commit to user
LAPORAN
TUGAS AKHIR
Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada Pengolahan Kecap Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum Sari”
Disusun sebagai syarat pelaksanaan Tugas Akhir, guna memperoleh gelar Ahli
Madya dan sebagai sarana mahasiswa untuk menerapkan disiplin ilmu di bidang
Teknologi Hasil Pertanian
Disusun Oleh : Arinda Laksmi Fitantri
H 3108006
PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas akhir ini disusun atas dasar telah dilaksanakannya kegiatan Praktek
Produksi dengan judul Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada
Pengolahan Kecap Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum
Sari”
Disusun Oleh:
Arinda Laksmi Fitantri H3108006
Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji
Pada tanggal : ………..
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Mennyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
R. Baskoro Katri Anandito, S. TP. MP Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS NIP. 19800513 200604 1 001 NIP. 19470729 197612 2 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta inayahNya yang berupa kesehatan, lindungan, serta
bimbingan kepada penulis, sehingga Laporan Praktek Quality Control dengan
judul Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada Pengolahan Kecap
Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum Sari” dapat
diselesaikan dengan baik.
Laporan Praktek Quality Control ini disusun untuk memenuhi sebagian
persyaratan guna mencapai gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Penyusunan Laporan Praktek Quality Control ini tidak dapat terealisasi
dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ir. Bambang Sigit Amanto, MSi, selaku Ketua Program D III Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. R. Baskoro Katri Anandito, S. TP. MP, selaku Dosen Pembimbing dan
Penguji I.
4. Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS, selaku Dosen Pembimbing dan Penguji II.
5. Semua Dosen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberi ilmunya kepada penulis.
6. Bapak dan Ibu serta segenap keluarga yang tercinta yang telah banyak
membantu berupa materi dan dukungannya.
7. Teman-teman seperjuangan DIII THP 2008 Universitas Sebelas Maret
commit to user
8. Teman-teman Wisma Duta, mbak Bella, mbak Cita juga Pucha yang telah
memberikan dorongan, masukan, dan Semangat.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap saran dan kritik yang
bersifat membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan yang lebih lanjut.
Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya,
dan dapat menambah wawasan pembaca pada umumnya.
Surakarta, Juli 2011
commit to user
MOTTO
Nikmatilah hidupmu karna hidup adalah panggung sandiwara
Apa pun yang terasa nikmat adalah hasil dari kerja keras sendiri
Nasib dapat dirubah dan takdir tidak dapat dirubah
Motivasi diri adalah bahan bakar bagi kehidupan.
Percaya diri adalah gas penggerak kehidupan.
Tahu diri adalah rem yang mengendalikan
(Solikhin Abu Izzuddin)
“Ketelitian, kesabaran, keuletan, kejujuran adalah kunci sukses
memperoleh keberhasilan”
“Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah anda raih, namun
kegagalan yang telah anda hadapi, dan keberanian yang membuat anda
tetap berjuang juga membuat anda tetap berjuang melawan rintangan
yang datang bertubi-tubi”
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
MOTTO ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan ... 3
D. Manfaat………... 3
BAB II LANDASAN TEORI ... 4
1. Kecap ... 4
a. Pengertian ... 4
2. Bahan Baku ... 6
a. Ikan Tongkol ... 6
b. Air ... 8
c. Rempah-rempah ... 9
d. Gula Merah ... 11
e. Garam ... 12
f. CMC ... 12
3. Proses Pengolahan ... 13
a. Pembersihan dan Pencucian ... 13
b. Penyiapan Bumbu ... 13
c. Perebusan………. ... 14
d. Penyaringan……… .. 14
commit to user
f. Pengemasan……. ... 14
4. Syarat Mutu Kecap ... 15
5. Pengendalian Mutu ... 15
6. HACCP ... 19
BAB III METODE ... 24
A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 24
B. Tahap Pelaksanaan.. ... 24
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku ... 24
2. Pengendalian Mutu Proses ... 24
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir ... 26
4. HACCP…. ... 27
C. Diagram Alir Proses Pengolahan Kecap Hidrolisa Ikan ... 28
D. Analisa yang Digunakan……… .. 29
1. Prosedur Analisa Total Volatile Bases ... 29
2. Prosedur Analisa Perhitungan Angka Lempeng Total ... 30
3. Prosedur Penentuan Padatan Terlarut ... 31
4. Prosedur Penentuan Kadar NaCl……… 31
5. Prosedur Penentuan Kadar Gula Total……… 31
6. Prosedur Analisa Protein (Kjeldahl) ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Konsep Pengendalian Mutu Kecap Hidrolisa Protein ... 33
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku ... 33
a. Ikan Tongkol ... 34
b. Air ... 37
c. Gula Merah ... 37
d. Garam ... 37
e. Bawang Putih ... 38
f. Rempah-rempah ... 38
2. Pengendalian Mutu Proses Pengolahan ... 38
a. Pembersihan dan Pencucian ... 39
commit to user
c. Perebusan ... 40
d. Penyaringan ... 41
e. Pemasakan ... 41
f. Pengemasan ... 43
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir ... 44
a. Kadar Protein ... 45
b. Padatan Terlarut ... 46
c. NaCl ... 46
d. Total Gula ... 47
e. Angka Lempeng Total ... 47
B. HACCP ... 51
1. Pembentukan Tim HACCP ... 51
2. Deskripsi Produk ... 52
3. Identifikasi Tujuan Penggunaan Produk ... 53
4. Penyusunan Diagram Alir Proses ... 54
5. Analisa Bahaya ... 54
6. Penetapan Critical Control Point... 61
7. Penetapan Batas Kritis ... 65
8. Penetapan Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran ... 68
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Ikan Segar dengan Ikan Busuk ... 7
Tabel 2.2 Komposisi Komponen Ikan Tongkol ... 8
Tabel 2.3 Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap ... 16
Tabel 2.4 Penetapan Titik Kritis ... 23
Tabel 3.1 Penerapan Titik Kritis pada Pembuatan Kecap ... 27
Tabel 4.1 Hasil Analisa Mutu pada Ikan Tongkol ... 34
Tabel 4.2 Hasil Uji pada Kecap Manis Hidrolisa Protein ”Arum Sari” ... 45
Tabel 4.3 Hasil Uji Angka Lempeng Total ... 47
Tabel 4.4 Deskripsi Produk ... 53
Tabel 4.5 Identifikasi Bahaya pada Bahan Baku ... 55
Tabel 4.6 Analisis Bahaya pada Proses Produksi ... 58
Tabel 4.7 Penentuan Signifikansi Bahaya... 60
Tabel 4.8 Penetapan CCP pada Proses Pembuatan Kecap Hidrolisa Protein .. 64
Tabel 4.9 Penentuan Batas Kritis ... 65
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ... 21
Gambar 2.2 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku ... 21
Gambar 2.3 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Komposisi ... 22
Gambar 2.4 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Tahapan Proses ... 22
Gambar 4.1 Tempat Pelelangan Ikan ... 35
Gambar 4.2 Proses Penyiapan Bumbu ... 39
Gambar 4.3 Proses Perebusan Ikan Tongkol dan Bumbu ... 40
Gambar 4.4 Proses Penyaringan ... 41
Gambar 4.5 Kecap yang Telah Dikemas ... 44
Gambar 4.6 Diagram Sebab-Akibat Aroma Gosong ... 49
Gambar 4.7 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku ... 61
Gambar 4.8 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Komposisi ... 62
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani
berprotein tinggi di dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau
khas, rasa asin ataupun manis dan dapat mempersedap rasa masakan. Bahan
baku kecap adalah kedelai atau ikan. Kecap merupakan ekstrak dari hasil
fermentasi yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam,
dan bumbu dengan tujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan (Cahyadi,
2007). Sedangkan menurut SNI tahun 1999, kecap adalah produk cair yang
diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) dengan atau
tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan. Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara
yaitu secara fermentasi, cara hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya tetapi
cara yang lebih sering dan mudah dilakukan adalah dengan cara fermentasi.
