• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kiat-kiat memilih pasangan menuju perkawinan bahagia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kiat-kiat memilih pasangan menuju perkawinan bahagia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kiat-Kiat Memilih Pasangan Menuju Perkawinan Bahagia1

Faizah Ali Syibromalisi Email. faizahalis@gmail.com

Pendahuluan

Pada laporan indeks pembangunan manusia (IPM) 2011 yang dirilis united nation development program (UNDP), Indonesia dinyatakan hanya mendapatkan angka 0,617 dan merosot jauh keposisi 124 dari 187 negara. IPM merupakan ukuran keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa dengan melihat tiga indikator utama, yakni pembangunan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Dengan peringkat seperti diatas, dilingkup Negara-Negara ASEAN, Indonesia hanya menempati posisi keenam dibawah singapura (26), bruney (33), Malaysia (61), Thailand (103), dan Filipina (112). Indonesia hanya lebih baik ketimbang Negara-negara terbelakang di Asia Tenggara seperti Vietnam (0,593), laos (0,524) kamboja (0,523) dan Myanmar (0,483).

Kalau kita kaji kembali ajaran agama kita, tiga faktor yang dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan suatu pembangunan bangsa, yaitu ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, merupakan hal yang sangat mendapat perhatian dalam Islam bahkan dianggap sebagai faktor penting dalam pembangunan manusia itu sendiri, sebelum menuju pada pembangunan bangsa. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda: “barang siapa diantara kamu bangun dipagi hari dengan perasaan aman, sehat tubuhnya dan cukup persediaan makanan pokoknya untuk hari itu, seakan-akan ia

telah diberi semua kenikmatan dunia” (HR. Tirmidzi).

Tentu saja menurut bayangan penulis, sosok manusia yang dimaksud hadis diatas adalah manusia yang memiliki kepribadian yang baik, yaitu manusia yang memiliki perasaan bebas dan merdeka dari berbagai rasa ketakutan, jiwanya tidak terpengaruh oleh tekanan dan beban hidup, manusia dengan tauhid yang bersih, sehingga ia bisa hidup sehat jasmani dan rohani. Disisi lain ekonominya juga tercukupi meskipun hanya cukup untuk hari itu saja. Namun hadis ini menggambarkan keadaan perasaan orang itu “seakan-akan ia telah diberi semua kenikmatan dunia.” Ini adalah sebuah penggambaran dari perasaan seseorang yang mampu bersyukur kepada sang pencipta .

(2)

Tentu saja manusia dengan kriteria tersebut diatas tidak terbentuk secara alami, tapi melalui melalui berbagai proses panjang, yang hanya dapat dicapai melalui tarbiyah insaniyah itu sendiri. Pendidikan yang menyeluruh dan bukan sebagian saja. Pembentukan sosok manusia seperti tersebut diatas bukan hanya dimulai sejak manusia itu lahir, tapi pembentukannya sudah dimulai jauh sebelum terbentuknya ikatan perkawinan yang menyebabkan lahirnya sosok manusia dengan kriteria tersebut diatas.

Sebenarnya banyak sekali tuntunan agama yang memandu kita mencari pasangan (calon istri atau calon suami) yang akan dijadikan patner untuk menciptakan keluarga yang bahagia, harmonis, damai sejahtera. keluarga yang berkwalitas yang tercukupi sandang, pangan dan papannya secara memadai dan secara batin, yaitu keluarga yang memiliki perasaan aman, tentram dan damai. Keluarga semacam ini akan melahirkan generasi yang berkwalitas, yang menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang bermartabat, punya kehormatan dan harga diri ketika berhadapan dengan bangsa-bangsa lainnya.

Namun disisi lain kenyataan di masyarakat menunjukan fakta yang berbeda yaitu meningkatnya angka perceraian tahun demi tahun, dimana diantara pemicunya adalah KDRT suami terhadap istri atau sebaliknya. Perceraian terjadi mungkin karena kurang memahami arti sebuah perkawinan dalam agama dan tujuannya. Sedangkan penyebab mengapa seorang suami tega melakukan tindak kekerasan pada perempuan yang dikawini antara lain adalah pertama citra diri yang buruk pada laki-laki, karena rendahnya pendidikan mereka,2 kedua pandangan terhadap perempuan yang stereotip yaitu perempuan pasif dan dapat dikendalikan. Ketiga warisan dari keluarga. Seorang pria bisa melakukan kekerasan fisik terhadap pasangannya jika memiliki pengalaman masa kecil yang buruk, bisa berupa anak tersebut yang mengalami sendiri atau ia menyaksikan kekerasan yang dilakukan ayahnya terhadap ibunya.

