• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan Tanpa Izin Pengadilan..."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN POLIGAMI YANG

DILANGSUNGKAN TANPA IZIN PENGADILAN

(STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA PADANG)

OLEH

NANI ILKA

047011048/MKn

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Akibat Hukum Perkawinan Poligami yang Dilangsungkan

Tanpa Izin Pengadilan

(Studi Kasus di Pengadilan Agama Padang)

Tesis

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa:

“ perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hukum perkawinan menganut asas monogami yang secara tegas dinyatakan dalam dasar perkawinan bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Kecuali apabila terdapat alasan-alasan tertentu, seorang suami dapat mempunyai beberapa orang isteri dengan cara mengajukan permohonan secara tertulis ke pengadilan. Pengadilan kemudian memeriksa ada atau tidaknya alasan yang memungkinkan seorang suami untuk kawin lagi sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975. Selanjutnya Pasal 43 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 menyebutkan “Apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk berpoligami, maka pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristeri lebih dari seorang”. Adapun alasan yang seorang suami dapat berpoligami yaitu terdapat pada dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 1) bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri 2)Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan 3)Bahwa isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Pengajuan permohonan ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 haruslah dipenuhi /dilengkapi dengan syarat-syarat : 1)Adanya persetujuan dari isteri / isteri-isteri 2)Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka. 3)Adanya jaminan bahwa suami mampu berlaku adil. Pegawai pencatat dilarang untuk melakukan pencatatan perkawinan seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang sebelum adanya izin Pengadilan sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 44 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975. Namun pada kenyataannya di Kota Padang, Sumatera Barat, sering dijumpai suami yang melakukan perkawinan poligami tanpa izin dari pengadilan, dimana hal tersebut sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

(3)

Urusan Agama Padang terdiri dari pejabat KUA, Pengadilan Agama Padang sedangkan responden 15 orang yaitu suami yang melakukan perkawinan poligami tanpa izin pengadilan dan masyarakat setempat untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan mengenai masalah yang diteliti. Teknik Pengumpulan Data dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian Lapangan (Field Research) sedangkan alat pengumpulan data kuesioner. Khusus data penunjang berasal dari informen (hakim pengadilan agama, panitera pejabat Kantor Urusan Agama dan pegawai kelurahan dikumpulkan melalui wawancara langsung. Jenis data penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan Data Primer dan Data Sekunder. Berdasarkan jenis penelitian dalam penelitian ini dapat dipakai dua sumber. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa :

1. Faktor - faktor Penyebab suami melakukan Perkawinan Poligami Tanpa Izin Pengadilan, disebabkan beberapa faktor, yaitu : a) Faktor seorang suami tidak ingin perkawinan poligaminya diketahui orang b) Faktor tuntutan profesi c) Faktor tidak cukup syarat pengadilan , d) Faktor malu e) Faktor malas / tidak mau mengurus dari jawaban tersebut terdapat tiga bentuk pencatatan perkawinan poligami Kelompok pertama tercatatnya perkawinan poligami sebagai perkawinan monogami, kelompok kedua, poligami yang tercatat sebagai perkawinan poligami, Kelompok ketiga, perkawinan poligami yang tidak terdaftar 2. Penyebab Tercatatnya Perkawinan Poligami Yang Belum Mendapatkan Izin Pengadilan

a)tercatatnya perkawinan poligami sebagai perkawinan monogami, pada perkawinan ini terjadi pemalsuan data di kelurahan. b) poligami yang tercatat sebagai perkawinan poligami pada perkawinan ini terjadi pemalsuan data di Akte Nikah. c) Perkawinan poligami yang tidak terdaftar, perkawinan poligami ini tidak tercatat sama sekali, baik tercatat secara monogami maupun tercatat secara poligami.

3. Akibat Hukum Terhadap Perkawinan Poligami Yang Dilangsungkan Tanpa Izin pengadilan,

Pertama terhadap keabsahan perkawinan yaitu perkawinan yang dilakukan menjadi tidak sah. Kedua terhadap harta bersama isteri yang tidak sah tidak mendapat bagian terhadap harta

bersama mereka. Ketiga terhadap kedudukan anak yaitu anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah maka akan berakibat pula pada status anak menjadi anak tidak sah.

Disarankan kepada pemerintah perlu diadakannya Sistem Komputerisasi (Sistem informasi satu atap) secara nasional, juga disarankan kepada Pejabat Kantor Urusan Agama (KUA) agar dalam menyelenggarakan pernikahan bagi yang melakukan perkawinan, supaya benar-benar diteliti latar belakang atau identitas kedua belah pihak calon mempelai, terutama kelengkapan adminitrasi pernikahan dan disarankan juga kepada orang tua yang berpoligami, hendaknya menyadari dan mempertimbangkan secara benar dari semua resiko yang akan terjadi, yang akan berakibat hukum terhadap perkawinan itu sendiri dan pihak-pihak yang terkait dalam perkawinan tersebut.

