• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN SESEORANG DALAM MELAKUKAN PEMBELAAN TERPAKSA MENURUT PASAL 49 KUHP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN SESEORANG DALAM MELAKUKAN PEMBELAAN TERPAKSA MENURUT PASAL 49 KUHP"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELAAN TERPAKSA MENURUT PASAL 49 KUHP

Oleh

DINA MARYANA

Fenomena yang aktual berkembang saat ini yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang diikuti dengan kecendrungan dan peningkatan penyimpangan serta kejahatan. Kejahatan-kejahatan yang umumnya pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang merugikan pihak korban, tetapi korban dapat melakukan upaya serangan yang paling mungkin untuk dilakukan dalam keadaan terdesak disebut sebagai pembelaan terpaksa yang diatur dalam Pasal 49 KUHP. Pembelaan yang dilakukan memenuhi rumusan tindak pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka pembelaan dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana. Adapun permasalahan dari penelitian ini adalah (1) Apakah yang menjadi batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan. (2) Bagaimana kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah.

Pendekatan masalah yang digunakan di dalam penelitian ini adalah penelitian secara yuridis normatif (teoritis) dan yuridis empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan obyektif. Pendekatan secara yuridis normatif dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis dan pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum dalam kenyataan dengan mengadakan penelitian di lapangan yang dilakukan dengan wawancara. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan mengadakan wawancara dan data sekunder yang diperoleh dari penelitian pustaka meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, dan hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Data yang didapat diseleksi dan dikualifikasi kemudian disusun secara sistematis dan logis berdasarkan kerangka pikir.

(2)

Dina Maryana

hukum diri sendiri atau lain, hingga pembelaan terpaksa itu menjadi tidak dapat dihukum oleh karena yang telah dilakukan tidaklah bersifat melawan hukum, akan tetapi pembelaan terpaksa telah memenuhi rumusan tindak pidana namun karena syarat-syarat tertentu dalam Pasal 49 KUHP menjadi tidak dipidana dan terdapat batasan-batasan yang harus dipatuhi oleh seseorang sebagai pemegang hak tersebut.

(3)

A. Latar Belakang

Fenomena yang aktual saat ini yang dialami negara-negara yang sedang berkembang maupun negara maju sekalipun yaitu pencapaian kemajuan di bidang ekonomi dan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) selalu saja diikuti dengan kecendrungan dan peningkatan penyimpangan serta kejahatan. Perkembangannya yang semakin maju dan kompleks menyalur di berbagai bidang kehidupan yang membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif yang timbul adalah semakin maju dan makmur kondisi suatu negara, sedang dampak negatif yang timbul antara lain adanya kesenjangan di dalam masyarakat, yang menjadi konsekuensinya.

Keberhasilan dalam segala aspek merupakan dampak positif dari perkembangan itu sendiri , namun dampak negatif tetap tidak dapat dihindari yang menimbulkan rasa iri, dengki, benci dan kecemburuan sosial/kesenjangan sosial. Dan dipandang menjadi suatu sebab munculnya kejahatan-kejahatan yang umumnya pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang merugikan pihak korban tetapi dapat dilakukan upaya untuk mencegah dan memperkecil kejahatan.

(4)

2

atau merampok bahkan membunuh. Dan karena manusia sebagai makhluk sosial dalam melakukan banyak interaksi baik antara sesamanya maupun dengan makhluk lainnya terikat oleh hukum yang mengatur apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakatnya. Terhadap tindakan-tindakan yang mana dalam hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu dan keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut. Dengan demikian dapat juga dikatakan dalam salah satu jenis hukum yaitu hukum pidana yang berarti norma berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang oleh pembentuk undang-undang telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan atau pidana yang bersifat khusus akibat dari suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain.

(5)

dalam pengertian yuridis tidak sama dengan pengertian kejahatan dalam kriminologi yang dipandang secara sosiologis.

Secara yuridis, kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang melanggar undang-undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Secara kriminologi yang berbasis sosiologis kejahatan merupakan suatu pola tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat.

Manusia pasti mempunyai naluri untuk melindungi diri sendiri atau orang lain dari ancaman yang dapat membahayakan keselamatan kita atau orang lain dari suatu tindak pidana. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), hal ini dikenal dan diatur dengan cukup jelas sebagai hal yang menghapus atau mengurangi pidana. Sebab, tidak jarang kita akan melakukan sebuah perbuatan melawan hukum di saat kepentingan kita terserang atau diserang oleh pihak lain.

(6)

4

marah dan keberatan atas sumbangan tersebut, sehingga Rullah Bin Katok mengatakan kalau keberatan tidak usah menyumbang. Namun keluarga Ahmadi atau Madi tetap marah-marah dan menghentikan kegiatan gotong royong dengan adanya penghentian kegiatan maka Terdakwa mengatakan kata-kata “kotor” dan akibatnya pertengkaran menjadi perkelahian kemudian dipisahkan atau dilerai oleh Raupe orang tua korban Ahmadi atau Madi untuk didamaikan. Terdakwa yang bermaksud untuk memisahkan ternyata diserang oleh Amri dengan menggunakan cangkul kemudian dengan cangkul tersebut Amri mencangkul bagian muka Terdakwa yang mengenai dahi dan bagian dada akibat cangkulan itu.

Terdakwa membalas dengan cara menghunuskan parangnya sehingga Amri lari akan tetapi korban Ahmadi atau Madi mencabut parangnya dan memarang Terdakwa namun Terdakwa sempat menghindar dan secara spontan Terdakwa langsung memarangkan parangnya kearah kepala korban yang menyebabkan kepala korban mengalami luka menganga.

( Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1379 K/ Pid/ 2002 )

Perbuatan untuk pembelaan yang terpaksa dilakukan kadang dapat melampaui dari serangan yang dialami, hal ini sering terjadi karena seseorang yang diserang tersebut mengalami keguncangan jiwa yang hebat sebagai akibat langsung oleh serangan yang dilakukan oleh pelaku seperti rasa takut, bingung dan khilaf. Karena keadaan paniklah yang paling memungkinkan untuk melakukan pembelaan diri yang melampaui batas.

(7)

dalam Pasal 49 KUHP, perbuatan pelaku yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum dan oleh karena itu tidak dipidana. Namun disisi lain masyarakat memiliki cara pandang yang berbeda-beda tentang tindak pidana, pelaku tindak pidana dan pidana itu sendiri yang terjadi didalam lingkungan pada umumnya yang dengan meletakkan sepenuhnya kepada pelaku tindak pidana tersebut tanpa mengacu pada faktor-faktor lainnya. Karena ketakutan masyarakat akan timbulnya kejahatan yang tercermin dalam sikap masyarakat yang mengampuni korban dan mencela pelaku, padahal tidak menutup adanya kemungkinan bahwa korban mempunyai peran penting dalam menimbulkan suatu kejahatan.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul Analisis Yuridis Kebebasan Seseorang Dalam Melakukan Pembelaan Terpaksa Menurut Pasal 49 KUHP“

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

(8)

6

b. Bagaimana kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup materi penelitian menitiberatkan pada Analisis Yuridis Kebebasan Seseorang Dalam Melakukan Pembelaan Terpaksa Menurut Pasal 49 KUHP yaitu batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan dan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah dan dalam lingkup hukum pidana.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan.

(9)

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini adalah : a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan Teoritis dari hasil penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran serta pengetahuan bagi perkembangan disiplin ilmu hukum , khususnya yang berhubungan dengan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan maupun sebagai sumber informasi bagi para pengkaji ilmu hukum ataupun rekan-rekan mahasiswa lain yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama dan dapat menjadi sumbangan pemikiran penegak hukum dalam menangani perkara pidana.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

(10)

8

Pada setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Hal ini karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, konstruksi data.

Untuk memperoleh suatu kebenaran atas suatu peristiwa yang terjadi diperlukan suatu proses kegiatan yang sistematis dengan mengunakan ukuran dan pemikiran yang layak dan rasional.

Pembelaan terpaksa merupakan perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 49 KUHP tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum.

Penjelasan mengenai pembelaan terpaksa dalam bentuk pokok diatur dalam Pasal dalam KUHP. Dalam Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer), yang isi “Tidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”

Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) KUHP yang mengatur tentang Pembelaan Terpaksa, maka adanya pembelaan terpaksa harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Adanya serangan. 1. Seketika.

(11)

3. melawan hukum.

4. sengaja ditujukan pada, kehormatan kesusilaan dan harta benda.

b. Adanya pembelaan yang perlu diadakan terhadap serangan itu. 1. pembelaan harus dan perlu diadakan.

2. Pembelaan harus menyangkut kepentingan-kepentingan yang disebut dalam undang-undang, yaitu badan, kesusilaan dan harta benda.

(Tri Andrisman, 2009: 120)

Pasal 49 ayat (2) KUHP ”pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung dapat disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana“

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diiinginkan dan diteliti (Soerjono Soekanto, 1986: 32). Untuk memberikan kesatuan pemahaman terhadap istilah-istilah yang berhubungan dengan judul skripsi ini, maka dibawah ini akan dibahas mengenai konsep dan pengertian-pengertian dari istilah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

(12)

10

b. Yuridis adalah menurut hukum; secara hukum; dari segi hukum (B.N.Marbun, 2006: 327)

c. Kebebasan adalah sesuatu secara umum dimasukan dalam konsep dari filosofi politik dan mengenali kondisi dimana individu memiliki kemampuan untuk bertindak sesuai dengan keinginannya.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan)

d. Pembelaan terpaksa adalah perbuatan pelaku memenuhi rumusan suatu tindak pidana, namun karena syarat-syarat yang ditentukan dalam dalam Pasal 49 KUHP tersebut maka perbuatan tersebut dianggap tidak melawan hukum. (http://fristianhumalanggionline.wordpress.com/2008/05/26/alasan-penghapus-pidana/)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan dalam skripsi ini adalah suatu uraian mengenai penulisan secara teratur dan terperinci yang diatur sesuai pembabakan sehingga penulisan ini dapat memberikan gambar yang utuh dan keseluruhan materi skripsi ini. Tiap bab dalam penulisan skripsi ini saling berkaitan satu sama lain. Penulisan dalam skripsi ini terdiri dari 5 bab yaitu:

I. PENDAHULUAN

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan teguran pustaka yang berisikan tentang kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP. Uraian bab ini lebih bersifat teoritis yang nantinya akan digunakan sebagai bahan studi antara teori yang berlaku dengan kenyataan yang ada.

III.METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang menjelaskan mengenai langkah yang akan digunakan dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan dan pengelolaan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah dalam penulisan ini yang akan menjelaskan apakah yang menjadi batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah.