Makalah singkat ini ditulis bukan untuk membahas bagaimana membentuk keluarga sakinah , tapi akan membahas bagaimana mencari pasangan yang sesuai dengan konsep Islam sehingga tercipta keluarga yang sakinah, berkwalitas, yang akan melahirkan anak-anak yang juga sakinah dan tangguh.

2

Khusus untuk sektor pendidikan, data menunjukkan bahwa rata-rata lama bersekolah orang Indonesia ditahun 2010 hanya sekitar 5,7 tahun dan tahun 2011 hanya 5,8 tahun. Atau rata-rata hanya

(3)

Tujuan perkawinan

Menikah dan membangun keluarga adalah naluri dasar manusia. Sebagai mahluk, manusia ditakdirkan memiliki pasangan atau berpasangan. Sejak muda naluri untuk berpasangan tumbuh dan mendorong pelakunya berupaya bertemu dengan pasangannya. Itulah ketetapan Ilahi:” Segala sesuatu telah kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat ( kebesaran Allah)” ( QS adz –Dzariat [51]:49. Berikut ini beberapa tujuan perkawinan terkait dengan judul tulisan ini diantaranya:

1. Fungsi Reproduksi

Allah SWT berpesan kepada para suami dalam QS. al-Baqoroh ayat 223: Artinya: “Istri-istri kamu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah (garaplah) tanah tempat bercocok tanam kamu ,kapan dan bagaimana saja kamu kehendaki”.

Untuk dapat memanen hasil yang baik, seorang petani tentu harus menggarap ladangnya dengan baik, memilih benih yang baik dan memberi pupuk yang tepat, sehingga tanahnya menjadi subur dan hasil pertaniannya berlimpah. Pesan yang diperoleh dari ayat ini adalah seseorang itu harus pandai-pandai memilih pasangan, kalau menginginkan keluarganya baik, harmonis dan memberi perasaan sakinah mawaddah dan rahmah. kalau yang diharapkan dari petani adalah buah yang lezat, maka yang diharapkan dari pasangan adalah anak yang sehat dan kuat, beriman dan bertaqwa serta dapat menghadapi berbagai tantangan hidup

2. Fungsi keagamaan

Menurut Quraish Shihab, tidak ada fondasi yang lebih kokoh untuk kehidupan bersama melebihi nilai-nilai agama. Karena itu nilai-nilai agama harus menjadi landasan sekaligus menjadi pupuk yang menyuburkan hidup berkeluarga. Hadist Nabi SAW:” Siapa yang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh imannya, maka hendaklah ia memelihara diri pada setengah sisanya.( HR At-Thabarani). Dalam perkawinan suami istri harus saling menumbuh suburkan nilai-nilai agama dan saling berpesan untuk tidak terjerumus dalam dosa. Bahkan kehidupan keluarga itu sendiri harus menjadi perisai dari aneka kemungkaran. Melalui keluarga nilai- nilai agama diwariskan kepada anak cucunya.

3. Fungsi Sosial Budaya

(4)

yang dinilai masyarakat sebagai sesuatu yang baik lagi sejalan dengan nilai-nilai agama. Al-Qur‟an memerintahkan agar ada satu kelompok, bahkan ada satu pribadi mengemban tugas menyebar luaskan ma‟ruf dari keluarga masing-masing, maka fungsi ini mmerupakan salah satu fungsi utama keluarga.

4. Fungsi Pembinaan Lingkungan

Manusia adalah mahluk social yang tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Lingkungan adalah satu kekuatan yang dapat menjadi positif atau negatif yang mempengaruhi anggota keluarga. Keluargapun dapat memberi pengaruhnya terhadap lingkungannya. Keluarga diharapkan memiliki kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan kondisi sosial masyarakatnya. Keluarga diharapkan dapat berpartisipasi dalam pembinaan lingkungan yang sehat dan positif, sehingga lahir nilai dan norma-norma luhur yang sesuai dengan nilai ajaran agama dan budaya masyarakat.

