• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prosiding Diskusi Ilmiah Wereng Coklat dan Pengendaliannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prosiding Diskusi Ilmiah Wereng Coklat dan Pengendaliannya"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS PERTANlANI IPB

(2)

KATA PENGANTAR

. . .

. . .

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANIAN IPB

MAKALAN I : HtahlA WERENG COKLAT DAN MASALAH PENGENDALIANNYA DI INDONESIA

. . .

Oleh A. Toerngadi Soemawinata dan Soemartono Sosrornarsono

DISKUSI MAKALAH I

. . .

LAHII : T1NJAUAN GENETIK DAN PEMULlAAN PADA EPIDEMI WERENG

COKLAT DI INDONESIA

. . .

:

. . .

Oleh Amris Makmur

DISKUSI MAKALAH I 1

. . .

MAKALAH III : LEDAKAN HAMA WERENG DAN KEIMBANGAN MARA DALAM TA- NAMAN-TANAH . . . Oleh Goeswono Supordi

DISKUSI MAKALAH I II

. . .

MAKALAH IV : PENINGKATAN PEN W L U H A N KKOSUSNYA MENGENAI PENGENDALI- AN HAMA WERENG DALAM RANGKA TRANSFER TEKNOLOGI

. . .

Oleh Aida Vita yala Siafri Hz~beis

DISKUSIMAKALANIV

. . .

MAKALAH V : MODEL STRATEGI PENGENDALIAN EKONOMI D A L m PENGELOLA-

. . .

AN HAMA WERENG SECARA TERPADU

Oleh APfendi A n w r

DlSKUSlMAKALAHV

. . .

MAKALAH VI : PENELAAHAN LEDAKAN H M A WERENG COKLAT DARI SUDUT

P4,NDMGAN MATEMATIKA

. . .

Oleh K.M. Hasasihuarr dan Aunu Rauf

DISKUSI MAKALAH VI.

. . .

I. LAPORAN PERJALANAN PENGAMATAN NANiA WERENG COKLAT DI BEBERAPA

. . .

DAERAH JAWA BARAT DAN JAWA TENGAH

Oleh Sjafrida Manuwoto, Yrcsuf Sutahrio dan I Wayan Winasa

II. VIRUS PAD1 UANG DITULARKAN OLEH W ERENG COKLAT Nilaparvata lugens. (Stal.)

. .

Oleh Rusmilah Suseno

III. BEBERAPA TINDAKAN AGRQNOMIS DALAM USAHA MENGATASI SERANGAN HAMA WERENG'

. . .

Oleh Punuono, Sugeng Sudiatso dan Jajah Koswara

IV.

MASM AMANKAH BAHAN MAKANAN KITA UNTUK DIKOMSUMSI ?

. . .

(3)

KATA

Salah satu upaya yang paling penting untuk nleningkatkan mutu pentlidikan di Perguruan Tinggi adalah me- ningkatkan kesadaran ilmiah dan penguasaan profesi staf pengajarnya. Staf pengajar yang kita harapkan bersama adalah staf pengajar yang melaksmakan ke tiga danna perguruan tinggi.Diskusi-diskusi ilmiah dapat nlerupakan inspirasi penelitian atau pengabdian pada masyarakat. Karena itu, diskusi iln~iah merupakan kegiatan yang me- nyatu dengan kegiatan perguruan tinggi.

Diskusi ilmiah Hama Wereng Cokiat dan Usaha Pengendaliannya merupakan respon Fakultas Pertanian IPB

terhadap permasalahan yang sedang kita hadapi dewasa ini. Dalam diskusi ini telah hadir Bapak Dirjen Tanaman Pangan Ir. Tb. Suhaedi Wiraatnladja, Bapak Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Prof. Dr. fr. Gunawan Satari. Juga hadir rekan-rekan dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan Balai Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Telah berlangsung diskusi, dialog, antara Fakultas Pertanian dengdn Asosiasi- asosiasi profesi kita. Untuk itu diucapkan terimakasih.

Akhirnya, diskusi ini tidak akan ada artinya bila bahan dan hasil diskusi hanya rnenghuni laci atau rak buku para pesertanya. Prosiding ini disusun dengan maksud agar masyarakat yang lebih luas dapat mengambil man- faatnya.

Ucapan terirnakasih disampaikan kepada penyunibang makalah. niode~ator, notulis yang telah bekerja demi penyelesaian prosiding ini.

Bogor. 1 Marei 1987

A.n. Dekan

)

Pembantu Dekan bidang Akademik
(4)

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANIAN

Saudara-saudara staf pengajar dan para undangan yang kami homati, Assalamualaikum Wr. Wb.

Atas narna Pimpinan Fakultas Pertanian saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tinggi- nya atas kehadiran Saudara-saudara sekalian memenuhi undangan diskusi ilmiah pada pagi hari ini.

Diskusi ilmiah di lingkungan perguruan tinggi adalah bagian dari tradisi masyarakat ilmiah dalam mengem- ban fungsi Tridharma dan memelihara kepekaannya sebagai bagian dari pusat pengembangan ilmu dan teknologi. Fakultas Pertanian P B mempunyai perhatian dan "commitment" yang besar dalam program pembangunan per- tanian antara lain dalam program peningkatan produksi pangan yang dimulai sejak dilancarkannya studi kasus penerapan panca usaha, yang kemudian dikembangkan menjadi Demas dan Bimas. Adalah kewajaran belaka kami ingin terus meningkatkan peranah Fakultas Pertanian IPB sebagai surnber infomasi yang penting baik bagi pemerintah maupun masyarakat petani daiam usaha pemecahan berbagai masalah nasional di bidang pertanian.

Topik diskusi kita pagi ini adalah "Nama Wereng dan Usaha Pengenddiannya" tidak terlepas dari aktuali- tas masalah yang me~lyangkut salah satu dari kerangka dasar pembangunan pertanian negara kita yaitu pelestari- an swasembada pangan. Kompleksitas permasalahan yang menyangkut serangan hama wereng coklat dan usaha- usaha pengenddiannya secara terpadu mendorong kita semua untuk menelaahnya secara lebih komprehensif dari sudut pandangan yang lebih luas menyangkut aspek genetika, hama, agronomi, tanah, ekologi, dan sosial ekonomi. Dengan demikian dari forum diskusi ini dapat dihimpun pendapat dari berbagai disiplin h u di Fakul-

tas Pertanian dan Fakultas lain di lingkungan IPB serta pendapat para pakar yang berkecimpung di bidang-bi- dang yang saling berhubungan. Dengan segala kemampuan dan sumberdaya yang kita miliki, kita berkewajiban untuk melestarikan swasembada pangan yang telah dicapai melalui proses kerja keras dari para petani, aparat pe- merintahan, dan unsur-unsur lain yang terlibat dan berkecimpung di bidang pertanian.

Informasi mengenai serangan hama wereng coklat telah kita ikuti bersama dari liputan media massa. Di-

samping itu rekan-rekan dari Jurusan Hama dan Penyakit telah melakukan pengamatan secara langsung hama wereng coklat di beberapa daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Laporan pengamatan tersebut telah disiapkan secara tertulis dan kesimpulannya sangat relevan dengan tujuan diskusi kita ini.

Kami mengharapkan forum diskusi ini dapat memberikan output dalam penelaahan yang lebih mendalam mengenai sebab ierjadinya serangan, cara-cara mengatasinya secara terpadu baik dari segi pengendaliannya mau- pun aspek teknis dan sosial ekonomis, serta penelaahan ledakan dari sudut pandang matematika dan implikasi- nya. Disarnping itu karni menghara pkan inventarisasi dan munculnya topik-topik penelitian yang relevan serta usaha-usaha penanganan transfer teknologi melalui penyuluhan dengan melibatkan para staf dan mahasiswa da- lam berbagai kegiatan seperti KKN dan praktek lapang.

Inpres No. 311986 yang berisi kebijaksanaan pemerintah dalam pengendalian serangan hama wereng coklat patut menjadi bahan rujukan diskusi sehingga kita marnpu mengantisipasi permasalahan lain yang mungkin tim- bul dan menyarankan cara-cara mengatasinya.

Dalam diskusi ini akan dibahas 6 rnakalah yang dipresentasikan dan beberapa makalah tambahan. Peserta diskusi tercatat sebanyak 85 orang, 20 peserta diantaranya adalah undangan dari luar Faperta.

Tentu saja forum diskusi sehari ini tidak akan memadai untuk menampung semua buah pikiran dan gagas- an dari seluruh peserta diskusi. Qleh karena itu kami merencanakan dalam waktu dekat untuk menyelenggara- kan forum yang lebih luas dalam bentuk seminar dan lokakarya Pengendalian Hama Secara Terpadu ditinjau dari aspek konsepsional dan operasional.

Kami ucapkan terimakasih dan penghargaan kepada para penyusun makalah yang telah secara spontan memberikan kesanggupan dan hadir pada pagi hari. Begitu juga kepada rekan-rekan dari Jurusan HPT dan BDP yang terlibat secara langsung dalam persiapan dan penyelenggaraan diskusi ini kami ucapkan terimakasih. Kami pun mohon maaf bila terdapat kekurangan dalam penyelenggaraan diskusi ini, terutama kepada para undangan dari luar kota Bogor yang telah bersedia datang. A

Selamat Berdiskusi dan Wassalamudaikum Wr. Wb.

(5)

KESIMPULAN DISKUSI ILMIAH HAMA

WERENG

COKLAT*

DAN USAHA PENGENDALIANNYA

FAKULTAS PERTANIAN

IPB

22

DESEMBER

1986.

Diskusi Ilmiah Hama Wereng Coklat dan Usaha Pengendaliallnya yang dilaksaliakan di Fakultas Pertanian IPB

pada tanggal 22 Desember 1986 yang dihadiri ole11 85 peserta yang terdiri dari para staf Fakultas PertanianIPB, dan pakar dari Litbang Pertanian serta Direktorat Jei~deral Pertanian Tananla11 Pangan, Departe~nen Pcrtaniail, telah membahas enam makalah dan empat makalah penunjang sebagai berikut :

Makalah Utarna :

1. Wereng Coklat dan Masalah Pengendaliannya di tn-

donesia, oleh Prof. Dr. Ir. So'oemartono Sosron2ar- sono dan Ir. Toerngadi S~n?emawinataM.sc.

