• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR

Oleh

SYAIFUDIN DWIANTORO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENERAPAN MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA

KELAS V SD NEGERI 1 SRI PENDOWO LAMPUNG TIMUR

Oleh

SYAIFUDIN DWIANTORO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)

vi

B.Identifikasi Masalah... 5

C.Rumusan Masalah... 6

1. Pengertian Keterampilan Proses IPA ... 13

2. Jenis-jenis Keterampilan Proses IPA ... 14

D.Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 19

1. Pengertian IPA ... 19

2. Pembelajaran IPA SD... 20

E.Model Pembelajaran ... 22

1. Model Guided Discovery ... 23

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Guided Discovery ... 26

3. Langkah-langkah Model Guided Discovery ... 27

(6)

vii

G.Teknik Analisis Data ... 32

H.Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas ... 34

I. Indikator Keberhasilan ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A.Gambaran Lokasi Penelitian ... 39

B.Prosedur Penelitian ... 40

1. Deskripsi Awal... 40

2. Refleksi Awal ... 41

3. Persiapan pembelajaran ... 41

C.Hasil Penelitian ... 42

3. Rekapitulasi Kinerja Guru, Keterampilan Proses, dan Hasil Belajar ... 80

a. Rekapitulasi Kinerja Guru ... 80

b. Rekapitulasi Keterampilan Proses IPA Siswa ... 81

c. Rekapitulasi Hasil Belajar ... 83

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan usaha untuk mendewasakan manusia dari berbagai aspek. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 (ayat 1) yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sejalan dengan penjelasan di atas Purwanto (2008: 10) menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan faktor yang penting untuk mewujudkan kedewasaan seseorang dengan berbagai keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

(8)

2

satu bidang yang perlu ditingkatkan yaitu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Menurut Kamala (2008) pembelajaran IPA berupaya untuk membangkitkan minat manusia dan kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap. Sehingga, hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai apabila pembelajaran IPA diajarkan dengan cara yang tepat dan melibatkan siswa secara aktif, yaitu melalui proses dan sikap ilmiah. Hal tersebut sesuai dengan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tantang standar isi (484 - 485) yang menyatakan bahwa

Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

(9)

yang dikenal dengan ketarampilan proses. Menurut Rustaman (2011: 1.9) keterampilan proses IPA merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur ditemukan beberapa kekurangan dalam pembelajaran. Guru masih belum optimal dalam menerapkan variasi model pembelajaran. Selain itu, pembelajaran masih terpaku pada buku (text book), guru hanya memberikan informasi berupa produk IPA, siswa belum dilibatkan secara aktif dalam bekerja ilmiah dan belum diberikan kesempatan untuk bersentuhan langsung dengan apa yang akan dipelajari serta siswa belum optimal dalam menguasai dan menerapkan berbagai jenis keterampilan proses IPA.

Penelusuran lebih lanjut terhadap hasil belajar mata pelajaran IPA pada mid semester semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013 juga kurang maksimal. Nilai yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1: Nilai Ujian Mid Semester Mata Pelajaran IPA.

Nilai Frekuensi Keterangan 70

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan yaitu 60, hanya 8 orang siswa atau

(10)

4

28,57% dari 28 orang siswa telah tuntas, sedangkan 20 orang siswa atau 71,43% belum tuntas.

Berdasarkan uraian masalah di atas dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA di kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur belum berlangsung seperti apa yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu diadakannya perbaikan dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Menurut Winataputra (2008: 1.40) kegiatan pembelajaran seharusnya mengacu pada penggunaan model, pendekatan, strategi, dan media dalam rangka membangun proses belajar dengan membahas materi dan pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA, salah satu model yang dimungkinkan dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran serta meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA di SD adalah model guided discovery atau penemuan terbimbing. Model ini dipilih karena berdasarkan observasi yang telah dilakukan, guru belum optimal dalam menerapkan model guided discovery.

Selain itu, Wilcolx dalam Sukmana (2009) mungungkapkan bahwa dalam pembelajaran penemuan terbimbing siswa terdorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk mereka sendiri.

(11)

menyertainya sehingga menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Lebih lanjut, menurut Mulyani Sumantri dalam Ikromah (2011: 6) model guided discovery memiliki beberapa kelebihan diantaranya membantu siswa mengembangkan persediaan dan penguasaan keterampilan dari proses kognitif, memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya, menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, memberi kesempatan pada siswa untuk mengecek ide. Sehingga, dengan penerapan model guided discovery pada penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamiludin (2008) yang menyimpulkan bahwa penggunanaan pembelajaran guided discovery dapat meningkatkan keterampilan proses IPA serta penelitian yang dilakukan oleh Ikromah (2011) yang menyimpulkan bahwa penerapan model guided discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

Berdasarkan uraian di atas, akan dilaksanakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan judul peningkatan keterampilan proses dan hasil belajar IPA melalui penerapan model guided discovery pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut.

1. Guru belum optimal dalam menerapkan model pembelajaran.

(12)

6

3. Proses pembelajaran masih terpaku pada buku (text book).

4. Siswa belum optimal dalam menguasai dan menerapkan berbagai jenis keterampilan proses IPA.

5. Rendahnya persentase ketuntasan belajar siswa pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model guided discovery untuk meningkatkan keterampilan proses IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur?

