• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada Pengolahan Kecap Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum Sari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada Pengolahan Kecap Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum Sari"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

LAPORAN

TUGAS AKHIR

Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada Pengolahan Kecap Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum Sari”

Disusun sebagai syarat pelaksanaan Tugas Akhir, guna memperoleh gelar Ahli

Madya dan sebagai sarana mahasiswa untuk menerapkan disiplin ilmu di bidang

Teknologi Hasil Pertanian

Disusun Oleh : Arinda Laksmi Fitantri

H 3108006

PROGRAM STUDI DIII TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Tugas akhir ini disusun atas dasar telah dilaksanakannya kegiatan Praktek

Produksi dengan judul Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada

Pengolahan Kecap Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum

Sari”

Disusun Oleh:

Arinda Laksmi Fitantri H3108006

Telah dipertahankan di hadapan dosen penguji

Pada tanggal : ………..

Dan dinyatakan memenuhi syarat

Mennyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

R. Baskoro Katri Anandito, S. TP. MP Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS NIP. 19800513 200604 1 001 NIP. 19470729 197612 2 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret

(3)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat, hidayah, serta inayahNya yang berupa kesehatan, lindungan, serta

bimbingan kepada penulis, sehingga Laporan Praktek Quality Control dengan

judul Pengendalian Mutu dan Penyusunan HACCP pada Pengolahan Kecap

Hidrolisa Protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol ”Arum Sari” dapat

diselesaikan dengan baik.

Laporan Praktek Quality Control ini disusun untuk memenuhi sebagian

persyaratan guna mencapai gelar Ahli Madya Program Studi Diploma III

Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Penyusunan Laporan Praktek Quality Control ini tidak dapat terealisasi

dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Bambang Sigit Amanto, MSi, selaku Ketua Program D III Teknologi Hasil

Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. R. Baskoro Katri Anandito, S. TP. MP, selaku Dosen Pembimbing dan

Penguji I.

4. Prof. Dr. Ir. Sri Handayani, MS, selaku Dosen Pembimbing dan Penguji II.

5. Semua Dosen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberi ilmunya kepada penulis.

6. Bapak dan Ibu serta segenap keluarga yang tercinta yang telah banyak

membantu berupa materi dan dukungannya.

7. Teman-teman seperjuangan DIII THP 2008 Universitas Sebelas Maret

(4)

commit to user

8. Teman-teman Wisma Duta, mbak Bella, mbak Cita juga Pucha yang telah

memberikan dorongan, masukan, dan Semangat.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak

kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap saran dan kritik yang

bersifat membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan yang lebih lanjut.

Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi penulis pada khususnya,

dan dapat menambah wawasan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2011

(5)

commit to user

MOTTO

Nikmatilah hidupmu karna hidup adalah panggung sandiwara

Apa pun yang terasa nikmat adalah hasil dari kerja keras sendiri

Nasib dapat dirubah dan takdir tidak dapat dirubah

Motivasi diri adalah bahan bakar bagi kehidupan.

Percaya diri adalah gas penggerak kehidupan.

Tahu diri adalah rem yang mengendalikan

(Solikhin Abu Izzuddin)

“Ketelitian, kesabaran, keuletan, kejujuran adalah kunci sukses

memperoleh keberhasilan”

“Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah anda raih, namun

kegagalan yang telah anda hadapi, dan keberanian yang membuat anda

tetap berjuang juga membuat anda tetap berjuang melawan rintangan

yang datang bertubi-tubi”

(6)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

MOTTO ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 3

D. Manfaat………... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 4

1. Kecap ... 4

a. Pengertian ... 4

2. Bahan Baku ... 6

a. Ikan Tongkol ... 6

b. Air ... 8

c. Rempah-rempah ... 9

d. Gula Merah ... 11

e. Garam ... 12

f. CMC ... 12

3. Proses Pengolahan ... 13

a. Pembersihan dan Pencucian ... 13

b. Penyiapan Bumbu ... 13

c. Perebusan………. ... 14

d. Penyaringan……… .. 14

(7)

commit to user

f. Pengemasan……. ... 14

4. Syarat Mutu Kecap ... 15

5. Pengendalian Mutu ... 15

6. HACCP ... 19

BAB III METODE ... 24

A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 24

B. Tahap Pelaksanaan.. ... 24

1. Pengendalian Mutu Bahan Baku ... 24

2. Pengendalian Mutu Proses ... 24

3. Pengendalian Mutu Produk Akhir ... 26

4. HACCP…. ... 27

C. Diagram Alir Proses Pengolahan Kecap Hidrolisa Ikan ... 28

D. Analisa yang Digunakan……… .. 29

1. Prosedur Analisa Total Volatile Bases ... 29

2. Prosedur Analisa Perhitungan Angka Lempeng Total ... 30

3. Prosedur Penentuan Padatan Terlarut ... 31

4. Prosedur Penentuan Kadar NaCl……… 31

5. Prosedur Penentuan Kadar Gula Total……… 31

6. Prosedur Analisa Protein (Kjeldahl) ... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Konsep Pengendalian Mutu Kecap Hidrolisa Protein ... 33

1. Pengendalian Mutu Bahan Baku ... 33

a. Ikan Tongkol ... 34

b. Air ... 37

c. Gula Merah ... 37

d. Garam ... 37

e. Bawang Putih ... 38

f. Rempah-rempah ... 38

2. Pengendalian Mutu Proses Pengolahan ... 38

a. Pembersihan dan Pencucian ... 39

(8)

commit to user

c. Perebusan ... 40

d. Penyaringan ... 41

e. Pemasakan ... 41

f. Pengemasan ... 43

3. Pengendalian Mutu Produk Akhir ... 44

a. Kadar Protein ... 45

b. Padatan Terlarut ... 46

c. NaCl ... 46

d. Total Gula ... 47

e. Angka Lempeng Total ... 47

B. HACCP ... 51

1. Pembentukan Tim HACCP ... 51

2. Deskripsi Produk ... 52

3. Identifikasi Tujuan Penggunaan Produk ... 53

4. Penyusunan Diagram Alir Proses ... 54

5. Analisa Bahaya ... 54

6. Penetapan Critical Control Point... 61

7. Penetapan Batas Kritis ... 65

8. Penetapan Prosedur Pemantauan dan Tindakan Koreksi ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68

(9)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Ikan Segar dengan Ikan Busuk ... 7

Tabel 2.2 Komposisi Komponen Ikan Tongkol ... 8

Tabel 2.3 Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap ... 16

Tabel 2.4 Penetapan Titik Kritis ... 23

Tabel 3.1 Penerapan Titik Kritis pada Pembuatan Kecap ... 27

Tabel 4.1 Hasil Analisa Mutu pada Ikan Tongkol ... 34

Tabel 4.2 Hasil Uji pada Kecap Manis Hidrolisa Protein ”Arum Sari” ... 45

Tabel 4.3 Hasil Uji Angka Lempeng Total ... 47

Tabel 4.4 Deskripsi Produk ... 53

Tabel 4.5 Identifikasi Bahaya pada Bahan Baku ... 55

Tabel 4.6 Analisis Bahaya pada Proses Produksi ... 58

Tabel 4.7 Penentuan Signifikansi Bahaya... 60

Tabel 4.8 Penetapan CCP pada Proses Pembuatan Kecap Hidrolisa Protein .. 64

Tabel 4.9 Penentuan Batas Kritis ... 65

(10)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ... 21

Gambar 2.2 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku ... 21

Gambar 2.3 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Komposisi ... 22

Gambar 2.4 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Tahapan Proses ... 22

Gambar 4.1 Tempat Pelelangan Ikan ... 35

Gambar 4.2 Proses Penyiapan Bumbu ... 39

Gambar 4.3 Proses Perebusan Ikan Tongkol dan Bumbu ... 40

Gambar 4.4 Proses Penyaringan ... 41

Gambar 4.5 Kecap yang Telah Dikemas ... 44

Gambar 4.6 Diagram Sebab-Akibat Aroma Gosong ... 49

Gambar 4.7 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku ... 61

Gambar 4.8 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Komposisi ... 62

(11)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kecap adalah cairan hasil fermentasi bahan nabati atau hewani

berprotein tinggi di dalam larutan garam. Kecap berwarna coklat tua, berbau

khas, rasa asin ataupun manis dan dapat mempersedap rasa masakan. Bahan

baku kecap adalah kedelai atau ikan. Kecap merupakan ekstrak dari hasil

fermentasi yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam,

dan bumbu dengan tujuan untuk meningkatkan cita rasa makanan (Cahyadi,

2007). Sedangkan menurut SNI tahun 1999, kecap adalah produk cair yang

diperoleh dari hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) dengan atau

tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang

diizinkan. Proses pembuatan kecap dapat dilakukan dengan berbagai cara

yaitu secara fermentasi, cara hidrolisa asam, atau kombinasi keduanya tetapi

cara yang lebih sering dan mudah dilakukan adalah dengan cara fermentasi.

