ABSTRAK
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI NILAI MATA UANG RUPIAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IV C SD NEGERI 1 SURABAYA KECAMATAN KEDATON
BANDAR LAMPUNG
Oleh HABSOH
Berdasarkan hasil observasi awal pembelajaran matematika di kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa masih rendah yaitu berkisar dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah (65).
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Adapun prosedur dalam penelitian ini ada 2 siklus dengan empat langkah kegiatan yaitu perencanaan,, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pengumpulan data aktivitas siswa menggunakan lembar aktivitas belajar dan pengumpulan data nilai siswa menggunakan lembar hasil tes belajar siswa. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis data kualitatif dan kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I yaitu 50,86 meningkat 24,54 point menjadi 75,40. Hasil belajar siswa pada Siklus I mencapai nilai rata-rata 66,33 dengan ketuntasan belajar mencapai 66,67% mengalami peningkatan nilai sebesar 18,84 poin menjadi 85,17 dengan ketuntasan belajar 100% pada Siklus II.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini, memberikan dampak yang
sangat luas disegala aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan
termasuk didalamnya perkembangan model pembelajaran yang terus
diarahkan pada peningkatan prestasi siswa. Dari beberapa hasil penelitian
tentang faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa diperoleh
informasi bahwa disamping kemampuan dasar siswa, faktor stimulasi peran
guru, dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai memiliki
keterkaitan yang kuat dengan pengalaman belajar yang merupakan proses
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Proses pembelajaran yang baik seharusnya dapat menumbuhkan kegiatan
belajar pada diri siswa agar tingkah laku mereka berubah. Proses tersebut
bukan hanya terjadi melalui pemberian informasi atau pengetahuan dari guru
kepada siswa, melainkan melalui komunikasi timbal balik antara guru dengan
siswa. Dalam komunikasi timbal balik itu siswa diberi kesempatan untuk
terlibat aktif dalam belajar baik mental, intelektual, emosional maupun fisik
Selanjutnya kemampuan-kemampuan itu diharapkan dapat membentuk
kepribadiannya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Sumiati
dan Asra, 2009:138).
Model pembelajaran merupakan sarana interaksi guru dengan siswa di
dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian yang perlu diperhatikan
adalah ketepatan dalam memilih model pembelajaran sehingga sesuai dengan
tujuan, jenis dan sifat materi yang diajarkan. Kemampuan guru dalam
memahami dan melaksanakan model pembelajaran tersebut sangat
berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Ketidak tepatan menggunakan suatu
model pembelajaran dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan
monoton sehingga mengakibatkan sikap yang acuh terhadap pelajaran
matematika. Masalah ini seringkali menghambat dalam pembelajaran. Selain
yang telah dikemukakan di atas kurang tepatnya pemilihan metode mengajar
serta minat siswa akan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Berdasarkan hasil observasi awal penulis di kelas IV C SDN 1 Surabaya
Kecamatan Kedaton Bandar Lampung pada materi penulisan nilai mata uang
rupiah menunjukkan bahwa 6 (20%) siswa dari 30 siswa menguasai secara
tuntas, 10 siswa (33,33%) dari 30 siswa agak menguasai,dan 14 siswa
(46,67%) dari 30 siswa kurang menguasai, pada hal pada pembelajaran
matematika sehari-hari guru sudah menjelaskan secara lisan, ditulis di papan
tulis, memberi contoh, bahkan memberikan soal-soal latihan tentang
perhitungan nilai mata uang dan rupiah, dan juga siswa sudah diberi
mereka yang mengajukan pertanyaan. Ketika guru balik bertanya hanya
beberapa siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru dengan benar, itu pun
karena siswa tersebut memang pandai di kelasnya. Rendahnya penguasaan
materi besar kemungkinan dikarenakan guru kurang tepat dalam memilih
model pembelajaraan.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, penulis termotivasi melakukan
penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa.
