalanan dan sebanyak 242 orang korban penyalahgunaan napza. Jumlah
remaja yang tertampung di 25 Sekolah Menengah Umum Negeri sebanyak 27.389
orang dan di 107 sekolah Swasta sebanyak 39.674 orang (BPS Kota Bandung
2006). Data ini menunjukkan bahwa penduduk Kota Bandung yang berada pada
golongan usia remaja berpotensi untuk mengalami permasalahan psikososial.
paparan media dan pola pengasuhan terhadap perkembangan psikososial remaja
layak untuk dilakukan di Kota Bandung.
Masalah Penelitian
Di dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, remaja lebih
banyak dipengaruhi oleh lingkungannya, baik itu keluarga maupun kelompok
sebayanya (peer-group). Pandangan Bandura dalam Social Learning Theory
menyatakan bahwa remaja akan berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh
masyarakatnya (Bandura 1970). Mereka akan mencontoh peran-peran yang ada di
masyarakatnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui media, berupa
media cetak maupun elektronik (video, televisi, internet). Peran-peran modeling
dalam media yang terpapar secara berulang-ulang oleh remaja akan diadopsi
olehnya sebagai perilakunya, terlepas dari negatif atau positif sifat materi yang
terpapar tersebut.
Pengaruh media terhadap perkembangan psikososial remaja sangat besar.
Pengaruh positif media akan memperkuat perilaku remaja ke arah yang lebih
sesuai dengan tahapan perkembangannya sebagai remaja. Sebaliknya, apabila
pengaruh yang negatif terpapar oleh remaja tidak sedikit bukti yang menunjukkan
akan berakibat pada penyimpangan perilaku, seperti misalnya penyalahgunaan
obat-obatan, melakukan tindak kekerasan, perkosaan, kenakalan, gangguan makan
dan bahkan prestasi akademik yang buruk.
Pengasuhan orang tua terhadap remaja memiliki kecenderungan untuk
mempengaruhi perkembangannya. Menurut Evans (1989), dalam batasan Social Learning Theory yang telah dikemukakan Bandura, para orang tua akan mentransmisikan keterampilan, sikap, nilai-nilai dan kecenderungan
emosionalnya melalui modeling. Transmisi ini dapat mengarah pada pembentukan
baik karakter positif maupun negatif pada anak-anak.
Melihat pengaruh pengasuhan orang tua dan paparan media terhadap
perkembangan psikososial remaja seperti yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan penelitian adalah “Sejauhmana gaya pengasuhan orang tua dan
Bandung?”. Permasalahan penelitian tersebut dapat diuraikan dalam
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga,
karakteristik sekolah dan peer group?
2. Bagaimanakah gaya pengasuhan orang tua, paparan media dan perkembangan
psikososial remaja di Kota Bandung?
3. Apakah ada perbedaan paparan media, persepsi remaja terhadap gaya
pengasuhan dan perkembangan psikososial remaja ditinjau dari karakteristik
individu remaja, karakteristik keluarga, dan karakteristik sekolah?
4. Apakah karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga, karakteristik
sekolah dan peer group berpengaruh terhadap gaya pengasuhan orang tua yang dipersepsi oleh remaja?
5. Apakah karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga, karakteristik
sekolah dan peer group berpengaruh terhadap terpaparnya remaja pada media? 6. Apakah karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga, karakteristik
sekolah, peer group, gaya pengasuhan yang dipersepsi remaja dan paparan media berpengaruh terhadap perkembangan psikososial remaja?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan penelitian di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga,
karakteristik sekolah dan peer group pada remaja.
2. Menganalisis paparan media, persepsi terhadap gaya pengasuhan dan
perkembangan psikososial remaja ditinjau dari karakteristik individu remaja,
karakteristik keluarga dan karakteristik sekolah.
3. Mengkaji pengaruh karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga,
karakteristik sekolah dan peer group terhadap paparan media.
4. Mengkaji pengaruh karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga,
5. Mengkaji pengaruh karakteristik individu remaja, karakteristik keluarga,
karakteristik sekolah, peer group, gaya pengasuhan orang tua yang dipersepsi oleh remaja dan paparan media terhadap perkembangan psikososial remaja.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai
pengaruh media dan gaya pengasuhan yang dipersepsi oleh remaja terhadap
perkembangan psikososial remaja ditinjau dari sudut ekologi pengasuhan. Hasil
penelitian diharapkan memberikan kegunaan sebagai berikut:
1. Sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Sosial,
Kementerian Pendidikan Nasional, dan Kementerian Informasi dan
Komunikasi dalam merumuskan kebijakan dan program-program pelayanan
bagi pembentukan karakter remaja khususnya dan keluarga pada umumnya.
2. Masukan bagi para praktisi yang bekerja untuk membantu remaja dan
keluarga yang bermasalah, seperti pekerja sosial, psikolog, guru, konselor dan
lain-lain dalam mengembangkan program-program pelayanannya.