V. PENUTUP

(14)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian tentang Tindak Pidana atauStrafbaar Feit

Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata “Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata “Tindak Pidana” di dalam KUHP. Selain itu terdapat beberapa istilah tindak pidana yaitu sebagai berikut :

1. Delik (delict),

2. Peristiwa pidana (E.Utrecht), 3. Perbuatan pidana (Moeljatno),

4. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, 5. Hal yang diancam dengan hukum,

6. Perbuatan-perbuatan yang diancam oleh hukum,

7. Tindak pidana (Sudarto dan diikuti oleh pembentuk undang-undang sampai sekarang).

(Tri Andrisman, 2009: 69)

Tindak pidana atau Strafbaar Feit merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang terwujud in-abstracto dalam peraturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkrit. Mengenai pengertian tindak pidana beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda sebagai berikut:

a. Pompe

(15)

1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejateraan umum.

2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian/feityang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

(dalam Bambang Poernomo, 1981 : 86). b. Simons

Tindak pidana adalah “ kelakuan/handeling yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung-jawab “(dalam Moeljatno, 1987: 56).

c. Moeljatno

Perbuatan pidana (tindak pidana) adalah “perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut” (Moeljatno,1987 : 54).

d. Wirjono Prodjodikoro

Tindak pidana adalah “suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana”. (Wirjono Prodjodikoro, 1986: 55)

Berdasarkan pengertian tindak pidana yang dikemukakan oleh para pakar di atas, dapat diketahui bahwa pada tataran teoritis tidak ada kesatuan pendapat diantara para pakar hukum dalam memberikan definisi tentang tindak pidana.

B. Unsur-unsur Tindak Pidana atauStrafbaar Feit

(16)

14

undang-undang. Menurut ilmu pengetahuan hukum pidana, tindakan dapat merupakan “hal melakukan sesuatu” ataupun “hal tidak melakukan sesuatu”.

Tindak pidana yang terdapat dalam KUHP umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur yang pada dasarnya dibagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur-unsur-unsur objektif.

Unsur-unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya. Unsur-unsur objektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang hubungannya dengan keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan.

Menurut Simons, seorang penganut aliran monistis dalam merumuskan Tindak pidana yang apabila seseorang telah melakukan tindak pidana maka dapat dipidana, dan ia merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut :

1. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).

2. Diancam dengan pidana. 3. Melawan hukum.

4. Dilakukan dengan kesalahan.

5. Orang yang mampu bertanggung jawab. (dalam Sudarto, 1990: 40)

(17)

merumuskan unsur-unsur tindak pidana karena harus dilihat dan dibuktikan dulu pelaku atau orangnya tersebut untuk dapat dipidana atau tidak. Menurut Moeljatno yang merumuskan unsur-unsur perbuatan pidana atau tindak pidana atauStrafbaar Feitsebagai berikut:

1. Perbuatan (manusia).

2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil). 3. Bersifat melawan hukum ( syarat materil).

(dalam Sudarto, 1990: 43)

C. Jenis-jenis Tindak pidana(strafbaar feit)

1. Kejahatan dan Pelanggaran

Pembagian tindak pidana atas kejahatan dan pelanggaran digunakan oleh KUHP yaitu Buku II mengenai Kejahatan (Misdrijven) dan Buku III mengenai Pelanggaran (Overtredingen). Konsep KUHP 2008 tidak menganut pembedaan tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran sebagaimana diikuti oleh KUHP. Materi yang diatur dalam Konsep KUHP 2008 dibagi menjadi 2 (dua) buku yaitu Buku I tentang Ketentuan umum dan Buku II tentang Tindak Pidana.

Berkaitan dengan pembedaan antara kejahatan dengan pelanggaran, maka ada 2 (dua) pendapat mengenai pembedaan tersebut, yaitu:

a. Perbedaan secara kualitatif

(18)

16

perundang-undangan atau tidak. Jadi perbuatan itu benar-benar dirasakan masyarakat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan keadilan.

Misal : pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam itu disebut kejahatan (mala per se).

2. Pelanggaran adalah Wetsdelicten, artinya perbuatan yang disadari oleh masyarakat sebagai suatu tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik. Delik semacam ini disebut pelanggaran (mala quia prohibita). Misal : pelanggaran keamanan umum bagi orang, barang dan kesehatan (melanggar tata tertib lalu lintas)

b. Perbedaan secara kuantitatif

Perbedaan ini didasarkan pada aspek kriminologis, yaitu pelanggaran lebih ringan dibandingkan dengan kejahatan. Pembagian delik dalam KUHP berupa kejahatan (diatur dalam Buku II) dan pelanggaran (diatur dalam Buku III) terdapat pendapat yang pro dan kontra. Oleh karena itu dalam konsep KUHP pembagian ini tidak dikenal lagi. Konsep KUHP hanya terdiri dari 2 (dua) Buku, yaitu : Buku I tentang Ketentuan Umum dan Buku II tentang Tindak Pidana.

2. Delik Formil dan Delik Materiil

(19)

Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititiberatkan kepada akibat yang tidak diketahui (dilarang). Delik ini dikatakan selesai bila akibat yang tidak dikehendaki itru telah terjadi. Bila belum terjadi maka paling banyak hanya ada percobaan, misalnya Pasal 187, Pasal 338, atau Pasal 378 KUHP.

3. Delik Commissionis, Delik Ommissionis, dan Delik Commissionis per Ommissionis Commissa

Delik commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, misalnya berbuat sesuatu yang dilarang yaitu pencurian, penggelapan, penipuan.

