• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas take home Karolin Adhisty

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tugas take home Karolin Adhisty"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DILEMA ETIK DENGAN KASUS ABORTUS PADA PERKOSAAN

MATA KULIAH: SCIENCE IN NURSING

OLEH:

KAROLIN ADHISTY 13/352965/PKU/13682

DOSEN PEMBIMBING Dr. RIZAL MUSTANSYIR, M.Hum

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

(2)

DILEMA ETIK DENGAN KASUS ABORTUS PADA PERKOSAAN

A. Kasus:

Kasus perkosaan ini diambil dari pemberitaan pada liputan 6 petang (youtube.com) yang terjadi pada seorang wanita asal ciracas, jakarta timur sebut saja DI (18 tahun), ia mengalami perkosaan oleh ayahnya sendiri di rumahnya sejak umur 13 tahun sampai saat ini berusia 18 tahun. Korban telah diperkosa sebanyak lebih dari 60 kali tidak bisa melawan/melapor karena korban selalu diacam oleh tersangka. akibatnya sekarang ia sedang mengandung dengan usia 1 bulan. Komisi Perlindungan anak yang dalam hal ini diwakili oleh KPAI akan berkonsultasi pada pihak rumah sakit apakah sebaiknya janin tersebut harus digugurkan atau tidak?

Pemberitaan lain pada tindak kekerasaan ini juga diberitakan pada salah satu tv program yang menginformasikan bahwa korban dari tindak kekerasan seksual ini juga mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungannya. Korban yang diberitakan adalah SA (14 tahun) diancam dikeluarkan dari sekolahnya karena SA dilaporkan diculik oleh teman yang baru dikenalnya dari jejaring sosial, SA mengaku bahwa ia telah mendapatkan tindak kekerasan seksual. Pemulihan psikologis terhadap korban tentu merupakan hal yang sulit terlebih lagi sulitnya penerimaan dari lingkungan yang memaksa korban untuk mengalami depresi psikologis yang lebih parah.

B. Analisis/Metode

(3)

C. Pembahasan

Kasus pemerkosaan bukanlah kasus yang dapat di pandang dengan sebelah mata, tindak pidana ini merupakan tindakan kejahatan yang harus diproses secara hukum. Menurut teori feminis perkosaan merupakan tindakan dan institusi sosial yang melanggengkan dominasi patriarkhis yang didasarkan kekerasan dan bukan sekedar kejahatan kekerasan. (Maria Ulfah Anshor 2006 dikutip dalam ). Kasus perkosaan ini juga merupakan kasus kekerasan seksual yang tertinggi dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan lainnya. Rumusan tindak pidana perkosaan ini terdapat dalam Buku ke II Bab XIV KUHP tentang kejahatan terhadap kesusilaan, khususnya Pasal 285. Adapun rumusan selengkapnya Pasal 285 KUHP adalah sebagai berikut : “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar pernikahan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. (Moeljatno,1990 dikutip dalam )

Kasus kekerasaan seksual tentunya akan sangat berdampak sangat besar pada korban itu sendiri terutama pada aspek psikologis dan trauma yang dapat menyebabkan korban berada dalam keadaan putus asa dan dapat berujung pada kasus bunuh diri. Korban tentunya tidak menginginkan kehamilan yang terjadi pada dirinya selain itu, hal ini akan menyebabkan pertentangan dalam dirinya antara lain; dia harus memilih apakah harus menggugurkan kandungannya atau mempertahankannya dengan resiko sangsi masyarakat atau agama dan hal ini yang akan membuat para petugas kesehatan dihadapkan dengan keputusan etik apakah harus mengikuti permintaan pasien atau menolak.

Persoalan pada kasus seperti ini selain trauma pada perkosaan itu sendiri, korban perkosaan juga mengalami trauma terhadap kehamilan yang tidak diinginkan, hal inilah yang menyebabkan si korban menolak keberadaan janin yang tumbuh di rahimnya. Janin dianggap sebagai objek mati, yang pantas dibuang karena membawa sial saja. Janin tidak diangap sebagai bakal manusia yang mempunyai hak-hak hidup. (Ekotama, 2001 dikutip oleh . Lingkungan sosial juga dapat menyebabkan trauma yang dialami oleh korban bertambah berat, penolakkan dan penghinaan yang tujukan pada korban tentunya akan menambah beban psikis korban.

(4)

yaitu meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengurangi dan menghilangkan penderitaan (kode etik keperawatan, . Permasalahan pada kasus ini adalah apakah dengan menggugurkan janin pada pasien tersebut akan dapat menghilangkan penderitaan yang dialami oleh pasien tersebut.

