• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di Bogor"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ENTREPRENEURIAL MARKETING TERHADAP

PENGEMBANGAN DAN KEBERLANJUTAN USAHA

INDUSTRI KECIL MENENGAH FURNITURE DI BOGOR

SANJOYO YANUWAR

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Sanjoyo Yanuwar

(4)

ABSTRAK

SANJOYO YANUWAR. Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di Bogor di bawah bimbingan MA’MUN SARMA.

Industri Kecil Menengah (IKM) memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan perekonomian. Namun IKM masih memiliki permasalahan terkait pemasaran. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Entrepreneurial marketing merupakan pendekatan yang lebih sesuai ditinjau dari keterbatasan sumber daya dan permasalahan yang ada pada industri kecil dan menengah(IKM). Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh entrepreneurial marketing

terhadap pengembangan dan keberlanjutan usaha khususnya dibidang furniture dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara lalu diolah menggunakan alat analisis

Structural Equation Modeling (SEM) melalui pendekatan Partial Least Squares

(PLS). Hasil penelitian didapatkan bahwa entrepreneurial marketing berpengaruh secara signifikan terhadap keberlanjutan usaha, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan usaha. Faktor- faktor yang mempengaruhi pengembangan entrepreneurial marketing adalah diversifikasi produk, frekuensi pembuatan model atau tren baru, dan tingkat mengikuti perkembangan kebutuhan/selera pelanggan.

Kata kunci : entrepreneurial marketing, keberlanjutan usaha, pengembangan usaha, usaha furniture

ABSTRACT

SANJOYO YANUWAR. Study of Entrepreneurial Marketingfor The Small and Medium Enterprises (SMEs) of Furniture Business Sustainability Development in Bogor. Supervised by MA’MUN SARMA.

Small and Medium Enterprises (SMEs) play a very important role in economic development . However, SMEs still have a marketing related issues. To resolve these problems, Entrepreneurial Marketing (EM) is a more appropriate approach in terms of resource limitations and problems that exist in small and medium enterprises (SMEs). This study was conducted to see the effect of entrepreneurial marketing for development and business sustainability, especially in the furniture and the factors that influence the Entrepreneurial Marketing (EM). The data used was primary data obtained from interviews and analyzed using analysis tools Structural Equation Modeling (SEM) approach through a Partial Least Squares (PLS). The results showed that entrepreneurial marketing affect significantly the business sustainability, but did not significantly influence the development of the business. Factors affecting the development of entrepreneurial marketing are product diversification, frequency modeling or new trends, and keep track of the level of needs / tastes of customers .

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

PENGEMBANGAN

ENTREPRENEURIAL MARKETING

UNTUK PENGEMBANGAN DAN KEBERLANJUTAN USAHA

INDUSTRI KECIL MENENGAH FURNITURE DI BOGOR

SANJOYO YANUWAR

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi :

Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di Bogor

Nama : Sanjoyo Yanuwar

NIM : H24100031

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Dr Muhammad Najib STP MM Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan februari 2014 ini ialah

entrepreneurial marketing, dengan judul Kajian Entrepreneurial Marketing

terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma MS,

M.Ec selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Industri Kecil Menengah (IKM) furniture di wilayah Bogor. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak, seluruh keluarga, serta sahabat-sahabat tercinta.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Definisi dan Klasifikasi Industri 5

Pengertian Furniture 6

Marketing 6

Entrepreneurial Marketing 6

Prinsip kunci Entrepreneurial Marketing 7

Pengembangan Usaha 8

Keberlanjutan Usaha 8

Structural Equation Modeling (SEM) 9

Bentuk SEM dengan Partial Least Sqaure (PLS) 9

Penelitian Terdahulu 9

METODE 11

Kerangka Pemikiran 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 12

Jenis Data dan Sumber Data Penelitian 12

Jumlah dan Metode Penarikan Sampel 12

Metode Pengumpulan Data 12

Metode Pengolahan dan Analisis Data 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 16

Karakteristik Pelaku Usaha 16

Karakteristik Usaha 18

Analisis Structural Equation Modeling pendekatan Partial Least Square 19

Analisi Tabulasi Silang 25

(10)

SIMPULAN DAN SARAN 26

DAFTAR PUSTAKA 27

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di

Kota Bogor tahun 2008-2011 13

2 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di

Kabupaten Bogor tahun 2008-2011 13

3 Industri furniture di Kota Bogor 2

4 Industri furniture di Kabupaten Bogor 2

5 Perbandingan Pemasaran Tradisional dan Entrepreneurial Marketing 7

6 Variabel laten dan indikator model penelitian 14

7 Hasil Penilaian Kriteria dan Standar Nilai Mode Reflektif 18

8 Nilai analisis inner model vs standar 23

9 Analisis korelasi chi-square 25

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran 11

2. Model umum SEM PLS 14

3. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin 17

4. Karakteristik responden berdasarkan usia 17

5. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan formal 18 6. Karakteristik responden berdasarkan jenis usaha 18 7. Karakteristik responden berdasarkan omzet rata-rata/bulan (Rp) 19 8. Karakteristik responden berdasarkan kepemilikan alat produksi 19

9. Outer Model 21

10.Inner Model 23

11.Model akhir penelitian 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian 29

2 Uji validitas dan uji reliabititas 33

3 Karakteristik responden dan profil usaha 34

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Industri Kecil Menengah (IKM) memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan harus terus dikembangkan dan saling memperkuat antara usaha kecil dan usaha besar dalam rangka pemerataan serta mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.

Industri furniture telah lama diakui sebagai industri yang padat karya dan banyak menyerap lapangan kerja. Pengembangan industri furniture diarahkan kepada industri yang menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi, berdaya saing global dan berwawasan lingkungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa industri ini juga merupakan industri prioritas penghasil devisa negara mengingat begitu besarnya sumber bahan baku yang kita miliki.

Bogor merupakan kota yang berlokasi dekat dengan Ibukota Negara. Letak geografis yang strategis membuat kota ini berkembang dari segi infrastruktur maupun perekonomian. Kemajuan ekonomi kota Bogor ini tidak terlepas dari peran IKM yang membantu perekonomian daerah dengan menghasilkan produk barang dan jasa serta penyerapan tenaga kerja. Berikut ini adalah perkembangan IKM di Kota dan Kabupaten Bogor yang disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di Kota Bogor tahun 2008-2011

Tahun Jumlah Unit Usaha Persentase Pertumbuhan (%)

2008 7.693

2009 7.761 0,88

2010 7.794 0,43

2011 7.832 0,49

Sumber : Disperindag Jawa Barat (2011)

Tabel 2 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di Kabupaten Bogor tahun 2008-2011

Tahun Jumlah Unit Usaha Persentase Pertumbuhan (%)

2008 14.288

2009 14.333 0,31

2010 14.502 1,18

2011 14.505 0,21

(14)

2

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota dan Kabupaten Bogor tahun 2013 (Tabel 3 dan 4), jumlah unit usaha cenderung mengalami penurunan. Hal ini juga berdampak pada penurunan jumlah tenaga kerja yang di serap. Penurunan ini menunjukan IKM furniture memerlukan adanya peningkatan kemampuan sehingga dapat berkembang dan berkelanjutan. Namun data ini adalah data IKM yang terdaftar pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan, sehingga memungkinkan adanya IKM yang tidak melakukan pendaftaran atau tidak melakukan pendaftaran ulang sehingga tidak terdata. Tabel 3 Industri furniture di Kota Bogor

No Jenis Industri Unit usaha (unit) Sumber : Disperindag Kota Bogor (2013)

Tabel 4 Industri furniture di Kabupaten Bogor No Jenis Industri Unit usaha

(unit) Sumber : Disperindag Kabupaten Bogor (2013)

(15)

3 transparan, faktor produksi lainnya dan iklim usaha yang sehat mendukung inovasi, kewirausahaan dan praktek bisnis serta persaingan yang sehat.