Itulah fungsi-fungsi keluarga yang didambakan dewasa ini dan itulah yang menjadi tanggung jawab suami-istri untuk diwujudkan dalam rumah tangga mereka.3 Berikut ini akan dipaparkan kiat-kiat memilih pasangan yang dianjurkan agama dalam rangka membangun keluarga bahagia dan sejahtra.

Memilih Pasangan

Membangun dan membina keluarga yang terdiri dari suami dan istri, memerlukan perhatian. Karena pembangunan keluarga selain berhubungan erat dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, juga berhubungan dengan kwalitas anak yang akan dilahirkan dari keluarga tersebut. Berikut ini diuraikan penjelasan tentang kriteria calon istri dan calon suami:

1. Asas pemilihan calon isteri

Dalam pemilihan calon isteri ada beberapa criteria diantaranya: a. Pemilihan atas dasar agama

Rasulullah saw. memberikan tuntunan kepada lelaki yang ingin menikah agar memilih isteri yang taat berpegang kepada agama, hingga ia tahu hak dan kewajibannya sebagai istri dan ibu, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:“Wanita dinikahi karena empat sebab; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang berpegang kepada agama agar kamu

selamat”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)

Kecantikan, keturunan dan harta termasuk kriteria dalam pemilihan jodoh. Allah menjadikan manusia secara fitrah menginginkan kecantikan. Oleh sebab itu

3

(5)

dalam hal memilih jodoh, kebanyakan kaum lelaki lebih mengutamakan kecantikan dari syarat-syarta lain. tidak mengherankan kalau terdapat banyak lelaki yang tertipu karena kecantikan seorang wanita dan akhirnya terjatuh ke lembah kehinaan. Begitu juga jika perkawinan itu didasarkan pada kekayaan dan keturunan, kemungkinan besar kekayaan dan keturunan itu akan menjadikan manusia angkuh dan sombongWanita yang taat beragama pasti berakhlak mulia. Ia adalah wanita yang senantiasa menjaga kehormatan dirinya dan menjaga prilakunya di hadapan teman-temannya. Namun dikalangan orang Arab ada sifat-sifat wanita yang tidak terpuji, sehingga harus dijauhi dari menikahinya.4 Sifat-sifat itu adalah:

1) Annânah: Wanita yang senantiasa mengeluh

2) Mannânah: suka mengungkit perbuatannya terhadap suami 3) Hannânah: berselingkuh.

4) Haddâqah: pintar membujuk dan merayu ketika menginginkan sesuatu, sehingga suami terpaksa selalu memenuhi keinginannya.

4 Barrâqah: selalu sibuk berhias diri dan bersolek tanpa memperhatikan tugasnya sebagai ibu dan anak.

5 Syaddâqah: terlalu banyak bicara5 b. Pemilihan atas dasar keturunannya

Wanita yang berasal dari keturunan yang baik akan melahirkan kerukunan dalam rumah tangga. Rasulullah saw. melarang mengawini perempuan yang cantik, tetapi lahir dari asal keturunan yang tidak baik. Rasulullah saw. mengingatkan dalam hadisnya: “waspadalah kamu terhadap sayur yang tumbuh ditimbunan kotoran binatang. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan sayur yang tumbuh ditimbunan kotoran binatang? Rasulullah berkata: Wanita yang cantik tapi berasal dari turunan yang tidak baik”. (Riwayat al Dâraquthni dari al- Wâqidy).6

c. Pemilihan atas dasar kesehatan rokhani dan jasmani

Kesehatan ibu akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan alat reproduksi dan pada kondisi kesehatan rokhani dan jasmani anak yang dilahirkannya. Seorang ibu hamil yang tidak sehat rokhaninya seperti mengalami stress berat, depressi aatau penyakit mental lainnya, akan berpengaruh pada kesehatan psikologis anak yang di kandungnya. Selanjutnya kesehatan jasmani ibu ibu juga akan mempengaruhi kwalitas air susu ibu yang yang menjadi makanan pokok bayi di usia balita.