Pada cara fermentasi, seperti halnya tauco, proses pembuatan kecap juga

melalui dua tahapan yaitu tahap fermentasi kapang dan fermentasi larutan

garam (Cahyadi, 2007).

Menurut Astawan (2004), dari segi gizi, kecap merupakan sumber

protein yang cukup baik karena mengandung asam-asam amino esensial yang

cukup tinggi. Kecap juga mengandung zat gizi lain seperti lemak,

karbohidrat, vitamin, dan mineral yang jumlahnya relatife rendah jika

dibandingkan dengan protein. Dalam kehidupan sehari-hari tujuan utama

pemakaian kecap adalah sebagai penyedap makanan.

Keamanan produk pangan, tidak terlepas dengan adanya upaya

pengendalian mutu bahan baku dan penunjang, proses serta produk akhir.

Pengendalian mutu proses produksi bila mutu sesuai criteria mutu, kinerja

peralatan, proses dan produk serta penyimpangannya diidentifikasi,

dipastikan atau dilaporkan, proses produksi dihentikan sesuai dengan tata

(12)

commit to user

ulang sesuai dengan tata cara, menyimpan hasil produksi pada tempat

higienis sebelum dikemas, informasi proses dicatat pada boring yang

disesuaikan, produk hasil dari proses diluar spesifikasi dikenali, diperbaiki

dan atau dilaporkan untuk mempertahankan proses agar sesuai spesifikasi,

tempat kerja dirawat sesuai dengan standar pemeliharaan tempat kerja.

Teknik pengawasan dan pengendalian mutu pada pengolahan kecap

hidrolisa protein dapat dilakukan dengan melakukan analisis bahaya titik

kontrol kritis (HACCP). Konsep tersebut diawali dengan mengidentifikasi

potensi bahaya, selanjutnya membuat rencana HACCP dengan menyusun

suatu tabel yang terdiri dari alur proses, kemungkinan resiko / bahaya pada

setiap tahap proses, titik kontrol kritis untuk setiap resiko / bahaya dan

pengendalian yang harus dilakukan. Adanya penyusunan HACCP pada

pengolahan kecap hidrolisa protein ini, diharapkan menjadi tindakan preventif

yang efektif dalam menjaga dan mengendalikan mutu produk yang dihasilkan,

sehingga menjadi salah satu produk industri rumah tangga yang berkualitas,

aman dikonsumsi dan bernutrisi sesuai dengan tuntutan konsumen.

Salah satu produk industri rumah tangga yang cukup diminati oleh

masyarakat Temanggung, Magelang hingga daerah Semarang adalah kecap

Arum Sari yang terbuat dari hidrolisa ikan tongkol. Struktur ikan tongkol

terdiri atas daging yang berwarna merah dan berwarna putih. Daging putihnya

mengandung air 67,1 %, protein 31 %, dan lemak 0,7 %, sedangkan daging

merahnya mengandung air 66,7 %, protein 27,6 %, dan lemak 2,6 %

(Burhanudin, 1984), sehingga mengakibatkan bahan baku mudah rusak oleh

mikroba. Pada industri rumah tangga “Arum Sari”, belum dilakukan adanya

pengendalian mutu maupun HACCP. Oleh karena itu, pemanfaatan ikan

tongkol sebagai bahan baku kecap hidrolisa protein, perlu dilakukan

pengawasan mutu bahan baku, proses hingga produk akhir untuk

(13)

commit to user

B.Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah

mengenai pengawasan makanan atau jaminan keamanan pangan yang disebut

Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis Critical

Control Point / HACCP) dan pengendalian mutu bahan, proses, produk akhir

yang merupakan suatu tindakan preventif yang efektif untuk menjamin

keamanan pangan, khususnya pada proses pembuatan kecap hidrolisa protein

dan upaya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan produk kecap hidrolisa

protein yang aman untuk dikonsumsi.

C.Tujuan

Tujuan dari pelaksanaan Praktek Quality Control “Pengendalian Mutu

Kecap hidrolisa protein dengan Bahan Baku Ikan Tongkol” ini adalah :

1. Menentukan pengendalian mutu bahan baku pembuatan kecap hidrolisa

protein.

2. Menentukan pengendalian mutu proses pembuatan kecap hidrolisa protein.

3. Menentukan pengendalian mutu produk akhir kecap hidrolisa protein.

4. Merancang HACCP kecap hidrolisa protein.

D.Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya adalah (1)

Dapat mengetahui tahapan kritis yang harus dikendalikan dalam tahapan

proses pengolahan kecap ikan, (2) Dapat menerapkan prosedur pemantauan

dan tindakan pencegahan terhadap tahapan kritis yang teridentifikasi, (3)

Menjadi kontrol terhadap implementasi program pengendalian mutu yang

(14)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

1. Kecap

a. Pengertian

Kecap merupakan ekstrak dari hasil fermentasi yang dicampurkan

dengan bahan-bahan lain seperti gula, garam, dan bumbu dengan tujuan

untuk meningkatkan cita rasa makanan (Cahyadi, 2007). Sedangkan

menurut SNI tahun 1999, kecap adalah produk cair yang diperoleh dari

hasil fermentasi dan atau cara kimia (hidrolisis) dengan atau tanpa

penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang

diizinkan.

Pada dasarnya ada dua jenis kecap, yaitu kecap Cina dan Jepang.

Kecap Cina warnanya lebih gelap dan lebih manis karena adanya

penambahan gula tebu. Selain itu, kecap cina mempunyai berat jenis,

kekentalan, dan kandungan nitrogen yang lebih tinggi. Sedangkan kecap

jepang memiliki kandungan asam amino terutama asam amino glutamat

yang lebih tinggi. Kecap di Indonesia termasuk salah satu jenis kecap

Cina. Kecap Cina menggunakan gula tebu, sedangkan kecap Indonesia

menggunakan gula palma. Secara umum kecap di Indonesia

dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis

(Cahyadi, 2007).

Kecap asin mempunyai konsistensi yang encer, berwarna jernih

dan mempunyai flavor seperti garam. Cita rasa yang khas ditimbulkan

terutama berkaitan dengan senyawa-senyawa hasil biodegradasi protein

yang berkombinasi dengan unsur-unsur gizi lain (lemak dan karbohidrat)

yang terdapat dalam bahan makanan. Kecap dapat dibuat dari ikan-ikan

ekonomis atau non ekonomis, isi perut atau dari berbagai macam jenis

kerang-kerangan misalnya kupang. Cara pembuatan kecap ikan tidak

selalu sama. Masing-masing mempunyai cara tersendiri tergantung selera

(15)

commit to user

produk yang dihasilkan juga berbeda-beda. Selain secara fermentasi

dengan penambahan garam, kecap dapat dibuat dengan cara hidrolisis

enzimatis. Penambahan enzim pada pembuatan kecap hidrolisa berfungsi

untuk mempercepat hidrolisis protein (Anonimb, 2010).

Di Indonesia pengawetan dan pengolahan ikan yang banyak

dilakukan dewasa ini adalah pengawetan dan pengolahan secara

tradisional. Selanjunya Ilyas (1979), menyatakan bahwa tiga perempat dari

jumlah yang berasal dari ikan, kemudian 50 % dari jumlahnya diperoleh

dari ikan olahan tradisional. Untuk itu ada metode pengolahan dan

pengawetan ikan secara tradisional yaitu dengan cara penyerapan air

dengan penambahan bahan pengawet seperti : garam, cuka atau dengan

proses fermentasi dan pemasakan. Jenis pengolahan ikan secara tradisional

tersebut antara lain adalah pengeringan / penggaraman, pemindangan,

pengasapan dan fermentasi (peda, kecap ikan dan terasi).

