UNSUR-UNSUR PELENGKAP DRAMA KABUKI KABUKI NO HOKAN TEKINA YOUSO
KERTAS KARYA Dikerjakan
O L E
H
LHYRA MARSERINA S
NIM : 112203029
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNSUR-UNSUR PELENGKAP DRAMA KABUKI KABUKI NO HOKAN TEKINA YOUSO
KERTAS KARYA
Kertas karya ini diajukan kepada Panitia Ujian Program Pendidikan
Non-Gelar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III bidang Studi Bahasa Jepang.
Dikerjakan
OLEH:
LHYRA MARSERINA S 112203029
Pembimbing Pembaca
Drs. Eman Kusdiyana,M. Hum Adriana Hasibuan,SS,M. Hum
NIP. 19600919188031001 NIP. 196207271987032005
PROGRAM STUDI D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGESAHAN Diterima oleh
Panitia Ujian Program Pendidikan Non-Gelar Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, Untuk melengkapi salah satu syarat
ujian Diploma III dalam program Studi Bahasa Jepang
Pada : Tanggal : Hari :
Program Diploma Sastra Budaya Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Dekan
Dr. Syahron Lubis,M.A Nip 195110131976031001
Panitia Ujian :
No.Nama Tanda Tangan
1. Drs. Eman Kusdiyana,M. Hum ( )
2. Adriana Hasibuan,SS,M. Hum ( )
Disetujui Oleh :
Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara
Medan
Program Studi D-III BahasaJepang Ketua Program Studi
Zulnaidi,S.S,M. Hum NIP.1967080720050110011
KATA PENGANTAR
Sebagai ungkapan puji dan syukur atas karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kesehatan serta kesempatan dalam meluangkan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan kertas karya ini. Selesainya kertas karya
ini guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi D-III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini adalah “Unsur-Unsur Pelengkap Drama Kabuki.”
Sebagai sifat manusia yang tidak luput dari kekurangan, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak kekurangan
dalam tata bahasa maupun isi pembahasan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan karya ini.
Dalam penyelesaian kertas karya ini, penulis banyak menerima bantuan oleh
berbagai pihak yang bersedia membantu, baik berupa bimbingan maupun pengarahan, oleh sebab itu penuli mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu menyelesaikan kertas karya ini. Untuk itu penuli sangat berterima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Syahron Lubis,MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Zulnaidi,S.S,M. Hum selaku ketua program studi D-III Bahasa Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Eman Kusdiyana,M. Hum selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan petunjuk kepada penulis untuk menyelesaikan kertas karya ini.
M. Hum
4. Ibu Adriana Hasibuan,S.S,M. Hum selaku dosen pembaca yang sudah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.
5. Bapak Zulnaidi,S.S,M. Hum selaku dosen wali
6. Bapak dan ibu dosen Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama menjadi mahasiswa di
Jurusan Bahasa Jepang.
7. Kepada kedua orang tua ayahanda Ir. Hendri Surbakti dan Ibunda Dra.Dolar
Hinca Sihaan yang senantiasa memberikan doa, semangat, dukungan moril,
material, cinta dan kasih sayangnya dalam mendidik dan membesarkan
penulis selama ini.
8. Teman-teman Hinode 2011 yang telah menjadi sahabat dan menemani
penulis selama di Program Studi D-III Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara.
9. Sahabat-sahabat, Triskin Puji Anggraini dan Ranika Wulandari yang telah
memberikan semangat dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan kertas
karya ini.
10. Rekan-rekan PP GKPI PAMEN yang rutin menanyakan dan mengingatkan
penulis tentang kertas karya ini.
11. Rekan-rekan Aurora Ganefo 14 yang senantiasa menemani penulis khususnya
kepada kakanda Tri Ika Sinaga,S.farm yang telah memberikan pengetahuan
12. Adik-adik Henica Zevanya Surbakti, Ari Ardika Surbakti dan Rio Festus
Haganta Surbakti yang telah memberikan ketenangan sesaat selama penulis
mengerjakan kertas karya ini.
Akhir kata, semoga kertas karya ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat sepenuhnya bagi para pembaca dan pengguna kertas karya ini.
Medan, Juni 2014 Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Negara Jepang adalah salah satu negara yang sangat menjunjung tinggi
dan sangat mempertahankan tradisi warisan kebudayaan leluhurnya, salah satu satu tradisi kebudayaan itu bisa kita lihat seperti Seni Teater Tradisional Jepang. Seni Teater Tradisional Jepang sendiri sampai sekarang masih bisa
mempertahankan kehadirannya di kancah dunia hiburan, Ini terbukti dengan masih dikenalnya seni teater tradisional seperti Noh, Bunraku, Kyogen dan Kabuki
di lapisan masyarakat. Tetapi, meskipun dikatakan sebagai Seni Tradisionl, ternyata ada yang mengatakan bahwa sebagian dari Seni Teater Tradisional Jepang ini ada yang perkembangannya sesuai dengan kemajuan zaman.
Meskipun dikatakan “perkembangannya sesuai dengan kemajuan zaman”, Seni Teater Tradisional Jepang ini masih sangat eksis. Ke-eksisannya itu sendiri
tidak lepas dari peran Pemerintah Jepang dan Masyarakat Jepang yang turut mendukung dan melestarikan seni kebudayaan drama tersebut. Selain dari peran pemerintah dan masyarakat Jepang, ke-eksisan Drama Teater Tradisional Jepang
ini juga dikarenakan setiap jenis dari drama-drama itu memiliki keunikan masing-masing, seperti Noh yang memiliki karakteristik yang terdapat pada pemain
laki-lakinya dan dengan ciri khas pemain yang memakai topeng, Kyogen yang dikatakan sebagai drama komedi yang pertunjukan dramanya sendiri diselipkan dalam drama Noh, Bunraku yang merupakan drama boneka, dan yang terakhir
Lain dari pada ke-3 jenis Seni Teater Tradisional Jepang sebelumnya,
Kabuki memiliki ciri khas serta keunikannya tersendiri, Kesenian yang muncul
sebagai kesenian rakyat kota ini, terutama di kalangan para pengrajin dan pedagang pada zaman Edo, dalam pemerintahan Shogun Tokugawa memiliki
kenyataan bahwa, pemain Kabuki seluruhnya adalah laki-laki, yang dilatih dalam segala peran sehingga tidaklah aneh bahwa peran wanita pun dapat diperankan.
