• Tidak ada hasil yang ditemukan

Avicennia marina and Rhizophora mucronata seedlings growth model at different spacings using guludan planting technique

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Avicennia marina and Rhizophora mucronata seedlings growth model at different spacings using guludan planting technique"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN ANAKAN

Avicennia marina

DAN

Rhizophora

mucronata

PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DENGAN

MENGGUNAKAN TEKNIK PENANAMAN GULUDAN

ANNA HUSNAENI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Anakan Avicennia marina dan Rhizophora mucronata pada Jarak Tanam yang Berbeda dengan Menggunakan Teknik Penanaman Guludan adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ANNA HUSNAENI. Pertumbuhan Anakan Avicennia marina dan Rhizophora mucronata pada Jarak Tanam yang Berbeda dengan Menggunakan Teknik Penanaman Guludan. Dibimbing oleh Cecep Kusmana dan Tatang Tiryana.

Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem. Hal ini menyebabkan diperlukannya suatu upaya rehabilitasi untuk memperkaya keanekaragaman hayati, meningkatkan produktivitas lahan, dan peningkatan kualitas lingkungan ekosistemnya. Beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan dan diujicobakan suatu teknik penanaman mangrove untuk tujuan rehabilitasi lahan yang dinamakan teknik guludan (Kusmana et al. 2005a). Dalam teknik ini telah diujicobakan penanaman bibit A. marina dan R. mucronata dengan berbagai jarak tanam yaitu 0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5 m, dan 1 x 1 m. Belum banyak penelitian yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan model pertumbuhan dan riap dari anakan yang ditanam. Informasi mengenai model pertumbuhan dan riap cukup penting sehubungan dengan penilaian performa serta keberhasilan teknik penanaman ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) memformulasikan model pertumbuhan dan riap diameter batang dan tinggi anakan untuk anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai jarak tanam; 2) menentukan jarak tanam yang menghasilkan pertumbuhan dan riap diameter batang dan tinggi anakan yang paling besar untuk anakan A. marina dan R. mucronata.

Pengambilan data membutuhkan waktu sekitar 3 tahun dari mulai Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2011 di kawasan Arboretum Mangrove Angke Kapuk, yang berada di pinggir jalan tol Sedyatmo-Bandara Internasional Soekarno Hatta pada KM 22 sampai dengan KM 23, provinsi DKI Jakarta (06o06’45” LS dan 106o43’54”BT). Kawasan ini memiliki kedalaman air sekitar 2-3 m dengan tingkat salinitas 28-30 ppt dan pH 6.88-7.52 (Kusmana 2010).

(5)

3) nilai R2 dan R2 terkoreksi (R2adj) paling besar; 4) sisaan menyebar acak dan tidak membentuk pola tertentu (homokedastisitas). Berdasarkan model yang telah terpilih, maka disusun persamaan matematis untuk menduga besaran MAI (Mean Annual Increment) dan CAI (Current Annual Increment). MAI merupakan hasil rata-rata dari model pertumbuhan diameter batang atau tinggi anakan per satuan waktu (f(y)/t), sedangkan CAI merupakan hasil diferensiasi/turunan pertama dari model pertumbuhan diameter batang atau tinggi anakan (dy/dt).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pertumbuhan diameter batang dan tinggi anakan A. marina serta diameter batang R. mucronata selama 36 bulan penanaman untuk setiap perlakuan jarak tanam membentuk pola persamaan logistik, sedangkan untuk pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata membentuk pola persamaan polinomial. Pada awal penanaman, perlakuan jarak tanam 0.25 x 0.25 m menunjukkan performa pertumbuhan yang paling optimal baik untuk pertumbuhan diameter batang maupun tinggi anakan pada kedua jenis anakan. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan adanya pengaruh cahaya. Ukuran anakan yang masih kecil menyebabkan semua permukaan daun mendapatkan pencahayaan penuh dikarenakan tidak ada bagian daun yang ternaungi terutama pada jarak tanam lebar. Selain mengurangi penerimaan cahaya yang terlalu tinggi, jarak tanam yang lebih rapat juga dapat mengurangi sengatan panas yang diterima oleh tanaman sehingga proses penguapan dapat dikurangi.

Pada pertumbuhan diameter batang, baik R. mucronata maupun A. marina, terutama diameter batang R. mucronata, seiring dengan bertambahnya umur tanaman, jarak tanam 1 x 1 m mulai menunjukkan tingkat perlakuan yang menghasilkan pertumbuhan terbesar. Jarak tanam 0.25 x 0.25 m justru menampilkan pertumbuhan diameter batang terkecil. Hal ini menggambarkan sudah mulai terjadinya persaingan dalam memperoleh nutrisi. Jarak tanam yang rapat mengakibatkan persaingan nutrisi yang lebih besar dibandingan dengan jarak tanam yang lebih jarang.

Lain halnya untuk pertumbuhan tinggi anakan. Semakin rapat jarak tanam, semakin besar pertumbuhan tinggi anakan untuk kedua jenis anakan. Hal ini terjadi dikarenakan pada jarak tanam rapat, persaingan untuk memperoleh cahaya lebih tinggi, sehingga pertumbuhan lebih dialokasikan untuk pertambahan tinggi dalam rangka mempermudah perolehan cahaya. Kecuali untuk pertumbuhan tinggi anakan A. marina setelah berumur 2.5 tahun. Pada umur ini, jarak tanam 0.5 x 0.5 m menghasilkan pertumbuhan tinggi anakan yang lebih besar dibandingkan dengan jarak tanam 0.25 x 0.25 m. Hal ini kemungkinan besar dikarenakan pada umur tersebut, jarak tanam terlalu rapat menyebabkan persaingan hara yang terlalu tinggi, sehingga fotosintat yang dihasilkan tidak optimal untuk mendukung pertumbuhan.

(6)

SUMMARY

ANNA HUSNAENI. Avicennia marina and Rhizophora mucronata Seedlings Growth Model at Different Spacings Using Guludan Planting Technique. Under direction of Cecep Kusmana and Tatang Tiryana.

Ecological impacts due to the destruction of mangrove ecosystem are the loss of various flora and fauna, which in the long run will disrupt the balance of mangrove ecosystem as well as coastal ecosystem. Therefore, rehabilitation efforts are urgently needed to maintain the overall functions of mangrove forest. In the last several years, there is a technique called guludan, which is developed to rehabilitate mangrove forest (Kusmana et al. 2005a). In applying guludan technique, a study had been conducted using seedlings of A. marina and R. mucronata with different spacings, i.e. 0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5 m, and 1 x 1 m. There has been not many studies conducted yet to develop growth models and increments for the planted seedlings using guludan technique. It is important to obtain information on the growth models and increments in regards to the success of guludan technique. This study is aimed at: 1) formulating models and increments for diameter and height growths for A. marina and R. mucronata seedlings at different spacings, 2) determining the most ideal spacing which can result to the greatest growth and increment for trunk diameter and height of A. marina and R. mucronata seedlings.

Data collections were conducted from October 2008 through October 2011 (3 years) at the Mangrove Arboretum Angke Kapuk, located at the side of Sedyatmo Toll, KM 22 through KM 23, Jakarta Province (06o06’45” LS and 106o43’54” BT). This location has water depth of 2-3 m with salinity of 28-30 ppt and pH of 6.88 – 7.52 (Kusmana 2010).

Variables observed were trunk diameter and height of A. marina and R. mucronata seedlings with different spacing until reaching 36 months old of age. The starting age for A. marina was 3 months old, whereas for R. mucronata was 6 months old. The trunk diameter was measured at 10 cm above land surface using caliper. The trunk height was measured starting from where the diameter measurement was taken, up to the growth using measurement tape. The observations were conducted every 4 months during the 3 years of study. The models used were non linear regression models developed with software R, using non linear regression analysis. Models used were logistic, Gompertz and Richards. Models for height growth used were power, exponential, polynomial and invers polynomial. The best model was determined using criteria as follows: 1) the model has p value < 0.05; 2) the model has the least AIC, BIC, and RMSE; 3) the model has the greatest R2 andR2adj; 4) the model has residual value which are randomly scattered and homoscedastic. After the best model was chosen, then the mathematical equations were developed to predict the Mean Annual Increment (MAI) and the Current Annual Increment (CAI). MAI is the average of diameter growth model or height growth model over time (f(y)/t). CAI is the differential of diameter growth model or height growth model (dy/dt).

(7)

equation. On the other hand, the height growth of R. mucronata followed polynomial equation. At the beginning of the study, the 0.25 x 0.25 m spacing showed the optimum diameter and height growth for A. marina and R. mucronata seedlings wihich may have been caused by exposure to light. Since the seedlings at the beginning were small, all seedlings obtained full exposure to light, especially seedling planted with wider spacing. Denser spacing reduced exposure to light and to heat, which in turn reducing condensation. At the beginning of the study, the roots of the seedlings were not yet functioned optimally.