2. Tinjauan Cenetik dan Pentuliaan T a n a n a n pada Epi- demi Wereng CoMai di Indonesia, oleh Prof. Dr. Ir. Arnris Illakmur.

3. Ledakan Hama Wereng dan Keim bangan Hara dalan1 Tanaman Tanail oleh Borof: Dr. Pr. Goeswono Soepardi. 4. Peningkatan Penyuluhan dalam Pe~lgendalian Hama

Wereng Coklat, oleh: Aida Virayata Sjafri Hubeis.

5. Model Ekononli Biologi dalain Pcngeloiaan Terpadu Hama Wereng, oleh: Prof; Dr. Ir. Affendi Anwar: 6. Peneiaahan Ledakan I-Iama Wereng Coklat Menurut Pandaigan Model Mateniatika dan Iinplikasinya. oleh: Ir. Krisnamurti Hasibuan, M.Sc. dan Dr. Ir. A urzu Rauf;

Makdah Penunjang :

1. Laporan Pe jalanan Pengamatan Hama Wereng Co- klat di Beberapa Daerah Jawa Barat dan Jawa Te- ngah, oleh: Sjafida Ahnuwofo, Yusup Sutakaria

dan I Wayan Witzosa.

2. Virus Padi yang Ditularkan oleh Wereng Coklat,

Ni-

lapawata Iugens (Stal), oleh: Prof. Dr. Ir. Rusmilah Suseno.

3. Beberapa Tindakan Agronomis dalam Usaha Meng- atasi Serangan I-Iarna Wereng, oleh: Ir. hrwotzo, Ir. Sugeng S u d i a ~ o , M. Sc., Dr. Ir. Jajah

Y

ioswara. 4. Masih Arnankali Bahan Makanan Kita Untuk Dikon-

sumsikan? ole h: br. Mariyati Sukami, I?I.Sc.

Memperllatikan isi makalah-makalah tersebut dan pembahasan dari masing-masing makalah oleh para pe- serta, maka forum diskusi berkesimpulan :

1. Sistem Pengendalian Mama Terpadu adalall sistem pengendalian hama yang terbaik dan m a n untuk menanggulangi masalah hama wereng coklat. Un- t u k menunjang pelaksanaan sistem tersebut perlu diperhatikan hal-ha1 di bawah ini.

7. Penelitian dasar yang dapat n~entperbaiki taktik pcngendalian yang sudall diketahui maupun Inene- 11i~1k;in taktik bani sangat diperliikan antara lain: a. Mekanisnte resistensi taiiatnan padi terhadap

wereilg coklat dan patallnya resisteiisi tersebut. b. Pengaruh pemupiikan dan zat perangsang tun)-

bttll pada ketahanan tanaman padi terhadap we- re tlg coklat

c. Dinamika pvpulasi wereng coklat dalam IIU-

bungannya dcngan iiiuailt alami dan faktor ling- kungan lainnya.

d. Penelitian tentang insektisida untuk pengendali- an .wereng coklat yang mcnyangku t selektivitas. kenlungkinan tiiitbul~iya riserjensi dan pcrkent- bangan rcsistensi pcrlu ditingkatkan.

3. Pentcrintah perlu it~eltycdiakan dana pcnelitian se- cukupnya baik untuk pcnelitian dasar tersebut di atas nlaupun pcnelitian terapannya.

4. Varietas-varietas padi yang hingga sekarang diliasil- kan ulltunuiya ntc~ttiliki sifat-sifat yang sania dengan mempcrtafiankan blok keterpautan gel1 (linkage block) tertentu dan ditambali dengall i~salla penye-

C---r

ragaman yang melnang meinbcrikan ltasil panen yang tinggi. Kcadaan ini niendorong ti~nbulnya ra- pull gefietik. Oleh karena itu difikii-kan tnctode pe- nluliaan yang lebih bisa ntenutljang peningkatan la- gam genetik meskipull nlengurangi keseragan~an sifat. Sebagai contoh diajukan nietode sllang Dialel Selektif (Diallel Slective Mating = DSM). Metode ini meskipun ~iierupakan pendekatan yang baik, nalnun sulit digunakarl laengingat keterbatasan tenaga pe- mulia tananian dan kebutuhan rnel~ghasilkan varie- tas padi berdaya hasil tinggi dalaii waktu relatif singkat.

(6)

6. Perlu penelitian bersama dalam satu tim interdisipli- ner yang terdiri dari ahli agronomi, ahli harna dan penyakit tanaman, ahli sosial e konomi dan ahli eko- fisiologi, dalam penanggulangan hama untuk men- capai pelaksanaan strategi pengendalian yang opti- n~ a1

.

7. Data yang tersedia dari berbagai hstansi dapat di- manfaatkan untuk memperbaiki sistem monitoring dan evaluasi untuk menentu kan strategi pengenddi- an yang lebih baik dari segi teknis dan sosial ekono- mis. Aspek ekonomis perlu diperhatikan sehubung- an dengan terbatasnya sumberdaya.

8. Perlu digunakan model ekonomi biologi dalarn pe- nentuan pemilihan sistem pengelolaan yang opti- mal. Model optimal control dapat dipakai sebagai petunjuk tentang langkah-langkah pengendalian yang lebih baik.

9. Model matematika dinamika populasi wereng coklat perlu dikembangkan untuk menunjang model opti-

mal control tersebut di atas.

10. Peranan penyuluh di lapangan sangat menenbkan keberhasilan dan pendayagunaan alih teknologi ke- pada petani Untuk itu perlu peningkatan daya @na sarana penyuluhan yang sudah ada, antara lain pe- nyempurnaan kelembagaan dan segi-segi pengelola- annya.

1 1. Kemampuan para penyuluh di lapangan sangat ter- batas, oleh karena itu perlu diperhatikan jumlah dan kualitas penyuluh maupun fasilitas perlengkapan operasional serta wilayah kerja, yang sesuai dengan kemampuan seorang penyuluh.

12. Pendidikan dan latihan bagi penyuluh hendaknya le- bih disesuaikan dengan sistem pertanian dan kondisi wilayah.

13. Penyuluhan dasarnya merupakan pendidikan, se- hingga pendekatannya hams bersifat persuasif dan anumeratif.

14. Peranserta Perguruan Thggi dalam penyuluhan per- lu ditingkatkan baik para pakarnya maupun para mahasiswanya.

(7)

Pada saat sekarang Indonesia telah berhasil mencapai swasembada pangan dan keberhasilan itu telah men- dapat pengakuan pula secara internasional. Sukses yang telah dicapai tidak terlepas dari usaha keras berbagai

fihak yaitu Petani, Peneliti, Pemerintah dan lain-Iainnya yang berkecimpung dalam bidang pertanian.

Sumbangan Fakultas Pertanian lnstitut Pertanian Bogor dalam meningkatkan produksi pangan khususnya padi tidak dapat diabaikan, terutama sejak dilancarkannya studi kasus mengenai penerapan panca usaha yang kemudian dikernbangkan menjadi Demas (Demonstrasi masal) dan akhirnya diubah menjadi Birnas (Bimbingan masal). Berhubung dengan ha1 tersebut, adaldz wajar bila rnenghadapi masalah nasional dalam bidang pertanian, Fakultas Pertanian P B dijadikan salah satu surnber inforn~asi yang penting baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat petani dalam usaha pemecalzan berbagai masalah tersebut.

Masalah di bidang pertanian yang akhir-akhir ini mendapat sorotan tajaln adalalz masalali h a n a wereng, terutama karena terjadinya eksplosi hama tersebut di beberapa propinsi padi tttama di Indonesia.

Falsafah yang kita anut dalam usaha pengendalian hama adalal~ Pengendalian Hama secara Terpadu yaitu usaha mengkoinbinasikan semua komponen pengendalian hama yang ada untuk dapat menekan perkembangan populasi harna sampai pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonotnis dan dengan dampak yang minimum terhadap lingkungan. Komponen-komponen pengendalian tersebut antara lain adalah: teknik bercocok tanam yang tepat (waktu tanam, pengairan, pemupukan, sanitasi lapang), penanaman varietas resisten, pemanfaatan musuh-musuh alami hama dan penggunaan insektisida pada saat yang tepat. Penerapan konsep pengendalian hama terpadu di lapangan tidaklah mudah karena tidak hanya menyangkut masalah teknik tetapi juga masalah sosid masyarakat tani. Bahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan faktor teknispun niasih cukup banyak.

(8)
(9)

I.

-

HAMA WERENG GOKLAT DAN MASALAH

PENCENDALIANNYA DI INDONESIA

Oleh :

A. Toerngadi Soemawhaba dan Soemartono Sosronaarsono *)

Wereng coklat ~ N i l ~ & - ~ u g e n s - ( S d a k ) adaiah-satu speesies_serangga_ ham_apadi-dilndonesia _y ang sudali dike- nal sejak awal abad 20 i n t K a l s h ~ v e f i (1950)menyebut- kan- bahwa pada bulan Nopember 193 1 suatu konipleks persawahan di Drarnaga, Bogor, yang tan-gngnya sedang -pads stadigm berbunga diserang ole11 hama-terscbut-Se-

rangan itu besarnya antara 3 0 - 5 0 m2 dengall jarakan- tara lokasi-sera-~gan s e j a u h & b ~ k u ~ ~ ~ g _ 3 ~ j n . Bagian

&@g& dari &ka_si serangan itu tanamannya k e r 1 n g . m - fa dari serangga itu hidup berhim~itan padag_elepsh

_&iy_n paxi, dgn serangga dewasanya terdapat pada 11ela1- an daun. Serangan wereng coklat juga pernah terjadi di Mojokerto pada tahun 1939 dan di Yogya pada tahun 1940. Pada awal tahun 60-an penulis juga inenyaksikan serangan terbatas wereng coklat di daerah Krawang. Pada waktu itu wereng coklat belum dianggap sebagai hania utama tanaman padi, karena serangan hanya sewaktu- waktu dan hanya meliputi luasan yang tidak besar.