4

Huzaimah T Yanggo, Hukum Keluarga dalam Islam, h. 168 5

A-San‟âny, subul as Salam, Jilid III, h. 111 6

(6)

Mengabaikan kesehatan ibu berarti mengabaikan kesehatan dan proses tumbuh kembang anak selanjutnya.

d. Menghindari perkawinan dengan kerabat yang terdekat

Dalam memilih jodoh, diutamakan wanita yang tidak ada kaitan dengan nasab dan keluarga. Tujuannya untuk menjaga kecerdasan anak, menjamin keselamatan jasmani dari penyakit menular dan cacat bawaan akibat keturunan. Al -Syafi‟i mengatakan bahwa sunnah hukumnya mengawini wanita asing. Diantara sebab adanya himbauan untuk menghindari perkawinan dengan kerabat yang terdekat menurut al- Zanjani adalah karena diantara tujuan perkawinan ialah untuk memperluas hubungan antara satu qabilah dengan qabilah-qabilah lainnya, sehingga mereka bisa saling saling membantu dan tolong menolong dalam berbagai masalah, terutama ketika mengahadapi serangan musuh.7

2. Asas Pemilihan Calon Suami

Sebagaimana telah disebutkan di atas adanya asas dasar pemilihan dan kriteria calon istri yang shalihah, berikut ini ada beberapa kriteria yang di jadikan rujukan dalam upaya memilih calon suami yang shalih. Diantaranya :

a. Agama dan akhlak

Agama dan akhlak harus dijadikan sebagai dasar utama dalam menentukan pasangan yang akan dijadikan suami, bukan ketampanan dan kekayaanya saja. Itu sebabnya orang tua harus di ikut sertakan dalam penentuan calon pasangan. Orang tua juga diminta untuk bertindak tegas terhadap anak gadisnya jika datang lamaran dari orang yang dikenal baik akhlaknya. Hal ini berasarkan sabda Nabi saw.:“Apabila datang kepadamu seorang yang kamu senangi agama dan akhlaknya, maka kawinkanlah dia dengan anak perempuanmu, jika tidak, niscaya akan mendatangkan

fitnah di bumi ini dan akan menimbulkan kerusakan yang mengerikan.” (Riwayat

al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al Hakim dari Abi Hurairah) b. Sehat rokhani dan jasmani

Calon suami yang dipilih adalah laki-laki yang sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai penyakit yang bersifat rokhani seperti stress, depresi atau bahkan gila. Tidak punya penyakit terkait dengan jasmani dan potensinya seperti impotent. Lelaki yang menderita penyakit-penyakit tersebut diatas, tidak dapat melakukan fungsinya sebagai suami yang berkewajiban memelihara dan melindungi istri dan anak-anaknya kelak..8. Hanya manusia yang sehat rohani dan jasmani saja yang mampu menjalankan kewajibannya dengan baik untuk melindungi dan membimbing keluarganya

7

Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, (Beirut: Dar al Ma‟rifah, t.th.), Juz II, h. 38

8

(7)

c. Bertanggung jawab

Sifat bertanggung jawab harus menjadi perhatian ketika mencari pasangan, karena ia yang akan menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya. Faktor ekonomi ikut memiliki peran besar bagi kelangsungan dan kelanggengan rumah tangga yang harmonis. Hak nafaqah adalah kewajiban mutlak suami yang harus diberikan kepada isteri baik sandang, pangan ataupun papan. Dalam arti lain, suami memiliki kewajiban untuk memberikan biaya rumah tangga, dan semua keperluan isteri dan anak dan berbagai keperluan lainnya seperti biaya pendidikan.

Suami dalam fungsinya sebagai pemimpin keluarga bertanggung jawab kepada Allah atas kesejahtraan dan kebahagiaan pasangannya lahir batin dan dunia akhirat. Allah SWT berfirman :Artinya:” kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.‟ (Qs an-Nisa 4/34). Imbalan dari kepemimpinan laki-laki adalah ketaatan istri kepada sumi. Istri yang shalihah tentu mentaati suaminya yang berperan menjadi kepala rumah tangga. Layak di ingat ketaatan disini tentu terkait dengan hal-hal yang dibolehkan agama. Diluar ajaran agama tentu tidak ada lagi ketaatan, meskipun perintah itu datang dari suami. Sebab Rasul bersabda: “Tidak ada ketaataan pada seorang mahluk pun pada hal-hal yang menyalahi perintah

Allah.” Ketaatan istri yang tulus adalah bentuk penghormatan yang haqiqi dari

seorang istri terhadap suaminya sebagai imbalan dari sikap qowwam suami kepada istri. Sifat qowwam dalam ayat ini terkait dengan pemenuhan tanggung jawab seorang suami kepada istrinya. Suami dianggap tidak qowwam jika sikap dan tanggung jawabnya tidak sempurna atau tidak berkesinambungan. Dengan kata lain tidak ada ketaatan tanpa adanya sikap suami untuk melindungi istri dari berbagai bahaya, baik yang mengancam dirinya atau yang mengancam keutuhan keluarga mereka.