2. Apakah penerapan model guided discovery dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Peningkatan keterampilan proses IPA siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dalam pembelajaran IPA.

2. Peningkatan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dalam pembelajaran IPA.

E. Manfaat Penelitian

(13)

1. Siswa, dapat meningkatkan pemahaman tentang konsep IPA sehingga berbagai keterampilan, aktivitas, minat, dan hasil belajar siswa dapat meningkat melalui model guided discovery.

2. Guru, dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam menggunakan model yang bisa digunakan dalam pembelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan profesional guru.

3. Sekolah, dapat menjadi bahan rujukan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah sehingga menghasilkan output yang optimal. 4. Keilmuan ke PGSD-an, dapat memberi sumbangan yang sangat berharga

(14)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Belajar sebagai proses manusiawi memiliki kedudukan dan peran penting dalam kehidupan masyarakat, kerena dengan belajar seseorang akan menemukan pengetahuan baru walaupun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang yang dilakukan secara sadar dan bersifat menetap.

Menurut pandangan konstruktivistik dalam Budiningsih (2005: 58), belajar adalah suatu proses konstruksi pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh orang yang belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sutrisno (2007: 2-28) yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan proses aktif siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan dengan cara membuat link antara pengetahuan yang telah dimiliki dengan pengetahuan yang sedang dipelajari melalui interaksi dengan yang lainya.

(15)

upaya untuk membangun konsep atau argumen yang harus dilakukan sendiri oleh siswa yang belajar (dengan bantuan guru atau orang dewasa). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. Selanjutnya Gagne dalam Winataputra (2008: 3.30) mendefinisikan belajar adalah seperangkat proses kognitif yang dapat mengubah sifat stimulus dari lingkungan menjadi beberapa tahap pengolahan informasi untuk memperoleh kapasitas yang baru.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan seseorang dalam mengkonstruksi atau membangun pengetahuan baru melalui serangkaian kegiatan. Sehingga, seseorang tersebut mengalami perubahan tingkah laku yang menyangkut perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang yang dilakukan secara sadar dan bersifat menetap.

2. Hasil Belajar

(16)

10

Keller dalam Nashar (2004: 77), memandang hasil belajar sebagai keluaran dari berbagai masukan. Berbagai masukan tersebut menurut Keller dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu masukan pribadi (personal inputs) dan masukan yang berasal dari lingkungan (environment

inputs). Sedangkan Nasution dalam Kunandar (2010: 276)

mengungkapkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.

Berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam (Sudjana, 2010: 22) hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu ranah kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: (1) ranah kognitif yang berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; (2) ranah afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima (reciving/attending), menjawab atau mereaksi (responding), menilai (valuing,), organisasi, internalisasi nilai/pembentukan pola hidup; dan (3) ranah psikomotor, meliputi gerakan refleks, keterampilan pada gerakan-gerakan terbimbing, kemampuan perseptual (termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif, motoris), dan gerakan skill.

(17)

yang berasal dari lingkungan, serta perubahan perilaku dan sikap siswa setelah mengikuti kegiatan belajar dengan melibatkan aspek kognitif, afektif, dan keterampilan psikomotor. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan pengetahuan serta perubahan yang dapat membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi siswa.

B. Kinerja Guru

Guru merupakan suatu profesi atau jabatan fungsional dalam bidang pendidikan dan pembelajaran atau seseorang yang menduduki dan melaksanakan tugas dalam bidang pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia Pasal 39 ayat 3 menyatakan bahwa pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru.

Lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya pada ayat 8 dinyatakan bahwa penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.

(18)

12

pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terkait dengan bidang tugasnya. Sebagaimana dijelaskan pada Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dapat mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.

Uno (2007: 72) mengungkapkan bahwa secara konseptual kinerja guru adalah kecakapan yang dimiliki oleh guru yang diindikasikan dalam tiga kompetensi yaitu pedagogik, profesional, sosial, dan personal. Hal tersebut sejalan dengan Depdiknas (2008: 21) yang menyatakan bahwa hal yang berkaitan dengan kinerja guru, wujud prilaku yang dimaksud adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran, melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan menilai hasil belajar.

(19)

C. Keterampilan Proses IPA

1. Pengertian Keterampilan Proses IPA

IPA pada hakikatnya mengandung cara-cara untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan. Sehingga, untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan alam, seseorang perlu menguasai sejumlah keterampilan dasar yang dikenal dengan ketarampilan proses. Menurut Rustaman (2011: 1.9) keterampilan proses IPA merupakan seperangkat keterampilan yang digunakan para ilmuan dalam melakukan penyelidikan ilmiah. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sutarno (2009: 9.1) yang mengungkapkan ketererampilan proses yang digunakan dalam pembelajaran didasarkan pada serangkaian langkah-langkah kegiatan yang biasanya ditempuh oleh para ilmuan untuk mendapatkan atau menguji suatu pengetahuan yang dapat berupa konsep atau prinsip.