Marketing (pemasaran) merupakan salah satu disiplin ilmu yang berperan penting dalam berkembangnya suatu industri, baik industri skala besar maupun industri kecil dan menengah (IKM). Akan tetapi, bagi mayoritas pengusaha kecil, pemasaran masih menjadi salah satu masalah mendasar yang harus dihadapi. Permasalahan pemasaran pada pengusaha kecil menurut Hadiyati dalam Sarma (2013) umumnya terfokus pada tiga hal, yaitu : (1) masalah persaingan pasar dan produk, (2) masalah akses terhadap informasi pasar, dan (3) masalah kelembagaan pendukung usaha kecil.

Berdasarkan kondisi tersebut diketahui bahwa konsep pemasaran yang ada (pemasaran tradisional) yang awalnya dikembangkan untuk perusahaan besar, tidak dapat langsung ditransfer ke dunia usaha kecil tanpa adaptasi. Hal itu atas dasar penerapan konsep pemasaran oleh para pelaku IKM yang dipraktekkan dengan cara yang berbeda dari buku teks pemasaran tradisional (Kraus et al., 2007). Hasil penelitian tersebut memberi gambaran bahwa dibutuhkan keberadaan konsep pemasaran yang lebih sesuai dengan karakteristik khas yang dimiliki IKM.

Entrepreneurial marketing (kewirausahaan pemasaran) merupakan pendekatan konsep yang lebih sesuai ditinjau dari keterbatasan sumber daya dan permasalahan yang ada pada IKM (Stokes 2000). Konsep entrepreneurial marketing merupakan konsep yang awalnya muncul pada pelaku usaha skala kecil atau pelaku usaha yang baru memulai bisnisnya (Stokes 2000), yang mempelajari mengenai nilai, kemampuan dan perilaku seorang wirausaha dalam menghadapi berbagai permasalahan serta mendapatkan peluang usaha (Hadiyati 2009). Pada penerapan entrepreneurial marketing, pemilik IKM cenderung melakukan strategi

bottom-up (menyesuaikan produk dengan permintaan konsumen) dan berorientasi inovasi. Hal ini sangat relevan dengan karakteristik industri furniture yang notabene peka terhadap penyesuaian produk dengan permintaan konsumen. Dalam persaingan industri furniture yang semakin meningkat, pelaku industri kecil dan menengah harus melakukan langkah strategis untuk pengembangan dan keberlanjutan usaha. Salah satunya dengan terus melakukan inovasi pemasaran yang efektif melalui entrepreneur marketing.

Perumusan Masalah

Kecenderungan saat ini, dominasi pasar furniture dunia masih melekat pada negara Cina, Italy, dan Jerman sebagai negara-negara produsen, sedangkan konsumsi furniture terbesar dunia masih didominasi oleh USA, Jepang dan negara Eropa lainnya. Selanjutnya kecenderungan negara-negara produsen furniture diharapkan bergeser ke Asia, mengingat keterbatasan bahan baku dan rotan sehingga memberikan peluang besar bagi para produsen furniture Indonesia untuk memasuki pasaran furniture dunia yang terbuka sangat luas.

(16)

4

saing, lemahnya market intelligent, dan terkait promosi di dalam dan luar negeri yang sangat terbatas (Departemen Perindustrian 2002).

Perlu adanya pemberdayaan terhadap industri kecil yang efektif dengan meningkatkan kualitas perilaku wirausaha dan kemandirian usaha, yang didukung oleh unsur penunjang dari pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah (Utami, 2007). Agar tetap mampu bertahan dan berkelanjutan, maka pelaku industri furniture harus concern terhadap daya saing usaha maupun daya saing produknya. Kunci peningkatan daya saing industri furniture menurut Susilo dalam

Septiani (2012) terletak pada pengusaha yang memiliki jiwa kewirausahaan dan jiwa inovasi yang tinggi, yang mana hal ini merupakan cerminan penerapan

entrepreneurial marketing. Selain itu, pemerintah juga berperan penting dalam peningkatan daya saing industri furniture. Secara spesifik dan operasional, Pemda berkewajiban menjadi fasilitator dalam akses permodalan pengrajin furniture , menjadi regulator dalam melindungi usaha furniture melalui kebijakan baik di tingkat input (modal dan bahan baku), hingga kebijakan di tingkat pemasaran.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka perumusan masalah penelitian yang dapat diajukan adalah:

1. Bagaimana karakteristik dan profil industri kecil dan menengah furniture di wilayah Bogor ?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi entrepreneurial marketing dalam pengembangan dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah di wilayah Bogor ?

3. Bagaimana tahapan pengembangan entrepreneurial marketing untuk pengembanga dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah furnitur di wilayah Bogor?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik dan profil industri kecil dan menengah furniture di wilayah Bogor.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi entrepreneurial marketing

dalam pengembangan usaha dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah di wilayah Bogor.

3. Menyusun tahapan pengembangan entrepreneurial marketing untuk pengembangan dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah furniture di wilayah Bogor.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah : 1. Bagi para stakeholder, khususnya para pelaku IKM furniture . Bagi para pelaku

IKM furniture , penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai potensi mereka untuk berkembang menjadi mandiri melalui pendekatan

(17)

5 2. Bagi kalangan akademis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai data dalam

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Bagi masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh entrepreneurial marketing dan kebijakan pemerintah terhadap daya saing industri furniture di wilayah Bogor, dapatmenggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan referensi.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan pada industri furniture di wilayah-wilayah sentra produksi furniture Bogor. Penelitian ini memiliki lingkup general, yang membahas furniture secara umum.Pada penelitian ini juga tidak dilakukan perbedaan perlakuan antara pengrajin dan pengusaha mandiri. Hal ini dilakukan untuk melihat potensi kemandirian usaha secara umum.

Entrepreneurial marketing, pengembangan dan keberlanjutan usaha diukur berdasarkan kemampuan pelaku usaha furniture.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Industri

Menurut Dumairy (1996), ada dua macam pengertian industri. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Persamaan jenis itu dapat berupa jenis produk akhir, jenis bahan baku, atau jenis prosesnya. Dalam konteks ini industri furniture berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil produk furniture; industri perkayuan (wood based industry) bermakna kumpulan perusahaan atau pabrik yang memproduksi barang yang bahan bakunya berasal dari kayu. Kedua, industri bermakna suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi. Industri adalah sektor industri pengolahan (manufacturing), yakni salah satu sektor produksi atau lapangan usaha dalam penghitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi. Kegiatan pengolahan itu dapat bersifat masinal, elektrikal dan manual.

Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau pendekatan. Di Indonesia, industri digolongkan berdasarkan jenis komoditi, besarnya modal usaha dan jumlah tenaga kerja. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2002) mengklasifikasikan industri berdasarkan besar kecilnya modal unit usaha yang bersangkutan, yaitu:

1. Industri Kecil adalah industri yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta dan mempunyai nilai penjualan kurang dari Rp 1 milyar per tahun 2. Industri Menengah adalah industri yang mempunyai nilai penjualan per tahun

lebih besar dari Rp 1 milyar namun kurang dari Rp 50 milyar

(18)

6

Pengertian Furniture

Menurut Brit dalam Ningrum (2010) menjelaskan Furniture adalah istilah kolektif untuk objek bergerak yang mendukung tubuh manusia (tempat duduk furnitur dan tempat tidur), menyediakan penyimpanan, dan memegang benda pada permukaan horisontal di atas tanah. Penyimpanan furniture digunakan untuk menahan atau berisi objek yang lebih kecil seperti alat-alat, buku, dan barang rumah tangga. Furniture dapat menjadi produk seni dan dianggap sebagai bentuk seni dekoratif. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia mebel/furniture

adalah perabot rumah seperti meja, kursi, almari, tempat tidur dan lain-lain. Furniture dapat dibuat menggunakan berbagai sendi kayu yang sering mencerminkan budaya lokal.