At the end of the study, the 1 x 1 m spacing gave the greatest diameter growth for A. marina and R. mucronata. The 0.25 x 0.25 m spacing gave the least diameter growth. These occurrences indicated that there were competition to obtain nutrition. More fierce competition happens at denser spacings.

Height growth showed different result, i.e. the denser the spacing ,the greatest the height growth, for seedlings of A. marina and R. mucronata. These occurrences happened because competition to obtain light is more fierce at the denser spacings, therefore, the growth was focused on height growth to obtain more light. Exception happened at height growth of 2.5 years old A. marina. A. marina seedlings aged 2.5 years old planted with 0.5 x 0.5 m spacing gave greater height than those planted with 0.25 x 0.25 m spacing. This result happened because competition to obtain nutrition was more fierce at the denser spacing, which cause unoptimal photosynthesis.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PERTUMBUHAN ANAKAN

Avicennia marina

DAN

Rhizophora

mucronata

PADA JARAK TANAM YANG BERBEDA DENGAN

MENGGUNAKAN TEKNIK PENANAMAN GULUDAN

ANNA HUSNAENI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Pertumbuhan Anakan Avicennia marina dan Rhizophora mucronata pada Jarak Tanam yang Berbeda dengan Menggunakan Teknik Penanaman Guludan

Nama : Anna Husnaeni

NRP : E451090081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Ketua

Dr Tatang Tiryana, SHut MSc Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Silvikultur Tropika

Dr Ir Basuki Wasis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 15 Maret 2013 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah Pascasarjana)

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah model pertumbuhan mangrove, dengan judul Pertumbuhan Anakan Avicennia marina dan Rhizophora mucronata pada Jarak Tanam yang Berbeda dengan Menggunakan Teknik Penanaman Guludan.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS dan Bapak Dr Tatang Tiryana, SHut MSc selaku pembimbing, serta Dr Ir Muhdin, MSc yang telah memberi banyak saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Tarma Purwanegara beserta rekan, yang telah membantu selama pengumpulan data juga Ba krie Center Foundation atas beasiswa yang telah diberikan. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

Manfaat 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907) 4 Deskripsi Jenis Bakau (R. mucronata Lamk. 1804) 6

Teknik Rehabilitasi Mangrove 7

Model Pertumbuhan 15

Penelitian Pertumbuhan Mangrove 23

3 METODE PENELITIAN 26

Waktu dan Tempat 26

Bahan dan Alat 26

Peubah yang Diamati 26

Rancangan Sampling 26

Teknik Pengumpulan Data 26

Prosedur Analisis Data 28

Penyusunan Model Pertumbuhan 28

Pemilihan Model Terbaik 29

Penyusunan Model Riap (MAI dan CAI) 31

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Hasil 32

Model Pertumbuhan A. marina 32

Model Pertumbuhan R. mucronata 35

Pembahasan 41

5 SIMPULAN 45

DAFTAR PUSTAKA 46

LAMPIRAN 51

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Model pertumbuhan tanaman (Fekedulegn 1999) 17

2 Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi anakan pada berbagai

tingkat salinitas (Hutahean et al. 1999) 24

3 Pertambahan tinggi rata-rata semai (cm) R. mucronata (Rm) dan R.

apiculata (Ra) pada zona darat, tengah, dan laut di tapak Medco E&P 25 4 Intensitas sampling yang digunakan dalam penelitian 26 5 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan

diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan diameter batang R.

mucronata 28

6 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan tinggi

anakan R. mucronata 29

7 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk menduga pertumbuhan diameter batang A. marina pada jarak tanam

yang berbeda 32

8 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk menduga pertumbuhan tinggi anakan A. marina pada jarak tanam

yang berbeda 34

9 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk menduga pertumbuhan diameter batang R. mucronata pada jarak

tanam yang berbeda 36

10 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk menduga pertumbuhan tinggi anakan R. mucrona ta pada jarak tanam

yang berbeda 38

11 Model penduga CAI dan MAI diameter batang dan tinggi anakan A.

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Avicennia marina (Forsk.) Vierh. 1907 5

2 R. mucronata Lamk. 1804. 7

3 Penananaman anakan ke dalam lubang tanam 8

4 Model sistem wanamina yang umum di Indonesia 9 5 Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam

kawat (a), berupa tripod (b) guludan tanah (c) dan cerucuk bambu

dan kayu (d) 10

6 Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble

mould) 10

7 Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang

pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b) 11

8 Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi

sungai dengan pola zig-zag (untu walang) 12

9 Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dengan

cara gerombol (cluster) 13

10 Teknik penanaman pada tapak berbatu/berkerikil dengan lubang besar

dan diberi lumpur 13

11 Teknik penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir dengan mengganti lubang tanam dengan lumpur atau menggunakan polybag

berukuran besar 14

12 Teknik penanaman mangrove tertimbun pasir dengan cara penggalian

parit-parit yang diisi lumpur 14

13 Struktur guludan 15

14 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan

model eksponensial tikungan tajam 18

15 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan

model Monomolekuler 19

16 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan

model logistik 20

17 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan

model Gompertz 21

18 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan

model Richards 22

19 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan

model Chanter 22

20 Lokasi penelitian 27

21 Model pertumbuhan diameter batang A. marina (cm) berdasarkan

waktu pada jarak tanam yang berbeda 33

22 Model pertumbuhan tinggi anakan A. marina (m) berdasarkan waktu

pada jarak tanam yang berbeda 35

23 Model pertumbuhan diameter batang R. mucronata (cm) berdasarkan

waktu pada jarak tanam yang berbeda 37

24 Model pertumbuhan tinggi anakan R. mucrona ta (m) berdasarkan

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sebaran data tinggi anakan Rhizophora mucronata pada jarak tanam 0.25 x 0.25 m (a), 0.5 x 0.5 m (b), dan 1 x 1 m (c) 52 2 Contoh keluaran hasil pengolahan data dengan menggunakan software

R 53

3 Contoh hasil verifikasi asumsi model, kondisi homokedastisitas terpenuhi (a) dan homokedastisitas tidak terpenuhi (b) 54

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai berbagai fungsi ekologis dan ekonomis yang memegang peranan sangat vital dalam menopang kehidupan terutama masyarakat pesisir. Karena fungsi tersebut, terutama fungi ekonomisnya, sebagian masyarakat untuk memenuhi keperluan hidupnya melakukan intervensi terhadap ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat dari adanya alih fungsi lahan (mangrove) menjadi tambak, pemukiman, industri, dan sebagainya maupun penebangan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan.

Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove pada khususnya dan ekosistem pesisir pada umumnya. Hal ini menyebabkan diperlukannya suatu upaya rehabilitasi hutan mangrove yang rusak dan pembangunan hutan tanaman mangrove di beberapa wilayah pesisir untuk memperkaya keanekaragaman hayati, meningkatkan produktivitas lahan, dan kualitas lingkungan ekosistemnya.

Menurut Kusmana (2009a), penanaman dengan tujuan rehabilitasi kawasan lindung/konservasi mangrove seyogyanya menggunakan jarak tanam yang lebih rapat dibandingkan dengan tujuan penanaman untuk menghasilkan hasil hutan tertentu (kayu, chip, arang, dsb). Selain itu, penanaman untuk rehabilitasi lahan yang rusak, cenderung menggunakan spesies yang bersifat pionir, seperti Avicennia marina dan Sonneratia alba, sedang untuk produksi kayu pertukangan atau kayu bakar, cenderung menggunakan spesies yang memiliki kualitas kayu lebih baik seperti Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora mucronata, R. stylosa, atau R. apiculata.

Beberapa tahun terakhir ini telah dikembangkan dan diujicobakan suatu teknik penanaman mangrove untuk tujuan rehabilitasi lahan yang dinamakan teknik guludan (Kusmana et al. 2005a). Teknik guludan ini merupakan teknik penanaman anakan mangrove pada lahan yang tergenang dengan air yang dalam (kedalaman air 1 m atau lebih) dengan menggunakan guludan yang diisi dengan karung-karung yang berisi tanah pada bagian bawahnya yang ditutupi dengan lapisan tanah curah di bagian atasnya sebagai media tempat tumbuh anakan mangrove tersebut. Dalam teknik ini telah diujicobakan penanaman bibit A. marina dan R. mucronata dengan berbagai jarak tanam (0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5 m, dan 1 x 1 m) dan dilakukan beberapa kegiatan pengukuran yang meliputi pertumbuhan diameter batang dan tinggi anakan, kandungan klorofil a dan b daun, biomassa anakan, luas dan berat daun, serta sistem perakaran dan pengamatan kualitas anakan.