Selain itu, kenunikannya bisa kita lihat juga dari musik pengiring
dramanya yang memiliki sebutan masing-masing, tata rias pemain yang memiliki simbol dan arti pada setiap riasannya, kostum pemain yang mencolok, hingga
mesin panggung yang bisa digerakkan untuk mengubah latar belakang suatu cerita atau adegan, dan sebagainya. Karena melihat hal-hal inilah sehingga penulis sangat tertarik untuk membahas Seni Teater Tradisioal Jepang Kabuki dalam hal
unsur-unsur pengiring drama Kabuki. Akhirnya penulis memilih judul kertas karya ini dengan judul “UNSUR-UNSUR PELENGKAP DRAMA KABUKI”.
1.2 Pembatasan Masalah
Dalam kertas karya ini penulis hanya menjelaskan tentang Seni Tradisional Jepang, yang difokuskan pembahasannya mengenai Seni Teater
Tradisonal Jepang Kabuki, khususnya : Dalam unsur-unsur pelengkap drama Kabuki, mulai dari Aktor, Naskah, Konsep Panggung, Kostum, Tata Rias, hingga
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang Unsur-Unsur Pelengkap Seni Teater Tradisional Jepang, khususnya : Kabuki.
2. Untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang Unsur-Unsur Pengiring Seni Teater Tradisional Jepang, khususnya : Kabuki.
3. Untuk memberikan pengetahuan umum kepada para pembaca tentang
Unsur-Unsur Pengiring Seni Teater Tradisional Jepang, khususnya :
Kabuki.
1.4 Metode Penulisan
Secara etimologis, metode berasal dari kata 'met' dan 'hodes' yang berarti melalui. Sedangkan istilah metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga 2 hal penting yang terdapat dalam sebuah metode adalah : cara melakukan sesuatu dan rencana dalam pelaksanaan. Metode
Sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk itu, dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif dan metode kepustakaan.
Pengertian Metode Deskriptif menurut Moh.Nazir (2003 : 54) adalah suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ialah untuk melakukan suatu deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data-data, sifat-sifat serta
Disamping itu, dalam penulisan kertas karya ini, penulis juga menggunakan metode kepustakaan (Library Research), seperti menurut (Natsir :
1999) bahwa analisis adalah suatu metode dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasi, menganalisis dan menginterprestasikannya
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG KABUKI
2.1 Etimologi Kabuki
Banyak pendapat mengenai asal kata dari Kabuki ini, salah satunya adalah
kabusu yang ditulis dengan karakter kanji 歌舞 dengan ditambahkan akhiran su
sehingga menjadi kata kerja 歌舞 yang berarti bernyanyi dan menari.
Selanjutnya disempurnakan menjadi, kabuki 歌舞伎 yang ditulis dengan tiga
karakter kanji, yaitu uta 歌(う ) (lagu), mai 舞( い) (tarian), dan ki 伎( )
(tehnik).
Selain yang telah dijelaskan diatas, ada juga pendapat lain yang
mengatakan bahwa kata kabuki ini berasal dari kata kabuki , kabuku
, kabukan , atau kabuke yang ditulis dengan karakter kanji
katamuku (傾). Karakter kanji katamuku yang dibaca kabuku ini secara harfiah
yang berarti cenderung, condong, miring atau tidak sama dengan pemikiran umum
(Kira-kira sama dengan kata iyou yang ditulis dengan kanji 異様, yang berarti
condong ke arah duniawi, dan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah laku aneh.
Pendapat yang mengatakan penamaan kabuki berasal dari kata katamuku,
dikarenakan pada saat kabuki pertama kali diperkenalkan oleh Okuni, seorang
Miko 巫女 (pendeta wanita) dari daerah Izumo, Okuni memakai kostum laki-laki
dengan membawa pedang dan mengenakan aksesoris-aksesoris yang tidak lazim pada zaman tersebut, seperti rosario yang dikenakan di pinggang bukan
digantungkan dileher.
Ceritanya pun berkisar tentang seorang laki-laki yang pergi bermain-main ke kedai teh untuk minum-minum bersama para wanita penghibur. Hal ini
kemudian diasosiasikan dengan kumpulan orang-orang yang berpakaian dan bertingkah-laku aneh serta tidak lazim yang muncul pada saat itu, yang dikenal
dengan nama kabukimono キモノ.
Setelah melalui beberapa perkembangan akhirnya kabuki ditulis dengan
tiga karakter kanji yaitu uta 歌 (lagu), mai 舞 (tarian), dan ki 妓(seniman
wanita) yang kemudian karakter kanji ki 妓 diubah menjadi ki 伎, sehingga
kabuki ditulis menjadi 歌舞伎( ) yang sekarang ini. Penamaan kabuki
itu tersebut. Adapun pada awalnya karakter ki, ditulis dengan 妓 dikarenakan
kabuki pada awalnya lahir dari seorang pendeta wanita yang bernama okuni 阿国(
) dari kuil Izumo (seperti yang dijelaskan diatas).
2.2 Sejarah Kabuki
Sejarah kabuki dimulai tahun 1603, dengan pertunjukan drama tari yang
dibawakan oleh seorang wanita bernama Okuni, di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Kemungkinan besar Okuni adalah seorang Miko asal kuil Izumo Taisha, tapi mungkin juga seorang Kawaramono (sebutan menghina untuk orang yang
memiliki kasta rendah yang tinggal di tepi sungai). Identitas Okuni yang benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tarian yang dibawakan Okuni diiringi dengan lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian mencolok seperti laki-laki dan
bertingkah laku tidak wajar, seperti orang aneh (kabukimono), sehingga lahirlah suatu bentuk kesenian garda depan (avant garde).