3. Bahan kajian pada penelitian selanjutnya mengenai gaya pengasuhan, paparan
Ekologi Keluarga
Keluarga menurut Murdock (Berns 1997) merupakan kelompok sosial
yang ditandai oleh adanya tempat tinggal, kerjasama dalam aspek ekonomi dan
reproduksi, termasuk di dalamnya orang-orang dewasa dari kedua jenis kelamin,
sedikitnya dua orang yang memelihara hubungan seksual dan satu orang atau
lebih anak baik kandung maupun adopsi. Sebuah keluarga yang terdiri dari suami,
isteri dan anak-anak disebut sebagai keluarga inti yang merupakan sumber utama
bagi anak-anak dan menjadi dasar bagi terbentuknya sebuah masyarakat.
Masyarakat memiliki tanggungjawab untuk memelihara dan melakukan sosialisasi
terhadap anak pada kehidupan berpasangan yang menghasilkan mereka dan sanksi
hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan oleh hukum atau tradisi yang
berlaku dalam masyarakat melalui pernikahan yang resmi. Tujuan dari lembaga
pernikahan tidak hanya sekedar legalisasi hubungan seksual saja akan tetapi juga
untuk menetapkan kewajiban melalui anak yang dihasilkan dari hubungan seksual
tersebut. Dalam keluarga inti, suami dan isteri saling bekerjasama dan anak-anak
tergantung pada orang tua mereka untuk mendapatkan kasih sayang dan
sosialisasi.
Menurut Coleman dan Ressy (Zastrow 2006), keluarga merupakan
institusi sosial yang ada di setiap budaya dan didefinisikan sebagai sekelompok
orang yang dihubungkan oleh perkawinan, keturunan atau adopsi yang hidup
bersama di dalam suatu rumah tangga. Keluarga sebagai suatu sistem di mana
perubahan relasi yang terjadi di dalamnya merupakan respon terhadap kebutuhan
untuk berubah dari anggotanya dan di dalam merespon terhadap perubahan relasi
keluarga dengan masyarakat yang lebih luas. Sebagai suatu sistem, keluarga
mencoba memelihara keseimbangan di dalam relasinya. Pemahaman terhadap
perkembangan di dalam keluarga berhubungan dengan apakah anggota keluarga
memiliki kekuatan untuk membuat keputusan, seberapa besar perbedaan individu
yang dimiliki, seberapa besar kebebasan dan pengawasan dimiliki setiap anggota
kelompok serta pemahaman terhadap peraturan yang tidak tertulis yang berlaku
berlaku dalam keluarganya, akan tetapi mereka biasanya memiliki kemampuan
untuk melihat prinsip dan norma yang diikuti oleh sistem keluarga.
Kecenderungan sistem keluarga untuk mencoba memelihara keberadaan
pola-pola perilaku merupakan tantangan dari waktu ke waktu melalui perubahan
yang harus mereka sesuaikan. Manakala ada seseorang yang baru masuk dalam
rumah tangga, anggota sistem harus menemukan cara untuk mengorganisasikan
dan menjalankan kembali tipe relasi dan pola-pola aktivitas yang telah dijalankan
sebelumnya. Ketika anggota keluarga mengalami perubahan baik secara
psikologis maupun emosional, maka perubahan tersebut biasanya akan
mempengaruhi sistem keluarga (Steinberg 1993).
Mengikuti perubahan yang terjadi dalam sistem keluarga, maka keluarga
akan mengalami periode ketidakseimbangan sebelum menyesuaikan pada
perubahan tersebut. Periode ketidakseimbangan ini akan menyulitkan bagi
keluarga. Mereka akan merasa bahwa relasi yang terjalin antar satu anggota
dengan anggota keluarga lainnya selama ini sudah tidak berjalan dengan baik lagi
akan tetapi mereka tidak mengetahui mengapa sampai terjadi seperti itu. Membuat
cara baru untuk mencapai kesepakatan antar satu anggota keluarga dengan yang
lainnya akan memakan waktu. Relasi dalam keluarga selalu berubah ketika
anggota keluarga berubah atau ketika keadaan keluarga berubah. Selama keadaan
seperti ini terjadi, sangat baik bagi relasi dalam keluarga untuk berubah melalui
perbaikan ke arah keseimbangan sistem.
Sunarti (2007) menyatakan bahwa ekologi keluarga memiliki
asumsi-asumsi: (1) keluarga merupakan bagian dari sistem kehidupan keseluruhan dan
berinteraksi dengan beragam lingkungan; (2) keluarga merupakan sistem yang
adaptif, semi-terbuka, dinamis, dan perilaku serta keputusannya diarahkan oleh
tujuan; (3) seluruh bagian lingkungan saling berhubungan dan mempengaruhi satu
sama lain, lingkungan alam (fisik dan biologis) menyediakan sumberdaya esensial
bagi seluruh kehidupan, dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sosial budaya
dan lingkungan yang dibangun manusia (human-built environtment); (4) keluarga
merupakan sistem transformasi energi dan membutuhkan energi tertentu untuk
pemeliharaan dan keberlangsungan adaptasi dan berinteraksi dengan sistem lain,
dengan lingkungan dipandu oleh dua macam aturan, yaitu hukum alam fisik dan
geologi seperti hukum termodinamik serta aturan yang diturunkan manusia seperti
norma sosial; (6) lingkungan tidak menentukan perilaku manusia, tapi memberi
batasan dan kendala sebagaimana juga menyediakan peluang dan kesempatan bagi
keluarga untuk mengoptimalkan pemanfaatannya; (7) keluarga memiliki beragam
tingkat kontrol dan kebebasan dalam interaksinya dengan alam; dan (8)
pengambilan keputusan merupakan proses kontrol utama dalam keluarga yang
mengarahkan pencapaian tujuan individu dan keluarga. Secara kolektif keputusan
dan aksi keluarga memiliki dampak kepada masyarakat, budaya dan lingkungan
alam.