Astawan (2004) menyatakan bahwa dari segi gizi, kecap

merupakan sumber protein yang cukup baik karena mengandung

asam-asam amino esensial yang cukup tinggi. Kecap juga mengandung zat gizi

lain seperti lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral yang jumlahnya

relatife rendah jika dibandingkan dengan protein. Dalam kehidupan

sehari-hari tujuan utama pemakaian kecap adalah sebagai penyedap makanan.

Kecap memiliki warna coklat tua, bau, dan rasa yang khas. Rasa

kecap tentunya ada yang manis, manis keasin-asinan, dan asin. Kecap

memiliki aroma yang wangi karena dipengaruhi oleh bumbu-bumbu yang

ditambahan pada filtrat yang dihasilkan. Wangi dan rasa gurih kecap

dikarenakan penambahan rempah-rempah, seperti phekak, bawang putih,

serai, daun salam, jahe, dan kayu manis (Cahyadi, 2007).

Secara umum Judoamidjojo (1987) mengelompokkan kecap

Indonesia menjadi 2 golongan, yaitu kecap asin dan kecap manis. Kecap

(16)

commit to user

sangat kental manis, rasa manis dengan kandungan gula 26-61%, serta

kandungan garam 3-6%. Kecap asin yang disebut juga saus kedelai ringan,

memiliki konsistensi encer, warna lebih muda dan rasa lebih asin dengan

kandungan garam 18-21% serta kandungan gula 4-19% (Judoamidjojo,

1987).

Proses pembuatan kecap dengan cara hidrolisis kimia lebih mudah,

cepat dan murah dibandingkan cara fermentasi. Tetapi, kecap yang dihasilkan

memiliki flavor tidak sebaik flavor kecap yang dihasilkan melalui fermentasi

(Yokotsuka, 1983). Hal ini disebabkan selama hidrolisis terjadi kerusakan

beberapa asam amino dan gula. Selain itu dapat pula terbentuk senyawa

penyebab off flavor seperti asam levulinat dan H2S (Nunomura dan Sasaki,

1986). Dibanding dengan kecap yang dibuat dengan cara hidrolisis, kecap

yang dibuat melalui proses fermentasi lebih baik ditinjau dari segi rasa dan

aroma. Hal ini menyebabkan kecap yang dibuat melalui hidrolisis jarang

ditemukan (Winarno et al., 1973).

2. Bahan Baku a. Ikan Tongkol

Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi

masyarakat selain sebagai komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses

pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Hal ini

disebabkan karena beberapa hal seperti kandungan protein yang tinggi dan

kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan mikrobia pembusuk.

Adapun kondisi lingkungan tersebut seperti suhu, pH, oksigen, waktu

simpan dan kondisi kebersihan sarana prasarana. Bakteri dan perubahan

kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Mutu olahan ikan

sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya.

Ikan tongkol jika dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan

terjadi proses penurunan mutu, ikan menjadi tidak segar lagi dan jika

dikonsumsi akan menimbulkan keracunan. Keracunan ini disebabkan oleh

(17)

commit to user

Enterobacteriacea. Salah satu jenis keracunan yang sering terjadi akibat

ikan tongkol adalah keracunan histamin, hal ini karena ikan tongkol

banyak mengandung asam amino histidin yang dikontaminasi oleh bakteri

dengan mengeluarkan enzim histidin dekarboksilase, sehingga

menghasilkan histamin. Bakteri ini banyak terdapat pada tubuh manusia

yang tidak higienis, isi perut ikan serta peralatan yang tidak bersih

(Hidayati, 2008).

Tabel 2.1 perbedaan ikan segar dengan ikan busuk

Tanda ikan yang masih segar Tanda ikan yang sudah busuk

mata jernih menonjol mata suram dan tenggelam

Warna keseluruhan termasuk kulit

cemerlang

warna kulit suram dengan lendir tebal

insang berwarna merah insang berwarna kelabu dengan lendir

tebal

dinding perut kuat dinding perut lembek

daging kenyal dan bau ikan segar warna keseluruhan suram dan berbau

busuk

Sumber : Anonimc, 2011

Menurut Wisnuwidayat (1977) dalam Suwamba (2008), Golongan

ikan tongkol termasuk dalam ikan-ikan yang disebut Scombroid Fishes

dari ordo Percomophi. Ikan tongkol bentuknya seperti torpedo, mulut agak

miring, gigi-gigi pada kedua rahang kecil, tidak terdapat gigi pada

platinum. Kedua sirip punggung letaknya terpisah, jari-jari depan dari sirip

punggung pertama tinggi kemudian menurun dengan cepat kebelakang,

sirip punggung kedua sangat rendah. Warna tubuh bagian depan punggung

keabu-abuan, bagian sisi dan perut berwarna keperak-perakan, pada bagian

punggung terdapat garis-garis yang arahnya keatas dan berwarna

keputih-putihan.

Temperatur merupakan faktor eksternal yang berperan penting

pada proses penurunan mutu ikan. Hal ini karena bakteri-bakteri

(18)

commit to user

faktor eksternal, faktor internal juga berperan pada proses penurunan mutu

ikan. Namun demikian, faktor internal lebih berkaitan dengan komposisi

kimia ikan dan sulit dikendalikan dibandingkan dengan faktor eksternal

yang berhubungan dengan kondisi lingkungan maupun cara penanganan

(Wibowo & Yunizal, 1998).

Sampai saat ini, penanganan dengan suhu rendah (chilling)

merupakan teknik penanganan ikan yang paling banyak digunakan.

Nelayan maupun pedagang ikan umumnya menggunakan es untuk

mempertahankan kesegaran ikan. Pada suhu kamar (± 25 0C), ikan

umumnya hanya bertahan antara 6-12 jam, sedangkan dengan perlakuan es

dapat mempertahankan mutu ikan hingga 1-2 minggu. Pada suhu sekitar 0

0

C, pertumbuhan bakteri-bakteri pembusuk maupun aktivitas enzim

menjadi terhambat atau bahkan terhenti (Muchtadi, 1997).

Ikan tongkol juga memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Tabel 2.2

merupakan tabel komposisi ikan tongkol.

Tabel 2.2 Komposisi Komponen Ikan Tongkol (%)

Komponen Kadar (%)

Kandungan air 72,00

Protein 25,00

Lemak 1,30

Sisa 0,70

Sumber : Anonimd, 2011

b. Air

Air merupakan unsur penting dalam makanan. Adanya air dalam

bahan makanan dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur dan cita rasa

makanan serta dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari serangkaian

serangan mikrobia (Winarno, 1984).

Air yang digunakan dalam industri makanan pada umumnya harus

memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak

mempunyai rasa, dan tidak mengganggu kesehatan (Syarief 1988). Dalam

(19)

commit to user

bahan baku, dan campuran dalam memasak kecap (melarutkan gula

merah). Air yang digunakan yaitu air bersih (Cahyadi, 2007).

c. Rempah-rempah

1. Sereh

Serai atau sereh adalah tumbuhan anggota suku rumput-rumputan

yang dimanfaatkan sebagai bumbu dapur untuk mengharumkan

makanan. Serai selama ini dikenal oleh masyarakat awam hanya

sebagai pelengkap bumbu dapur semata, terutama untuk campuran

bumbu, minuman, dan makanan ala Padang (Sumbar) (Somaatmadja,

1985).

Dalam pembuatan kecap, serai berfungsi untuk memberikan

aroma khusus pada kecap. Biasanya serai yang digunakan yaitu serai

yang belum kering dan masih segar (Maradjo, 1977).

2. Lengkuas

Lengkuas atau laos (Alpinia galanga) adalah rempah-rempah

populer dalam tradisi boga dan pengobatan tradisional Indonesia

maupun daerah Asia Tenggara lainnya. Ada dua jenis tumbuhan

lengkuas yang dikenal, yaitu lengkuas putih dan lengkuas merah.

Lengkuas putih biasanya digunakan sebagai penyedap masakan,

sedangkan lengkuas merah sebagai obat. Lengkuas mengandung

beberapa minyak atsiri, diantaranya kamfer, galangi, galangol, dan

eugenol. Lengkuas juga memiliki aktivitas anti mikrobia. Bagian yang

dimanfaatkan adalah rimpangnya (Somaatmadja, 1985).