Panggung yang dipakai waktu itu ialah panggung Drama Teater Noh.
Hanamichi (honhanamach) yang ada di sisi kiri penonton dan Karihanamachi yang ada di sisi kanan penonton di gedungg teater Kabuki-za kemungkinan
merupakan perkembangan dari Hashigari (jalan keluar-masuk aktor Noh yang ada di panggung sisi kiri penonton).
Pertunjukan Kabuki yang digelar sekelompok wanita penghiburan disebut Onna-Kabuki (kabuki wanita), sedangkan Kabuki yang dibawakan oleh remaja laki-laki
disebut dengan Wakashu-Kabuki (kabuki remaja laki-laki).
Kabuki awal mulanya di pertunjukkan oleh sebuah kelompok wanita pada
permulaan abad ke -17. Namun, pada tahun 1629, Keshogunan Togugawa mengeluarkan peraturan melarang wanita bermain drama. Keshogunan Tokugawa menilai pertunjukan Kabuki yang dilakukan oleh kelompok wanita penghibur
sudah melanggar batas moral, sehingga Kabuki yang dimainkan oleh wanita penghibur dilarang dipentaskan. Jepang secara resmi tidak mempunyai pemain
drama wanita sama sekali. Karena diperlukan seorang wanita, maka dibuatlah seorang laki-laki untuk memerankan peran wanita dalam Kabuki, maka munculah jenis aktor yang disebut Onnagata (pemeran wanita). Selain pertunjukan yang
dimainkan oleh wanita dilarang, Pertunjukan Kabuki yang dimainkan oleh laki-laki daun muda juga dilarang pada tahun 1652 karena merupakan bentuk
palacuran terselubung.
Ada juga pertunjukan yang bernama Yarou Kabuki (野郎歌舞伎– Kabuki
Pria) yang dibawakan oleh pria dewasa diciptakan sebagai reaksi atas dilarangnya
Onna-Kabuki dan Wakashu-Kabuki. Aktor Kabuki yang seluruhnya terdiri dari
pria deawa yang juga memainkan peran sebagai wanita ini melahirkan “konsep
baru” dalam dunia estetika. Kesenian Yarou Kabuki ini sendiri terus berkembang
Pada mulanya pemerintahan Bakufu (pemerintahan militer) yang dikendalikan oleh shogun Tokugawa menyetujui diselenggarakannya pertunjukan
drama klasik Kabuki tersebut, akan tetapi karena pada perkembangan selanjutnya terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial, misalnya terjadinya praktek prostitusi
di kalangan para pemain, maka pementasan drama Kabuki dilarang oleh pemerintah. Kemudian pementasan drama klasik kabuki diinjinkan kembali oleh Pemerintah Bakufu pada bulan Maret 1653, tetapi harus memenuhi dua
persyaratan, yaitu :
1. Para pemain harus laki-laki dewasa dan rambutnya harus dipotong
seperti samurai.
2. Dilarang menggunakan lagu dan tarian yang dapat menimbulkan nafsu birahi.
Dalam perkembangannya, Kabuki digolongkan menjadi Kabuki-Odori
(kabuki tarian) dan Kabuki-Geki (kabuki sandiwara). Kabuki-Odori yang
dipertunjukan dari masa Kabuki , masih dibawakan Okuni hingga di masa kepopuleran Wakashu-Kabuki, remaja laki-laki menari diiring lagu yang sedang populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, Kabuki-Odori
juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan dengan porsi drama yang ditampilkan.
Sedangkan Kabuki-Geki sendiri merupakan pertunjukan sandiwara yang ditunjukan untuk penduduk kota di zaman Edo dan berintikan sandiwara dari tarian. Peraturan yang dikeluarkan oleh Keshogunan Edo mewajibkan kelompok
Kabuki berubah menjadi pertunjukan sandiwara. Alasan Kabuki yang menampilkan tarian sebagai atraksi utama dianggap sebagai pelacuran
terselubung dan pemerintah harus menjaga moral rakyat.
Sampai pada pertengahan zaman Edo, Kabuki-kyoge baru banyak
diciptakan di daerah Kamigata. Kabuki-Kyogen banyak mengambil unsur cerita
Ningyo Joururi yang merupakan khas dari daerah Kamigata sendiri. Penulisan sandiwara Kabuki, Kawatake Mokuami juga baru menghasilkan karya-karya
barunya di akhir zaman Edo hingga awal zaman Meiji.
Tidak hanya pada zaman Edo, Kabuki juga memiliki sejarah di zaman
Meiji. Kepopuleran Kabuki tetap tidak tergoyahkan sejak zaman Meiji, tapi tidak luput juga dari serangan kritik. Diantaranya, kalangan intelektual menganggap bahwa isi cerita kabuki tidak sesuai untuk dipertunjukkan di negara orang beradab.
Kalangan di dalam dan di luar lingkungan Kabuki juga menuntut pembaruan di dalam kabuki, sehingga mau tidak mau dunia Drama Teater Kabuki harus diubah
sesuai tuntutan zaman. Kritik terhadap kabuki mengatakan bahwa banyak unsur di dalam Kabuki yang sebenarnya tidak pantas dimasukkan kedalam drama Kabuki, misalnya : alur cerita yang tidak masuk akal, tema cerita yang kuno atau berbau
feodal trik panggung yang sekedar untuk membuat penonton takjub, seperti
adegan aktor bisa “terbang” atau berganti kostum dengan sekejap.