(18)

2

Menurut Devoe dan Cole (1998) juga Bosire et al. (2008), anakan mangrove terutama R. mucronata hasil penanaman memiliki MAI (Mean Annual Increment) yang cukup besar bila dibandingkan dengan jenis yang sama di hutan alam dan jarak tanam optimal berperan penting dalam mempengaruhi riap dari jenis ini. Rata-rata pertumbuhan dari setiap jenis pohon pun sangat beragam sehingga suatu tindakan silvikultur termasuk jarak tanam akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap produktivitas masing-masing jenis.

Perumusan Masalah

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Rhizophora dan Avicennia merupakan 2 dari 12 genus utama yang terdapat pada ekosistem mangrove. Kedua genus ini cocok untuk diterapkan dalam kegiatan rehabilitasi karena sifat dari jenis Avicennia spp. yang merupakan pionir dan Rhizophora spp. yang memiliki performa kayu yang baik.

Salah satu bentuk interaksi antara satu populasi dengan populasi lain atau antara satu individu dengan individu lain adalah bersifat persaingan (kompetisi). Persaingan terjadi bila kedua individu mempunyai kebutuhan sarana pertumbuhan yang sama sedangkan lingkungan tidak menyediakan kebutuhan tersebut dalam jumlah yang cukup. Faktor-faktor yang mempengaruhi persaingan diantaranya air, nutrisi, cahaya, karbon dioksida, dan ruang. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan tinggi batang, diameter batang, kandungan klorofil, dan daya hasil dari tanaman tersebut berkaitan dengan proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi) yang terjadi.

Persaingan dapat terjadi di antara sesama individu dalam spesies yang sama (intraspesific competition), dan dapat pula terjadi diantara individu-individu dari jenis-jenis yang berbeda (interspesific competition). Persaingan sesama jenis pada umumnya terjadi lebih awal dan menimbulkan pengaruh yang lebih buruk dibandingkan persaingan yang terjadi antar jenis yang berbeda.

Sarana pertumbuhan yang sering menjadi pembatas dan menyebabkan terjadinya persaingan diantaranya adalah ruang. Ruang merupakan faktor penting dalam persaingan karena berperan sebagai tempat hidup dan sumber nutrisi bagi tumbuhan. Ruang yang besar dapat menyebabkan tingginya tingkat persaingan. Faktor utama yang mempengaruhi persaingan antar individu dalam suatu jenis tanaman yang sama diantaranya adalah kerapatan.

(19)

berbagai jarak tanam (0.25 x 0.25 m, 0.5 x 0.5 m, dan 1 x 1 m). Sejauh ini belum ada data mengenai ruang tumbuh (jarak tanam) optimal untuk menghasilkan tingkat produktivitas dan pertumbuhan tanaman yang maksimal.

Dari penjelasan di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah model pertumbuhan dan riap diameter batang dan tinggi untuk anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai jarak tanam? 2. Jarak tanam berapakah yang menghasilkan pertumbuhan dan riap diameter

batang dan tinggi yang paling besar untuk anakan A. marina dan R. mucronata?

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Memformulasikan model pertumbuhan dan riap diameter batang dan tinggi untuk anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai jarak tanam.

2. Menentukan jarak tanam yang menghasilkan pertumbuhan dan riap diameter batang dan tinggi yang paling besar untuk anakan A. marina dan R. mucronata.

Manfaat

Model pertumbuhan dan riap yang dihasilkan dari penelitian ini dapat digunakan untuk menduga besarnya diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan R. mucronata yang ditanam dengan teknik guludan. Informasi mengenai hal ini bermanfaat untuk melakukan evaluasi kelayakan rehabilitasi mangrove dengan menggunakan teknik guludan tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran dimensi diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan R. mucronata.

2. Penyusunan dan pemillihan model pertumbuhan dan riap dan tinggi anakan A. marina dan R. mucronata.

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Jenis Api-api (A. marina (Forsk.) Vierh. 1907)

Api-api adalah nama sekelompok tumbuhan dari marga Avicennia, suku Acanthaceae (Wikipedia 2007). Dalam sistem klasifikasi, tanaman A. marina

mempunyai penggolongan sebagai berikut (Plantamor 2012):

Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Jenis : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Scrophulariales Acanthaceae Avicennia

A. marina (Forsk.) Vierh.

Nama lokal : Api-api jambu, sia-sia putih, api-api, pejapi, nyapi, api, sia, hajusa, pai. (Kusmana et al. 2008).

Api-api biasa tumbuh di tepi atau dekat laut sebagai bagian dari komunitas hutan bakau. Nama Avicennia dilekatkan pada genus ini untuk menghormati Ibnu Sina, di dunia barat terkenal sebagai Avicenna, salah seorang pakar dan perintis kedokteran modern dari Persia(Wikipedia 2007).

Api-api merupakan salah satu jenis yang termasuk ke dalam kelompok mangrove utama. Adapun karakteristik mangrove utama sebagai berikut (Kusmana et al. 2008):

a. Hanya hidup di habitat mangrove, tidak dapat tumbuh menyebar ke daratan. b. Berperan penting dalam struktur komunitas mangrove dan mampu membentuk

tegakan murni.

c. Memiliki morfologi spesifik sebagai hasil adaptasi terhadap lingkungan, seperti adanya akar permukaan (akar napas/akar udara) dan buah vivipar.

Sebagai warga komunitas mangrove, api-api memiliki beberapa ciri yang merupakan bagian dari adaptasi pada lingkungan berlumpur dan bergaram, diantaranya akar nafas (pneumatophores) yang muncul 10-30 cm dari substrat, seperti paku dengan diameter 0.5-1 cm. Akar nafas api-api yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur sehingga mempercepat proses pembentukan tanah timbul serta berbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka jenis kepiting bakau, siput dan teritip (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2005b).

d. Secara fisiologis memiliki mekanisme untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya.

Api-api memiliki daun dengan kelenjar garam. Daun api-api berwarna putih sampai keabu-abuan dilapisi kristal garam di sisi bawahnya. Ini adalah kelebihan garam yang dibuang oleh tumbuhan tersebut (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).

e. Relatif terisolasi secara taksonomi dari komunitas daratan, minimal pada level marga (genus).

(21)

(Gambar 1) memperlihatkan toleransi yang tinggi terhadap kisaran salinitas, mampu tumbuh di rawa air tawar hingga di substrat yang berkadar garam sangat tinggi. Kebanyakan jenisnya merupakan jenis pionir dan oportunistik, serta mudah tumbuh kembali. Pohon-pohon api-api yang tumbang atau rusak dapat segera trubus (bersemi kembali), sehingga mempercepat pemulihan tegakan yang rusak (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).

A. marina memiliki ukuran pohon kecil atau besar, tinggi mencapai 30 m, dengan tajuk yang agak renggang. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Ranting memiliki buku-buku bekas daun yang menonjol serupa sendi-sendi tulang. Susunan daun tunggal berhadapan dengan helaian berbentuk elips dan ujung daun akut sampai membundar berukuran panjang 5-11 cm. Api-api memiliki biji kriptovivipar. Bunga muncul terutama pada bulan juli-februari, sedangkan munculnya buah pada bulan november-maret (musim hujan), dengan antesis sampai kemasakan 2-3 bulan. Bunga bersifat infloresensi berjumlah 8-14, dengan bulir rapat, panjang mencapai 1-2 cm, dengan susunan terminal atau aksilar pada tunas-tunas distal dengan daun mahkota berjumlah 4, berwarna kuning sampai oranye. Kelopak memiliki 5 cuping dan benang sari sebanyak 4 buah berukuran 0.4-0.5 cm. Lebar buah 1.5-2.0 cm dan panjang 1.5-2.5 cm dengan perikarp berwarna hijau, bagian dalam hijau sampai coklat muda/kekuningan dan pada permukaan terdapat rambut halus. Buah membundar secara apikal atau dengan sebuah paruh yang pendek (Wikipedia 2007; Kusmana et al. 2008).

(22)

6

Deskripsi Jenis Bakau (R. mucronata Lamk. 1804)

Dalam sistem klasifikasi, tanaman R. mucronata mempunyai penggolongan sebagai berikut:

Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus Jenis : : : : : : : Plantae Magnoliophyta Magnoliopsida Malpighiales Rhizophoraceae Rhizophora

R. mucronata Lamk.

Nama lokal : bakau, bako-gandul, genjah, bandul, bakau-hitam, tanjang-lanang, tokke-tokke, bakao, bakau-laki, blukap, tongke-besar, lului, bakau-bakau, wako, bako, bangko, blukap (Kusmana et al. 2008).