Menurut Thorman (Zastrow 2006), walaupun setiap keluarga memiliki
ciri unik, akan tetapi masalah yang terjadi dapat digolongkan dalam empat
kategori. Pertama, masalah perkawinan antara suami dan isteri. Hambatan komunikasi merupakan penyebab utama konflik dalam relasi perkawinan. Sumber
konflik yang lain adalah ketidaksepahaman tentang anak-anak, masalah seksual,
konflik mengenai waktu rekreasi dan keuangan serta pengingkaran terhadap
kesepakatan yang telah dibuat. Kedua, kesulitan yang muncul antara orang tua dan anak-anak, termasuk masalah-masalah relasi antara orang tua dan anak, kesulitan
orang tua dalam mengawasi anak-anaknya terutama pada saat anak menjelang
remaja serta masalah-masalah dalam komunikasi. Ketiga, masalah-masalah personal anggota keluarga. Kadangkala di dalam keluarga terdapat seorang
anggota keluarga yang menjadi kambing-hitam bagi ketidakberfungsian sistem
keluarga secara keseluruhan. Keempat adalah stres yang dialami keluarga yang disebabkan oleh lingkungan luar keluarga. Masalah-masalah yang termasuk dalam
kategori ini adalah pendapatan yang tidak memadai, pengangguran, kemiskinan,
akses yang tidak memadai pada transportasi dan tempat untuk rekreasi serta
kesenjangan terhadap kesempatan kerja. Masalah lain dapat disebabkan masalah
kesehatan, sekolah yang tidak memadai dan memiliki tetangga yang
membahayakan.
Masalah-masalah yang dialami oleh keluarga merupakan cerminan dari
ketidakmampuan keluarga di dalam menjalankan fungsinya. Menurut Zastrow
akan membantu memelihara keberlangsungan dan stabilitas masyarakat.
Fungsi-fungsi tersebut adalah:
1. Pergantian populasi (Replacement of the population) : Setiap masyarakat memiliki beberapa sistem untuk pergantian anggotanya. Di dalam prakteknya,
semua masyarakat menganggap bahwa keluarga sebagai suatu unit untuk
memproduksi anak-anak. Masyarakat memberikan hak dan kewajiban kepada
pasangan-pasangan untuk melakukan reproduksi di dalam unit keluarga. Hak
dan kewajiban ini membantu memelihara stabilitas masyarakat walaupun
mereka mendefinisikannya dalam bentuk yang berbeda.
2. Perawatan anak-anak (Care of the young) : Anak-anak memerlukan perawatan dan perlindungan setidaknya sampai usia pubertas. Keluarga merupakan
institusi utama untuk pengasuhan anak-anaknya. Masyarakat modern telah
mengembangkan institusi pendukung untuk membantu dalam merawat
anak-anak, seperti pelayanan medis, daycare centers, program pelatihan bagi orang tua dan residential treatment centers.
3. Sosialisasi bagi angota masyarakat baru (Socialization of new members) : Untuk menjadi anggota masyarakat yang produktif, anak-anak harus
disosialisasikan pada budaya. Anak-anak harus diperkenalkan pada bahasa,
mempelajari nilai-nilai sosial dan adat istiadat, cara berpakaian dan
berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Keluarga
memainkan peranan utama di dalam proses sosialisasi ini. Dalam masyarakat
modern, beberapa kelompok lain dan sumber-sumber dilibatkan dalam proses
sosialisasi ini, seperti sekolah, mas media, peer groups, polisi, bioskop dan buku serta materi tertulis lainnya yang berpengaruh sangat penting.
4. Tatanan Perilaku Seksual (Regulation of sexual behavior) : Kegagalan dalam mengatur perilaku seksual akan menghasilkan pertentangan di antara
individu-individu yang disebabkan oleh kecemburuan dan eksploitasi. Setiap
masyarakat memiliki peraturan yang mengatur perilaku seksual di dalam unit
keluarga, misalnya tabu untuk melakukan incest dan hubungan seksual di luar pernikahan.
penguatan dan dorongan untuk mencapai prestasi. Keluarga merupakan
sumber penting untuk mendapatkan rasa sayang dan pengakuan karena
anggota keluarga akan saling menghargai satu sama lainnya dan memperoleh
kepuasan emosional dan sosial dari hubungan yang terjalin di antara keluarga.
Kita melihat bahwa remaja tidak selalu merupakan masa terjadinya konflik
yang mengerikan di dalam banyak rumah tangga, akan tetapi kita juga melihat
bahwa banyak keluarga mampu untuk beradaptasi pada perubahan sosial dan
psikologis yang muncul pada masa ini di dalam siklus hidup keluarga. Pusat
perhatian bukan pada bagaimana relasi yang terjadi dibedakan dari satu keluarga
dengan keluarga lain dan apakah perbedaan itu memiliki konsekuensi penting
untuk perkembangan remaja. Beberapa orang tua memiliki kecenderungan lebih
keras dibanding yang lainnya dan beberapa remaja diberi kasih sayang yang
berlimpah sementara remaja yang lain memiliki jarak dengan orang tuanya. Di
dalam banyak rumah tangga, keputusan dibuat melalui diskusi terbuka dan saling
memberi dan menerima secara verbal, sementara orang tua yang lainnya
menerapkan peraturan yang harus diikuti oleh anak-anaknya.