Tidak ada ketaatan tanpa tanggung jawab memberi nafkah, kecuali jika suami memang karena suatu hal seperti sakit atau menjadi korban pemutusan hubungan kerja, menjadikan dirinya tidak mampu memberi nafkah istrinya secara wajar. Hal ini tentu berbeda dengan sikap dan situasi suami yang dengan sengaja tidak mau menafkahi istrinya, baik karena kekikirannya atau ada niat-niat tertentu yang disembunyikannya dari pasangannya untuk memperkaya diri sendiri atau untuk hidup dengan perempuan lain yang lebih muda, setelah pasangannya lanjut usia, atau karena kemalasannya mencari nafkah, padahal fisiknya kuat dan sehat

(8)

mendapatkan pasangan hidup yang dianggap sesuai menurut tuntutan agama. Agama menjadi dasar pertama diantara syarat-syarat lain sangat dan penting diperhatikan dalam pemilihan jodoh. Dengan berpegang kepada agama, suami akan bisa berinteraksi dengan baik dengan istrinya meskipun dalam keadaan yang tidak harmonis. (mu‟sharah bi al ma‟ruf”) Firman Allah yang artinya: “dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah

menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” QS. an-Nisa‟ 4/19:. At-Thabari

menyatakan bahwa mu‟asyarah bil ma‟ruf pada prinsipnya adalah berahlak yang baik kepada istrinya dan memperlakukannya sesuai dengan tuntunan agama dan apa yang berlaku di masyarakatnya, dengan cara memberikan hak-haknya. Pendapat ini didukung oleh as Suyuti, dimana ia menyatakaan bahwa “Pergaulan yang baik antara suami istri harus dimaknai dengan perkataan yang baik pemenuhan nafakah dan menyediakan tempat tinggal (Tafsir Jalalain). Imam Ghazali menulis “Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak mengganggunya, tapi bersabar dalam menghadapi kesalahannya, serta memperlakukannya dengan kelembutan dan sikap ikhlas memaafkan, saat istri menumpahkan emosi dan kemarahannya.

Contoh mu‟asyarah bil ma‟ruf yang nyata kita dapatkan dalam pergaulan Rasulullah kepada istri-istrinya yaitu: Rasul senantiasa mempergauli mereka dengan sangat baik, selalu menampakkan muka manis dan berseri-seri, bersenda gurau dan bercanda dengan mesra, memberi nafkah dan mempercayakan seluas-luasnya tentang pengelolaan keuangan keluarga kepada istri bahkan bermain dengan istri, mengajaknya lomba lari, tidur bersama dalam satu selimut, dan menyempatkan diri berhubungan sebelum tidur.9 Perintah untuk mempergauli istri dengan ma‟ruf bukan hanya ditujukan kepada istri yang dicintai tapi juga kepada istri yang tidak dicintai. Hal ini dikatakan oleh Sya‟rawi dalam tafsirnya dimana ia membedakan antara mawaddah dan ma‟ruf. Mawaddah yang seharusnya menghiasi hubungan suami istri, dilandasi oleh cinta dan juga dengan sikap ma‟ruf yang diperintahkan. Sementara perlakuan yang ma‟ruf kepada istri tidak selamanya harus di landasi dengan rasa cinta, tapi dilandasi oleh rasa tanggung jawab.

Pendidikan Bagi Calon Ibu Dan Calon Ayah

Pembentukan keluarga bahagia itu dapat dimulai dengan peningkatan kemampuan melalui bimbingan dan pendidikan. Ilmu pengetahuan dan agama

9

(9)

dipandang sebagai suatu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dari upaya peningkatan kemampuan. Pendidikan merupakan suluh penerang kehidupan sekaligus nafas peradaban. Begitu banyak ayat yang membicarakan akan keutamaan ilmu. Firman Allah: “katakanlah: “adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan

orang yang tidak mengetahui?” sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat

menerima pelajaran”. (QS Az-Zumar: 39 : 9). Rasulullah SAW bersabda: “barang

siapa yang pergi untuk menuntut ilmu, maka ia berada dijalan Allah sampai ia

kembali” (HR. Turmudzi).