Serangan wereng coklat yang meluas diawali ole11 serangan hania tersebut di daerali Tegal pada tahun

1969, yang nieliputi luasan sebesar 1633 ha. Sejak itu se- rangan nieluas dan pada tahun tanain 1974/1975, haiii- pir tiap propinsi melaporkan adanya serangan weieng coklat di daerahnya (Soenmdi, 1978). Tabel 1 iiienun- jukkan serangan wereng coklat sejak tahun 1969 sani- pai dengan tahun 1977 dan Tabel 2 dari tahun I975 sampai dengan tahun 1984. Tabel 3 adalah serangan ta- hun 1 984 sampai dengan tahun 1986.

Memperhatikan Tabel 1 di atas, ledakan populasi wereng coklat dimulai pada tahun 1969, bersaniaan de- ngan w a h dimulainya penggunaan varietas unggul. .Neinrichs (1 978) juga &app_rkazslwa kerusakan ekonomis oleh wereng coklat di banyak negeri-ne~ri

-

- -- $r~~&-m-en&gkat-_ b e b e ~ a ~ a - t a h ~ n - -s_etx&ah_intraduksi

vqietas padi~_ugggul-d~~ penerapan t e f k n ~ l ~ g i mo.ddern untuk mengelola varietas tersebuL- Dari pernyatgan ini jelas J-&wa mas&h- were% co&llaa $-p&kyb)tgan- .nya dengan pesuhaban_ek.osistem pertanman

---

- - padi.

Sogow (1982)-_menyebut wereng G @ a t sebagai hama pa& yang terburuk~d&i;an&~.a_e~~$~~af"a --- pa@i

-II

lain. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang plastis,

*) Staf Pengajar Jurusan Nama dan Penyakit Tumbuhan, Fa-

kultas Pertanian IPB

virus pada p a d i - y a i t ~ + ~ k i U c e r - d i C ~ ~ r n p u t ~ ' ~ a s s y

stunt) dan ksrdil _hampa

_(ragged

stunt) (Tantra, 1978). 1978).

Dalam makalah ini akan diuraikan biologi dan eko- logi wereng coklat secara umum, kemudian taktik-tak- tik pengendalian yang dapat dilakukan, d a ~ i akhirnya sistem pengendalian terpadu.

Wereng-mklas-adalah seranggaap-engl~ t s g c a ira!i

t a l m a i l yang berwarna kec~klat-coklatan, d e n g n panjang tubuh 2 - 4.4

m-

Serangga" dewasanya nlcni- punyai dua bentuk yaitu yang bersayap pendek --..-- (brakip-

t i l a i d a n yang -

-

bersayap pa*jang (iGkroptera). Mak_rnp- tera meinpunyai keniampuan untuk terbang, dan nlc- iupakan kelompok yang bermigrasi jauh. Diniorf~snie sayap it? ada hubungannya dengan kepadatan populasi. Wereng _coldat-* bersifat endernik di daerah- Oriental tropis, tetapi secara temporer dapat rnencapai Korea dan Jepang khususnya di ijiusirr! panas. Wereng coklat ada-

lab

serangga monofag, terbatas pada padi dan padi liar (06za parenrzis dan Oryza spontanea) (Soga_wa, 1 982). Siklus hidupnya relatif pendek. dipengaruki oleh --- suhu lingkungannya. ~ a d a suhu 27" -.2g°C konstan siklus

_ ___

_- hidupnya -- berkisar antara 20 - 25 hari (Tabel 4). Telur biasanya diletakkan dalatn kelompok di dalani jaringan pelepah daun sebagian juga di lielaian daun. Sta- dium telur 7

-

9 hari; stadium nirnfa 10 - 15 hari, dan masa praoviposisi 3 - 4 hari. Di lapangan seekor betina d G i ~neletakkan telur sebanyak 100 - 500 butir. Se- rangga dewasa dan ni~nfanya biasanya berada di bagian bawah tanaman (pelepah dauq). J k p o p u l a s i -tinggi yaitu njelebihi

---.--

500

-

ekor

-

- g e r rumpun, sebagian dati po- pulasi kadang-kadang berada di bagian atas tanaman, b a h k a ~ d i da9n be_n&ra atauLdi qgI_af-(M~~hida e t al.,

197&

(10)

rikut. Jarak tanam yang rapat berpengaruh baik terha- dap perkembangan populasi. Dengan varietas IR 1917- 3-17 yang ditanam dengan jarak tanam 4 0 x 20 cm dan 40 x 5 cni, ternyata pada jarak tananl 40 x 20 cm hanya terdapat 25 ekor wereng coklat/m2 sedang pada jarak tanam 4 0 x 5 cni ada 50 wereng coklatlm2. Penanaman padi terus-menerus dan tumpang tindih niendorong me- ningkatnya populasi wereng coklat. Banyak bukti bahwa pen~upukan

N

yang tinggi mendorong meningkatnya po- pulasi wereng coklat. Hal ini mungkin disebabkan ole11 rnikroklimat yang lebih sesuai karena lebatnya tajuk ta- naman dan juga karena kualitas nutrisi yang menjadi lebih baik sehingga meningkatkan banyaknya penghisap- an. daya bertalian hidup dan kapasitas reproduksinya

(Plrifzrichs, 1978).

Musuh alaini yang dltemukan menyerang wereng coklat di alam banyak jenisnya. Banyak ahli berpendapat bahwa musuh alami itu marnpu menekan populasi we- reng coklat, dan nierupakan faktor yang penting dalam pengelolaan hama weieng coklat (.%epard, kolrtunikasi pribadi). Tabel 5 merlunjukkan sebagian dari jenis-jenis musuh alami yang nienyerang wereng coklat.

BlOTIPE

WERENG

CBKLAT

Di muka telah diutarakan bahwa wereng coklat ada- !ah serangga yang plastis, yang mudah beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berubah. Sejak pertania kali wereng coklat dikendalikan dengan varietas tahan, te- !ah diketahui bahwa wereng coklat relatif cepat beradap tasi terhadap varietas tahan itu. dan varietas itu rusak. Populasi wereng coklal yang kini dapat hidup baik pada varietas yang dulunya tahan itu disebut biotipe baru we- reng coklat. Kini banyak ahli berpendapat bahwa istilah biotipe untuk populasi tersebut tidak benar. Kisimoto

( 1 98 1 ) nienyatakan bahwa keadaan populasi biotipe itu sama dengan populasi yang resisten terhadap insektisida. Mungkin istilah ras lebh benar. Untuk selanjutnya dalam makalah ini niasih digunakan istilah biotipe.

Populasi wereng coklat awal sebeluni varietas tahan digunakan disebut biotipe 1. Varietas tahan, seperti IR

26, yang tahan terhadap biotipe I , ternyata di Sumatera Utara dalam waktu lima musim sudah tidak tahan lagi, karena populasi wereng coklat biotipe 1 sudah berubah menjadi biotipe 2. Pada waktu ini di Indonesia pada umumnya populasi wereng coklat adalah biotipe 2 dan di Sumatera Utara dan tempat lain sudah menjadi bio- tipe 3.

Mekanisme yang menyebabkan terjadinya biotipe baru itu adalah seleksi hrwin. Di dalam populasi wereng coklat yang genetiknya sangat beragam itu sebagian dari populasi sebenarnya dapat hidup pada varietas tahan

kalau populasi itu dirangsang perkembangannya oleh se- suatu faktor, maka biotipe barn itu akan timbul lebih ce-

pat. Di daerah endemik wereng coklat maka varietas ta- han itu relatif tidak dapat bertahan lama.

Perkembangan populasi wereng coMat di pertanam- an padi sejak penanaman sampai panen merupakan dasar pengendalian hama tersebut. Di sawah perkembangan populasi wereng coklat dimulai dari makroptera wereng coMat yang datang sebagai imigran dari tempat lain. Wereng coklat pendatang ini kemudian berkembang biak dan selama stadium vegetatif dapat mencapai satu atau dua generasi tergantung dari saat irnigrasinya. Bila imi- grasi terjadi pada umur tanarnan 2 - 3 minggu setelah tanani (MST), maka selama stadium vegetatif serangga itu berkenibang biak sebanyak dua generasi. Populasi nimfa generasi pertama dan kedua bertumt-turu:t muncul pada umur 5 - 6 MST dan 1 0 - l l MST. Bila imigrasi terjadi setelah tanaman berumur 5 - 6 MST, maka akan hanya dijumpai satu puncak populasi ninifa, yaitu pada uniur 4 - 10 MST (Gambar I ). Sel angga dewasa generasi pertama (pada lebih kurang 7 MST) pada umumnya adalah brakiptera. Serangga betina berakiptera tidak memencar, dan meletakkan telur dalam jumlah besar. Pada generasi berikutnya persentase serangga dewasa makroptera meningkat. Serangga dewasa yang niuncul setelah stadium pen~bungaan umumnya makroptera, yang kemudian memencat, bermigrasi ke persawahan lain. Kalau pada waktu itu ada pertanaman muda di sekitarnya, maka pertanaman itu akan rnendapat infes- tasi berat yang bersujnbet dari niigran tersebut.

Pengtahuan tentang perkembangan serta struktur populasi sangat penting guna menentukan waktu pengen- dalian.

TAKTfK PENGENDALIAN WERENG COKLAT

1. Cam bercocok tanarn

(11)
(12)

nya di musirn kering juga mendapatkan hasil bahwa insektisida-insektisida diazinon (Diazinon 6 0 EC), car- baryl (Sevin 8 5 s), klorpirifos (Dursban 2 0 Be), fen- tion (Lebay cid 550 EC) dan fentoal (Elsan 6 0 EC) me- nunjukkan risurjensi, yaitu populasi pada petak-petak dengan perlakuan insektisida tersebut 2 sampai 8 kali lebih tinggi dari populasi petak kontrol. Pada petak- petak perlakuan dengan karbofuran (Furadan 3 G), MrPe (Ivlipcin 50 Mrp) dan B M K (Baycarb 500 EC),

populasi wereng coMat jauh lebih rendah daripada populasi pada petak kontrol. Unmng e t al. (1986) dari hasil penelitian lapang dengan tujuh jenis insekti- sida organofosfat (Nogos 50 EC, Perfekthion 40%, Dursban 20 EC, Lebaycid 550 EC, Elsan 60 EC) me- laporkan bahwa ketujuh insektisida tersebut menyebab- kan terjadinya risujensi wereng cokht.