Pada cara fermentasi, seperti halnya tauco, proses pembuatan kecap juga
melalui dua tahapan yaitu tahap fermentasi kapang dan fermentasi larutan
garam (Cahyadi, 2007).
Menurut Astawan (2004), dari segi gizi, kecap merupakan sumber
protein yang cukup baik karena mengandung asam-asam amino esensial yang
cukup tinggi. Kecap juga mengandung zat gizi lain seperti lemak,
karbohidrat, vitamin, dan mineral yang jumlahnya relatife rendah jika
dibandingkan dengan protein. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan utama
pemakaian kecap adalah sebagai penyedap makanan.
Keamanan produk pangan, tidak terlepas dengan adanya upaya
pengendalian mutu bahan baku dan penunjang, proses serta produk akhir.
Pengendalian mutu proses produksi bila mutu sesuai criteria mutu, kinerja
peralatan, proses dan produk serta penyimpangannya diidentifikasi,
dipastikan atau dilaporkan, proses produksi dihentikan sesuai dengan tata
commit to user
ulang sesuai dengan tata cara, menyimpan hasil produksi pada tempat
higienis sebelum dikemas, informasi proses dicatat pada boring yang
disesuaikan, produk hasil dari proses diluar spesifikasi dikenali, diperbaiki
dan atau dilaporkan untuk mempertahankan proses agar sesuai spesifikasi,
tempat kerja dirawat sesuai dengan standar pemeliharaan tempat kerja.
Teknik pengawasan dan pengendalian mutu pada pengolahan kecap
hidrolisa protein dapat dilakukan dengan melakukan analisis bahaya titik
kontrol kritis (HACCP). Konsep tersebut diawali dengan mengidentifikasi
potensi bahaya, selanjutnya membuat rencana HACCP dengan menyusun
suatu tabel yang terdiri dari alur proses, kemungkinan resiko / bahaya pada
setiap tahap proses, titik kontrol kritis untuk setiap resiko / bahaya dan
pengendalian yang harus dilakukan. Adanya penyusunan HACCP pada
pengolahan kecap hidrolisa protein ini, diharapkan menjadi tindakan preventif
yang efektif dalam menjaga dan mengendalikan mutu produk yang dihasilkan,
sehingga menjadi salah satu produk industri rumah tangga yang berkualitas,
aman dikonsumsi dan bernutrisi sesuai dengan tuntutan konsumen.
Salah satu produk industri rumah tangga yang cukup diminati oleh
masyarakat Temanggung, Magelang hingga daerah Semarang adalah kecap
Arum Sari yang terbuat dari hidrolisa ikan tongkol. Struktur ikan tongkol
terdiri atas daging yang berwarna merah dan berwarna putih. Daging putihnya
mengandung air 67,1 %, protein 31 %, dan lemak 0,7 %, sedangkan daging
merahnya mengandung air 66,7 %, protein 27,6 %, dan lemak 2,6 %
(Burhanudin, 1984), sehingga mengakibatkan bahan baku mudah rusak oleh
mikroba. Pada industri rumah tangga “Arum Sari”, belum dilakukan adanya
pengendalian mutu maupun HACCP. Oleh karena itu, pemanfaatan ikan
tongkol sebagai bahan baku kecap hidrolisa protein, perlu dilakukan
pengawasan mutu bahan baku, proses hingga produk akhir untuk
commit to user
B.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah
mengenai pengawasan makanan atau jaminan keamanan pangan yang disebut
Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical
Control Point / HACCP) dan pengendalian mutu bahan, proses, produk akhir
yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin
keamanan pangan, khususnya pada proses pembuatan kecap hidrolisa protein
dan upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan produk kecap hidrolisa
protein yang aman untuk dikonsumsi.
C.Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Quality Control “Pengendalian Mutu
Kecap hidrolisa protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol” ini adalah :
1. Menentukan pengendalian mutu bahan baku pembuatan kecap hidrolisa
protein.
2. Menentukan pengendalian mutu proses pembuatan kecap hidrolisa protein.
3. Menentukan pengendalian mutu produk akhir kecap hidrolisa protein.
4. Merancang HACCP kecap hidrolisa protein.
D.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya adalah (1)
Dapat mengetahui tahapan kritis yang harus dikendalikan dalam tahapan
proses pengolahan kecap ikan, (2) Dapat menerapkan prosedur pemantauan
dan tindakan pencegahan terhadap tahapan kritis yang teridentifikasi, (3)
Menjadi kontrol terhadap implementasi program pengendalian mutu yang
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Kecap
a. Pengertian
Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi yang dicampurkan
dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu dengan tujuan
untuk meningkatkan cita rasa makanan (Cahyadi, 2007). Sedangkan
menurut SNI tahun 1999, kecap adalah produk cair yang diperoleh dari
hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan.
Pada dasarnya ada dua jenis kecap, yaitu kecap Cina dan Jepang.
Kecap Cina warnanya lebih gelap dan lebih manis karena adanya
penambahan gula tebu. Selain itu, kecap cina mempunyai berat jenis,
kekentalan, dan kandungan nitrogen yang lebih tinggi. Sedangkan kecap
jepang memiliki kandungan asam amino terutama asam amino glutamat
yang lebih tinggi. Kecap di Indonesia termasuk salah satu jenis kecap
Cina. Kecap Cina menggunakan gula tebu, sedangkan kecap Indonesia
menggunakan gula palma. Secara umum kecap di Indonesia
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis
(Cahyadi, 2007).
Kecap asin mempunyai konsistensi yang encer, berwarna jernih
dan mempunyai flavor seperti garam. Cita rasa yang khas ditimbulkan
terutama berkaitan dengan senyawa-senyawa hasil biodegradasi protein
yang berkombinasi dengan unsur-unsur gizi lain (lemak dan karbohidrat)
yang terdapat dalam bahan makanan. Kecap dapat dibuat dari ikan-ikan
ekonomis atau non ekonomis, isi perut atau dari berbagai macam jenis
kerang-kerangan misalnya kupang. Cara pembuatan kecap ikan tidak
selalu sama. Masing-masing mempunyai cara tersendiri tergantung selera
commit to user
produk yang dihasilkan juga berbeda-beda. Selain secara fermentasi
dengan penambahan garam, kecap dapat dibuat dengan cara hidrolisis
enzimatis. Penambahan enzim pada pembuatan kecap hidrolisa berfungsi
untuk mempercepat hidrolisis protein (Anonimb, 2010).
Di Indonesia pengawetan dan pengolahan ikan yang banyak
dilakukan dewasa ini adalah pengawetan dan pengolahan secara
tradisional. Selanjunya Ilyas (1979), menyatakan bahwa tiga perempat dari
jumlah yang berasal dari ikan, kemudian 50 % dari jumlahnya diperoleh
dari ikan olahan tradisional. Untuk itu ada metode pengolahan dan
pengawetan ikan secara tradisional yaitu dengan cara penyerapan air
dengan penambahan bahan pengawet seperti : garam, cuka atau dengan
proses fermentasi dan pemasakan. Jenis pengolahan ikan secara tradisional
tersebut antara lain adalah pengeringan / penggaraman, pemindangan,
pengasapan dan fermentasi (peda, kecap ikan dan terasi).