Delik ommissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah yaitu tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan atau yang diharuskan. Misalnya tidak menghadap sebagai saksi di pengadilan pada Pasal 552 KUHP, tidak menolong orang memerlukan pertolongan Pasal 531 KUHP.

Delik commissionis per ommissionis commissa adalah delik yang berupa pelanggaran larangan, tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat misalnya seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak menyusuinya Pasal 340 KUHP.

4. DelikDolusdan DelikCulpa

(20)

18

5. Delik Tunggal dan Delik Ganda

Delik tunggal adalah delik yang dilakukan satu kali. Dan delik ganda yang dilakukan beberapa kali misalnya Pasal 481 KUHP tentang penadahan.

6. Delik Aduan dan bukan Delik Aduan

Delik aduan adalah delik yang penuntutannya hanya dilakukan bila ada pengaduan dari pihak yang terkena, misalnya penghinaan Pasal 310 jo Pasal 319 KUHP, perzinahan Pasal 284 KUHP, pemerasan Pasal 335 KUHP. Delik aduan dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu delik aduan absolut dan relatif.

D. Alasan Penghapusan Pidana

Pembahasan diatas telah diuraikan unsur-unsur suatu tindak pidana, baik yang terletak pada perbuatan maupun pada orangnya. Apabila unsur perbuatan pidana dan unsur orang yang melakukan tindak pidana telah terpenuhi, belum tentu pelaku tindak pidana dapat dinyatakan bersalah. Hal ini berkaitan dengan adanya alasan penghapusan pidana yang diatur dalam KUHP.

(21)

Pembahasan selanjutnya hanya mengenai alasan penghapusan pidana yaitu alasan-alasan yang memungkinkan orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan tindak pidana atau rumusan delik atau rumusan undang-undang maka tidak dipidana.

Mengenai alasan penghapusan pidana ini terdapat penggolongan yang berbeda-beda. Misalnya MvT membagi alasan penghapusan pidana ini dalam 2 (dua) golongan yaitu :

1. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak pada diri orang itu (inwedige gronden van ontoerekenbaarheid), yaitu

1) Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena penyakit, Pasal 144 dalam KUHP.

2) Umur yang masih muda Undang-Undang nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

2. Alasan tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang yang terletak diluar orang itu (uitwedige gronden van ontoerekenbaarheid)

1) Daya paksa/overmachtPasal 48 KUHP.

2) Pembelaan terpaksa/noodweer Pasal 49 KUHP. 3) Melaksanakan Undang-Undang Pasal 50 KUHP. 4) Melaksanakan perintah jabatan Pasal 51 KUHP.

Ilmu pengetahuan hukum pidana juga mengadakan pembedaan sendiri, yaitu :

(22)

20

2. Alasan penghapusan pidana yang khusus yaitu hanya berlaku untuk tindak pidana atau delik-delik tertentu saja, misalnya Pasal 166 dan Pasal 221 ayat (2) KUHP.

Pembedaan lain yang sesuai dengan pembedaan antara dapat dipidananya perbuatan dan dapat dipidananya oarng/pembuat, yaitu :

1. Alasan pembenar dalam KUHP a. Keadaan darurat

Doktrin dan yuriprudensi berkembang pandangan bahwa keadaan darurat merupakan bagian dari daya paksa yang relatif (vis compulsiva), namun bukan merupakan daya paksa psikis. Dalam keadaan darurat pelaku dihadapkan pada tiga pilihan yang saling berbenturan, yaitu :

Perbenturan antara kepentingan hukum dengan kepentingan hukum seseorang yang dalam keadaan tertentu dihadapkan pada dua pilihan yang masing-masing dilindungi oleh hukum dan apabila yang satu ditegakkan maka yang lain akan dilanggar atau dikorbankan, seseorang dihadapkan pada keadaan untuk memilih untuk menegakkan kepentingan hukum atau melaksanakan kewajiban hukum, dan seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang masing-maisng merupakan kewajiban hukum dan apabila yang satu ditegakkan maka yang lain akan dilanggar atau dikorbankan.

(23)

asas subsidiaritas (upaya terakhir) dan proporsionalitas (seimbang dan sebanding dengan serangan) harus dipenuhi.

b. Pembelaan terpaksa

Berkaitan dengan prinsip pembelaan diri, dalam pembelaan terpaksa ada perbuatan yang melanggar kepentingan hukum orang lain, namun perbuatan tersebut dibenarkan oleh hukum karena memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang, yakni :

Perbuatan tersebut dilakukan karena ada serangan atau ancaman serangan yang bersifat seketika serangan atau ancaman serangan tersebut bersifat melawan hukum serangan tersebut ditujukan terhadap diri sendiri atau orang lain, kehormatan kesusilaan, dan harta benda baik milik sendiri maupun orang lain. Pembelaan tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan asas subsidiaritas dan proporsionalitas harus dipenuhi.

c. Melaksanakan ketentuan undang-undang

(24)

22

d. Menjalankan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang

Dapat digunakan bila ada hubungan subordinasi antara orang yang memberi perintah dan yang menerima perintah, serta berada dalam lingkungan pekerjaan yang sama.