R. mucronata (Gambar 2) merupakan jenis mangrove utama dengan tinggi batang mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Umumnya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. R. mucronata memiliki akar tunjang yang besar dan berkayu dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Batang memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal/memecah datar. Daun tunggal berhadapan dengan gagang daun berwarna hijau, berbentuk elips melebar hingga bulat memanjang dengan ujung daun berarista (aristate) (ujung daun mirip gigi yang meramping tajam). Panjang daun mencapai 15-20 cm, lebih besar dari R. stylosa, dengan bagian paling lebar berada di tengah. Permukaan bawah daun hijau kekuningan dan terdapat bintik-bintik hitam kecil yang tersebar. Pinak daun terletak pada pangkal gagang daun berukuran 5.5-8.5 cm. (Noor et al. 1999; Kusmana et al. 2008).

R. mucronata memiliki biji vivivar dan bunga infloresensi, bercabang-cabang melalui pembagian menjadi dua secara berulang kali (dichotomous), berbunga sebanyak 4-8 dengan perbungaan terbatas (cyme), menggantung, dan aksilar. Daun mahkota berjumlah 4, berwarna putih, dan berambut dengan kelopak bercuping 4, berwarna kuning keputihan sampai hijau kekuningan. Benang sari berjumlah 8 dengan diameter 3-4 cm dan panjang 1.5-2.0 cm. Tangkai putik pendek dengan kepala putik hampir duduk (hampir tanpa tangkai). Buah berdiameter 2.0-2.3 cm, sedangkan panjang 50-70 cm berwarna hijau sampai hijau kekuningan, leher kotiledon kuning ketika masak, dengan permukaan berkutil (mempunyai struktur mirip kutil). R. mucronata berbuah silindris (hipokotil), rontok dari bawah leher kotiledon, mengapung, dan tersebar oleh arus. Pemunculan bunga sepanjang tahun (terutama agustus-desember) dan pemuculan buah pada bulan oktober-desember (awal musim hujan), dengan antesis sampai kemasakan sekitar 14-15 bulan (Kusmana et al. 2008).

(23)

lebar. Jenis ini lebih toleran terhadap substrat yang lebih keras dan berpasir bila dibandingkan dengan jenis R. apiculata. menyebar luas mulai dari Afrika timur, Madagaskar, Mauritania, Asia Tenggara, kepulauan Nusantara, Melanesia dan Mikronesia. Pada saat ini telah diintroduksikan ke daerah Hawaii (Noor et al. 1999; Kusmana et al. 2005b; Kusmana et al. 2008).

Gambar 2 R. mucronata Lamk. 1804.

Teknik Rehabilitasi Mangrove

1. Penanaman dengan propagul (Kusmana et al. 2009a)

(24)

8

pada lubang tanam yang dibuat dengan tugal (galah kayu yang ujungnya diruncingkan).

2. Penanaman dengan bibit (Kusmana et al. 2009a)

Bibit ditanam pada lobang tanam yang ukurannya sebesar ukuran polibag media bibit (Gambar 3). Penanaman bibit mangrove di lahan pinggir sungai, pinggir pantai dan daerah-daerah lainnya dengan arus air yang relatif kuat disarankan polibagnya tidak disobek. Adapun penanaman bibit di lahan-lahan yang arus pasang surutnya relatif tenang polibag disarankan dirobek dengan cara disayat secara hati-hati sebelum dimasukkan ke lubang tanam. Polibag bekas tersebut kemudian disangkutkan di ujung ajir sebagai tanda bahwa anakan sudah ditanam. Kemudian, tanah atau lumpur ditimbunkan kedalam lubang tanam sehingga propagul dapat berdiri tegak. Kemudian bila perlu, propagul, tersebut diikatkan pada ajir, supaya tanaman kokoh kedudukannya dan tidak mudah terbawa arus air. Yang perlu diperhatikan bila tanaman diikatkan ke ajir adalah bahwa ajir itu sendiri harus kokoh kedudukannya di substrat mangrove (dalam hal ini misalnya, ajir cukup dalam ditancapkannya ke lumpur mangrove). Bila kedudukan (penjangkaran ke substrat mangrove) ajir lebih lemah dibanding bahan tanaman, maka pengikatan tanaman ke tiang ajir, malah membebani tanaman dan malah memperbesar peluang hanyutnya tanaman oleh arus.

Jika terjadi penundaan penanaman di lokasi penanaman, padahal bahan tanaman sudah diangkut ke lokasi, bahan-bahan tanaman tersebut sebaiknya disimpan di tempat yang teduh. Bahan tanaman berupa propagul sebaiknya disimpan dalam posisi tegak di areal yang berlumpur, dan teduh.

Gambar 3 Penananaman anakan ke dalam lubang tanam.

3. Sistem tanam (Kusmana et al. 2009a)

Ada dua sistem penanaman mangrove yang umum dilakukan, yakni, sistem banjar harian (penanaman seluruh areal) dan sistem tumpang sari (wanawina/silvofishery). Secara umum tidak terdapat perbedaan secara prinsip dalam cara penanaman dari kedua sistem tersebut. Khusus pada sistem tumpang sari, terdapat tambahan kegiatan dalam tahapan persiapan lapangan, yakni pembuatan konstruksi tambak, saluran air dan tapak tanam seperti terlihat pada Gambar 4.

polibag

Lubang tanam

(25)

Gambar 4 Model sistem wanamina yang umum di Indonesia.

4. Teknik rehabilitasi pada tapak-tapak khusus

a. Tapak berarus dan berombak besar (Kusmana et al. 2009b)

Areal penanaman mangrove pada tapak berarus dan berombak besar umumnya terdapat pada tepi laut lepas atau daerah cekungan tepi laut dengan pusaran arus deras dan gelombang besar. Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu dibuat penahan arus dan pemecah gelombang (water break) di depan lahan yang akan ditanami. Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah gelombang dapat berupa: (a) tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam anyaman kawat (beronjong), (b) berupa tripod (cetak beton berkaki tiga), (c) gundukan atau guludan tanah/batu (rubble mould), dan (d) anyaman cerucuk bambu/kayu. Bentuk-bentuk penahan arus dan pemecah ombak (water break) dalam penanaman mangrove pada tapak berarus deras berombak besar dapat dilihat pada Gambar 5. Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble mould) dapat dilihat pada Gambar 6.

SALURAN AIR PINTU AIR LAH AN T EM PA T MEME LIHA RA IK AN LA H AN TEMP AT ME M ELIH A RA IK AN LA H AN TEMP AT ME M E LIH A R A IK A N

LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN

LAHAN TEMPAT MEMELIHARA IKAN PINTU AIR SALURAN AIR tegakan mangrove k o lam

(26)

10

SEA

DITCH

PLANTING AREA

SEA

DITCH

PLANTING AREA

TRIPOD TRIPOD

TRIP OD

SEA

DITCH

PLANTING AREA STONE DEPOSITION

PLANTING AREA SEA

BAMBOO STICK

DITCH

Gambar 5 Pemecah ombak berupa tumpukan batu yang dimasukkan ke dalam kawat (a), berupa tripod (b) guludan tanah (c) dan cerucuk bambu dan kayu (d).

Gambar 6 Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble mould).

(a) (b)

laut laut

Area penanaman Area penanaman

(d) (c)

laut laut

(27)

Untuk tapak semacam ini, sebaiknya digunakan bibit jenis Rhizophora spp., terutama R. mucronata. Jarak tanam sebaiknya cukup rapat (misal 1 x 1 m atau lebih rapat) dengan berselang seling, sehingga membentuk pola “untu

walang” (zig zag).

Agar anakan yang ditanam tidak mudah hanyut, maka sebaiknya anakan tersebut diikatkan pada tiang pancang/bambu (Gambar 7).

1. Penggunaan tiang pancang

Tiang pancang yang terbuat dari kayu atau bambu (diameter minimal 7.5 cm, panjang 1 m, dan runcing di bagian bawahnya) ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m, tepat di samping semai mangrove yang ditanam. Batang semai tanaman diikatkan pada tiang pancang. Untuk memperoleh kedudukan yang lebih kuat, ruas bambu tiang tersebut dilubangi terlebih dahulu, kemudian lumpur dimasukkan ke dalam tiangnya saat tiang ditancapkan.

2. Penggunaan ruas bambu besar

Bambu yang diameter 20 – 25 cm dan tinggi 1 m, ditancapkan ke dalam lumpur sedalam 0.5 m pada lokasi dimana semai mangrove akan ditanam. Bambu dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing pada bagian bawahnya. Isilah bambu dengan lumpur, kemudian tanamlah semai mangrove ke dalam bambu tersebut. Salah satu jenis bambu yang berukuran sebesar itu adalah bambu betung (Dendrocalamus asper).