Akibat kritik yang diterima inilah, dunia Drama Teater Kabuki sejak
zaman Meiji berusaha mengadakan pembaruan dalam berbagai aspek teater Kabuki. Gerakan pembaruan yang disebut Engeki Kairyō Undō juga melibatkan
sekaligus bercita-cita menciptakan pertunjukan teater yang pantas dan bisa dinikmati oleh kalangan menengah dan kalangan atas. Salah satu hasil pembaruan
Kabuki adalah dengan dibukanya gedung Kabuki-Za sebagai tempat pementasan. Selain itu, pembaruuan juga melahirkan genre baru teater Kabuki yang disebut “Shimpa”.
Setelah Perang Dunia II, orang jepang akhirnya mulai menyadari pentingnya bentuk kesenian Kabuki yang asli. Pada tahun 1965, pemerintah
Jepang mulai menunjuk Kabuki sebagai warisan agung budaya non-bendawi dan pemerintah membangun Teater Nasional Jepang di Tokyo yang diantaranya
digunakan untuk pentas Kabuki. Selain itu, Ichikawa Ennosuke III berusaha menghidupkan kemballi naskah-naskah Kabuki yang lama, yang sudah jarang dipentaskan. Naskah Kabuki yang jarang dipentaskan dan dihidupkan kembali
oleh Ichikawa Ennosuke III dikenal sebagai “Fukkatsu-Kyogen” (kyogen yang dihidupkan kembali). Kabuki yang dipentaskan Ichikawa ennosuke III disebut “Supa-Kabuki” (kabuki super).
Dewasa ini, pementasan Kabuki sudah sangat berbeda dengan pementasan
Kabuki di zaman Edo. Kelompok Kabuki berusaha untuk memodernisasikan
sebuah pertunjukan, sekaligus memelihara tradisi pementasan. Kabuki sekarang sudah dianggap sebagai seni pertunjukkan tradisional yang perkembangannya
BAB III
UNSUR-UNSUR PELENGKAP DRAMA KABUKI
3.1 Aktor Kabuki
Sesuai dengan salah satu persyaratan yang telah ditentukan oleh
pemerintah Bakufu, maka semua pemain Kabuki haruslah pria. Meskipun dalam pementasan ada di antara pemain harus memainkan peranan sebagai wanita. Peran wanita dalam drama klasik Kabuki disebut onnagata atau tateoyama. Meskipun
para pemeran wanita itu sesungguhnya adalah para pria tapi mereka dapat berperan dengan baik sehingga dalam penampilannya sulit dipercaya bahwa
mereka adalah pria. Terdapat 3 jenis tingkatan peran wanita, dalam drama klasik
kabuki yaitu :
1. Hime dan machimusume, yaitu peranan sebagai wanita muda
2. Okugata dan sewayobo, yaitu peranan sebagai wanita dewasa 3. Fukeoyama, yaitu peranan sebagai wanita tua
Para tokoh memainkan perannya sesuai dari urutannya yaitu dari muda hingga tua dan mereka berperan secara turun temurun. Dalam bermain drama klasik kabuki, para orangtua wajib membimbing dan menentukan peran
anak-anaknya, apakah perannya menjadi Tachiyaku (peran pria) atau Tateoyama (peran wanita). Pendek kata, mereka bermain sesuai dengan tingkatan usianya. Anak – anak yang memerankan suatu peran disebut Koyaku (peran anak).
Dalam seni peran drama klasik kabuki, ada beberapa istilah dalam sebuah peran. Salah satunya adalah Mie. Istilah Mie merupakan suatu hal yang penting
seorang aktor dengan pose yang mengagumkan yaitu sikap seperti patung dengan mata yang melotot, dengan kata lain, Mie juga merujuk kepada seorang aktor yang
menghentikan aktivitasnya sejenak untuk mencapai klimak emosi di dalam akting yang diperankannya. Selain itu, dalam drama klasik kabuki dikenal juga adanya 2
jenis peran dasar yang terdiri dari 2 jenis Wagoto dan Aragoto.
Wagoto adalah jenis dasar drama klasik kabuki yang mencerminkan realitas kehidupan masyarakat kota yang berkembang di daerah kansai. Karakter
utamanya naturalisme dan pokok ceritanya berkisar tentang kisah cinta pria dan wanita, sedangkan Aragoto adalah jenis peran yang mencerminkan semangat
masyarakat kota di daerah Edo yang berwatak sombong, kasar dan berideologi kuat. Peran Aragoto biasanya diimplementasikan ke dalam cerita-cerita kepahlawanan, kegagahan, semangat yang mengebu-gebu, sehingga hampir
cenderung kasar tanpa adanya unsur yang lemah lembut seperti pada peran Wagoto.
3.2 Naskah Kabuki
Pada awal abad 19 urutan alur drama klasik kabuki dapat dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu :
1. Jidaimono (cerita tentang sejarah)
Cerita jenis ini paling populer dan superior, karena bersumber pada
kisah-kisah pertempuran antara keluarga Minamoto dan Taira, shogun Ashikaga dan Hojo, Odanobunaga dan Toyotomi Hideyoshi, serta kisah pembayar pajak dan si pemberani serta keadaan masyarakat Jepang pada masa pemerintahan Tokugawa.
kehidupan kalangan bangsawan ataupun kalangan istana yabg disebut ochomono, serta cerita-cerita yang menceritakan tentang skandal disebut oie sodomono.
2. Sewamono (cerita mengenai keadaan kehidupan sehari- hari)
Jenis cerita ini menggambarkan realitas kehidupan sehari-hari rakyat
jelata, baik menyangkut tentang kesulitan hidup, profesi dan penjahat. misalnya kisah pembuat onar, penata rambut, pengemis bahkan seluk-beluk kehidupan para pencuri.