2. Alasan pembenar di luar KUHP

a. Hak mendidik orang tua

Mendidik anak dan murid mungkin saja orang tua, wali, atau guru melakukan suatu perbuatan yang melawan hukum, namun apabila perbuatan tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu dan dilaksanakan secara mendidik dan terbatas, maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan.

b. Hak jabatan dokter ( gigi )

Pelaksanaan tugasnya seorang dokter akan melakukan suatu perbuatan yang dalam keadaan lain merupakan tindak pidana, perbuatan tersebut dibenarkan apabila dilakukan untuk mengobati penyakit dan bukan untuk menganiaya.

c. Izin dari orang yang dirugikan

(25)

d. Mewakili urusan orang lain

Perbuatan yang melawan hukum dapat dibenarkan bila dilakukan untuk mewakili urusan orang lain dalam rangka melindungi kepentingan hukum yang lebih besar.

e. Tidak adanya siat melawan hukum materiil

Alasan pembenar ini mengalami perkembangan yang pesat dalam ilmu hukum pidana baik melalui doktrin maupun yurisprudensi. Dalam doktrin alasan pembenar ini sejalan dengan ajaran sifat melawan hukum materiil, yang kemudian banyak digunakan oleh para hakim dalam memutuskan suatu perkara. Ajaran sifat melawan hukum yang berfungsi sebagai alasan pembenar adalah ajaran sifat melawan hukum negatif. Suatu perbuatan yang secara formal memenuhi rumusan tindak pidana dapat hilang sifat melawan hukumnya bila perbuatan tersebut secara materiil tidak melawan hukum.

3. Alasan pemaaf dalam KUHP

a. Tidak mampu bertanggungjawab

(26)

24

b. Daya paksa

Daya paksa ini merupakan daya paksa psikis yang berasal dari luar dari si pelaku dan daya paksa tersebut lebih kuat dari padanya. Asas subsidiaritas dan proporsionalitas harus diperhatikan dan dipenuhi.

c. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas

Syarat yang harus dipenuhi adalah pelaku harus berada dalam situasi pembelaan terpaksa dan pembelaan yang melampaui batas tersebut dilakukan karena adanya goncangan jiwa yang hebat yang disebabkan oleh serangan atau ancaman serangan yang melawan hukum. Harus ada hubungan kausal antara serangan atau ancaman serangan dengan kegoncangan jiwa.

d. Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah

Perintah berasal dari penguasa yang tidak berwenang, namun pelaku menganggap bahwa perintah tersebut berasal dari penguasa yang berwenang. Pelaku dapat dimaafkan jika pelaku melaksanakan perintah tersebut dengan itikad baik, mengira bahwa perintah tersebut sah dan masih berada dalam lingkungan pekerjaannya.

4. Alasan pemaaf di luar KUHP

a. Alasan penghapus pidana putatif

(27)

undang-undang. Kenyataannya tidak ada alasan penghapus pidana tersebut. Orang tersebut tidak dapat dijatuhi pidana bila perbuatan tersebut dapat diterima secara wajar. Dalam hal ini pelaku berlindung dibawah tidak ada kesalahan sama sekali.

b. Tidak ada kesalahan sama sekali

Berasal dari pidana tanpa kesalahan, dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah AVAS (afwejigheid van alle schuld). Pelaku tidak dapat dipidana karena perbuatan tersebut tidak dapat dicelakan pada pelaku. Termasuk dalam pengertian ini adalah sesat yang dapat dimaafkan.

Alasan-alasan penghapus pidana tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan hukum dan keadilan. Tanpa adanya alasan penghapus pidana seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi rumusan suatu tindak pidana dapat dijatuhi pidana walaupun tidak ada maksud untuk melanggar ketentuan hukum tersebut, atau telah dilakukan sikap hati-hati atau tidak ada kesalahan pada orang tersebut. Baik alasan penghapus pidana yang tertulis maupun tidak tertulis dapat mencegah adanya putusan hakim yang tidak adil.

(28)

26

E. Pembelaan Terpaksa (Noodweer)

Pembelaan terpaksa diatur dalam Pasal 49 KUHP yang terdiri dari 2 (dua) ayat, mengatur tentang Pembelaan terpaksa (Noodweer) dan Pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Exces). Pada hakikatnya pembelaan terpaksa adalah orang yang melakukan perbuatan dengan menghakimi sendiri, akan tetapi dalam batas tertentu diperkenankan semata-mata untuk membela diri terhadap serangan yang dilakukan oleh orang lain, yang dengan keadaan demikian itu tidak dapat diharapkan ada alat negara yang sempat memberikan pertolongan guna mencegah kejahatan dan oleh sebab itu diperkenankan berbuat membela diri.

Pasal 49 ayat (1) KUHP mengatur tentang pembelaan terpaksa yang isinyaTidak dipidana, barangsiapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum”

Rumusan tersebut dapat ditarik unsur-unsur suatu Pembelaan terpaksa adalah, sebagai berikut :

1. Pembelaan tersebut bersifat terpaksa.

2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.

(29)

Pembelaan harus seimbang dengan serangan atau ancaman. Serangan tidak boleh melampaui batas keperluan dan keharusan. Asas ini disebut dengan asas subsidiaritas (subsidiariteit). Harus seimbang antara kepentingan yang dibela dan cara yang dipakai di satu pihak dan kepentingan yang dikorbankan. Jadi, harus proporsional tidak semua alat dapat dipakai karena hanya yang pantas dan masuk akal.

Schaffmeister menambahkan “cara pembelaan terpaksa itu adalah patut” dan ini tidak disebutkan dalam undang-undang. Tidak termasuk pembelaan terpaksa gangguan terhadap keamanan rumah tangga, misalnya seseorang menyelinap masuk kerumah orang, maka si pemilik rumah tidak mempunyai alasan untuk menyerang orang itu sebagai pembelaan terpaksa. Lain halnya di Negara lain misalnya di Negara bagian Texas.