Gambar 7 Penguat tanaman di tapak yang berombak besar menggunakan tiang pancang (a) dan menggunakan bambu besar (b).

b. Tapak dengan arus deras pinggir sungai (Kusmana et al. 2009b)

Penanaman mangrove pada tapak dengan arus deras pinggir sungai dilakukan dengan menggunakan jarak tanam atau tanpa menggunakan jarak tanam. Jika menggunakan jarak tanam sebaiknya digunakan jarak tanam rapat kurang dari 0.5 m x 0.5 m.

Pola tanam bisa menggunakan model zig-zag (untu walang). Penanaman tanpa menggunakan jarak tanam sering disebut dengan penanaman dengan teknik gerombol (sistem cluster). Mengingat arus air sungai yang deras maka penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai ini mutlak diperlukan ajir untuk mengikat tanaman agar tidak terbawa arus.

(28)

12

0,25 – 0.5 m

0,5-1 m

0,5 - 1 m

oleh arus sungai yang deras sebaiknya pada waktu penanaman polibag tidak perlu dibuka, cukup diperbanyak lobang-lobang akar pada polibagnya. Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Sketsa pola penanaman mangrove pada tapak berarus deras tepi sungai dengan pola zig-zag (untu walang).

c. Tapak berlumpur dalam (Kusmana et al. 2009b)

Tapak berlumpur dalam bisa terdapat pada areal penanaman mangrove tepi laut, tepi sungai atau bekas tambak. Pada tapak yang berlumpur dalam, sebaiknya digunakan bibit atau propagul R. mucronata. Seperti halnya pada tapak yang berombak besar, bibit atau propagul mangrove yang ditanam diikatkan pada tiang pancang. Alternatif lain bibit yang akan ditanam dimasukkan ke dalam bambu yang telah berisi media tanah. Jarak tanam yang dipakai sebaiknya jarak tanam rapat (maksimal 1 x 1 m).

d. Tapak berbatu atau berkerikil (Kusmana et al. 2009b)

Tapak berbatu atau berkerikil umumnya ditemukan pada areal penanaman mangrove di dekat terumbu karang atau di pantai-pantai terjal berdinding batu atau berkerikil. Prinsip penanaman mangrove pada tapak berbatu atau berkerikil ini adalah memindahkan batu atau berkerikil yang terdapat pada lobang tanam dengan media lumpur atau tanah.

(29)

Gambar 9 Teknik penanaman mangrove pada tapak berbatu/berkerikil dengan cara gerombol (cluster).

Gambar 10 Teknik penanaman pada tapak berbatu/berkerikil dengan lubang besar dan diberi lumpur.

e. Tapak tertimbun pasir pasca tsunami (Kusmana et al. 2009b)

Tapak tertimbun pasir terjadi akibat gelombang laut yang besar atau tsunami. Pasca terjadinya tsunami selain menghancurkan berbagai sarana prasarana di tepi pantai juga sering menyisakan timbunan pasir yang luas dan tebal. Dalam rangka rehabilitasi dan penanaman mangrove di kawasan ini diperlukan usaha mengurangi timbunan pasir sebelum penanaman.

Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah mencoba menanam mangrove pada areal yang tertimbun pasir pasca tsunami di Aceh dengan cara menggunakan polybag berukuran besar, pembuatan parit, dan lubang tanam berukuran besar yang diisi dengan lumpur. Walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan anakan belum diperoleh, namun ada indikasi anakan mangrove dapat tumbuh secara baik dengan perlakuan tersebut.

polybag

Lubang tanam yang lebar dan dalam

(30)

14

0.5 – 0.6 m

pasir

parit atau lubang yang diisi

dengan lumpur

bibit mangrove

Polibag berukuran besar

pasir

[image:30.595.215.391.177.342.2] [image:30.595.181.423.393.508.2]

Prinsip yang dipakai dalam penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir sama halnya dengan tapak berbatu berkerikil yaitu menggali, memindahkan dan mengganti pasir yang ada di lubang tanaman dengan lumpur. Bentuk-bentuk penanaman pada tapak yang tertimbun pasir dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.

Gambar 11 Teknik penanaman mangrove pada tapak tertimbun pasir dengan mengganti lubang tanam dengan lumpur atau menggunakan polybag berukuran besar.

Gambar 12 Teknik penanaman mangrove tertimbun pasir dengan cara penggalian parit-parit yang diisi lumpur.

f. Tapak dengan air tergenang dalam dan diam (Kusmana et al. 2009b)

Tapak tanaman mangrove pada air tergenang dalam dan diam (tidak berarus deras) umumnya terdapat pada kawasan hutan mangrove yang mengalami degradasi seperti bekas tambak, bekas galian atau bekas saluran. Kedalaman air bervariasi yang umumnya lebih dari 1.5 m sampai 3 m. Lokasi bekas galian tersebut dapat ditemukan di dekat pantai yang terkena pasang-surut harian atau jauh dari pantai yang tidak tidak terjangkau oleh pasang surut pantai sehingga tingkat salinitas air genangan bervariasi.

(31)

dengan baik. Selanjutnya teknik tersebut dikembangkan untuk merehabilitasi kawasan mangrove yang tergenang air dalam di beberapa lokasi di Jakarta.

[image:31.595.127.513.277.419.2]

Prinsip dasar yang digunakan dalam sistem guludan bambu tersebut adalah memperpendek genangan air sampai pada zona perakaran bibit mangrove. Guludan dibuat dari cerucuk bambu yang dipasang rapat seperti pagar berbentuk persegi panjang. Cerucuk bambu tersebut diikat dengan bambu penjepit di bagian atas dan bawah. Pagar cerucuk bambu tersebut selanjutnya diisi karung goni berisi tanah urugan. Tumpukan karung dalam cerucuk bambu dibuat sampai 20 cm di bawah permukaan air. Selanjutnya tumpukan karung tersebut ditimbun dengan tanah curah yang berisi lumpur sampai kira-kira 20 cm di atas permukaan air (Gambar 13). Setelah proses stabilitasi tanah dapat dilakukan pemasangan ajir dan penanaman bibit tanaman mangrove. Jarak tanam yang digunakan sebaiknya jarak tanam rapat kurang dari 1 x 1 m.

Gambar 13 Struktur guludan (Kusmana 2010).

Model Pertumbuhan

Model adalah contoh sederhana yang mewakili atau menggambarkan suatu sistem yang nyata. Model itu sendiri dibangun dari hasil penelitian atau pengalaman yang berulang-ulang, sehingga tercipta suatu pengetahuan. Oleh karena itu, model memiliki peranan penting di dalam ilmu pengetahuan. Penyusunan model sangat penting dalam suatu penelitian, terutama untuk menghemat waktu dan biaya (Harja dan Rahayu 2010).

(32)

16

tersebut dikatakan sebagai model kontinyu, bila tidak, maka model tersebut dikatakan sebagai model diskret.

Handoko (2005) mengelompokkan beberapa model sebagai berikut: 1. Model empirik dan mekanistik

Model empirik dibuat berdasarkan pengamatan empirik/statistik, tanpa menjelaskan atau didasarkan atas proses terjadinya. Model mekanistik menjelaskan mekanisme proses terjadinya dalam suatu sistem.

2. Model deskriptif dan model numerik

Model deskriptif menggambarkan bentuk-bentuk hubungan secara konsepsi atau berupa simbol-simbol tanpa mengandung bentuk hubungan numerik. Model numerik menggambarkan hubungan-hubungan dalam bentuk persamaan-persamaan matematik.

3. Model dinamik dan statik

Model dinamik menjelaskan tentang unsur waktu sebagai peubah penting. Model statik tidak menjelaskan peubah-peubah yang ada sebagai fungsi waktu. 4. Model deterministik dan stokastik

Model deterministik tidak memperhitungkan peluang terjadinya kesalahan hasil prediksi. Model stokastik merupakan suatu model dengan hasil prediksi yang mengandung toleransi yang dapat berupa simpangan yang secara statistik dapat digambarkan dengan ragam, simpangan baku, dan koefisien keragaman.

Pertumbuhan tanaman merupakan sistem yang dinamik, sehingga model dinamik merupakan model yang sesuai terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Davis dan Jhonson (1987) pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan dari jumlah dan dimensi pohon, baik diameter maupun tinggi yang terdapat pada suatu tegakan. Pertumbuhan ke atas (tinggi) merupakan pertumbuhan primer (initial growth), sedangkan pertumbuhan ke samping (diameter) disebut pertumbuhan sekunder (secondary growth).

