• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Dan Genesis Vertisol Hitam Dan Merah Di Kabupaten Jeneponto

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Dan Genesis Vertisol Hitam Dan Merah Di Kabupaten Jeneponto"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK DAN GENESIS VERTISOL HITAM

DAN MERAH DI KABUPATEN JENEPONTO

NIRMALA JUITA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik dan Genesis Vertisol Hitam dan Merah di Kabupaten Jeneponto adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Nirmala Juita

(4)

RINGKASAN

NIRMALA JUITA. Karakteristik dan Genesis Vertisol Hitam dan Merah di Kabupaten Jeneponto. Dibimbing oleh ISKANDAR dan SUDARSONO.

Vertisol merupakan tanah dengan kandungan klei tinggi dengan ciri khas mengembang dan mengerut secara periodik. Salah satu faktor yang menarik dari Vertisol untuk diteliti selain pengelolaan kesuburan tanah adalah adanya variasi warna yang dijumpai, Vertisol dapat bervariasi dari warna kelabu sampai coklat dan merah kecoklatan. Berbagai faktor yang mempengaruhi adanya variasi warna pada Vertisol diantaranya adalah topografi dan bahan induk.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui karakteristik fisik, kimia dan mineralogi Vertisol hitam dan merah, (2) mengetahui genesis dan faktor-faktor yang berpengaruh pada pembentukan warna Vertisol dan (3) mengklasifikasikan Vertisol hitam dan merah di Kabupaten Jeneponto menurut

Soil Survey Staff sampai kategori famili.

Lokasi penelitian didasarkan pada perbedaan warna dan lereng tepatnya di Kecamatan Bangkala (profil NH1), Tamalatea (profil NH2) dan Batang (Profil NM1 dan NMH). Profil NH1 dan NH2 merujuk pada tanah berwarna hitam, profil NM1 pada tanah berwarna merah dan profil NMH merupakan tumpang susun warna. Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, yakni tahap pertama adalah penelitian lapang yang meliputi pengamatan profil tanah yang telah ditetapkan yakni sifat morfologi tanah, bahan induk, bentang lahan, drainase dan penggunaan lahan. Tahap kedua adalah analisis sampel tanah di laboratorium yang meliputi sifat fisik tanah, kimia tanah serta mineralogi tanah dan tahap ketiga adalah analisis data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan karakteristik fisik dan morfologi antara Vertisol hitam dan merah yang signifikan dapat dilihat pada warna dan struktur, sedangkan perbedaan karakteristik kimia terdapat pada perbedaan kadar CaCO3, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa yang disebabkan

oleh batuan induk yang berbeda antara tanah berwarna hitam dengan tanah berwarna merah dan tumpang susun warna serta kandungan Fe, Mn dan Al kristalin, amorf dan bahan organik yang disebabkan oleh kelembaban tanah dan jenis mineral klei.

Perbedaan komposisi mineral tanah berwarna hitam (profil NH1 dan NH2) dengan tanah berwarna merah (profil NM1) dan tumpang susun warna (profil NMH) terletak pada mineral kalsit, montmorillonit, haloisit, goetit dan hematit. Profil NH1, NH2 dan NM1 memiliki mineral kalsit dan montmorillonit, sedangkan profil NMH memiliki mineral magnetit, sanidin, haloisit, goetit dan hematit.

(5)

Tanah di lokasi penelitian termasuk Vertisol. Berdasarkan Soil Survey Staff (2014), profil NH1 dan NH2 diklasifikasikan sebagai Typic Haplusterts, halus,

montmorillonitik, isohipertermik, sedangkan profil NM1 dan NMH diklasifikasikan sebagai Chromic Haplusterts, halus, campuran (montmorillonitik

dan haloisit), isohipertermik.

(6)

SUMMARY

NIRMALA JUITA. Characteristics and Genesis of black and red Vertisols in the Jeneponto Regency. Supervised by ISKANDAR and SUDARSONO

.

Vertisol is a soil which contain a high level of clay, swells and shrinks periodic. An interesting factor to be studied apart from Vertisols soil fertility management is the color variations encountered. Vertisols can be classified by the color from gray to brown and brownish red. Some factors affect the color variations on Vertisols. There are topography and parent material.

The purpose of this research were to (1) Investigate the physical, chemical and the mineralogy characteristic of the black and red Vertisols, (2) Study the genesis and factors that influence the color formations of the Vertisols and (3) Classify the black and red Vertisol in Jeneponto according to the Soil survey Staff to the family category.

The Location of this research was based on the difference in color and slope precisely in Bangkala District (NH1 profile), Tamalatea District (NH2 profile) and Batang District (NM1 and NMH Profiles). Profiles NH1 and NH2 refers to the black soil, while the profile NM1 refer to the red soil and profile NMH was overlaying colors. This study was divided into three stages, the first stage was a research field that includes observation of the soil profile. The soil profile observation in this study focus on the morphological characteristics of the soil, the parent material, landscape, drainage and land using. The second stage was the analysis of the soil samples in the laboratory which include the soil physical properties, soil chemistry and mineralogy of soil and the last stage was data analysis.

The results showed there were differences in physical characteristics and morphology between black and red Vertisol which significantly can be seen in the color and structure. The difference in chemical characteristics were the varying levels of CaCO3, cation exchange capacity, base saturation due to a different

parent material between black & red soil and overlaying colors. While the difference content between Fe, Mn, Al crystalline, amorphous and organic matter due to the soil moisture and mineral types of clay.

The Differences in the mineral composition of black soil (NH1 and NH2 profiles) with red soil (NM1 profile) and overlaying colors (NMH profile) was located in the mineral calcite, montmorillonite, halloysite, goethite and hematite. NH1, NH2 and NM1 profiles have the mineral calcite and montmorillonite, whereas profile NMH have the mineral magnetite, sanidin, halloysite, goethite and hematite.

Soil which located in all profiles were formed from rock beneath it, such as black vertisol which formed from carbonate sedimentary rock, while red vertisol and overlaying colors were formed from non-carbonate sedimentary rock. It can be seen from the rocks have experienced weathering into parent material both in carbonate sediments and non carbonate sediments materials. The topography and parent material were the factors that affect the variety of soil color.

(7)

classified as Chromic Haplusterts, smooth, mix (montmorillonitik and halloysite), isohipertermik.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Tanah

KARAKTERISTIK DAN GENESIS VERTISOL HITAM

DAN MERAH DI KABUPATEN JENEPONTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ialah karakteristik dan genesis Vertisol hitam dan merah di Kabupaten Jeneponto.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Iskandar dan Prof Dr Ir Sudarsono, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan saran selama penulis melaksanakan penelitian hingga menjadi suatu bentuk karya ilmiah. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada orangtua tercinta, ayahanda Abdullah, SH dan ibunda Hj. Marniati Pakki serta kepada mertua tercinta ayah H.Syafaruddin Dewa dan Hj. Nurhayati Samad. Terima kasih penulis haturkan pula kepada suami tercinta Khairul ikhwan, SP atas segala kasih sayang dan kesabarannya dalam mendampingi penulis yang tak ternilai harganya. Kepada saudara tercinta Laila Qadrianti, SE (kakak) serta Rahmat Wirawan, ST (adik) dan Mufti Adhiguna (adik) atas segala doa dan kasih sayang yang tulus dan tak ternilai harganya kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada tim survei yang telah membantu dalam pengambilan sampel tanah Ryan, David, Jo, dan Jun. Terima kasih kepada Rumana IPB SulSel atas segala kebersamaannya di tanah rantau. Terima kasih kepada sahabat Nurmaranti Alim, Prilly Eka Putri, Nur Aida dan Mariana Lusia Resubun yang selama ini selalu setia dalam mendampingi penulis. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ditjen Dikti atas pemberian beasiswa selama menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada laboran Departemen Ilmu Tanah dan SumberDaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Teman-teman Ilmu Tanah SPs IPB angkatan 2013 atas kebersamaannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada adik Caca, Fida dan Niar atas segala perhatian yang tulus. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan khusus kepada teman sekaligus kakak seperjuangan Kurniati, SP.M.Si. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Agroteknologi Tanah SPs IPB 2013 yang telah banyak membantu selama penyelesaian tugas akhir ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2016

(13)

DAFTAR ISI

Sifat Morfologi, Fisik dan Kimia 3

Sifat Mineralogi 4

Faktor-faktor Pembentuk Tanah 5

Pelapukan Tanah 6

3 KEADAAN UMUM LOKASI 7

Letak Geografis dan Administrasi 7

Kondisi Iklim 7

Sifat Morfologi dan Fisik Tanah 15

(14)

DAFTAR TABEL

1 Data iklim bulanan daerah penelitian 8

2 Sifat-sifat tanah yang ditetapkan dan metode analisis 14 3 Hasil analisis sifat fisik profil tanah di lokasi penelitian 18 4 Hasil analisis kimia profil tanah di lokasi penelitian 20 5 Hasil analisis kimia Fe, Mn dan Al kristalin, amorf dan bahan organik 24 6 Komposisi mineral pada setiap profil di lokasi penelitian 25 7 Klasifikasi tanah pada Vertisol hitam, merah dan tumpang susun warna 29