Berkaitan dengan unsur cerita di atas, salah satu penunjang kepopuleran drama klasik Kabuki pada masa sekarang ini adalah adanya naskah asli kabuki yang dinamakan “kizewamono”. Naskah ini ditulis dalam bahasa Jepang klasik
dan isinya menggambarkan ke-erotisan, siksaan, serta kehidupan suram masyarakat rendah pada zaman Tokugawa. dan bahasa yang digunakan dalam
bakubi adalah Koten atau dikenal sebagai Bahasa Jepang Klasik. Kizewamono disebut sebagai naskah asli drama klasik kabuki karena Kizewamono tidak
dipengaruhi oleh karya-karya sebelumnya seperti bunraku.
Salah satu naskah yang di gunakan dalam drama Kabuki yang berjudul
Shiranami Gonin Otoko,
“Bercerita tentang sebuah geng bandit terkenal akan penipuan terbesar
mereka. Di kota tua Edo, bahaya mengintai di tempat yang paling mengejutkan!
(Kata shiranami berarti 'ombak putih' dan merupakan sinonim tua untuk 'pencuri'). Kejadiannya adalah, seorang gadis cantik dan kaya dengan hamba samurai nya tiba di sebuah toko kimono mahal untuk membeli bahan untuk pakaian
berpikir mereka melihat gadis itu mencuri sepotong crêpe, dan segera menuduh mereka adalah pasangan pencuri. Terjadilah perkelahian dan salah satu staf toko
melukai gadis itu pada dahi dengan sempoa. Ini adalah pelanggaran serius terhadap pelanggan dan ketika hamba samurai membuktikan bahwa mereka
benar-benar membeli crêpe di tempat lain (toko lain) adalah masalah besar bagi pemilik toko.
Terkejut oleh kesalahan, tuan toko menyerahkan uang sebagai
kompensasi, tapi kemudian, samurai lain muncul dari dalam. Pria ini memperkenalkan dirinya, melihat melalui trik dan dengan cepat memperlihatkan
bahwa gadis dan pelayannya tadi adalah pencuri terkenal dari Benteng Kozo dan komplotannya. Gadis muda yang cantik tadi sebenarnya seorang pria yang menyamar. Gadis itu menurunkan lengan bajunya untuk mengungkapkan lengan
bertato cerah, ia bangga menyatakan identitas aslinya dalam penampilan yang menarik dan ritmis pengenalan diri yang unik.
Tapi itu tidak semua. Ini hanya awal dari sebuah rencana besar kecerdikan mereka untuk mendapatkan lebih banyak uang keluar dari pemilik toko yang kaya. Pada kenyataannya, baik Benten Kozo dan komplotannya adalah anggota
geng dari lima bandit yang pemimpinnya adalah Nippon Daemon yang terkenal, seorang jenius dari neraka. Seperti bermain terus, kita akan mencari tahu siapa ini
3.3 Konsep Panggung Kabuki
Pada drama, biasanya memiliki teori yang menyebutkan tiga faktor yang
sangat diperlukan untuk bermain teater. Aktor dan penonton, tidak ada gunanya jika dibayangkan tanpa panggung dan tempat dimana penonton bisa melihat
sebuah pertunjukannya. Set panggung Kabuki yang dikenal sebagai O-dagu ini benar-benar cukup sederhana dalam hal desain, tetapi sangat boros dalam hal cat dan sangat berwarna-warni. Mereka dibangun baik di dalam maupun di belakang
panggung. Bahkan pada panggung kabuki, dua set latar belakang dijadikan menjadi satu.
Seluruh tahap dapat disajikan sebagai interior satu ruangan, atau bagian depan dan samping dapat ditampilkan. Dalam panggung Kabuki biasanya dibangun sebuah rumah, dalam hal ini rumah biasanya dibangun diatas panggung
dengan tiga langkah yang disebut Sandan. Latar belakang biasanya menunjukkan sebuah pedesaan sekitarnya dan sering memiliki fitur utama yang dominan seperti
pohon pinus, atau yang cukup sering seperti Gunung Fuji.
salah satu karakteristik dari teater tradisional Jepang adalah, bahwa arsitektur teater mereka juga memiliki tahap yang masih digunakan di Jepang
hingga saat ini, seperti: Bugakuden atau Gagakuden, kira-kira duapuluh empat kaki (7,25 meter) dari alun-alun, dikelilingi oleh pagar untuk pertunjukan tarian
Panggung ini di set dua menjadi satu, memiliki mesin untuk mengubah atau menggerakkan panggung menjadi set yang berbeda, untuk mengubah latar
belakang suatu adegan pertunjukan.
Pada pertunjukan Kabuki diatas panggung, ada satu unsur yang memiliki
peran penting sebagai bagian untuk mengganti sebuah adegan, yaitu Tirai. Tirai utama yang digunakan di panggung adalah tirai Hanamichi. Tetapi, disamping itu ada sejumlah tirai-tirai kecil yang memiliki berbagai kegunaan. Seperti tirai
bercahaya biru Asagi Maku yang berfungsi sebagai tirai penutup sementara. Ada juga tirai Joshiki Maku, tirai yang ditarik kesamping. Untuk meningkatkan
tontonan yang dramatis, Asagi Maku dijatuhkan dari atas dan dibawa dari panggung. Ada juga Keshi Maku yaitu tirai hitam yang dipegan oleh asisten yang berpakain hitam untuk menyembunyikan diri, dan mengeluarkan aktor dari
panggung, jika ada adegan aktor yang tewas, dan versi berwarna merah digunakan untuk menutupi sebuah pintu masuk atau menutupi aktor melakukan perubahan
kostum. Selain itu ada Kasumi Maku yang digunakan dalam drma tertentu untuk menyembunyikan pelantun dan pemain Shamisen sebelum mereka diminta untuk bermain. Lainnya adalah Anten Maku berwarna hitam, yang berfungsi untuk
menyembunyikan seluruh set panggung.