Carin dalam Sutarno (2009: 9.1) menyampaikan beberapa alasan tentang pentingnya keterampilan proses IPA. Pertama, dalam pratiknya apa yang dikenal dalam IPA merupakan hal yang tidak terpisah dari metode penyelidikan. Mengetahui IPA tidak hanya sekedar mengetahui materi tentang ke-IPA-an saja tetapi terkait pula dengan memahami bagaimana cara untuk mengumpulkan fakta dan menghubungkan fakta-fakta untuk membuat suatu penafsiran atau kesimpulan. Kedua, keterampilan proses IPA merupakan keterampilan belajar sepanjang hayat (life-long learning) yang dapat digunakan bukan saja untuk mempelajari ilmu tetapi juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan untuk dapat bertahan hidup (life skills).

(20)

14

keterampilan belajar sepanjang hayat dan dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk bertahan hidup.

2. Jenis-jenis Keterampilan Proses IPA

Terdapat beberapa jenis keterampilan proses IPA. Harlen dalam

Widodo (2010: 46) membagi keterampilan proses IPA menjadi (a) mengamati, (b) berhipotesis, (c) memprediksi, (d) meneliti, (e) menafsirkan data dan menarik kesimpulan, dan (f) berkomunikasi.

Sedangkan Rustaman (2011: 1.10) membagi keterampilan proses IPA menjadi (a) observasi dan inferensi, (b) pengukuran dan estimasi, (c) prediksi dan berhipotesis, (d) komunikasi dan

interpretasi, (e) identifikasi dan pengendalian variabel, (f) mengajukan pertanyaan dan merumuskan masalah, dan (g) merancang dan melaksanakan percobaan.

Sapriati (2009: 4.1) mengungkapkan keterampilan proses IPA terdiri dari keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan proses dasar meliputi keterampilan mengobservasi, mengklasifikasi, mengukur, mengkomunikasikan, menginferensi, memprediksi, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta mengenal hubungan-hubungan angka. Sedangkan keterampilan proses terintegrasi mencangkup keterampilan memformulasikan hipotesis, menamai variabel, membuat definisi operasional, melakukan eksperimen, menginterpretasikan data, dan melakukan penyelidikan.

(21)

seseorang menilai beberapa aspek tertentu sangat penting sehingga perlu dimunculkan tersendiri.

Berikut ini jenis-jenis keterampilan proses IPA yang perlu dikuasai oleh siswa.

a. Observasi

Menurut Rustaman (2011: 1.11), keterampilan mengamati (observasi) menggunakan semua pancaindra yang kita miliki atau dengan menggunakan alat bantu indra untuk memperoleh informasi serta mengidentifikasi dan memberi nama karakteristik pada objek atau kejadian. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Carin dalam Sapriati (2009: 4.7) yang mengungkapkan bahwa mengobservasi adalah menjadi dasar akan suatu objek atau kejadian dengan menggunakan segenap pancaindra untuk mengidentifikasi sifat dan karakteristik. Selanjutnya, Firman (2008: 26) mengungkapkan mengamati merupakan usaha untuk mendapatkan gambaran tentang suatu benda atau suatu fenomena.

b. Pengukuran

(22)

16

mengungkapkan bahwa ntuk memperoleh data kuantitatif, seringkali digunakan alat bantu berupa alat ukur. Sehingga, keterampilan dalam mengukur memerlukan kemampuan untuk menggunakan alat ukur secara benar dan kemampuan untuk menerapkan cara penghitungan dengan alat ukur tersebut .

c. Menginterpretasikan (Menafsirkan)

Kemampuan menginterpretasikan sangat penting dimiliki oleh seseorang, karena dengan interpretasi seseorang dapat mengkomunikasikan hasil dari observasi dan pengukuran yang sudah dilakukan. Menurut Sutarno (2009: 9.5) interpretasi adalah membuat hasil pengamatan atau hasil observasi menjadi bermakna. Hal tersebut sejalan dengan Rustaman (2011: 1.16) yang mengungkapkan bahwa memaknai hasil observasi disebut interpretasi data. Interpretasi biasanya dilakukan apabila ada sejumlah data yang dapat diartikan atau ditafsirkan sehingga kita sampai pada kesimpulan. Selanjutnya, Widodo (2010: 49) mengungkapkan keterampilan menafsirkan mencangkup keterampilan untuk menghubung-hubungkan hal yang satu dengan hal yang lainnya.

d. Prediksi (Meramalkan)

(23)

keterampilan memprediksi adalah keterampilan untuk menduga, memperkirakan, meramalkan beberapa kejadian/keadaan yang akan datang berdasarkan dari kejadian/keadaan yang terjadi sekarang. Sapriati (2009: 4.49) juga mengungkapkan bahwa memprediksi sebagai menyatakan dugaan beberapa kejadian mendatang atas dasar suatu kejadian yang telah diketahui.

e. Mengkomunikasikan

Sapriati (2009: 4.40) mengungkapkan bahwa komunikasi merupakan hal yang penting untuk semua usaha manusia karena komunikasi yang jelas dan tepat merupakan dasar untuk semua kegiatan ilmiah. Widodo (2010: 50) mengungkapkan keterampilan berkomunikasi mencakup keterampilan menyampaikan dan menerima informasi. Oleh karena itu keterampilan berkomunikasi mencangkup keterampilan menggunakan bermacam bentuk komunikasi baik lisan maupun tulisan. Hal tersebut sejalan dengan Abruscato dalam Sutarno (2009: 9.6) yang mengungkapkan keterampilan mengkomunikasikan adalah keterampilan untuk menyampaikan hasil pengamatan atau menyampaikan hasil penyelidikan.

f. Merancang dan Melaksanakan Percobaan

(24)

18

alat dan metode yang akan digunakan. Selanjutnya Firman (2008: 27) mengungkapkan bahwa keterampilan merencanakan percobaan merupakan keterampilan proses IPA yang kompleks dan berkaitan erat dengan keterampilan proses IPA yang lainnya.