Schaffmeister menyebutkan apakah pembelaan terpaksa itu patut berlaku 3 (tiga) asas, yaitu:

1. Asas subsidiaritas, melanggar kepentingan hukum seseorang untuk melindungi kepentingan hukum orang lain tidak diperkenankan. Kalau perlindungan itu dapat dilakukan tanpa atau dengan kurang merugikan. Selama orang dapat melarikan diri tidak menjadi keharusan membela diri. 2. Asas proporsionalitas, melanggar kepentingan hukum seseorang untuk

melindungi kepentingan orang lain dilarang, jika kepentingan hukum yang dilindungi tidak seimbang dengan pelanggarannya.

Contohnya, seseorang yang berpenyakit reumatik yang duduk di kursi roda tidak boleh menembak anak-anak yang mencuri buah apel dikebunnya.

(30)

28

F. Pembelaan Terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Exces)

Dasar penghapusan pidana pada Pembelaan Terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Exces) Pasal 49 ayat (2) KUHP bahwa sikap melamaui batas itu merupakan keadaan yang istemewa sehingga dari wujudnya pembelaan yang terlampau itu masih tetap sebagai perbuatan yang melawan hukum, akan tetapi mengingat akibat kausalnya adalah goncangan jiwa yang sangat itu, maka dari perbuatan itu dihapuskan kesalahannya atau dimaafkan.

Pasal 49 ayat (2) KUHP menyatakan bahwa “pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu tidak dipidana”

(31)

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, harus memenuhi 2 (dua) syarat yaitu: 1. orang yang diserang sebagai akibat keguncangan jiwa yang hebat melakukan

pembelaan pada mulanya sekejap pada saat diserang.

(32)

III.METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang terdapat didalam penelitian ini akan dilakukan penelitian secara yuridis normatif (teoritis) dan yuridis empiris guna memperoleh suatu hasil penelitian yang benar dan obyektif. Pendekatan secara yuridis normatif ini, dilakukan melalui penelitian kepustakaan dengan cara mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis menyangkut asas hukum, peraturan hukum, doktrin serta sistem hukum yang berkaitan dengan permasalahan skripsi ini.

Pendekatan yuridis empiris adalah menelaah hukum dalam kenyataan dengan mengadakan penelitian di lapangan yang dilakukan dengan wawancara untuk melihat fakta-fakta yang berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP terutama pada pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yakni yang menjadi batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan dan kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah.

(33)

lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu yang terjadi di dalam masyarakat (Abdulkadir Muhammad, 2004 : 50).

B. Sumber Dan Jenis Data

Sumber Dan Jenis Data yang akan digunakan dalam penelitian adalah :

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari studi lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan mengadakan wawancara.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian pustaka meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, dan hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan-bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan-bahan hukum primer antara lain literatur dan referensi. c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

informasi, petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

2) Literatur-literatur penunjang dalam penelitian skripsi ini dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

(34)

✂ ✄

5) Artikel-artikel yang berhubungan dengan penulisan. 6) Internet.

C. Penentuan Populasi Dan Sampel

Populasi atau universe adalah keseluruhan objek penelitian atau seluruh individu atau gejala atau seluruh kejadian atau seluruh unit yang akan diteliti (Ronny Hanitijo.S, 1998: 44). Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah terdiri dari 2 (dua) kalangan, yaitu : Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung dan Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan menggunakan cara-cara tertentu. Data yang ada dalam penelitian ini ditentukan dengan Metode Purposive Sampling adalah suatu metode pengambilan sampel yang dalam penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penelitian (Irawan Soeharto, 1990: 89). Jadi anggota sampel diambil oleh peneliti sesuai dengan pertimbangan maksud dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan.Maka sampel yang diambil adalah sebagai berikut :

1. Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Lampung : 1 orang 2. Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 1 orang +

(35)

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan (Library Search), studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari, membaca, mencatat, memahami, dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa peraturan hukum yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan dan sesuai dengan pokok bahasan.

b. Studi dokumen yang dilakukan dengan cara mempelajari dan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan.

c. Studi Lapangan (Field Search), studi lapangan yang dilakukan dengan pengumpulan data terhadap data primer bersifat penunjang terhadap data sekunder.

d. Wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan sebagai penunjang agar data benar-benar valid, maka peneliti juga menggunakan teknik wawancara sebagai penunjang data untuk mendapatkan hasil-hasil yang belum terungkap. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan berpedoman pada metode wawancara yang sesungguhnya dan pada pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data kemudian diproses melalui pengolahan dan pengajian data dengan melakukan :

(36)

✆ ✝

b. Sistematisasi data, yaitu semua data yang telah masuk dikumpulkan dan disusun sesuai dengan urutannya.

E. Analisis Data

(37)

A. Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan penulis serta pembahasan yang telah disajikan pada bab-bab sebelumnya, maka akhirnya penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Mengenai batas-batas dan syarat-syarat kebebasan seseorang dalam melakukan pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP dalam praktik peradilan, yaitu :

a. Harus ada serangan atau ancaman serangan (seketika).

b. Harus ada jalan lain untuk menghalaukan serangan atau ancaman serangan pada saat itu dan harus masuk akal.

c. Pembelaan dilakukan atas serangan yang bersifat melawan hukum. d. Perbuatan pembelaan harus seimbang dengan sifatnya serangan.

Adapaun kepentingan-kepentingan yang dapat dilakukan pembelaan adalah :

a) diri/badan orang.