Menurut Bell (Steinberg 1993), sangat penting untuk dicamkan bahwa
walaupun terlihat kecenderungan perilaku anak sebagai hasil dari perilaku orang
tua, namun sosialisasi harus dilakukan secara dua arah, tidak dengan satu arah.
Fakta menunjukkan bahwa orang tua yang menerapkan hukuman fisik seperti
tamparan dan pukulan akan menghasilkan perilaku remaja yang agresif (Bandura
1959). Akan tetapi, kita tidak yakin apakah: (1) hukuman fisik akan mengarah
pada perilaku agresi remaja, (2) perilaku agresi remaja mengarahkan orang tua
menggunakan hukuman fisik, (3) beberapa faktor lain berkorelasi dengan
penggunaan hukuman fisik oleh orang tua dan dengan perilaku agresi remaja,
misalkan faktor genetik yang diturunkan orang tua pada anaknya, atau (4)
kombinasi dari berbagai penyebab dan korelasi diantara faktor-faktor tersebut.
Selanjutnya apabila kita lihat penemuan yang berhubungan dengan praktek
pengasuhan dan perkembangan remaja, kita harus ingat bahwa hanya orang tua
yang menerima perilaku remaja maka selanjutnya remaja akan menerima perilaku
Ekologi Pengasuhan
Pengasuhan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Oleh karena itu setiap keluarga perlu mendidik anak agar menjadi manusia yang
sehat, cerdas, dan sejahtera lahir batin. Menurut Sunarti (2004), pengasuhan dapat
diartikan sebagai implementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua
atau orang dewasa kepada anak, sehingga memungkinkan anak menjadi
bertanggungjawab, menjadi anggota masyarakat yang baik dan memiliki karakter
baik. Pengasuhan juga menyangkut aspek manajerial, berkaitan dengan
kemampuan merencanakan, melaksanakan, mengorganisasikan, serta mengontrol
atau mengevaluasi semua hal yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Bronfenbrenner (1979) mengemukakan teori ekologi yang menyatakan
bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks
dengan berbagai tingkatan lingkungan sekitarnya. Lingkungan anak digambarkan
sebagai rangkaian struktur yang meliputi interaksi yang saling berhubungan antara
di dalam dan di luar rumah, sekolah dan tetangga dari kehidupan anak setiap hari.
Interaksi ini menjadi motor atau penggerak dari perkembangan anak.
Dalam teori ekologi perkembangan anak, anak merupakan pusat dari
lingkaran, dikelilingi oleh berbagai lingkaran sistem interaksi yang terdiri dari
sistem mikro, sistem meso, sistem ekso, dan sistem makro yang satu sama lain
saling memengaruhi. Ketika masih bayi lingkungan mikro, anak hanya meliputi
orang tua dan saudara-saudara kandungnya, juga pengasuhnya bila bayi tersebut
mendapat pelayanan di tempat penitipan anak (day care centers). Dengan bertambahnya usia anak menjadi usia sekolah, sistem mikronya berkembang
meliputi tempat penitipan anak dan sekolah. Hal paling penting dari sistem mikro
adalah kontak dan interaksi langsung orang dewasa dengan anak dalam jangka
waktu yang cukup panjang dan intensif. Sistem meso adalah lingkaran yang
ditunjukkan dengan interaksi antar komponen dalam sistem mikro anak.
Perkembangan anak amat dipengaruhi oleh keserasian hubungan antarkomponen
dalam sistem mikronya. Sebagai contoh, hubungan antara rumah dan sekolah,
guru dan orang tua. Prinsip utama dari sistem meso adalah semakin kuat dan
pengaruh dan hasilnya pada perkembangan anak. Sistem ekso merupakan
lingkaran yang menunjukkan sistem sosial yang lebih besar dan anak tidak
langsung berperan di dalamnya tetapi interaksi komponen sistem ini seperti dalam
bentuk keputusan pada tataran lembaga yang mempunyai hubungan dengan anak,
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Keputusan-keputusan dari tempat
kerja orang tua, komite sekolah, atau lembaga perencanaan adalah contoh dari
sistem ekso yang dapat memengaruhi anak, baik positif maupun negatif meskipun
anak tidak langsung terlibat dalam lembaga-lembaga tersebut. Contoh lain adalah
kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa yang terjadi di lingkungan tempat
tinggal anak yang dapat berpengaruh pada kesulitan anak untuk tidur. Sistem
makro adalah lingkaran terluar dari lingkungan anak. Lingkaran ini terdiri dari
Gambar 1 Hubungan Anak dengan Lingkungannya (Model Ekologi dari Bronfenbrenner 1979)
Anak SISTEM
MIKRO SISTEM MESO
Keluarga Luas EKOSISTEM
SISTEM MAKRO
Tetangga
Pelayanan Hukum Teman
Mass Media
Pelayanan Sosial Keluarga
Klp Agama
nila-nilai budaya, hukum dan peraturan perundangan, adat kebiasaan, kebijakan
sosial dan lain sebagainya. Seluruh komponen dari sistem ini juga berpengaruh
terhadap perkembangan anak. Media massa seperti tayangan TV yang termasuk
sistem makro mempunyai pengaruh sangat nyata terhadap perkembangan anak.