Mekanisme te jadinya risujensi wereng coWat karena perlakuan insektisida cukup kompleks karena menyanght tipe insektisida dan cara aplikasinya, pe- ngaruh fenologis pada tanaman padi, pengaruh pada musuh alami dan pengaruh fisiologis pada wereng co- Hat sendiri. Dari segi sifat tanaman padi, risujensi Iebih tinggi pada varietas yang rentan daripada pada varietas yang lebih tahan. Gambar 3 menunjukkan pengaruh- pengaruh tersebut secara skematis. -3

Dari uraian di atas jelasfah bahwa insektisida yang akan digunakan atau sudah digunakan hams selalu di- evaluasi secara cermat.

Sistem pengendalian hama terpadu dalam menang- gulangi masalah wereng coklat adalah cara yang terbaik.

GZer dan C'kzrk (1961, dalam Lucknzarzn dan Metcalf,

1982) menyebut konsepsi itu dengan istilah pengelolaan hama (pest management). Dalam pengendalian hama ter- padu semua teknik pengendalian perlu dievaluasi, dan yang dapat diterapkan, dikonsolidasikan dalanl satu pro- gram yang utuh (unified) guna mengelola populasi hama demikian rupa sehingga kerusakan ekonomis dapat di- hkldarkan dan pengaruh sarnping yang buruk terhadap lingkungan dapat diteltan seminirnal mungkin (NAS,

1969).

Sistem pengendalian hama terpadu wereng coklat yang kini dilaksanakan mengkombinasikan taktik pe- ngendalian sebagai berikut: (1) pengaturan pola tanam yang dilaksanakan dengan mengatur pergiliran tanaman, pergitiran varietas dan tanarn serentak; (2) penanaman varietas unggul t h a n wereng coklat yang sesuai dengan biotipe wereng c o k b t yang sedang berjangkit, selera pe- tani dan keadaan lainnya; (3) eradikasi dan sanitasi yang dilaksanakan dengan cara memusnakan tanarnan terse- rang sehingga tidak tertinggal sisa-sisa tanaman yang da- pat menjadi sumber serangan; dan (4) penggunaan insek-

tisida sebagai cara terakhir dilakukan apabila cara-cara pengendalian lainnya tidak efektif lagi untuk mengen- dalikan populasi wereng coklat. Jenis insektisida yang digunakan adalah yang efektif serta tidak menimbulkm risujensi dan dampak lain yang tidak diinginkan. Peng- gunaan insektisida harus dengan dosis dan waktu yang tepat serta penyemprotan yang benar (Tim Pengendalian Hama Wereng Coklat, 1986).

Dalam butir (4) tersirat bahwa penggunaan insekti- sida baru dilakukan apabila populasi wereng coklat itu akan meningkat terus dan tidak dapat dikendalikan oleh taktik yang telah diterapkan. Jadi m b a n g ekonomi atau tingkat kerusakan ekonomi perlu ditetapkan. Tabel 6 dan 7 menunjukkan ambang tersebut.

Pelaksanaan sistem pengendalian harna terpadu itu tentu menemui berbagai masalah, antara lain kondisi fisik daerah (umpama selalu ada air, pengairan tidak ter- atur, dan sebagainya), penyediaan saprodi yang sesuai, dan kondisi sosial ekonomi.Ole11 karena itu selain pe- nyuluhan dan latihan yang intensif mungkin perlu pula dilakukan upaya lain supaya sistem itu dapat berjalan baik.

Di dalam sistem pengendalian terpadu penentuan saat diperlukan pengendalian (kimiawi) adalah sangat penting, yang memerlukan estimasi cermat populasi hama dan musuh alaminya.

Shepard e t al. (1986) di Filipina telah mencoba me- rancang suatu metode pengamatan hama padi termasuk wereng coklat, menggunakan penarikan contoh berun- tun (sequential sm2pling) dan me~llasukkan data popu- lasi ~nusuh alami dalam penganbilan keputusan mengen- daiikan atau tidak mengendalikan. Keuntungan utanla dari penarikan contoh beruntun adalah didapatnya esti- masi yang terbaik terhadap status hama (perlu diken- dalikan apa tidak) untuk sejumlah ke j a tertentu.

(13)

coklat apabila dimasok kondisi-kondisi lapangan. Dalarn jangka waktu yang tidak lama model komputer demikian kiranya akan diperlukan di Indonesia untuk membantu pengmbilan keputusan yang cepat dalam pengelolaan hama maupun penyakit.

KESMPULAN

1. Wma wereng coMat mash tetap menjadi masalah dalam produksi padi. Sistem pengendalian hama ter- padu merupakan cara pengendalian yang teraman

DAFTAR PUSTAKA

dari segi masalah harna maupun lingkungan.

2. Penelitian dasar maupun terapan yang dapat m e ] - perbaiki taktik pengendalian yang telah diketahui atau menentukan t a k a baru, serta memperbaiki sistem pengendalian terpadu dan pelaksanaannya masih diperlu kan.

3. Studi mengenai program komputer yang dapat membantu pengambilan keputusan dalarn pengelola- an hama wereng perlu segera dimulai.

1. Chiu, Shui-Chen, 1979. Biological control of the brown planthopper. In Brown Planthopper. Threat t o Rice Production in Asia. IRRI. p. 335-355.

2. Dandi Soekarna, 1979. Waktu pemberian pestisida terhadap wereng coklat Nilaparuata lugens berdasarkan kepadatan populasi d m timbulnya riserjensi. Makalah Kong. Entomol. Indonesia I, Jakarta 9-11 Januari 1 9 7 9 . 1 3 p.

3. Direktorat PerIindungan Tanaman Pangan dan JICA. 1984. Wereng Cokfat dan pengendaliannya. 31p.

4. Heinrichs, E.A. 1978. The brown planthopper threat t o rice production in Asia. In The Brown Planthopper. Proc. Symp. on Brown Planthopper. The 3rd Inter Congress Pac. Sci. Ass., Balk Indonesia, 22-23 July 1977. p. 45-64.

5. Heinrichs, E.A. and 0. Hoehido, 1984. From secondary to major pest status: The case of insecticide-induced rice brown planthopper, Niloparvata lugens, resurgence. Prot. Ecol. 7: 201-218.

6. JICA. 1982. An Illustrated Guide t o Some Natural Enemies of Rice lnsect Pests in Thailand. Part. I. 72 p.

7. Kalshoven, L.G.E. 1950. De Plagen van de Cultuur Gewassen in Indonesia. Deel. I.G. van Hoeve -7sGravenhage/ Bandung. P. 265

8. Kartohardjono, A. and E.A. Heinrich, 1 9 8 3 . Population of the brown planthopper, Nilaparvota Lugens (Stal) (Hornoptera: Delphacidae), and its predators on rice varities with different levels of resistence. Environ. Entomol. 13:359-365.

9. Risimofo, R. 1981 Development, behaviour, population dynamics and control of the brown planthopper, Nalapamta lugens Stal. Rev. Plt. Protect. Res. 14:26-58.

10. Kush, G.S. 1970. Genetics and breeding for resistance to the brown planthopper. In Brown Planthopper: Threet t o Rice Production in Asia. IRRI. p 321-332.

11. Luckmann, W.H. and R.L. MePcalf.1 982. The pest management concept. In Introduction to Insect Pest Mana- gement -- 2nd ed. p 1-31.

12. Mochida, O., T. Suryana, Hendarsih, and A. Wahyu. 1978. In The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown Planthopper. The 3rd Inter - Congress of the Pacif. Sci. Ass., Bali, Indonesia, 22-22 July 1977. p. 1-39. 13. N.A.S. 1969. lnsect Pest Management and Control Publ. 1965. Washington D.C. 508 p.

14. Nagata, T. and 0 . Mochida, 1984. Development of insecticide resistance and tactics for prevention. In Judiceous and Efficient Use of Insectticides on Rice. IRRI. p. 93-106.

15. Oka, I.N. 1979. Cultural control of the brown planthopper. In Brown Planthopper: Threat t o Rice Production in Asia. IRRI. p. 357-369.

16. Oka. I.N. and I. Manwan. 1978. Integrated Control of the Brown planthopper in Indonesia. I n The Brown Plan- thopper. Proc. Symp. Brown Planthopper, The 3rd Inter-Congress of The Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesia, 22-23 July 1977. P. 65-77.

17. Sogawa, K. 1982. The rice brown planthopper: Feeding physiology and host plant interactions. Ann. Rev. Entomol. 27:49-73.

18. Sogawa, K. 1986. Resurgence of BPH populations by insecticides. Short Report. Indonesia Japan Join. Pro- $ramme on Food Crop. Protection. 5 p.

19. Soenardi, 1978. The present status and control of the brown planthopper in Indonesia In The Brown Plan- thopper. Proc. Symp. Brown Planthopper. The 3rd Inter-Congress of The Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesi% 22-23 July 1977. p. 91-101.

20. Shepard, B.M., E.R. Ferrer, P.E. Kenmore, J.P. Sumangil, and J.A. Litsinger, 1986. Sampling methods for surveillance: Sequential sampling for rice planthopper, predators, Certepiflars, and yellow stemborrers. 7 p.

21. Tantm, D.M. 1978. The brown planthopper in relation to-grassy shunt. In The Brown Planthopper. Proc. Symp. Brown Planthopper. The 3rd Inter-Congress of the Pac. Sci. Ass., Bali, Indonesia, 22-23 July 1977. p. 41-43.