Astawan (2004) menyatakan bahwa dari segi gizi, kecap
merupakan sumber protein yang cukup baik karena mengandung
asam-asam amino esensial yang cukup tinggi. Kecap juga mengandung zat gizi
lain seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang jumlahnya
relatife rendah jika dibandingkan dengan protein. Dalam kehidupan
sehari-hari tujuan utama pemakaian kecap adalah sebagai penyedap makanan.
Kecap memiliki warna coklat tua, bau, dan rasa yang khas. Rasa
kecap tentunya ada yang manis, manis keasin-asinan, dan asin. Kecap
memiliki aroma yang wangi karena dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang
ditambahan pada filtrat yang dihasilkan. Wangi dan rasa gurih kecap
dikarenakan penambahan rempah-rempah, seperti phekak, bawang putih,
serai, daun salam, jahe, dan kayu manis (Cahyadi, 2007).
Secara umum Judoamidjojo (1987) mengelompokkan kecap
Indonesia menjadi 2 golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap
commit to user
sangat kental manis, rasa manis dengan kandungan gula 26-61%, serta
kandungan garam 3-6%. Kecap asin yang disebut juga saus kedelai ringan,
memiliki konsistensi encer, warna lebih muda dan rasa lebih asin dengan
kandungan garam 18-21% serta kandungan gula 4-19% (Judoamidjojo,
1987).
Proses pembuatan kecap dengan cara hidrolisis kimia lebih mudah,
cepat dan murah dibandingkan cara fermentasi. Tetapi, kecap yang dihasilkan
memiliki flavor tidak sebaik flavor kecap yang dihasilkan melalui fermentasi
(Yokotsuka, 1983). Hal ini disebabkan selama hidrolisis terjadi kerusakan
beberapa asam amino dan gula. Selain itu dapat pula terbentuk senyawa
penyebab off flavor seperti asam levulinat dan H2S (Nunomura dan Sasaki,
1986). Dibanding dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap
yang dibuat melalui proses fermentasi lebih baik ditinjau dari segi rasa dan
aroma. Hal ini menyebabkan kecap yang dibuat melalui hidrolisis jarang
ditemukan (Winarno et al., 1973).
2. Bahan Baku a. Ikan Tongkol
Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi
masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses
pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Hal ini
disebabkan karena beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan
kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan mikrobia pembusuk.
Adapun kondisi lingkungan tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu
simpan dan kondisi kebersihan sarana prasarana. Bakteri dan perubahan
kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan
sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.
Ikan tongkol jika dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan
terjadi proses penurunan mutu, ikan menjadi tidak segar lagi dan jika
dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh
commit to user
Enterobacteriacea. Salah satu jenis keracunan yang sering terjadi akibat
ikan tongkol adalah keracunan histamin, hal ini karena ikan tongkol
banyak mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri
dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase, sehingga
menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat pada tubuh manusia
yang tidak higienis, isi perut ikan serta peralatan yang tidak bersih
(Hidayati, 2008).
Tabel 2.1 perbedaan ikan segar dengan ikan busuk
Tanda ikan yang masih segar Tanda ikan yang sudah busuk
mata jernih menonjol mata suram dan tenggelam
Warna keseluruhan termasuk kulit
cemerlang
warna kulit suram dengan lendir tebal
insang berwarna merah insang berwarna kelabu dengan lendir
tebal
dinding perut kuat dinding perut lembek
daging kenyal dan bau ikan segar warna keseluruhan suram dan berbau
busuk
Sumber : Anonimc, 2011
Menurut Wisnuwidayat (1977) dalam Suwamba (2008), Golongan
ikan tongkol termasuk dalam ikan-ikan yang disebut Scombroid Fishes
dari ordo Percomophi. Ikan tongkol bentuknya seperti torpedo, mulut agak
miring, gigi-gigi pada kedua rahang kecil, tidak terdapat gigi pada
platinum. Kedua sirip punggung letaknya terpisah, jari-jari depan dari sirip
punggung pertama tinggi kemudian menurun dengan cepat kebelakang,
sirip punggung kedua sangat rendah. Warna tubuh bagian depan punggung
keabu-abuan, bagian sisi dan perut berwarna keperak-perakan, pada bagian
punggung terdapat garis-garis yang arahnya keatas dan berwarna
keputih-putihan.
Temperatur merupakan faktor eksternal yang berperan penting
pada proses penurunan mutu ikan. Hal ini karena bakteri-bakteri
commit to user
faktor eksternal, faktor internal juga berperan pada proses penurunan mutu
ikan. Namun demikian, faktor internal lebih berkaitan dengan komposisi
kimia ikan dan sulit dikendalikan dibandingkan dengan faktor eksternal
yang berhubungan dengan kondisi lingkungan maupun cara penanganan
(Wibowo & Yunizal, 1998).
Sampai saat ini, penanganan dengan suhu rendah (chilling)
merupakan teknik penanganan ikan yang paling banyak digunakan.
Nelayan maupun pedagang ikan umumnya menggunakan es untuk
mempertahankan kesegaran ikan. Pada suhu kamar (± 25 0C), ikan
umumnya hanya bertahan antara 6-12 jam, sedangkan dengan perlakuan es
dapat mempertahankan mutu ikan hingga 1-2 minggu. Pada suhu sekitar 0
0
C, pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim
menjadi terhambat atau bahkan terhenti (Muchtadi, 1997).
Ikan tongkol juga memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Tabel 2.2
merupakan tabel komposisi ikan tongkol.
Tabel 2.2 Komposisi Komponen Ikan Tongkol (%)
Komponen Kadar (%)
Kandungan air 72,00
Protein 25,00
Lemak 1,30
Sisa 0,70
Sumber : Anonimd, 2011
b. Air
Air merupakan unsur penting dalam makanan. Adanya air dalam
bahan makanan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur dan cita rasa
makanan serta dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari serangkaian
serangan mikrobia (Winarno, 1984).
Air yang digunakan dalam industri makanan pada umumnya harus
memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak
mempunyai rasa, dan tidak mengganggu kesehatan (Syarief 1988). Dalam
commit to user
bahan baku, dan campuran dalam memasak kecap (melarutkan gula
merah). Air yang digunakan yaitu air bersih (Cahyadi, 2007).
c. Rempah-rempah
1. Sereh
Serai atau sereh adalah tumbuhan anggota suku rumput-rumputan
yang dimanfaatkan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan
makanan. Serai selama ini dikenal oleh masyarakat awam hanya
sebagai pelengkap bumbu dapur semata, terutama untuk campuran
bumbu, minuman, dan makanan ala Padang (Sumbar) (Somaatmadja,
1985).
Dalam pembuatan kecap, serai berfungsi untuk memberikan
aroma khusus pada kecap. Biasanya serai yang digunakan yaitu serai
yang belum kering dan masih segar (Maradjo, 1977).
2. Lengkuas
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga) adalah rempah-rempah
populer dalam tradisi boga dan pengobatan tradisional Indonesia
maupun daerah Asia Tenggara lainnya. Ada dua jenis tumbuhan
lengkuas yang dikenal, yaitu lengkuas putih dan lengkuas merah.
Lengkuas putih biasanya digunakan sebagai penyedap masakan,
sedangkan lengkuas merah sebagai obat. Lengkuas mengandung
beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galangi, galangol, dan
eugenol. Lengkuas juga memiliki aktivitas anti mikrobia. Bagian yang
dimanfaatkan adalah rimpangnya (Somaatmadja, 1985).