Diameter merupakan salah satu dimensi pohon yang paling sering digunakan sebagai parameter pertumbuhan. Pertumbuhan diameter dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Pertumbuhan diameter berlangsung apabila keperluan hasil fotosintesis untuk respirasi, penggantian daun, pertumbuhan akar, dan tinggi telah terpenuhi (Davis dan Jhonson 1987).

Menurut Sitompul dan Guritno (1995), model pertumbuhan biasanya berkenaan dengan hubungan diantara proses pertumbuhan (yang dinyatakan dalam produknya) dengan faktor pengendali utama produknya dalam bentuk persamaan. Kebanyakan model pertumbuhan pada masa lampau bersifat empiris yaitu fungsi kadang-kadang dipilih dengan melihat data begitu saja dan membuat suatu penaksiran karena tujuannya, biasanya hanya untuk mendapatkan suatu ringkasan matematik dari data mengenai pertumbuhan keseluruhan tanaman atau bagian tanaman, sehingga parameter model sering kurang atau tidak mempunyai arti biologi. Akan tetapi, usaha belakangan ini telah mencoba memilih fungsi yang logis secara biologi dengan parameter-parameter yang dapat menggambarkan sesuatu mekanisme fisiologi atau biokimiawi yang mendasari proses pertumbuhan. Bentuk pertumbuhan berubah menjadi asimptotis jika substrat pertumbuhan seperti fotosintat atau unsur hara menjadi terbatas atau menurun dengan adanya proses penuaan atau senesens.

(33)

antara lain volume, tinggi, bidang dasar, dan diameter dengan umur tegakan. Bentuk kurva pertumbuhan tegakan yang ideal akan mengikuti bentuk ideal bagi pertumbuhan organisme, yaitu bentuk sigmoid. Bentuk umum kurva pertumbuhan kumulatif tumbuh-tumbuhan akan memiliki tiga tahap, yaitu tahap pertumbuhan eksponensial, tahap pertumbuhan mendekati linear, dan pertumbuhan asimptotis (Davis dan Jhonson 1987).

Menurut Fekedulegn et al. (1999), berbagai model pertumbuhan yang umumnya digunakan dalam bidang kehutanan tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Model pertumbuhan tanaman (Fekedulegn et al. 1999)

Model Bentuk persamaan Sumber

Negatif

eksponensial f(t) = a(1-exp(-kt))+e Philip (1994)

Monomolekular f(t) = a(1-b exp(-kt))+e Draper dan Smith (1981) Mitcherlich f(t) = (a-bkt)+e Philips dan Campbell

(1968)

Gompertz f(t) = a exp(-b exp(-kt))+e Draper dan Smith (1981) Logistik f(t) = a/(1+b exp(-kt))+e Nelder (1961); Oliver

(1964)

Chapman-Richards f(t) = a(1-b exp(-kt))1/(1-n)+e Draper dan Smith (1981) Von Bertalanffy f(t) = (a1-n-b exp(-kt))1/(1-n)+e Bertalanffy (1957); Myers

(1986)

Richard’s f(t) = a/(1+b exp(-kt))1/n+e Richard (1959); Myers (1986)

Weibull f(t) = (a-b exp(-ktn))+e Ratkowsky (1983); Myers (1986)

Selain itu, berdasarkan Sitompul dan Guritno (1995), beberapa model untuk menggambarkan proses pertumbuhan hubungannya dengan umur tanaman adalah sebagai berikut:

a. Eksponensial tikungan tajam

Pengertian dasar yang perlu dipegang dalam pengembangan model eksponensial dengan tikungan tajam adalah bahwa proses pertumbuhan itu disamakan dengan mesin yang dapat menghasilkan suatu produk. Mesin pertumbuhan itu kemudian dalam tanaman diasumsikan proporsional dengan biomassa total tanaman. Kemudian mesin tersebut bekerja secara maksimal sepanjang substrat tersedia, dan pertumbuhan yang dihasilkan tidak dapat balik. Pertumbuhan dapat berhenti seketika setelah substrat dihabiskan (Gambar 14).

(34)

18

keseluruhan tubuh tanaman merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan bahan baru. Kekeliruan dalam penafsiran sifat sistem mungkin terletak pada asumsi kedua yaitu bahwa mesin tersebut bekerja secara maksimal sepanjang substrat tersedia. Karena kemampuan tanaman untuk menghasilkan biomassa per satuan biomassa sebelumnya, yang dapat digunakaan sebagai indikator aktivitas kerja mesin pertumbuhan, berubah seiring dengan waktu dan biasanya semakin rendah mendekati akhir fase pertumbuhan tanaman.

Gambar 14 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model eksponensial tikungan tajam.

b. Monomolekuler

Model pertumbuhan monomolekuler dikembangkan dari peristiwa yang terjadi dalam reaksi kimia sederhana yaitu reaksi tingkat pertama yang tidak dapat balik. Dalam reaksi tingkat pertama, laju transformasi suatu substrat diasumsikan proporsional dengan konsentrasi substrat. Laju pertumbuhan nampak menurun secara terus-menerus dan tanpa titik belok (Gambar 15). Keadaan demikian tidak umum terjadi dalam pertumbuhan tanaman.

[image:34.595.223.401.193.473.2]
(35)

seiring dengan waktu. Akar yang tidak dapat diabaikan sebagai bagian dari mesin pertumbuhan dengan fungsinya untuk menyerap air dan unsur hara juga mengalami perubahan.

Gambar 15 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model monomolekuler.

c. Logistik

Pada kedua persamaan sebelumnya, dua keadaan yang berbeda telah dianalisis. Pertama laju pertumbuhan tergantung pada kuantitas mesin pertumbuhan yang dipandang proporsional dengan berat kering tanaman. Kedua laju pertumbuhan tergantung pada tingkat substrat. Kedua model yang dihasilkan tidak dapat menggambarkan keseluruhan pertumbuhan tanaman, tetapi dapat meniru sebagian sistem tanaman yaitu secara berturut-turut bagian awal dan akhir.

[image:35.595.222.402.138.407.2]
(36)

20

Gambar 16 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model logistik.

d. Gompertz

Model pertumbuhan Gompertz diturunkan berdasarkan asumsi bahwa substrat pertumbuhan tidak terbatas, sehingga mesin pertumbuhan selalu dijenuhi oleh substrat. Kuantitas mesin pertumbuhan proporsional dengan berat kering tanaman dengan laju pertumbuhan spesifik sebagai konstanta perbandingan. Keefektifan mesin pertumbuhan merosot seiring dengan waktu (umur tanaman). Asumsi terakhir ini cukup logis karena degradasi aktivitas komponen metabolisme seperti enzim dan daun (penuaan) adalah peristiwa yang umum terjadi.

Perbedaan dengan persamaan eksponensial tikungan tajam adalah adanya parameter laju pertumbuhan spesifik, yang sama dengan laju pertumbuhan relatif (LPR). Parameter pertumbuhan ini diasumsikan tidak konstan, keadaan yang sering terjadi pada kondisi alami atau semi-alami.

[image:36.595.227.398.84.357.2]
(37)

Gambar 17 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model Gompertz.

e. Model Richards

[image:37.595.234.393.96.334.2]
(38)

22

Gambar 18 Bentuk pola pertumbuhan tanaman dengan waktu yang digambarkan model Ricards.

f. Model Chanter

Model Chanter merupakan suatu model pertumbuhan yang merupakan gabungan persamaan Logistik dan Gompertz dengan parameter-parameter yang mempunyai pengertian yang sama dan telah dikembangkan oleh Chanter (1976). Adapun pola pertumbuhan tanaman yang dibentuk dapat dilihat pada Gambar 19.