Melakukan percobaan/eksperimen biasanya dilakukan untuk menguji kebenaran dari teori yang dipelajari atau untuk membuktikan bahwa hipotesis yang telah dibuat sebelumnya benar atau tidak. Menurut Sutarno (2009: 9.5) dalam satu kali percobaan hanya satu variabel yang diubah, sedangkan variabel lainnya dibuat tetap atau sama selama percobaan dilakukan. Rustaman (2011: 1.17) mengungkapkan dalam suatu kegiatan penyelidikan ilmiah kita kenal ada tiga jenis variabel. Variabel yang dikendali (variabel bebas) adalah suatu faktor atau kondisi dalam sebuah eksperimen yang secara khusus diubah oleh seorang peneliti. Variabel yang merespon atau terikat adalah suatu faktor atau kondisi yang mungkin dipengaruhi dari perubahan tersebut. Suatu variabel yang tidak dirubah disebut variabel kontrol.

Berdasarkan uraian berbagai jenis keterampilan proses IPA di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses IPA terdiri dari: a) observasi, merupakan kegiatan yang menggunakan seluruh pancaindra atau alat bantu indra untuk memperoleh informasi atau gembaran suatu benda serta mengidentifikasi dan memberi nama karakteristik pada suatu objek atau kejadian; b) pengukuran, merupakan kegiatan mencari data kuantitatif secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan

(25)

c) menginterpretasikan (menafsirkan), merupakan keterampilan menghubungkan beberapa hal atau data hasil observasi dan pengamatan hingga menjadi kesimpulan yang bermakna dan dapat dikomunikasikan kepada orang lain; d) prediksi (meramalkan), merupakan dugaan, ramalan, perkiraan suatu kejadian yang akan datang berdasarkan kejadian yang terjadi sekarang atau yang sudah dialami; e) mengkomunikasikan, merupakan keterampilan dalam menerima informasi dan menyampaikan hasil pengamatan atau hasil penyelidikan baik secara lisan maupun tulisan; f) merancang dan melaksanakan percobaan, merupakan rekapitulasi seluruh keterampilan proses IPA karena dengan merancang suatu percobaan dengan langkah-langkah kerja yang tepat kemudian melakukan percobaan sesuai dengan langkah-langkah yang telah dibuat sebelumnya dapat membuktikan kebenaran suatu teori dan konsep serta membuktikan inferensi dan hipotesis sebelumnya. Keenam keterampilan proses IPA inilah yang akan diteliti dan dinilai pada penelitian tindakan kelas ini.

D. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 1. Pengertian IPA

(26)

20

penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangan IPA tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta saja, tetapi juga oleh timbulnya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Menurut Sutrisno (2007: 1-19), IPA merupakan usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat (correct) pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang benar (true), dan dijelaskan dengan penalaran yang sahih (valid) sehingga dihasilkan kesimpulan yang betul (truth). Seiring dengan pendapat tersebut, Trianto (2010: 136) berpendapat bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh dari hasil berbagai kegiatan manusia dengan menggunakan langkah-langkah khusus, ilmiah, dan terkontrol. Langkah-langkah tersebut didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi yang tepat dan benar.

2. Pembelajaran IPA SD

(27)

melalui pembelajaran IPA siswa dapat memiliki kesempatan untuk memproses pengetahuan tentang IPA dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang benar dan mengikuti etika keilmuan serta sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat.

Berdasarkan Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tantang standar isi (484 - 485) pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar hendaknya diberikan melalui pengalaman langsung dengan mengembangkan keterampilan proses agar memiliki sikap ilmiah. Dengan demikian, siswa bukan hanya mendapatkan konsep IPA saja, tetapi juga memiliki keterampilan-keterampilan dan sikap ilmiah yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya Rosalin Driver dalam Sutrisno (2007: 2-12) mengungkapkan bahwa kontribusi IPA, menurut kacamata kontruktivis, adalah pengembangan serangkaian makna personal untuk memahami kejadian sehari-hari dan pengalamannya. Sejalan dengan hal tersebut Firman (2008: 31) mengungkapkan pelajaran IPA hendaknya menjadi wahana untuk mendidik anak-anak sehingga menjadi manusia. Menguasai materi/konten IPA bukan merupakan tujuan ahir. Sebaliknya IPA digunakan untuk mendidik anak-anak agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang seutuhnya.

(28)

22

pengalaman langsung yang melibatkan siswa dengan menggunakan dan mengembangkan berbagai keterampilan proses dan sikap ilmiah. Sehingga, siswa dapat mengembangkan pengetahuan dan pengalamannya untuk berfikir, bekerja ilmiah, dan mengkomunikasikannya sebagai kecakapan hidup yang dapat digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.