Pemanfaatan lengkuas pada pembuatan kecap berfungsi untuk

penambah aroma pada kecap atau penyedap. Biasanya dengan

mememarkan rimpang kemudian dicelupkan begitu saja ke dalam

campuran masakan. Biasanya lengkuas yang digunakan untuk bumbu

dipilih yang rimpangnya berwarna putih (Maradjo, 1977).

3. Jahe

Jahe (Zingiber officinale), adalah tanaman rimpang yang sangat

(20)

commit to user

berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa

dominan pedas disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Jahe

termasuk suku Zingiberaceae (temu-temuan) (Somaatmadja, 1985).

Nama ilmiah jahe diberikan oleh William Roxburgh dari kata Yunani

zingiberi, dari bahasa Sansekerta, singaberi.

Dalam pembuatan kecap, jahe berfungsi untuk menambah aroma

pada kecap seperti halnya serai dan lengkuas (Maradjo, 1977).

4. Phekak

Phekak dikenal dengan nama Indonesia sebagai adas bintang

karena bentuknya seperti bintang. Phekak sangat banyak mempengaruhi

aroma dan rasa kecap karena memiliki bau yang khas (Moeljokusumo,

1974).

5. Bawang putih

Bawang putih berfungsi sebagai bahan pengawet, juga

merupakan bahan alami yang dapat ditambahkan pada bahan atau

produk sehingga didapatkan aroma yang khas dan mampu

meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budiarti, 1992). Menurut

Maradjo (1977), bawang putih mempunyai bau yang khas dan tajam,

sehingga penggunaannya lebih sedikit dibandingkan dengan bawang

yang lain.

Selanjutnya Palungkun dan Budiarti (1992), menjelaskan bahwa

bau yang kuat pada bawang putih berasal dari minyak volatil yang

mengandung komponen sulfur setelah mengalami pemotongan atau

perusakan jaringan. Ketika sel pecah, terjadi reaksi antara komponen

allin dan enzim allinase membentuk allicin. Allicin ini yang berperan

memberikan aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aktif

yang bersifat anti bakteri. Selain itu, bawang putih mengandung

senyawa scordinin, yaitu senyawa kompleks thioglosidin yang

(21)

commit to user

6. Kayu manis

Kayu manis mempunyai sifat pedas, hangat, dan wangi. Serpihan

kayu manis yang sering dijumpai sebagai pelengkap bumbu dapur yaitu

sebagai penyedap serta pengharum makanan. Kayu manis untuk bahan

penunjang kecap sebaiknya dipilih yang telah kering benar, tidak

berjamur, dan bersih dari pengotor (Maradjo, 1977).

7. Daun salam

Dalam pembuatan kecap, daun salam berfungsi sebagai penyedap

karena mengandung minyak atsiri (Maradjo, 1977).

d. Gula merah

Gula merah atau gula jawa biasanya diasosiasikan dengan segala

jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga

pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan (Buckle, et

all., 1985). Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat

(kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga

proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan yang

seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan

gula yang menyebabkan kondisi mayang (bunga) mengalami

pembengkakan. Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang

diiris-iris untuk mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan

ditampung secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian

dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-benar kental, cairan

dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari daun palma dan siap

dipasarkan. Gula merah sebagian besar dipakai sebagai bahan baku kecap

manis.

Gula merah mengandung air, mineral, lemak, dan protein.

Komponen-komponen tersebut bervariasi, tergantung pada bahan baku

nira yang digunakan (Herman, 1987). Gula merah dalam pembuatan kecap

berfungsi untuk menambah warna hitam pada kecap dengan aroma yang

(22)

commit to user

e. Garam

Garam dapur dalam teknologi pangan merupakan bumbu yang

dapat menghasilkan cita rasa tertentu (asin, gurih). Selain itu garam juga

mampu menurunkan rasa manis dan suhu karamelisasi sehingga tidak

cepat gosong. Garam mampu menarik air dan memiliki ion Cl yang

bersifat toksik bagi mikrobia, menurunkan kelarutan O2 dalam air,

menurunkan ketahanan mikrobia terhadap CO2 dan dapat menghambat

kegiatan enzim proteolotik (Hubeis, 1999).

Garam dipergunakan dalam pembuatan kecap dengan tujuan untuk

menambah rasa, selain berfungsi untuk memberikan rasa asin juga

diperlukan untuk mengawetkan kecap, karena dengan penambahan garam

maka kecap tersebut tidak akan ditumbuhi oleh cendawan. Selain itu,

garam juga berfungsi untuk menarik sari yang terkandung dalam filtrat

(Cahyadi, 2007).

Tujuan penggaraman pada bahan pangan antara lain sebagai

pemberi cita rasa (Winarno et.al., 1982). Disamping itu, pemberian garam

pada bahan pangan dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan

bakteri pembusuk dan patogen, karena garam mempunyai sifat-sifat

antimikroba sebagai berikut (Rahayu et.al., 1992):

- Garam akan meningkatkan tekanan osmotik substrat.

- Garam menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan

pangan, sehingga aktivitas air (Aw) bahan pangan akan menurun dan

bakteri tidak akan tumbuh.

- Garam mengakibatkan terjadinya penarikan air dari dalam sel bakteri,

sehingga sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan.

- Ionisasi garam akan menghasilkan ion khlor yang bersifat racun

terhadap bakteri.

f. CMC

Na-CMC merupakan zat dengan warna putih atau sedikit

kekuningan, tidak berbau dan tidak berasa, berbentuk granula yang halus

(23)

commit to user

dkk. (1991), CMC ini mudah larut dalam air panas maupun air dingin.

Pada pemanasan dapat terjadi pengurangan viskositas yang bersifat dapat

balik (reversible). Viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan,

kisaran pH Na-CMC adalah 5-11 sedangkan pH optimum adalah 5, dan

jika pH terlalu rendah (<3), Na-CMC akan mengendap (Anonymous,

2004).

Na-CMC akan terdispersi dalam air, kemudian butir-butir Na-CMC

yang bersifat hidrofilik akan menyerap air dan terjadi pembengkakan. Air

yang sebelumnya ada di luar granula dan bebas bergerak, tidak dapat

bergerak lagi dengan bebas sehingga keadaan larutan lebih mantap dan

terjadi peningkatan viskositas (Fennema, Karen and Lund, 1996). Hal ini

akan menyebabkan partikel-partikel terperangkap dalam sistem tersebut

dan memperlambat proses pengendapan karena adanya pengaruh gaya

gravitasi. Menurut Fardiaz, dkk. (1987), ada empat sifat fungsional yang

penting dari Na-CMC yaitu untuk pengental, stabilisator, pembentuk gel

dan beberapa hal sebagai pengemulsi. Didalam sistem emulsi hidrokoloid

(Na-CMC) tidak berfungsi sebagai pengemulsi tetapi lebih sebagai

senyawa yang memberikan kestabilan.

3. Proses Pengolahan

a. Pembersihan dan pencucian.

Ikan yang sudah dibeli dari pasar pelelangan ikan kemudian

dibersihkan dengan cara dicuci dan diambil bagian yang tidak dipakai.

Setelah bersih, ikan kemudian dipotong menjadi tiga bagian, pemotongan

ini berfungsi agar pada saat direbus, sari ikan dapat keluar dengan

sempurna.

b. Penyiapan bumbu.

Bumbu berupa, gula jawa, sereh, daun salam, lengkuas, jahe,

(24)

commit to user

c. Perebusan.

Proses perebusan menggunakan empat buah tungku, dimana

tungku pertama digunakan untuk merebus ikan. Pada perebusan ikan

digunakan api dengan suhu sedang, hal ini bertujuan agar sari ikan dapat

dikeluarkan tanpa merusak protein yang ada. Tungku kedua digunakan

untuk merebus rempah-rempah yang nantinya digunakan sebagai bahan

tambahan dalam pembuatan kecap ikan, penambahan berbagai macam

rempah-rempah bertujuan untuk menghilangkan bau amis yang dihasilkan

oleh ikan. Tungku ketiga berfungsi untuk merebus gula dan garam, dengan

sari ikan dan air rebusan rempah-rempah. Dan tungku keempat berfungsi

untuk pemasakan kecap.

d. Penyaringan.