Pemanfaatan lengkuas pada pembuatan kecap berfungsi untuk
penambah aroma pada kecap atau penyedap. Biasanya dengan
mememarkan rimpang kemudian dicelupkan begitu saja ke dalam
campuran masakan. Biasanya lengkuas yang digunakan untuk bumbu
dipilih yang rimpangnya berwarna putih (Maradjo, 1977).
3. Jahe
Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat
commit to user
berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa
dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe
termasuk suku Zingiberaceae (temu-temuan) (Somaatmadja, 1985).
Nama ilmiah jahe diberikan oleh William Roxburgh dari kata Yunani
zingiberi, dari bahasa Sansekerta, singaberi.
Dalam pembuatan kecap, jahe berfungsi untuk menambah aroma
pada kecap seperti halnya serai dan lengkuas (Maradjo, 1977).
4. Phekak
Phekak dikenal dengan nama Indonesia sebagai adas bintang
karena bentuknya seperti bintang. Phekak sangat banyak mempengaruhi
aroma dan rasa kecap karena memiliki bau yang khas (Moeljokusumo,
1974).
5. Bawang putih
Bawang putih berfungsi sebagai bahan pengawet, juga
merupakan bahan alami yang dapat ditambahkan pada bahan atau
produk sehingga didapatkan aroma yang khas dan mampu
meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budiarti, 1992). Menurut
Maradjo (1977), bawang putih mempunyai bau yang khas dan tajam,
sehingga penggunaannya lebih sedikit dibandingkan dengan bawang
yang lain.
Selanjutnya Palungkun dan Budiarti (1992), menjelaskan bahwa
bau yang kuat pada bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur setelah mengalami pemotongan atau
perusakan jaringan. Ketika sel pecah, terjadi reaksi antara komponen
allin dan enzim allinase membentuk allicin. Allicin ini yang berperan
memberikan aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aktif
yang bersifat anti bakteri. Selain itu, bawang putih mengandung
senyawa scordinin, yaitu senyawa kompleks thioglosidin yang
commit to user
6. Kayu manis
Kayu manis mempunyai sifat pedas, hangat, dan wangi. Serpihan
kayu manis yang sering dijumpai sebagai pelengkap bumbu dapur yaitu
sebagai penyedap serta pengharum makanan. Kayu manis untuk bahan
penunjang kecap sebaiknya dipilih yang telah kering benar, tidak
berjamur, dan bersih dari pengotor (Maradjo, 1977).
7. Daun salam
Dalam pembuatan kecap, daun salam berfungsi sebagai penyedap
karena mengandung minyak atsiri (Maradjo, 1977).
d. Gula merah
Gula merah atau gula jawa biasanya diasosiasikan dengan segala
jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga
pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan (Buckle, et
all., 1985). Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat
(kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga
proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan yang
seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan
gula yang menyebabkan kondisi mayang (bunga) mengalami
pembengkakan. Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang
diiris-iris untuk mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan
ditampung secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian
dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-benar kental, cairan
dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari daun palma dan siap
dipasarkan. Gula merah sebagian besar dipakai sebagai bahan baku kecap
manis.
Gula merah mengandung air, mineral, lemak, dan protein.
Komponen-komponen tersebut bervariasi, tergantung pada bahan baku
nira yang digunakan (Herman, 1987). Gula merah dalam pembuatan kecap
berfungsi untuk menambah warna hitam pada kecap dengan aroma yang
commit to user
e. Garam
Garam dapur dalam teknologi pangan merupakan bumbu yang
dapat menghasilkan cita rasa tertentu (asin, gurih). Selain itu garam juga
mampu menurunkan rasa manis dan suhu karamelisasi sehingga tidak
cepat gosong. Garam mampu menarik air dan memiliki ion Cl yang
bersifat toksik bagi mikrobia, menurunkan kelarutan O2 dalam air,
menurunkan ketahanan mikrobia terhadap CO2 dan dapat menghambat
kegiatan enzim proteolotik (Hubeis, 1999).
Garam dipergunakan dalam pembuatan kecap dengan tujuan untuk
menambah rasa, selain berfungsi untuk memberikan rasa asin juga
diperlukan untuk mengawetkan kecap, karena dengan penambahan garam
maka kecap tersebut tidak akan ditumbuhi oleh cendawan. Selain itu,
garam juga berfungsi untuk menarik sari yang terkandung dalam filtrat
(Cahyadi, 2007).
Tujuan penggaraman pada bahan pangan antara lain sebagai
pemberi cita rasa (Winarno et.al., 1982). Disamping itu, pemberian garam
pada bahan pangan dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk dan patogen, karena garam mempunyai sifat-sifat
antimikroba sebagai berikut (Rahayu et.al., 1992):
- Garam akan meningkatkan tekanan osmotik substrat.
- Garam menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan
pangan, sehingga aktivitas air (Aw) bahan pangan akan menurun dan
bakteri tidak akan tumbuh.
- Garam mengakibatkan terjadinya penarikan air dari dalam sel bakteri,
sehingga sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan.
- Ionisasi garam akan menghasilkan ion khlor yang bersifat racun
terhadap bakteri.
f. CMC
Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit
kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus
commit to user
dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin.
Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat
balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan,
kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan
jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap (Anonymous,
2004).
Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC
yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air
yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat
bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan
terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini
akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut
dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya
gravitasi. Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang
penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel
dan beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid
(Na-CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai
senyawa yang memberikan kestabilan.
3. Proses Pengolahan
a. Pembersihan dan pencucian.
Ikan yang sudah dibeli dari pasar pelelangan ikan kemudian
dibersihkan dengan cara dicuci dan diambil bagian yang tidak dipakai.
Setelah bersih, ikan kemudian dipotong menjadi tiga bagian, pemotongan
ini berfungsi agar pada saat direbus, sari ikan dapat keluar dengan
sempurna.
b. Penyiapan bumbu.
Bumbu berupa, gula jawa, sereh, daun salam, lengkuas, jahe,
commit to user
c. Perebusan.
Proses perebusan menggunakan empat buah tungku, dimana
tungku pertama digunakan untuk merebus ikan. Pada perebusan ikan
digunakan api dengan suhu sedang, hal ini bertujuan agar sari ikan dapat
dikeluarkan tanpa merusak protein yang ada. Tungku kedua digunakan
untuk merebus rempah-rempah yang nantinya digunakan sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan kecap ikan, penambahan berbagai macam
rempah-rempah bertujuan untuk menghilangkan bau amis yang dihasilkan
oleh ikan. Tungku ketiga berfungsi untuk merebus gula dan garam, dengan
sari ikan dan air rebusan rempah-rempah. Dan tungku keempat berfungsi
untuk pemasakan kecap.
d. Penyaringan.
Rempah-rempah yang telah direbus kemudian disaring untuk
diambil airnya, proses penyaringan perlu dilakukan agar tidak terdapat
gumpalan / rempah yang ikut dalam produk akhir.
e. Pemasakan.
Air rempah tadi dicampurkan ke dalam tungku yang telah diisi gula
jawa dan garam, beserta sari ikan, kemudian dimasak. Proses pemasakan
berlangsung selama ± 2 jam agar semua bumbu dapat tercampur rata dan
gulanya larut sempurna. Setelah selesai, kemudian dilakukan penyaringan
kembali sambil dituang dalam tungku keempat, saat proses pemasakan
dalam tungku keempat ini,menggunakan suhu tinggi, namun harus tetap
dijaga sekitar 90оC agar warna kecap yang dihasilkan hitam pekat dan bakteri yang ada dapat mati, sehingga produk dapat tahan lama. Selama
pemasakan harus terus diaduk agar tidak gosong, proses pemasakan kecap
berlangsung selama ± 1 ¼ jam.
f. Pengemasan.