Sejalan dengan hal ini, Jack (2000) menyatakan bahwa perkembangan anak dan
remaja serta perubahan kehidupan dalam masa dewasa merupakan hasil dari
sekumpulan hal yang kompleks dari factor interaksi yang terjadi pada tingkat
individu, keluarga dan masyarakat.
Gaya pengasuhan anak merupakan seluruh interaksi antara subjek dan
objek berupa bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek
sehari-hari yang berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola dan
merupakan usaha yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan
keinginan si pendidik atau pengasuh (Sears, et al. 1957; Gunarsa dan Gunarsa 1995b). Peran ibu adalah sebagai pelindung dan pengasuh. Seorang ibu, tua
maupun muda, kaya atau miskin secara naluriah tahu tentang garis-garis besar dan
fungsinya sehari-hari dalam keluarga. Ibu adalah pendidik pertama dan utama
dalam keluarga, khususnya bagi anak-anak yang berusia dini. Oleh karena itu
keterlibatan ibu dalam mengasuh dan membesarkan anak sejak masih bayi dapat
membawa pengaruh positif maupun negatif bagi perkembangan anak di masa
yang akan datang.
Gaya pengasuhan positif misalnya penyusuan langsung dari ibu kepada
bayi (skin to skin contact) amat penting bagi tumbuh-kembang anak. Hingga bayi berusia enam bulan, ASI merupakan makanan yang paling baik dengan berbagai
keunggulan yang tidak dimiliki susu formula membuat anak lebih kebal terhadap
penyakit dan tidak menderita kelebihan gizi. Sebaliknya, pengaruh negatif ibu
dalam mengasuh anak seperti terlalu melindungi dapat menyebabkan anak
menjadi lambat perkembangan kepribadiannya. Kenyataan bahwa pola asuh
dalam keluarga utuh dan dalam satu rumah, serta hanya satu yang berperan
sebagai ibu adalah tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh semua orang tua
baik di Indonesia maupun di negara lain. Lebih jauh dinyatakan oleh Sunarti
(2008), bahwa terdapat hubungan yang erat dan positif antara ketahanan keluarga
gizi dan antara pengasuhan dengan perkembangan anak. Ketahanan sosial dan
psikologis sangat mendukung proses kematangan kepribadian suami isteri yang
pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pengasuhan anak. Pengasuhan yang
baik biasanya disertai dengan banyaknya stimulasi yang diberikan kepada anak.
Semakin banyak stimulasi yang diberikan maka anak akan dengan lebih mudah
mencapai prestasi perkembangannya.
Masalah di negara timur termasuk Indonesia, keluarga besar masih lazim
dianut dan peran ibu sering dipegang oleh beberapa orang seperti nenek, keluarga
dekat lainnya atau pembantu. Kecenderungan wanita untuk bekerja di luar rumah
menyebabkan meningkatnya peran pengganti ibu, sehingga peran "ibu pengganti"
menjadi sangat penting. Pada keluarga yang disharmonis atau adanya perpisahan
sementara dengan ibu karena tugas, maupun perpisahan permanen karena orang
tua bercerai atau meninggal, atau dititipkan di panti asuhan dapat menyebabkan
masalah psikis pada anak karena tidak ada atau kurang adanya kasih sayang yang
sangat dibutuhkan oleh anak untuk mendukung tercapainya pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal (Hurlock 1998). Anak yang telantar kasih
sayang dapat mengalami hambatan dalam belajar bergaul dengan orang lain.
Mereka bereaksi secara negatif terhadap pendekatan orang lain, sukar diajak kerja
sama, dan bersikap memusuhi. Anak-anak tersebut merasa tidak pandai dan
memperlihatkan kekesalan dengan perilaku agresif, tidak patuh, dan bentuk
perilaku anti sosial lainnya.
Menurut Kagan (Berns 1997), pengasuhan merupakan implementasi
keputusan tentang sosialisasi pada anak, hal-hal yang dilakukan agar anak mampu
bertanggungjawab, menjadi anggota masyarakat yang memiliki kontribusi, apa
yang dilakukan ketika anak menangis, ketika anak menjadi agresif, berbohong
atau tidak melakukan hal yang baik di sekolah.
Dalam perkembangannya, anak membutuhkan orang lain dan orang yang
pertama dan utama memiliki tanggungjawab pengasuhan adalah orang tuanya
sendiri. Seperti yang dikatakan Lugo dan Hershey (Prananto 1993), bahwa
hubungan yang pertama dan terutama dalam kehidupan seorang anak adalah
dengan ibunya, dan dari hubungan ini anak akan membentuk pola hubungan
yang merupakan tempat terjadinya hubungan bertanggungjawab langsung
mengembangkan keseluruhan eksistensi anak, memenuhi kebutuhan anak baik
fisik maupun psikologis. Keluarga dalam hubungannya dengan anak diidentikan
sebagai tempat atau lembaga pengasuhan anak yang paling dapat memberi kasih
sayang, manusiawi, efektif dan ekonomis. Dalam keluargalah untuk pertama kali
anak-anak mendapat pengalaman langsung yang akan digunakan sebagai bekal
hidupnya di kemudian hari melalui latihan-latihan fisik, mental, sosial, emosional
dan spiritual.