22. T i m Pengendolion Nama Wereng Coklaf, 1986. Petmjuk Teknis No. PT-BI. 29 p.

23. Untung, K., E. Mahmb, dan Rasdiman S. 1986. Pengujian resurgensi wereng coklat setelah perlakuan beberapa

(14)

*

Tabel 1. h a s Serangan Wereng Coklat di Indonesia, Tahun 1969

-

1979

M u s i m

No. Ropiftsi

-

69 69/70 70 70171 71 71/72 72 72/73 73 73/74 74 74/75 75 75/76 76 76/77

I. Aceh

-

-

-

- 672 - - -

-

- - - 219 7060 3954 2981

2. Sumatera Utara

-

-

-

- - 3724 - 5411 3199 17588 20964 23497 4303 2475 72456

3. Sumatera Barat - -

-

-

-

- - - 92686 I9 - -

- 243

4. Sumatera Selatan -

-

-

- -

-

-

- - - 23 150 3304 425 1819

5. R i a u - -

-

-

-

.-

-

- - - - 500 - - - 61

6. J a m b i - -

-

- - - 20 - 7272

7. Lampung - - - -

-

-

-

-

- - - - 30 1282 - 11749

8. Bengkuhc - - -

-

-

-

-

-

- - - 2C - 100 - 1225

9. Jawa h a t 13443 - 12183

-

4714 15167 I0383 - 14980 -

-

3233 17671 5371 59288

10. Jawa Tengah 1633 - 755

-

4046 - 1885

-

2749 - 15998 59946 37473 28910 58310 67256

11. Yogyakartp - -

-

-

-

-

-

-

- -

-

23087 - 4476 10880 11956

12. Java T i - - 391

-

534

-

9969 - 7036 -

-

120 8966 53942 15004 79379

13. B a l i N - - - - -

-

-

-

-

- - 35570 18297 21081 9226 1.587

14. N T B - -

-

- -

-

-

- - - -

- - - - 315 - -

- 846

15. N T T -

-

- 100

-

158

-

17519 - 8636 1411 17527

16. Kalimantw Selatan - - - - , - - -

-

-

-

-

-

54 147 4874

17. Kalunantan Sarat - - -

-

-

- - - - 3029 - 1503 - 4489

18. Kalimantan Tengah - - -

-

-

-

-

3325 - - 100

19. Swlawesi Selatan - - - - 2300

-

2503 181 617

20. Sulawesi Utara - - -

-

-

-

70 - - 78 107

21. Sulawesi Tenggara - - -

-

- - - 600 600

TOM 1633 13443 1146 12183 5252 4714 30745 10483 15196 18337 33586 256870 95263 208938 108025 346565

Tabel 2. Luas Serangan Wereng Coklat dan Taksiran Tabel 3. Luas Serangan Wereng Goklat Kumuhtif Bu-

Kerugian pada Tahun 1975

-

1984*) ( O k , Ian Januari sampai dengan Septenzber, Tahun

1985) 1984 sampai dengan I986*)

Taksiran ~ ~ h u ~ ~ h a s serangan (ha)

h a s serangan kerugian

(x 3 000 ha)

(x

100 ton beras

giling) 1984 1985 380.88

3 12.84

5 10.25 *) Sumber : Dep. Pertanian 167.01

695.07 29.77 21.84 23.14 48.22 7.24

[image:14.612.59.543.69.302.2]
(15)

Tabel 4. Siklus hidup wereng coklat pada bibit padi pada suhu konstan

*I

25' Konstan 27' - 2 8 ' ~ Konstan Stadium

( h a 4 Jantan Betina Jantan Betina Brakip Makrop Brakip Makrop

Telur 10.5 b- 10.4 1 -1 7.9

+

Nimpa 14.1 k 1 4 . 3 -1 12.0 -1

Praoviposisi - 3.8 7.2 - 3.0 3.9

Total 24.6 28.4 31.9 19.9 22.9 24.9

- -

*) Sumber : Mochida era!. ( 1 978)

Tabel 5. Jenis-jenis musuh alami wereng coklat

*>

Jenis Famili., Ordo

I

Jenis Famili.. Ordo

Agameni?is unka

Cyrforhinus li- vidipennis CoccineNa arm afta Hippodamia rri-

decimpunctata Elenchus japoni

N S

Elenchus yam marmi Anagrus phveo- tus

Anaphes sp. Aphelinoiidea sp.

Pmacentyobia andoi

Tkichogramma sp

Nemathelrnin- rnni

Miridae, Het. Coccinelidae, Col.

idem Elenchidae. Strep.

idem

Mymaridae, Hym.

Trichogramma- tidae, Hym.

idem idem

Echtrodelphux bicolor Haplogonatopus japo- nicus

Pseudogonatopus flavf femur

-

Tetramonium gukteense Paederus firscipes Ophionea spp. Microvelia douglari Lycosa pseudoannuiata Entomophtora BeQKverin b m ~ i a ~ Hirmtella cimFomis

Isaria fminora

Drynidae, Hym.

idem

idem Formicidae, Hym.

Staphylinidae, Col.

Carabidae, Col.

Veliidae, faem. Lywsidas, Arachn. Entomopthoraceae Moniliaceae Stilbeoeae

idem

*) Sumber : Mochido et nl. (1978) ; JlCA. 1982

Tabel 6 . Kriteria saat penggunaan insektisida untuk mengenddikan wereng coklat di daerah bukan serangap

No, Populasi wereng cpklat

lnsektisida yang digunakan

Applaud lOWP Go1. Karbamat

1. 2 1 ekor betina makrop

tera per 5 rumpun (2 30 hst

ekor makroptera per 5 rumpun)

3. > 2 ekor betins brakip

.

tera per rumpun (4 ekor + 60 hst

brakipteralrumpun)

4. > 1 ekorltunas Semua umur

5. 2 1 ekorltunas Semua umur

Keterangan . ') populasi domaan nimfa **) ppbkasi dominara imago

[image:15.601.163.447.67.191.2] [image:15.601.124.467.172.716.2]
(16)

Tabel 7. Kriteria saat penggunaan iisektisida tintuk mengendalikan wereng coklat di daerah serangan virus.

Populasi wereng

coklat Umur Tanarnan

Insektisida yang digunakan

Keterangan Applaud Gal: Kar-

*

I. Z 1 ekor pesemaian

2. Z 1 ekor

*

pesemaian

**

3. 2 1 ekor imago di pertanaman

*

*

4. Z I ekor nimfa di pertanaman

- t populasi dominan

nimfa

- t populasi dominan

imago

- t populasi dominan

imago

t t populasi dominan

nimfa

*

per 10 ayunan

**

per ayunan

Sumber : Tim Pengendalian H m a Wereng GoMaj 1986

I

,' NIMFA

I I

I I

I I

I I

I \

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 EAST

I

ero I [image:16.595.80.538.77.307.2]

i

G I

4

Gambar 1. Pe-man populari waeng coklat di p e r t a m a n p d f yang bermvol dengan rnigrnsi pnda sekitar

umur 2 MST

[image:16.595.78.535.245.664.2]
(17)

Metalkamate

Perthane

Propoxur

Garnbar 2. Persen puso pada 13 ILIST pada petak yarzg diperlakukan dengan senzyrotan pada 4.7 dan IQ,SHxi Dosis 0.75 b.a/ha, kecuali Permetrin dan Malathion, rizasing-masing 0.5 dan 1.0 k d h a

(&$&3&n

" * -

Gbrino, dalam Heinrichs, 19 78) y e % - - ' a

..:." /

' & * i

(18)

TANAMAN PAD1

'

@ Pertuil~bul~an

Nutrisi

@ Ketahanan terl~adap

wereng coklat

LNSEKTISLDA @ Tipe @ Dosis @ Waktu apii-

kasi

@ Frekuensi

apli kasi Cam aplikasi

Ga mbar 3. Diugrat~i j1ai7g meiiggam barkatz petlyaru h insektisida terlladap po(?ulasi

N

lugens secara Iangsung dan secara tidak langsuug nzelalu i tnriatriarl padi dan mum h alamir2.v~~ (tIeinricks dan Afochida,
(19)

Rukasah Adiratnza: Nigrasi wereng coMat bisa sampai A. Hidir Sastraatmad&: Masalah tanam serempak, pada puluhan Km. padahal dalam program yang ada sekarang dasarnya semua s e w . Tetapi secara operasionaf sulit. daerah tersier yang memungkinkan untuk tanam serem- Apakah ada petunjuk teknis yang lebih &rat tentang pak hanya beberapa blok saja. Bagaimana efektivitas pe- berapa luas areal minimal dan satuannya apa. Kesulitan- ngaturan tanam serempak di dalam blok-blok tersebut nya dalam masalah air, dan ketersediaan tenaga.

dan antar blok dalam hubungannya dengan kemampuan wereng coklat bermigrasi.

Soemartono S o ~ r ~ m a r ~ o n ~ : klemang blok tersier kita tidak begitu luas. Migrasi wereng coklat ada yang jauh ada yang dekat. Antar blok tersier mungkin penanam- annya tidak serempak. Pertama kali migrasi terjadi, yang datang adalah makroptera dan sudah di antisipasi bahwa akan ada rnigrasi antar blok tersier terutama yang berde- katan. Oleh karena itu di masing-masing blok tersier per- lu ada pengamatan dan untuk hal ini sudah dibuatkan petunjuk pelaksanaannya oleh Deptan. Keadaan sudah dianggap kritis kalau ditemukan 2 makropteral5 rum- pun.

Rukasah Adiratma: Dalam kaitan dengan bahan training untuk pengamat hama dan kontak tani, tidak sedetail se- perti yang disajikan dalam slide. Misal siklus hidup, ka- rena mereka juga perlu mengetahui saat-saat kritis, pada saat kapan, pada umur padi berapa kita mulai waspada. Bagaimana penanganan kalau masih brachiptera bagai- mana kalau sudah macroptera. Pengetahuan minimal untuk pengamat dan kontak tani berbeda.

Soemartono Sosromarsono: Bahan-bahan training dan buku-buku sudah disiapkan oleh Deptan. Untuk peng- m a t dan penytluh. Kalau untuk petani saya tidak tahu. Mungkin kita pedu melatih pengamat hama dan penyu- luh supaya informasi tersebut bisa sampai ke petani se- cara baik dan benar.

A. Nidir %scraatmadJ;I: Mengenai sanitasi lapang dalam hubungan dengan pengendalian hama terpadu dilakukan dengan cara pembakaran jerami dan pembalikan jerami; Pembakaran jerami menurut disiplin ilmu tanah tidak da- pat dibenarkan, dan pembdikan jerami tidak bisa meng- hilangkan hama atau patogen. Apakah ada alternatif lain untuk rnengatasi h d ini.