Secara prinsip UUD tidak mengatur masalah boleh atau tidaknya larangan terhadap abortus provocatus terutama yang terjadi karena suatu tindak perkosaan. Namun UUD 1945 yang diamandemen memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi perempuan sebagai kelompok yang rentan. Beberapa pasal yang terkait permasalahan terhadap perlindungan hak reproduksi perempuan dapatlah dianalisis dari pasal-pasal yang tertuang dalam BAB XA Pasal 28 terutama Pasal 28 A, Pasal 28 D dan Pasal 28 H .

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum” (UUD 1945 BAB X pasal 28 D)

Sistem kesehatan juga telah melakukan suatu upaya perlindungan hukum baik untuk tenaga kesehatan juga masyarakat yaitu dengan diberlakukannya ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan khususnya Pasal 75 tentang legalisasi aborsi, dengan aturan-aturan tertentu maka sudah sewajarnya Pemerintah melakukan tindak lanjut sebagai implementasi pelaksanaan ketentuan tersebut dengan menyediakan sarana prasarana pelayanan aborsi yang aman, terutama yang dikaitkan dengan abortus provocatus karena perkosaan pada Pasal:

Pasal 75

1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi

2. Larangan sebagaimana dimaksud diatas pada ayat (1) dapat dilakukan berdasarkan: a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang

mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan

(5)

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis

b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri

c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan d. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri

Pengambilan keputusan pada kasus dilema etik seperti ini, harus didasarkan pada prinsip-prinsip etik yang terdiri dari; Autonomi; Beneficience and Non maleficience; Justice; Fidelity; and Veracity, dikutip dalam

a. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.

b. Berbuat baik (beneficence) tenaga kesehatan haruslah berbuat baik kepada semua pasiennya dengan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

c. Tidak berbuat merugikan (non-maleficence). Praktik kedokteran harus memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.

d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap tenaga kesehatan terhadap pasiennya.

(6)

D. Solusi yang ditawarkan

Keputusan etik merupakan keputusan pelik yang akan diambil, dalam melakukan pengambilan keputusan maka tenaga kesehatan haruslah melakukan langkah-langkah pengambilan keputusan yang tepat yang tetunya tidak merugikan/ berdampak akan memperburuk keadaan korban. Langkah-langkah yang bisa diambil adalah:

(TH.I setiawan, W.F. maramis. 1990).

1. Menyadari bahwa telah adanya masalah etik

2. Buat daftar-daftar dari alternatif-alternatif tindakan untuk memecahkan masalah 3. Pilih pilihan yang paling cocok dengan menyertakan “apa yang harus dilakukan, siapa

yang melakukannya dan didalam kondisi apaa pernyataan itu berlaku.

4. Menentukan konsekuensi-konsekuensi apa saja yang mungkin akan terjadi bila keputusan itu dijalankan, bobot masalah

5. Membandingkan setiap kosekuensi dengan nilai-nilai pribadi sang pengambil keputusan, dengan memberikana pertanayaan pada diri sendiri. Bagaimana bila saya yang menanggungnya?

Hausted memberikan gambaran bagaimana seharusnya perawat memutuskan suatu perkara

Dikutip dari, Gladys L. Husted & H.H.james .1995 Bagan diatas menunjukkan bagaimana keputusan akhirnya dapat diambil oleh seorang perawat dengan tetap melihat pada prinsip-prinsip etik akan tetapi sebagai tenaga kesehatan, perawat harusnya juga menyadari bahwa ini juga merupakan dilema etik yang harusnya dalam

Nurse/ patient aggrement

Autonomy

Beneficience

Situation context knowledge Freedom Veracity

Fidelity

DECISION

(7)

pengambilan keputusan harus dilakukan secara tim. Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan harus melakukan kolaborasi tindakan pra abortus dengan melibatkan tenaga kesehatan lain dengan membentuk tim etik dan tim etik ini yang akan bersama-sama menggambil keputusan apakah akan dilakukan abortus atau tidak. Perawat pada konseling pra abortus dapat melibatkan seorang psikolog ataupun tenaga lain sebagai rujukan untuk mengetahui apakah pada korban telah terjadi trauma psikologis.

Pemerintah dengan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 telah menetapkan bahwa tindakan aborsi pada korban pemerkosaan dianggap legal seperti yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2), akan tetapi, hal tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang . Aspek legal yang terkandung dalam peraturan ini mengandung makna bahwa korban yang mendapat tindakan dari kekerasan seksual ini harus dikembalikan lagi kesehatan jiwanya akibat dari tekanan psikologis yang diberikan oleh orang lain, dengan alasan inilah maka pertimbangan dilakukannya abortus dapat dikategorikan sebagai tindakan legal sehingga dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten dibidangnya

Peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah ini tentu saja akan dapat dijadikan pedoman dalam segala tindakan medis khususnya tindakan yang akan dilakukan para perawat. Peraturan yang diberlakukan ini tentu saja harusnya diikuti dengan tindakan medis yang aman agar dapat menurunkan angka kematian akibat dilakukannya tindakan abortus. Teknologi aborsi yang aman dan efektif mampu menurunkan kematian dan kesakitan yang berkaitan dengan aborsi. Tindakan aborsi yang aman secara medis dilakukan dengan cara: dikutip dalam .