Kelebihan pembelajaran ini adalah mengaktifkan siswa dan membuat suasana
belajar lebih menyenangkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil
belajar matematika. Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa
dilatih bekerjasama, saling toleransi terhadap pendapat teman dan
bertanggung jawab terhadap materi yang ditugaskan guru. Proses
pembelajaran yang terjadi berpusat pada siswa sehingga pembelajaran ini
lebih memotivasi siswa untuk aktif menyelesaikan tugas belajar dan
diharapkan prestasi belajar siswa meningkat.
1.2 Identifikasi Masalah
Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Rendahnya aktivitas belajar matematika siswa kelas IV C SDN 1 Surabaya
2. Rendahnya hasil belajar matematika kelas IV C SDN 1 Surabaya
3. Pembelajaran yang digunakan masih cenderung berpusat pada guru dan
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan
aktivitas belajar matematika pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah
siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran 2012/2013 ?
2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan
hasil belajar matematika pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah
siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran 2012/2013 ?
1.4Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas IV C pada pokok
bahasan Nilai Mata Uang Rupiah di SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran
2012/2013 melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2. Meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV C pada pokok
bahasan Nilai Mata Uang Rupiah di SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran
2012/2013 melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian tindakan kelas ini adalah:
1. Sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam
upaya meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran
2. Guru, sebagai bahan pemilihan dan pertimbangan guru dalam memilih
model pembelajaran yang sesuai dalam proses belajar mengajar khususnya
di SDN 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.
3. Siswa, menambah daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika
dan meningkatkan kemudahan pemahaman konsep matematika khususnya
pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah.
4. Peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan tentang penerapan model
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Matematika di Sekolah Dasar
Matematika merupakan satu bidang studi yang diajarkan di Sekolah Dasar.
Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya,
hendaknya mengetahui dan memahami objek yang akan di ajarkannya. Kata
matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil
dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu
mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata
lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar
atau berpikir. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika
berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).
Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan
menekankan dari hasil eksperiman atau hasil observasi. Matematika terbentuk
karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan
Matematika merupakan suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis,
berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit. Dengan
demikian, pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian
terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya.
Beberapa pegertian matematika menurut para ahli yaitu :
1. Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan
mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru
untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat
perkembangan mental siswa.
2. Russefendi (Murniati, 2003:46) menyatakan bahwa matematika itu
terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan,
defenisi-defenisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, di mana dalil-dalil setelah
dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum.
3. Paling (1982) dalam Abdurrahman (1999:252) mengemukakan bahwa
ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada
pengalaman dan pengetahuan masing-masing.
4. Reys (Murniati, 2007:46) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir,
suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.
5. Berdasarkan etimologis, Tinggih (Suherman, dkk., 2003:16)
mengemukakan bahwa matematika berarti ilmu pengetahuan yang
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa Matematika adalah
suatu disiplin ilmu untuk memperoleh pengetahuan dalam memahami arti
dari struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol yang ada dalam
materi pelajaran matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku
pada diri siswa.
Tujuan pembelajaran matematika di SD dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan Depdiknas 2006 SD adalah sebagai berikut :
1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah
2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh,
4. mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan
sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan
matematika juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1)
menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan
dalam kehidupan sehari-hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang
dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan
kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4)
Ruang lingkup materi matematika sekolah dasar yaitu : (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan petbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran. (Depdiknas, 2006.)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika
pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dalam
memahami arti dari struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol
yang ada dalam materi pelajaran matematika sehingga menyebabkan
perubahan tingkah laku pada diri siswa. Dalam rangka mewujudkan tujuan di
atas dilaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan berbagai
metode dan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat digunakan
antara lain model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif
dan model pembelajaran berbasis masalah. Pada penelitian ini penulis
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
2.2 Belajar
1.2.1 Pengertian Belajar
Slameto (1988: 2), mengemukakan definisi belajar sebagai suatu proses
usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.