Pengemasan dilakukan dengan memasukkan kecap yang sudah jadi
ke dalam botol. Pemasukan larutan kecap kedalam botol, harus dilakukan
saat larutan dalam keadaan tidak langsung setelah pemasakan agar botol
commit to user
4. Syarat Mutu Kecap Kedelai
Spesifikasi persyaratan mutu kecap manis menurut SNI 01-3543-1999
dapat dilihat pada Tabel 2.3.
5. Pengendalian Mutu
Standar mutu bahan pangan harus disusun sedemikian rupa
berdasarkan konsensus semua pihak sehingga dapat memenuhi semua tuntutan
pembeli dan dapat diproduksi oleh produsen dengan biaya murah sehingga
produsen dapat menjual barang tersebut dengan harga yang dapat dijangkau
oleh sebagian pembeli atau konsumen. Ada perbedaan yang sangat mendasar
antara jaminan mutu dan pengawasan mutu. Masyarakat pada umumnya sulit
membedakan antara dua hal ini. Jaminan mutu dapat didefinisikan sebagai
sebuah strategi management fungsional yang menentukan batas dalam
pengawasan mutu. Program ini dikutip guna menemukan langkah mencapai
kesuksesan dan memberikan kepercayaan bahwa program ini efektif untuk
diterapkan. Pengawasan mutu merupakan siasat yang fungsional yang diambil
dari program jaminan mutu untuk mencapai keberhasilan dari kualitas produk
yang diterapkan (Jenie, 1993).
Pengendalian mutu dalam arti luas (perencanaan, pencegahan,
pemantauan) adalah melakukan pencegahan selama proses desain dan
fabrikasi, agar produk cacat tidak diproduksi. Dalam hal ini, pengendalian
mutu bukan suatu kegiatan tersendiri yang dapat dilakukan oleh bagian
inspeksi, tetapi mencakup keseluruhan bagian, mulai dari desain, pemasaran,
pelayanan, pembelian, produksi, pengemasan dan pengangkutan, juga meliputi
pemasok bahan baku dan pelanggan (Hubies, 1994).
Pengendalian kualitas merupakan manajemen untuk mengukur
karakteristik dari produk,dan membandingkannya dengan spesifikasi serta
mengambil sebuah tindakan perbaikan yang sesuai jika terdapat perbedaan
antara produk dengan spesifikasi yang ditentukan. Pengendalian kwalitas
merupakan salah satu cara untuk memelihara serta meningkatkan mutu
commit to user
Tabel 2.3 Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Kedelai Menurut SNI
01-3543-1999
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan
Manis Asin
1 Keadaan
1.1 Bau Normal,khas Normal,khas
1.2 Rasa Normal,khas Normal,khas
2 Protein (Nx6,25), b/b - Min. 2,5% Min. 4,0%
3 Padatan terlarut, b/b - Min10% Min. 10%
4 NaCl (garam), b/b - Min. 3% Min. 5%
5 Total gula (dihitung
sebagai sakarosa), b/b - Min. 40% -
6 Bahan tambahan makanan 6.1 Pengawet
9.4 Kapang/khamir Koloni/g Maks.50 Maks. 50
Sumber: SNI, 1999
Beberapa macam alat yang digunakan dalam mendeteksi dan
commit to user
a. Diagram Pareto
Diagram pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang
terurut berdasarkan data yang paling besar ke nilai data yang paling kecil.
Data yang di plot kebanyakan data prosentase kecacatan atau penyebab
kecacatan. Dengan diagram pareto dapat dilihat adanya faktor-faktor yang
mempunyai dampak paling besar terhadap proses, yang kemudian dapat
mempermudah kita untuk menganalisa dan menemukan solusi yang paling
tepat untuk sebuah perusahaan.
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto, antara lain :
1. menentukan metode yang akan digunakan untuk mengklarifikasi data,
berdasarkan jenis permasalahan, penyebab kecacatan dan lain-lain.
2. menetapkan parameter yang akan digunakan untuk membuat urutan
dari karakteristik.
3. mengumpulkan data dalam interval waktu yang sesuai
4. menjumlahkan data kemudian mengurutkannya dari yang terbesar ke
yang terkecil
5. menghitung prosentase kumulatif
6. membuat diagram pareto dan mencari karakteristik data yang
mempunyai nilai frekuensi terbesar.
b. Diagram Tulang Ikan
Diagram tulang ikan merupakan suatu alat bantu yang berbentuk
garis yang tersusun dari garis-garis dan simbol untuk menggambarkan
hubungan sebab dan akibat dari permasalahan. Dengan adanya diagram
tulang ikan ini maka dapat memudahkan kita untuk mengetahui berbagai
penyebab suatu masalah secara terorganisir sehingga memudahkan kita
untuk mencari atau memberikan solusi dari permasalahan tersebut dan
memudahkan kita untuk menganalisa permasalahan tersebut. Sebab-sebab
yang ada dikelompokkan menjadi beberapa sebab utama, yaitu : material,
pekerja (man), metode kerja (method), mesin (machine), dan lingkungan
commit to user
Langkah-langkah pembuatan diagram tulang ikan atau fishbone
diagramuntuk mengidentifikasi sebab-sebab adalah sebagai berikut :
1. menentukan karakteristik mutu yang akan diperbaiki
2. memilih karakteristik mutu dan menulisnya pada sebuah kotak
disebelah kanan , kemudian memberi gambar tulang ikan ke belakang
sebab-sebab utama (material, machine, man, dan lain-lain) yang
mempengaruhi karakteristik mutu sebagai tulang yang besar dituliskan
pada tulang-tulang yang besar.
3. menulis sebab-sebab kedua yang mempengaruhi tulang besar (sebab
utama) sebagai tulang ukuran sedang, dan tulis sebab-sebab ketiga pada
tulang ukuran sedang sebagai tulang bahan paling kecil
4. menentukan kepentingan tiap faktor dan memberi tanda pada faktor
yang kelihatannya mempunyai pengaruh paling besar pada karakteristik
mutu.
5. mencatat informasi yang diperlukan
6. memeriksa kembali apakah semua item yang mungkin telah
menyebabkan penyimpangan telah tercantum dalam diagram. Bila
semua telah tercantum dan hubungan sebab akibat juga telah tergambar
dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap ( Anonimd, 2008).
Contoh fishbone diagram untuk karakteristik kekentalan
proses pemasakan kurang cermat
yang salah kurang terampil
keausan alat kesalahan pengujian alat
Terlalu encer
method
machine
man
commit to user
6. HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem
kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasar atas
identifikasi titik-titik kritis didalam tahap penanganan dan proses produksi.
HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan
untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan
(preventif) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan
makanan yang aman bagi konsumen.
Tujuan penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk
mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu
pangan guna memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem
pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir
diproduksi masal dan didistribusikan. Dengan diterapkannya HACCP akan
mencegah resiko komplain adanya bahaya pada produk pangan.
Critical Limit atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus
dipenuhi dalam setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk
menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas tersebut
akan memisahkan antara yang diterima dan yang ditolak berupa kisaran
toleransi pada setiap CCP. Batas kritis diterapkan untuk menjamin bahwa
CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penentuan batas kritis harus bersifat
dijustifikasi yaitu memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan
dan harus dapat validasi artinya sesuai persyaratan yang ditetapkan.
Untuk menentukan batas kritis maka pertanyaan yang harus dijawab
adalah apakah komponen kritis yang berhubungan CCP, suatu CCP mungkin
memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin
keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam
batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan
mikrobiologi (jumlah mikroba) yang sebaiknya dihindari karena memerlukan
waktu untuk mengukurnya.