3.4 Kostum Pemain Kabuki
Salah satu ciri khas dari teater Kabuki ialah, ciri khas kostum para aktor yang mecolok. Seorang aktor adalah fokus utama dari teater Kabuki, dan untuk alasan itulah kostum di Kabuki menunjukkan kinerja seorang aktor dan untuk
Kabuki. sementara Kabuki dikenal karenan kekayaan kain dan desainnya yang kaya dan boros, ternyata tidak semua kostum pada teater ini boros. Berbagai
kostum di teater Kabuki menambah simbolisme cerita yang kaya akan kualitas emosional. Sebuah kostum Kabuki mengarah pada pemahaan yang lebih jelas
tentang karakter yang dimainkan sehingga menambah kenikmatan penonton. Kostum Kabuki dibagi ke dalam empat kategori: Kostum untuk drama yang ditulis pada 100 tahun terakhir yang berfokus pada keakuratan sejarah; dan
The Jidaimono atau Genroku yang ditulis pada tahun 1673-1735, yang menggunakan kostum kontemporer pada saat itu, tapi sekarang hanya tinggal
sejarah; yang lainnya ialah Sewamono dan Kizewamono, drama yang ditulis pada tahun 1600-1800-an, yang menggunakan pakaian sehari-hari kontemporer pada saat itu, kontras degan pakaian pengadilan yang elegan; dan yang terakhir Kostum
untuk kebutuhan tarian khusus.
Karena Kabuki adalah bentuk teater yang populer, fashion sehari-hari
pemainnya sering mempengaruhi kostum panggung. Bagi penonton, penggunaaan kostum pengadilan yang elegan adalah kebanggan tersendiri bagi masyarakat umum yang memadati teater Kabuki selama masa kejayaan abad ke-19, karena
sebagian besar masyarakat tidak bisa menggunakan kain sutra yang kaya akan bordiran.
Jenis kostum yang dikenakan oleh karakter wanita dan pria berubah pada periode sejarah Heian. Pada periode Heian, kimono adalah pakaian standar untuk pria dan wanita. Pada periode ini pula lah yang memberikan gelar pada Hakama
bagi aktor, serta memberikan penekanan untuk memerangi sebuah adegan. Hakama (celana panjang) dianggap lebih gagah dan menunjukkan keuatan prajurit
samurai.
3.5 Tata Rias Pemain Kabuki
Dalam dunia teater, para aktor biasa dituntut untuk menjadikan perannya lebih hidup dengan sebuah efek khusus, untuk membuat sebuah cerita atau adegan dari suatu drama menjadi lebih menarik dan bagus. masking dan make-up
merupakan bagian integral dari transformasi lengkap sang aktor. Teater di Asia umumnya memiliki desain pewarnaan wajah paling canggih di dunia, seperti
makeup tradisi Kumadori dalam teater Kabuki .
Penggunaan transformasional makeup di Jepang dapat ditelusuri kembali ke dalam ritual agama kuno. dan seiring waktu berjalan, karena upacara tersebut
berkembang menjadi teater, makeup dipertahankan sebagai kendaraan untuk mengubah aktor kedalam pertunjukan, untuk mempertahankan unsur serta
asal-usul ritual tanpa konteks agama tertentu . Contoh transisi dari upacara keagamaan teater dapat ditemukan dalam banyak kebudayaan dunia, seringkali mempertahankan elemen masking dan makeup untuk memungkinkan seorang
pemain profesional yang modern memerankan tokoh supranatural dan mitologis secara lebih nyata.
dan penjahat yang terlihat paling sering pada gaya akting Aragoto. Pada Kabuki, makeup adalah salah satu tanda pengenalan karakter dan pemberian karakter.
Para pemain Kabuki akan dilukis wajahnya sedemikian rupa dengan warna yang berwarna-warni, kebanyakan warna yang dipakai oleh pemain ialah merah,
biru, hitam dan ungu, yang dilukis di atas wajah pemain yang sudah di oles dengan krim berwarna putih terlebih dahulu. Setiap gambaran atau garis yang digambar pada wajah sang aktor, memiliki arti dan jenis peran tersendiri,
contohnya seperti Kumandori Danjuro, yang wajah sang pemain dilukis dengan garis berwarna merah, dan hitam.
Di wilayah Edo-Jepang, pada tahun 1673, aktor berusia empat belas tahun yang bernama Ichikawa-Danjuro1 menciptakan gaya kinerja Kabuki yang disebut dengan Aragato, atau sering juga disebut-sebut sebagai "liar show". Dengan
cerita-cerita yang berpusat di sekitar pahlawan samurai yang kuat. Untuk menyajikan "manusia super, tindakan seorang pahlawan yang benar dan berani
untuk melawan kekuatan jahat", dan untuk kinerja pertamanya ialah ia melukis wajahnya dalam makeup contoh desain modern yang berani dengan warna merah dan hitam yang berada di bagian atas wajah, yang disebut "pola otot", yang
dikenakan oleh pahlawan samurai dari salah satu drama Aragato. seperti yang terlihat hari ini. Wajah yang menggunakan makeup kompleks Aragato Kabuki ini
disebut "Kumadori".
Asal-usul Kumadori Danjuro hingga saat ini masih tetap tidak jelas, meskipun gaya memekarkan poni dan mewarnai wajah dilakukan pada Kabuki,
Opera Cina tentang peran dan jenis makeup memang mirip dengan kabuki, tapi tetap saja masih diragukan. Banyak dari beberapa inspirasi ini bisa saja di
turunkan oleh Danjuro kepada penerusnya, tidak satu orang pun yang mungkin telah melihat opera cina.
Pada Makeup Kabuki, Raut wajah realistis atau asli biasanya bisa terlihat pada gambaran wajah kelas bawah, sedangkan sebagian besar kabuki yang berkarakter kelas atas menggunakan pemutih murni sebagai dasar makeup
mereka. di jepang kulit putih secara tradisional telah menjadi bagian dari kaum ningrat, yang alasan logis di balik ini adalah menyatakan bahwa para kaum ningrat tidak terlalu berhadapan langsung dengan matahari saat bekerja di ladang. Namun, dalam drama tertentu, seperti Kazo Benten atau Yosa Kirare, di mana karakter kelas rendah memainkan peran utama, dasar putih yang murnilah yang
digunakan pada wajah sang aktor.