Pola asuh anak adalah segala interaksi antara orang tua dengan anaknya
dalam praktek pengasuhan yang diberikan kepada anak. Interaksi ini meliputi
segala perilaku, minat, nilai-nilai, sikap dan kepercayaan yang diajarkan pada
anak-anak melalui proses pendidikan dan pengasuhan sepanjang hidup anak
(Karyadi 1988). Menurut Lamb (Prananto 1993), bahwa kualitas interaksi lebih
penting daripada kuantitas. Waktu interaksi yang tidak lama akan tetapi
menyenangkan lebih memberikan hasil yang baik daripada interaksi terus menerus
tetapi tanpa kepuasan. Praktek-praktek pengasuhan anak muncul dalam interaksi
yang terjadi antara orang tua dengan anak-anaknya. Menurut Lawton (Berns,
1997), sumbangan keluarga pada perkembangan anak ditentukan oleh sifat
hubungan antara anak dengan berbagai anggota keluarga, sedangkan hubungan
yang terjalin antara anak dan orang tua bukan merupakan proses yang searah akan
tetapi timbal balik, karena perilaku anak dapat mempengaruhi perilaku orang tua.
Julie (2007) menyatakan bahwa terdapat bukti yang nyata dari peranan faktor
konteks sosial di dalam pengasuhan. Pengasuhan individual berkontribusi pada
perilaku bermasalah anak dan depresi yang dialami orang tua berpengaruh
langsung tehadap pengasuhan, khususnya pada ayah. Secara bersamaan, konflik
rumah tangga secara langsung berhubungan dengan pengasuhan ayah, dan secara
langsung dan tidak langsung berhubungan dengan pengasuhan ibu melalui depresi
yang terjadi pada masa perkawinan.
Aspek-aspek Pengasuhan
Baumrind (1991) menyatakan bahwa terdapat empat dimensi perilaku
orang tua yang diyakini memiliki dampak penting bagi perkembangan anak, yaitu:
Meliputi segala upaya orang tua untuk menggunakan pengaruhnya terhadap
anak. Orang tua memiliki kemampuan untuk menahan tekanan dari anak, dan
konsisten dalam menjalankan aturan. Mengontrol tindakan didefinisikan
sebagai upaya orang tua untuk memodifikasi ekspresi ketergantungan anak,
agresivitas atau perilaku bermain di samping untuk meningkatkan internalisasi
anak terhadap standar yang dimiliki orang tua terhadap anak.
2. Tuntutan Kematangan (Maturity Demands)
Orang tua memberikan tekanan terhadap anak untuk dapat meningkatkan
kemampuan mereka dalam aspek sosial, intelektual dan emosional. Orang tua
pun menuntut kemandirian yang meliputi pemberian kesempatan kepada
anak-anaknya untuk membuat keputusannya sendiri.
3. Komunikasi Orangrua-anak (Parents-Child Communication)
Orang tua meminta pendapat anak dan berusaha mengetahui bagaimana
perasaan anak akan sesuatu melalui diskusi. Orang tua pun mendengarkan
penjelasan-penjelasan anak dan membiarkan mereka dipengaruhi oleh dugaan
yang beralasan.
4. Dampak yang mengikuti (Nurturance)
Orang tua mampu mengekspresikan cinta dan kasih sayang melalui tindakan
dan sikap yang mengekspresikan kebanggaan dan rasa senang atas
keberhasilan yang dicapai anak-anaknya.
Tujuan Pengasuhan
Pengasuhan yang dilakukan oleh orang tua kepada anaknya memiliki
tujuan yang diarahkan pada pertumbuhan dan perkembangan psikososial anak
sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya. Euis Sunarti (2004) menyatakan
bahwa terdapat tiga tujuan dalam pengasuhan, yaitu: pengembangan konsep diri,
mengajarkan disiplin diri dan mengajarkan keterampilan pengembangan.
1. Pengembangan Konsep Diri
Konsep diri dibangun melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain.
Interaksi tersebut membuat anak mulai mengidentifikasi dirinya, menemukan
dan mencari persamaan dan perbedaan antara dirinya dengan orang lain.
Disiplin adalah kemampuan seseorang untuk bertindak sesuai norma-norma
atau aturan-aturan yang berlaku. Perilaku disiplin termasuk menunda atau
memodifikasi keinginan atau kepuasan sementara untuk mencapai tujuan
jangka panjang.
3. Mengajarkan Keterampilan Pengembangan
Pengasuhan mengajarkan anak berbagai keterampilan hidup (kognitif, sosial
dan emosional) melalui upaya-upaya yang memungkinkan anak berkembang
secara optimal. Keterampilan hidup tersebut memungkinkan anak mampu
menjalankan berbagai fungsi dalam kehidupannya.
GayaPengasuhan
Penelitian mengenai gaya pengasuhan dan pengaruhnya telah banyak
dilakukan. Seorang peneliti yaitu Baumrind (1991) membuat kreasi model
pengasuhan yang didefinisikan gaya pengasuhan kedalam tiga bagian tipologi,
yaitu authoritarian, authoritative, dan permissive (Darling dan Steinberg 1993). Ia memberikan dasar pemikiran setiap tipe dalam tingkatan demandingness dan
responsiveness dimana orang tua memberikan reaksi kepada anak. Model ini diperbaharui oleh Maccoby dan Martin, yang membagi gaya pengasuhan
permissive kedalam dua tipe yang terpisah yaitu indulgent dan neglectful yang kadangkala disebut juga sebagai indifferent (Darling dan Steinberg, 1993). Selanjutnya mereka memberikan label demandingness dan responsiveness pada Baumrind menjadi control dan responsiveness.