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap
commit to user
penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada
produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa
penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi /
diperbaiki, atau produk ditahan / tidak dipasarkan dan diuji keamanannya.
Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi
antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan
pencegahan seperti memverifikasi setiap perubahan yang telah diterapkan
dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif (Anonimd, 2006).
Salah satu cara untuk menjaga keamanan pangan dari produsen pangan
diantaranya adalah dengan menerapkan HACCP ( Hazard Analysis Critical
Control Point). HACCP adalah sistem jaminan mutu yang mendasarkan
kepada kesadaran atau penghayatan bahwa Hazard (bahaya) dapat timbul
pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan
pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama
HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang
mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengandalkan
pengujian produk akhir (Thaher, 2005).
Decision tree merupakan suatu diagram yang berbentuk pohon untuk
mengambil keputusan dan menentukan suatu proses terdapat CCP atau tidak.
Decision tree berisikan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tentang
adanya bahaya pada suatu proses atau tidak. Diagram tersebut terdiri atas
cabang-cabang. Jawaban pertanyaan dari satu diagram merupakan
penghubung dari cabang-cabang selanjutnya. Pada akhir pertanyaan adalah
commit to user
Diagram penerapan HACCP:
Gambar 2.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
Gambar 2.2 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku
Identifikasi Bahaya (fisik, kimia,
Tindakan koreksi CCP
Pemantauan CCP
Dokumentasi. Tindakan verifikasi.
Batas kritis CCP
Bila terjadi penyimpangan
apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya ( mikrobiologi/kimia/fisik)
apakah penanganan/pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya
ya
ya
tidak
tidak
bukan CCP (CP)
bukan CCP (CP)
commit to user
Gambar 2.3 Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Formulasi/Komposisi
Gambar 2.4 Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses
apakah komposisi / formulasi adonan / campuran penting untuk mencegah bahaya
ya tidak
bukan CCP (CP) CCP
apakah tahapan ini khusus ditujukan untuk menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas aman
apakah KONTAMINASI bahaya dapat terjadi / meningkat sampai melebihi batas.
tidak
ya
ya
tidak bukan CCP (CP)
CCP
CCP apakah tahap PROSES SELANJUTNYA dapat menghilangkan /
mengurangi bahaya sampai batas aman.
commit to user
Tabel 2.4 Penerapan Titik Kritis ( CCP ):
Langkah Proses P1 P2 P2a P3 P4 P5 Keterangan
Penerimaan Bahan
Baku Y Y Y Y - - CCP 1
Pencucian Y Y Y Y - - CCP 2
Penyiapan bumbu Y Y Y Y - - CCP 3
Perebusan Y Y - T T - Bukan CCP
Penyaringan Y Y - T T - Bukan CCP
Pemasakan Y Y - T T - Bukan CCP
Pengemasan Y Y Y Y - - CCP 4
Keterangan :
- P1 : Apakah ada bahaya pada proses ini?
Jika YA lanjut ke P2 dan jika TIDAK bukan CCP.
- P2 : Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan?
Jika YA lanjut ke P3 dan jika TIDAK lanjut ke P2a.
- P2a : Apakah pengendalian diperlukan dalam tahap ini?
Jika YA lanjut ke P3 dan jika TIDAK bukan CCP.
- P3 : Apakah tindakan ini direncanakan khusus untuk menghilangkan potensi
bahaya sampai pada tahap yang diterima?
Jika YA berarti CCP dan jika TIDAK lanjut ke P4.
- P4 : Apakah ada kontaminasi meningkat pada tingkat yang tidak diterima?
Jika YA lanjut ke P5 dan jika TIDAK bukan CCP.
- P5 : Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya
sampai batas aman?
Jika YA berarti bukan CCP dan jika TIDAK berarti CCP.
- Y : Ya
commit to user
BAB III METODE
A. Tempat dan waktu pelaksanaan
Kegiatan pembuatan Tugas Akhir ini dilakukan penelitian pada
pertengahan bulan Maret di home industri Kecap Arum Sari di Manggong,
Ngadirejo, Temanggung.
B. Tahap Pelaksanaan
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Bahan baku dari pembuatan kecap hidrolisa protein adalah ikan
tongkol. Dilakukan pemilihan ikan yang benar-benar dalam keadaan segar,
bebas dari kerusakan hama penyakit, dan kerusakan lain. Ciri-ciri ikan
yang masih segar, yaitu daging ikan kenyal, mata ikan jernih menonjol,
warna ikan cemerlang atau tidak pucat, insang berwarna merah, dinding
perut ikan kuat, dan bau ikan segar. Ikan tongkol segar diperoleh dari
Tempat Pelelangan Ikan yang terletak didaerah Weleri, di TPI, ikan yang
datang akan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan selang panjang
kemudian diletakkan pada wadah yang telah diberi es batu. Setelah itu,
dilakukan pelelangan sebelum akhirnya didistribusikan.
Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik,
semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang
baik akan menurunkan kesegarannya. Faktor-faktor yang menentukan
mutu ikan segar dipengaruhi, antara lain cara penangkapan ikan,
pelelangan, pengepakan, pengangkutan, dan pengolahan. Dalam
pengendalian mutu bahan baku ikan tongkol, dilakukan analisa mutu
bahan baku, meliputi analisa sensoris ditinjau berdasarkan aroma,
kenampakan, warna dan tekstur, serta analisa Total Volatile Bases untuk
mengetahui tingkat kesegaran ikan.
2. Pengendalian Mutu Proses
Proses pengolahan harus sesuai dengan tahap pengolahan dengan
commit to user
mutu. Dalam proses ini harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat
menimbulkan kontaminasi pada bahan.
Ikan yang telah lolos seleksi dan memenuhi syarat untuk diolah,
kemudian dibersihkan. Insang ikan dipotong, kemudian dicuci hingga
bersih. Air yang digunakan untuk mencuci adalah air yang bersih. Setelah
bersih, ikan kemudian dipotong menjadi tiga bagian, pemotongan ini
berfungsi agar pada saat direbus, sari ikan dapat keluar dengan sempurna.
Perebusan yang dilakukan untuk mendapatkan sari ikan dilakukan
pada suhu rendah, karena jika perebusan dilakukan pada suhu 95 0C -100 0
C dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein
terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas
dapat larut dalam air perebus. Pada industri rumah tangga “Arum Sari”,
perebusan dilakukan dengan suhu 90 0C, selama 15 menit. Pengecekan
suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer, sedangkan untuk
perhitungan waktu dengan menggunakan jam dinding. Waktu awal
perebusan dicatat, agar selesai merebus tepat 15 menit.
Ikan tongkol rebus dan bumbu yang telah selesai direbus,
kemudian disaring. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan
yang sudah dibersihkan terlebih dahulu. Penyaringan bertujuan
memisahkan ampas dengan cairan yang akan diolah menjadi kecap.
Kemudian, dilakukan pemasakan kecap. Suhu pemasakan harus tetap
dipertahankan ± 90 0C, pemanasan yang berlebihan (di atas 90 0C) dapat
menyebabkan pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi
ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga
menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan
gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna
coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga
terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil
dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan
commit to user
lisin. Suhu yang digunakan dalam proses pemasakan ini, juga akan
berpengaruh pada warna kecap.
Pengemasan menggunakan kemasan yang kuat, higienis, dan
menarik. Pemilihan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang
dihasilkan. Sebelum dilakukan pengemasan, dilakukan sterilisasi terlebih
dahulu, untuk membunuh bakteri yang ada. Kerapatan pemasangan tutup
botol kemasan juga harus diperhatikan, karena pemasangan tutup botol
yang kurang baik, dapat menyebabkan bocor dan memungkinkan mikroba
untuk masuk dan mengkontaminasi produk sehingga menurunkan kualitas
kecap yang dihasilkan.