[image:38.595.230.395.84.356.2] [image:38.595.234.393.476.719.2]
(39)

Penelitian Pertumbuhan Mangrove

Terdapat beberapa penelitian yang mengkaji mengenai pertumbuhan mangrove khusunya untuk jenis A. marina dan R. mucronata diantaranya sebagai berikut:

a. Burchett et al. (1984)

Burchett et al. (1984) meneliti hubungan antara parameter pertumbuhan dan respirasi akar A. marina dengan berbagai tingkat salinitas (0%, 25%, 75%, dan 100% air laut). Pertumbuhan (biomassa dan luas permukaan daun) dan rata-rata respirasi tertinggi didapatkan pada media 25% air laut, tingkat sukulensi daun tertinggi pada media 50% air laut, dan potensial osmotik daun tertinggi pada media 100% air laut.

b. O’Grady et al. (1996)

O’Grady et al. (1996) meneliti pertumbuhan dan distribusi dari dua jenis anakan mangrove (A. marina dan R. stylosa) di area pantai Darwin Harbour. Berdasarkan penelitian tersebut, anakan A. marina dan R. stylosa memiliki tingkat kerapatan dan pertumbuhan terbesar pada areal dengan kanopi yang terbuka. Secara umum anakan R. stylosa lebih tahan bila dibandingkan dengan A. marina. Rhizophora memiliki cadangan embrionik yang lebih besar dibandingkan Avicennia. Hal ini memungkinkan anakan Rhizophora dapat lebih bertahan di bawah naungan untuk periode yang lama dibandingkan dengan Avicennia.

c. Devoe dan Cole (1998)

Devoe dan Cole (1998) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan hutan mangrove di Federated States of Micronesia (FSM). Berdasarkan plot permanen yang telah dibangun selama 9 tahun di lokasi ini, didapatkan nilai riap rat-rata tahunan dari jenis R. apiculata sekitar 0.25 cm/th, Xylocarpus granatum sekitar 0.31 cm/th, R. mucronata sekitar 0.37 cm/th, B. gymnorrhiza sekitar 0.35 cm/th, dan S. alba sekitar 0.49 cm/th. Secara keseluruhan, riap volume rata-rata di area FSM ini mencapai 4.5 m3/(ha th).

d. Komiyama et al. (1998)

(40)

24

e. Hutahean et al. (1999)

[image:40.595.112.511.224.405.2]

Hutahean et al. (1999) melakukan studi kemampuan tumbuh anakan mangrove jenis R. mucronata, B. gymnorrhiza, dan A. marina pada berbagai tingkat salinitas (0.00-7.50 ppt, 7.50-15.0 ppt, 15.0-22.5 ppt, dan 22.5-30.0 ppt) menggunakan bibit berumur 1 tahun. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, secara umum respon pertumbuhan terbaik diperoleh pada salinitas yang semakin rendah. Setelah 3 bulan pengamatan, didapatkan pertumbuhan tinggi untuk setiap jenis dan tingkat salinitas seperti tertera pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji Duncan respon pertumbuhan tinggi anakan pada berbagai tingkat salinitas (Hutahean et al. 1999)

Jenis Salinitas (ppt) Tinggi rata-rata (cm) Duncan grouping

B. gymnorrhiza 0.0-7.5 8.86 A*

A. marina 0.0-7.5 5.72 B

A. marina 7.5-15,0 5.24 BC

B. gymnorrhiza 7.5-15.0 4.02 BCD

B. gymnorrhiza 15.0-22.5 2.90 BCDE

A. marina 22.5-30.0 2.66 CDE

R. mucronata 7.5-15.0 2.48 CDE

R. mucronata 0.0-7.5 2.22 DE

A. marina 15.0-22.5 1.86 DE

R. mucronata 15.0-22.5 1.70 DE

R. mucronata 22.5-30.0 1.26 DE

B. gymnorrhiza 22.5-30.0 0.96 E

Keterangan: * = respon paling baik

f. Rasool dan Saifullah (2005)

Pada penelitiannya, Rasool dan Saifullah (2005) mensimulasikan teknik penanaman mangrove dengan pembuatan alur dan mengaplikasikan bentuk V pada dasar alur sebagai pencegahan terhadap genangan juga tumbuhnya tritip. Penelitian dilakukan di sepanjang garis pantai Balochistan, Miani Hor, Pakistan dengan kondisi lahan datar dan berlumpur. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan rata-rata pertumbuhan tinggi A. ma rina selama 6 bulan pengamatan yaitu sekitar 38.91 ± 2.0 cm lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan teknik penanaman konvensional oleh Rasool et al. (2002) dengan menggunakan sumber anakan berupa cabutan yaitu 12.35 ± 7.40 cm dan Rasool dan Saifullah (2002) dengan menggunakan sumber anakan dari persemaian yaitu 26,87 ± 2,61 cm.

g. Thampanya (2006)

(41)

h. Jumiati (2008)

Jumiati (2008) melakukan penelitian mengenai pertumbuhan R. mucronata dan R. apiculata di kawasan yang terpolusi oleh minyak di kawasan tambang minyak dan gas PT Medco E & P di kecamatan Tarakan Timur. Pengukuran dilakukan dengan interval 2 minggu selama 4 bulan pengamatan pada tiga zona berbeda yaitu zona darat, tengah, dan laut. Anakan yang digunakan dalam penelitian ini berupa propagul dan bibit. Adapun pertambahan tinggi rata-rata semai R. mucronata dan R. apiculata yang didapatkan tertera pada Tabel 3.

Tabel 3 Pertambahan tinggi rata-rata semai (cm) R. mucronata (Rm) dan R. apiculata (Ra) pada zona darat, tengah, dan laut di tapak Medco E&P Parameter Riap tinggi rata-rata (cm/2 minggu)

R. mucronata R. apiculata

Bibit Propagul Bibit Propagul

D T L D T L D T L D T L

Pertambahan

tinggi (cm) 5.2 1.6 7.2 35.7 6.1 18.5 1.9 0.34 4.9 8.7 7.6 15.7 Keterangan: D = zona darat, T = zona tengah, L = zona laut

i. Kairo et al. (2008)

Kairo et al. (2008) melakukan penelitian mengenai struktur dan produktivitas dari hutan tanaman R. mucronata berumur 12 tahun di Gazi Bay, Kenya. Berdasarkan hasil penelitiannya didapatkan bahwa rata-rata tinggi kanopi dari R. mucronata berumur 12 tahun yaitu 8.4 ± 1.1 m dengan rata-rata diameter 6.2 ± 1.87 cm. Biomassanya diperkirakan mencapai 106.7 ± 24.0 ton/ha dengan akumulasi biomassa rata-rata 8.9 ton/(ha th).

k. Halidah (2010)

Halidah (2010) meneliti tentang pengaruh tinggi genangan dan jarak tanam terhadap pertumbuhan anakan R. mucronata di pantai barat Sulawesi Selatan. Berdasarkan penelitian tersebut, perlakuan tinggi genangan belum menunjukkan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi, sedangkan jarak tanam memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi. Jarak tanam 0.5 m x 0.5 m, 1 m x 1 m, 1 m x 2 m, dan 2 m x 1.5 m memberikan rata-rata tinggi R. mucronata berumur 6 bulan secara berturut-turut yaitu 1.56 cm, 2.22 cm, 1.77 cm, dan 5.74 cm.

l. Syah (2011)

[image:41.595.111.521.224.295.2]
(42)

3 METODE

Waktu dan Tempat

Pengambilan data membutuhkan waktu sekitar 3 tahun dari mulai Oktober 2008 sampai dengan Oktober 2011 di kawasan Arboretum Mangrove Angke Kapuk, yang berada di pinggir jalan tol Sedyatmo-Bandara Internasional Soekarno Hatta pada KM 22 sampai dengan KM 23, provinsi DKI Jakarta (06o06’45” LS dan 106o43’54”BT) (Gambar 20). Kawasan ini memiliki kedalaman air sekitar 2-3 m dengan tingkat salinitas 28-30 ppt dan pH 6.88-7.52 (Kusmana 2010).

Bahan dan Alat

Adapun bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya anakan A. marina dan R. mucronata, meteran, caliper, alat tulis, dan seperangkat komputer.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini berupa diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan R. mucronata pada berbagai perlakuan jarak tanam.

Rancangan Sampling

[image:42.595.120.515.490.578.2]

Penelitian yang dilakukan berupa pengukuran diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan R. mucronata untuk setiap jarak tanam sampai dengan umur tanam 36 bulan, yang mana umur A. marina dan R. mucronata pada saat penanaman berturut-turut adalah 3 bulan dan 6 bulan. Adapun intensitas sampling yang digunakan tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Intensitas sampling yang digunakan dalam penelitian

Guludan Jumlah anakan

(ind)

Intensitas sampling (%)

Jumlah sampel (ind)

0.25 x 0.25 m 336 11 36

0.5 x 0.5 m 99 22 22

1 x 1 m 30 40 12

Total 465 15 70

Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut: 1. Tahapan persiapan

(43)

L

ok

as

i

P

en

eli

tian

Ga

mbar

20

L

oka

si

pe

ne

li

tian

(Kus

mana

[image:43.595.90.501.79.731.2]
(44)

28

2. Pengukuran tinggi anakan dan diameter batang

Diameter batang diukur pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah, sedangkan tinggi anakan diukur dari batas pengukuran diameter batang sampai dengan ujung pusat tumbuh (dilakukan penandaan sejak awal penanaman). Diameter batang dan tinggi anakan mangrove diukur langsung menggunakan caliper dan meteran atau galah pengukur tinggi anakan. Pengamatan tersebut dilakukan setiap 4 bulan selama periode pengamatan.

Prosedur Analisis Data

Penyusunan Model Pertumbuhan

Model yang akan disusun merupakan pendugaan untuk setiap peubah pertumbuhan tinggi anakan dan diameter batang. Model yang diujicobakan menggunakan satu peubah bebas yaitu umur dalam bentuk nonlinier. Penyusunan model menggunakan analisis regresi nonlinier dengan menggunakan software R. Adapun model-model yang digunakan tertera pada Tabel 5.