DAFTAR GAMBAR

1 Peta administrasi Kabupaten Jeneponto 9

2 Peta lereng Kabupaten Jeneponto 10

3 Peta geologi dan lokasi profil Kabupaten Jeneponto 11 4 Hubungan antara kadar klei total dengan permeabilitas tanah 17

5 Hubungan antara kadar klei halus dengan COLE 19

6 Hubungan antara kadar klei total dengan nilai KTK tanah 22 7 Analisis XRD mineral klei dan pasir pada setiap profil 26 8 Analisis XRD mineral klei dan pasir pada profil NM2 dan NMH 36

9 Profil dan bentang lahan NH1 43

10 Profil dan bentang lahan NH2 43

11 Profil dan bentang lahan NM1 46

12 Profil dan bentang lahan NMH 46

13 Profil dan bentang lahan NM2 49

14 Profil dan bentang lahan NHM 49

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis sifat fisik pada profil NM2 dan NHM 34

2 Analisis sifat kimia pada profil NM2 dan NHM 34

3 Analisis kimia Fe, Mn dan Al kristalin, amorf dan bahan organik profil

NM2 dan NHM 35

4 Kadar Fe, Al dan Mn hasil ekstraksi DSB, Oksalat dan Piroposfat profil

NM2 dan NHM 35

5 Komposisi mineral pada profil NM2 dan NHM

6 Analisis sifat fisik dan kimia profil di lokasi penelitian 33 7 Kadar Fe, Mn dan Al hasil ekstraksi DSB, oksalat dan pirofosfat 34

8 Penetapan nilai COLE 35

9 Penetapan nilai KTK klei 36

(15)

Latar Belakang

Vertisol merupakan tanah dengan kandungan klei yang tinggi. Dudal (1965) menyatakan bahwa terdapat kira-kira 257 juta ha tanah di dunia yang tergolong Vertisol dengan klei berwarna gelap. Pemberian nama Vertisol diusulkan oleh Soil Survey Staff (1975), dimana istilah Vertisol menunjukkan pencampurbalikan tanah yang lebih ditekankan pada sifat-sifat yang menyebabkan pengerutan, pengembangan, pedoturbasi, hubungan air-tanah dan lain sebagainya. Ciri khas Vertisol yakni adanya proses mengembang dan mengerut secara periodik yang menyebabkan terbentuknya slickenside.

Salah satu faktor yang menarik dari Vertisol untuk diteliti selain pengelolaan kesuburan tanah adalah adanya variasi warna yang dijumpai. Vertisol dapat bervariasi dari kelabu sampai coklat dan merah kecoklatan. Agusman (2006) telah melakukan penelitian tentang peralihan warna tanah Vertisol di atas formasi karst Gunung Kidul Yogyakarta. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan adanya korelasi antara Vertisol warna hitam dan Vertisol merah yaitu Vertisol warna hitam memiliki kapasitas pertukaran kation dan kejenuhan basa tinggi, sedangkan Vertisol warna merah memiliki kapasitas pertukaran kation dan kejenuhan basa rendah serta ditemukan adanya mineral campuran montmorillonit-kaolinit.

Beberapa ahli mengemukakan beberapa pendapat penyebab keragaman warna tanah pada Vertisol. Van de Weg (1987) menyatakan batuan induk berpengaruh terhadap adanya variasi warna Vertisol. Penyimpangan warna hitam yang nyata terbentuk pada endapan pantai, sungai dan endapan delta di daerah-daerah tropika basah, warna kelabu sampai coklat dan merah kecoklatan berkembang dari material aluvial baru.

Penelitian yang dilakukan oleh Mulyanto dan Surono (2009) menunjukkan batuan yang mengandung unsur besi yang relatif tinggi menghasilkan warna tanah hitam, sedangkan batuan yang mengandung besi relatif sedikit justru menghasilkan tanah-tanah merah. Mulyanto dan Surono (2009) juga menyatakan bentuk topografi berpengaruh terhadap pembentukan golongan warna tanah. Topografi yang mempunyai relief berombak cenderung membentuk tanah merah, sedangkan topografi yang datar akan membentuk tanah hitam.

Daerah Kabupaten Jeneponto yang memiliki kondisi iklim kering, umumnya didominasi oleh Vertisol dengan tekstur tanah dominan klei serta penampakan tanah yang mengembang pada saat basah dan mengerut pada saat kering. Vertisol di daerah ini kurang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, meskipun dari segi kimia kesuburan tanah memiliki potensi yang baik karena Vertisol tergolong tanah relatif kaya akan hara yang mempunyai cadangan sumber hara yang tinggi dengan kapasitas pertukaran kation yang tinggi dan pH netral (Deckers et al.

(16)

Masalah Penelitian

Sifat khas yang dimiliki oleh Vertisol seperti mengembang pada saat basah dan mengerut pada saat kering serta adanya variasi warna dan tumpang susun warna dengan tekstur yang dominan klei membuat kegiatan masyarakat khususnya kegiatan pertanian di daerah Jeneponto kurang produktif. Pengelolaan tanah akan berhasil dengan baik oleh seberapa jauh mengenal ciri dan sifat dari tanah tersebut seperti sifat fisik, kimia, mineralogi dan morfologi tanah. Adapun permasalahan yang dapat dikaji dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana karakteristik fisik, kimia dan mineralogi Vertisol hitam dan merah di Kabupaten Jeneponto?

2. Bagaimana genesis dan faktor-faktor apa yang berpengaruh pada pembentukan warna Vertisol di Kabupaten Jeneponto?

3. Bagaimana klasifikasi tanah Vertisol di Kabupaten Jeneponto menurut Soil Survey Staff 2014?

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia dan mineralogi Vertisol hitam dan merah di Kabupaten Jeneponto.

2. Untuk mengetahui genesis dan faktor-faktor yang berpengaruh pada pembentukan warna Vertisol di Kabupaten Jeneponto.

3. Untuk mengetahui klasifikasi Vertisol merah dan hitam menurut Soil Survey Staff.

Manfaat Penelitian

(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Morfologi, Fisik dan Kimia

Beberapa sifat morfologi, fisik dan kimia yang umumnya dijumpai pada Vertisol diantaranya adalah sebagai berikut:

Warna Tanah

Vertisol memiliki warna tanah yang bervariasi. Pellic Vertisol mempunyai warna yang agak gelap, sedangkan chromic Vertisol berwarna kecoklatan. Van de Weg (1987) menemukan warna hitam dan warna merah pada Vertisol di Kenya, sedangkan Agusman (2006) menemukan peralihan warna tanah dari hitam ke merah di Gunung Kidul, Yogyakarta.

Sehgal dan Bhattacharjee (1987) menyatakan bahwa perbedaan warna tanah pada Vertisol antara Chromusterts dan Pellusterts hanya didasarkan pada kondisi drainasenya. Chromusterts mempunyai drainase yang lebih baik daripada Pellusterts.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi warna tanah, diantaranya adalah relief/topografi. Topografi yang mempunyai relief landai cenderung membentuk tanah merah, sedangkan topografi yang datar akan membentuk tanah hitam. Faktor topografi ini terkait dengan pencucian dan drainase tanah. Lingkungan yang pencuciannya bagus cenderung mengarahkan terbentuknya golongan tanah-tanah merah, sebaliknya yang pencuciannya buruk akan mengarahkan terbentuknya golongan tanah-tanah hitam (Mulyanto dan Surono 2009).

Menurut Davey et al. (1975) dan Peterschmitt et al. (1996) oksida besi

seperti hematit (Fe2O3) dan goetit (Fe2O3.H2O) merupakan penyebab utama warna

merah dan kekuningan pada tanah. Goetit merupakan penyebab utama warna kekuningan pada tanah, sedangkan hematit merupakan penyebab warna merah pada tanah. Warna merah tanah disebabkan oleh oksida-oksida besi yang teroksidasi dengan baik, sedangkan warna hitam oleh oksida-oksida mangan dan bahan organik yang terhumifikasi.

Sifat Vertik

Vertisol memiliki sifat khas yaitu bersifat vertik. Tanah dengan sifat vertik ini merupakan tanah-tanah yang dicirikan oleh adanya retakan-retakan yang lebar disertai dengan konsistensi tanah yang sangat keras pada musim kemarau. Pada saat musim hujan, tanah ini akan mengembang. Retakan-retakan tanah tersebut segera menghilang dan konsistensi tanah berubah menjadi sangat lekat dan sangat plastis (Mulyanto dan Virgawati 2006).

(18)

tanah. Ikatan antar lapisan montmorillonit relatif lemah dan mempunyai ruang antar lapisan yang dapat mengembang jika kandungan air pada ruang antar lapisan ini meningkat dan akan mengerut jika kandungan air pada ruang antar lapisan ini menurun. Air tidak hanya mengisi ruang antar lapisan montmorillonit, tetapi juga mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel klei. Proses kembang kerut ini menyebabkan batas horison tanah yang baur karena terjadi pencampuran antara tanah bagian atas dan tanah bawah (Hardjowigeno 2003).

Sifat Fisik

Secara umum Vertisol mempunyai tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi klei, kemudian fraksi debu dan yang paling sedikit adalah fraksi pasir. Vertisol yang berkembang di atas batuan karbonat wilayah Gunung Kidul Yogyakarta juga memiliki tekstur bervariasi, kandungan fraksi pasir yang berukuran kasar sangat sedikit, dengan komposisi fraksi pasirnya didominasi oleh pasir halus sampai pasir sangat halus (Agusman 2006).

Kandungan klei yang tinggi menyebabkan permeabilitas rendah dengan struktur gumpal bersudut hingga prismatik serta konsistensi keras hingga sangat keras pada saat kering dan bersifat klei dan lekat saat basah (Van de Weg 1987).