E. Model Pembelajaran

Model pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas, sikap, dan pengetahuan siswa. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hanafiah (2010: 41) yang mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku peserta didik secara adaptif maupun generatif. Sedangkan Zubaedi (2011: 185) mengungkapkan bahwa model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Selanjutnya Rustaman (2011: 2.17) mengungkapkan pada pengembangan model pembelajaran menurut pandangan konstruktivis harus memperhatikan dan mempertimbangkan pengetahuan awal siswa yang mungkin diperoleh di luar sekolah serta dalam pembelajarannya harus melibatkan siswa dalam suatu kegiatan yang nyata.

(29)

inquiry, yaitu model pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar

berpikir ilmiah pada diri siswa sehingga dalam proses pembelajaran siswa tidak bergantung pada guru, tetapi lebih banyak belajar sendiri; 2) pembelajaran kontekstual, yaitu model pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa; 3) model pembelajaran terpadu, yaitu pendekatan pembelajaran yang memadukan beberapa pokok bahasan sehingga memungkinkan peserta didik baik secara individu maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta berbagai prinsip; dan 4) model guided discovery, yaitu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, pemahaman, dan pemecahan suatu masalah melalui proses mental yang dilakukan melalui kegiatan percobaan dengan bimbingan dan petunjuk yang diberikan guru. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran di sekolah dasar yaitu model guided discovery.

1. Model Guided Discovery

(30)

24

Menurut Sund dalam Roestiyah (2008: 20) discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Sedangkan Asy’ari (2006: 51) mengungkapkan bahwa guided discovery merupakan pendekatan dimana siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan sehingga siswa seolah-olah menemukan sendiri pengetahuan tersebut.

Bruner dalam Widodo (2010: 37) mengungkapkan belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Menurut Sapriati (2009: 1.28) ada dua macam atau jenis pembelajaran penemuan, yaitu model pembelajaran penemuan murni (free discovery) dan model pembelajaran penemuan terarah atau penemuan

terbimbing (guided discovery). Model pembelajaran murni merupakan model pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau arahan. Sedangkan model pembelajaran penemuan terarah/terbimbing (guided discovery) merupakan model pembelajaran yang membutuhkan peran guru

(31)

terbimbing guru akan memberikan petunjuk kepada siswa sehingga siswa akan lebih terarah dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sejalan dengan uraian di atas, Soejadi dalam Sukmana (2009) mungungkapkan guided discovery merupakan model pembelajaran yang mengajak para siswa atau didorong untuk melakukan kegiatan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya siswa menemukan sesuatu yang diharapkan. Selanjutnya, Hamalik (2005: 188) mengungkapkan bahwa guided discovery melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru.

Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang benar/tepat. Sejalan dengan uraian di atas, Hanafiah (2010: 77) mengungkapkan bahwa guided discovery yaitu pelaksanaan penemuan dilakukan atas petunjuk dari guru. Pembelajarannya dimulai dari guru mengajukan berbagai pertanyaan yang melacak, dengan tujuan untuk mengarahkan peserta didik kepada titik kesimpulan kemudian siswa melakukan percobaan untuk membuktikan pendapat yang dikemukakan.

(32)

26

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Guided Discovery

Pembelajaran model guided discovery memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang diutarakan oleh Mulyani Sumantri dan Johar dalam Ikromah (2011: 6-8) sebagai berikut:

a. Kelebihan

1) Dianggap membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan keterampilan dari proses kognitif siswa, andai kata siswa itu dilibatkan terus dalam guided discovery.

2) Pengetahuan diperoleh dari strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan yang kukuh, dalam arti pedalaman dari pengertian, retensi dan transfer.

3) Model pembelajaran guided discovery membangkitkan gairah pada siswa misalnya siswa merasakan jerih payah penyelidikan, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang kegagalan.

4) Model pembelajaran guided discovery memberikan kesempatan pada siswa untuk bergerak maju sesuai dengan kemampuannya sendiri.

5) Model pembelajaran guided discovery menyebabkan siswa mengarahkan sendiri cara belajarnya, sehingga siswa lebih merasa terlibat dan termotivasi sendiri untuk belajar.

6) Model pembelajaran guided discovery dapat membantu dan memperkuat pribadi siswa dengan bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses guided discovery, dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan.

7) Model pembelajaran guided discovery berpusat pada siswa, misalnya memberi kesempatan pada siswa, dan guru berpartisipasi untuk mengecek ide. Guru menjadi pembimbing belajar, terutama dalam situasi guided discovery yang jawabannya belum diketahui siswa sebelumnya.

8) Membantu perkembangan siswa dalam menemukan kebenaran akhir yang mutlak.

b. Kelemahan

1) Dipersyaratkan keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini.

2) Model pembelajaran guided discovery kurang baik untuk mengajar kelas besar.

(33)

4) Mengajar dengan guided discovery mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan perolehan pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan keterampilan. Sedangkan sikap dan keterampilan diperlukan untuk memperoleh pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan.