Somartono Sosromarsono: Pembenan~an jerami saya kira dapat memusnahkan wereng (selumh stadium) dan virus, tetapi tidak untuk cendawan patog& dan bakteri. Alternatif lain di Jawa Timur dimanfaatkan untuk perxi buatan pulp kertas. Tetapi kalau populasi wereng sedang tinggi maka penga'ngkutan jerarni dapat membantu pe- nyebaran wereng. Ini hams hati-hati. Uang kedua, pem- buatan mulsa yaitu jerami dipotong-potong dan dengan nlenggunakan inokulasi mikroorganisme tertentu kita dapat mempercepat proses pembuatan mulsa.

Scemartono Sosromarsono: Pelaksanaannya di lapangan perlu dimusyawarahkm dengan kelompok tani d m Pem- da setempat. Bagahana pelaksanaan secara detail saya tidak bisa menjawab, tetapi yang penting kita perlu memberikan motivasi kepada petani sehingga mereka melalui musyawarah dan kesepakatan dapat melaksana- kanny a.

Syamsoe'oed Sdjad: Dalam slide ditunjukkan perkern- bangan wereng di negara-negara lain termasuk Thailand. Di Thailand tidak ada irigasi teknis, semua tadah hujan. Zone-zonenya jelas, mana zone padi dan mana zone palawija, dan Thailand membatasi sekali varietas-varietas IRRI. Apakah wereng Thailand itupdn asal migrasi? Ka- lau betul kondisinya bisa lebih baik dari kita. sehubung- an dengan pengendalian h a n a terpadu, meskipun tidak menanam padi terus menerus apakah mash ada kemung- kinan serangan wereng yang berasal dari migrasi? Soemartono Sosromrsono: Di daerah-daerah yang tidak bisa ditananl padi pada musim kering masalah wereng da- pat ditangani Iebih mudah. Pada pertanaman yang dila- kukan rotasi tanaman serangan wereng n~asih mungkin melalui migrasi yang dapat datang dari jauh atau lebih dekat. Di Indonesia belum ada penelitian apakah ada mi- grasi antar negeri.

Syanzsoe'oed Sadjad: Begitu datang wereng ia meletak- kan telur dulu baru kawin, mengapa kita memberantas telurnya dulu dengan Applaud, bukan werengnya dulu.

Soemrtono S O S: Cara kerja Applaud adalah ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ menghambat pembentukan h t i k u l a wereng. Makrop-

tera yang migrasi di tempat asalnya sudah kawin. Jadi begitu datang dapat bertelur yang kemudian menjadi ge- nerasi I dipertanaman tersebut. Generasi I ini add& nimfa semua. Applaud digunakan untuk mengendalikm nimfa-nimfa tersebut karena mas& dalam masa pertum- buhan.

Syamsoe'oed Sdjad: Kalau sudah terjadi over popula- tion maka terbentuk makroptera. Terbentuknya ma- kroptera apakah hanya karena faktor lingkungan a b u faktor genet& wereng tersebut. Kalau faktor genetik, apakah sudah ada penelitian tentang pencegahan terben- tuknya makroptera dari segi genetika.

(20)

lah pencegahan terbentuknya makroptera secara teoritis perubahan keseimbangan horrnon sehingga tirnbul se- dapat dilakukan, mungkin secara kimiawi atau faktor rangga bersayap. Jadi kalau sistem hormon itu dapat di- lain. Rangsangan iingkungan itu adalah kepadatan popu- ubah, umpama dengan bahan kimia yang disemprotkan, lasi yang tinggi. Rangsangan itu lnenyebabkan terjadinya mungkin perkembangan serangga bersayap panjang dapat

(21)

II. TINJAUAN GENETIK DAN PEMULI

EPIDEMI WERENG COKLAT DI INDONESIA

Ole h

Amris Makmur *)

Sejak dilancarkannya gerakan swasembada pangan, pertanaman padi sawah di Indonesia telah tiga kali dilan- da ledakan hama wereng coklat (Nilapawata lugens Stal.). Pertana, di saat meluasnya penggunaan varietas unggul Pelita 1-1 dan Pelita 1-2 di sarnping varietas unggul asal

IRRI di sekitar tahun 1974. Ledakan hama wereng wak- tu itu dapat diatasi dengan dgepasnya berbagai varietas unggul seri VUTW I yang tallan wereng coklat biotipe 1.

Uang kedua mulai tallun 1977, di saat varietas seri

WTW I inulai diserang di beberapa ternpat di Jawa dan Sumatera. Untunglah kemudian dapat diatasi dengan pe- Iepasan varietas unggul seri VUTW I1 yang tahan wereng coklat biotipe i dan 2. Akhir-akhir ini, mungkin telah mulai sejak tahun 1985, varietas unggul seri VUTU' II

pun tak dapat n~engllambat ledakan epidemi wereng yang ketiga, sehingga perlu dikeluarkan instru ksi Presi- den no. 3 tahun 1986 guna rnengatasi masalahnya.

Keberhasilan Indonesia dalam swasembada pangan, terutama beras, didukung kuat oleh penananan varietas unggul berdaya hasil tinggi, genjah, serta beberapa sifat morfologik yang mendukung potensi hasil tinggi seperti banyak anakan, rendah, daun bendera tegak, dan respon- sif terhadap pemupukan tinggi. Sifat-sifat ini berasal dari has2 pemuliaan yang sangat intensif di Lembaga Pe- nelitian Padi Internasional ( IRRI), sehingga semua varie- tas unggul berdaya hasil tinggi dan tahan wereng yang dikembangkan di Indonesia cenderung berlatarbelakang genetik sama.

Sifat epidemi wereng coklat di Indonesia nlirip de- ngan epidemi Southern Corn Leaf Blight yang disebab- kan cendawan iiebninthosporium maydis di A~nerika Serikat bagian Selatan tahun 1970, yang bersu~nber pada keseragaman genetik (NAS, 1972). Dalam mempdajari masalah epidemi wereng coklat ini, kirnnya perlu ditin- jau aspek genetik dan strategi pemuliaan pembentukan varietas unggul yang disebarluaskan di Indonesia.

*) Staf Pengajar Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian

IPB.

Tekanan utama pemuliaan padi di IRRI sejak tahun 1970 ialah pemuliaan bagi ketahanan terhadap hama dan penyakit. Sumber ketahanan ialah varietas yang mempu- nyai tipe tanaman tidak baik dan daya hasil rendall. Oleh sebab itu varietas donor untuk ketahanan ini perlu di- silangkan dan disilangbalikkan dengan galur harapan yang mempunyai tipe tanaman baik, dan berdaya hasil tinggi, guna mendapatkan gaiur harapan yang berdaya hasil baik dan tahan terhadap hanla dan penyakit. Calur- galur harapan yang dilepas IRRI dapat mengandung ber- bagai kombinasi sifat ketahanan terhadap wereng hijau, wereng coklat, virus kerdil rumput, dan blast (IkTAS,

1972; Kf~ush, 1979). Pada penluliaan padi nasional, te- tua donor untuk ketahanan wereng berasal dari generasi lanjut galur-galur peinuliaan IRRI seperti IR 203 1, IR 206 1, IR 2 153, dan 236 1, disilangkan serta disihngbalik- kan dengan varietas unggul nasional seperti Pelita I - 3 ,

C4-63, Adil, Makmur, dan sebagainya (Eiarahap, 1979).

SILSILM DAPJ PENYEBARAN DAN BEBERAPA

VARIETAS UNGGUE

Pelita 1-1 dan Pelita 1-2 Warahap et al., 1984): Oleh karena rasa nasi varietas unggul asal IRRI PB 5 dan PB 8 mempunyai rasa nasi yang tidak begitu disenangi, maka untuk memperbaiki rasa nasinya di LP3 Bogor tallun 1967 dilaksanakan beberapa persilangan antara PB 5

dengan beberapa varietas unggul Nasional maupun lokal. Rasil persilangan antara PB 5 dan Syntha menghasilkan dua galur yang menunjukkan potensi hasil seperti PB 5 dan rasa nasinya enak seperti Syntha. Kedua galur ini dilepas tahun 1971 dengan nama Pelita 1-1 dan Pelita 1-2. Penyebaran Pelita 1-1 dan PelitaI-2 dalam MH 19751 1976 mencapai luasan 23 persen dari pertanaman padi seluas 4.6 juta ha di seluruh Indonesia. Luasan ini me- nurun sampai 200 000 ha pada MH 198011981 disebab- kan serangan hama wereng coklat. Pada musim yang sama varietas unggul yang menonjol adalah PB 36, yang tahan wereng coklat, mencapai areal 2.1 1 juta ha dari lima juga llektar pertananan padi waktu itu.

(22)
(23)

gi. Metode pemuliaan untuk memasukkan sifat ketahan- an ini ke dalam varietas yang diingini relatif mudah, jadi juga mudah untuk mendapatkan varietas unggul yang se- ragam dengan tingkat ketahanan yang tinggi. Namun ke- tahanan tipe ini tak dapat bertahan cukup lama, keta- hanan dapat dipatahkan jika terjadi perubahan genetik dad parasit ke arah genotipe yang lebih agresif, yang biasa disebut terbentuknya ras atau biotipe barn penye- bab pematahan ketahanan. Metode pemuliaan juga me- mungkinkan untuk memasukkan kedua tipe pengendali- an genetik pada pembentukan suatu varietas.

Menurut Lakshminarayana dan Khlrsh (1977), pe- ngendalian terhadap wereng coklat terletak pada dua lokus gen utama. Bph 1 yang dominan dan bph 2 yang resesif, serta keduanya terpaut erat. Varietas rentan me- ngandung bph 1 bph 1 Bph 2 Bph 2. Di samping itu di- ketahui pula gen inhibitor I-Bph 1 yang menekan pe- narnpilan gen resisten Bph l. Strategi pemuliaan tanam- an terutama diarallkan kepada memasukkan kedua gen utama ini ke dalam varietas rendah (dwarf) yang ber- daya hasil tinggi.

Beberapa varietas tinggi (tall) asal daerdl tropis (ter- utama dari Sri Langka dan India) mengandung gen-gen resisten yang mempunyai daya resistensi tinggi ini. Va- rietas semi rendah (semi dwarf) yang tahan terhadap we- reng coklat dilepas IRRI tahun 1973 dengan nama IR 26. Sumber resistennya adalah TKM 6, yang sendirinya adalah rentan. Ternyata TKM 6 ini mengandung I-Bph I . Dengan persilangan, I-Bph 1 dapat dipisahkan dari Bph 1 yang juga terdapat dalam TKM 6 sehingga didapatkan genotipe resisten yang mengandung Bph 1 tetapi tidak I-Bph 1 (Martinez dan Klzuslz, 1974). Gen pengendali ke- tahanan Bph 1 atau bph 2 telah berhasil dimasukkan ke dalam berbagai galur tipe semi rendah yang dihasilkan IRRI.