Pendidikan dalam Islam adalah pendidikan yang sifatnya menyeluruh (at-tanmiyah asy-syumuliyah), yang didasarkan pada konsep robbani. Konsep yang tidak hanya terpaku kepada pembangunan aspek keduniaan dan materi saja, tetapi juga aspek ruhiyah dan akhirat. Islam tidak pernah memisahkan keduanya. Konsep yang mengajak kepada toleransi, keadilan dan keseimbangan antara kepentingan individu tanpa melupakan kepentingan bersama. Konsep yang menghadirkan rasa tanggung jawab. Keseimbangan dan keselarasan antara ruh dan jasad, antara ilmu dan akhlak, akan membentuk seorang laki-laki yang akan menjadi suami yang shaleh yang tahu tanggung jawabnya. Keluarga dengan kriteria seorang suami seperti ini pada gilirannya akan melahirkan anak-anak generasi bangsa yang berkwalitas.

Namun apa yang dipaparkan diatas nampaknya belum cukup untuk membentuk keluarga bahagia, apalagi dengan hanya mengandalkan ilmu yang didapat semasa kuliah. Ilmu pengetahuan saja tidak serta merta menjamin seseorang menjadi orang tua yang sukses dan bijak. Seandainya ada sekolah khusus untuk calon ayah dan calon ibu, tentu akan menyenangkan sekali. Calon ibu dan calon ayah akan bisa menimba pengetahuan tentang berbagai hal yang berkenaan dengan anak, yang mungkin belum mereka kenal sama sekali dalam kehidupan mereka yang masih belia. Padahal anak adalah benih yang akan berkembang. Baik buruknya nanti, tergantung bagaimanaorang tua merawat benih itu. Ia adalah aset masa depan, bukan hanya untuk dirinya, tapi keluarga masyarakat, agama dan bangsanya. Bahkan ia menjadi penyambung tali kebahagiaan kedua orang tuanya didunia dan kelak di akhirat.

(10)

membentuk keluarga bahagia dan menjadikan anak-anak mereka sukses dalam pendidikan, karir dan kehidupan.

Kita juga bisa belajar dari media informasi yang semakin maju, koran, majalah, talkshow di televisi dan seminar bahkan celoteh anak-anak kita yang memiliki karakter yang berbeda-beda bisa menjadi “guru murni‟ yang jauh dari manipulasi dan rekayasa. Sekolah kehidupan adalah sekolah bagi siapa saja yang akan melangkah membentuk keluarga, bahkan juga bagi para orang tua yang mau terus belajar. Mereka yang mau membuka mata hati lebar-lebar dan hanya mempraktikkan materi pelajaran yang positif, niscaya akan mendapatkan apa yang mereka harapkan yaitu keluarga bahagia dan anak-anak yang sehat dan berkwalitas. Dengan demikian jumlah penduduk Indonesia yang berpendidikan akan meningkat. Hal ini akan bisa meningkatkan keberhasilan pembangunan nasional bangsa Indonesia dan pada akhirnya akan meningkatkan martabat bangsa Indonesia di mata dunia Internasional.

Kesimpulan

Perkawinan telah menyatukan dua insan berbeda karakter dalam satu ikatan dengan legal. Tujuannya adalah untuk membentuk keluarga bahagia dan harmonis serta melahirkan anak-anak yang berkwalitas. Realisasi tujuan tersebut tentu tidak secara otomatis terwujud, tidak semudah membalik telapak tangan. Perlu persiapan dan usaha berupa pengetahuan yang luas. Persiapan bagi terbentuknya sebuah keluarga bukan hanya tanggung jawab calon pengantin, tapi juga peran orang tua. Orang tua harus memperhatikan dengan siapa anaknya berhubungan. Jangan sampai anak melakukan pendekatan dengan orang yang kurang tepat. Orang tua juga harus memberikan pengarahan tentang arti tanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. Prinsipnya pernikahan adalah hubungan yang sakral sehingga mesti di dasari dengan tujuan yang baik, cinta, kasih sayang, dan siap memikul amanat perkawinan.

(11)

Referensi

Dokumen terkait