[image:44.595.112.512.406.631.2]

Khusus untuk pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata, setelah dilihat sebaran data yang dihasilkan (Lampiran 1), maka digunakan bentuk model berbeda untuk diujikan. Adapun bentuk model yang dimaksud tertera pada Tabel 6.

Tabel 5 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan diameter batang dan tinggi anakan A. marina dan diameter batang R. mucronata

Model Persamaan Sumber

Gompertz Yt = a exp(-b exp(-ct)) Draper dan Smith (1981); Fekedulegn et al. (1999); Lei dan Zhang (2004); Narinc et al. (2010); Gurcan et al. (2012)

Logistik Yt = a/(1+ b exp(-ct)) Nelder (1961); Oliver (1964); Fekedulegn et al. (1999); Lei dan Zhang (2004); Narinc et al. (2010); Gurcan et al. (2012)

Richards Yt = a/(1+ exp(-bt)) 1/c Richard (1959); Myers (1986); Fekedulegn et al. (1999); Narinc et al. (2010) Keterangan: Yt = diameter batang (cm)/tinggi anakan (m) pada umur ke-t

(45)

Tabel 6 Model yang dibandingkan untuk menggambarkan pertumbuhan tinggi anakan R. mucronata

Model Persamaan Sumber

Power Yt = atb Sit dan Costello (1994)

Eksponensial Yt = a exp (bt) Sit dan Costello (1994) Polinomial Yt = a(t-b)2 + c Sit dan Costello (1994) Invers

Polinomial Yt = t/(a+bt) Sit dan Costello (1994) Keterangan: Yt = tinggi anakan (m) pada umur ke-t

a, b, c = parameter model

Pemilihan Model Terbaik

Untuk memilih model pertumbuhan terbaik diguanakan kriteria pemilihan model sebagai berikut:

1. Uji Keberartian Model

Untuk mengiuji keberartian model digunakan uji t untuk melihat ada tidaknya signifikansi pengaruh peubah bebas terhadap peubah tidak bebas.

2. Akaike Information Criteria (AIC)

Akaike Information Criteria (AIC) merupakan ukuran relatif baiknya suatu model statistik. Kriteria ini dikembangkan oleh Hirotsugu Akaike dan pertama kali dipublikasikan oleh Akaike pada tahun 1974. Kriteria ini menggambarkan hubungan antara bias dan simpangan baku dalam penyusunan model, atau dengan kata lain menggambarkan hubungan antara tingkat ketelitian dan kompleksitas dari sebuah model. Adapun penentuan nilai AIC dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Liddle 2008):

keterangan:

Lmax = nilai maksimum dari fungsi kemungkinan yang dapat dicapai oleh model p = jumlah parameter

3. Bayesian Information Criteria (BIC)

Kriteria lain yang merupakan ukuran relatif baiknya suatu model statistik adalah Bayesian Information Criteria (BIC). BIC diperkenalkan oleh Gideon E. Schwarz pada tahun 1978. Kriteria ini hampir sama dengan AIC. Penentuan nilai BIC dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Liddle 2008):

keterangan:

Lmax = nilai maksimum dari fungsi kemungkinan yang dapat dicapai oleh model p = jumlah parameter

n = jumlah pengamatan

4. Root Mean Square Error (RMSE)/Simpangan Baku (S)

[image:45.595.113.504.112.234.2]
(46)

30

akan semakin tinggi ketepatannya. Semakin sempit sebaran simpangan maka akan semakin tinggi ketelitiannya dan semakin kecil kesalahan sistematiknya, maka penduga tersebut semakin tidak bias. Nilai simpangan baku ditentukan dengan rumus (Salvatore dan Reagle 2001):

keterangan:

s = simpangan baku (n-p) = derajat bebas sisa Ya = nilai diameter batang/tinggi anakan sesungguhnya

Yi = nilai diameter batang/tinggi anakan dugaan

5. Uji Kesesuaian Model

Untuk melihat kesesuaian model terhadap data, digunakan koefisien determinasi (R2) dan koefisien determinasi terkoreksi (Radj2). R2 adalah perbandingan antara jumlah kuadrat regresi (JKR) dengan jumlah kuadrat total (JKT) dan biasanya R2 dinyatakan dalam persen (%). Nilai R2 ini mencerminkan seberapa besar keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. Nilai R2 berkisar antar 0% sampai 100%. Makin besar R2 akan makin besar total keragaman yang dapat diterangkan oleh regresinya (semakin tinggi keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh peubah bebas X), berarti bahwa regresi yang diperoleh makin baik. Perhitungan nilai R2 adalah untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan antara peubah bebas dan tidak bebas. Koefisien determinasi terkoreksi (Radj2) adalah koefisien determinasi yang telah dikoreksi oleh derajat bebas dari JKS dan JKT nya. Adapun perhitungan besarnya nilai R2 dan R2 terkoreksi dapat dilakukan dengan rumus (Narinc et al. 2010):

keterangan:

JKS = Jumlah Kuadrat Sisa (n-p) = dbs = derajat bebas sisaan JKT = Jumlah Kuadrat Total (n-l) = dbt = derajat bebas total

6. Verifikasi Asumsi Model

Salah satu asumsi model regresi adalah ragam sisaan yang konstan (homokedastisitas). Asumsi tersebut diverifikasi dengan membuat grafik hubungan antara nilai dugaan sebagai absis dan sisaan sebagai ordinat.

Model terbaik dipilih dengan menggunakan kriteria sebagai berikut: 1. Nilai p-value < 0.05

2. Nilai AIC, BIC, dan simpangan baku (RMSE) paling kecil 3. Nilai R2 dan R2 terkoreksi (R2adj) paling besar

(47)

Penyusunan Model Riap (MAI dan CAI)

(48)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Model Pertumbuhan A. marina

Berdasarkan hasil pengolahan dari keseluruhan data yang didapatkan selama 36 bulan (Lampiran 2 dan 3), model persamaan logistik paling sesuai untuk ketiga perlakuan jarak tanam bagi pertumbuhan diameter batang A. marina dibandingkan kedua model lainnya (Richard’s dan Gompertz) (Tabel 7). Hal ini dapat dilihat dari nilai ketujuh kriteria yang diperbandingkan yaitu p-value, AIC, BIC, RMSE, R2, R2adj, serta terpenuhi atau tidaknya kondisi homokedastisitas dari model yang dihasilkan.

Tabel 7 Hasil perbandingan tujuh indikator pemilihan model terbaik untuk menduga pertumbuhan diameter batang A. marina pada jarak tanam yang berbeda

Jarak

Tanam Persamaan Koefisien p-value AIC BIC RMSE R

2

R2adj Homokedastisitas

0.25 x 0.25 m

Logistik

a = 5.083 <0.0001

111.04 128.43 0.54 0.705 0.702 Terpenuhi b = 11.333 <0.0001

c = 0.919 <0.0001

Richard’s a = 8.881 b = 0.426 0.0338 0.0002 387.86 401.77 0.54 0.704 0.702 Tidak c = 0.223 <0.0001

Gompertz

a = 12.739 0.1255

387.97 401.88 0.54 0.704 0.702 Tidak b = 3.490 <0.0001

c = 0.289 0.0028

0.5 x 0.5 m

Logistik

a = 5.688 <0.0001

72.44 87.36 0.50 0,871 0,870 Terpenuhi b = 14.670 <0.0001

c = 1.220 <0.0001

Richard’s a = 9.213 b = 0.562 <0.0001 <0.0001 79.82 94.74 0.52 0.863 0.861 Terpenuhi c = 0.212 <0.0001

Gompertz

a = 13.032 0.0029

82.03 96.95 0.53 0.859 0.857 Terpenuhi b = 3.636 <0.0001

c = 0.384 <0.0001

1 x 1 m

Logistik

a = 5.981 <0.0001

49.98 61.83 0.50 0.882 0.879 Terpenuhi b = 14.207 <0.0001

c = 1.189 <0.0001

Richard’s a = 9.383 b = 0.561 <0.0001 0.0019 52.25 64.10 0.51 0.876 0.873 Terpenuhi c = 0.215 <0.0001

Gompertz

a = 12.795 0.0213

Gambar

Gambar 1 Avicennia marina (Forsk.) Vierh. 1907.
Gambar 2 R. mucronata Lamk. 1804.
Gambar 4  Model sistem wanamina  yang umum di Indonesia.
Gambar 6  Penahan arus dan pemecah gelombang bentuk gundukan batu (rubble mould).
+7

Referensi

Dokumen terkait