Sifat Kimia

Secara umum Vertisol memiliki sifat kimia yang relatif kaya akan hara. Umumnya kandungan C-Organik tanah ini kurang dari 2% pada permukaan tanah. pH Vertisol netral sampai alkalis. Kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa tinggi yang biasanya didominasi oleh kalsium, sehingga dari segi kimia Vertisol mempunyai unsur hara yang tinggi (Van de Weg 1987).

Pada umumnya kapasitas tukar kation tinggi pada Vertisol bukan disebabkan oleh kandungan bahan organik akan tetapi karena tingginya fraksi klei dan adanya mineral montmorillonit. Kation dapat ditukar yang dominan adalah Ca dan Mg, interaksi keduanya sangat berkaitan dengan bahan induk tanah. Jika tanah berkembang dari metamorfik serta endapan marin, kandungan Mg dapat ditukar dapat sama besar dengan kandungan Ca dapat tukar, namun yang berkembang dari bahan berkapur, Ca dapat ditukar lebih tinggi (Ulfiyah 2013).

Sifat Mineralogi

(19)

Yogyakarta (Agusman 2006), sedangkan di bagian timur Iran fraksi klei halus didominasi oleh palygorskite dan klorit, sementara klei fraksi kasar didominasi oleh illit dan kaolinit (Heidari et al. 2004).

Faktor-faktor Pembentuk Tanah

Pembentukan suatu jenis tanah ditentukan oleh kerjasama beberapa faktor yakni iklim, topografi, organisme, waktu dan batuan induk. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan pembentukan Vertisol dipengaruhi oleh adanya iklim kering, bahan induk bersifat alkalis dan terdapat pada topografi datar (Ulfiyah 2013). Kabupaten Jeneponto memiliki iklim dengan musim kering yang tegas, bahan induk umumnya berupa bahan sedimen dan bersifat alkalis serta memiliki wilayah dengan topografi datar hingga bergelombang memungkinkan terbentuknya Vertisol. Berikut ini adalah ulasan terhadap beberapa pustaka yang berkaitan dengan faktor-faktor pembentuk tanah yang berpengaruh terhadap pembentukan Vertisol.

Bahan Induk

Bahan induk merupakan salah satu faktor pembentuk Vertisol. Vertisol khususnya berkembang pada material alluvial di daerah-daerah datar. Di India Barat, Vertisol banyak berkembang pada abu vulkanik bertekstur halus kaya feldspar yang telah mengeras seperti tuf yang merupakan endapan-endapan yang terbentuk di daerah vulkanik yang lebih kering. Vertisol juga dapat terbentuk pada endapan-endapan lakustrin (Lopulisa 2004).

Prasetyo (2007) menyatakan bahwa ada beberapa bahan induk pembentuk Vertisol, diantaranya adalah alluvium napal, batukapur, volkan andesitik dan dasitik yang tergolong pada bahan mudah lapuk, serta endapan banjir dan lakustrin yang ukuran butirnya sudah halus.

Topografi

Bentuk topografi mempengaruhi proses pembentukan tanah. Topografi dapat mempengaruhi drainase dan jumlah air hujan yang meresap atau yang ditahan oleh tanah. Warna tanah umumnya lebih merah di daerah berlereng daripada daerah datar. Tanah-tanah merah biasanya banyak mengandung kaolinit, sedangkan tanah-tanah hitam banyak mengandung montmorillonit. Pencucian silika dan basa-basa dari lereng atas ke lembah-lembah yang diikuti dengan pembentukan montmorillonit di tempat berdrainase buruk tersebut adalah proses pembentukan Vertisol (Hardjowigeno 2003).

Iklim

(20)

Iklim sangat mempengaruhi proses pembentukan tanah. Di daerah dengan bulan-bulan kering yang nyata maka proses pembentukan tanah pada bulan kering lebih lambat dibandingkan pada bulan basah. Daerah tropika kering regim kelembaban (Ustik) banyak ditemukan toposekuen yang terdiri dari tanah merah (Alfisol) dan tanah hitam (Vertisol).

Deskripsi sifat morfologi tanah memperlihatkan adanya sifat retak pada bagian permukaan tanah sampai pada kedalaman tertentu. Sifat retak ini hanya terbentuk pada saat kering, tapi pada saat basah tanah tersebut akan menutup kembali, sehingga tanah seperti ini umumnya terdapat pada daerah yang mempunyai perbedaan curah hujan yang nyata. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sehgal dan Bhattacharjee (1987) yang menyatakan bahwa tingginya koefisien mengembang mengerut mineral pada Vertisol menghasilkan perubahan volume tiga dimensi selama pergantian basah dan kering, dan proses ini sangat dipengaruhi oleh iklim lingkungan.

Waktu

Lopulisa (2004) menyatakan bahwa berdasarkan perkembangan profil, Vertisol merupakan tanah-tanah yang masih muda karena (1) banyak Vertisol yang berkembang pada bahan induk berumur muda, (2) pedoturbasi yang berlangsung secara bilateral dan vertikal membatasi perkembangan alami horison-horison tanah dan pada sejumlah kondisi dapat mengaburkan tanda-tanda pencucian, perbedaan tingkat pelapukan dan pembentukan agregat tanah di berbagai profil dan (3) tingkat pelapukan dan perkembangan profil yang lambat akibat iklim yang agak kering serta curah hujan yang rendah dan nyata.

Pelapukan Tanah

Pelapukan adalah penghancuran fisik dan kimia dari batuan, karena mineral-mineral dalam batuan tersebut tidak dalam keadaan keseimbangan dengan suhu, tekanan dan kelembaban yang ada. Pelapukan sudah dimulai sebelum proses pembentukan tanah terjadi, dan berjalan terus selama proses pembentukan tanah berlangsung sampai tidak ada lagi bahan-bahan yang dapat dilapuk. Pelapukan dapat terjadi baik di bawah solum (geochemical weathering) ataupun di dalam

solum (pedochemical weathering) yaitu terjadi pada horison A dan B

(Hardjowigeno 2003).

Penilaian terhadap tingkat pelapukan dan tingkat perkembangan tanah dapat dinilai dari segi mineralogi, fisik dan kimia tanah. Akan tetapi, umumnya penilaian tingkat perkembangan tanah secara morfologi lebih banyak dilakukan dengan melihat perkembangan horison genetiknya atau kelengkapan horison genetik dan proses pedogenesisnya. Menurut Lopulisa (2004), terdapat dua penyebab utama terjadinya pedoturbasi pada Vertisol. Pertama adalah akibat tekanan muai pada pembasahan dan pemisahan komponen tekanan horisontal dan

(21)

3 KEADAAN UMUM LOKASI

Letak Geografis dan Administrasi

Secara geografis Kabupaten Jeneponto terletak antara 5°23’12”- 5°42’1.2”

LS sampai 119°29’12” BT - 119°56’44.9” BT dan secara administrasi berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten Gowa dan Takalar, sebelah timur dengan Kabupaten Bantaeng, sebelah barat dengan Kabupaten Takalar dan di sebelah selatan dengan Laut Flores.

Lokasi penelitian terletak di desa Botongtallua, Kecamatan Bangkala Barat, desa Bontomarannu, Kecamatan Bangkala, desa Tonrokassi Timur, Kecamatan Tamalatea dan desa Sarroanging, Kecamatan Batang, Kabupaten Jeneponto (Gambar 1). Untuk lebih jelasnya, titik pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada beberapa peta, diantaranya peta administrasi, peta kelerengan dan peta geologi Kabupaten Jeneponto (Gambar 1, 2 dan 3).

Kondisi Iklim

Curah Hujan

Ditinjau dari data curah hujan 10 tahun terakhir (2005-2014), daerah penelitian memiliki distribusi hujan yang sedang dengan rata-rata curah hujan berkisar ±1000-1600 mm/tahun dan jumlah hujan per bulan yang mencapai 100-300 mm/bulan. Data curah hujan daerah penelitian diperoleh dari stasiun Gantinga yang terletak pada 05o36’53.1 LS dan 119o45’30.4”BT. Untuk tipe iklim,

berdasarkan sistem klasifikasi menurut Oldeman maka daerah penelitian dikelompokkan ke dalam E3 dengan bulan basah berturut-turut kurang dari 3 bulan dan panjang bulan kering 4-6 bulan (Tabel 1).

Temperatur

Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun klimatologi Gantinga, daerah penelitian memiliki temperatur rata-rata berkisar 22-25oC dengan temperatur

maksimum berkisar 25-27oC dan temperatur minimum berkisar 21-24oC (Tabel

1). Data temperatur tanah daerah penelitian tidak tersedia sehingga dilakukan pendekatan pada data temperatur udara tahunan dan perhitungannya menggunakan Van Wambake (1982) yakni: Temperatur tanah (oC) = temperatur

udara (oC) + 2.5(oC). Data temperatur tanah rata-rata tahunan pada Tabel 1 yaitu

sebesar 26.7oC (lebih besar dari 22oC), sehingga pada Soil Survey Staff (2014),

(22)

Tabel 1 Data iklim bulanan daerah penelitian (2005-2014)

Sumber: Sub bagian hidrologi PSDA Makassar, 2015

*Dihitung dengan rumus: Temperatur udara (oC) + 2.5(oC)

Lereng

Berdasarkan Peta Rupa Bumi skala 1:180.000 (Bakosurtanal 1999) kelerengan lokasi penelitian di kecamatan Bangkala tergolong datar (0-3%), Tamalatea agak datar (3-5%), Bangkala Barat landai (5-8%) dan Batang tergolong agak miring (8-15%). Hasil peta lereng pada daerah penelitian dapat dilihat Gambar 2.