Kata Kunci :

- Akibat Hukum

(4)

Legal Consequence of Polygamy without Legal

Permission from the Court

(A Case Study in Padang Islamic Court)

Nani Ilka

Article 1 of Law No.1/1974 says that a marriage is a sacred union of a man and a woman as husband and wife to build a happy and perpetual family based on the belief of one God. Law of Marriage following monogamy principle strictly states that basically, in a marriage, a man can only have one wife and a woman can only have one husband. Under some certain circumstances, a husband can have several wives by submitting a written application to a court. Then the court examines whether or not there are credible reasons for a husband to marry again as meant in Articles 40 and 41 of Government Regulation No. 9/1975. Then, Article 43 of Government Regulation No. 9/1975 states that if the court, in its opinion, finds enough reason for the applicant to practice polygamy, the court gives out its decision in the form of permission that allows the applicant to have more than one wife.

Actually, the reasons enabling a husband to practice polygamy as stated in Article 4 of Law No. 1/1974 are 1) that wife cannot perform her duty as a wife, 2) wife has a physical defect or suffers from an incurable disease, and 3) wife is unable to have a baby. The submission of this application is in accordance with Article 5 Paragraph 1 of Law No. 1 /1974 but it should be supplemented with 1) the consent of his wife (wives), 2) the certainty that the husband is able to guarantee his wife and children’s daily necessities, and 3) there is a guarantee that the husband is able to be fair to his wives. A registrar is not allowed to register the marriage of a husband who wants to marry more than one wife before the court issues official permission as meant in Article 44 of Government Regulation No.9/1975. But, in fact, a husband who practices polygamy without legal permission from the court is commonly found in Padang, Sumatera Barat, and this action is really against the law, especially Law No.1/1974. This analytical descriptive study was carried out in Padang Islamic Court, and the case samples were taken from Kantor Urusan Agama Padang [(KUA) the office of Padang Islamic Affairs]. The respondents comprised the KUA officials, the Padang Islamic Court officials, 15 husbands who practice polygamy without official permission from the court, and local communities to obtain oral explanation about the problems being studied.

*

Student, Magister of Notarial Affairs Study Program, School of Postgraduate Studies, USU

**

(5)

Data were collected through library and field researches using questionnaires. Supporting data were obtained from the judges of Islamic Courts, the registrar of Islamic Affairs Office, and staff of Urban Village Office through direct interview. Then the data were qualitatively analyzed.

The result of study reveals that:

1) The husbands practice polygamy without official permission from the court because of several factors, among other things, a) the husband does not want if his polygamy is publicly known, b) demand of profession, c) inadequate court requirements d) shame, e) laziness/ he does not want to arrange for what needed. Of these answers, there are three forms of polygamy registration. First, polygamy is registered as monogamy; second, polygamy is registered as polygamy; and third, the unregistered polygamy.

2) The factors enabling the registration polygamy without official permission from the court are as follows, a) polygamy is registered as monogamy because of the forging of data in the urban village office, b) polygamy is registered as polygamy because of the forging of data in the marriage certificate, and c) the polygamy is not registered at all.

3) The legal consequences of polygamy without official permission from the court are, first, the marriage is not legal; second, the illegal wife cannot receive her part of the wealth she and her husband earned; and third, the status of their children are illegal children.

It is suggested that he government need to apply a national system of computerization (under one-roof information system), and it is also suggested that the official of the Islamic Affairs Office (KUA) carefully examine the background or identities of the bride and the bridegroom, especially the completeness of their marriage administration when carrying out the wedding process. To the parents who practice polygamy, they should realize and think carefully about what may happen which will result in legal consequence to the manage itself and all parties related to the marriage.

Key words: - Legal consequence

Referensi

Dokumen terkait

Pada rentang waktu reaksi 3- 24 jam hanya terjadi hidrogenolisis THFA menjadi 1,5-PeD karena THFA terbentuk sebagai produk tunggal dari hidrogenasi FFR. Hal ini

Butter cookies parut merupakan produk kue kering yang dibuat dari tepung komposit tepung pisang kepok dan tepung umbi garut dengan proporsi berbeda. Penelitian

Tetapi ambingnya dapat berkembang dengan sangat baik / ideal sebagai ternak perah, dan kambing ini merupakan progenitor / yang memberikan darahnya pada..

Penelitian ini menunjukan bahwa ekstrak buah mengkudu memiliki daya hambat yang sama kuatnya dengan antibiotik clindamycin pada pertumbuhan bakteri Streptococcus

Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini akan dikembangkan model matematis untuk menentukan jumlah kapal dan komposisinya dengan menggunakan jumlah

Dari hasil simulasi diperlihatkan bahwa rangkaian detektor detak jantung janin menghasilkan keluaran yang diharapkan yaitu dapat mendeteksi frekuensi 2 sampai 3

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu substansi kajian penelitian terdahulu yaitu dana Qardhul Hasan diperuntukan pada CSR atau tanggung jawab sosial

Elektroda X pada sampel A dan Elektroda Y pada sampel B dengan standar AWS E 6013 mempunyai sifat mekanis yang berbeda dengan ditandai penetrasi, kekuatan tarik,