Marketing

Kotler (2005) mengungkapkan bahwa ruang lingkup utama pemasaran adalah bagaimana memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada akhirnya menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Di sisi lain, American Marketing Association

(AMA) menurut Hills et al (2008) memberikan definisi pemasaran yang lebih luas, dimana pemasaran dianggap sebagai seperangkat proses untuk mengelola hubungan pelanggan dengan tujuan menguntungkan organisasi dan perusahaan, serta memberikan nilai optimal bagi para stakeholder. Ketika terjadi perubahan nilai pada stakeholder, maka konsep pemasaran akan berubah sesuai dengan perubahan tuntutan stakeholder dan perkembangan pasar.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, konsep pemasaran juga mengalami perkembangan dalam sudut pandang kontekstualnya. Crosier dalam Hadiyati (2009) menyatakan konsep dasar dalam pemasaran tradisional dapat diklasifikasikan menjadi tiga sudut pandang, meliputi: (1) pemasaran sebagai budaya organisasi yang memperhatikan pentingnya pasar atau konsumen, (2) pemasaran sebagai proses strategis yang membahas mengenai kemampuan perusahaan dalam bersaing dan bertahan di pasar, dan (3) pemasaran sebagai serangkaian fungsi atau metode taktis dalam menetapkan pengembangan produk, menetapkan harga, melakukan promosi dan menggunakan saluran distribusi. Di samping ketiga elemen tersebut, menurut Kohli dan Jaworski dalam Septiani (2012) elemen inteligensi pasar juga merupakan elemen penting dalam konsep dasar pemasaran, dimana elemen ini berkaitan dengan sistem pengumpulan informasi pasar melalui kegiatan riset pemasaran terstruktur.

Entrepreneurial Marketing

(19)

7 tinggi dan tingkat formalisasi praktik pemasaran rendah, sehingga praktek pemasaran ini dapat mencerminkan kepribadian pemilik dan tujuan usaha. Pernyataan tersebut didukung oleh Bjerke dan Hutltman (2002), dalam bukunya

yang berjudul “Entrepreneurial Marketing: The Growth of small firms inthe new economic era”, yang mendefinisikan entrepreneurial marketing sebagai konsep pemasaran perusahaan retailer yang tumbuh melalui kewirausahaan.

Stokes (2000) memfokuskan konsep entrepreneurial marketing pada elemen inovasi dan pengembangan ide-ide sesuai dengan perkembangan pasar, sebagai kunci untuk kelangsungan hidup, pengembangan dan keberhasilan usaha kecil atau baru. Pada dasarnya, entrepreneurial marketing merupakan refleksi sebuah sikap proaktif dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi berbagai peluang dalam rangka mendapatkan dan mempertahankan pelanggan yang menguntungkan melalui berbagai pendekatan yang inovatif untuk mengelola resiko, mengoptimalkan sumberdaya, menciptakan nilai, dengan hubungan stakeholder (marketing network) dan karakteristik wirausaha (EM competencies) sebagai konsep dasarnya (Ionita 2012).

Berdasarkan perspektif pemasaran umum, keberadaan konsep kewirausahaan pemasaran diposisikan sebagai pelengkap teori pemasaran yang sudah ada (Bjerke dan Hutlman 2002). Konsep entrepreneurial marketing

bukanlah area revolusioner, yang menganggap perspektif pemasaran sebelumnyatelah usang. Pendekatan ini merupakan pendekatan kotingensi yang lebih sesuaiditinjau dari keterbatasan sumber daya dan permasalahan yang ada pada IKM (Stokes 2000).

Prinsip Kunci Entrepreneurial Marketing

Kemunculan konsep entrepreneurial marketing merupakan respon dari beberapa hasil penelitian empiris yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara teori pemasaran tradisional dan praktek pemasaran pada pelaku usaha dalam skala kecil (Ionita, 2012).Melalui pendekatan entrepreneurial marketing, pengusaha kecil mampu menciptakan suatu kondisi usaha yang lebih terarah terkait dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Hills et al (2008) memaparkan proses kewirausahaan pemasaran berdasarkan empat prinsip pemasaran dan perilaku aktivitas entrepreneurial, sehingga memudahkandilakukannyaperbandingan antara teori pemasaran dalam buku teks standar seperti Kotler, serta pemasaran yang telah sukses dilakukan oleh

entrepreneur dan manajer dari usaha entrepreneurial. Stokes (2000) merangkum perbedaan antara traditionalmarketing dan entrepreneurial marketing tersebut dalam Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Perbandingan pemasaran tradisional dan entrepreneurial marketing

Prinsip Pemasaran Pemasaran Tradisional Entrepreneurial Marketing

Konsep Berorientasi konsumen

(dorongan pasar), pengembangan produk melalui penilaian formal

(20)

8

Lanjutan Tabel 5

Prinsip Pemasaran Pemasaran Tradisional Entrepreneurial Marketing

Strategi Pendekatan top-down: segmentasi, targeting, dan

positioning

Pendekatan bottom-up dari konsumen dan kelompok pengaruh lainnya

Metode Bauran pemasaran, 4P/7P Metode pemasaran interaktif,

word-ofmouth marketing, dan penjualan langsung

Inteligensi pasar Riset pasar formal dan sistem Inteligensi

Jaringan informal dan pengumpulan Informasi

Sumber: Stokes (2000)

Pengembangan Usaha

Hubeis (1997) mengatakan bahwa beberapa strategi pemberdayaan industri kecil adalah: (1) peningkatan pemahaman (cara berpikir) tentang proses pembuatan keputusan untuk merumuskan dan mencari altenatif pemecahan masalah yang dihadapi, (2) peningkatan kemampuan mengenali lingkungan untuk mencari dan menciptakan peluang usaha yang efektif dan prospektif melalui suatu perencanan bisnis (business plan) komprehensif dan terpadu, (3) menciptakan keunggulan dalam persaingan dengan cara menekan biaya produksi, membuat diferensiasi produk dan menemukan peluang pasar yang kurang dimanfaatkan pesaing serta penguasaan informasi pasar (market intelligence),(4) memilih dan menjalin kerjasama usaha melalui berbagai jalur kemitraan, baik bersifat sementara maupun permanen, bersifat backward (pemasok) atau forward linkage

(penjual) secara serentak, dan (5) peningkatan kualitas SDM melalui pemberdayaan (empowerment) profesionalisme (keterampilan, pengetahuan dan etika bisnis), learning organization, komunikasi timbal balik dan berpikir reaktif-proaktif, dan pembinaan kelembagaan (pelatihan, magang, dan inkubasi bisnis)

Dari hasil penelitiannya, Utami (2007) merekomendasikan dua hal dalam strategi pengembangan usaha pengrajin, yaitu: (1) peningkatan kualitas perilaku usaha dan kemandirian usaha, dan (2) adanya kelembagaan usaha dengan dukungan dari pemerintah daerah, ornop, dan Perguruan Tinggi.

Keberlanjutan Usaha

(21)

9 kreditur yang dapat menghambat penambahan modal, persaingan dunia bisnis yang semakin ketat, serta kondisi perekonomian secara global.

Structural Equation Modeling (SEM)

Menurut Ghozali et al (2005), Structural Equation Modeling (SEM) merupakan suatu teknik analisis statistik multivariat, yang memungkinkan peneliti untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel yang kompleks, baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai suatu model. Tidak seperti analisis multivariat biasa (regresi berganda dan analisis faktor), analisis SEM dapat melakukan pengujian model structural (uji hubungan antar peubah laten) dan model measurement (uji hubungan antara peubah indikator dengan peubah laten) secara bersamaan. Sehingga peneliti dapat menguji kesalahan pengukuran (measurement error) serta melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.

Bentuk SEM dengan Partial Least Squares (PLS)

Partial least squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold pada tahun 1996 sebagai metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan konstruk laten dengan multiple indikator (Ghozali 2008). PLS merupakan metode analisis yang powerful karena dapat diterapkan pada semua jenis skala data (distribution free) dimana tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu sehingga data dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan rasio.Di samping itu, pendekatan SEM dengan PLS juga tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel yang dibutuhkan juga tidak harus besar. Selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi(Ghozali 2008).

Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang industri furniture telah banyak dilakukan, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2008) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mendukung pembangunan klaster industri furniture di Kota Palangka Raya adalah dorongan dan bantuan yang besar dari Pemerintah Kota Palangka Raya, Pemprov Kalimantan Tengah dan Departemen Perindustrian serta Departemen Koperasi dan UKM, adanya potensi bahan baku kayu dan rotan dan terdapatnya SMK Teknik Pertukangan. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat adalah lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah, ketidakpastian status lahan sentra industri, hambatan akses kepada modal usaha, maraknya peredaran kayu illegal, lemahnya daya serap pasar lokal, minimnya keberadaan industri pemasok dan pendukung, rendahnya semangat kewirausahaan IKM furniture dan lemahnya faktor kunci penentu daya saing daerah seperti keterbatasan infrastruktur (jalan, listrik, transportasi) dan lambannya perkembangan ekonomi daerah.