Rempah-rempah yang telah direbus kemudian disaring untuk

diambil airnya, proses penyaringan perlu dilakukan agar tidak terdapat

gumpalan / rempah yang ikut dalam produk akhir.

e. Pemasakan.

Air rempah tadi dicampurkan ke dalam tungku yang telah diisi gula

jawa dan garam, beserta sari ikan, kemudian dimasak. Proses pemasakan

berlangsung selama ± 2 jam agar semua bumbu dapat tercampur rata dan

gulanya larut sempurna. Setelah selesai, kemudian dilakukan penyaringan

kembali sambil dituang dalam tungku keempat, saat proses pemasakan

dalam tungku keempat ini,menggunakan suhu tinggi, namun harus tetap

dijaga sekitar 90оC agar warna kecap yang dihasilkan hitam pekat dan bakteri yang ada dapat mati, sehingga produk dapat tahan lama. Selama

pemasakan harus terus diaduk agar tidak gosong, proses pemasakan kecap

berlangsung selama ± 1 ¼ jam.

f. Pengemasan.

Pengemasan dilakukan dengan memasukkan kecap yang sudah jadi

ke dalam botol. Pemasukan larutan kecap kedalam botol, harus dilakukan

saat larutan dalam keadaan tidak langsung setelah pemasakan agar botol

(25)

commit to user

4. Syarat Mutu Kecap Kedelai

Spesifikasi persyaratan mutu kecap manis menurut SNI 01-3543-1999

dapat dilihat pada Tabel 2.3.

5. Pengendalian Mutu

Standar mutu bahan pangan harus disusun sedemikian rupa

berdasarkan konsensus semua pihak sehingga dapat memenuhi semua tuntutan

pembeli dan dapat diproduksi oleh produsen dengan biaya murah sehingga

produsen dapat menjual barang tersebut dengan harga yang dapat dijangkau

oleh sebagian pembeli atau konsumen. Ada perbedaan yang sangat mendasar

antara jaminan mutu dan pengawasan mutu. Masyarakat pada umumnya sulit

membedakan antara dua hal ini. Jaminan mutu dapat didefinisikan sebagai

sebuah strategi management fungsional yang menentukan batas dalam

pengawasan mutu. Program ini dikutip guna menemukan langkah mencapai

kesuksesan dan memberikan kepercayaan bahwa program ini efektif untuk

diterapkan. Pengawasan mutu merupakan siasat yang fungsional yang diambil

dari program jaminan mutu untuk mencapai keberhasilan dari kualitas produk

yang diterapkan (Jenie, 1993).

Pengendalian mutu dalam arti luas (perencanaan, pencegahan,

pemantauan) adalah melakukan pencegahan selama proses desain dan

fabrikasi, agar produk cacat tidak diproduksi. Dalam hal ini, pengendalian

mutu bukan suatu kegiatan tersendiri yang dapat dilakukan oleh bagian

inspeksi, tetapi mencakup keseluruhan bagian, mulai dari desain, pemasaran,

pelayanan, pembelian, produksi, pengemasan dan pengangkutan, juga meliputi

pemasok bahan baku dan pelanggan (Hubies, 1994).

Pengendalian kualitas merupakan manajemen untuk mengukur

karakteristik dari produk,dan membandingkannya dengan spesifikasi serta

mengambil sebuah tindakan perbaikan yang sesuai jika terdapat perbedaan

antara produk dengan spesifikasi yang ditentukan. Pengendalian kwalitas

merupakan salah satu cara untuk memelihara serta meningkatkan mutu

(26)

commit to user

Tabel 2.3 Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Kedelai Menurut SNI

01-3543-1999

No. Jenis Uji Satuan Persyaratan

Manis Asin

1 Keadaan

1.1 Bau Normal,khas Normal,khas

1.2 Rasa Normal,khas Normal,khas

2 Protein (Nx6,25), b/b - Min. 2,5% Min. 4,0%

3 Padatan terlarut, b/b - Min10% Min. 10%

4 NaCl (garam), b/b - Min. 3% Min. 5%

5 Total gula (dihitung

sebagai sakarosa), b/b - Min. 40% -

6 Bahan tambahan makanan 6.1 Pengawet

9.4 Kapang/khamir Koloni/g Maks.50 Maks. 50

Sumber: SNI, 1999

Beberapa macam alat yang digunakan dalam mendeteksi dan

(27)

commit to user

a. Diagram Pareto

Diagram pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang

terurut berdasarkan data yang paling besar ke nilai data yang paling kecil.

Data yang di plot kebanyakan data prosentase kecacatan atau penyebab

kecacatan. Dengan diagram pareto dapat dilihat adanya faktor-faktor yang

mempunyai dampak paling besar terhadap proses, yang kemudian dapat

mempermudah kita untuk menganalisa dan menemukan solusi yang paling

tepat untuk sebuah perusahaan.

Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto, antara lain :

1. menentukan metode yang akan digunakan untuk mengklarifikasi data,

berdasarkan jenis permasalahan, penyebab kecacatan dan lain-lain.

2. menetapkan parameter yang akan digunakan untuk membuat urutan

dari karakteristik.

3. mengumpulkan data dalam interval waktu yang sesuai

4. menjumlahkan data kemudian mengurutkannya dari yang terbesar ke

yang terkecil

5. menghitung prosentase kumulatif

6. membuat diagram pareto dan mencari karakteristik data yang

mempunyai nilai frekuensi terbesar.

b. Diagram Tulang Ikan

Diagram tulang ikan merupakan suatu alat bantu yang berbentuk

garis yang tersusun dari garis-garis dan simbol untuk menggambarkan

hubungan sebab dan akibat dari permasalahan. Dengan adanya diagram

tulang ikan ini maka dapat memudahkan kita untuk mengetahui berbagai

penyebab suatu masalah secara terorganisir sehingga memudahkan kita

untuk mencari atau memberikan solusi dari permasalahan tersebut dan

memudahkan kita untuk menganalisa permasalahan tersebut. Sebab-sebab

yang ada dikelompokkan menjadi beberapa sebab utama, yaitu : material,

pekerja (man), metode kerja (method), mesin (machine), dan lingkungan

(28)

commit to user

Langkah-langkah pembuatan diagram tulang ikan atau fishbone

diagramuntuk mengidentifikasi sebab-sebab adalah sebagai berikut :

1. menentukan karakteristik mutu yang akan diperbaiki

2. memilih karakteristik mutu dan menulisnya pada sebuah kotak

disebelah kanan , kemudian memberi gambar tulang ikan ke belakang

sebab-sebab utama (material, machine, man, dan lain-lain) yang

mempengaruhi karakteristik mutu sebagai tulang yang besar dituliskan

pada tulang-tulang yang besar.

3. menulis sebab-sebab kedua yang mempengaruhi tulang besar (sebab

utama) sebagai tulang ukuran sedang, dan tulis sebab-sebab ketiga pada

tulang ukuran sedang sebagai tulang bahan paling kecil

4. menentukan kepentingan tiap faktor dan memberi tanda pada faktor

yang kelihatannya mempunyai pengaruh paling besar pada karakteristik

mutu.

5. mencatat informasi yang diperlukan

6. memeriksa kembali apakah semua item yang mungkin telah

menyebabkan penyimpangan telah tercantum dalam diagram. Bila

semua telah tercantum dan hubungan sebab akibat juga telah tergambar

dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap ( Anonimd, 2008).

Contoh fishbone diagram untuk karakteristik kekentalan

proses pemasakan kurang cermat

yang salah kurang terampil

keausan alat kesalahan pengujian alat

Terlalu encer

method

machine

man

(29)

commit to user

6. HACCP

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem

kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasar atas

identifikasi titik-titik kritis didalam tahap penanganan dan proses produksi.

HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan

untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan

(preventif) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan

makanan yang aman bagi konsumen.

Tujuan penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk

mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu

pangan guna memenuhi tuntutan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem

pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir

diproduksi masal dan didistribusikan. Dengan diterapkannya HACCP akan

mencegah resiko komplain adanya bahaya pada produk pangan.

Critical Limit atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus

dipenuhi dalam setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk

menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas tersebut

akan memisahkan antara yang diterima dan yang ditolak berupa kisaran

toleransi pada setiap CCP. Batas kritis diterapkan untuk menjamin bahwa

CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penentuan batas kritis harus bersifat

dijustifikasi yaitu memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan

dan harus dapat validasi artinya sesuai persyaratan yang ditetapkan.