Pada saat ini pengasuhan lebih umum dipecah ke dalam empat gaya, yaitu
authoritative, authoritarian, indulgent dan indifferent. Para peneliti merujuk pengasuhan pada tingkatan responsiveness atau warmth dan demandingness serta
control. Setiap gaya pengasuhan ini mempengaruhi perkembangan karakteristik pada anak dan remaja. Gaya pengasuhan dipengaruhi oleh norma-norma kultural
dan lebih khusus oleh perbedaan etnis serta status sosial ekonomi dimana
pengasuhan diadopsi.
Setiap gaya pengasuhan memiliki karakteristik yang disesuaikan menurut
dari para orang tua memiliki ciri-ciri lebih dari satu kategori, dan di dalam
keluarga utuh, salah satu orang tua kemungkinan memiliki gaya yang berbeda
dibanding dengan pasangannya. Gaya pengasuhan merupakan assessment global terhadap keseluruhan kualitas pengasuhan yang dialami remaja. Pengaruh orang
tua pada remaja sangat besar dan gaya pengasuhan kemungkinan akan membuat
atau malah dapat menghambat keberhasilan anak:
1. Gaya Pengasuhan Authoritative
Dalam budaya barat pengasuhan authoritative dilihat sebagai suatu hal yang sangat bermanfaat bagi perkembangan anak (Darling dan Steinberg 1993).
Orang tua yang authoritative memiliki tingkatan yang tinggi pada
responsiveness dan demandingness. Mereka (orang tua yang authoritative) seringkali melibatkan anaknya di dalam pembuatan keputusan dan mengajak
diskusi walaupun masih dalam lingkup yang terbatas. Orang tua seperti ini
memiliki harapan yang tinggi untuk anak mereka, akan tetapi pendekatannya
dilakukan dengan cara yang hangat. Pada saat anak masuk kedalam masa
remaja, orang tua yang authoritative meresponnya melalui membiarkan anak lebih autonomy yang dihubungkan dengan peralihan yang sehat dari remaja kepada masa dewasa. Orang tua yang authoritative memahami bahwa komunikasi di antara orang tua dan anak-anaknya harus jelas untuk
memelihara hubungan orang tua dan anak yang menyenangkan. Orang tua
bersifat assertive tetapi tidak ikut campur (intrusive) dan membatasi (restrictive). Cara pendisiplinan mereka adalah dengan memberikan dukungan dibanding hukuman.
Remaja merasa lebih nyaman berbicara terbuka dengan orang tua yang
authoritative. Orang tua tidak dapat memberikan hukuman terhadap perilaku negatif yang dilakukan, dan mereka lebih senang untuk memberikan reward
pada perilaku yang positif. Gaya pengasuhan ini menyediakan pengukuran
kompetensi yang tinggi, perkembangan sosial, persepsi-diri dan kesehatan
mental. Terdapat bukti bahwa orang tua yang authoritative menghasilkan perkembangan psikososial yang tinggi dan sedikit masalah-masalah yang
2. Gaya Pengasuhan Authoritarian
Gaya pengasuhan ini seringkali dievaluasi dalam batas-batas konflik dengan
aspek-aspek positif dan yang lainnya dengan aspek-aspek yang negatif. Orang
tua yang diklasifikasikan sebagai authoritarian memiliki demandingness yang tinggi tetapi rendah di dalamkehangatan (warmth) dan responsiveness. Orang tua tidak melibatkan di dalaminteraksi yang menuntut kematangan dan
melibatkan sedikit debat dengan anak-anaknya (Darling dan Steinberg 1993).
Mendapatkan apa yang diharapkan oleh orang tua yang authoritarian
seringkali memerlukan perjuangan bagi anak dan remaja seperti yang mereka
sering respon untuk mencapai harapan sebagai hal yang bertentangan dengan
do’a dan dukungan. Kebanyakan remaja cenderung untuk menolak gaya
komentar dan perintah, serta memberontak orang tua yang menggunakan gaya
ini.
Menurut Steinberg (1993), bahwa orang tua yang authoritarian cenderung untuk memberikan lebih hukuman dan disiplin yang mutlak tanpa memberi
dan menerima komunikasi. Hal ini berarti bahwa orang tua lebih banyak
memberikan perintah pada anak-anaknya dan dengan cepat menghukum pada
saat mereka tidak melaksanakan tugasnya. Remaja yang memiliki orang tua
dengan kategori ini akan memiliki perilaku yang baik akan tetapi
kemungkinan mengalami depresi. Remaja cenderung untuk berpenampilan
baik di sekolah dan tidak akan terlibat dalam masalah yang berhubungan
dengan perilaku, akan tetapi mereka memiliki keterampilan sosial yang sedikit
dan rendah dalam self-esteem nya (Darling dan Steinberg 1993). 3. Gaya Pengasuhan Indulgent
Kadangkala dihubungkan dengan istilah permissive. Orang tua yang indulgent
adalah yang hangat dan memiliki responsiveness yang tinggi akan tetapi tidak menuntut dan rendah dalam pengawasan (Radziszewska 1996). Mereka
memberikan kebebasan dan sedikit menerapkan kedisiplinan kepada
anak-anaknya. Orang tua yang indulgent seringkali tidak konsisten dengan aturan dan disiplin yang telah diterapkan pada anak-anaknya (Darling dan Steinberg
1993). Orang tua dengan gaya ini bertentangan dengan orang tua yang
Mereka tidak banyak menuntut dari anak-anaknya (Steinberg 1993). Orang tua
dengan gaya ini adalah mereka yang membiarkan anak-anaknya ”walk out over them.”