3. Pengendalian Mutu Produk Akhir
Produk akhir yang dihasilkan harus sesuai dengan standar mutu
yang ditetapkan, tidak berbahaya dan tidak beracun. Produk akhir dari
kecap hidrolisa protein dapat diketahui dengan cara uji organoleptik,
meliputi kenampakan, warna, bau atau aroma, dan rasa. Kecap hidrolisa
protein memiliki aroma dan cita rasa yang khas, tidak terlalu encer,
berwarna seperti kecap, tidak terdapat endapan dalam kecap. Endapan
yang terbentuk dapat menurunkan kualitas kecap, sehingga untuk
mencegah terjadinya endapan perlu penambahan penstabil suspense
(stabilizer), berupa CMC ataupun agar-agar. Pengendalian mutu produk
akhir dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap
penerimaan bahan baku, proses pembersihan dan pencucian, proses
pemasakan, dan proses pengemasannya.
Setelah cairan dimasak dengan suhu 90 0C, maka akan dihasilkan
produk kecap hidrolisa protein. Kecap tersebut kemudian dikemas dalam
botol kaca. Pengendalian mutu produk akhir dilakukan dengan
menganalisa produk yang yang sudah dikemas, analisa yang dilakukan
yaitu, analisa Protein, Padatan Terlarut, NaCl, Angka Lempeng Total dan
commit to user
4. HACCP
Tabel 3.1 Penerapan Titik Kritis ( CCP ) pada Pembuatan Kecap:
Langkah Proses P1 P2 P2a P3 P4 P5 Keterangan
Penerimaan Bahan
Baku Y Y Y Y - - CCP 1
Pencucian Y Y Y Y - - CCP 2
Penyiapan bumbu Y Y Y Y - - CCP 3
Perebusan Y Y - T T - Bukan CCP
Penyaringan Y Y - T T - Bukan CCP
Pemasakan Y Y - T T - Bukan CCP
Pengemasan Y Y Y Y - - CCP 4
Pengadaan dan Penyiapan Bahan Baku
Resiko yang mungkin timbul dari tahapan ini adalah bahan baku
yang digunakan mengandung bakteri patogen. Pengendalian kritis dari
pemilihan bahan baku adalah pemilihan supplier yang sudah terjamin dari
segi kualitasnya
Proses Pencucian
Resiko yang sangat memungkinkan terjadi pada proses ini
disebabkan kontaminasi silang setelah bahan baku dicuci, kontaminasi
dapat berasal dari udara maupun lalat yang menempel.
Penyiapan bumbu
Pada proses penyiapan bumbu salah satu resiko yang dapat terjadi
adalah kontaminasi silang. Kontaminasi dapat terjadi dari udara maupun
alat yang digunakan.
Pengemasan
Pada proses pengemasan salah satu resiko yang dapat
terjadi adalah kemasan yang akan digunakan mengandung bahan kimia
berbahaya. Pengendaliannya adalah menggunakan kemasan yang aman
dan dapat melindungi produk tersebut dari benda asing maupun bakteri
yang dapat menyerang, serta memastikan bahwa kemasan telah tertutup
commit to user
C. Diagram Alir Proses Pengolahan Kecap Hidrolisa Ikan
Dibersihkan dan dicuci
Penyaringan
Dimasak dengan suhu 90oC
Pembotolan
Diletakkan pada wadah yang telah diberi es Dicuci Bumbu : gula, garam, rempah
commit to user
D. Analisa yang Digunakan 1. Total Volatile Bases 2. Angka Lempeng Total 3. Protein
4. Padatan terlarut 5. NaCl (garam)
6. Total gula (dihitung sebagai sakarosa)
Prosedur Analisa
1. Total Volatile Bases (E. Joseph Conway, 1933)
Dasar Penentuan :
Menguapkan senyawa-senyawa volatile bases (ammonia, mono-,
di- dan trimetilamin, dan lain-lain) yang terdapat dalam ekstrak daging
ikan yang bersifat basis pada suhu 35oC selama 2 jam atau pada suhu
kamar selama semalam. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh atom asam
sorbat dan kemudian dititrasi dengan larutan N/70 HCl.
Dengan penambahan formalin kedalam ekstrak contoh daging ikan,
maka senyawa-senyawa volatile bases akan diikat kecuali TMA. Bila
campuran ini dialkaliskan, TMA menguap pada suhu 35 oC selama 2 jam
atau pada suhu kamar selama semalam. Senyawa-senyawa TMA tersebut
diikat oleh atom asam sorbat dan kemudian dititrasi dengan larutan N/70
HCl.
Cara penentuan Total Volatile Bases :
a. Timbang contoh yang telah dihancurkan dengan blender sebanyak 25
gram, tambahkan 75 ml air suling.
b. Saring larutan melalui kertas saring, sehingga filtrat yang diperoleh
harus jernih.
c. Pipet 1 ml larutan asam borat, masukan ke dalam inner chamber cawan
Conway sebelah dalam, kemudian ambil 1 ml hasil saringan di atas dan
masukkan pada cawan Conway sebelah luar. Dengan memakai pipet
commit to user
d. Pasang tutup cawan Conway pada posisi hampir menutup, kemudian
tambahkan 1 ml larutan K2CO3 jenuh kedalam outer chamber, setelah
itu segera cawan conway ditutup rapat. Perlu diperhatikan bahwa
sebelumnya bagian pinggir cawan conway dan tutupnya diolesi vaselin
sehingga diperoleh penutupan yang rapat.
e. Buatlah perlakuan blanko seperti perlakuan diatas.
f. Susun conway pada rak - rak inkubator secara hati-hati, kemudian
goyang perlahan-lahan selama 1 menit. Selanjutnya, inkubasikan pada
suhu 35oC selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam.
g. Setelah selesai inkubasi, titrasi larutan borat dalam inner chamber
cawan conway blanko dengan larutan N/70 HCl hingga warna larutan
asam borat menjadi merah muda (pink), selanjutnya berturut-turut
titrasi larutan asam borat pada cawan conway contoh sampai diperoleh
warna sama dengan warna merah blanko.
Kadar TVB N = (ml titrasi contoh – ml titrasi blanko) x 0,2 x 100/1
x 100/25 mg N setiap 100 g daging ikan
= (ml titrasi contoh – ml titrasi blanko) x 80 mg
N/100 g daging ikan
2. Perhitungan Angka Lempeng Total dengan Metode Total Plate Cuont – Pour Plate (Thayib dan Amar, 1989) yang telah dimodifikasi
Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan hitungan cawan
(TPC) berdasarkan pertumbuhan dapat dilihat langsung tanpa mikroskop
(Fardiaz, 1989). 1 ml sampel yang diambil dari setiap pengenceran 10-1,
10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5 dimasukkan ke dalam cawan petri steril.
Ditambahkan 12-15 ml PCA ke dalam masing-masing cawan. Supaya
sampel dan media PCA dapat tercampur sempurna, dilakukan pemutaran
cawan kedepan – kebelakang dan ke kiri – ke kanan. Setelah agar menjadi
padat, cawan-cawan tersebut diinkubasi dalam posisi terbalik dalam
inkubator pada suhu 37oC selama 12 jam.
Dengan metode TPC, jumlah koloni dalam contoh dihitung sebagai
commit to user
Koloni per ml atau per gram = jumlah koloni per cawan x 1/FP (faktor
pengenceran).