(22)

10

meningkatkan desain/inovasi produk, memperbaiki administrasi perusahaan, menjaga hubungan baik dengan pemasok bahan baku, meningkatkan mutu produk, membuat terminal bahan baku dan melakukan kemitraan dengan usaha besar/usaha menengah.

Hasil penelitian Ningrum (2010) menyimpulkan bahwa beberapa faktor yang menjadi kekuatan UD. Suryani Furniture antara lain memiliki prospek usaha yang baik dan ramah lingkungan, memiliki pimpinan yang berjiwa sosial, bertanggungjawab, cerdas, semangat yang besar dan berjiwa wirausaha, memiliki produk yang bernilai ekonomis,dan berdaya saing tinggi dan terbina suasana kerja yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong antara karyawan, dan tim manajerial. Sedangkan faktor internal yang menjadi kelemahan UD. Suryani

Furniture antara lain posisi UKM yang masih melakukan kegiatan secara mandiri dengan peralatan sederhana, kurangnya pendidikan SDM yang dimiliki, sarana dan prasarana yang masih terbatas, sistem keuangan yang masih sangat sederhana, modal kerja yang terbatas, dan kurang konsistensinya anggota organisasi terhadap tugas-tugasnya.

Hadiyati (2009) dalam penelitiannya dengan judul “Kajian Pendekatan

Pemasaran Kewirausahaan Dan Kinerja Penjualan Usaha Kecil “ menunjukan

bahwa pemasaran adalah masalah mendasar yang juga dihadapi oleh pengusaha kecil. Dari hasil analisis regresi linier berganda diketahui bahwa, variabel pemasaran kewirausahaan yang meliputi konsep, strategi, metode dan intelegensi pasar berpengaruh terhadap kinerja penjualan, baik secara simultan maupun

parsial. “Strategi” dalam hal ini pendekatan bottom-up (menyesuaikan produk dengan selera konsumen) merupakan variabel pemasaran kewirausahaan yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kinerja penjualan.

Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu antara lain adalah pada objek penelitian, variabel yang diteliti dan alat analisis yang digunakan. Pada penelitian ini melakukan analisis terkait strategi pengembangan entrepreneurial marketing terhadap perkembangan dan keberlanjutan usaha industri kecil dan menengah dengan komoditi yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah furniture dimana menggunakan analisis structural equation modeling (SEM) melalui pendekatan partial leastsquares (PLS).

Hipotesis Penelitian

Arikunto dalam Sarma (2013) menyatakan bahwa hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian dan dibuktikan melalui pengujian pada data yang terkumpul. Berdasarkan tujuan penelitian serta tinjauan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan adalah:

H1 : Entrepreneurial marketing berpengaruh positif terhadap pengembangan usaha industri kecil dan menengah/kecil furniture di Bogor.

H2 : Pengembangan usaha berpengaruh positif terhadap keberlanjutan usaha industri kecil dan menengah/kecil furniture di Bogor

(23)

11

METODE

Kerangka Pemikiran Penelitian

Bogor memiliki potensi industri furniture yang sangat prospektif untuk terus dikembangkan. Industri furniture juga memiliki potensi peluang pasar di luar negeri sebagai salah satu komoditi ekspor unggulan Bogor. Namun, ternyata mayoritas pelaku IKM furniture di wilayah Bogor masih berada pada kondisi yang tidak ideal, dimana IKfurniture tidak mengalami perkembangan yang signifikan dan tidak jauh berbeda kondisinya ketika awal didirikan.

Agar tetap mampu bertahan dan berkelanjutan, maka pelaku IKM furniture perlu meningkatkan daya saing perusahaan maupun daya saing produknya. Kunci peningkatan daya saing IK terletak pada kompetensi pelaku usaha yang tercermin dalam penerapan entrepreneurial marketing. Melihat begitu pentingnya

entrepreneurial marketing dalam mengoptimalkan pengembangan dan keberlanjutan industri furniture, maka dilakukan analisis pengaruh antar variabel-variabel tersebut melalui analisis SEM dengan pendekatan PLS.

: Alur penelitian

: Teknik analisis yang digunakan

Gambar 1 Kerangka pemikiran Keberlanjutan

Usaha

Tahapan Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha

Karakteristik Industri Furniture Kompetensi

Pengusaha Entrepreneurial

Marketing

Pengembangan Usaha SEM dengan PLS

Analisis Deskripstif

Faktor Internal Faktor Eksternal

Karakteristik Usaha

Karakteristik Perilaku Pengembangan IKM Furniture

(24)

12

Lokasi dan Waktu Penelitia n

Penelitian ini dilaksanakan di Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten dan Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai dengan Maret 2014.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari informasi yang diberikan pelaku usaha IKM furniture Kabupaten dan Kota Bogor. Sebagian besar data primer berjenis informasi kualitatif. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini menggunakan Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Kamar Dagang dan Industri kota Bogor.

Jumlah dan Metode Penarikan Sampel

Sampel penelitian adalah pelaku industri kecil dan menengah urniture di sentra-sentra produksi furniture di wilayah Bogor. Penentuan jumlah sampel ditetapkan menurut Gay yaitu sebanyak 30 sampel yang sesuai dengan batas minimal metode deskriptif-korelasional (Suharso 2009). Namun untuk mengurangi adanya data yang tidak sesuai maka sampel yang diambil sebanyak 34 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah penarikan sampel non-probabilitas (non probability sampling). Berdasarkan teknik ini, probabilitas elemen dalam populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak diketahui. Sedangkan metode yang digunakan adalah dengan convenience sampling yaitu metode penetapan sampel berdasarkan kebetulan dimana anggota populasi yang ditemui bersedia untuk menjadi responden.

Metode Pengumpulan Data

(25)

13 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan reliabel. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap hasil data kuesioner yang diperoleh.

Uji Validitas

Menurut Umar (2005), uji validitas digunakan untuk melihat tingkat validitas suatu kuisioner yang digunakan dalam pengumpulan data. Uji validitas dalam penelitian ini akan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson

dalam menghitung nilai korelasi pada setiap item pertanyaan. Rumus korelasi

product moment Pearson adalah sebagai berikut :

√ ∑ ∑ ∑ ∑ ... (1)

Keterangan :

r = Koefisien korelasi Pearson

N = Jumlah Responden

X = Variabel bebas (skor masing-masing pertanyaan dari tiap responden) Y = Variabel terkait (skor total semua pertanyaan dari tiap responden) Uji Reliabilitas

Menurut Umar dalam Sarma, apabila kuisioner telah terbukti valid, maka keabsahan kuisioner tersebut diuji reliabilitasnya.. Teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan kuisioner dalam penelitian ini adalah teknik Alpha Cronbach

dengan rumus sebagai berikut :

∑ ... (2) Keterangan:

= Keandalan instrumen k = Jumlah butir pertanyaan ∑ = Jumlah ragam butir

= Ragam total

Hasil validitas dan reliabilitas terdapat pada Lampiran 2. Analisis Deskriptif Frekuensi dan Tabulasi Silang

Analisis deskriptif frekuensi dilakukan pada data identitas responden, karakteristik pelaku usaha dan karakteristik usaha yang menghasilkan sebaran frekuensi dalam persentase dari variabelnya dan analisis tabulasi silang pada data pengembangan usaha, keberlanjutan usaha dan entrepreneurial marketing.

Analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan pendekatan Partial Least Squares (PLS)

(26)

14

merupakan metode analisis yang powerful karena dapat diterapkan pada semua jenis skala data (distribution free) dimana tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu sehingga data dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan rasio.Di samping itu, pendekatan SEM dengan PLS juga tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel yang dibutuhkan juga tidak harus besar. Selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi (Ghozali, 2008).

Analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan Partial Least Squares (PLS) digunakan untuk melihat pengaruh langsungdan tidak langsung antar peubah penelitian sekaligus dapat merumuskan model pengembangan industri kecil dan menengah. Berdasarkan hasil analisis SEM dengan pendekatan PLS, juga akan diperoleh berbagai indikator yang benar-benar kuat dalam menggambarkan masing-masing variabel latennya.

Gambar 2 Model umum SEM PLS Tabel 6 Variabel laten dan indikator model penelitian

Variabel Sub Variabel Indikator Ukuran

Entrepreneurial Marketing

Konsep Inovatif

Idea - driven

Intuitif mengenai kebutuhan pasar

Tingkat kemampuan membaca peluang pasar

Tingkat

pengambilan resiko

Tingkat kemampuan berkreasi dalam produk

Tingkat kemampuan berkreasi dalam penjualan

Tingkat intensitas penerapan

(27)

15 Lanjutan Tabel 6

Variabel Sub Variabel Indikator Ukuran

(28)

16

Lanjutan Tabel 6

Variabel Sub Variabel Indikator Ukuran

Pengembangan

Pelaku usaha memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan perkembangan dan keberlanjutan usaha dengan kemampuan dan keputusan yang dimilikinya, sehingga karakteristik pelaku usaha tersebut perlu diperhatikan. Karakteristik dan pelaku usaha Industri Kecil dan Menengah furniture di Bogor terdapat pada lampiran 3. Karakteristik yang diteliti diantaranya : jenis kelamin, usia, pendidikan formal, lama usaha, alasan usaha, serta pekerjaan sebelum menekuni usaha furniture.

Jenis Kelamin

(29)

17

Gambar 3 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan jenis kelamin Usia

Berdasarkan karakteristik usia. responden terbanyak adalah pelaku usaha dengan skala umur 30-40 tahun sebesar 44% dari total resonden. Kemudian di skala umur 41-50 tahun sebesar 26% dari total resonden. Skala usia 51-60 tahun sebesar 18% dari total resonden. Skala usia lebih dari 60 tahun sebesar 9% dari total resonden dan skala usia dibawah 30 tahun sebesar 3% dari total resonden. Responden skala usia 30-40 tahun menjadi mayoritas, hal ini menunjukan pelaku usaha furniture di Bogor dalam usia produktif. Pelaku usaha yang berusia produktif bisa merupakan anak pengrajin lama yang kini berusia lanjut atau merupakan mantan pekerja di usaha furniture sebelum mendirikan usaha secara mandiri.

Gambar 4 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan usia Pendidikan Formal

Berdasarkan karakteristk pendidikan formal. Sebagian besar responden merupakan lulusan SMA/SMK/MA, yaitu sebesar 56% dari total responden. Lulusan SD/MI sebesar 20% dari total responden. Lulusan SMP/MTS sebesar 18% dari total responden. Lulusan Perguruan tinggi sebesar 3% dan tidak taman sekolah dasar sebesar 3%. Responden dengan lulusan SMA/SMK/MA menjadi mayoritas karena tingkat pendidikan SMA/SMK/MA dipandang sudah cukup memberikan kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan. Jika dilihat secara general, mayoritas responden merupakan kalangan tamat sekolah yaitu sebesar 97% dari total responden. Hal ini menunjukan bahwa mereka semakin menyadari arti pentingnya pendidikan sebagai penunjang usaha mereka.

Laki-laki 91% Perempuan

9%

< 30 tahun

3%

30-40 tahun 44% 41-50

tahun 26%

51-60 tahun 18%

> 60 tahun

(30)

18

Gambar 5 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan pendidikan formal

Karakteristik Usaha

Karakteristik Usaha yang diteliti diantaranya : jenis usaha, jumlah pekerja, omzet rata-rata/bulan, awal mula menjalankan usaha, serta kepemilikan alat produksi.

Jenis Usaha

Berdasarkan karakteristik jenis usaha. Sebagian besar responden tergolong dalam jenis usaha pada industri kecil sebesar 94% dari total responden. sedangkan sebesar 6% dari total responden tergolong dalam jenis usaha industri menengah. Ha ini menunjukan usaha furniture di Bogor masih dalam posisi pertumbuhan dan memiliki potensi besar untuk berkembang.

Gambar 6 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan jenis usaha

Omzet rata-rata/bulan (Rp)

Berdasarkan karakteristik omzet rata-rata/bulan (Rp). Sebagian besar responden memiliki omzet rata-rata/bulan kurang dari 30 juta sebesar 65% dari total respoden. Pada skala omzet rata-rata/bulan 30-50 juta sebesar 26% dari total responden. Pada skala omzet rata-rata/bulan lebih dari 100 juta sebesar 6% dan pada skala omzet rata-rata/bulan 51-100 juta sebesar 3 %. Ha ini menunjukan bahwa usaha furniture di Bogor dalam kondisi pertumbuhan dan memiliki peluang yang prospektif untuk mengembangkan usahanya.

SD/MI 20%

SMP/MTs 18% SMA/SMK

/MA 56%

Perguruan Tinggi

3%

Tidak tamat sekolah

3%

Industri Kecil 94% Industri

(31)

19

Gambar 7 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan omzet rata-rata/bulan (Rp) Kepemilikan alat produksi

Berdasarkan karakteristik kepemilikan alat produksi. Sebagian besar responden memiliki alat produksi yang memadai sebesar 53% dari total responden. Sebesar 29% dari total responden memiliki alat produksi yang kurang memadai. Sebesar 12% dari total responden memiliki alat produksi yang sangat memadai dan sebesar 6% memiliki alat produksi yang sangat kurang memadai. Hal ini menunjukan bahwa walaupun mayoritas usaha termasuk dalam usaha industri kecil namun sebagian besar sudah memiliki alat produksi yang memadai. Hal ini dapat mempercepat perkembangan usaha mengingat kepemilikan alat produksi termasuk kedalam hal yang krusial.

Gambar 8 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan kepemilikan alat produksi

Analisis Structural Equation Modeling pendekatan Partial Least Square

Pada penelitian ini terdapat tiga buah variabel laten yang di ukur, yaitu

Entrepreneurial Marketing (EM), Pengembangan Usaha (PU) dan Keberlanjutan Usaha (KU). Masing-masing variabel laten tersebut memiliki beberapa variabel

manifest (indikator), yang merupakan indikator-indikator reflektif yang diperoleh berdasarkan konseptualisasi sesuai kajian pustaka. Selanjutnya, pada analisis SEM PLS akan dilakukan dua analisis model yaitu: analisis outer model dan analisis

inner model. Hasil pengolahan SEM PLS terdapat pada lampiran 4.

Model pengukuran (outer model) adalah model yang mendefinisikan hubungan indikator dengan variabel latennya. Analisis data dengan menggunakan Smart PLS semula dilakukan terhadap model awal. Evaluasi outer model

dilakukan terhadap konstruk yang direfleksikan oleh indikator-indikatornya. Ukuran refleksif indikator dengan konstruknya dikatakan tinggi jika memiliki nilai loading factor lebih dari 0,7 (Ghozali, 2008). Indikator yang memiliki nilai

loading factor kurang dari 0,7 akan didrop atau dihapus. Tahapan pendropan dilakukan secara satu per satu, pada nilai loading factor yang paling kecil. Untuk

(32)

20

mendapatkan model terbaik, proses pendropan dilakukan berulang hingga semua indikator pada variabel laten memiliki nilai loading factor minimal 0,7.

Di sisi lain, model struktural atau inner model adalah model yang menggambarkan signifikansi hubungan dan pengaruh antar variabel laten, yaitu peubah EM dan PU terhadap KU. Analisis model inner akan menjawab hipotesis yang diajukan dalam penelitian. Proses untuk mendapatkan inner model dilakukan melalui teknik bootstrapping dengan Smart PLS. Teknik bootstrapping adalah teknik rekalkulasi data sampel secara random untuk memperoleh nilai T-statistik. Berdasarkan nilai T-statistik yang diperoleh, maka dapat diketahui hubungan antar variabel yang diukur. Selanjutnya, besarnya pengaruh antar variabel dapat dilihat dari kriteria estimasi koefisien jalur untuk masing-masing path yang ada.