3. Langkah-langkah Model Guided Discovery

Saat proses pembelajaran, diperlukan adanya langkah-langkah yang tepat agar pembelajaran dapat berjalan secara optimal. Langkah-langkah pembelajaran yang tepat juga sangat menentukan keberhasilan suatu model pembelajaran. Suryosubroto (2009: 184) mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan pembelajaran penemuan, yaitu:

a) identifikasi kebutuhan siswa; b) seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian, konsep dan generalisasi yang akan dipelajari; c) seleksi bahan, dan problema/tugas-tugas; d) membantu memperjelas tugas/problema yang akan dipelajari dan peranan masing-masing siswa; e) mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan; f) mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dan tugas-tugas siswa; g) memberi kesempatan pada siswa untuk melakukan penemuan; h) membantu

siswa dengan informasi/data, jika diperlukan oleh siswa; i) memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yang

mengarahkan dan mengidentifikasi proses; j) merangsang terjadinya interaksi antarsiswa dengan siswa; k) memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan; dan l) membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasil penemuannya.

Winataputra (2008: 6.23) mengemukakan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan pembelajaran penemuan, yaitu:

a) menentukan hasil belajar siswa dan merancang tugas; b) merancang tahapan atau langkah-langkah sebagai pedoman

(34)

28

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai langkah-langkah pembelajaran guided discovery, peneliti akan mengembangkan langkah-langkah pembelajaran menurut Suryosubroto (2009: 184). Adapun langkah-langkah pembelajaran model guided discovery yang peneliti gunakan adalah, sebagai berikut: a) merumuskan tujuan pembelajaran; b) menyiapkan materi pembelajaran; c) menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan; d) siswa melaksanakan penemuan berdasarkan panduan guru; e) guru memantau pelaksanaan penemuan dan membantu siswa yang mengalami kesulitan; f) pelaporan hasil temuan dan diskusi balikan; dan g) merangkum dan menyimpulkan hasil temuan.

F. Hipotesis Tindakan

(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Wardhani (2007: 1.3) mengemukakan penelitian tindakan kelas

adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. Selanjutnya, Arikunto (2006: 58) mengemukakan penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan mutu praktik pembelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan di dalam kelas melalui refleksi diri guna memperbaiki atau meningkatkan pembelajaran yang dilakukan oleh guru agar sesuai dengan apa yang diharapkan.

B. Prosedur Penelitian

(36)

30

pengamatan (observing), dan refleksi (reflection), dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan tercapai (Wardhani, 2007: 2.4). Berikut ini merupakan gambar alur siklus penelitian tindakan kelas yang diadaptasi dari Wardhani (2007: 2.4).

Gambar 1: Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas Diadaptasi dari Wardhani (2007: 2.4)

C. Setting Penelitian 1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Sri Pendowo. Terletak di Desa Sri Pendowo, Kecamatan Bandar Sribhawono, Kabupaten Lampung Timur.

2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013. Dimulai dari bulan Desember 2012 sampai bulan April 2013.

Dilanjutkan ke siklus berikutnya

Perencanaan I

SIKLUS I

Pengamatan I

Pelaksanaan I Refleksi I

Perencanaan I

SIKLUS II

Pengamatan II

(37)

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur dengan jumlah siswa 28 orang, terdiri dari 14 orang laki-laki dan 14 orang perempuan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik non tes (observasi) dan tes.

1. Teknik non tes (observasi)

Teknik nontes (observasi) digunakan untuk mengetahui kinerja guru dan penguasaan keterampilan proses IPA siswa selama pembelajaran IPA melalui penerapan model guided discovery.

2. Teknik tes

Teknik tes digunakan untuk mendapatkan data yang bersifat kuantitatif (angka). Melalui tes ini akan diketahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA melalui penerapan model guided discovery.

F. Alat Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2007: 101) instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya. Pada penelitian ini peneliti menggunakan instrumen sebagai berikut: 1. Lembar observasi kinerja guru, instrumen ini digunakan untuk

(38)

32

2. Lembar observasi keterampilan proses IPA, instrumen ini digunakan untuk mengetahui penguasaan keterampilan proses IPA siswa selama pembelajaran.

3. Tes hasil belajar, instrumen ini digunakan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran serta mengetahui ketercapaian indikator pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery.

G. Teknik Analisis Data 1. Data Kualitatif

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata. Analisis data kualitatif dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui perkembangan kinerja guru dan keterampilan proses IPA siswa selama pembelajaran.

a. Kinerja Guru

(Adopsi dari Purwanto, 2008: 102) Tabel 2. Kategori Kinerja Guru.

No Rentang Nilai Kategori

(39)

b. Keterampilan Proses IPA

1) Penguasaan keterampilan proses IPA tiap individu diperoleh dengan rumus:

Keterangan:

NP = Persentase penguasaan

keterampilan proses yang dicari R = Skor mentah yang diperoleh siswa SM = Skor maksimum

100% = Bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

2) Penguasaan keterampilan proses IPA siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

(Sumber: Adaptasi Aqib, 2009: 41)

Tabel 3. Kriteria Penguasaan Keterampilan Proses IPA dalam persen (%).

Tingkat Penguasaan (%) Kategori 81 – 100 Sangat tinggi

61 – 80 Tinggi

41 – 60 Sedang

21 – 40 Rendah

0 – 20 Sangat rendah

(Sumber: adaptasi dari Syah dalam Pratiwi, 2012: 39)

2. Data Kuantitatif

(40)

34

dibandingkan dengan nilai awal kemudian dihitung selisihnya, selisihnya itu yang menjadi kemajuan atau kemunduran belajar.

a. Nilai hasil belajar siswa secara individual diperoleh dengan rumus:

Nilai individu =

maksimal skor

skor jumlah

X 100

b. Persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal diperoleh dengan rumus:

Tabel 4. Kriteria Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal dalam Persen (%).