Kemudian diketahui pula bahwa makin meluasnya penananan varietas tipe rendall yang beranak banyak dan berdaya hasil tinggi ini, menyebabkan timbulnya ledakan hama wereng di berbagai negara Asia, lebih-lebih bila disertai dengan pemupukan

N

yang tinggi. Kenyata- an ini menghendaki pencarian lebih banyak lagi sumber ketahanan. Eak&minarayana dan Klzush (1 977) mene- mukan dua Iokus lagi, yaitu Bph 3 dan bph 4 pada ber- bagai varietas asal Sri Lanka dan India. Kedua gen ini bersegresi bebas dengan Bph 1 dan bph 2, sehingga me- mungkinkan penggabungan dalam varietas yang sama.

Keadaan informasi genetik sifat ketahanan terhadap wereng coklat sampai saat jni, disertai dengan gejala evo- lusi yang cepat ke arah pembentukan biotipe agresif dari wereng coklat, menunjukkan kompleksnya pengendalian ketahanan melalui gen resisten. Pendekatan pernuliaan yang lain perlu dicari, terutama dalam kaitan dengan pe- ngendalian hama secara terpadu, tanpa mengabaikan

sifat daya hasil yang tinggi.

PERLUNYA PERUBANAN STRATEGI PEMULIAAN Metoda pemuliaan yang digunakan untuk rnemasuk- kan gen ketahanan kepada galur yang bertipe pendek, banyak anakan, genjah, dan berdaya hasil tinggi, adalah metoda silang dua tetua, disertai silang balik, kernudian mendapatkan generasi Ianjut yang tahan wereng coklat dan rnempunyai tipe tanaman yang diingini. Metode ini digunakan dalam menghasilkan galur-galur yang dilepas IRRl maupun dalam menghasilkan varietas unggul na- sional guna memasukkan sifat tahan wereng coklat dan tipe tanainan yang baik ke dalam varietas unggul nasio- nal yang mempunyai rasa nasi enak. Metoda konvensio- nal ini memang sesuai dalam menggunakan tetua donor yang membawa gen tunggal dominan atau resesif seperti Bph 1 dan bph 2 dengan tingkat ketahanan yang tinggi. Yang menjadi tujuan adalah varietas genjah, anakan ba- nyak, daun bendera t e ~ & , pendek, dan daya hasil tinggi, serta membawakan gen utama untuk ketahanan.

Jensen (1 970) telah menunjukkan kelemahan me- toda pemuliaan konvensional, yang senantiasa memba- tasi pada penggunaan dua tetua dalam melakukan hibri- disasi, ditinjau dari berbagai segi: (a) rendahnya ke- r a g m a n genetik dan potensi rekombinasi dan gen karena penggunaan kelompok gen yang terbatas, sehingga men- stabilkan gen-gen terpaut, (b) dengan segera mernbiarkan penyerbukan sendiri tanpa merangsang saling silang, me- nyebabkan kemampuan rekombinasi genetik sangat ren- dah dan sebaliknya cepat rnembentuk blok keterpautan gen (linkage block), dan (c) kurang mampu memanfaat- kan pertumbuhan plasma-nutfah yang cepat, karena me- toda ini tidak memanfaatkan sejumlah tetua dengan sifat-sifat berbeda secara simultan. Memang keperluan mendapatkan varietas barn secara cepat, yang berakibat cepatnya pembentukan blok keterpautan gen serta me- nyempitnya dasar genetik, tidak senantiasa sejalan de- ngan usaha peningkatan dan pemanfaatan keragaman ge- netik. Kondisi akhir yang tercapai adalah kerapuhan ge- net&.

(24)

dalam keterpaduan dengan cara pengendalian lebih di- utamakan.

Guna memperbaiki kelemahan dalam metoda pemu- liaan yang .biasa digunakan dan sejalan dengan arah pem- bentukan varietas tahan sebagai komponen pengendalian hama terpadu, sistem silang Dialel Selektif (Diallel Selec- tive Mating = DSM) yang diusulkan Jensen (1970) ke- lihatamya sesuai untuk diterapkan pada pemuliaan padi sawah dalam menghadapi masalah epidemi wereng co- Mat. Metoda penluliaan ini diusulkan untuk tanaman menyerbuk sendiri, khususnya untuk serealia. Metoda ini

memungkinkan penggunaan plasrnanutfah secara has, melakukan saling silang sejumlah tetua secara sirnultan guna meningkatkan keragaman genetik, mematahkan blok keterpautan dan mendorong rekombinasi gen. Pada Cambar 1 diberikan ilustrasi pembedaan antara metoda pemuliaan konvensional dengan DSM yang diajurkan Jensefz.

Untuk mempelajari kemampuan sistem DSM, tei- utama kemampuannya meningkatkan ragam genetik dan rekombinasi gen untuk berbagai tujuan pemuliaan, kami di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB telah mengadakan beberapa seri persilangan dialel pada tanaman tomat, kedelai, padi gogo, dan padi sawah. Pada kedelai, misalnya, didapatkan berbagai kombinasi sifat agronomik pada galur-galur F7 dialel 1 dan F6 dialel 2.

Pada padi sawall, tahun 1984 dilaksanakan saling si- lang Dl antara lbna tetua: Pandanwangi, Banggalajidah, Hawarobatu (ketiganya asal Cianjur, dalam), PB 36 dan PB 50 (golongan VUTW, genjah). Didapatkan sembilan kombinasi persilangan Dl , tahun 1 985 dari sembilan F1 didapatkan 21 persilangan D2. Dialel ketiga (D3) dilak- sanakan antara turunan D2 berdasarkan kelompok per- sentase plasmanutfah dalam yang terkandung dalam F1 nya. Dari turunan ketiga sen dialel dapat diharapkan ter- bentuk galur-galur yang mengandung gen utama ketahan-

Konvensional DSM

A x B

galur

x,

y, z dsb. * ragam genetik

rendah

* rekombinasi gene- tik rendah blok terpaut ce- pat terbentuk rapuh genetik

berbagai F,

---+

dst

berbagai galur D2 ragam genetik tinggi rekombinasi genetik tinggi

[image:24.595.141.483.290.707.2]

-

blok terpaut lambat terbentuk tidak rapuh genetik

Gambar 1. Ilustrasi Perbedaan antara Metoda Pemulaiaan Konvensional dengan DSM

Galur asal: A - tinggi, dalam C - tahan wereng

B - rendah, genjah,

D

- tahan kerdil
(25)

an yang dilatarbelakangi oleh berbagai ketahanan lapang d m berbagai kombinasi sifat agronomik. Penampilan produksi dan ketahanan lapangan dapat diuji pada ber- bagai lingkungan dengan kombinasi pengendalian hama terpadu.

h a h a p , Z. 1979. Breeding for Resistance to Brown Planthop- per and Grassy Stunt Virus in Indonesia. In: Brown Plan- thopper Threat to Rice Production in Asia. International Rice Research Institute, Los Banos. 201-208.

Narahap, Z. Soetjipto Kr., 1. Sahi, dan H. Siregar. 1984. Pem- bentukan dan Penyebaran Varietas Unggul Padi Pelita 1-1

dan Pelita 1-2. Pemberitaan Penelitian Puslitbangtan 8: 1-1 1.

Jensen, N.F. 1970. A Dialel Selective Mating System for Cereal Breeding. Crop Sci. 10:629-635.

Jenkins, J.N. 1979. Breeding for Insect Resistance. In: Kenneth J. Frey, ed: Plant Breeding II: 291-308.

Khush, G.S. 1979. Genetics and Breeding for Resistance to the Brown Planthopper, In: Brown Planthopper - Threat to Rice Production in Asia. International Rice Research Ins- titute, Los Banos: 321-332.

Lakshminaryana, A. and Gurdev S. Khus 1977. New Genes for Resistance to the Brownplanthopper in Rice. Crop Sci. 17: 96-100.

Martinez, C.R. and G.S. Khush. 1974. Sources and Inheritance of Resistance to Brown planthopper in Some Breeding Lines of Rice Oryza sativa L. Crop Sci. 14264-267.

National Academy of Science (NAS). 1972. ~eneticvulnerabili- ty of Major Crops. 307 + VII pp.

Soewito, T. dan Z. b a h a p . 1984, Penampilan dan Penyebaran Varietas PB 34. Pemberitaan Penelitian Puslitbangtan 7 : 19-27.

---

.

19842. Cisadane, Varietas Padi Tahan Wereng Coklat dengan Rasa Nasi Enak. Pemberitaan Penelitian Puslitbang- tan 6:29-39.

---

.

1984.,. Evaluasi dan Pengembangan Varietas Padi Umur Genjah dan Tahan Wereng Coklat PB 36. Pemberita- an Penelitian Puslitbangtan 891-31.

Gunawn Satari: Metoda DSM rnemang menjadi anutan banyak pernulia tanaman di dunia, terutama mengingat kemampuannya mempertahankan dan meningkatkan ke- ragaman ge'netik serta penggunaan plasma nutfah yang banyak. Namun rnen~erlukan pula tenaga pemulia tanam- an yang banyak, sedangkan jurnlah pemulia tanaman kita terbatas. Yang kita hadapi bukan rnasalah wereng saja, sedangkan tujuan utama daya produksi tinggi harus di- pertahankan. Rotasi berbagai varietas dalam pola tanam adalah sangat penting dalam mengatasi serangan hama wereng. Disarankan perguruan tinggi menata mata ajaran Pemuliaan Tanaman agar lebih menarik bagi mahasiswa sehingga peminatnya Iebih banyak, misalnya dengan menghindarkan penggunaan analisa statistika yang sulit- sulit.