Analisi Outer Model

Pengujian model reflektif terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan 5 kriteria yaitu: Loading factor, Composite Reliability, Average Variance Extracted (AVE), Akar kuadrat AVE, dan Cross Loading (Ghozali, 2008).

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa model ini telah memenuhi nilai standar pada setiap kriteria outer model yang ada. Sehingga, dapat dikatakan bahwa midel ini memiliki validitas dan reliabilitas yang baik.

Tabel 7 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai model reflektif

No Kriteria Penjelasan Standar Hasil Penilaian

(33)

21 Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa variabel laten EM merupakan laten yang memiliki indikator utama terbanyak dibandingkan dengan laten lainnya. Masing-masing indikator tersebut memiliki nilai loading faktor diatas 0,7, hal ini berarti bahwa interelasi masing-masing indikator dalam mencerminkan latennya termasuk pada kategori tinggi.

Gambar 9 Outer Model

Model akhir menunjukkan bahwa, variabel laten EM dicerminkan oleh 3 indikator utama, yaitu: EM K5 (frekuensi diversifikasi produk), EM K7 (frekuensi pembuatan model atau tren baru), dan EM S1 (tingkat mengikuti perkembangan kebutuhan/selera pelanggan). Hal ini berarti bahwa,berdasarkan persepsi pelaku usaha, kemampuan entrepreneurial marketing yang baik adalah ketika setidaknya 3 indikator utama reflektif tersebut dapat terlaksana dengan optimal. Indikator EM K7 (frekuensi pembuatan model atau tren baru), merefleksikan interelasi terbesar dalam menggambarkan entrepreneurial marketing dengan nilai loading factor 0,843. Hasil tersebut memberi gambaran bahwa, keberadaan frekuensi pembuatan model atau tren baru merupakan hal yang paling dominan dalam mencerminkan kemampuan entrepreneurial marketing, yang nantinya akan berpengaruh pada keberlanjutan industri furniture. Berdasarkan hasil interview

diketahui bahwa, frekuensi pembuatan model atau trend baru tidak memiliki kisaran waktu yang rutin, karena bisa jadi model tertentu dapat laku dan bertahan dalam waktu yang cukup lama. Umumnya, pelaku usaha menyesuaikan pembuatan model baru berdasarkan permintaan konsumen dan trend di pasaran.

(34)

22

Kemampuan entrepreneurial marketing yang baik pada pelaku usaha dicerminkan secara dominan oleh indikator-indokator yang membentuk sub variabel konsep dan strategi. Sub variabel konsep menjelaskan mengenai diversifikasi dan inovasi produk, sedangkan strategi berkaitan dengan cara pelaksanaan. Dalam hal diversifikasi dan inovasi produk, sebagian besar pelaku usaha furniture telah piawai melakukannya. Mayoritas dari mereka memiliki buku-buku desain furniture atau katalog, untuk mencari model furniture terkini. Bahkan, bagi sejumlah pelaku usaha yang cukup berkembang, mereka menggunakan akses internet untuk benchmarking dan memunculkan ide-ide baru dalam berinovasi. Dalam hal strategi, sebagian pelaku usaha sudah memiliki strategi yang baik. Karena mereka sudah mengusai kemampuan dasar dalam pembuatan furniture, sehingga mereka cukup ahli dalam memenuhi selera pelanggan. Namun karena keterbatasan modal dan sumberdaya manusia sebagian besar pelaku usaha furniture kurang dalam melakukan ekspansi ke daerah pemasaran yang baru, namun mereka sudah mampu memasarkan hasil produksi sesuai dengan daya beli pelanggan.

Selanjutnya, variabel laten PU dicerminkan oleh indikator PU1 (kemudahan memperoleh dana dari bank). Indikator PU memiliki interelasi yang tinggi dalam menggambarkan variabel latennya, dimana memiliki nilai loading factor lebih dari 0,7. Hal ini menggambarkan bahwa melalui pencapaian indikator tersebut, maka pengembangan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha termasuk pada kategori baik. Indikator PU1 (kemudahan memperoleh dana dari bank) memiliki nilai loading factor sebesar 1,00. Hal ini menunjukan bahwa kebutuhan akan adanya peralatan dan modal merupakan hal yang sangat penting untuk terlaksananya pengembangan usaha yang baik dalam sebuah industri. Dengan adanya peralatan dan modal yang memadai, pelaku usaha dapat mengembangkan potensi sumberdaya manusia yang dimiliki.

Di sisi lain, variabel laten KU dicerminkan oleh indikator KU1 (peningkatan jumlah pelanggan per tahun). Sehingga, keberlanjutan usaha dapat dikatakan baik apabila indikator tersebut telah tercapai secara optimal. Peningkatan jumlah pelanggan akan meningkatkan jumlah penjualan yang akhirnya dapat menopang keberlanjutan usaha.

Analisis Inner Model

(35)

23 Tabel 8 Nilai analisis inner model vs standar

No Kriteria Penjelasan Standar Hasil Penilaian

1. R² dari Melalui metode bootstrapping pada Smart PLS, diperoleh nilai T-statistik sebagai acuan menilai signifikansi statistik model penelitian dengan menguji hipotesis untuk tiap jalur hubungan. Berdasarkan Gambar 10, diketahui bahwa dari tiga path yang ada, hanya ada satu path yang memiliki pengaruh yang signifikan (lebih besar dari T-tabel). Hasilnya menunjukkan bahwa variabel EM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap KU, dengan nilai T-statistik sebesar 2,736 (lebih besar dari T-tabel). Sedangkan variabel EM tidak berpengaruh secara signifikan terhadap PU, dengan nilai statistik sebesar 1,784 (lebih kecil dari T-tabel), hal ini berarti hipotesis 1 tidak dapat diterima. Begitu juga dengan variabel PU tidak berpengaruh secara signifikan terhadap KU, dengan nilai T-statistik sebesar 0,722 (lebih kecil dari T-tabel), hal ini berarti hipotesis 2 tidak dapat di terima.

(36)

24

Besarnya pengaruh laten eksogen terhadap laten endogen dapat dilihat daribesaran nilai koefisien jalur. Diketahui bahwa variabel laten EM memiliki pengaruh positif langsung terhadap KU, dengan koefisien jalur sebesar 0,360. Dengan demikian hipotesis 3 (H3) dapat diterima. Besaran nilai koefisien jalur dapat di interpretasikan bahwa, ketika terjadi kemajuan dalam kemampuan

entrepreneur marketing pelaku usaha, maka akan meningkatkan pengembangan usaha sebesar 36%. Hasil analisis ini menunjukan bahwa keberadaan

entrepreneurial marketing sangat penting dalam menentukan keberhasilan keberlanjutan usaha. Hal ini sejalan dengan Stokes (2000) yang menyatakan bahwa entrepreneurial marketing merupakan kunci dalam menentukan kelangsungan hidup, pengembangan dan keberhasilan usaha kecil.

Pada industri furniture, inovasi dan diversifikasi produk sangat diperlukan agar konsumen tidak merasa jenuh dengan jenis dan model produk yang monoton dan mempunyai banyak alternatif dalam menentukan furniture yang dibutuhkannya. Selain itu, perencanaan strategi pemasaran juga sangat diperlukan untuk meningkatkan penjualan dan memenangkan persaingan. Sehingga, kemampuan entrepreneurial marketing dalam hal konsep yang mengedepankan inovasi dan diversifikasi produk, merupakan faktor-faktor dominan yang dapat dilaksanakan untuk keberlnjutan usaha. Peningkatan kemampuan keberlanjutan usaha yang disebabkan oleh peningkatan kemampuan entrepreneurial marketing,

dapat dicerminkan oleh pencapaian yang optimal indikator utama keberlanjutan usaha, yaitu jumlah pelanggan per tahun.

Karena entrepreneurial marketing berpengaruh secara sifnifikan terhadap keberlanjutan usaha. Namun entrepreneurial marketing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengembangan usaha, demikian juga dengan pengembangan usaha terhadap keberlanjutan usaha. Sehingga model akhir tahapan pengembangan entrepreneurial marketing dapat dilihat pada gambar 11 berikut.