Geologi

(23)

Gambar 1 Peta Administrasi Kabupaten Jeneponto

(24)
(25)

Gambar 3 Peta Geologi dan lokasi profil Kabupaten Jeneponto

(26)

4 METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian lapang dilaksanakan di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya di Kecamatan Bangkala Barat (Profil NHM), Bangkala (profil NH1), Tamalatea (profil NH2) dan Batang (Profil NM1, NM2 dan NMH). Profil NH1 dan NH2 merujuk pada tanah berwarna hitam, profil NM1 dan NM2 pada tanah berwarna merah dan profil NMH dan NHM merupakan tumpang susun warna. Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap, yakni penelitian lapang yang meliputi pengamatan profil tanah yang telah ditetapkan yakni sifat morfologi tanah, bahan induk, bentang lahan, drainase dan penggunaan lahan. Tahap kedua adalah analisis sampel tanah di laboratorium yang meliputi sifat fisik tanah, kimia tanah serta mineralogi tanah dan tahap ketiga adalah analisis data. Penelitian dilakukan pada kurun waktu Februari hingga Agustus 2015.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelengkapan bagi penentuan titik sampel, pengamatan morfologi tanah, pengambilan sampel tanah (meteran, pisau lapang, sekop, GPS, dan lain sebagainya) serta peralatan analisis laboratorium.

Bahan-bahan yang digunakan berupa: sampel tanah dari pengamatan profil tanah dan sejumlah zat kimia yang digunakan dalam menganalisis sampel tanah. Data primer diperoleh dari pengamatan lapangan antara lain menyangkut informasi sekitar lokasi penelitian, informasi tanah dan deskripsi profil tanah. Data sekunder adalah data yang berhubungan dengan obyek penelitian dari instansi terkait berupa data iklim Kabupaten Jeneponto selama 10 tahun terakhir, peta geologi, peta administrasi dan peta lereng Kabupaten Jeneponto.

Metode

Sebelum deskripsi profil, terlebih dahulu dilakukan survei pendahuluan yang meliputi pengumpulan data sekunder (curah hujan dan temperatur) selama 10 tahun terakhir, peta administrasi, peta geologi, dan peta lereng Kabupaten Jeneponto serta perlengkapan untuk analisis lapang.

(27)

pengamatan dan analisis di laboratorium ternyata hanya ada 4 profil yang memenuhi persyaratan untuk digolongkan ke dalam Vertisol yaitu 2 profil untuk Vertisol hitam (NH1 dan NH2), 1 profil untuk Vertisol merah (NM1) dan 1 profil untuk Vertisol tumpang susun warna (NMH). Profil NH1 diambil pada ketinggian 23 mdpl (meter di atas permukaan laut) dengan lereng datar (0-3%), profil NH2 pada ketinggian 40 mdpl dengan lereng agak datar (3-5%), profil NM1 pada ketinggian 53 mdpl dengan lereng agak miring (8-15%) dan profil NMH pada ketinggian 35 mdpl dengan lereng agak miring (8-15%)

Dua profil lainnya yang telah diamati pada tanah berwarna merah (NM2) dan tumpang susun warna (NHM) tidak memenuhi persyaratan ke dalam Vertisol sehingga data analisis fisik, kimia, mineral dan klasifikasi tanah disajikan pada Lampiran 1 sampai 6 serta data pengamatan profil disajikan pada Lampiran 15 dan 16. Profil NM2 diambil pada ketinggian 63 mdpl dengan lereng agak miring (8-15%) dan profil NHM diambil pada ketinggian 66 mdpl dengan lereng landai (5-8%).

Analisis Tanah

Pengamatan tanah yang dilakukan meliputi sifat morfologi tanah untuk setiap horison serta analisis sifat-sifat fisik, kimia dan sifat mineralogi tanah.

Sifat Morfologi, Fisik dan Kimia tanah

Sifat morfologi yang diamati pada penelitian ini adalah: a) solum tanah, b) warna tanah, c) tekstur, d) struktur, e) konsistensi dan f) batas horison. Selain itu juga diamati faktor lingkungan seperti lereng, drainase, vegetasi, dan lain sebagainya. Sifat fisik dan kimia yang dianalisis di Laboratorium adalah sebagai berikut (Tabel 2).

Sifat Mineralogi Tanah

Analisis sifat mineralogi tanah dilakukan dengan menggunakan X-Ray

Difractometer (XRD). Alat XRD ini digunakan dalam menganalisis fraksi pasir

dan klei dari sampel acak (Unoriented sample). Untuk melihat data peak secara

(28)

Tabel 2 Sifat-sifat tanah yang ditetapkan dan metode analisis

No. Sifat Tanah Metode/Alat

Sifat Fisik

1 Tekstur (10 fraksi) Pipet

2 Bobot isi Gravimetrik

3 Permeabilitas Constant Head Permeability

4 Nilai COLE Perbandingan bobot tanah kering oven pada volume kering oven dengan bobot tanah kering oven pada volume 1/3 atm.

Sifat Kimia

1 pH (H2O dan KCl) pH-meter

2 C-Organik CNS-Analyzer

3 KTK NH4OAc 1N pH 7.0

4 Ca- dan Mg-dd NH4OAc 1N pH 7.0, AAS

5 K- dan Na –dd NH4OAc 1N pH 7.0, Flamephotometer

6 N-Total CNS-Analyzer

7 C/N ratio Perbandingan C-organik dengan N-total

8 Kadar CaCO3 Ditetapkan dengan HCl. Kelebihan HCl dititrasi

NaOH 0.1 N

9 Fraksionasi Fe, Mn, Al Ekstrak amonium oksalat 0.2 M pH 3.0, dithionit sitrat bikarbonat dan pirofosfat

(29)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Morfologi dan Fisik Tanah

Sifat morfologi tanah merupakan sifat yang diamati secara langsung di lapangan pada pengamatan profil, sedangkan sifat fisik tanah didasarkan pada penilaian fisik tanah yang juga merupakan hasil pengamatan sifat-sifat morfologi di lapangan dan analisis laboratorium. Hasil analisis sifat fisik tanah disajikan pada Tabel 3.

Horison Tanah

Pada umumnya terdapat perbedaan sifat morfologi antara tanah berwarna hitam, merah dan tumpang susun warna. Sifat-sifat tersebut diantaranya adalah susunan horison tanah, warna tanah, struktur tanah, tekstur dan konsistensi (Lampiran 11 sampai 14). Susunan horison pengolahan tanah (Ap) umumnya terdapat pada semua profil dan horison A hanya terdapat pada profil NH1 dan NH2. Pada tanah berwarna hitam dijumpai adanya horison Bss pada profil NH1 yaitu terdapat slickenside dengan batas antar horison yang baur dan bentuk

topografi berombak dari batas antar horison, sedangkan pada profil NH2 dijumpai adanya horison BCk yaitu pada horison tersebut terdapat kapur dalam jumlah antar horison nyata dan topografi tegas dari batas antar horison tersebut.

Warna Tanah

Warna tanah umumnya merupakan salah satu sifat morfologi tanah yang perbedaannya paling terlihat dengan jelas antara tanah yang satu dengan tanah yang lainnya. Berdasarkan pengamatan profil di lapangan pada kondisi lembab, terdapat perbedaan hue, value dan chroma antar profil. Pada tanah berwarna

hitam, warna tanah pada profil NH1 dari horison Ap sampai horison A sama yaitu 10 YR 2/1 (hitam), sedangkan pada lapisan keempat hue menjadi 7.5YR 2.5/1 (hitam). Hal ini disebabkan karena adanya penurunan bahan organik yang terjadi pada horison tersebut dari 2.17% menjadi 1.51% . Pada profil NH2, warna tanah pada horison Ap adalah 10 YR 2/1 (hitam) sedangkan pada horison BCk adalah 10 YR 7/2 (kelabu terang) terjadi perubahan value dan chroma dari 2/1 menjadi 7/2 yang disebabkan oleh tanah bersentuhan langsung dengan bahan induk karbonat.

(30)

organik yang semakin menurun dari 1.41% menjadi 0.23% serta kadar Fe yang cukup tinggi pada tanah tersebut.

Pada tanah dengan tumpang susun warna, profil NMH dengan horison Ap mempunyai warna 5 YR 4/6 (merah kekuningan), sedangkan pada horison BC mengalami perubahan value dan perubahan chroma menjadi 5 YR 5/2 (kelabu kemerahan). Pada horison atas, warna tanah lebih terang karena adanya proses reduksi yang terjadi terhadap penggunaan lahan sawah.

Dari perbedaan warna tanah tersebut dapat dilihat bahwa perbedaan mencolok antar profil terletak pada warna tanah. Profil NH1 dan NH2 memiliki warna tanah yang gelap dengan hue 7.5-10 YR dan value 2, sedangkan profil NM1 memiliki warna yang agak terang dengan hue 2.5YR serta value 4. Profil NMH merupakan profil dengan tumpang susun warna dan memiliki hue 5YR dan value 4. Tingkat perkembangan dan kemantapan struktur pada profil berwarna hitam lebih kuat dibandingkan profil berwarna merah dan tumpang susun warna dengan bentuk struktur prismatik dan konsistensi sangat teguh dalam kondisi lembab pada profil berwarna hitam dan gumpal bersudut dengan konsistensi teguh pada profil berwarna merah dan tumpang susun warna.