Kecuali dalam kasus anak-anak, sang aktor selalu memakai makeup
mereka sendiri dan memulai persiapan mereka dengan mengikat kain yang dikenal sebagai Habutae yang berada disekitar dahi atas dan di atas rambut.
Habutae lah yang menahan rambut pada posisinya, melindungi, dan menyediakan
permukaan datar di mana untuk menempatkan sebuah wig.
Wajah dan leher adalah yang pertama ditutup dengan minyak dan
kemudian dengan penutup yang tebal krim putih yang dikenal sebagai Oshiroi di oleskan dengan menggunakan kuas khusus. ketika peran wanita sedang dimainkan, Oshiroi juga akan dioleskan panjang jauh ke belakang badan, karena
Habutae pada dahi juga ditutupi dengan makeup, dan memperluasnya cukup tinggi untuk ditutupi oleh mahkota wig. sentuhan bedak warna pink dapat
diterapkan untuk memberikan blush on ke pipi.
Dasar putih obliterates fitur aktor, khususnya di bibir dan alis. alis yang
dicat pada wajah dibuat agak lebih tinggi dari pada warna cokelat mata yang sebenarnya, dan mata yang halus dilapisi warna hitam untuk pria, dan merah untuk wanita. Sebuah lipstick berwarna hitam digunakan untuk menghasilkan
bentuk ke bawah yang diberikan pada bibir pria. Mulut perempuan juga dibuat berwarna merah, yang dibuat lebih kecil, dengan membuat ramping bibir bawah
yang tebal. Ini adalah kecantikan feminin yang ideal. ada banyak garis mata, pewarna mata, dan gaya bibir yang telah digayakan dan diberlakukan untuk men-sugesti karakter dan status sosial pemain.
Dalam kabuki, make-up juga sebagai suatu peran penting terhadap para aktor, seperti karakter Aragoto yang mencerminkan karakter seorang aktor yang
sombong, kasar, dan berideologi kuat, sehingga menyebabkan make up Aragoto berwarna merah terang, biru dan hitam. Warna-warna make up tersebut disebut kumadori yang melambangkan kekuatan dahsyat dan kekuatan manusia yang luar
biasa.
3.6 Musik Pengiring Drama Kabuki
Musik adalah salah satu unsur yang memiliki peran penting dalam suatu pertunjukan, begitu juga di dalam Kabuki. di Kabuki, musik dibagi dua yaitu
Shosa-Ongaku dan Geza- Ongaku. Shosa-Ongaku adalah musik Shamisen yang
Geza-Ongaku ialah musik pengiring Kabuki, yang dibagi berdasarkan arah sumber suara, yaitu: musik yang dimainkan di sisi kiri panggung dari arah
penonton disebut Geza-Ongaku, dan musik yang dimainkan diatas panggung disebut Debayashi.
Ada cukup banyak item dalam bermain musik metode Geza ini, sehingga digolongkan ke dalam tiga kategori sesuai dengan alat-alat musik yang dimainkan. Adapun jenis-jenis Geza yaitu :
a) Geza-Ongaku yang pertama adalah Uta (lagu) dinyanyikan untuk iringan Shamisen. Biasanya, Uta dinyanyikan oleh beberapa
Utakata (penyanyi) dari Nagata, namun dalam beberapa kasus,
Dokugin (penyanyi solo dalam geza) digantikan oleh Utakata untuk menyampaikan perasaan yang sangat halus secara efektif.
b) Geza-Ongaku yang kedua adalah Aikata, musik Shamisen tanpa nyanyian. Aikata kadang-kadang dinyanyikan dengan lirik dan
disebut Uta-iri.
c) Geza-Ongkau yang ketiga adalah Narimono, yaitu alat-alat musik yang diimainkan selain shamisen. Narimono berisi beberapa musik
dan berbagai efek suara.
Geza Ongaku menciptakan berbagai efek yang bergantung pada waktu. Musik
pelengkapanya terdiri dari alat-alat musik untuk meniru suara binatang, air hujan, angin, kilat dan lain sebagainya.
Instrumen utama lainnya dari Geza adalah noh seruling (nohkan); seruling
yang Side-Drums (o-tsuzumi), yang diletakkan pada pinggul dan juga dimainkan dengan ujung jari, untuk memberikan nada tajam; Drum tongkat (taiko); Drum
yang sangat besar (o-daiko); dan berbagai instrumen perkusi lainnya seperti gong, balok kayu, sebuah lonceng dari berbagai kayu.
Dalam Kabuki, Ada juga istilah yang disebut dengan Gidayu. Gidayu merupakan narasi dasar untuk memainkan Bunraku (Drama Boneka). Bentuk ini adalah bentuk meneriakkan narasi, yang berasal dari Takemoto Gidayu
(1651-1741). Hal ini sangat sulit, dan aktor-aktornya pun mempelajarinya sejak usia dini untuk mengembangkan suara mereka. Dalam Bunraku, pelantun menggunakan
berbagai warna nada vokal saat berbicara kepada boneka. Nyanyian ini sangat dramatis, dan jumlah pelantunnya hampir sebanyak jumlah aktor yg berperan sebagai musisi.