: Berpengaruh secara signifikan : Tidak berpengaruh secara signifikan

Gambar 11 Model akhir penelitian

Entrepreneuria l Marketing

Pengembanga n usaha

(37)

25 Analisis Tabulasi Silang

Pada analisis tabulasi silang, akan melihat pengaruh karakteristik responden terhadap model hasil penelitian. Jika nilai chi-square kurang dari 0,05 maka terdapat hubungan, namun jika lebih dari 0,05 maka tidak terdapat hubungan.

Tabel 9 Analisis korelasi chi-square

Variabel Chi-Square

EM PU KU

Jenis kelamin 0,945 0,095 0,273

Usia 0,384 0,128 0,157

Pendidikan 0,198 0,348 0,651

Alasan 0,538 0,708 0,268

Jenis Usaha 0,887 0,418 0,432

Umur Usaha 0,736 0,518 0,089

Omzet 0,398 0,075 0,759

Jam Kerja 0,774 0,261 0,741

Dari tabel memperlihatkan, tidak ada nilai chi-square yang dibawah 0,05, sehingga menunjukan tidak ada hubungan antara karakteristik pelaku usaha dengan model hasil penelitian. Sehingga perubahan pada responden tidak akan mempengaruhi model hasil penelitian secara signifikan.

Implikasi Manajerial

Pengembangan dan keberlanjutan usaha kuliner dapat dicapai melalui serangkaian tindakan manajerial. Tindakan manajerial tersebut sebaiknya disesuaikan dengan empat prinsip entrepreneurial marketing yaitu konsep, strategi, metode, dan inteligensi pasar.

Konsep

Pelaku usaha furniture dalam menjalankan usahanya harus mempunyai kemampuan yang baik sehingga dapat berkreasi dan menciptakan model atau tren baru. Kemudian mereka juga harus melakukan diversifikasi produk agar produk yang dimilikinya mempunyai keragaman sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Kemampuan dalam menciptakan model baru dan diversivikasi ini dapat ditingkatkan melalui kursus atau berkunjung ke pelaku usaha yang lain sehingga dapat bertukar pikiran dan sharing pengalaman. Selain itu melalui memperbanyak informasi dan wawasan melalui media atau pameran juga dapat dilakukan. Perlu adanya rencana terjadwal untuk mencapai target tersebut agar dapat terkontrol dengan baik.

Strategi

(38)

26

selanjutnya dapat melakukan ekspansi pada konsumen dengan karakteristik yang sama.

Metode

Pada tingkat taktis, perlu adanya metode pemasaran yang interaktif. Hal ini agar dapat menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan baru maupun pelanggan lama. Sehingga jumlah pelanggannya terus meningkat. Dalam hel metode juga dapat dikembangkan melalui mord of mouth dan direct selling untuk memberikan citra yang baik dan pelayanan yang memuaskan konsumen.

Inteligensi Pasar

Pelaku usaha harus memiliki informasi yang memadai untuk perkembangan dan keberlanjutan usaha. Informasi ini terkait pesaing, trend yang sedang berkembang, peluang bantuan modal, dan potensi daerah pasar, maupun pemasok bahan baku. Selain itu pelaku usaha harus fleksibel dalam menerima kritik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan : 1. Karakteristik pelaku usaha IKM Furniture di Bogor mayoritas berjenis kelamin

laki-laki dengan usia 30-40 tahun. Mayoritas pelaku usaha memiliki tingkat pendidikan formal hingga bangku SMA/SMK/MA. Sedangkan karakteristik usaha IKM Furniture di Bogor mayoritas termasuk dalam industri kecil namun sudah memiliki alat produksi yang memadai. Sebagian besar usaha sudah berjalan lebih dari lima tahun. Awal mula dalam menjalankan usaha mayoritas tidak mengikuti keluarga atau merintis usaha secara mandiri dengan memiliki omzet rata-rata/bulan kurang dari Rp 30.000.000.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi entrepreneurial marketing dalam pengembangan usaha dan keberlanjutan usaha adalah frekuensi diversifikasi produk, frekuensi pembuatan model atau tren baru, dan tingkat mengikuti perkembangan kebutuhan/selera pelanggan.

3. Tahapan pengembangan entrepreneurial marketing untuk pengembangan dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah furniture di Bogor adalah di arahkan langsung manuju keberlanjutan usaha. Pengembangan entrepreneurial marketing melalui diversivikasi produk,frekuaensi pembuatan model atau tren baru, dan tingkat mengikuti perkembangan kebutuhan atu selera konsumen.

Saran

(39)

27

marketing. Agar mencerminkan kemampuan entrepreneurial marketing yang baik, maka setidaknya perlu realisasi optimal dari 3 indikator utamanya, yaitu: frekuensi diversifikasi produk, frekuensi pembuatan model atau tren baru, tingkat mengikuti perkembangan kebutuhan/selera pelanggan.

2. Bagi Pemerintah, penerapan hasil penelitian ini dapat melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Dinas Koperasi dan UMKM melalui penyuluhan dan pendampingan ke pelaku usaha, sehingga para pelaku usaha dapat lebih mudah dalam menerapkannya dan dapat dikontrol dalam kemajuan pencapaiannya.

3. Penelitian ini memiliki berbagai ruang lingkup yang membatasi hal-hal yang dikaji. Ruang lingkup penelitian yang lebih luas dapat dilanjutkan sebagai sudut pandang untuk dilakukannya future research. Misalnya, pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan sampel penelitian yang lebih beragam, sehingga akan diperoleh model akhir berdasarkan persepsi stakeholder lainnya selain pelaku usaha.

DAFTAR PUSTAKA

Bjerke B dan Hutlman CM. 2002. Entrepreneurial Marketing: The Growth of small firms in the new economic era. Gloucestershire (GB): Edward Elgar. [Deperindag] Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2002. Rencana Induk

Pengembangan Industri kecil Menengah 2002 – 2004. Buku I. Kebijakan dan Strategi Umum Pengembangan Industri Kecil Menengah. Jakarta (ID): Deperindag.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan.2002. Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil, Buku I. Jakarta (ID): Deperindag.

[Disperindag] Dinas Perindustrian dan Perdagangan. 2011. Jumlah Unit Usaha, Tenaga Kerja, dan Investasi pada Industri Kecil dan Menengah di Jawa Barat Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008 s.d 2011. [Internet] [Diunduh pada 2014 Feb 08]. Tersedia pada http://disperindag.jabarprov.go.id.

Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah. 2007. Laporan Akhir: Kajian Pengembangan Kompetensi Inti Daerah Kabupaten Bogor. Departemen Perindustrian.

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta ID): Erlangga.

Ghozali I. 2008. Structural Equation Modelling Metode Alternatif dengan Partial Least Square. Edisi 2. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hadiyati E. 2012. Kreativitas dan Inovasi Pengaruhnya Terhadap Pemasaran Kewirausahaan Pada Usaha Kecil. Jurnal Inovasi dan Kewirausahaan

[internet]. [diunduh 2014 02 17]; vol 1(3) : 135-151. Tersedia pada : http://journal.uii.ac.id.

(40)

28

Hubeis M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru besar Tetap Ilmu Manajemen Industri. Bogor : IPB

Ionita D. 2012. Entrepreneurial Marketing: A New Approach for Challenging Times. Journal of Management and Marketing Challenges for the Knowledge Society [internet]. [diunduh 2014 02 17]; vol 7 (1) : 131-150. Tersedia pada : http://www.managementmarketing.ro.

Kotler P. 2005. Manajemen Pemasaran Edisi Kesebelas Jilid 2. Jakarta (ID): PT. Indeks.

Kraus S, Fink M, Rossl D, Jensen SH. 2012. Marketing in small and medium sized enterprises [internet]. [diunduh 2014 02 17]; vol 7 (3) : 20-35. Tersedia pada : http://www.isca.in/

Ningrum PAH. 2010. Analisis Strategi Pemasaran Usaha Jasa Pembuatan dan Perbaikan Furniture PD. Suryani Furniture, Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID) : IPB.