Remaja yang memiliki orang tua dengan gaya indulgent lebih banyak terlibat dengan masalah perilaku, akan tetapi mereka memiliki self-esteem yang tinggi, keterampilan sosial yang lebih baik dan depresi tingkat rendah (Darling dan
Steinberg 1999).
4. Gaya Pengasuhan Indifferent
Gaya pengasuhan ini sering disebut juga dengan istilah neglecting. Orang tua yang diklasifikasikan sebagai indifferent memiliki tingkatan yang rendah baik pada responsiveness maupun pada demandingness (Radziszweska 1996). Seperti orang tua indulgent, mereka mengijinkan anak-anaknya memiliki kebebasan yang belum pernah didapatnya serta mengharapkan sedikit
tanggung jawab. Akan tetapi tidak seperti orang tua indulgent, dimana orang tua dengan gaya ini memiliki jarak dan tidak terlibat dalam kehidupan
anak-anaknya. Mereka tidak tertarik pada apa yang terjadi pada anak-anak-anaknya.
Orang tua dengan gaya ini tidak responsive dan memiliki sedikit harapan pada anak-anaknya (Steinberg 1993). Orang tua tidak memonitor atau mengawasi
perilaku anak-anaknya. Anak dengan orang tua indifferent sangat miskin di dalamsemua aspek kehidupan (Darling dan Steinberg 1993).
Rohner (1986) mengemukakan bahwa gaya pengasuhan dengan dimensi
kehangatan (warmth dimension). Menurutnya bahwa gaya pengasuhan kehangatan bersifat kontinum, namun dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu gaya
pengasuhan penerimaan (acceptance) dan gaya pengasuhan penolakan (rejection). 1. Gaya Pengasuhan Penerimaan (Parental Acceptance)
Gaya pengasuhan ini ditandai dengan curahan kasih sayang dari orang tua
kepada anaknya baik secara fisik maupun secara verbal dengan
mengekspresikan kasih sayang dan perhatiannya melalui pujian, penghargaan
dan dukungan untuk berkembang.
2. Gaya Pengasuhan Penolakan (Parental Rejection)
Gaya pengasuhan ini dibagi lagi kedalam gaya pengasuhan pengabaian, gaya
pengabaian ditandai dengan tidak adanya perhatian orang tua terhadap
pemenuhan kebutuhan anak yang mengakibatkan anak tidak lagi merasakan
kehadiran orang tua yang seharusnya berperilaku sebagaimana layaknya orang
tua. Gaya pengasuhan penolakan ditandai dengan munculnya perkataan dan
perilaku orang tua yang menyebabkan anak merasa tidak dicintai, tidak
dikasihi, tidak dihargai bahkan lebih parah lagi anak tidak dikehendaki
kehadirannya di dunia ini. Gaya pengasuhan permusuhan ditandai dengan
munculnya perkataan dan perbuatan yang kasar serta agresif dari orang tua.
Gottman dan DeClaire (Sunarti 2004) membagi gaya pengasuhan emosi
anak kedalam empat kelompok, yaitu: (1) gaya pengasuhan orang tua yang
mengabaikan emosi anak, (2) gaya pengasuhan orang tua yang tidak menyetujui
dan senantiasa mengkritik emosi negatif anak, (3) gaya pengasuhan orang tua
yang menerima emosi anak namun gagal mengarahkannya, serta (4) gaya
pengasuhan orang tua yang menerima emosi anak dan sekaligus membimbing dan
mengarahkan emosi anak.
1. Gaya Pengasuhan yang Mengabaikan (Dismissing Style)
Gaya pengasuhan ini ditandai dengan perilaku orang tua yang cenderung
mengabaikan dan melecehkan atau merendahkan emosi negatif anak.
2. Gaya Pengasuhan Tidak Menyetujui (Disaproving Style)
Gaya pengasuhan ini ditandai dengan perilaku orang tua yang cenderung
mengkritik anak dengan perasaan negatif dan tidak menyetujui bahkan
menghukum mereka karena ekspresi emosinya.
3. Gaya Pengasuhan Laissez Faire
Gaya pengasuhan ini ditandai dengan situasi dan kondisi dimana orang tua
menerima emosi anak dan bersimpati kepada mereka (menerima semua emosi
anak tanpa prasyarat), akan tetapi gagal untuk menawarkan pengarahan atau
menetapkan standar atau batasan-batasan perilaku anak.
4. Gaya Pengasuhan Emosi (Emotional Coach)
Gaya pengasuhan ini ditandai dengan situasi dimana orang tua menerima
perasaan anak tanpa syarat, bersimpati kepada mereka (sama seperti pada gaya