3. Penentuan Padatan Terlarut
- Timbang 10 gram sampel, kemudian diencerkan
- Setelah itu disaring menggunakan kertas saring
- Ambil filtrate sebanyak 10 ml, masukkan dalam cawan porselin yang
telah kering
Cawan porselin kosong (a gram)
Cawan + sampel (b gram)
- Dioven sampai berat konstan dengan suhu 50C
- Ditimbang (c gram)
4. Penentuan Kadar NaCl
- Timbang 10 gram sampel
- Masukkan dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan aquadest
sebanyak 200 ml
- Panaskan sampai mendidih
- Diencerkan menjadi 250 ml
- Ambil 25 ml, masukkan dalam Erlenmeyer, kemudian ditambah
indikator K2CrO4 5 % sebanyak 3 ml
- Titrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai terbentuk endapan merah bata
5. Penentuan Kadar Gula Total
- Timbang sebanyak ± 3 gram sampel
- Masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambah aquadest
200 ml
commit to user
- Dipanaskan dengan suhu 800C selama 10 menit, kemudian netralkan
dengan NaOH sampai pH=7,0
- Ambil 5 ml, lalu diencerkan 100 ml
- Ambil 1 ml, masukkan dalam tabung reaksi
- Ditambahkan 1 ml larutan Nelson A : Nelson B (2:1)
- Panaskan dalam penangas air selama 20 menit, kemudian dinginkan
- Ditambah pereaksi arsenomolibdat sebanyak 2 ml, terbentuk warna
biru
- Difortex, diencerkan dalam aquadest sampai 10 ml
- Ditera dengan spektrofotometer λ = 540 nm
6. Analisa Protein (Kjeldahl)
- Sampel ditimbang ± 0,3 gr dimasukkan dalam labu kjehdal dan
ditambah dengan katalis N 0,7 gr.
- Ditambahkan asam sulfat pekat 97% sebanyak 4 ml dan didestruksi
dalam lemari asam sampai warna jernih (± 1 jam)
- Didinginkan dan diencerkan ± 10 ml dengan aquadest dan masukkan
dalam alat distilasi nitrogen ditambah reaksi alkalis NaOH tiosulfat
40% sebanyak 20 ml. Distilat ditampung dalam 5 ml asam borat 4%
yang telah diberi indikator MR BCG, setelah siap distilasi dihidupkan
- Setelah mencapai 60 ml distilasi dihentikan dan dititrasi dengan HCl
0,02 N sampai warna merah
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Konsep Pengendalian Mutu Kecap Hidrolisa Protein
Mutu merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen
untuk berbagai ukuran jenis produk dan jasa. Sedangkan pengendalian mutu
merupakan kegiatan atau program yang tidak terpisahkan dengan semua proses
produksi, industri dan pemasaran komoditas, termasuk komoditas hasil
pertanian. Industri selalu memerlukan pengendalian mutu terhadap produk
yang dihasilkannya agar mutu tetap baik (Susanto, 1994).
1. Pengendalian Mutu Bahan Baku
Dalam suatu proses produksi yang paling penting adalah
penyediaan bahan baku, tanpa bahan baku, suatu proses produksi tidak
akan berjalan lancar. Bahan baku juga mempengaruhi kualitas produk yang
dihasilkan, bila bahan baku yang digunakan berkualitas baik, maka produk
yang dihasilkan memiliki kualitas baik. Namun, bila bahan baku yang
digunakan berkualitas rendah, maka produk yang dihasilkan memiliki
kualitas jelek. Menurut Kadarisman (1994), pengadaan bahan baku maupun
bahan tambahan industri harus direncanakan dan dikendalikan dengan
baik. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu persyaratan dan
kontrak pembelian, pemilihan pemasok, kesepakatan tentang jaminan
mutu, dan catatan-catatan mutu penerimaan bahan. Penyediaan bahan baku
pada industri rumah tangga “Kecap Arum Sari” sudah cukup baik,
mengingat bahan - bahan yang digunakan rentan terhadap kerusakan, maka
bahan baku baru dibeli, jika akan melakukan proses produksi. Hal ini
bertujuan agar bahan baku yang digunakan benar-benar masih segar juga
commit to user
a. Ikan Tongkol
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kecap hidrolisa
protein adalah ikan tongkol. Kriteria mutu yang digunakan dalam
pembelian ikan tongkol segar adalah mata jernih menonjol, warna
keseluruhan termasuk kulit cemerlang, daging kenyal, insang berwarna
merah, dinding perut kuat dan bau ikan segar. Ikan tongkol yang
digunakan tidak ditampung, tetapi ikan tongkol baru dibeli dari pasar
ikan saat akan dilakukan proses pembuatan kecap hidrolisa protein.
Hasil analisa mutu bahan baku ikan tongkol yang digunakan sebagai
bahan dasar kecap hidrolisa ikan tersaji pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Analisa Mutu pada Ikan Tongkol
No. Jenis uji Hasil Analisa Standar Mutu
1. Sensoris Mata jernih menonjol Mata jernih menonjol
Warna kulit cemerlang Warna keseluruhan
termasuk kulit cemerlang Insang berwarna merah Insang berwarna merah Sirip melekat kuat Sirip melekat kuat Daging kenyal dan bau
ikan segar
Daging kenyal dan bau ikan segar
2. Total Volatile Bases (TVB)
32 mg / 100 g Maks. 200 mg / 100 g
Sumber : Hasil Analisa dan Standart Mutu
Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa mutu bahan baku ikan
yang digunakan masih memenuhi standar. Berdasarkan parameter
sensoris dan fisik ikan, menunjukkan bahwa parameter warna,
kenampakan, aroma dan tekstur masih dalam kondisi baik. Hal ini
disebabkan karena ikan yang digunakan untuk bahan baku langsung
dibeli di Tempat Pelelangan Ikan, sehingga dapat memilih ikan tongkol
dalam kondisi masih segar, dan proses distribusi bahan yang singkat.
Ikan dikenal sebagai bahan pangan yang mudah rusak, terlebih
pada iklim tropis seperti di Indonesia. Kerusakan ikan disebabkan oleh
aktivitas mikroorganisme pembusuk yang secara alamiah merusak ikan
setelah ikan mati. Di samping itu, reaksi enzimatis serta kimiawi juga
commit to user
mutu ikan ditandai dengan hilangnya bau ikan segar yang berubah
menjadi bau busuk, kerusakan fisik seperti perubahan pada tekstur,
insang, permukaan kulit dan mata, maupun perubahan / penurunan
kandungan nutrisinya (Desrosier, 1988). Penurunan mutu pada ikan
tongkol dikarenakan kandungan protein ikan tongkol yang tinggi
mengakibatkan ikan tongkol cepat busuk. Kondisi tempat pendaratan
ikan yang tidak memenuhi persyaratan di pusat-pusat pendaratan ikan
(PPI) atau tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan salah satu faktor
pendorong terjadinya penurunan mutu produk perikanan. Seperti
diketahui, TPI / PPI merupakan titik kedua (setelah kapal) yang
potensial sebagai sumber kontaminan bagi produk perikanan sebelum
didistribusikan, diolah, dan dipasarkan. Jadi, untuk menjaga kesegaran
ikan, pembelian cukup untuk satu kali proses pemasakan. Kondisi
tempat pelelangan ikan dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Tempat Pelelangan Ikan
Selain dengan analisa fisik, tingkat kesegaran ikan juga dapat
dilakukan dengan analisa kimia, yaitu TVB (Total Volatile Bases).
TVB-N digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan, yaitu
dengan mengukur banyaknya NH3 yang dikeluarkan oleh daging dan