Pajaruddin. 2010. Analisis Pengembangan Strategi Pemasaran Mebel di Sentra Industri Mebel Jakarta Timur. Tesis pada Magister Manajemen dan Bisnis. [Tesis]. Bogor (ID) : IPB

Sarma M, Stevia S, Farida R, Edward HS. 2013. The Impact of Entrepreneurial Marketing and Business Development on Business Sustainability: Small and Household Footwear Industries in Indonesia [internet]. [diunduh 2014 02 17]; vol 5(4) : 110-122. Tersedia pada : http://www.ccsenet.org/

Sarma M. 2013. Entrepreneurial Marketing untuk Keberhasilan Pemasaran bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.

Septiani S. 2012. Analisis Pengaruh Entrepreneurial Marketing dan Kebijakan Pemerintah terhadap Daya Saing Industri Alas Kaki di Bogor. [Tesis]. Bogor (ID) : IPB

Stokes D. 2000. Putting Entrepreneurship Into Marketing. Journal of Research in Marketing & Entrepreneurship [internet]. [diunduh 2014 02 16]; vol 2(1) : 1-16. Tersedia pada : http://www.unternehmbar.net.

Suharso P. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif untuk Bisnis. Jakarta (ID): Indeks. Utami HN. 2007. Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin :

Kasus Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur. [Disertasi]. Bogor (ID) : IPB.

Wibowo A. 2008. Analisis Pembangunan Klaster Industri Furniture di Kota Palangkaraya. [Disertasi]. Bogor (ID) : IPB

(41)

29

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian

KUESIONER PENELITIAN

STRATEGI PENGEMBANGAN ENTREPRENEURIAL MARKETING

TERHADAP PENGEMBANGAN DAN KEBERLANJUTAN USAHA PADA INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH FURNITURE

DI BOGOR

Nama Peneliti : Sanjoyo Yanuwar

Departemen/ Fakultas : Manajemen / Ekonomi dan Manajemen

Universitas : Institut Pertanian Bogor

IDENTITAS RESPONDEN

(PEMILIK INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH FURNITURE)

Nama Perusahaan

Jenis Produk

Nama Pengusaha

Jenis Kelamin

Umur

No. HP

Email

Desa/Kelurahan

Kecapamatan

Kabupaten/ Kota

Tanggal Penelitian

(42)

30

Lanjutan Lampiran 1

Karakteristik Pengusaha Industri Kecil dan Menengah

1. Apakah pendidikan formal Bapak/Ibu?

1) SD/MI 2) SMP/MTs 3) SMA/SMK/MA 4) Perguruan Tinggi 5) Tidak tamat sekolah (sampai kelas ...)

2. Pelatihan/kursus/praktek/magang atau kunjungan yang telah Bapak/Ibu ikuti selama dua tahun terakhir

Nama kursus/pelatihan Waktu/lamanya Manfaat bagi usaha Bapak/Ibu a. ... ... Jam/hari/

minggu *)

1) Tidak bermanfaat 2) Kurang bermanfaat 3) Bermanfaat 4) Sangat bermanfaat b. ... ... Jam/hari

/minggu *)

1) Tidak bermanfaat 2) Kurang bermanfaat 3) Bermanfaat 4) Sangat bermanfaat *) Coret yang tidak perlu

3. Sudah berapa lama Bapak/Ibu menekuni usaha ini ?

1) Belum satu tahun 2) Satu sampai tiga tahun 3) Empat sampai 5 tahun 4) Lebih dari lima tahun

4. Alasan Bapak/Ibu berusaha dibidang ini (dapat lebih dari satu): 1) Mengikuti jejak orang tua

2) Diajak teman/tetangga 3) Tidak punya pilihan lain

4) Usaha ini ada harapan (menguntungkan)

5. Apa pekerjaan Bapak/Ibu sebelum berusaha di bidang ini?

1) Petani 2) peternak 3) Karyawan swasta 4) Guru/PNS 5)TNI 6) Lainnya ...

6. Apa pekerjaan tersebut masih berlangsung sampai sekarang ? 1) Ya 2) Tidak

Karakteristik Usaha Industri Kecil dan Menengah

7. Lama berusaha?

1) < 1 Tahun 2) 1-3 Tahun 3) 4-5 Tahun 4) > 5 Tahun 8. Jumlah Pekerja :

9. Jenis Usaha :

1) Industri Kecil 2) Industri Menengah 10. Omzet rata-rata per bulan (satuan) :

11. Omzet rata-rata per bulan (Rp) :

12. Berapa jam Bapak/Ibu bekerja dalam sehari untuk menjalankan usaha ini ? 1) Paling sedikit ...jam/hari 2) Paling banyak ...jam/hari

13. Apakah Bapak/Ibu menjalankan usaha ini mengikuti orang tua atau Saudara (keluarga) ? 1) Dari awal sampai sekarang ikut keluarga;

2) Awalnya ikut keluarga, setelah usahanya jalan, lalu mengelola sendiri; 3) Ikut keluarga kurang dari enam bulan;

4) Tidak mengikuti dari keluarga dalam mengelola usaha ini.

14. Apakah para pengusaha kecil menengah umumnya memiliki alat produksi yang memadai? 1) Sangat kurang memadai 2) Kurang memadai 3) Memadai

(43)

31 19. Apakah Bapak/Ibu melakukan diversifikasi

(keragaman produk)?

1) Tidak pernah 3) Sering 2) Sekali-kali 4) Selalu

20. Jenis produk/barang yang diproduksi oleh Bapak/Ibu

22. Apakah Bapak/Ibu mengikuti perkembangan kebutuhan/selera para pelanggan

1) Kurang mengikuti 2) Cukup mengikuti 3) Mengikuti 4) Sangat mengikuti 23. Selalu ekspansi untuk mencari daerah pemasaran

baru dengan karakteristik yang sama

1) Tidak pernah 3) Sering

Metode (Pemasaran Interaktif; word of mouth, direct selling)

25. Apakah sering melakukan penjualan langsung kepada konsumen?

1) Tidak pernah 3) Sering 2) Sekali-kali 4) Selalu

26. Mampu menjalin hubungan baik dengan pelanggan yang baru dikenal

1) Kurang mampu 3) Mampu 2) Cukup mampu 4) Sangat mampu

27. Mampu meningkatkan hubungan baik dengan pelanggan yang sudah lama dikenal

1) Kurang mampu 3) Mampu 2) Cukup mampu 4) Sangat mampu

Inteligensi Pasar

28. Tanggapan terhadap saran/kritik dari pelanggan 1) Kurang tanggap 3) Tanggap 2) Cukup tanggap 4) Sangat tanggap

29. Aktif/rajin mencari peluang modal dari kebijakan pemerintah

1) Tidak rajin 3) Rajin 2) Cukup rajin 4) Sangat rajin 30. Aktif/rajin mencari info perkembangan usaha yang

sedang ditekuni

Gambar

Tabel 5 Perbandingan pemasaran tradisional dan entrepreneurial marketing
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Gambar 2 Model umum SEM PLS
Gambar 3 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Waktu makan utama dan juga jenis lauk/sayuran pendamping nasi yang dikonsumsi terbukti mempengaruhi nafsu makan sehingga berkecenderungan menjadi penyebab terjadinya

Pewarisan adalah suatu bagian yang sangat penting, proses pewarisan atau beralihnya barang-barang warisan dari pewaris kepada ahli waris, baik berlangsung semenjak pewaris masih

(a)The total of this line on Attachment 4A, 4B and 4C plus the total of 4D must equal the amount reported as “Ending Balance” on Schedule of Receipts and Disbursements

Tujuan dari peneitian adalah untuk mengetahui pengaruh Investasi Asset Tetap dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional pada PT.Sanshiro Harapan

Hasil penelitian menunjukkan sistem kendali derau akustik secara aktif dengan algoritma pembelajaran nonlinier adaptif untuk jaringan syaraf tiruan diagonal recurrent

Hasil analisis kromatogram daun, dahan bagian atas dan akar tanaman torbangun ( Coleus amboinicus Lour) menunjukkan kadar senyawa kimia n.Hexadecanoic acid (C 16 H 32 O 2 )

2.1 Pola Difraksi Hasil Refinement menggunakan MAUD (Material Analysis Using Diffraction).

Kriteria keberhasilan yang digunakan pada penelitian ini adalah (1) lebih dari 75% siswa mendapat nilai tes lebih dari 75; (2) presentase skor perolehan pengamatan kegiatan guru