No Tingkat Ketuntasan (%) Kategori

1. ≥80 Sangat Tinggi

2. 60 - 79 Tinggi

3. 40 - 59 Sedang

4. 20 - 39 Rendah

5. <20 Sangat Rendah

(Sumber: adaptasi dari Khotimah dalam Aqib, 2009: 41).

H. Langkah-Langkah Penelitian Tindakan Kelas

Urutan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di Kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur adalah sebagai berikut.

1. Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahapan ini yang dilakukan adalah:

(41)

2) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui model guided discovery.

3) Menyiapkan materi pembelajaran yang diajarkan melalui model guided discovery.

4) Membuat rencana pembelajaran (RPP) beserta skenario pembelajaran secara kolaboratif antara peneliti dan guru dengan Standar kompetensi menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model, dan Kompetensi Dasar mendeskripsikan sifat-sifat cahaya.

5) Menyiapkan sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran.

6) Menyusun dan menyiapkan Lembar Kerja Siswa. 7) Menyiapkan instrumen penilaian.

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan adalah merujuk pada skenario pembelajaran yang telah dirancang yaitu melalui pembelajaran dengan model guided discovery. Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery terdiri atas beberapa tahap, yaitu:

1) Kegiatan Pembukaan

a) Guru melakukan apersepsi dengan memotivasi siswa melalui bercerita, demonstrasi atau mengungkapkan fakta yang ada kaitannya dengan materi pelajaran yang akan diajarkan.

(42)

36

2) Kegiatan Inti

a) Guru menciptakan kondisi yang memungkinkan timbulnya suatu permasalahan atau siswa diberi permasalahan.

b) Guru membagi kelompok yang terdiri dari 5-6 kelompok secara heterogen.

c) Guru membagikan LKS kepada siswa.

d) Siswa melaksanakan penemuan yang dapat diperoleh dari suatu percobaan atau eksperimen yang telah disediakan langkah-langkahnya oleh guru.

e) Guru memantau pelaksanaan penemuan dan membantu siswa yang mengalami kesulitan.

f) Pelaporan hasil temuan dan diskusi balikan. 3) Kegiatan Penutup

a) Guru bersama siswa menyimpulkan hasil temuan. b) Guru mengadakan evaluasi hasil.

c) Guru memberikan tindak lanjut, yaitu pemberian tugas rumah sebagai pendalaman.

c. Tahap Observasi

(43)

d. Tahap Refleksi

Peneliti bersama guru melakukan refleksi untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan selama proses pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dianalisis adalah penguasaan keterampilan proses IPA siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran serta hasil belajar siswa. Analisis tersebut sebagai acuan perbaikan kinerja guru dan digunakan sebagai acuan untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut dalam rangka mencapai tujuan PTK. Hasil analisis juga digunakan sebagai bahan perencanaan pada siklus berukutnya dengan membuat rencana tindakan baru agar menjadi lebih baik lagi.

2. Siklus II a. Perencanaan

Perencanaan pada siklus II ini dibuat dengan membuat rencana pembelajaran secara kolaboratif antara peneliti dan guru seperti siklus sebelumnya berdasarkan refleksi pada siklus I, yang membedakan adalah Kompetensi Dasarnya. Pada siklus ini Standar kompetensinya adalah menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya/model dan Kompetensi Dasarnya adalah membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya.

b. Tindakan

(44)

38

c. Tahap Observasi

Pada tahap ini peneliti mengamati dan mencatat kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery dengan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh akan diolah, digeneralisasikan agar diperoleh kesimpulan yang akurat dari semua kekurangan dan kelebihan siklus yang telah dilaksanakan, sehingga dapat direfleksikan untuk siklus berikutnya.

d. Tahap Refleksi

Peneliti melaksanakan refleksi terhadap siklus ke II dan menganalisisnya untuk menentukan kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model guided discovery dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar IPA siswa.

I. Indikator Keberhasilan

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian tindakan kelas melalui penerapan model guided discovery pada siswa kelas V SD Negeri 1 Sri Pendowo Lampung Timur

dapat disimpulkan bahwa:

1. Penerapan model guided discovery dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan keterampilan proses IPA siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketercapaian keterampilan proses IPA siswa. Pada siklus I keterampilan proses IPA termasuk pada kategori sedang kemudian meningkat pada siklus II menjadi kategori tinggi.

2. Penerapan model guided discovery dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa. Pada siklus I persentase ketuntasan belajar siswa mencapai 67,86%, kemudian mengalami peningkatan 17,85% pada siklus II menjadi 85,71%.

B. Saran

1. Kepada Siswa

(46)

92

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempermudah memahami berbagai materi pembelajaran. Selain itu siswa juga harus lebih banyak dalam mempelajari dan menguasai berbagai keterampilan proses IPA sehingga dapat menerapkan berbagai keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2. Kepada Guru

Diharapkan guru dapat lebih kreatif dalam menginovasi pembelajaran serta dapat memahami dan mencoba terlebih dahulu dalam mengunakan model guided discovery maupun model pembelajaran yang lain sebelum menerapkan model tersebut dalam pembelajaran. Berani berinovasi untuk menerapkan model serta media pembelajaran yang kreatif, menarik, dan menyenangkan sehingga menghasilkan pembelajaran yang berkualitas. Selain itu diharapkan guru dapat mengajarkan dan memotivasi siswa untuk dapat menguasai keterampilan proses IPA yang dapat berguna dalam pembelajaran maupun kehidupan sehari-hari.