Tekstur tanah

Salah satu sifat fisik yang mencirikan tanah Vertisol terletak pada tekstur. Tekstur tanah pada semua profil yang telah diamati umumnya didominasi oleh tekstur klei pada horison A dan B dengan kandungan klei >50% diikuti oleh debu dan pasir (Tabel 3). Fraksi pasir berukuran kasar sangat sedikit, sehingga komposisi fraksi pasir didominasi dengan ukuran sedang sampai halus, fraksi debu didominasi oleh debu kasar (50-20µm). Fraksi klei pada masing-masing profil didominasi oleh klei halus yang berukuran <0.5µm. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi klei tersebut banyak mempengaruhi sifat-sifat tanah secara keseluruhan.

Permeabilitas

Pada tanah berwarna hitam (NH1 dan NH2) permeabilitas tanah pada horison A dan B sekitar 0.05-0.15 cm/jam yang tergolong sangat lambat-lambat

menurut Uhland dan O’Neal (1951). Tanah berwarna merah (NM1) menunjukkan

permeabilitas antara 3.72-6.28 cm/jam yang tergolong sedang, sementara itu pada profil dengan tumpang susun warna NMH permeabilitas berkisar 0.72-1.65 cm/jam (Tabel 3).

(31)

y = -0,0395x + 2,6548

Gambar 4 Hubungan antara kadar klei total dengan permeabilitas tanah

Dari gambar di atas terlihat bahwa terdapat hubungan yang erat antara klei total terhadap permeabilitas tanah, dimana semakin tinggi kadar klei maka permeabilitas akan semakin lambat, begitupun sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 yang terdapat pada tanah berwarna hitam (0.96), merah (0.99) dan

(32)

Tabel 3 Hasil analisis sifat fisik profil tanah di lokasi penelitian

Profil Horison Kedalaman (cm) COLE* Permeabilitas (cm/jam)

Pasir (%) Debu (%) Klei (%)

Kasar Sedang Halus Sangat Halus Kasar Sedang Halus Sedang Halus

(1000-500µm)

(500-200µm)

(200-100µm) (100-50µm)

(50-20µm)

(20-5µm) (5-2µm)

(2-0.5µm) <0.5µm

NH1

Ap 0-22 0.69 0.10 0.05 0.16 0.14 0.12 9.92 6.77 12.85 10.52 59.48

A1 22-47 0.65 0.07 0.05 0.21 0.26 0.28 3.40 5.24 24.17 27.84 38.54

A2 47-72 0.61 0.05 0.19 0.69 1.13 1.02 11.48 6.31 16.29 6.30 56.60

Bss 72-130 0.62 0.15 0.52 1.21 2.07 1.39 11.75 21.10 6.11 10.96 44.89

NH2 BCk Ap 35-70 0-35 0.62 0.40 0.09 2.23 0.59 2.34 10.95 0.94 8.59 1.07 4.65 0.84 39.96 14.63 2.55 5.08 0.79 9.76 3.57 4.09 63.01 26.60

NM1 Ap A 15-25 0-15 0.59 0.50 3.72 4.88 0.15 0.14 0.48 1.28 3.58 1.06 2.65 1.01 21.41 13.18 7.40 6.46 0.17 8.56 16.68 4.40 64.70 46.69

BC 25-40 0.24 6.28 1.51 1.62 2.02 1.48 43.59 4.35 2.61 17.26 25.56

NMH BC Ap 37-60 0-37 0.67 0.44 0.72 1.65 0.59 5.54 10.28 2.09 6.55 3.86 2.86 1.71 45.84 4.41 13.26 7.54 3.63 3.13 5.48 5.45 65.52 12.28

(33)

y = 0,0045x + 0,3913

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

C

COLE (coefficient of linear extensibility) merupakan ukuran dari potensi

perubahan volume tanah ketika mengalami pembasahan atau pengeringan yang menyebabkan terjadinya pengembangan dan pengerutan (Buol et al. 2003). Olson

(1973) menyatakan bahwa tanah dengan nilai COLE >0.09 memiliki potensial mengembang dan mengerut yang tinggi. Tabel 3 memperlihatkan bahwa horison A dan B tanah pada semua profil tanah memiliki nilai COLE >0.09. Nilai-nilai COLE tersebut terlihat meningkat dengan meningkatnya kadar klei (Gambar 5).

Gambar 5 Hubungan antara kadar klei halus dengan nilai COLE

Karakteristik Kimia

Berdasarkan hasil analisis kimia diketahui bahwa sifat kimia yang perbedaannya terjadi secara signifikan antara tanah berwarna hitam, merah maupun pada tumpang susun warna merah dan hitam adalah kadar CaCO3,

kapasitas tukar kation, kejenuhan basa serta Fe, Al dan Mn, baik itu dengan ekstrak dithionit sitrat bikarbonat, oksalat maupun pirofosfat. Sifat kimia lainnya seperti pH (H2O dan KCl), nitrogen dan belerang perbedaannya tidak begitu

(34)

Tabel 4 Hasil analisis kimia profil tanah di lokasi penelitian Profil Horison Kedalaman pH

C

Ket: NH1 dan NH2 (tanah berwarna hitam), NM1 (tanah berwarna merah), NMH (tumpang susun warna)

Reaksi tanah (pH)

Reaksi tanah pada semua profil umumnya tergolong agak masam hingga netral dengan kisaran pH H2O 5.8-7.6 dan pH KCl 5.4-7.3. Nilai pH tanah yang

cenderung tinggi ini dipengaruhi oleh karbonat pada profil tanah tersebut. Tabel 4 menunjukkan bahwa pH H2O lebih tinggi dibandingkan pH KCl pada semua

profil tanah.

Pada tanah berwarna hitam, pH H2O profil NH1 berkisar antara 7.0-7.4 dan

pH KCl berkisar antara 5.8 sampai 7.0, sedangkan profil NH2 memiliki pH H2O

yang berkisar antara 7.0-7.6 dan pH KCl berkisar antara 6.7-7.3. Profil NH1 dan NH2 mengalami peningkatan pH sesuai dengan kedalaman. Hal ini disebabkan oleh batuan induk yang terdapat pada tanah berwarna hitam adalah batuan induk sedimen karbonat.

Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki pH H2O yang berkisar

antara 7.1-7.2 dan pH KCl berkisar antara 6.8-7.0, sedangkan pada tanah tumpang susun warna, profil NMH memiliki pH H2O yang berkisar antara 5.8-6.6 dan pH

KCl berkisar antara 5.4-5.5. pH H2O dan pH KCl yang lebih rendah dibandingkan

pada tanah berwarna hitam disebabkan oleh jenis batuan yang berbeda. Batuan sedimen pada tanah berwarna merah merupakan batuan sedimen non-karbonat.

C-Organik

(35)

pada profil tersebut. Profil NH2 merupakan profil dengan kadar C-organik tertinggi dibandingkan dengan profil lainnya.

Kadar CaCO3

Analisis CaCO3 dilakukan untuk melihat kadar kapur yang terdapat pada

profil yang diamati dan seberapa besar pengaruh kadar kapur terhadap tanah yang berada di atasnya. Analisis CaCO3 pada seluruh profil yang telah diamati berkisar

antara 1.98% hingga 19.37%.

Pada tanah berwarna hitam, profil NH1 memiliki kadar CaCO3 yang

berkisar antara 8.63-10.67%, sedangkan profil NH2 memiliki kadar CaCO3 yang

berkisar antara 14.95-19.37%. Tingginya kadar CaCO3 pada kedua profil tersebut

disebabkan oleh profil berada di atas batuan sedimen karbonat dan adanya peningkatan kadar CaCO3 sesuai dengan kedalaman pada profil NH1 karena

semakin dekat dengan bahan induk.

Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki kadar CaCO3 yang

berkisar antara 3.64-9.43%, sedangkan pada tanah tumpang susun warna, profil NMH memiliki kadar CaCO3 yang berkisar antara 1.98-2.21%. Pada tanah

berwarna merah dan tumpang susun warna, kadar CaCO3 lebih rendah

dibandingkan tanah berwarna hitam. Hal ini terjadi karena tanah berwarna merah berkembang dari batuan sedimen non-karbonat.

Kapasitas Tukar Kation Tanah dan Klei

Pengukuran kapasitas tukar kation dilakukan untuk menunjukkan kemampuan tanah dalam menahan dan mempertukarkan kation-kation. Pada umumnya salah satu faktor yang mempengaruhi KTK tanah adalah jenis dan jumlah mineral klei pada tanah tersebut. Gambar 6 menunjukkan hubungan antara kadar klei terhadap KTK. KTK berbanding lurus dengan kadar klei, semakin tinggi kadar klei suatu tanah maka KTK akan semakin besar.

Pada tanah berwarna hitam, profil NH1 merupakan profil yang memiliki nilai KTK tertinggi yang berkisar antara 68.85-74.66 me/100g dengan KTK klei 95.97-113.95 me/100g, sedangkan profil NH2 memiliki nilai KTK yang berkisar antara 47.51-56.59 me/100g dan KTK klei 71.80-138.96 me/100g. Tingginya nilai KTK tanah dan KTK klei pada tanah berwarna hitam dipengaruhi oleh keberadaan mineral klei montmorillonit.

Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki nilai KTK 20.16-24.72 me/100g dengan KTK klei 24.51-45.23 me/100g. KTK tanah dan KTK klei pada tanah berwarna merah lebih rendah dibandingkan tanah berwarna hitam. Hal ini disebabkan oleh keberadaan mineral klei haloisit dan oksida-oksida besi yang memiliki KTK rendah.

(36)

y = 0,4065x + 43,101

tergolong lebih rendah bila dibandingkan dengan profil pada tanah berwarna hitam.

Gambar 6 Hubungan antara kadar klei total dengan nilai KTK tanah

Kejenuhan basa (KB)

Pada tanah berwarna hitam, profil NH1 dan NH2 memiliki kejenuhan basa >100%. Tingginya nilai kejenuhan basa pada tanah berwarna hitam dipengaruhi oleh tingginya kation Ca2+. Hal ini disebabkan oleh profil NH1 dan NH2 berada di

atas batuan induk sedimen karbonat, sehingga banyak mengandung Ca2+.

Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki nilai kejenuhan basa yang berkisar antara 63.6-87.7%, sedangkan pada tanah tumpang susun warna, profil NMH memiliki nilai kejenuhan basa yang berkisar antara 64.6-68.0%. Kejenuhan basa pada tanah berwarna merah dan tumpang susun warna lebih rendah dibandingkan tanah berwarna hitam. Hal ini disebabkan oleh kation Ca2+ yang

lebih rendah dibandingkan tanah berwarna hitam karena berkembang dari batuan induk sedimen non-karbonat. Selain itu pada tanah berwarna merah dan tumpang susun warna, pencucian lebih intensif dibandingkan tanah berwarna hitam. Karena dari segi lereng tanah berwarna merah berada pada lereng agak miring, sedangkan tanah berwarna hitam berada pada daerah datar.

Bentuk Fe, Mn dan Al dalam Tanah

Hasil analisis berbagai bentuk oksida Fe, Mn dan Al dalam bentuk kristalin, amorf dan yang berikatan dengan bahan organik disajikan pada Tabel 5, notasi Fed, Mnd, dan Ald mengacu kepada oksida-oksida hasil ekstraksi dithionit sitrat

bikarbonat (DSB), Feo, Mno dan Alo merupakan oksida hasil ekstraksi oksalat

serta Fep, Mnp dan Alp menunjukkan oksida hasil ekstrak pirofosfat (Lampiran 8).

(37)

dengan C-organik, ekstrak oksalat untuk mendapatkan oksida besi dalam bentuk amorf dan yang berikatan dengan C-organik, sedangkan ekstrak pirofosfat untuk mendapatkan oksida-oksida besi yang berikatan dengan C-organik (Mulyanto et al. 2011). Menurut Walker (1983) jumlah oksida besi yang dibebaskan oleh

pengekstrak DSB (Fed) harus sama dengan atau lebih besar dari besi yang

dibebaskan oleh pengekstrak oksalat (Feo). Dilihat dari hasil perhitungan selisih

antara Fe, Mn dan Al dithionit terhadap Fe, Mn dan Al Oksalat serta Fe, Mn dan Al oksalat terhadap Fe, Mn dan Al pirofosfat menjelaskan bahwa tanah yang telah diteliti umumnya banyak mengandung Fe, Mn dan Al dalam bentuk kristalin.

Pada tanah berwarna hitam, kadar Fe dalam bentuk kristalin berkisar antara 0.10-0.88%, sedangkan kadar Fe dalam bentuk amorf berkisar antara 0.03-0.58% dan kadar Fe yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.03-0.05%. Kadar Mn dalam bentuk kristalin berkisar antara 0.004-0.64%, Mn dalam bentuk amorf berkisar antara 0.002-0.025% dan Mn yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.001-0.007%, sementara Al dalam bentuk kristalin berkisar antara 0.01-0.34%, Al dalam bentuk amorf berkisar antara 0.01-0.24% dan Al yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.03-0.05%.

Pada tanah berwarna merah, kadar Fe dalam bentuk kristalin berkisar antara 1.49-3.00%, sedangkan kadar Fe dalam bentuk amorf berkisar antara 0.06-0.08% dan kadar Fe yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.06-0.10%. Kadar Mn dalam bentuk kristalin berkisar antara 0.01-0.13%, Mn dalam bentuk amorf berkisar antara 0.002-0.010% dan Mn yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.001-0.006%, sementara Al dalam bentuk kristalin berkisar antara 0.10-0.38%, Al dalam bentuk amorf berkisar antara 0.01-0.04% dan Al yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.01-0.02%.

Pada tanah dengan tumpang susun warna, kadar Fe dalam bentuk kristalin berkisar antara 1.98-3.09%, sedangkan kadar Fe dalam bentuk amorf berkisar antara 0.19-1.26% dan kadar Fe yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.14-0.70%. Kadar Mn dalam bentuk kristalin berkisar antara 0.06-1.27%, Mn dalam bentuk amorf berkisar antara 0.012-0.015% dan Mn yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.001-0.007%, sementara Al dalam bentuk kristalin berkisar antara 0.01-0.18%, Al dalam bentuk amorf berkisar antara 0.001-0.02% dan Al yang berikatan dengan bahan organik berkisar antara 0.11-0.31%.

(38)

Tabel 5 Hasil analisis kimia Fe, Mn dan Al kristalin, amorf dan bahan organik pada sampel tanah di lokasi penelitian

Profil Horison Kedalaman (cm) Kristalin Fe (%) Amorf BO Kristalin Amorf Mn (%) BO Kristalin Al (%) Amorf BO

NH1

Ap 0-22 0.73 0.19 0.04 0.03 0.006 0.002 0.06 0.16 0.04

A1 22-47 0.58 0.22 0.04 0.02 0.006 0.002 0.34 0.17 0.03

A2 47-72 0.84 0.11 0.05 0.08 0.004 0.001 0.33 0.15 0.04

Bss 72-130 0.32 0.33 0.04 0.01 0.006 0.001 0.01 0.12 0.05

NH2 BCk Ap 35-70 0-35 0.88 0.10 0.58 0.03 0.03 0.03 0.004 0.64 0.002 0.025 0.005 0.007 0.02 0.18 0.01 0.24 0.03 0.04

NM1

Ap 0-15 3.00 0.08 0.10 0.01 0.002 0.006 0.38 0.01 0.02

A 15-25 2.82 0.07 0.06 0.13 0.010 0.001 0.10 0.04 0.01

BC 25-40 1.49 0.06 0.06 0.01 0.003 0.001 0.10 0.04 0.01

NMH BC Ap 37-60 0-37 3.09 1.98 0.19 0.26 0.14 0.70 0.06 1.27 0.012 0.015 0.001 0.007 0.01 0.18 0.001 0.02 0.11 0.31

(39)

Mineralogi Tanah

Hasil analisis mineral fraksi pasir dan klei disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 7. Horison pewakil yang dianalisis adalah horison B atau horison A jika tanah tidak memiliki horison B. Hasil analisis mineral memperlihatkan bahwa kalsit, magnetit dan sanidin menjadi pembeda dalam fraksi pasir tanah-tanah di lokasi penelitian. Kalsit ditemukan pada profil NH1, NH2 dan NM1, sedangkan magnetit ditemukan pada profil NM1 dan NMH. Pada fraksi klei, tanah berwarna hitam terlihat hanya memiliki mineral tipe 2:1 montmorillonit (Tabel 6 dan Gambar 7), sementara tanah berwarna merah NM1 montmorillonit dijumpai bersama haloisit dan pada tanah tumpang susun NMH montmorillonit dijumpai bersama goetit, haloisit dan hematit. Selain mineral seperti magnetit, sanidin, kalsit, montmorillonit, haloisit, illit, goetit dan hematit juga dijumpai adanya kuarsa. Kuarsa yang tahan terhadap pelapukan terdapat pada semua profil.

Tabel 6 Komposisi mineral pada setiap profil di lokasi penelitian

Profil Mineral Pasir Mineral Klei

NH1 Kuarsa, kalsit Illit, montmorillonit

NH2 Kuarsa, kalsit Montmorillonit

NM1 Kuarsa, kalsit, magnetit, sanidin Montmorillonit, haloisit

NMH Kuarsa, magnetit, sanidin Illit, montmorillonit, haloisit, goetit,

hematit Sumber: Laboratorium pengujian tekmira, 2015

Genesis Tanah

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis sifat fisik, kimia dan mineralogi tanah maka dapat ditafsirkan tingkat pelapukan dan perkembangan tanah serta faktor-faktor yang mempengaruhi genesis pada profil tanah tersebut.

(40)

NH1

NH2

NM1

NMH

Gambar 7 Analisis XRD mineral klei dan pasir pada setiap profil (peak dalam Å) Qz : Kuarsa; Sn : Sanidin; Mt : Montmorillonit; I : Illit; Ha : Haloisit; Hm : Hematit; Mg : Magnetit; K : Kalsit; Go: Goetit

(41)

dengan kadar Fe dan Mn disebabkan tanah berasal dari batuan induk karbonat. Mulyanto dan Surono (2009) menyatakan bahwa gejala kewarnaan tanah pada batuan karbonat tidak terkait dengan kadar Fe dan Mn batuan melainkan dipengaruhi oleh proses genesis tanah, terutama kecepatan pencucian hasil-hasil pelapukan batuan. Jika terjadi pencucian secara intensif maka secara relatif terjadi akumulasi oksida-oksida besi, khususnya hematit yang menyebabkan pemerahan tanah. Mineral montmorillonit dijumpai pada profil NH1 dan NH2 yang menyerap air jauh lebih besar sehingga kondisi tanah terkadang lebih reduktif yang dapat memunculkan warna gelap, sedangkan mineral hematit dan magnetit dijumpai pada tanah berwarna merah dan tumpang susun warna dengan kadar Fe yang cukup tinggi sehingga hal ini turut mempengaruhi warna tanah tersebut.