Amris Makmur: Metoda DSM tidaklah terlalu banyak memerhkan ahli pemulia tanaman. Yang kami ternpuh di

PB,

misalnya, persilangan yang banyak dilaksanakan oleh mahasiswa dalam rangka praktikum Pernuliaan Ta- narnan. Dapat juga dilaksanakan oleh tenaga menengah yang tramp3 melaksanakan persilangan. Metoda ini rne-

stabilkan tingkat produksi. Sangat sependapat, agar mata ajaran pemuliaan tanaman diusahakan lebih menarik bagi mahasiswa sehingga banyak peminatnya. Narnun perlu juga diciptakan lapangan peke rjaan yang cukup menarik bagi pemulia tanaman.

Gafrida ' Manuwoto: Bagaimana silsilah varietas Cisada-

n;. Bagaimana ketahanan varietas ini terhadap wereng coklat, rnengingat petani menanam tiga generasi untuk sekali pembelian benih?

Amris Makmur: Varietas Cisadane tahan terhadap we- reng coMat biotipe 1 dan 2, berasal dari galur B 2484b- Pn-28-3-841-1 (GII 33) has3 persilangan antara Pelita I 1 dengan B 2388 dari IRRI. Sifat tahan wereng coklat bio- tipe 1 dan 2 diwarisi dari CR 94-3 melalui tetua donor

B 2388. Penanaman sampai tiga generasi belum akan mengubah sifat varietas Cisadane, karena padi adalah me- nyerbuk sendiri, asal tidak tercampur dengan varietas lain. Perubahan sifat ketahanan terhadap wereng coMat lebih disebabkan oleh perubahan genetik wereng ke arah yang lebill agresif.

mang tidak serta merta dapat menjanjikan varietas ber- G.A. wQhtimena: Apakah pads padi varietas

days has3 Namun, terhindarnya tanaman dari line yang dapat mencegah kerapuhan kerapuhm genetik dalam menghadapi serangan hama

dan penyakit hmya wereng), tersedianya beIbag& Amris fikmur: ke arah ini telah dicoba di IRRI. galur dengan latar belkang genet& yang berbeda untuk Namun untuk menciptakan varietas multiline diperlukan berbagai pola t a m d m rotasi varietas dan program pe- banyak pemulia tanaman dan kerjasama yang erat antara ngendalian hama terpadu, secara keseluruhan dapat men- &li genetika pemuliaan tanman dengan Para ahli

(26)

111.

LEDAKAN WAMA WERENG DAN KEIMBANGAN

HARA

DALAM TANAMAN

-

TANAH

Oleh

Goeswono ~ o e ~ r d i * )

PENDAHULUAN

Hama wereng selalu mendampingi pertanaman padi di Indonesia. Biasanya kehadirannya tidak sampai secara ekonomi mengganggu produksi. Namun ada kala- nya hama ini menggagalkan secara total hasil padi tem- pat-tempat tertentu. Dalam kurun waktu delapan tahun terakhir telah terjadi dua kali ledakan hama wereng. Yang pertarna terjadi di tahun 197811979 dengan ekor- nya masih terasa hingga 1982. Vang terakhir te jadi ta- hun ini yang akan berkepanjangan hingga tahun yang akan datang.

Kedua ledakan hama wereng tersebut selalu men- jadi bahan pembicaraan hangat. Yang pertama hanya me- rupakan bencana yang dihadapi dan ditangani oleh De- partemen Pertanian. Vang terakhir bukan hanya menjadi rnasalah yang diseiesaikan di tingkat satu departemen saja, tetapi dianggap bencana yang penyeiesaiannya su- dah melibatkan pirnpinan pemerintahan tertinggi. Jadi ledakan hama ini benar-benar dianggap sangat serius.

Bila ledakan hama wereng ini tidak ditangani se- gera dan secara tuntas akan mengganggu produksi beras nasional. Kedua, usaha rnempertahankan swasembada pangan akan sangat terganggu. Dan ketiga, kredibilitas kita di mata dunia internasional sebagai negara yang ber- hasil berswasem bada di bidang pangan akan tercemar.

Untuk menanggulangi meledaknya suatu hama, para pengelola lembaga penelitian dan para ahlinya se- lalu rnenyarankan pefigendalian hama yang dipadukan dengan budidaya tanaman dan pemakaian varietas tahan hama tetapi berproduksi unggul (Goenawan Safari, 1983; O h dan Bahaghwti, 1983; Shagir &ma, Ha- sanuddin dan S u p r i h a t m , 1983). Saran serupa diku- mandangkan dari seminar internasional mengenai wereng coklat yang diadakan di Jogya dalam bulan Desember ini. Bedanya dengan saran-saran penanggulalzgan hanla sebelumnya, ialah saiu saran yang barangkali sulit dapat dilaksanakan, yaitu agar musuh alami wereng coklat di- usahakan tetap hidup sewaktu pengendalian populasi wereng coklat sedang dilakukan melalui pemakaian pesti- sida.

C)ka dan W w g h w a f i ( 1983) menggambarkan ke- nyataan yang terjadi di lapang sehubungan dengan ledak- an wereng coklat. h a ha1 rnenarik perhatian penulis. Ledakan wereng berkorelasi dengan pemakaian pupuk

*) Staf Pengajar Jurusan Ilmu Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB

urea dosis tinggi ((Llpochida, 1978). Dan, varietas yang se- rnula tahan wereng setelah 4 atau 5 kali tanaman surut sifat ketahanannya.

Masalah surutnya sifat ketahanan pa& terhadap hama wereng sebagai akibat perharaan tanah yang ber- ubah karena pemupukan berat sebelah atau tidak imbang belum pernah dikaji secara serius. Para pengelola lem- baga penelitian dan para ahli hanya menyoroti dari gatra hama, budidaya tanaman, dan pernuliaan saja. Oleh ka- rena itu, sehubungan dengan hal ini penulis sangat di- ganggu oleh pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Betulkah meningkatnya kepekaan terhadap h m a wereng coklat sebagai akibat degenerasi genetik yang dialami suatu varietas?

2. Betulkah ledakan wereng coklat itu sebagai akibat dari menjadi lebih "kuat dan perkasanya" wereng coklat?

3. Apakah merajalelanya wereng coklat itu justm me- rupakan akibat dari berubahnya struktur sel ta- naman yang berkaitan erat dengan perimbangan hara dalam tanah?

Ketiga pertanyaan itu muncul setelah penulis menyimak kenyataan bal~wa varietas tahan wereng hanya mampu bertahan selarna 4 sampai 5 rnusirn tanam.

Dua pertanyaan pertama sebenarnya saling berkait- an. Bila tanaman "melemah", maka wereng yang tadinya biasa-biasa akan tampak seperti lebih "perkasa". Oleh karena itu pertanyaan mendasar: "Mengapa tanaman menjadi peka" harus dijadikan petunjuk jalan untuk me- nyelesaikan rnasalah hama wereng secara tuntas. Penulis ingin mengkaji ha1 ini lebih mendalam.

Titik pangkal kajian ialah mengapa tanman yang semula tahan, tetapi setelah ditanam 4 sampai 5 rnusirn ia menjadi peka terhadap hama yang "sarna". Penulis tertarik pada pernyataan Alochida (1978). Ia menuding pemupukan urea yang berat menyebabkan t a n m a n menjadi peka hama. Sayang sekali, ia tidak memberi ilus- trasi kaitan N dengan hara lain yang mungkin lebih ber- kaitan dengan surutnya ketahanan suatu t a n m a n ier- hadap hama.

PERTUMBmAN TANMAN

(27)

berhasil memadukan hampir semua sifat baik, daya pro- duksi tinggi, daya tenggang terhadap gangguan, daya tenggang terhadap lingkungan buruk dan miskin hara, dalam upaya menciptakan tanaman ideal sesuai dengan keperluan manusia. Penelitian akhlr-akhir ini di bidang perekayasaan genetik mengungkapkan bahwa gen-gen mengendalikan berbagai rantai metabolisme dan struk- tur tubuh atau sel tanaman.

Tanaman padi hasil perekayasaan genetik saat ini selain memiliki daya tenggang tinggi terhadap gangguan juga mempunyai daya produksi yang tinggi. Tanaman demikian sudah pasti akan menuntut jumlah hara ter- sedia yang banyak bila produksi tinggi ingin dicapai. -Seandainya produksi tinggi tidak perlu diperoleh, maka jumlah hara tersedia tidak perlu banyak. Jadi, bila ta- m m a n ditumbuhkan dalam lingkungan miskin hara, ia tidak dapat sepenuhnya mengembangkan kemampuan genetiknya. Sebaliknya, bila ia tlitumbuhkan dalam ke- adaan kaya hara, tanaman ini dengan cepat akan me- nguras kekayaan hara tanah. Dan akhirnya, hasil per- tanaman berikutnya akan menyusut. Tanggapan petani terhadap keadaan h i ialah memupuk. Sehubungan de- ngan pemupukan ini, maka kita sering dihadapkan pada keadaan hara tanah yang menjadi timpang seperti yang diungkapkan oleh Mochida (1 978).

Ketimpangan dalam tanah yang berakibat pada k

Gambar

Tabel 71 71/72 72 72/73 73 73/74 * 69 69/70 70 70171 74 76 75/76 75 74/75 - No. 1. h a s  Serangan Wereng Coklat di Indonesia, Tahun 1969 - 1979 M u s i m  Ropiftsi 76/77
Tabel 5. Jenis-jenis musuh alami wereng coklat *>
Tabel 7. Kriteria saat penggunaan iisektisida tintuk mengendalikan wereng coklat di daerah serangan virus
Gambar 1. Ilustrasi Perbedaan antara Metoda Pemulaiaan
+6

Referensi

Dokumen terkait

1.2.1 Mengetahui hasil uji efektivitas dari pestisida nabati bawang putih dan biji mahoni dalam menurunkan populasi hama WBC pada tanaman padi serta membandingkannya

Tujuan penelitian adalah mengetahui pola perkembangan populasi wereng hijau dan berbagai jenis predatornya pada beberapa varietas padi sehingga menjadi informasi penting dalam

Berdasarkan hasil aplikasi imidakloprid terhadap populasi WBC yang diinfestasikan pada tiga varietas padi agak tahan Ciherang, tahan Inpari 13, dan rentan Pelita menunjukkan bahwa

ABSTRAK - Wereng hijau ( Nephotettix virescens ) merupakan serangga vektor penyakit tungro pada tanaman padi. Spesies tersebut saat ini mendominasi populasi spesies