3. Kepada Sekolah

Diharapkan agar sekolah dapat memberikan sarana dan prasarana guna untuk mengembangkan model guided discovery sebagai inovasi dalam pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru-guru pada semua mata pelajaran sehingga dapat mengkatkan kualitas pembelajaran.

4. Kepada Dinas Pendidikan

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK. Yrama Widya. Bandung.

Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

. 2007. Menejemen Penelitian. Rienika Cipta. Jakarta.

Asy’ari, Muslichach. 2006. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat dalam Pembelajaran Sains Di Sekolah Dasar. Depdiknas Ditjen Dikti. Jakarta.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Depdiknas. 2008. Penilaian Kinerja Guru. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Firman, Harry & Ari Widodo. 2008. Panduan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam SD/MI. Depdiknas. Jakarta.

Hamalik, Oemar. 2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Ikromah, Nurul. 2011. Penerapan Model Guided Discovery untuk Miningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA (Skripsi). UPI. Bandung.

Kamala, Izzatin. 2008. Pengertian Pendidikan IPA dan Perkembangannya. http:// juhji-science-sd.blogspot.com/2008/07/pengertian-pendidikan-ipa-dan.html. Diakses Rabu 5 Desember 2012.

(48)

94

Kunandar. 2010. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Marleviandra, Anto. 2009. Divinisi IPA. http://techonly13.wordpress.com/2009/ 07/04/definisi-ipa/. Diakses Rabu 5 Desember 2012.

Muncarno. 2009. Statistik Pendidikan. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Nashar. 2004. Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal. Delia Press. Jakarta. Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Asesmen Pembelajaran SD. Dirjen Pendidikan

Tinggi Depdiknas. Jakarta.

Pratiwi, Anggi. 2012. Analisis Kemampuan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas IV SD pada Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dalam Materi Perubahan Wujud (Skripsi). UPI. Bandung.

Purwanto, Ngalim. 2008. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Rosda. Bandung. Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Rustaman, Nuryani. 2011. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sapriati, Amalia, dkk. 2009. Materi Pokok Pembelajaran IPA di SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sowiyah. 2010. Pengembangan Kompetensi Guru SD. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Sukmana, Prasetya Budi. 2009. Model Pembelajaran Guided Discovery (Penemuan Terbimbing). http://prasetyabudisukmana.wordpress.com/2009/ 07/22/model-pembelajaran-guided-discovery-pennemuan-terbimbing/#more -3. Diakses Rabu, 26 Desember 2012.

(49)

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 22 Tahun 2006 mengenai Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2006 mengenai Standar Peoses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2009. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Depdiknas. Jakarta.

Tim Penyusun. 2009. UU Sisdiknas (UU RI No. 20 Th. 2003). Sinar Grafika. Jakarta.

Tim Penyusun. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Wardhani, IGAK, dkk. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Universitas Terbuka. Jakarta.

Widodo, Ari, dkk. 2010. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. UPI Press. Bandung. Widyatiningtyas, Reviandari. 2012. Peranan Guru dalam Melakukan Penilaian

Keterampilan Proses. http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_ content&task=view&id=49&Itemid=4. Diakses Jum’at, 21 Desember 2012. Winataputra, Udin S., dkk. 2008. Materi Pokok Teori Belajar dan Pembelajaran.

Universitas Terbuka. Jakarta.

Gambar

Tabel 1: Nilai Ujian Mid Semester Mata Pelajaran IPA.
Gambar 1:  Alur Siklus Penelitian Tindakan Kelas Diadaptasi dari Wardhani (2007: 2.4)
Tabel 2. Kategori Kinerja Guru.
Tabel 3. Kriteria Penguasaan Keterampilan Proses IPA dalam persen (%).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari eksperimen yang telah dilakukan adalah robot dapat dikenali dengan menggunakan metode tersebut dengan baik walaupun terkadang di beberapa daerah, robot

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem

Penelitian tersebut untuk menguji secara empiris pengaruh suasana layanan dengan melakukan pengembangan interaksi antar pelanggan untuk menciptakan kepuasan

pH optimum dari enzim amylase misalnya dapat diperoleh dengan menentukan jumlah milligram gula yang terbentuk dari beberapa reaksi yang menggunakan

Kebijakan pelayanan kesehatan menjadi salah satu komponen yang utama (Pujowati, 2012). Peningkatan pelayanan kesehatan yang baik seharusnya tidak berhenti sampai pada

Pendidikan di dalam suatu organisasi adalah suatu proses pengembangan kemampuan ke arah yang diinginkan oleh organisasi yang bersangkutan (Notoadmodjo, 1992). Bidan

a. Akar dikotil berbeda dengan akar monokotil dalam hal... Bagian akar yang mempunyai sifat meristematis adalah.... Jaringan berikut termasuk silinder pusat akar tumbuhan dikotil,

Pertemuan terakhir melakukan isian lembaran yang telah sesuai format dengan cara memperhatikan aspek berbicara yang didapatkan oleh anak setelah menggunakan