Definisi lain dikemukakan oleh Winkel (1984: 136) bahwa belajar adalah
lingkungan yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan, nilai
dan sikap serta perubahan itu bersifat relative konstan dan berbekas.
Menurut Hamalik (2001: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman. Pendapat lain dikemukakan oleh Sudjana
(1991: 5) bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam
suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan.
Belajar dianggap sebagai proses mendapatkan pengalaman dan latihan.
Higgard dan Sanjaya (2007 : 53) mengatakan bahwa belajar adalah proses
perubahan melalui kegiatan atau prosedur, baik latihan di dalam laboratorium
maupun di lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan
pengetahuan. Sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.
Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas maka dapat dirumuskan definisi
belajar yaitu proses perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dapat berupa
perubahan-perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skill),
atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan
keterampilan dasar (Psikomotor).
2.2.2 Aktivitas Belajar
Aktivitas merupakan segala kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses
pembelajaran. Menurut Sardiman (2007:100) aktivitas belajar adalah aktivitas
(2006:236) mengemukan bahwa dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu
saling berkaitan, aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu proses,
yaitu merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman.
Menurut Kunandar (2008:277) aktivitas adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
aktivitas adalah segala keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, mental,pikiran,
perhatian dan keaktifan yang menimbulkan adanya interaksi selama proses
pembelajarn berlangsung. Aktivitas dan interaksi yang timbul dari siswa akan
mengakibatkan terbentuknya pengetahuan, sikap dan keterampilan.
2.2.3 Hasil Belajar
Hasil belajar pada hakekatnya adalah sebuah bentuk rumusan perilaku
sebagaimana yang tercantum dalam pembelajaran yaitu tentang penugasan
terhadap materi pembelajaran, maka hasil belajar dapat diartikan sebagai taraf
kemampuan actual yang berupa perubahan tingkah laku dalam diri individu
yang bersifat terukur yaitu berupa penugasan ilmu pengetahuan, keterampilan
dan sikap yag dicapai oleh peserta didik sebagai hasil dari apa yang dipelajari
di sekolah. Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran
dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sementara itu Nana
Sudjana (1995:22 ) mengemukakan bahwa hasil belajar matematika adalah
kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia memperoleh
pengalaman belajarnya.
Gagne dan Briggs (1978:49-55) menerangkan bahwa hasil belajar berkaitan dengan lima kategori yaitu : (1) ketrampilan intelektual adalah kecakapan yang berkenaan dengan pengetahuan prosedural yang terdiri atas deskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi kaidah serta prinsip, (2) strategi kognitif adalah kemampuan untuk memecahkan masalah–masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperlihatkan, mengingat dan berfikir, (3) informasi verbal adalah kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi–informasi yang relevan, (4) ketrampilan motorik adalah kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan–gerakan yang berhubungan dengan otot, (5) sikap merupakan kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan untuk menerima atau menolak berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.
Menurut Bloom (1976:201-207) hasil belajar dibagi menjadi 3 ranah yaitu
kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif berkenaan dengan ingatan atau
pengetahuan, afektif menggambarkan sikap atau minat, psikomotor adalah
kemampuan–kemampuan menggiatkan dan mengkoordinasikan gerak.
Cara mengukur hasil belajar yang selama ini digunakan adalah dengan
memberikan tes-tes, yang biasa disebut dengan ulangan. Tes dibagi menjadi
dua yaitu: tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes yang diadakan
sebelum atau selama pelajaran berlangsung, sedangkan tes sumatif adalah tes
yang diselenggarakan pada saat keseluruhan kegiatan belajar mengajar, tes
Berdasarkan pandangan-pandangan dari para ahli tersebut diatas maka yang
dimaksud dengan hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil
dari seorang siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika yang
diukur dari kemampuan siswa tersebut dalam menyelesaikan suatu
permasalahan matematika.
2.3 Model Pembelajaran Matematika di SD
Model pembelajaran meliputi suatu model pembelajaran yang luas dan
menyeluruh. Konsep model pembelajaran lahir dan berkembang dari para
pakar psikologi dengan pendekatan dalam setting eksperimen yang
dilakukan. Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran yang dikembangkan
oleh Joyce dan Weil dalam penjelasan dan pencatatan tiap-tiap pendekatan
dikembangkan suatu sistem penganalisisan dari sudut dasar teorinya, tujuan
pendidikan, dan perilaku guru dan siswa yang diperlukan untuk melaksanakan
pendekatan itu agar berhasil.
Lebih lanjut Ismail (2003:16) menyebutkan bahwa istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu yaitu:
rasionalteoritik yang legis yang disusun oleh penciptanya tujuan pembelajaran yang hendak dicapai
tingkah laku me·ngajar yang diperlukan agar modeltersebut berhasil lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai
Ada beberapa model pembelajaran matematika antara lain:
1. Model Penemuan Terbimbing
Sebagai suatu model pembelajaran dari sekian banyak model
fasilitator, guru membimbing siswa di mana ia diperlukan. Dalam model
ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga
dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah
disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada
kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model ini,
siswa dihadapkan kepada situasi di mana ia bebas menyelidiki dan
menarik kesimpulan.
2. Model Pemecahan Masalah
Sebagian besar ahli pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah
merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka juga
menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi
masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan
itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan
dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku tantangan
yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah
diketahui si pelaku.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Secara sederhana cooperative learning atau belajar secara kooperatif
adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan
memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.
4. Model Pembelajaran Kontekstual
Model Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran matematika yang
kontekstual atau realistik telah berkembang di negara-negara lain dengan
Education), di Amerika dengan nama CTL (Contextual Teaching
Learning in Mathematics). Gagasan RME muncul sebagai jawaban
terhadap adanya gerakan matematika modern di Amerika Serikat dan
praktek pembelajaran matematika yang terlalu mekanistik di Belanda.
5. Model Pengajaran Langsung.
Muhammad Nur (2000: 12) menyebutkan bahwa pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif, yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah. Lebih lanjut disebutkan pula, pengetahuan deklaratif (yang dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu , sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.
2.4 Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam
kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang
dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.
Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan
keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Menurut Sugandi (2002:14) Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar
belajar kelompok karena dalam belajar kooperatif ada tugas yang bersifat
kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
Rosalin, (2008:111) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pemberian tugas, dan rasa senasib. Dengan dilatih dan dibiasakan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas dan tanggung jawab.
Senada dengan pendapat di atas Anita Lie dalam Cooperative Learning (2007) menyatakan model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang dapat diterapkan guru di sekolah sesuai dengan tuntutan materi
pelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa dalam melakukan
kerja kelompok dan siswa dilatih serta dibiasakan untuk saling berbagi
pengetahuan, pengalaman, tugas serta tanggungjawab, sehingga timbul rasa
saling ketergantungan positif diantara sesama siswa.
Unsur-unsur dasar cooperative learning menurut Ibrahim (dalam Miyandari, 2005:12) adalah sebagai berikut:
Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”
Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya
Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif menurut Ibrahim (dalam Miyandari, 2005:13) dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
Apabila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda
Penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu.
Proses pembelajaran kooperatif menggunakan 6 langkah atau tahapan yang
pelaksanaannya bervariasi tergantung pada pendekatan atau model yang
digunakan. Enam langkah tersebut terangkum dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tindakan Guru
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
(Sumber: Ibrahim dalam Miyandari, 2005:13)
Ada bermacam-macam model pembelajaran kooperatif menurut Arends,
Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi dkk, 2004:64) yaitu, Model
STAD (Student Teams Achievement Divisions), Model Jigsaw, Model GI
(Group Investigation) dan Model Struktural.
2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan
teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan
teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya
(Arends, 1997).
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6
orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif
dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang
lain.
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).
Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu
untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic
pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu
kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota
kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada
pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan
kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang
beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga
yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli.
Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal
yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik
tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya
untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai
berikut (Arends, 1997)
Kelompok Ahli
Gambar.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :
Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap
kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda.
Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok
asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan
dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu
bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi
pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut
kelompok ahli (Counterpart Group/CG).
Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran
yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada
temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh disebut
siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan
pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40
siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8
kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli
akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah
diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi
diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok
asal.
Gambar 2. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw
Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal,
selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan
pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok
yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi
pembelajaran yang telah didiskusikan.
Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan
berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor
dasar ke skor kuis berikutnya.
Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian
materi pembelajaran.
Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi
baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut
serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan
mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat
menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model
pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran
Cooperative Learning.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru
terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir
orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran
Cooperative Learning.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang
dapat mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan
1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran
Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan
diajarkan.
2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan
kelas heterogen.
3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran
Cooperative Learning.
4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber.
5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan
informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.
Adapun kelebihan pendekatan kooperatif model jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Cocok untuk semua kelas/tingkatan;
2. Bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, atau
berbicara. Juga dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran;
3. Belajar dalam suasana gotong-royong mempunyai banyak kesempatan
untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi.
Sedangkan kekurangan pendekatan kooperatif model jigsaw adalah sebagai
berikut:
1. Membutuhkan lebih banyak waktu;
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Setting
3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Surabaya yang terletak di
jalan Danau Towuti Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran
2012/2013 selama empat bulan.
3.1.2 Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV C SDN 1 Surabaya
Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung dengan siswa sebanyak
30 orang terdiri dari 14 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Bila
dilihat dari sudut prestasi akademik, siswa di kelas ini dapat dibagi ke
dalam tiga karakter, yaitu 8 siswa berprestasi, 10 siswa sedang, dan
12 siswa kurang berprestasi. Salah satu alasan peneliti memilih kelas
ini adalah guna mengurangi jumlah siswa yang kurang berprestasi.
3.1.3 Teknik dan Alat Pengumpul Data
Teknik dan alat pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini
adalah observasi dan tes, yaitu :
1) Observasi : digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas
2) Tes digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa. Tes
akan dikerjakan siswa secara individual setelah mempelajari materi.
Tes akan dilaksanakan pada akhir pembelajaran setiap siklus,
menggunakan soal-soal tes.
3.1.4 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yakni
siswa dan guru, yaitu:
1) Siswa: untuk mendapatkan data tentang aktivitas dan hasil belajar
siswa dalam proses pembelajaran.
2) Guru : untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi
pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran.
3) Data dokumen
Data dokumen berupa data awal nilai hasil tes sebelum dilakukan
tindakan.
3.1.5 Tehnik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah :
1) Analisis Kualitatif
Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi dengan menggunakan
lembar pengamatan aktivitas siswa pada saat pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
Adapun rumus yang digunakan adalah :
R NP = --- SM
Keterangan :
NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan
R = Skor mentah yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan
2) Analisis Kuantitatif
Data kuantitatif diwujudkan dengan hasil belajar berupa nilai yang
diperoleh dari pembelajaran matematika yang telah dilaksanakan
dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif
dengan menentukan mean/ rerata untuk setiap siklus. Adapun
penyajian data kuantitatif dipaparkan sebagai berikut:
̅
∑Keterangan:
̅ = nilai rata-rata yang dicari
∑x = Jumlah nilai
n = Jumlah aspek yang dinilai
Diadopsi dari Muncarno (2004:15)
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal
∑ ∑
Analisis ini dilakukan pada saat tahapan refleksi. Hasil analisis ini digunakan
untuk melakukan perencanaan lanjut dalam siklus selanjutnya, sebagai bahan
refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran (aqib,dkk 2009:41).
Kriteria Tingkat keberhasilan Belajar Siswa dalam %, adalah sebagai
berikut:
1. > 80% = Sangat tinggi 2. 60-79 % = Tinggi 3. 40-59 % = Sedang 4. 20-39 = Rendah
5. < 20 % = Sangat Rendah
(Sumber : Aqib,dkk 2009:41)
3.1.6 Indikator Keberhasilan Tindakan
Penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran dikatakan berhasil jika :
1) Persentase siswa aktif meningkat setiap siklusnya.
2) Adanya peningkatan rata-rata nilai siswa setiap siklusnya
3) Tingkat keberhasilan belajar siswa secara klasikal mencapai 75 %
ke atas atau masuk kategori tinggi.
Penelitian direncanakan sebanyak 2 siklus, dengan masing-masing
siklus 2 kali pertemuan (2 x 35 menit). Setiap siklus akan
dilaksanakan tes tertulis untuk melihat tingkat ketercapaian dari
kemampuan pemahaman siswa. Sesuai dengan karakteristik PTK,
penelitian ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus. Dalam setiap siklus
terdapat empat tahapan kegiatan, diantaranya: 1) Perencanaan, 2)
Pelaksanaan, 3) pengamatan (observasi), dan 4) refleksi. Secara lebih
detail, prosedur kerja penelitian disajikan dalam diagram alur PTK
menurut Suharsimi Arikunto, Suharjono dan Supardi (2006:74)
sebagai berikut :
Gambar 3. Siklus PTK (Arikunto,Suharjono dan Supardi, 2006:74)
Pertemuan 1
1. Tahap Perencanaan
a. Menetapkan materi bahan ajar dalam pembelajaran yaitu
“mengidentifikasi mata uang”
b. Membuat rencana perbaikan pembelajaran yang mengacu pada
kurikulum.
c. Menyiapkan media pembelajaran yaitu gambar-gambar uang
d. Menyiapkan instrument penelitian/lembar pengamatan untuk
mengamati kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung.
e. Menyusun LKK (lembaran kerja kelompok)
f. Menyusun lembar evaluasi tes awal (pre test) dan tes akhir (post
test), yaitu bentuk tes essai untuk setiap siklus.
2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Awal :
a. Guru mengecek kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran.
b. Guru melakukan tes awal (pre test) untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran.
c. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui
kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
d. Apersepsi, guru menanyakan berapa uang jajan yang di bawa
siswa hari ini?
a. Guru meminta siswa mengamati gambar uang dalam berbagai
macam nilai yang berbeda
b. Guru membagi kelompok menjadi 5 kelompok yang terdiri 5-6
orang dengan kemampuan yang berbeda.
c. Siswa diminta mencabut nomor untuk menentukan materi mana
yang harus dikuasainya.
Nomor 1 : Mata Uang 100 dan 200 rupiah
Nomor 2 : Mata Uang 500 dan 1000 rupiah
Nomor 3 : Mata Uang 2000 dan 5000 rupiah
Nomor 4 : Mata Uang 10.000 dan 20.000 rupiah
Nomor 5 : Mata Uang 50.000 dan 100.000 rupiah
d. Siswa yang mempunyai nomor yang sama (materi yang sama)
berkumpul berdiskusi untuk menguasai materi yang ditugaskan
kepada mereka, dan menyusun strategi untuk menyampaikan
kepada temannya kelompok ini disebut kelompok ahli.
e. Siswa ahli tiap topik kembali kedalam kelompok asal dan
menerangkan kepada siswa pada kelompok asalnya dengan cara
yang bergantian (Kelompok asal ini yang disebut kelompok
Jigsaw) kemudian mengerjakan soal LKS.
f. Setiap kelompok melakukan persentasi di muka kelas dan
kelompok lain menanggapi
g. Guru memberikan penguatan atas hasil yang telah disampaikan.
h. Guru memberikan kesempatan untuk bertanya mengenai materi
Kegiatan Penutup
a. Pada tahap selanjutnya, siswa diberi tes akhir (post test) untuk
dikerjakan secara individu, hal ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat penguasaan materi pembelajaran.
b. Perhitungan skor kelompok.
3. Observasi
Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Observasi ini mencakup beberapa aspek yang diamati yaitu
kompetensi guru menyampaikan materi dengan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw serta aktivitas siswa selama
proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi.
4. Refleksi
Berdasarkan data hasil observasi dan evaluasi selanjutnya diadakan
analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis
dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai
dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya
(indikator keberhasilan). Refleksi dilaksanakan setelah siklus I
dilaksanakan, gunanya menjelaskan temuan-temuan yang menjadi
masalah atau kendala dalam tahap pelaksanaan pembelajaran
Temuan-temuan tersebut, dijadikan pertimbangan dalam menyusun
rencana pembelajaran berikutnya (siklus 2).
Siklus II
1. Tahap Perencanaan
a. Menetapkan materi bahan ajar dalam pembelajaran yaitu Nilai
Mata Uang Rupiah
b. Membuat rencana perbaikan pembelajaran yang mengacu pada
kurikulum dengan memperhatikan hasil refleksi siklus I.
c. Menyiapkan media pembelajaran yaitu uang kertas dan uang
logam
d. Menyiapkan instrument penelitian/lembar pengamatan untuk
mengamati kegiatan guru dan siswa selama proses
pembelajaran berlangsung.
e. Menyusun LKK (lembaran kerja kelompok)
f. Menyusun lembar evaluasi yaitu bentuk tes essai untuk setiap
siklus.
2.Pelaksanaan Kegiatan Awal :
a. Guru mengecek kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran.
b. Tanya jawab dengan siswa tentang materi yang dipelajari
c. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui
kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan
penyampaian apersepsi.
Kegiatan Inti
a. Guru menjelaskan materi tentang “Masalah yang melibatkan
mata uang Rupiah”
b. Guru membagi kelompok menjadi 5 kelompok yang terdiri 5-6
orang dengan kemampuan yang berbeda.
c. Siswa diminta mencabut nomor untuk menentukan materi
mana yang harus dikuasainya.
Nomor 1 : Masalah yang melibatkan mata uang 100 dan 200
rupiah
Nomor 2 : Masalah yang melibatkan mata uang 500 dan 1000
rupiah
Nomor 3 Masalah yang melibatkan mata uang 2000 dan 5000
rupiah
Nomor 4 : Masalah yang melibatkan mata uang 10.000 dan
20.000 rupiah
Nomor 5 : Masalah yang melibatkan mata uang 50.000 dan
100.000 rupiah
d. Siswa yang mempunyai nomor yang sama (materi yang sama)
berkumpul berdiskusi untuk menguasai materi yang ditugaskan
kepada mereka, dan menyusun strategi untuk menyampaikan
e. Siswa ahli tiap topik kembali kedalam kelompok asal dan
menerangkan kepada siswa pada kelompok asalnya dengan
cara yang bergantian (Kelompok asal ini yang disebut
kelompok Jigsaw) kemudian mengerjakan soal LKS.
f. Setiap kelompok melakukan persentasi di muka kelas dan
kelompok lain menanggapi
g. Guru memberikan penguatan ats hasil yang telah disampaikan
Guru memberikan kesempatan untuk bertanya mengenai
materi yang belum dimengerti.
Kegiatan Penutup
a. Pada tahap selanjutnya, siswa diberi tes akhir (post test) untuk
dikerjakan secara individu, hal ini dilakukan untuk mengetahui
tingkat penguasaan materi pembelajaran.
b. Perhitungan skor kelompok.
c. Guru memberikan reward pada kelompok yang berhasil dengan
nilai yang baik dan memotivasi kelompok yang nilai masih
dibawah ketuntasan minimal (KKM).
3. Observasi
Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan.
Observasi ini mencakup beberapa aspek yang diamati yaitu
kompetensi guru menyampaikan materi dengan model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw serta aktivitas siswa selama
4. Refleksi
Berdasarkan data hasil observasi dan evaluasi selanjutnya diadakan
analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis
dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai
dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya
(indikator keberhasilan). Pada kegiatan refleksi yang menjadi
acuan keberhasilan yaitu apakah dalam proses pembelajaran
tersebut tujuan dan kompetensi dasar sudah dicapai, bagaimana
hasil dari proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik,
bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran tersebut dan
sebagainya. Kemudian mengumpulkan hasil data untuk diolah dan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan temuan dalam penelitian mengenai model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar di kelas IV C SDN 1
Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung pada pokok bahasan Nilai
Mata Uang Rupiah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata
pelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas
IVC SD Negeri 1 Surabaya, hal ini sesuai dengan pengamatan observer
yang telah dilakukan pada siswa mulai dari siklus I sampai Siklus II dan
terjadi peningkatan disetiap siklusnya yaitu rata-rata siklus I 50,86
meningkat 12,66 pada siklus II rata-rata menjadi 75,40.
2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata
pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV C
SD Negeri 1 Surabaya, hal ini sesuai dengan nilai hasil belajar yang
diperoleh dari siklus I sampai siklus II, dimana nilai rata-rata siklus I 66,33
meningkat 18, 84 point menjadi 85,17 pada siklus II.
Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
pada mata pelajaran matematika materi Nilai Mata Uang Rupiah dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV C SD Negeri 1
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan
sebaiknya dilakukan oleh guru, siswa, sekolah dan peneliti lain dalam
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika diantaranya adalah :
1. Guru sebaiknya dapat mengelola kelas dengan baik ketika penerapan
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dilakukan sehingga dapat
dicapai hasil yang diinginkan.
2. Siswa sebaiknya lebih meningkatkan aktivitas belajar pada pelajaran
matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sehingga
hasil belajarpun meningkat.
3. Sekolah diharapkan menyediakan referensi pengetahuan yang lebih luas
tentang berbagai metode dan model pembelajaran matematika sehingga
pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
4. Peneliti dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam
perbaikan pembelajaran matematika dan sebagai bahan referensi (rujukan)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK.Yrama Widya. Bandung
Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Penerbit Grasindo. Jakarta
Ardens, R.I.(1997).Classroom Introduction and Management. Mc Graw-Hill Companies. New York.
Ardens, R.I.(2001).Exploring Teaching: An Introduction to Education. Mc Graw-Hill Companies. New York.
Arikunto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. BinaAksara, Jakarta
Ari Kunto, S. Sukardjono, P. Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.
Asra dan Sumiati. 2009. Metode Pembelajaran. Wacana Prima. Bandung.
Hamalik, Oemar, 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.
Higgard dan Sanjaya. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Ismail. 2003. Model-Model Pembelajaran. Dik.PLP. Dikdasmen.
Miyandari, Nanik. 2005. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model STAD terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMAN 1 Asembagus Kabupaten Situbondo. Universitas Negeri Malang. Malang
Mudjiono, Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta
Muncarno. 2010. Bahan Ajar Statistik. :Metro
Nana Sudjana. 1991. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Universitas Indonesia. Jakarta
. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
Nur, Mohamad dan Kardi, Soeparman.2000. Pengajaran Langsung. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana Unesa, University Press.
Pandoyo. 1997. Strategi Belajar Mengajar. IKIP Semarang Press. Semarang.
Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-Prinsip dan teknik Evaluasi Pengajaran. Rosda. Bandung.
Rosalin, Elin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. PT. Karsa Mandiri Persada. Bandung.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. P.T Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Sugandi, A.I. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matmatika Melalui Model Belajar Kooperatif Tipe Jigsaw. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas Satu SMU Negeri di Tasikmalaya). Tesis PPS UPI: Tidak diterbitkan.
Suherman,Erman,Turmudi, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Bandung.