1. Penyedotan (Aspirasi vakum): Aspirasi vakum terbukti merupakan teknik aborsi yang paling aman untuk evakuasi kehamilan pada trimester pertama, baik digunakan untuk aborsi yang diinduksi maupun untuk perawatan aborsi yang tidak lengkap. Aspirasi vakum merupakan teknik yang digunakan pada sebagian besar induksi aborsi di negara maju

(8)

Walaupun aspirasi vakum mempunyai kelebihan dan segi keamanan tetapi, dilatase dan kuretase tetap merupakan metode yang paling banyakdigunakan untuk aborsi dan perawatan di negara berkembang.

3. Obat-obatan

Obat yang digunakana dalam abortus seperti: Mifepriston (RU 486 atau French pil), Misopristol, Methotrexate, Prostaglandin.

E. Kesimpulan dan Saran

Melihat persoalan, pembahasan ataupun solusi yang penulis tawarankan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Perawat dalam bersikap harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, kode etik dan etika keperawatan

2. Pengambilan keputusan etik harus dilakukan secara tim yang dilakukan dengan melakukan interprofessional team work

3. Abortus pada kasus kriminalitas, kekerasan seksual dilegalkan dalam perundang-undangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan

4. Tenaga kesehatan melakukan pendampingan pada pasien dari pra tindakan sampai pasca tindakan dengan melihat perubahan sikap emosional pada pasien

Berdasarkan pembahasan kasus di atas, saran penulis pada kasus dilema etik ini adalah: 1. Pemerintah sebagai salah satu pembuat kebijakan, juga harus melakukan pelindungan

yang lebih terutama untuk kaum perempuan.

2. Pengsosialisasian Standar Operasional Prosedur yang aman dalam pelaksanaan abortus

3. Pendampingan korban kekerasan seksual melalui organisasi dibawah Pemerintah harus dilakukan secara maksimal

F. Daftar Pustaka

(9)

Gladys L. Husted & james H husted .1995. ethical decision making in nursing. Mosby;pennsylvania

Iswanty, M. (2012). Pertanggungjawaban Medis Terhadap Terjadinya Abortus Provokatus Criminal (Tinjauan Hukum Kesehatan dan Psikologi Hukum). Penelitian Hukum, 1.

Julita, S. R. (2012). Perlindungan Hukum Pidana pada Korban Perkosaan yang Melakukan Abortus Provokatus. Dinamika Sosbud, 12, 142-158.

Nainngolan, L. H. (2006). aspek hukum terhadap abortus provocatus dalam perundang-undangan di indonesia. equality, 11.

PPNI. KODE ETIK PERAWAT INDONESIA.

Romadhon, Y. A. (2013). Opini-Pola Pikir Etika dalam Praktik Kedokteran. CDK-206, 40.

Rukmini, M. h. (2006). Aborsi, Antara Harapan dan Kenyataan. Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 9.

S. Ratna Juita, H. B. R. (2010). Perlindungan Hukum Pidana Pada Korban Perkosaan Yang Melakukan Abortus Provokatus (Suatu Kajian Normatif). Dinamika Sosbud, 12, 142-158.

Referensi

Dokumen terkait

Menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian atas atau punggung kaki Salah satu tontonan yang menarik dalam sepakbola adalah kemampuan seorang pemain yang mempunyai teknik

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari hubungan kapasitas refrigerasi dengan efek refrigerasi (RE), koefisien prestasi refrigerasi (COP) dan faktor energi (EF) serta

Dengan demikian maka menjaga kebersihan pesantren merupakan hal yang sangat penting dan sebagai upaya hidup sehat sekaligus penanaman karakter peduli terhadap lingkungan

Masalah yang terdapat pada siswa kelas IV MI Miftahul Huda Soga Desa Tenajar Kidul Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata

Pelaksanaan pengawasan dana BOS SD yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung pelaksanaan sudah berjalan baik berdasarkan proses pengawasan yang terdiri

Karya keempat divisualisasikan dengan cara penggarapan yang sama dengan karya sebelumnya, namun pada karya ini mulai hadir warna-warna yang cenderung gelap pada

Keteladanan merupakan faktor yang penting karena sikap dan perilaku kepala sekolah, guru dan karyawan dijadikan sebagai panutan oleh siswa sedangkan penciptaan suasana sekolah

yang menjelaskan tingkat kepuasan karyawan Bank Bjb Cabang Utama Kota Bandung, 6 dari 7 responden menjawab puas dengan lingkungan mereka bekerja, salah satu faktornya