(38)

✞ ✟

2. Pembelaan terpaksa menurut Pasal 49 KUHP menjadi suatu upaya pembelaan yang sah adalah upaya pembelaan yang dilakukan seseorang tersebut haruslah sesuai dengan tertib hukum yang umum di dalam setiap Negara yang beradab, yakni berupa hak untuk melakukan suatu perlawanan kekerasan yang harus diartikan tidak secara terlalu sempit. Karena merupakan hak yang dimilki oleh setiap orang untuk mempertahankan diri, haknya bersifat alamiah untuk melakukan pembelaan terhadap sesuatu yang melawan hukum. Upaya pembelaan terpaksa sebenarnya perbuatan yang dibenarkan oleh undang-undang, oleh karena Negara telah tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya yaitu untuk menjamin keselamatan dan melindungi warga negaranya pada saat terjadinya suatu serangan. Dengan demikian maka suatu serangan yang bersifat melawan hukum itu dengan sendirinya telah menciptakan suatu hukum yang darurat.

B. Saran

(39)
(40)

ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN SESEORANG DALAM MELAKUKAN PEMBELAAN TERPAKSA MENURUT PASAL 49 KUHP

Oleh

Dina Maryana

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(41)

i

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ...5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ...7

E. Sistematika Penulisan ...10

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atauStrafbaar Feit………...12

B. Unsur-unsur Tindak Pidana atauStrafbaar Feit………...………..13

C. Jenis-jenis Tindak pidana (strafbaar feit)…………...………....15

D. Alasan Penghapusan Pidana…………..……….…18

E. Pembelaan Terpaksa (Noodweer)……...………....26

F. Pembelaan Terpaksa yang melampaui batas (Noodweer Exces)………...….28

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah………..………...30

B. Sumber Dan Jenis Data………...………...31

C. Penentuan Populasi Dan Sampel………...……….…….…32

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data……….………...33

(42)

ii

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden………...………..…...35 B. Gambaran Umum Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

No. 1379 K/Pid/2002………...………...36

C. Batas-batas dan Syarat-syarat dari Pembelaan Terpaksa (Noodweer)……...40 D. Pembelaan Terpaksa (Noodweer) sebagai upaya pembelaan yang sah……..48

V. PENUTUP

A. Kesimpulan………...………..56

B. Saran………..……….…57 DAFTAR PUSTAKA

(43)

Andrisman, Tri. 2009.Hukum Pidana (Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia).Fakultas hukum Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Chazawi, Adami. 2002.Pelajaran Hukum Pidana 2. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hamzah, Andi. 1994.Asas-asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta.

____________. 2007.Kitab Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Rineka Cipta . Jakarta.

Harahap, Yahya. 2005.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Sinar Grafika. Jakarta.

Lamintang, P.A.F. 1996.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru. Bandung.

Marbun, B.N. 2006.Kamus Hukum Indonesia. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Moeljatno. 1987.Azas-azas Hukum Pidana. Bina Aksara. Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2004.Hukum dan Penelitian Hukum.Citra Aditya Bakti. Bandung.

Poernomo, Bambang. 1981.Asas-asas Hukum Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono. 1986.Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Eresco.

Bandung.

S. Hanitijo, Ronny. 1998.Metodologi Penelitian Hukum dan jurumetri. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Schaffmeister, D.N. KeijzerPh.Sutorius. 1995.Hukum Pidana. Liberty. Yogyakarta.

(44)

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. Sudarto. 1990.Hukum Pidana I. Yayasan Sudarto. Semarang.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa.1990 .Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

Universitas Lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah. Press. Bandar Lampung.

---Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1379 K/Pid/2002

http://fristianhumalanggionline.wordpress.com/2008/05/26/alasan-penghapus-pidana/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebebasan

(45)

PEMBELAAN TERPAKSA MENURUT

PASAL 49 KUHP

Nama Mahasiswa :

Dina Maryana

No. Pokok Mahasiswa : 0812011155

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1.Komisi pembimbing

Eko Raharjo, S.H.,M.H. Gunawan Jatmiko, S.H.,M.H. NIP. 19610406 198903 1 003 NIP. 19600406 198908 1 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(46)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Eko Raharjo, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota : Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ………...

Penguji Utama : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H.,M.S NIP. 19621109 198703 1 003

(47)

''Honesty is the best policy''

''Do what you like, and like what you do''

''Sudah menjadi kewajiban saya untuk melakukan sesuatu yang

benar sekalipun itu tidak populer dan tidak membuat orang lain

nyaman''

''Orang bijaksana tidak pernah duduk meratapi kegagalannya tetapi

dengan gembira hati dia mencari jalan bagaimana memulihkan

kembali kerugian yang dideritanya''

(48)

PERSEMBAHAN

Sholawat Allah, Salam Allah

pujian bagi-Mu ya Allah

tiada pernah berhenti

Bagi junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dan Keluarganya

Sholawat dan Salam tiada terhingga senantiasa abadi dalam kekuasaan ilahi

Kupersembahkan

karya ini untuk mereka yang menyayangiku dan mendukungku

Abah tercinta M.Yusuf.Mr dan emak tercinta Khairunnisa atas semua doa, didikan,

kesabaran, keikhlasan dan kasih sayang serta memberikan dukungan moril dan materilnya

yang tidak dapat dinilai dengan suatu apapun.