Untuk menentukan batas kritis maka pertanyaan yang harus dijawab

adalah apakah komponen kritis yang berhubungan CCP, suatu CCP mungkin

memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin

keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam

batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan

mikrobiologi (jumlah mikroba) yang sebaiknya dihindari karena memerlukan

waktu untuk mengukurnya.

Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap

(30)

commit to user

penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada

produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa

penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi /

diperbaiki, atau produk ditahan / tidak dipasarkan dan diuji keamanannya.

Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi

antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan

pencegahan seperti memverifikasi setiap perubahan yang telah diterapkan

dalam proses dan memastikannya agar tetap efektif (Anonimd, 2006).

Salah satu cara untuk menjaga keamanan pangan dari produsen pangan

diantaranya adalah dengan menerapkan HACCP ( Hazard Analysis Critical

Control Point). HACCP adalah sistem jaminan mutu yang mendasarkan

kepada kesadaran atau penghayatan bahwa Hazard (bahaya) dapat timbul

pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan

pengendalian untuk mengontrol bahaya-bahaya tersebut. Kunci utama

HACCP adalah antisipasi bahaya dan identifikasi titik pengawasan yang

mengutamakan kepada tindakan pencegahan daripada mengandalkan

pengujian produk akhir (Thaher, 2005).

Decision tree merupakan suatu diagram yang berbentuk pohon untuk

mengambil keputusan dan menentukan suatu proses terdapat CCP atau tidak.

Decision tree berisikan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut tentang

adanya bahaya pada suatu proses atau tidak. Diagram tersebut terdiri atas

cabang-cabang. Jawaban pertanyaan dari satu diagram merupakan

penghubung dari cabang-cabang selanjutnya. Pada akhir pertanyaan adalah

(31)

commit to user

Diagram penerapan HACCP:

Gambar 2.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP

Gambar 2.2 Decision Tree Untuk Penetapan CCP pada Bahan Baku

Identifikasi Bahaya (fisik, kimia,

Tindakan koreksi CCP

Pemantauan CCP

Dokumentasi. Tindakan verifikasi.

Batas kritis CCP

Bila terjadi penyimpangan

apakah bahan mentah mungkin mengandung bahan berbahaya ( mikrobiologi/kimia/fisik)

apakah penanganan/pengolahan (termasuk cara mengkonsumsi) dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya

ya

ya

tidak

tidak

bukan CCP (CP)

bukan CCP (CP)

(32)

commit to user

Gambar 2.3 Decision Tree untuk Penetapan CCP pada Formulasi/Komposisi

Gambar 2.4 Decision Tree Untuk Penetapan CCP Pada Tahapan Proses

apakah komposisi / formulasi adonan / campuran penting untuk mencegah bahaya

ya tidak

bukan CCP (CP) CCP

apakah tahapan ini khusus ditujukan untuk menghilangkan / mengurangi bahaya sampai batas aman

apakah KONTAMINASI bahaya dapat terjadi / meningkat sampai melebihi batas.

tidak

ya

ya

tidak bukan CCP (CP)

CCP

CCP apakah tahap PROSES SELANJUTNYA dapat menghilangkan /

mengurangi bahaya sampai batas aman.

(33)

commit to user

Tabel 2.4 Penerapan Titik Kritis ( CCP ):

Langkah Proses P1 P2 P2a P3 P4 P5 Keterangan

Penerimaan Bahan

Baku Y Y Y Y - - CCP 1

Pencucian Y Y Y Y - - CCP 2

Penyiapan bumbu Y Y Y Y - - CCP 3

Perebusan Y Y - T T - Bukan CCP

Penyaringan Y Y - T T - Bukan CCP

Pemasakan Y Y - T T - Bukan CCP

Pengemasan Y Y Y Y - - CCP 4

Keterangan :

- P1 : Apakah ada bahaya pada proses ini?

Jika YA lanjut ke P2 dan jika TIDAK bukan CCP.

- P2 : Apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikan?

Jika YA lanjut ke P3 dan jika TIDAK lanjut ke P2a.

- P2a : Apakah pengendalian diperlukan dalam tahap ini?

Jika YA lanjut ke P3 dan jika TIDAK bukan CCP.

- P3 : Apakah tindakan ini direncanakan khusus untuk menghilangkan potensi

bahaya sampai pada tahap yang diterima?

Jika YA berarti CCP dan jika TIDAK lanjut ke P4.

- P4 : Apakah ada kontaminasi meningkat pada tingkat yang tidak diterima?

Jika YA lanjut ke P5 dan jika TIDAK bukan CCP.

- P5 : Apakah proses selanjutnya dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya

sampai batas aman?

Jika YA berarti bukan CCP dan jika TIDAK berarti CCP.

- Y : Ya

(34)

commit to user

BAB III METODE

A. Tempat dan waktu pelaksanaan

Kegiatan pembuatan Tugas Akhir ini dilakukan penelitian pada

pertengahan bulan Maret di home industri Kecap Arum Sari di Manggong,

Ngadirejo, Temanggung.

B. Tahap Pelaksanaan

1. Pengendalian Mutu Bahan Baku

Bahan baku dari pembuatan kecap hidrolisa protein adalah ikan

tongkol. Dilakukan pemilihan ikan yang benar-benar dalam keadaan segar,

bebas dari kerusakan hama penyakit, dan kerusakan lain. Ciri-ciri ikan

yang masih segar, yaitu daging ikan kenyal, mata ikan jernih menonjol,

warna ikan cemerlang atau tidak pucat, insang berwarna merah, dinding

perut ikan kuat, dan bau ikan segar. Ikan tongkol segar diperoleh dari

Tempat Pelelangan Ikan yang terletak didaerah Weleri, di TPI, ikan yang

datang akan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan selang panjang

kemudian diletakkan pada wadah yang telah diberi es batu. Setelah itu,

dilakukan pelelangan sebelum akhirnya didistribusikan.

Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik,

semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang

baik akan menurunkan kesegarannya. Faktor-faktor yang menentukan

mutu ikan segar dipengaruhi, antara lain cara penangkapan ikan,

pelelangan, pengepakan, pengangkutan, dan pengolahan. Dalam

pengendalian mutu bahan baku ikan tongkol, dilakukan analisa mutu

bahan baku, meliputi analisa sensoris ditinjau berdasarkan aroma,

kenampakan, warna dan tekstur, serta analisa Total Volatile Bases untuk

mengetahui tingkat kesegaran ikan.

2. Pengendalian Mutu Proses

Proses pengolahan harus sesuai dengan tahap pengolahan dengan

(35)

commit to user

mutu. Dalam proses ini harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat

menimbulkan kontaminasi pada bahan.

Ikan yang telah lolos seleksi dan memenuhi syarat untuk diolah,

kemudian dibersihkan. Insang ikan dipotong, kemudian dicuci hingga

bersih. Air yang digunakan untuk mencuci adalah air yang bersih. Setelah

bersih, ikan kemudian dipotong menjadi tiga bagian, pemotongan ini

berfungsi agar pada saat direbus, sari ikan dapat keluar dengan sempurna.

Perebusan yang dilakukan untuk mendapatkan sari ikan dilakukan

pada suhu rendah, karena jika perebusan dilakukan pada suhu 95 0C -100 0

C dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Selain itu, protein

terlarut, peptida dengan berat molekul rendah, dan asam amino bebas

dapat larut dalam air perebus. Pada industri rumah tangga “Arum Sari”,

perebusan dilakukan dengan suhu 90 0C, selama 15 menit. Pengecekan

suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer, sedangkan untuk

perhitungan waktu dengan menggunakan jam dinding. Waktu awal

perebusan dicatat, agar selesai merebus tepat 15 menit.

Ikan tongkol rebus dan bumbu yang telah selesai direbus,

kemudian disaring. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan

yang sudah dibersihkan terlebih dahulu. Penyaringan bertujuan

memisahkan ampas dengan cairan yang akan diolah menjadi kecap.

Kemudian, dilakukan pemasakan kecap. Suhu pemasakan harus tetap

dipertahankan ± 90 0C, pemanasan yang berlebihan (di atas 90 0C) dapat

menyebabkan pembentukan H2S yang merusak aroma dan mereduksi

ketersediaan sistein dalam produk. Selain itu, pemanasan juga

menyebabkan terjadinya reaksi Maillard antara senyawa amino dengan

gula pereduksi yang membentuk melanoidin, suatu polimer berwarna

coklat yang menurunkan nilai kenampakan produk. Pencoklatan juga

terjadi karena reaksi antara protein, peptida, dan asam amino dengan hasil

dekomposisi lemak. Reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein ikan

(36)

commit to user

lisin. Suhu yang digunakan dalam proses pemasakan ini, juga akan

berpengaruh pada warna kecap.

Pengemasan menggunakan kemasan yang kuat, higienis, dan

menarik. Pemilihan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang

dihasilkan. Sebelum dilakukan pengemasan, dilakukan sterilisasi terlebih

dahulu, untuk membunuh bakteri yang ada. Kerapatan pemasangan tutup

botol kemasan juga harus diperhatikan, karena pemasangan tutup botol

yang kurang baik, dapat menyebabkan bocor dan memungkinkan mikroba

untuk masuk dan mengkontaminasi produk sehingga menurunkan kualitas

kecap yang dihasilkan.

3. Pengendalian Mutu Produk Akhir

Produk akhir yang dihasilkan harus sesuai dengan standar mutu

yang ditetapkan, tidak berbahaya dan tidak beracun. Produk akhir dari

kecap hidrolisa protein dapat diketahui dengan cara uji organoleptik,

meliputi kenampakan, warna, bau atau aroma, dan rasa. Kecap hidrolisa

protein memiliki aroma dan cita rasa yang khas, tidak terlalu encer,

berwarna seperti kecap, tidak terdapat endapan dalam kecap. Endapan

yang terbentuk dapat menurunkan kualitas kecap, sehingga untuk

mencegah terjadinya endapan perlu penambahan penstabil suspense

(stabilizer), berupa CMC ataupun agar-agar. Pengendalian mutu produk

akhir dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan terhadap

penerimaan bahan baku, proses pembersihan dan pencucian, proses

pemasakan, dan proses pengemasannya.

Setelah cairan dimasak dengan suhu 90 0C, maka akan dihasilkan

produk kecap hidrolisa protein. Kecap tersebut kemudian dikemas dalam

botol kaca. Pengendalian mutu produk akhir dilakukan dengan

menganalisa produk yang yang sudah dikemas, analisa yang dilakukan

yaitu, analisa Protein, Padatan Terlarut, NaCl, Angka Lempeng Total dan

(37)

commit to user

4. HACCP

Tabel 3.1 Penerapan Titik Kritis ( CCP ) pada Pembuatan Kecap:

Langkah Proses P1 P2 P2a P3 P4 P5 Keterangan

Penerimaan Bahan

Baku Y Y Y Y - - CCP 1

Pencucian Y Y Y Y - - CCP 2

Penyiapan bumbu Y Y Y Y - - CCP 3

Perebusan Y Y - T T - Bukan CCP

Penyaringan Y Y - T T - Bukan CCP

Pemasakan Y Y - T T - Bukan CCP

Pengemasan Y Y Y Y - - CCP 4

Pengadaan dan Penyiapan Bahan Baku

Resiko yang mungkin timbul dari tahapan ini adalah bahan baku

yang digunakan mengandung bakteri patogen. Pengendalian kritis dari

pemilihan bahan baku adalah pemilihan supplier yang sudah terjamin dari

segi kualitasnya

Proses Pencucian

Resiko yang sangat memungkinkan terjadi pada proses ini

disebabkan kontaminasi silang setelah bahan baku dicuci, kontaminasi

dapat berasal dari udara maupun lalat yang menempel.

Penyiapan bumbu

Pada proses penyiapan bumbu salah satu resiko yang dapat terjadi

adalah kontaminasi silang. Kontaminasi dapat terjadi dari udara maupun

alat yang digunakan.

Pengemasan

Pada proses pengemasan salah satu resiko yang dapat

terjadi adalah kemasan yang akan digunakan mengandung bahan kimia

berbahaya. Pengendaliannya adalah menggunakan kemasan yang aman

dan dapat melindungi produk tersebut dari benda asing maupun bakteri

yang dapat menyerang, serta memastikan bahwa kemasan telah tertutup

(38)

commit to user

C. Diagram Alir Proses Pengolahan Kecap Hidrolisa Ikan

Dibersihkan dan dicuci

Penyaringan

Dimasak dengan suhu 90oC

Pembotolan

Diletakkan pada wadah yang telah diberi es Dicuci Bumbu : gula, garam, rempah

(39)

commit to user

D. Analisa yang Digunakan 1. Total Volatile Bases 2. Angka Lempeng Total 3. Protein

4. Padatan terlarut 5. NaCl (garam)

6. Total gula (dihitung sebagai sakarosa)

Prosedur Analisa

1. Total Volatile Bases (E. Joseph Conway, 1933)

Dasar Penentuan :

Menguapkan senyawa-senyawa volatile bases (ammonia, mono-,

di- dan trimetilamin, dan lain-lain) yang terdapat dalam ekstrak daging

ikan yang bersifat basis pada suhu 35oC selama 2 jam atau pada suhu

kamar selama semalam. Senyawa-senyawa tersebut diikat oleh atom asam

sorbat dan kemudian dititrasi dengan larutan N/70 HCl.

Dengan penambahan formalin kedalam ekstrak contoh daging ikan,

maka senyawa-senyawa volatile bases akan diikat kecuali TMA. Bila

campuran ini dialkaliskan, TMA menguap pada suhu 35 oC selama 2 jam

atau pada suhu kamar selama semalam. Senyawa-senyawa TMA tersebut

diikat oleh atom asam sorbat dan kemudian dititrasi dengan larutan N/70

HCl.

Cara penentuan Total Volatile Bases :

a. Timbang contoh yang telah dihancurkan dengan blender sebanyak 25

gram, tambahkan 75 ml air suling.

b. Saring larutan melalui kertas saring, sehingga filtrat yang diperoleh

harus jernih.

c. Pipet 1 ml larutan asam borat, masukan ke dalam inner chamber cawan

Conway sebelah dalam, kemudian ambil 1 ml hasil saringan di atas dan

masukkan pada cawan Conway sebelah luar. Dengan memakai pipet

(40)

commit to user

d. Pasang tutup cawan Conway pada posisi hampir menutup, kemudian

tambahkan 1 ml larutan K2CO3 jenuh kedalam outer chamber, setelah

itu segera cawan conway ditutup rapat. Perlu diperhatikan bahwa

sebelumnya bagian pinggir cawan conway dan tutupnya diolesi vaselin

sehingga diperoleh penutupan yang rapat.

e. Buatlah perlakuan blanko seperti perlakuan diatas.

f. Susun conway pada rak - rak inkubator secara hati-hati, kemudian

goyang perlahan-lahan selama 1 menit. Selanjutnya, inkubasikan pada

suhu 35oC selama 2 jam atau pada suhu kamar selama semalam.

g. Setelah selesai inkubasi, titrasi larutan borat dalam inner chamber

cawan conway blanko dengan larutan N/70 HCl hingga warna larutan

asam borat menjadi merah muda (pink), selanjutnya berturut-turut

titrasi larutan asam borat pada cawan conway contoh sampai diperoleh

warna sama dengan warna merah blanko.

Kadar TVB N = (ml titrasi contoh – ml titrasi blanko) x 0,2 x 100/1

x 100/25 mg N setiap 100 g daging ikan

= (ml titrasi contoh – ml titrasi blanko) x 80 mg

N/100 g daging ikan

2. Perhitungan Angka Lempeng Total dengan Metode Total Plate Cuont – Pour Plate (Thayib dan Amar, 1989) yang telah dimodifikasi

Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan hitungan cawan

(TPC) berdasarkan pertumbuhan dapat dilihat langsung tanpa mikroskop

(Fardiaz, 1989). 1 ml sampel yang diambil dari setiap pengenceran 10-1,

10-2, 10-3, 10-4 dan 10-5 dimasukkan ke dalam cawan petri steril.

Ditambahkan 12-15 ml PCA ke dalam masing-masing cawan. Supaya

sampel dan media PCA dapat tercampur sempurna, dilakukan pemutaran

cawan kedepan – kebelakang dan ke kiri – ke kanan. Setelah agar menjadi

padat, cawan-cawan tersebut diinkubasi dalam posisi terbalik dalam

inkubator pada suhu 37oC selama 12 jam.

Dengan metode TPC, jumlah koloni dalam contoh dihitung sebagai

(41)

commit to user

Koloni per ml atau per gram = jumlah koloni per cawan x 1/FP (faktor

pengenceran).

3. Penentuan Padatan Terlarut

- Timbang 10 gram sampel, kemudian diencerkan

- Setelah itu disaring menggunakan kertas saring

- Ambil filtrate sebanyak 10 ml, masukkan dalam cawan porselin yang

telah kering

Cawan porselin kosong (a gram)

Cawan + sampel (b gram)

- Dioven sampai berat konstan dengan suhu 50C

- Ditimbang (c gram)

4. Penentuan Kadar NaCl

- Timbang 10 gram sampel

- Masukkan dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan aquadest

sebanyak 200 ml

- Panaskan sampai mendidih

- Diencerkan menjadi 250 ml

- Ambil 25 ml, masukkan dalam Erlenmeyer, kemudian ditambah

indikator K2CrO4 5 % sebanyak 3 ml

- Titrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai terbentuk endapan merah bata

5. Penentuan Kadar Gula Total

- Timbang sebanyak ± 3 gram sampel

- Masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambah aquadest

200 ml

(42)

commit to user

- Dipanaskan dengan suhu 800C selama 10 menit, kemudian netralkan

dengan NaOH sampai pH=7,0

- Ambil 5 ml, lalu diencerkan 100 ml

- Ambil 1 ml, masukkan dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 1 ml larutan Nelson A : Nelson B (2:1)

- Panaskan dalam penangas air selama 20 menit, kemudian dinginkan

- Ditambah pereaksi arsenomolibdat sebanyak 2 ml, terbentuk warna

biru

- Difortex, diencerkan dalam aquadest sampai 10 ml

- Ditera dengan spektrofotometer λ = 540 nm

6. Analisa Protein (Kjeldahl)

- Sampel ditimbang ± 0,3 gr dimasukkan dalam labu kjehdal dan

ditambah dengan katalis N 0,7 gr.

- Ditambahkan asam sulfat pekat 97% sebanyak 4 ml dan didestruksi

dalam lemari asam sampai warna jernih (± 1 jam)

- Didinginkan dan diencerkan ± 10 ml dengan aquadest dan masukkan

dalam alat distilasi nitrogen ditambah reaksi alkalis NaOH tiosulfat

40% sebanyak 20 ml. Distilat ditampung dalam 5 ml asam borat 4%

yang telah diberi indikator MR BCG, setelah siap distilasi dihidupkan

- Setelah mencapai 60 ml distilasi dihentikan dan dititrasi dengan HCl

0,02 N sampai warna merah

(43)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Konsep Pengendalian Mutu Kecap Hidrolisa Protein

Mutu merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen

untuk berbagai ukuran jenis produk dan jasa. Sedangkan pengendalian mutu

merupakan kegiatan atau program yang tidak terpisahkan dengan semua proses

produksi, industri dan pemasaran komoditas, termasuk komoditas hasil

pertanian. Industri selalu memerlukan pengendalian mutu terhadap produk

yang dihasilkannya agar mutu tetap baik (Susanto, 1994).

1. Pengendalian Mutu Bahan Baku

Dalam suatu proses produksi yang paling penting adalah

penyediaan bahan baku, tanpa bahan baku, suatu proses produksi tidak

akan berjalan lancar. Bahan baku juga mempengaruhi kualitas produk yang

dihasilkan, bila bahan baku yang digunakan berkualitas baik, maka produk

yang dihasilkan memiliki kualitas baik. Namun, bila bahan baku yang

digunakan berkualitas rendah, maka produk yang dihasilkan memiliki

kualitas jelek. Menurut Kadarisman (1994), pengadaan bahan baku maupun

bahan tambahan industri harus direncanakan dan dikendalikan dengan

baik. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu persyaratan dan

kontrak pembelian, pemilihan pemasok, kesepakatan tentang jaminan

mutu, dan catatan-catatan mutu penerimaan bahan. Penyediaan bahan baku

pada industri rumah tangga “Kecap Arum Sari” sudah cukup baik,

mengingat bahan - bahan yang digunakan rentan terhadap kerusakan, maka

bahan baku baru dibeli, jika akan melakukan proses produksi. Hal ini

bertujuan agar bahan baku yang digunakan benar-benar masih segar juga

(44)

commit to user

a. Ikan Tongkol

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kecap hidrolisa

protein adalah ikan tongkol. Kriteria mutu yang digunakan dalam

pembelian ikan tongkol segar adalah mata jernih menonjol, warna

keseluruhan termasuk kulit cemerlang, daging kenyal, insang berwarna

merah, dinding perut kuat dan bau ikan segar. Ikan tongkol yang

digunakan tidak ditampung, tetapi ikan tongkol baru dibeli dari pasar

ikan saat akan dilakukan proses pembuatan kecap hidrolisa protein.

Hasil analisa mutu bahan baku ikan tongkol yang digunakan sebagai

bahan dasar kecap hidrolisa ikan tersaji pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Analisa Mutu pada Ikan Tongkol

No. Jenis uji Hasil Analisa Standar Mutu

1. Sensoris Mata jernih menonjol Mata jernih menonjol

Warna kulit cemerlang Warna keseluruhan

termasuk kulit cemerlang Insang berwarna merah Insang berwarna merah Sirip melekat kuat Sirip melekat kuat Daging kenyal dan bau

ikan segar

Daging kenyal dan bau ikan segar

2. Total Volatile Bases (TVB)

32 mg / 100 g Maks. 200 mg / 100 g

Sumber : Hasil Analisa dan Standart Mutu

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa mutu bahan baku ikan

yang digunakan masih memenuhi standar. Berdasarkan parameter

sensoris dan fisik ikan, menunjukkan bahwa parameter warna,

kenampakan, aroma dan tekstur masih dalam kondisi baik. Hal ini

disebabkan karena ikan yang digunakan untuk bahan baku langsung

dibeli di Tempat Pelelangan Ikan, sehingga dapat memilih ikan tongkol

dalam kondisi masih segar, dan proses distribusi bahan yang singkat.

Ikan dikenal sebagai bahan pangan yang mudah rusak, terlebih

pada iklim tropis seperti di Indonesia. Kerusakan ikan disebabkan oleh

aktivitas mikroorganisme pembusuk yang secara alamiah merusak ikan

setelah ikan mati. Di samping itu, reaksi enzimatis serta kimiawi juga

(45)

commit to user

mutu ikan ditandai dengan hilangnya bau ikan segar yang berubah

menjadi bau busuk, kerusakan fisik seperti perubahan pada tekstur,

insang, permukaan kulit dan mata, maupun perubahan / penurunan

kandungan nutrisinya (Desrosier, 1988). Penurunan mutu pada ikan

tongkol dikarenakan kandungan protein ikan tongkol yang tinggi

mengakibatkan ikan tongkol cepat busuk. Kondisi tempat pendaratan

ikan yang tidak memenuhi persyaratan di pusat-pusat pendaratan ikan

(PPI) atau tempat pelelangan ikan (TPI) merupakan salah satu faktor

pendorong terjadinya penurunan mutu produk perikanan. Seperti

diketahui, TPI / PPI merupakan titik kedua (setelah kapal) yang

potensial sebagai sumber kontaminan bagi produk perikanan sebelum

didistribusikan, diolah, dan dipasarkan. Jadi, untuk menjaga kesegaran

ikan, pembelian cukup untuk satu kali proses pemasakan. Kondisi

tempat pelelangan ikan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Tempat Pelelangan Ikan

Selain dengan analisa fisik, tingkat kesegaran ikan juga dapat

dilakukan dengan analisa kimia, yaitu TVB (Total Volatile Bases).

TVB-N digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran ikan, yaitu

dengan mengukur banyaknya NH3 yang dikeluarkan oleh daging dan

Gambar

Tabel 2.1 perbedaan ikan segar dengan ikan busuk
Tabel 2.2 Komposisi Komponen Ikan Tongkol (%)
Tabel 2.3 Spesifikasi Persyaratan Mutu Kecap Kedelai Menurut SNI 01-3543-1999
Gambar 2.1 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP
+7

Referensi

Dokumen terkait