Iklim sangat berpengaruh dalam pembentukan tanah. Curah hujan di daerah penelitian tergolong kering dengan curah hujan 1000-1600 mm/tahun. Hal ini berpengaruh dalam pembentukan Vertisol yang mengembang saat basah dan mengerut saat kering.

Topografi di daerah penelitian tergolong datar terutama pada profil NH1 dan NH2. Bentuk topografi yang datar mempengaruhi perilaku gerakan air tanah. Topografi datar dapat mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off), sehingga

pergerakan air tanah cenderung bergerak secara vertikal, dan hal ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanah. Berbeda dengan profil NM1 dan NMH yang mempunyai topografi yang agak miring. Meskipun pada tempat pengamatan profil masih tergolong datar tetapi tidak jauh dari titik pengamatan profil terdapat lereng, sehingga ini bisa berpengaruh terhadap proses pencucian.

Air yang mengalir pada topografi landai seperti pada profil NM1 dan NMH mempunyai kecepatan yang lebih cepat dibandingkan dengan topografi datar. Aliran yang cepat ini tentu mempunyai kemampuan pencucian yang lebih kuat dibandingkan pada tempat yang datar, sehingga hal ini akan berdampak pada indeks keterlarutan basa-basa yang tinggi. Oleh karena itu, basa-basa pada tanah berwarna merah dan tumpang susun warna lebih rendah dibandingkan dengan tanah berwarna hitam sehingga topografi inilah menjadi salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap warna tanah. Topografi yang mempunyai relief landai cenderung membentuk tanah merah, sedangkan topografi yang datar akan membentuk tanah hitam (Mulyanto dan Surono 2009).

Pembahasan Umum

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanah berwarna hitam, merah maupun tumpang susun warna memperlihatkan karakteristik yang berbeda antara ketiga warna tanah tersebut. Tanah berwarna hitam (Profil NH1 dan NH2) memiliki nilai pH >6.0 baik itu pH H2O maupun pH KCl dan kadar CaCO3

>8.63% yang lebih tinggi dibandingkan tanah berwarna merah dan tumpang susun warna. Adanya peningkatan kadar CaCO3 seiring dengan peningkatan pH yang

(42)

Adanya mineral klei montmorillonit pada tanah berwarna hitam turut berpengaruh terhadap nilai KTK tanah.

Pada tanah berwarna merah, profil NM1 memiliki pH yang masih tergolong netral dengan kadar CaCO3 yang cukup besar. Mineral klei seperti montmorillonit

ditemukan pada profil NM1, sehingga hal ini turut berpengaruh terhadap KTK klei dan KTK tanah. Profil NM1 berasal dari batuan induk sedimen dengan nilai kejenuhan basa tertinggi adalah 87%.

Pada tumpang susun warna, mineral montmorillonit dijumpai pada profil NMH sehingga KTK klei pada profil tersebut tergolong tinggi. Kadar CaCO3 pada

profil NMH tertinggi adalah 2.21%, lebih rendah dibandingkan tanah berwarna merah dan hitam. Profil NMH juga berkembang dari batuan induk sedimen dengan nilai kejenuhan basa tertinggi adalah 68%. Nilai kejenuhan basa tersebut merupakan nilai terendah dibandingkan tanah berwarna hitam dan merah.

Mineral seperti haloisit dan magnetit dijumpai pada tanah berwarna merah dan tumpang susun warna, sedangkan hematit dan goetit hanya dijumpai pada tumpang susun warna, sehingga hal ini turut berpengaruh terhadap Fe, Mn dan Al dalam bentuk kristalin pada semua profil tanah berwarna merah dan tumpang susun warna. Adanya mineral haloisit dan magnetit pada tanah berwarna merah serta goetit dan hematit pada tumpang susun warna menunjukkan pelapukan yang terjadi lebih intensif dibandingkan tanah berwarna hitam dengan mineral montmorillonit dan illit.

Adanya perbedaan warna tanah pada setiap profil diindikasikan diantaranya disebabkan oleh topografi. Topografi antara tanah berwarna hitam, merah dan tumpang susun warna berbeda. Umumnya, topografi yang cenderung agak miring akan menghasilkan tanah berwarna merah, sedangkan topografi yang datar cenderung akan menghasilkan tanah berwarna hitam. Selain itu, bahan induk dari hasil pelapukan batuan induk karbonat terdapat pada tanah berwarna hitam, sedangkan bahan induk dari hasil pelapukan batuan induk non-karbonat umumnya terdapat pada tanah berwarna merah dan tumpang susun warna.

Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi yang digunakan untuk pengelompokan tanah pada lokasi penelitian adalah Soil Survey Staff 2014. Penyusunan klasifikasi tanah dimulai dari tingkatan ordo, sub ordo, great group, sub group dan famili. Perbedaan klasifikasi dimulai pada kategori ordo, subordo, great group, sub group dan famili, disajikan pada Tabel 7.

Profil tanah NH1, NH2, NM1, NMH diklasifikasikan ke dalam ordo Vertisol karena memiliki ketebalan lapisan lebih dari 25 cm dengan kandungan klei >30%, memiliki mineral montmorillonit dan terdapat slickenside. Tanah

(43)

Tabel 7 Klasifikasi tanah pada Vertisol hitam, merah dan tumpang susun warna Klasifikasi Tanah berwarna hitam NH1 NH2 Tanah berwarna merah NM1 Tumpang susun warna NMH

Ordo Vertisol Vertisol Vertisol Vertisol Subordo Usterts Usterts Usterts Usterts Great Grup Haplusterts Haplusterts Haplusterts Haplusterts Subgrup Typic

Haplusterts

Typic Haplusterts

Chromic Haplusterts Chromic Haplusterts

Usterts yang terdapat pada satu horison atau keseluruhan memiliki nilai pH

lebih dari 4.5, tidak memiliki horison salik, gipsik dan kalsik didalam 100 cm dari permukaan tanah sehingga dikategorikan pada great group Haplusterts. Haplusterts pada profil NH1 dan NH2 tidak memenuhi syarat untuk digolongkan

ke dalam lithic, halic, sodic, petrocalcic, gypsic, calcic, aridic, leptic, entic dan chromic sehingga digolongkan ke dalam sub group Typic Haplusterts, sedangkan

profil NM1 dan NMH digolongkan ke dalam sub group Chromic Haplusterts

karena memiliki value warna 4 dengan kroma 3 atau lebih.

Kelas ukuran butir tanah dominan halus dengan tekstur klei, mineral klei adalah montmorillonit juga ditemui campuran montmorillonit dan haloisit dengan rejim temperatur tanah isohipertermik, sehingga pada kategori famili untuk profil NH1 dan NH2 diberi nama Typic Haplusterts, halus, montmorillonitik,

(44)

6 SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang karakteristik dan genesis Vertisol hitam dan merah sebagai berikut:

1. Perbedaan karakteristik fisik dan morfologi antara Vertisol hitam dan merah yang signifikan selain dapat dilihat pada warna, juga pada struktur, yaitu pada profil NH1 dan NH2 berstruktur prisma, profil NM1 dan NMH berstruktur gumpal bersudut. Perbedaan karakteristik kimia terdapat pada perbedaan kadar CaCO3, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa yang dipengaruhi oleh batuan

induk yang terdapat pada profil tersebut serta kandungan Fe, Mn dan Al yang bersifat kristalin, amorf dan yang berikatan dengan bahan organik.

2. Mineral montmorillonit dominan terdapat pada tanah berwarna hitam, sedangkan mineral haloisit dan oksida-oksida besi (hematit, goetit) umumnya terdapat pada tanah berwarna merah dan tumpang susun warna.

3. Vertisol hitam terbentuk dari batuan sedimen karbonat, Vertisol merah dan tumpang susun warna terbentuk dari batuan sedimen non-karbonat.

4. Profil NH1 dan NH2 diklasifikasikan ke dalam Typic Haplusterts, halus,

montmorillonitik, isohipertermik, sedangkan profil NM1 dan NMH diklasifikasikan ke dalam Chromic Haplusterts, halus, campuran

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Agusman. 2006. Karakterisasi tanah-tanah berwarna hitam hingga merah di atas formasi karst Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta (tesis). Yogyakarta (ID). Universitas Gadjah Mada.

Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. 1999. Peta Rupabumi Digital Indonesia.Lembar 1408-231 (Purworejo) BAKOSURTANAL, Cibinong. Buol SW, MP Walker dan RJ Southard. 2003. Soil genesis and clasisification.

Five edition. Ames. IA:IOWA State Press:494 PP.

Davey BG, JD Russel, MJ Wilson. 1975. Iron oxide and clay minerals and their relation to colours of red and yellow podzolic soils near Sydney. J Geoderma. 14 (2):125 – 138.

Deckers J, O Spaargaren, F Nachtergaele. 2001. Vertisols:Genesis properties ans soilscape management for sustainable development. Ibsram Proceedings No.20.