Aden-adenku Yuliyana, Juanda, Safrudin, Meliyana dan kakak iparku Rebi, Faridhayani

serta Adikku Riani Pusvita yang sangat berarti dalam hidupku, selalu siap membantuku,

menantikan keberhasilan akan tujuan dan cita-citaku,

Keponakanku tersayang M.Rafi Rakha Reyhan yang selalu memberikan kebahagiaan disetiap

kesulitan dan mampu menghapuskan kesedihan yang mengerikan dalam hidupku.

Terima kasih atas doa dan dukungan

yang telah diberikan kepada diriku dalam setiap perjalanan hidupku

(49)

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 08 Juni 1990, anak kelima dari enam bersaudara, pasangan M.Yusuf.Mr dan Khairunnissa.

Penulis memulai Pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri I Jagabaya Bandar Lampung, lulus pada tahun 2002.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) AL-AZHAR 3 Bandar Lampung, lulus pada tahun 2005.

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 12 Bandar Lampung, lulus pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, Penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung untuk melanjutkan Pendidikan Strata Satu (SI) melalui jalur SNMPTN.

(50)

ANALISIS YURIDIS KEBEBASAN SESEORANG DALAM MELAKUKAN PEMBELAAN TERPAKSA MENURUT PASAL 49 KUHP

(Skripsi)

Oleh Dina Maryana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(51)

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahhirobbil alamiin, Penulis panjatkan puji syukur atas nikmat dan limpahan rahmat serta hidayah ALLAH SWT sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan petunjuk dalam pengerjaan skripsi ini. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan, saran dan motivasi selama Penulis menempuh masa studi.

3. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membaca, mengoreksi dan mengarahkan serta mendukung Penulis selama penulisan skripsi ini dengan penuh perhatian dan kesabaran.

(52)

mengoreksi dan mengarahkan serta mendukung Penulis selama penulisan skripsi ini dengan penuh perhatian dan kesabaran.

5. Bapak Tri Andrisman, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas I atas koreksi konstruktif serta usul, saran dan masukan-masukan kritisnya yang sangat membangun untuk perbaikan skripsi Penulis.

6. Ibu Dona Raisa M, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan pembahasan yang sangat kritis dalam penulisan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung atas

pendidikan dan ilmu yang ikhlas diberikan kepada Penulis selama menempuh studi.

8. Seluruh staf karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung baik dibidang kemahasiswaan maupun akademik, terkhusus Mbak Sri dan Mbak Yanti yang telah banyak membantu Penulis demi kelancaran skripsi ini, terimakasih atas bantuannya.

9. Bapak Binsar Siregar, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Tanjung Karang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Pengadilan Negeri kelas IA Tanjung Karang, sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

10. Bapak Jarno Budiyono, S.H.,M.H., selaku Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang yang telah memberikan waktu dan tempatnya atas informasi yang berguna dalam penulisan skripsi ini.

(53)

Kel.Purwosari atas kerja sama nya selama Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2011.

13. Kedua orang tuaku tercinta, Abah M.Yusuf.Mr dan emak Khairunnisa atas doa, didikan, kesabaran serta dukungan moril dan materil yang sangat berarti bagi Penulis.

14. Aden-aden, adik dan keponakanku tersayang serta keluarga besarku tanpa terkecuali, yang senantiasa menantikan keberhasilan dan mengingatkan tujuan dan cita-cita dalam hidupku.

15. Almamater tercinta, Universitas Lampung.

16. Sahabat terbaikku, Faradhila Putri yang biasa kupanggil lala alias laa alias lalapan, Intan Komala Dewi alias Intan Bayo alias Intan Kd alias Kd Agashie, Kurnia Dwi alias nay, Ira Q. Saragih, Hartiani W, Shinta Pratiwi, Ririn Hardiani, Fenny Tri, Dwi Haska, Windy Febriyani, Dora Carolina, Mutia Pangesti, Sukma Fenila, Nicky, Dwi Elok, Daniel, Icha dan teman-teman yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas persahabatan,doa dan bantuan dari kalian.

(54)

Akhirnya Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat kepada siapapun yang membacanya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan dengan senang hati penulis menerima segala kritikan dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun.

Bandar Lampung, 01 Mei 2012

(55)

Referensi

Dokumen terkait

Bahan yang digunakan dalam penelitian Kelimpahan Karang lunak ( soft coral ) pada daerah rataan dan daerah tubir di Kepulauan Karimun Jawa diantaranya adalah karang

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui bahwa pada musim Barat angin dominan bertiup dari arah Barat Daya menuju ke Timur Laut dengan kecepatan 5,7 – 8,8

Dari hasil analisa arah dan kecepatan arus permukaan di perairan Pangandaran, menunjukkan bahwa pada saat fase musim dengan angin dominan (musim Barat dan musim

Distribusi dan fluktuasi SPL di Samudera Hindia tepatnya di WPP RI 573, secara tidak langsung dipengaruhi kecepatan angin sebesar 0,5% komponen gesekan angin

Pemasaran yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kebumen adalah dengan mengikutsertakan pelaku usaha di acara pameran yang diadakan oleh berbagai pihak, hal ini dilakukan

Hasil penelitian menunjukan kepadatan populasi belangkas di Pantai Timur Sumatera Utara telah mengalami penurunan populasi, berdasarkan data kepadatan populasi dan

Gambaran sensation seeking pada perempuan pendaki gunung yaitu merasa tertantang untuk melakukan pendakian dan bahagia ketika dapat mencapai puncak, mendapatkan

 Lingkungan binaan lebih daripada hanya sebagai obyek/produk, tapi juga sebagai institusi/ proses.  Ketika sebuah lingkungan dirancang ada empat elemen yang ditata: