ABSTRAK
JAMINAN PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH
(STUDI PADA PEMERINTAH KABUPATEN WAY KANAN)
Oleh
ANITA VUSPASARI
Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara pembangunan pendidikan merupakan wahana untuk mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan warga negara. Secara filosofis tanggung jawab pendidikan melekat pada keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam konteks rumah tangga negara pendidikan merupakan hak setiap warga negara, maka didalamnya mengandung makna bahwa negara berkewajiban memberikan layanan pendidikan kepada warga negaranya. Karena itu pengelolaan sistem pembangunan pendidikan harus didesain dan dilaksanakan secara bermutu, efektif dan efisien. Pelayanan pendidikan harus berorientasi pada upaya peningkatan akses pelayanan yang seluas-luasnya bagi warga masyarakat. Dalam konteks inilah Pemerintah Kabupaten Way Kanan memiliki kewajiban dan tugas dalam memberikan pelayanan pembaangunan pendidikan bagi warganya sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Sebagai wujud dari konstitusi Negara Pasal 31 UUD 1945 adanya jaminan hak atas pendidikan, dan dalam konteks dari UU No 32 Tahun 2004 pelaksanaan otonomi daerah sehingga konsekuensi penerapannnya atas desentralisasi di bidang pendidikan. Untuk menyelenggarakan urusan tersebut Pemerintah Kabupaten Way Kanan dengan pedoman pada UU No. 20 Tahun 2003 (Sisdiknas) dan Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2011 tentang Proram Wajib Belajar 12 tahun.
Penelitian ini mengunakan pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Empris, yaitu pendekatan dengan cara mengkaji dan menganalisis peraturan perundang-undangan, peraturan dan kewajiban yang berlaku, dan pendekatan dengan cara mengadakan penelitian lapangan.
sekolah dalam pemenuhan hak atas pendidikan, sehingga belum menunjukkan peran pemerintah sebagaimana mestinya.
LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK
LEMBAR PENGESAHAN MOTTO
PERSEMBAHAN RIWAYAT HIDUP KATA PENGANTAR
Hal
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 9
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Kegunaan Penulisan ... 10
E. Kerangka Teoretis dan Konseptual ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Hak Asasi Manusia ... 16
B. Pendidikan dan Desentralisasi Pendidikan ... 25
C. Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pendidikan ... 38
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 46
B. Sumber Data... 46
C. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 48
D. Analisis Data ... 49
A. Gambaran Umum Dinas Pendidikan Kabupaten Way Kanan ... 50 B. Implikasi Desentralisasi Pendidikan Terhadap Jaminan Pemenuhan Hak
Atas Pendidikan oleh Pemerintah Kabupaten Way Kanan ... 60 C. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan Terhadap Jaminan
Pemenuhan Hak Atas Pendidikan ... 73
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ... 86 B. Saran ... 87
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tujuan Negara sebagaimana tertera dalam alinea keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI 1945)
adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Mensukseskan agenda pendidikan
merupakan hal yang sangat penting karena pendidikan adalah kebutuhan pokok
manusia yang istimewa. Daoed Joesoef1menyatakan “Pendidikan merupakan alat yang menentukan untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan,
dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat
manusia”.
Sindhunata2 menerangkan bahwa pada tahun 1972 The International Comission For Education Development dari United Nations Educational Scientific and
Culutural Organization (UNESCO) sudah mengingatkan bangsa-bangsa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan sebuah bangsa, harus
dimulai dengan pendidikan sebab pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa.
Permasalahan pemenuhan hak pendidikan sudah dirasakan bangsa Indonesia sejak
jaman penjajahan, sehingga tatkala kemerdekaan Indonesia diproklamirkan,
cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa dijadikan salah satu tujuan utama dan hak
1
Daoed Joesoef, Pembodohan Siswa Tersistematis, Cetakan III, Jakarta, Pinus, 2009 hlm.13. 2
warga negara atas pendidikan dimasukkan dalam konstitusi negara yakni UUD
1945.
Era reformasi menjadi tonggak perubahan mendasar UUDNRI 1945. UUDNRI
1945 telah mengalami empat kali perubahan melalui sidang umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) pada tahun 1999 hingga
Tahun 2002.3Indonesia telah memastikan adanya jaminan pemenuhan hak dasar atas pendidikan bagi warga negaranya yang secara tegas dinyatakan dalam Pasal
28C ayat (1) UUDNRI 1945 bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia” Adanya
rumusan HAM dalam UUDNRI 1945 tersebut berarti secara konstitusional hak
asasi warga Negara dan penduduk Indonesia tanpa terkecuali telah dijamin
termasuk didalamnya hak dibidang Pendidikan.4 Jaminan pemenuhan hak dasar khusus di bidang pendidikan dalam konstitusi diatur pada Pasal 31 UUDNRI
1945, yaitu :
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keamanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia
3
Termasuk didalamnya memuat bab khusus tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan bab baru dan sekaligus sebagai perluasan materi HAM yang telah ada sebelumnyaPenambahan rumusan HAM serta jaminan penghormatan,perlindungan,pelaksanaan, dan pemajuannya didalam UUDNRI 1945 bukan semata-mata karena kehendak untuk mengakomodasi perkembangan pandangan mengenai HAM sebagai isu global, melainkan hal itu merupakan salah satu syarat Negara hukum. Dalam secretariat jenderal MPR RI, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Sesuai dengan urutan Bab, Pasal dan Ayat. Jakarta, Sekretariat Jenderal MPR RI, 2007, hlm. 115
4
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa dan kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Amanat Pasal 31 UUDNRI 1945 tersebut ditindak lanjuti dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Pasal
5 ayat (1) UU Sisdiknas menyatakan bahwa „Setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Kemudian Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan
yang bermutu setiap warga negara tanpa diskriminasi”.
Berdasarkan konstitusi tersebut di atas, sudah terlihat jelas jaminan Pemerintah
dalam pemenuhan hak pendidikan warga negara. Meskipun demikian,
implementasi di lapangan masih menunjukkan banyaknya masalah terkait dengan
pelaksanaan pemenuhan hak khususnya masalah pendidikan anak. Pembangunan
Pendidikan Nasional merupakan upaya bersama seluruh komponen pemerintah
dan masyarakat yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk
mewujudkan peserta didik secara aktif mengemban potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan amanat undang-undang pendidikan
setiap warga negara sebagai bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Dalam
konteks tersebut pendidikan harus dilihat sebagai human invesment yang mempunyai prespektif multidimensional.5
Di Indonesia, pemberlakuan otonomi daerah yang mendesentralisasikan
kewenangan penyelenggaraan pendidikan tingkat daerah, adalah suatu era baru
dimana masing-masing daerah dapat mengembangkan pendidikannya sesuai
keunggulan, ciri khas, dan potensi yang dimiliki. Dinas Pendidikan daerah adalah
lembaga yang mempunyai tugas untuk merumuskan perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian, monitoring dan evaluasi pengelolaan
penyelenggaraan pendidikan di daerah.
UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 32 Tahun 2004
merupakan arus balik kewenangan otonomi daerah. Kewenangan otonomi
pemerintah daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang diatur dalam
Pasal 13 Ayat (1) dan (2) untuk pemerintah daerah provinsi dan Pasal 14 Ayat (1)
dan Ayat (2) untuk pemerintah daerah kabupaten /kota. Urusan wajib adalah
urusan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara, sedangkan
urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu juga terdapat urusan yang
bersifat concurrent yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan
pemerintah daerah.6
5
Yoyon Bahtiar Irianto, Kebijakan Pembaharuan Pendidikan, Jakarta, 2011, hlm. 3. 6
Bidang pendidikan adalah urusan wajib pemerintah daerah yang merupakan
faktor strategis dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam UUDNRI 1945
hak atas pendidikan diatur dalam Pasal 28 C Ayat (1) dan Pasal 31. Pelaksanaan
hak atas pendidikan diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS).
Pemberian kewenangan ini didasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004 khususnya
Pasa 14 Ayat (1) huruf (f). Jika sebelumnya pendidikan menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat, maka dengan prinsip otonomi dan desentralisasi pendidikan,
daerah khususnya kabupaten/kota memiliki kewenangan mutlak untuk
menyelenggarakan pendidikan. Sekalipun demikian, pada kenyataannya, masih
ada aspek-aspek tertentu kini tetap dikendalikan oleh pemerintah pusat melalui
Kementrian Pendidikan Nasional.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (UU Pemerintah Daerah), penyelenggaraan pendidikan merupakan urusan
wajib pemerintah daerah propinsi.7dan kabupaten/kota8 Ketentuan ini ditegaskan lagi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (PP Nomor 38 Tahun 2007). Pasal 7 Ayat
(2) PP Nomor 38 Tahun 2007 menyatakan bahwa “Pendidikan merupakan urusan
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang berkaitan dengan pelayanan dasar”.
Kewenangan tersebut merupakan peluang yang demikian besar untuk benar-benar
7
Pasal 13 ayat (1) huruf f UU Pemerintah Daerah 8
membangun bidang pendidikan secara kontektual di era otonomi pendidikan.
Apalagi saat ini Indonesia menghadapi lima persoalan pokok yang harus
dipikirkan secara kontektual di daerah, yakni mutu pendidikan, efisiensi
pengelolaan, pemerataan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas pendidikan.
Pelimpahan kewenangan tersebut dalam penyelenggaraa pendidikan di daerah
merupakan pemerataan efektifitas pelaksanaan pendidikan. Pemerintah Daerah
bertanggungjawab mengelola sistem pendidikan nasional didaerahnya dan
merumuskan serta menetapkan kebijakan daerah bidang pendidikan sesuai dengan
kewenangannya. Pengelolaan pendidikan daerah terutama program wajib belajar
harus berdasarkan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan.9 bahwa
“Standar Nasional Pendidikan terdiri atas standar isi,proses, kompetensi lulusan,
tenaga kependidikan,sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala, Hal
ini dimaksudkan agar terjaminnya mutu pendidikan nasional didaerah dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan kenyataan tersebut diatas, dipandang perlu disusun suatu dokumen
kebijakan yang bisa memberikan pemahaman bahwa pendidikan merupakan salah
satu hak dasar anak yang bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja,
tetapi menjadi masalah dan tanggungjawab bersama untuk memenuhinya. Selain
itu, pemenuhan hak pendidikan anak memerlukan koordinasi dan kerjasama dari
seluruh pemangku kepentingan. Urusan pendidikan bukan sekedar memberikan
layanan kegiatan belajar mengajar serta penyediaan fasilitasnya saja, tetapi
9
layanan yang harus berbasis pada pemenuhan hak anak yang didasarkan pada
prinsip-prinsip non-diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk
hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangannya; dan penghargaan terhadap
pendapat anak. Urusan pendidikan juga merupakan salah satu upaya perlindungan
anak yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak
mulia, dan sejahtera. Dalam menjawab tuntutan pemenuhan hak pendidikan anak
yang terdapat dalam UUD 1945, UU Perlindungan Anak dan UU Sisdiknas, telah
banyak upaya yang dilakuan oleh Pemerintah.
Upaya yang paling menonjol adalah Program Wajib Belajar yang mulai
dilaksanakan sejak tahun 1984, meskipun masih terbatas pada Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 6 Tahun. Setelah 10 tahun berjalan, Pemerintah meningkatkan
lagi cakupannya dengan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pada
tahun 1994, melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1 Tahun 1994, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Wajib belajar
merupakan program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara
Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Program wajib
belajar memberikan pelayanan kepada seluruh masyarakat untuk memasuki
sekolah dengan biaya murah dan terjangkau.10 Pemerintah Kabupaten Waykanan menerapkan rencana strategis di bidang pendidikan guna menjawab dinamika dan
10
perkembangan pendidikan melalui program wajib belajar 12 tahun secara gratis
yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2011 tentang
Program Wajib Belajar 12 Tahun.
Pemenuhan hak atas pendidikan dan peningkatan partisipasi pendidikan di daerah
dibutuhkan produk hukum daerah yang merupakan legal spirit penyelenggaraan pemerintah daerah yang berlandaskan pada sistem otonomi yang
seluas-luasnya.Pasal 18 ayat (6) UUDNRI 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah Daerah menetapkan peraturan daerah dan peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan. Dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Way Kanan belum
memiliki peraturan daerah secara khusus dalam penyelenggaran proses
pendidikan didaerah Kabupaten Way Kanan termasuk belum ada peraturan yang
jelas antara Pemerintah sebagai pembuat kebijakan di daerah dengan pembuat
kebijakan di tingkat satuan pendidikan dalam pelaksanaan pendidikan gratis 12
tahun belum ada batasan-batasan terhadap pemenuhan hak atas pendidikan bagi
masyarakat di daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Way Kanan
dalam peningkatan mutu pendidikan. Dalam konteks pemenuhan hak atas
pendidikan sebagai hak asasi, terdapat empat unsur hak dalam hak atas pendidikan
yang terdiri atas;
(a) Kebebasan: Hak atas kebebasan pendidikan meliputi dua unsur yaitu (1) setiap orang, termasuk swasta, dan non warga Negara mempunyai
kebebasan untuk mendirikan dan menjalankan institusi pendidikan. (2) Negara memberikan kebebasan bagi orang tua dan wali untuk
memilih sekolah.
(b) Ketersediaan: Unsur ketersediaan berkaitan dengan bagaimana institusi dan program pendidikan yang berfungsi harus tersedia dalam kuantitas yang memadai. Fungsi ini disesuaikan dengan konteks pencapaian pembangunan.
tiga dimensi yaitu (1) non diskriminasi yaitu pendidikan harus dapat di akses oleh semua pihak, terutama kelompok rentan tanpa diskriminasi ras, agama, jenis kelamin, disable people dan sebagainya. (2) Keteraksesan fisik yaitu pendidikan haruslah berada dalam jangkauan yang aman baik
secara geografis maupun melalui pencapaian teknologi modern. (3) Keteraksesan ekonomi yaitu pendidikan harus terjangkau secara
ekonomi, oleh sebab itu pemerintah daerah harus secara progresif memberlakukan pendidikan primer yang bebas biaya untuk semua.
(d) Kebersesuaian: Unsur ini menyatakan bahwa bentuk dan isi pendidikan dapat diterima oleh peserta didik dan menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas yang dinamis serta kebutuhan murid dalam lingkungan sosial dan budaya yang beragam.11
Berdasarkan dinamika dan perkembangan atas perubahan konstitusi di Indonesia,
khususnya yang mengatur tentang hak-hak asasi manusia terutama yang
menyangkut hak atas pendidikan warga negara, dari latar belakang tersebut dalam
penulisan tesis ini penulis tertarik untuk mengkaji secara mendalam mengenai
Jaminan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan Oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Way Kanan.
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
Dari uraian diatas yang menjadi pokok permasalahan adalah :
1. Bagaimanakah implikasi desentralisasi pendidikan terhadap jaminan
pemenuhan hak atas pendidikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Way
Kanan ?
2. Bagaimanakah peran Pemerintah Daerah Kabupaten Way Kanan terhadap
jaminan pemenuhan hak atas pendidikan?
Penelitian ini termasuk dalam kajian hukum administrasi negara. Adapun ruang
lingkup ilmu dalam penelitian ini tentang implikasi dan peran pemerintah daerah
11
dalam desentralisasi pendidikan terhadap jaminan pemenuhan hak atas
pendidikan. Substansi penelitian berkaitan dengan jaminan pemenuhan hak atas
pendidikan oleh Pemerintah Daerah. Lokasi penelitian di Dinas Pendidikan
Kabupaten Way Kanan, sedangkan data yang digunakan adalah data dalam kurun waktu
tahun 2011 sampai dengan 2013.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui implikasi desentralisasi pendidikan terhadap jaminan
pemenuhan hak atas pendidikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Way
Kanan.
2. Untuk mengetahui peran pemerintah daerah Kabupaten Way Kanan terhadap
jaminan pemenuhan hak atas pendidikan.
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan
akademis maupun untuk kepentingan praktis.
1. Kegunaan Teoritik
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan teori penulis
dan memberikan kontribusi pengembangan Ilmu Hukum Administrasi Negara
terhadap pemerintah dalam pemenuhan hak-hak atas pendidikan warga negaranya
2. Kegunaan Praktis
Selain untuk memenuhi pengetahuan hukum, penelitian ini bagi pemerintah
daerah dalam menjalankan kewenangannya dalam jaminan pemenuhan hak atas
pendidikan dalam membuat kebijakan di daerah sebagai upaya peningkatan mutu
di bidang pendidikan.
E. Kerangka Toeretis dan Konseptual
1. Kerangka Teoretis
Adapun beberapa teori yang digunakan penulis sebagai acuan analisis untuk
permasalahan tesis ini adalah:
a. Teori Tentang Hak Asasi Manusia
Kepentingan yang paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan
terhadap hak-haknya sebagai manusia.Oleh karena itu, hak asasi manusia (HAM)
merupakan materi inti dari naskah UUD negara modern. HAM, adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan setiap manusia
sebagai Mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah_Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintahan,
dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. Artinya, yang dimaksud dengan HAM adalah hak yang melekat pada
diri setiap pribadi manusia.12
Munculnya istilah HAM sesungguhnya adalah produk sejarah. Istilah HAM pada
awalnya adalah keinginan dan tekad manusia secara universal agar mengakui dan
12
melindungi hak-hak dasar manusia. HAM adalah puncak konseptualisasi manusia
tentang dirinya sendiri. Karenanya gagasan HAM juga muncul dan berkembang
seiring dengan gagasan demokrasi. 13 Dalam teori hak-hak alami (natural rights), yang dikemukakan oleh Todung Mulya Lubis berpandangan bahwa HAM adalah
hak yang dimiliki oleh seluruh manusia pada segala waktu dan tempat
berdasarkan takdirnya sebagai manusia (human rights that belong to all human
beings at all times and in all place by virtue of being born as human being).14
b. Teori Otonomi Daerah
Kata “otonomi” berasal dari kata atonom yang mempunyai dua pengertian.
Pertama, berdiri sendiri; dengan pemerintahan sendiri; dan daerah otonom.
Kedua, kelompok sosial yang memiliki hak dan kekuasaan menentukan arah
tindakannya sendiri. Melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan mampu
lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat
diharapkan tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintah daerah diharapkan
mampu memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah
dengan melakukan indentifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan
mampu menetapkan belanja daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif
termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerja,
mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun kepada publik
atau masyarakat.15
13
Satya Arinanto, Op.Cit, hlm.19. 14
Todung Mulya, In Search Of Human Rights:Legal Political Dilemmas Of Indonesia,s New Order 1966-1990, Jakarta, 1993, hlm.14
15
c. Teori Desentralisasi
Desentralisasi pada dasarnya dipahami sebagai pemberian sebagian kewenangan
dan urusan pemerintahan kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya
sendiri. Pembagian urusan dan kewenangan penyelengaraan negara dan
pemerintahan itu diatur dalam peraturan dan perundangan yang memberikan
batasan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan
tetap menjungjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam hal ini
Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah
sehingga wewenang dan tanggungjawab sepenuhnya menjadi tanggungjawab
daerah, termasuk didalamnya penentuan kebijakan perencanaan, pelaksanaan
maupun yang menyangkut segi-segi pembiayaan dan aparatnya.16
Fiske (1998) sebagaimana dikutif Wasithadi (2008), menyebutkan
sekurang-kurangya ada empat alasan rasional diterapkannya sistem desentralisasi termasuk
pendidikan, yaitu:
a. Alasan politis, seperti untuk mempertahankan stabilitas dalam rangka memperoleh legitimasi pemerintah pusat dari masyarakat daerah, sebagai wujud penerapan ideologi sosialis dan liassez-faire dan untuk menumbuhkan kehidupan demokrasi.
b. Alasan sosio-kultural, yakni untuk memberdayakan masyarakat lokal. c. Alasan teknis administratif dan paedogogis, seperti untuk memangkas
manajemen lapisan tengah agar dapat membayar gaji guru tepat waktu atau untuk meningkatkan antusiasme guru dalam proses belajar mengajar. d. Alasan ekonomi-finansial, seperti meningkatkan sumber daya tambahan
untuk pembiayan pendidikan dan sebagai alat pembangunan ekonomi.
16
2. Konseptual
Konsep merupakan pengertian dasar tentang istilah-istilah yang digunakan dalam
penulisan ini. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam memahami dan
menafsirkan berbagai teori yang berhubungan dengan teori ini.
a. Jaminan berasal dari kata jamin yang artinya, tanggungan, dalam konteks
penulisan tesis ini jaminan dimaknai sebagai pengakuan dan pertanggungan
atau garansi, pemenuhan atas negara terhadap hak-hak asasi warga
negaranya.17
b. Hak adalah hukum yang dihubungkan dengan seorang manusia atau subyek
hukum dan demikian menjelma menjadi suatu kekuasaan dan suatu hak
timbul apabila hukum mulai bergerak (Prof.Mr.L.J. Van Apeldoorn).18
c. HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta (hak-hak bersipat kodrati oleh karenanya tidak ada kekuasaan
apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Istilah Hak Asasi Manusia sendiri
dapat dilihat dalam beberapa produk hukum di Indonesia antara lain dalam
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM. Dalam Pasal 1 angka 1 Hak asasi manusia disebutkan
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan Merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, di junjung tinggi dan dilindungi negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
17
Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2001 18
d. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.19 e. Pemerintah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.20 Pemerintah daerah yang dimaksud adalah Bupati Kabupaten Way Kanan dan seperangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
f. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
atonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
istem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945.21
g. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.22
19
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).
20
Pasal 1 angka 3 UU No 32 Tahun 2004 21
Pasal 1 angka 2 UU No 32 tahun 2004. 22
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hak dan Hak Asasi Manusia
Hak secara definisi merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman
berprilaku, melindungi, kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang
bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Hak mempunyai
unsur-unsur sebagai berikut: pemilik hak, ruang lingkup penerapan hak dan pihak yang
bersedia dalam penerapan hak. Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian
dasar hak. Dengan demikian hak merupakan unsur normatif yang melekat pada
diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada dalam ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu
atau dengan instansi.23
Hak telah terpatri sejak manusia lahir dan melekat pada siapa saja. Diantaranya
adalah hak kemerdekaan, hak mahluk dan harkat kemanusian, hak cinta kasih
sesama, hak indahnya keterbukaan dan kelapangan, hak bebas dari rasa takut, hak
nyawa, hak rohani, hak kesadaran, hak untuk tentram, hak untuk memberi, hak
untuk menerima, hak untuk dilindungi dan melindungai dan sebagainya.24 Kamus
Umum Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa hak adalah (1) yang benar,
(2) milik kepunyaan, (3) kewenangan (4) kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(5) kekuasaan untuk berbuat sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, dan (6) derajat
23
Demokrasi, HAM, Masyarakat Madani, Tim ICCE Jakarta 2003, hlm. 199.
24
atau martabat.25Pengertian yang luas tersebut mengandung prinsip bahwa hak
adalah sesuatu yang oleh sebab itu seseorang (pemegang) pemilik keabsahan
untuk menuntut sesuatu yang dianggap tidak dipenuhi atau diingkari. Seseorang
yang memegang hak atas sesuatu, maka orang tersebut dapat melakukan sesuatu
tersebut sebagaimana dikehendaki, atau sebagaimana keabsahan yang dimilikinya.
Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan tidak memungkinkan terlaksananya dan tegaknya hak asasi
manusia.26
Hak asasi (fundamental rights) artiya hak yang bersifat mendasar (grounded).
HAM menyatakan bahwa pada dimensi kemanusiaan manusia memiliki hak yang
bersifat mendasar. Hak yang mendasar itu melekat dengan jati diri kemanusiaan
manusia. Siapapun manusianya berhak memilki hak tersebut. Berarti, disamping
keabsahannya terjaga dalam eksitensi kemanusiaan manusia, juga terdapat
kewajiban yang sungguh-sungguh untuk bisa mengerti, memahami, dan
bertanggung jawab untuk memeliharanya.
Hak-hak asasi merupakan suatu perangkat atas asas-asas yang timbul dari
nilai-nilai yang kemudian menjadi kaedah-kaedah yang mengatur perilaku manusia
dalam hubungan sesama manusia. Inti paham hak asasi manusia, menurut Magnis
Susesno terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat manusia tidak
dapat dijunjung tinggi kecuali setiap manusia individual tanpa diskriminasi dan
tanpa kekecualian dihormati dalam keutuhannya.
25
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2001, hlm. 174
26
The cambrigde dictionary of philosophy, buku yang di edit oleh Robert Audi, memberikan penegasan tentang hak sebagai berikut:
Rights, adveantegous positions conferred on some prosessors by law, morals, rules, or other norms. There is no agreement on the sense in which rigts are advantages. Will theories hold that rights favor the will of the prosessor over the conflicting will of some other party, interst theories maintain that rights serve to protect or promote the interest of the high
holder.27
Kemanusiaan manusia diakui sebagai konsensus universal yang justru tetap
melekat sebagai pemilik asasi mutlak atas dasar kemanusiaan, terlepas dari
perbedaan jenis kelamin, warna kulit, status ekonomi, kewarganegaraan, agama
dan lain-lain. Inilah selanjutnya yang menghasilkan lahirnya konsep HAM.
Dengan kata lain HAM merupakan puncak konsektualisasi pemikiran manusia
tentang hakikat dirinya. Manusia adalah pengemban fitrah kemanusiaan yang
bersifat universal.28
Adapun mengenai hak-kewajiban (rights-duty), Paton menegaskan bahwa antara
keduanya terdapat beberapa relasi hukum, yang masing-masing karakteristik yang
berbeda. Menurutnya, ada 4 unsur mutlak terpenuhinya hak hukum yaitu:29
(1) The holder of the rights;
(2) The act of forbearance to which the right relates; (3) The res concerned ( the object right );
(4) The person bound by the duty. Every rights, therefore, is a relationship between two or more legal persons, and only legal persons can be found by duties or be the holders of legal rights. Rights and duties are correlatives, that is we cannot have a right without corresponding duty or a duty without a corresponding right.
Dengan ungkapan lain, Sudikno Merto Kesumo dikutip dari bukunya Satya
Arinanto, mengatakan bahwa setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh
27
Satya Arinanto, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi Sosial Budaya, hlm. 37
28
Ibid, hlm. 37
29
hukum selalu mempunyai dua segi yaitu satu pihak sebagai hak dan pihak lain
adalah sebagai kewajiban. Tidak ada hak tanpa kewajiban atau sebaliknya hal ini
bahwa hukum berbeda dengan hak dan kewajiban walaupun keduanya tidak dapat
dipisahkan sehingga lahirlah hak dan kewajiban.30
Hak dan kewajiban menurutnya adalah, bukanlah kumpulan peraturan atau kaedah
melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual disatu pihak yang
tercermin pada kewajiban bagi pihak lain dengan kata lain Sudikno mengatakan
bahwa hak dan kewajiban merupakan perwenangan yang diberikan kepada
seseorang oleh hukum.31 Sesungguhnya istilah HAM sendiri terus berkembang
sesuai dengan perkembangan zaman. Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut
HAM persepektif sejarahnya dapat ditarik sampai pada permulaan kisah manusia
dalam pergaulan hidup di dunia ini sejak ia sadar akan hak yang dimiliknya dan
kedudukannya sebagai subyek hukum.32 Dalam negara terdapat tanggung jawab
utama dalam pemajuan, penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM,
setiap orang juga berkewajiban menghormati HAM orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebagaimana di amanatkan
pada Pasal 28 ayat 1 UUDNRI Tahun 1945.
Hak dan kewajiban asasi merupakan Inalianable rights and duty. Untuk
menangkap pesan aktual HAM, maka langkah pertama yang harus dilakukan
adalah memahaminya secara utuh sebagai bagian dari perkembangan pemikiran
dan peradapan manusia. Tanpa penguasaan yang utuh terhadap aspek tersebut,
30
Ibid. hlm.39 31
Ibid. hlm.39
32
maka kaji ulang dan rekonstruksi HAM akan mengalami hambatan fundametal
yakni keringnya napas kesejarahan dan minusnya sandaran teoritis konsektual
terhadap HAM. Itu berarti, pengembangan HAM akan berbenturan dengan aspek
terdalamnya yakni manusia itu sendiri.33
Perkembangan pemikiran HAM juga mengalami peningkatan kearah kesatu
paduan antara hak–hak ekonomi,sosial, budaya, politik, dan hukum dalam “satu
keranjang” yang disebut dengan hak untuk pembangunan (the rights to
depelopment). Inilah generasi HAM ketiga hak atas atau untuk pembangunan
mencakup persamaan hak atau kesempatan untuk maju berlaku bagi segala bangsa
dan termasuk hak setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa
tersebut hak ini meliputi hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan
sekaligus menikmati hasil-hasil tersebut. Menurut G.J. Wolhhoff, hak asasi
manusia adalah sejumlah hak yang seakan-akan berakar dalam tabiat setiap
oknum pribadi manusia justru karena kemanusiaannya, yang tak dapat dicabut
oleh siapapun juga, karena bila dicabut hilang juga kemanusiaanya.34
Marbangun Hardjowirogo menuliskan hak-hak asasi manusia adalah hak yang
diperlukan manusia bagi kelangsungan hidupnya di dalam masyarakat dan
hak-hak itu meliputi hak-hak ekonomi, sosial dan kultural, demikian juga hak-hak-hak-hak sipil dan
politik.35
33
Muladi,Hak Asasi Manusia, Semarang, 2004, hlm. 87. 34
G.h.Wolhhoff, Pengatar Ilmu Hukum Tata Negara RI, Jakarta, Timus Mas, 1995, hlm.124.
35
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia merumuskan:
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara,
hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia.36
Berdasarkan uraian tentang HAM yang telah tersebut diatas, dapat disebutkan
bahwa ciri-ciri HAM sebagai berikut:37
1. Hak tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2. Hak asasi berlaku dan dimiliki untuk semua orang, tanpa memandang jenis
kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, atau asal usul sosial, bangsa. Semua manusia lahir dengan martabat yang sama.
3. Hak asasi manusia tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain, orang tetap mempunyai HAM, walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindung atau melanggarnya.
Selanjutnya Bagir Manan membagi HAM pada beberapa kategori, yaitu: hak sipil,
hak ekonomi, hak sosial dan budaya. Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama
dimuka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak bagi kelompok anggota masyarakat
tertentu, dan hak hidup dan kehidupan. Hak politik terdiri dari hak kebebasan
berserikat dan berkumpul, hak kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat dimuka umum. Hak ekonomi terdiri
dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak
pembangunan berkelanjutan. Hak sosial budaya terdiri dari hak memperoleh
36
Pasal 1 ayat 1 UU NO.39 tahun 1999 Tentang HAM.
37
pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak kesehatan, dan hak memperoleh
perumahan dan pemukiman.38
Seiring dengan otonomi daerah terjadi pengalihan kewenangan untuk menjamin
pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya warga dari Pemerintah Pusat
kepada Pemerintah Daerah. Oleh karenanya, kini Pemerintah Daerah secara
yuridis menanggung kewajiban untuk memenuhi HAM warga sesuai dengan
wilayah administrasinya. Khusus untuk otonomi dititik beratkan pada Pemerintah
Daerah Propinsi tidak pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Kewenangan
Pemerintah daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan,
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama serta bidang lain sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah
Daerah Propinsi diserahi kewenangan untuk menegakkan HAM. Dari kewenangan
politik yang ada inilah pemerintah daerah berkewajiban untuk memenuhi seluruh
hak ekonomi, sosial, dan budaya warganya tanpa memilih usia, gender, latar
belakang sosial, agama, dan pandangan politiknya.39
Pemenuhan hak atas pendidikan bagi masyarakat internasional menempati
prioritas utama dalam mengokohkan eksitensi diri sebagai manusia. Pasal 26 UU
HAM dengan tegas menyatakan :
1. Setiap orang berhak mendapat pendidikan. Pendidikan harus gratis setidak – tidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan pendididkan teknik dan jurusan secara umum harus
38
Bagir Manan, Pertumbuhan Dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Bandung, 1995, hlm. 82.
39
terbuka bagi semua orang dan pengajaran tinggi harus secara adil dapat di aksesoleh semua orang berdasarkan kepantasan.
2. Pendidikan harus ditujukan kearah perkembangan pribadi yang seluas luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi, pendidikan harus menggalakkan saling pengertian,toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama serta harus mengajukaan kegiatan perserikatan bangsa-bangsa dalam memelihara perdamaian dan.
3. Orang tua mempunyai hak utama utama untuk memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
Syed yang dikutip dari bukunya Satya Arinanto, memberikan komentar atas pasal
ini menurutnya sebagai sebuah rezim hak atas pendidikan merupakan satu
kesatuan bangunan sistem hukum ham internasional. Dalam upaya memajukan
hak atas pendidikan Negara wajib memajukan nilai-nilai HAM dalam kurikulum
pendidikan yang selaras dengan kontruk HAM universal. Ia menegaskan sebagai
berikut:40
Pasal 13 Ayat (2) ICESCR juga mengofirmasi pemerintah untuk mengambil
langkah-langkah cerdas dalam pemenuhan Hak atas pendidikan. Akses terhadap
keseluruhan jenjang pendidikan harus menjadi perhatian untuk pemerintah,
selengkapnya Pasal 13 Ayat (2) sebagai berikut :
Negara pihak dalam kovenan ini mengakui bahwa untuk mengupayakan hak
tersebut secara penuh.
a. Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tersedia secara cuma-cuma bagi semua orang.
b. Pendidikan lanjutan dalam berbagai bentuknya termasuk pendidikan
teknik dan kejuruan tingkat kelanjutan pada umumnya harus tersedia dan terbuka bagi semua orang dengan segala cara yang layak dan khususnya melalui pengadaan pendidikan cuma-cuma secara bertahap.
c. Pendidikan tinggi juga harus tersedia bagi semua orang secara merata atas dasar kemampuan dengan cara yang layak khususnya melalui pengadaan pendidikan Cuma-cuma secara bertahap.
40
d. Pendidikan mendasar harus sedapat mungkin didorong atau ditingkatkan
bagi-bagi orang-orang yang belum mendapatkan atau belum
menyelesaikan pendidikan dasar mereka.
e. Pengembangan suatu sistem sekolah pada semua tingkatan harus secara aktif diupayakan suatu sistem beasiswa yang memadai harus dibentuk dan kondisi-kondisi materil stap pengajar harus terus menerus diperbaiki.
HAM hak atas pendidikan memberikan arti penting bagi upaya pemenuhan HAM
secara luas. Penegasan ini penting artinya bagi upaya membangun kesadaran
kolektif terhadap pemenuhan hak atas pendidikan. Hak atas pendidikan berkaitan
erat dengan hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya. Dengan
ungkapan lain Coomans dikutip dari bukunya Satya Arinanto, mengatakan bahwa
hak atas pendidikan adalah hak yang memberdayakan (empowerment rights). Hak
atas pendidikan serta efektif, memberi pengaruh langsung bagi penikmatan dan
pemenuhan hak-hak lainnya. Bagi Coomant pemenuhan terhadap hak pendidikan
adalah pemenuhan bagi jati diri dan kemartabatan manusia. Sejalan dengan itu
Manfred nowak menegaskan education is a precondition for the exercise of
human rights. Dalam kaitan itu Nowak mengingatkan kita tentang pentingnya
pendidikan dan pendidikan HAM, sebagai bagian dari HAM.41
UUDNRI tahun 1945 alinea ke 4 menegaskan bahwa salah satu tujuan
pembentukan pemerintah Negara Indonesia adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan dasar ini maka
pendidikan nasional harus dipahami sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya
pembentukan Negara Indonesia. Pendidikan nasional merupakan elemen dasar
pembangunan nasional yang mampu menghantarkan kemartabatan dan
kesejahteraan bagi rakya Indonesia.
41
Konsideran UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(selanjutnya UU SISDIKNAS), dengan tegas menyatakan bahwa sistem
pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara
terencana, terarah, dan berkesinambungan, atas dasar inilah kebijakan
pembangunan nasional dibidang pendidikan mesti dijalankan dengan
sungguh-sungguh. Mengacu pada ketentuan Pasal 31 Ayat (1) UUDNRI tahun 1945
pendidikan merupakan hak setiap warga Negara implikasi yuridisnya adalah
lahirnya kewajiban konstitusional bagi Negara dalam hal ini pemerintah, untuk
merialisasikan kewajiban itu dengan maksimal pula.42
B. Pendidikan dan Desentralisasi Pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pendidikan merupakan salah satu hak
dibidang sosial budaya. Menengok sejarah peradaban manusia telah bagitu banyak
upaya untuk mewariskan pengetahuan dan keterampilan kepada generasi
berikutnya. Seiring perjalanan zaman dan semakin bertambahnya pengetahuan
dan keterampilan yang harus diwariskan kepada anak-anaknya, pada akhirnya
para orang tua semakin menunjukkan ketidaksanggupan lagi untuk mengajarkan
semua pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya kepada anak-anaknya.
Sejak saat itu, mulailah upaya-upaya pembelajaran melalui cara-cara yang tidak
formal sesuai pengetahuan dan keterampilan yang diinginkan para anaknya.
42
Selanjutnya, seiring pembaharuan dan perkembangan zaman, dimana pengetahuan
dan keterampilan yang harus dipelajari bertambah dan berkembang semakin
kompleks, kemudian upaya-upaya pembelajaran tersebut mulai diformalkan
dalam bentuk yang kita kenal dengan persekolahan. Dimanapun proses
pendidikan terjadi menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai nilai-nliai yang
hakiki tentang harkat dan martabat kemanusian. Idealnya pendidikan seharusnya
merupakan gambaran kondisi masyarakat. Seperti halnya yang pernah
diungkapkan Nicolas Hans (1948) dikutip dari bukunya Bahtiar Yoyon, bahwa
“pendidikan adalah watak sosial suatu bangsa”. Bahkan dalam kelakarnya dia
berkata : “ceritakan sekolahmu, maka akan dapat kuceritakan keadaan masyarakat
dan negaramu”.43
Pandangan tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan bukan hanya
sekedar etika dalam arti “baik atau tidak baik”, namun lebih ditekankan pada
perlunya pendidikan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya dapat
membimbing manusia untuk mempunyai tujuan. Nilai dan tujuan pendidikan
apabila pendidikan itu sendiri dapat menciptakan sesuatu yang memberikan
manfaat bagi kehidupan masyarakat masa kini dan masa mendatang, atau bagi
kehidupan di dunia sampai kehidupan akhirat. Dalam presepektif sosial budaya,
pendidikan diharapkan dapat melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai
peranan penting dalam proses transformasi sosial dalam masyarakat. Pendidikan
menjadi faktor determinan dalam mendorong percepatan mobilitas vertikal dan
43
horizontal masyarakat yang mengarah pada pembentukan konstruksi sosial baru
yang terdiri atas lapisan masyarakat.
Layanan pendidikan berlangsung pada tiga tahapan yaitu pendidikan untuk
anak-anak dalam lingkungan pranata keluarga, pendidikan untuk anak-anak-anak-anak
dilingkungan pranata persekolahan formal dan pendidikan untuk orang dewasa
dilingkungan pranata masyarakat luas dilingkungan sistem pendidikan formal.
Konsep “pranata” seiring diidentikkan dengan konsep intsitusi. Dalam
terminologi sosiologi pendidikan disebut social institusion yang diartikan sebagai
an interalacted system of social roles and norms organized about the satisfaction
of an important social need of function.44
Hal yang paling jelas bahwa pendidikan akan melahirkan lapisan masyarakat
terdidik itu menjadi kekuatan perekat yang menentukan unit-unit sosial di dalam
masyarakat: keluarga, komunitas masyarakat, dan organisasi sosial yang
kemudian menjelma dalam bentuk organisasi besar berupa lembaga negara.
Dengan demikian, pendidikan dapat memberikan sumbangan penting pada upaya
memantapkan integrasi sosial untuk terwujudnya integrasi nasional. Di samping
itu, pendidikan juga merupakan wahana penting dan media yangg efektif untuk
mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di
kalangan warga masyarakat. Pendidikan juga dapat menjadi instrumen untuk
memupuk dan memantapkan kepribadian bangsa, memperkuat identitas nasional,
dan memantapkan jati diri bangsa. Bahkan peran pendidikan menjadi lebih
44
penting ketika arus globalisasi semakin kuat, yang membawa pengaruh nilai-nilai
dan budaya yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian
bangsa Indonesia. Dalam konteks, ini pendidikan dapat menjadi wahana strategis
untuk membangun kesadaran kolektif (collective conscience) sebagai warga
mengkukuhkan ikatan-ikatan sosial, dengan tetap menghargai keberagaman
budaya, ras, suku bangsa, dan agama, sehingga dapat memantapkan keutuhan
nasional. Oleh karena itu pendidikan harus mampu melahirkan lulusan-lulusan
bermutu yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai
ketrampilan teknis yang memadai. Pendidikan juga harus dapat menghasilkan
tenaga-tenaga profesional yang memiliki kapasitas kemampuan berwirausaha,
yang menjadi salah satu pilar aktivitas perekonomian nasional. Bahkan peran
pendidikan menjadi sangat penting dan strategis untuk meningkatkan daya saing
nasional dan membangun kemandirian bangsa, yang menjadi prasyarat mutlak
dalam memasuki persaingan antar bangsa.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.45
45
Adapun arah perubahan paradigma pendidikan-dari paradigma lama ke paradigma
baru-meliputi berbagai aspek mendasar sebagaimana dapat disimak sebagai
berikut :46
Paradigma Lama Paradigma Baru
Sentralistik
Kebijakan yang top down
Orientasi pengembangan parsial:
pendidikan untuk pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik, dan teknologi perakitan
Peran pemerintah yang sangat
dominan
Lemahnya peran institusi non
sekolah
Desentralistik
Kebijakan yang bottom up
Orientasi pengembangan holistik:
pendidikan untuk pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya,
menjunjung tinggi nilai moral,
kemanusiaan dan agama,
kesadaran kreatif, produktif,
kesadaran hukum
Meningkatnya peran serta
masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif
Pemberdayaan institusi
masyarakat, keluarga, LSM,
pesantren, dan dunia usaha.
Adapun prinsip-prinsip yang terkandung dalam arah baru pengembangan pendidikan nasional adalah:
1. Kesetaraan perlakuan sektor pendidikan dengan sektor lain
2. Pendidikan berorientasi rekonstruksi sosial
3. Pendidikan dalam rangka pemberdayaan bangsa
4. Pemberdayaan inprastruktur sosial untuk kemajuan pendidikan nasional
5. Pembentukan kemandirian dan keberadayaan untuk mencapai keunggulan
6. Penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi dan konsensus dalam kemajemukan.
7. Perencanaan terpadu secara horizontal (antar sektor) dan vertikal (antar jenjang-bottom up dan top down planning)
8. Pendidikan berorientasi peserta didik
9. Pendidikan multi kultural, dan
10. Pendidikan dengan perspektif global.47
46
Fasli Jalil, Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah, PT. Mitra Gama Widya, 2001, hlm. 65-67
47
Mengingat luasnya cakupan perbaikan sistem pendidikan nasional, maka
perumusan misi pendidikan dibedakan ke dalam 3 misi, yaitu misi jangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang. Sasarannya adalah pemulihan dari krisis
(crisis recovery). Misi jangka menengah memberdayakan masyarakat dalam
bidang pendidikan sehingga terwujud kehidupan manusia dan masyarakat yang
cerdas sebagai prasyarat bagi terciptanya masyarakat madani. Sasaran misi jangka
panjang adalah tercapainya masyarakat indonesia baru, yaitu masyarakat madani.
Misi Jangka Pendek
Misi jangka pendek pendidikan nasional adalah : (1) melakukan penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar yang bermutu (2) mengembangkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan pendidikan sesuai dengan asas desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, dan (3) melakukan perintisan program-program pengayaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Misi Jangka Menengah
Misi jangka menengah pendidikan nasional adalah menciptakan sistem, iklim, dan proses pendidikan yang demokratis dan mengutamakan mutu, mampu mengembangkan manusia dan kehidupan masyarakat indonesia yang cerdas, berakhlak mulia, berwawasan kebangsaan, kreatif, inovatif, sehat, berdisiplin, bertanggung jawab, terampil, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Misi Jangka Panjang
Misi jangka panjang pendidikan nasional adalah melakukan pembudayaan dan pemberdayaan sistem iklim, dan proses pendidikan nasional yang
demokratis dan mengutamakan mutu dalam perspektif nasional dan global.48
48
Sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional, tujuan pendidikan harus
mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasikan
berbagai tuntutan peran yang multidimensional. Secara umum, pendidikan harus
mampu menghasilkan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat yang
sehat dan cerdas dengan: (1) kepribadian kuat, religius, dan menjunjung tinggi
budaya luhur bangsa, (2) kesadaran demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, (3) kesadaran moral hukum yang tinggi, dan (4)
kehidupan yang makmur dan sejahtera.49
Spektrum tujuan pendidikan yang demikian luas yang disebutkan di atas yang
sejalan dengan kemajuan masyarakat memerlukan penjabaran bagi
pelaksanaannya pada setiap jenis dan jenjang pendidikan, sebagaimana
dikemukakan berikut ini:
Pendidikan dasar menekankan penguasaan kemampuan umum yang diperlukan
untuk hidup bermasyarakat dan bernegara. Materi pendidikan dasar
mengutamakan pembekalan kemampuan yang fungsional untuk kehidupan dalam
berbagai bidang: sosial, budaya, ekonomi, dengan berbasis pada nilai-nilai moral.
Sejalan dengan makin konfleksnya tantangan kehidupan, maka pendidikan dasar
minimal untuk Indonesia adalah 9 tahun. Asumsinya ialah, apabila pendidikan
minimum ini tidak tercapai,maka seseorang akan mengalami kesulitan dalam
mengikuti perkembangan yang terjadi di sekelilingnya.
Pendidikan menengah dibedakan menjadi pendidikan menengah umum dan
pendidikan menengah kejuruan. Tujuan utama pendidikan menengah umum
49
adalah mempersiapkan siswa untuk melanjutkan siswa ke perguruan tinggi,
sedangkan tujuan utama pendidikan menengah adalah mempersiapkan siswa
untuk memasuki dunia kerja.
Pendidikan tinggi menekankan pada peningkatan mutu dan relevansi, baik untuk
program-program yang berkaitan akademik maupun keahlian (profesional).
Sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan dan harapan harapan
masyarakat akan pendidikan tinggi, maka peningkatan mutu dan relevansi
pendidikan tinggi merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawarkan.
Tantangan peningkatan mutu dan relevansi yang dihadapi oleh pendidikan tinggi
menjadi tidak ringan sehubungan dengan kondisi-kondisi internal dan eksternal
yang ada saat ini dan masa depan.50
Sebagaimana telah kita ketahui sebelumnya, bahwa desentralisasi adalah
penyerahan sebagian kewenangan dan tugas pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah untuk dikelola sesuai kemampuan dan kompetensi yang dimiliki untuk
meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dalam
proses desentralisasi, tidak semua kewenangan dan tugas menjadi wilayah/
domain pemerintah pusat diserahkan ke daerah. Salah satu bidang tugas dan
kewenangan yang diserahkan ke daerah-daerah, khususnya kabupaten/kota adalah
bidang pendidikan.51
Pemberian kewenangan ini didasarkan pada UU No. 32 Tahun 2004 khususnya
Pasal 14 Ayat (1) huruf (f). Jika sebelumnya penyelenggaraan pendidikan menjadi
50
Ibid. hlm. 67-68.
51
tanggung jawab pemerintah pusat, maka dengan prinsip otonomi dan
desentralisasi pendidikan, daerah khususnya kabupaten/kota memiliki
kewenangan mutlak untuk menyelenggarakan pendidikan. Sekalipun demikian,
pada kenyataanya ada aspek-aspek tertentu yang hingga kini tetap dikendalikan
oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Pendidikan Nasional. Dalam
desentralisasi pendidikan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam sistem desentralisasi, kewenangan penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan dalam tanggungjawab pemerintah Kabupaten/Kota. Artinya,
kemampuan masing-masing daerah otonom sangat menentukan apakah prinsip
penerapan desentralisasi pendidikan yang diberikan berjalan atau tidak.
Kata “desentralisasi” diartikan sebagai; sistem pemerintahan yang lebih banyak
memberikan kekuasaan kepada pemerintah daerah; atau penyerahan sebagian
wewenang pimpinan kepada bawahan (atau pusat kepada cabang, dan
sebagainya).52 Desentralisasi dibidang pendidikan dapat didefinisikan sebagai
proses mendelegasikan atau devolusi wewenang dan tanggungjawab mengenai
distribusi serta penggunaan sumber daya (misalnya, keuangan, sumber daya
manusia dan fisik) oleh pemerintah pusat kepada daerah atau sekolah.53
Hanson (Chirtopher Bjork,2006), yang dikutip dari Amtu Animus mendefinisikan
desentralisasi sebagai pengalihan wewenang pengambilan keputusan.
Tanggungjawab, dan tugas dari tingkat organisasi yang lebih tinggi untuk
diturunkan atau pada antar organisasi, Dan Florestal dan Cooper (1997)
menambahkan, sistem desentralisasi ditandai dengan pelaksanaan kekuasaan yang
52
KBBI, 1991). Menurut Zajda & Gamage 2009 53
cukup besar di tingkat lokal pada banyak aspek pendidikan dasar, sesuai dengan
sejumlah pengendalian terbatas oeh pemerintah pusat.54
Secara politis, tujuan desentralisasi antara lain untuk meningkatkan ketrampilan
dan kemampuan politik para penyelenggara pemerintah dan masyarakat, dan
untuk mempertahankan integrasi nasional. Gagasan ini sebenarnya berakar pada
argumentasi liberal yang sangat berkeyakinan bahwa terciptanya pemerintah
daerah yang demokratis merupakan metode yang paling tepat bagi terwujudnya
demokratisasi pada tingkat nasional. Sejalan dengan dalil ini, Yluisaker kemudian
merumuskan bahwa tiga aspek utama terkait dengan democractic decentralization
(densetralisasi demokrasi), yaitu kebebasan (liberty), persamaan hak (equlity), dan
kesejahteraan (welfare).55
Tanggungjawab dapat didesentralisasikan ke daerah, provinsi, kabupaten, kota
suatu sekolah atau sekelompok sekolah. Dalam praktiknya, sistem pendidikan
yang paling dasar memiliki kedua elemen sentralisasi dan desentralisasi. Dalam
sebagian sistem desentralisasi, beberapa kekuasaan tetap berada ditangan
pemerintah pusat, dan sebagian dilakukan secara lokal. Perencana terlibat dalam
reformasi desentralisasi harus mengindentifikasi komponen sistem yang lebih
tepat dikelola ditingkat pusat dan ditingkat lokal, mengingat keadaan khusus
negara dan tujuan reformasi. Negara mendesentralisasikan sistem pendidikan
terutama karena berbagai alasan, yakni:
54
Ibid. hlm.100
55
1. Untuk menghemat uang dan meningkatkan efisiensi manajemen dan
fleksibilitas.
2. Untuk melimpahkan tanggungjawab ke tingkat pemerintahan yang paling
layak.
3. Untuk meningkatkan pendapatan yang diperlukan, agar sesuai dengan
reformasi administrasi yang lebih luas atau dengan prinsip umum bahwa
tanggungjawab administrasi harus dipegang ditingkat pemerintahan terendah
yang layak.
4. Untuk memberikan penggunaan hak suara lebih besar dalam pengambilan
keputusan yang mempengaruhi.
5. Untuk lebih mengenai keanekaragaman bahasa atau etnis lokal.56
Melalui kebijakan desentralisasai, Pemerintah Pusat berkewajiban menyerahkan
hak kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus rumah tangga daerah termasuk
memberdayakan masyarakatnya yang tentunya akan tetap memiliki hak dalam
hubungan hukum terhadap Pemerintah Daerah. Sebaliknya Pemerintah Daerah
berhak melakukan pengelolaan atas rumah tangga daerah dan masyarakatnya yang
pada gilirannya diikuti oleh sejumlah kewajiban kepada Pemerintah Pusat. Berapa
besar hak dan kewajiban dari masing-masing Pemerintah dalam hubungan hukum
tata pemerintahan adalah tergantung pada kualitas dan kuantitasnya hak otonomi
yang diberikan dan diterima.
56
Sebagaimana tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercantum pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 seperti apa yang telah dikemukakan
pada bab awal meliputi:
1. Melindungi bangsa dan tumpah darah Indonesia
2. Mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia
3. Mensejahterakan bangsa Indonesia
4. Menciptakan perdamian dunia yang abadi.
Dengan demikian desentralisasi pendidikan dapat dipahami sebagai pemberian
sebagian otoritas, kewenangan dan tanggungjawab penyelenggaraan pendidikan
dasar maupun menengah dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, khususnya
kabupaten/kota. Dibidang pendidikan sejak desentralisasi, pendidikan akan berada
dibawah tanggungjawab pemerintah daerah.
Pemerintah daerah baik provinsi maupun Kabupaten/Kota mutlak menyediakan
anggaran yang memadai dan menjamin ketersediaan pendidikan yang dapat
diakses semua lapisan masyarakat di daerahnya. Setiap perkembangan dan
kemajuan pendidikan di daerah sangat ditentukan oleh kemampuaan daerah dalam
merencanakan, mengorganisir, mengendalikan, mengevaluasi, dan membiayai
pendidikannya. Kemajuan dan capaian kwalitas pendidikan suatu daerah,
mengambarkan kemampuan pemerintah daerah dan dukungan masyarakat dalam
membiayai pendidikan. Sekalipun biaya pendidikan, bukanlah satu-satunya faktor
yang menentukan kualitas pendidikan, namun tetap menjadi indikator penting
dalam pandangan pemerintah pusat maupun daerah-daerah. Oleh karena itu untuk
mewujudkan berbagai perubahan kearah desentralisasi, diperlukan lima hal dasar,
1. Berbagai peraturan dan kebijakan yang mengatur desentralisasi pendidikan, harus benar-benar menjawab kebutuhan masing-masing daerah.
2. Keseriusan pemerintah pusat dan daerah dalam mengalokasikan 20%
anggaran pendidikan melalui APBN dan APBD.
3. Pembinaan kemampuan perangkat pemerintahan daerah
4. Pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber daya
alam yang mendukung.
5. Pembentukan badan atau unit-unit perencana yang bertanggungjawab
untuk menyusun perencanaan pendidikan.
6. Kesiapan masyarakat dan stakeholder dalam mendukung program
pendidikan dengan menciptakan iklim yang kondusif.57
Pada tataran konseptual UU No 32 Tahun 2004 telah berupaya untuk membatasi
kekuasaan pemerintah pusat hanya pada enam kewenangan pokok (bidang politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter fiskal, agama).58
Implikasi otonomi daerah bagi desentraliasi pendidikan sangat tergantung pada
pembagian kewenangan dibidang pendidikan yang akan ditangani pemerintahan
pusat, pemerintahan provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota. Jika mengacu pada
UU Nomor 32 Tahun 2004, maka kewenangan di sektor pendidikan yang terkait
dengan (i) perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan sektoral dan
nasional secara makro, (ii) kebijakan pembinaan dan pemberdayaan sumber daya
manusia, (iii) kebijakan standarisasi nasional akan ditangani pusat, lainnya akan
ditangani daerah khususnya daerah kabupaten/kota. Dengan pola desentralisasi di
bidang pendidikan khusus Pemerintah Kabupaten Way Kanan sesuai dengan
tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa maka pemenuhan hak atas
pendidikan di daerah dapat membangun terwujudnya tujuan pendidikan nasional.
57
Amtu Onimus, Ibid. hlm. 102
58
C. Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pendidikan
1. Pengelolaan Pendidikan Di Daerah
Salah satu kewenangan yang di desentralisasikan kedaerah adalah
penyelenggaraan pendidikan. Dalam kaitan itu struktur pemerintah daerah yang
berhak menyelenggarakan pendidikan adalah pada tingkat kabupaten/kota.
Sementara pemerintah provinsi sebagai perpanjangan pusat mengkoordinasikan
implementasi berbagai kewenangan yang diberikan pada setiap kabupaten/kota.
Setiap kebijakan dalam skala nasional, terlebih dalam bidang yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat, selalu menimbulkan implikasi baik dalam kurun
waktu singkat maupun dalam jangka waktu panjang.
Penyelenggaraan pendidikan sejak awal telah ditangani secara sentral oleh
pemerintah pusat, sehingga ,masyarakat hanya menjadi pengguna jasa pendidikan
yang disediakan pemerintah atau pihak swasta. Tuntutan reformasi menuntut
pengembalian hak-hak demokrasi kepada rakyat, berimbas pada otonomi daerah
dan mendesentraliasikan kewenangan untuk mengurus sendiri bidang pendidikan
di daerah-daerah.
Melalui berbagai produk peraturan dan perundang-undangan, pemerintah
memberikan kewenangan dan tanggungjawab pengelolaan pendidikan yang
dilimpahkan kedaerah sesuai tuntutan otonomi. Kebijakan desentralisasi
pendidikan di Indonesia pada gilirannya memerikan ruang dan kewenangan bagi
pemerintah daerah, masyarakat dan lembaga pendidikan untuk menentukan
kemampuannya dan potensi yang dimiliki setiap daerah. Pasal 56 UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan:
a. Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang
meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah/madrasyah.
b. Dewan pendidikan sebagai lembaga mandiri dibentuk dan berperan dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan
pertimbangan, arahan, dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, kabupat