Dixon JB. 1982. Mineralogy of Vertisol. Symposia papers II.New Dehli (ID):12th

ICSS 48-59.

Dudal R. 1965. Vertisols of subhumid and humid zones. Di dalam: International Crops Research Institute for the Semi Arid Tropic. Proceeding Of an Ibsram Inaugural Workshop; 1985 Feb 18-22; ICRISAT Center. India (ID): Patancheru. 502 324.

Hardjowigeno S. 2003. Klasifikasi tanah dan pedogenesis. Edisi ke-2. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.

Heidari A, Sh Mahmoodi, MH Roozitalab, AR Mermut. 2008. Diversity of clay minerals in the Vertisols of three different climatic regions in Western Iran. J Agr Sci Technol.10:269-284;Diunduh 2014 Nov. Tersedia pada: http://websoilsurvey.nrcs.usda.gov/.

Lopulisa C. 2004. Tanah-tanah utama dunia. Makssar (ID): Universitas Hasanuddin.

Moustakas NK. 2011. A study of Vertisol genesis North Eastern Greece.J Catena:208-215.

Mulyanto D, Surono. 2009. Pengaruh topografi dan kesarangan batuan karbonat terhadap warna tanah pada jalur boron-wonosari Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Forum Geografi. 23(2):181-195.

Mulyanto D, Subroto PS, Herwin L. 2011. Genesis pedon tanah yang berkembang di atas batuan karbonat Wonosari Gunung Kidul. Forum Geografi.25(2):100- 115

Mulyanto D dan Virgawati S. 2006. Genesis Vertisol di atas napal daerah Wonosari. J Tanah dan Air.7: 46-56.

Olson GW. 1973. Soil survey interpretation for engineering purposes. Rome (ID). Food and agriculture organization of The United Nations.

Peterschmitt E, E Fristsch, JL Rajot and AJ Herbillon. 1996.Yellowing, bleaching and ferritisation processes in soil mantle of the Western Ghats. South India. J Geoderma.74(3-4):235-253.

(46)

Schwertmann U, DS Fanning. 1976. Iron-Manganese Concretions in Hydrosequences of Soils in Bavaria. J.Soil Sci.Soc.Am. 40:731-738.

Sehgal JL, JC Bhattacharjee. 1987. Characterization of Vertisol from India and Iraq and their taxonomic problems.Thailand (ID). Ibsram Proceedings No. 6.

Soil Survey Staff. 1975. Soil TaxonomyA Basic System of Soil Classification for Making and Interpreting Soil Surveys. Soil Conservation Service. Washington, DC. USDA.

Soil Survey Staff. 2014. Keys to soil taxonomy. Twelfh Edition. United States Department of Agriculture Natural Resources Conservation Service.

Team Reppmit Bakosurtanal. 1991. personel computer understanding GIS The arc info method. Bakosurtanal Cibinong, Bogor

Uhland RE,O’neal AM. 1951. Soil permeability determinations for use in soil and water conservation.New York (ID). SCS-TP-101:36

Ulfiyah R. 2013. Karakteristik, genesis dan klasifikasi tanah Vertisol di Kabupaten Jeneponto (disertasi). Makassar (ID). Universitas Hasanuddin Van de Weg RF.1987.Vertisol in Eastern Africa. Thailand (ID).Ibsram

Proceedings No.6.

Van Wambeke A. 1982. Calculated soil moisture and temperature regimes of Africa. Washington (ID):Soil Management SupportServices Technical Monograph No. 3.USDA-SCS. Washington

(47)
(48)

Lampiran 1 Analisis sifat fisik pada profil NM2 dan NHM

Ket: NMH2 (tanah berwarna merah), NHM (tumpang susun warna) *Laboratorium pengujian Balai Penelitian Tanah, 2015

Lampiran 2 Analisis sifat kimia pada profil NM2 dan NHM

Profil Horison Kedalaman pH

C

(49)

Profil Horison (cm) Kristalin Amorf BO Kristalin Amorf BO Kristalin Amorf BO

NM2 Ap Bt 23-40 0-23 4.39 6.05 0.43 0.39 0.15 0.19 0.10 0.65 0.004 0.002 0.003 0.018 0.09 0.07 0.03 0.04 0.06 0.09

BC 40-53 5.62 0.41 0.14 0.17 0.009 0.002 0.06 0.001 0.05

NHM BC Ap 30-60 0-30 4.77 5.01 0.68 1.06 0.18 0.75 1.47 1.45 0.122 0.050 0.012 0.059 0.27 0.20 0.02 0.29 0.05 0.36

Ket: NM2 (tanah berwarna merah), NHM (tumpang susun warna) ; BO: Bahan organik

Lampiran 4 Kadar Fe, Al dan Mn hasil ekstraksi DSB, Oksalat dan Pirofosfat pada profil NM2 dan NHM

Profil Horison Kedalaman (cm) Fe Fe (%) Mn (%) Al (%)

d Feo Fep Mnd Mno Mnp Ald Alo Alp

NM2 Ap Bt 23-40 0-23 5.00 6.58 0.61 0.53 0.15 0.19 0.10 0.67 0.007 0.020 0.003 0.018 0.22 0.16 0.12 0.10 0.06 0.09

BC 40-53 6.16 0.54 0.14 0.18 0.011 0.002 0.10 0.05 0.05

NHM BC Ap 30-60 0-30 6.20 6.25 1.43 1.24 0.18 0.75 1.60 1.56 0.13 0.11 0.012 0.059 0.65 0.54 0.38 0.33 0.05 0.36

Ket: NM2 (tanah berwarna merah), NHM (tumpang susun warna)

Lampiran 5 Komposisi mineral pada profil NM2 dan NHM di lokasi penelitian

Profil Mineral Pasir Mineral Klei

NM2 Kuarsa, magnetit, sanidin Haloisit, goetit, hematit

NHM Kuarsa, magnetit, sanidin Haloisit, goetit, hematit

Sumber: Laboratorium pengujian tekmira, 2015

(50)

NM2

NHM

(51)

Klasifikasi

(NM2) (NHM)

Ordo Alfisol Alfisol

Subordo Ustalfs Ustalfs

Great Grup Haplustalfs Haplustalfs

Subgrup Typic Haplustalfs Typic Haplustalfs

Lampiran 7 Analisis Sifat fisik dan kimia di lokasi penelitian

Profil Horison Kedalaman (cm) (g/cmBI 3) N

BO C/N S Ca-dd Mg-dd K-dd Na-dd

(%) (%) (ppm) (me/100g)

NH1

Ap 0-22 1.29 0.2 3.74 10.85 257 86.83 1.99 0.40 0.68 A1 22-47 1.31 0.18 3.24 10.44 267 92.50 1.74 0.31 0.64 A2 47-72 1.33 0.16 2.67 9.69 272 90.22 1.89 0.28 0.94 Bss 72-130 1.30 0.17 2.60 8.88 415 94.07 2.70 0.35 1.98

NH2 BCk Ap 35-75 0-35 1.19 1.35 1.22 1.32 2.79 4.21 1.23 2.00 306 383 47.98 93.44 0.34 1.73 0.04 0.46 0.52 0.21

NM1 Ap A 15-25 0-15 1.22 1.33 0.21 0.2 2.09 2.43 6.05 6.71 294 408 7.80 8.96 2.02 2.07 1.06 0.75 0.53 0.77

BC 25-50 1.19 0.2 0.40 1.15 277 8.21 2.08 1.08 1.22

NMH Ap BC 37-60 0-37 1.34 1.29 0.17 0.18 2.45 3.09 10.53 7.89 333 363 6.04 6.33 2.85 3.70 1.32 0.35 0.46 0.68

Gambar

Tabel 1  Data iklim bulanan daerah penelitian (2005-2014)
Gambar 1  Peta Administrasi Kabupaten Jeneponto
Gambar 2  Peta Lereng Kabupaten Jeneponto
Gambar 3  Peta Geologi dan lokasi profil Kabupaten Jeneponto
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Ipv4, header protokol keamanan mode transport terlihat setelah header IP dan beberapa pilihan lain dan sebelum protokol layer yang lebih tinggi (seperti TCP atau UDP)

dari dari kendala tersebut adalah tidak adanya buku pegangan guru dan siswa, sehingga dalam pembelajaran akuntansi sendiri guru masih mencari materi dari internet,

Taip klasių harmonija liaudininkų teorijoje pasidaro objektyviai būtina visuomenės pažangos sąlyga Vardan buržuazinės visuomenės progreso darbininkai privalo

Hopefully, This paper could help the readers to expand their knowledge about Calculus especially about Derivative.. Tondano, 14 th

Kebutuhan penanganan permasalahan pembangunan permukiman dan infrastruktur permukiman perkotaan yang dijelaskan dalam sub-bab 2.1 dapat diselesaikan melalui Strategi

Tujuan dari asuhan kebidanan adalah memberikan asuhan kebidanan secara continue of care (coc) pada ny “B” dengan Kurang Energi Kronis dalam bentuk asuhan pada ibu dan bayi

Siang Juragan, Alhamdulillah Hari ini Sastra Blog Bisa Update Postinggan tentang Cara Menghilangkan Blacklist SMADAV 8.9.1 + Key Pro yang pastinya udah ditunggu-tunggu oleh

Dari pengujian diperoleh hasil terjadi peningkatan nilai kohesi tanah pada variasi penambahan petrasoil dan kapur 20%, yaitu sebesar 52,41 Kpa, sedangkan pada sudut geser