Selain Geza, Shamisen, dan Gidayu, ada juga alat musik yang tidak kalah pentingnya, alat ini disebut KI (clappers). Ki adalah alat musik yang berbentuk
dua balok kayu kembar yang dimainkan dengan cara menyentakankan kedua balok kayu itu satu sama lain. Ki merupakan efek suara yang digunakan untuk memberitahukan aktor akan waktu dan membuat agar aktor bertindak. Ki
memiliki pola sifat isyarat yang digunakan sebelum pertunjukan dimulai, sebagai isyarat keluar masuknya aktor. Ki dimainkan sebelum aktor memulai dan
mengakhiri dialog atau gerakannya. Jika terdengar bunyi isyarat dari Ki ketika tirai dibuka ini disebut (naoshi) dan (makugire), dan jika terdengar bunyi sebagai isyarat dari Ki ketika tirai tertutup ini disebut (Ki Kigashira). Orang yang
yang dilakukan aktor di atas panggung, dan harus memunculkan Kigashira pada saat yang pas. Letak posisi Ki ini sendiri berada tempat yang tidak terlihat dari
kursi penonton.
Musik Kabuki dimainkan oleh Gidayu yang bermain disayap kiri panggung
dan Shimoza-Ongaku yang bermain di sayap kanan panggung, serta Debayashi
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Di dalam bab ini, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Seni Teater Tradisional Kabuki selalu mengalami perubahan disetiap zamannya, tetapi tidak menghilangkan ciri khas dan keunikan drama itu sendiri.
2. Kabuki memiliki fungsi serta keunikan tersendiri di setiap unsur-unsur pelengkap dramanya.
3. Aktor dalam drama Kabuki, semuanya ialah pria. Meskipun ada peran wanita, peran itu dimainkan oleh pria.
4. Naskah Kabuki dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu Jidaimono dan
Sewamono. Naskah ini lebih mengarah dan menggambarkan tentang realitas kehidupan sehari-hari dan sejarah rakyat jepang.
5. Panggung Kabuki berbeda dengan panggung drama-drama tradisional jepang lainnya, panggung Kabuki memiliki keunikan tersendiri pada bagian panggung ini diset dua menjadi satu yang dapat berputar untuk
mengganti latar belakang dari suatu adegan.
6. Drama kabuki memiliki gaya kostum tersendiri, pada kabuki kostum
dirancang sangat mencolok agar sang aktor menjadi fokus utama dalam panggung.
7. Tata rias dalam drama kabuki ialah sekaligus tanda pengenalan karakter
8. Dalam kabuki, musik ialah sebagai timing dimulai nya pertunjukan drama kabuki, dan sebagai tanda keluar masuknya seorang aktor. Musik dalam
kabuki dimainkan dari berbagai sisi teater, seperti:Geza-Ongaku (musik di sisi kiri panggung dan dari arah penonton) , Debayashi (musik di sisi atas
panggung).
9. Unsur-unsur pelengkap yang terdapat dalam Seni Teater Tradisional Kabuki sangat menentukan kesuksesan dalam setiap detik pertunjukan
atau adegan.
4.2 Saran
Kebanyakan orang-orang aman sekarang ini hanya mengenal Jepang dari Industri Musik Modern, Animasi dan Manga-nya saja. Tidak banyak yang mengetahui bahwa di Jepang menyimpan begitu banyak seni-seni tradisional yang
tidak kalah dari seni-seni modern dewasa ini. Hanya mereka yang mengambil jurusan tentang jepang saja yang mendalami Jepang seutuhnya. Oleh karena itu,
dibutuhkan pemahaman, pengetahuan dan pengenalan tentang Seni Teater Tradisional Jepang kepada orang awam, terutama kepada generasi muda. Dengan mempekajari Seni Teater Tradisional Jepang, kita dapat mengetahui sekilas
DAFTAR PUSTAKA
Kawatake, Toshio. 2001. KABUKI: Baroque Fusion of the Arts; Engish translation rights reserved by The international House of Japan, Inc
2003;
Ronald, Cavaye 1993. KABUKI A Pocket Guide; USA Distributed by Charles E.
Tuttle Co., Inc. 1993;
Ruth, M, Shaver.1966. KABUKI Costumes; of Rutland Vermont Tokyo, Japan Distributed by Charles E. Tuttle Company., Inc. 1966;
http://www.id.wikipedia.org/wiki/kabuki
http://asiantheatre.wikispaces.com/Costumes+in+Kabuki+by+Alicia+Corts
LAMPIRAN
A. Aktor
* Perintis kabuki, Izumo no Okuni *Lukisan aktor kabuki di abad ke-18
B. Musik
*Nohkan *O-daiko
*O-tsuzumi
C. Tata Rias
(Origins of Edo Kabuki Aragoto, Ichikawa Danjuro I)
(Angry Female Demon ditemukan oleh Yamanaka Heikuro)
Kostum
D. Panggung
(suasana teater kabuki tampak dari depan)
UNSUR-UNSUR PELENGKAP KABUKI
Kabuki adalah sebuah seni teater tradisional khas jepang seperti halnya
Noh, Kyogen, dan Bunraku. Karena merupakan seni warisan budaya, negara Jepang sangat mempertahankan warisan ini, mulai dari pemerintahannya hingga
masyarakatnya. Bahkan Kementrian Pendidikan Jepang dan satu organisasi pendidikan seperti UNESCO menetapkan kabuki sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Non-bendawi Manusia.
Seni teater kabuki ini sangat eksis dikancah hiburan seni dunia.
Ke-eksisannya ini dikarenakan kabuki sangat dikenal sebagai seni teater yang
aktornya memakai kostum mewah dan tata rias wajah yang mencolok, serta memiliki panggung yang dapat bergerak untuk mengubah latar belakang dari suatu adegan.
Banyak pendapat mengenai asal kata Kabuki ini, salah satunya adalah
Kabusu yang ditulis dengan karakter Kanji 歌舞 dengan ditambahkan akhiran su
sehingga menjadi kata kerja 歌舞 yang berarti bernyanyi dan menari. Ada
juga pendapat lain yang mengatakan bahwa kata kabuki ini berasal dari kata
kabuki , kabuku , kabukan , atau kabuke yang
ditulis dengan karakter kanji katamuku (傾) yang berarti cenderung, condong,
miring atau tidak sama dengan pemikiran umum dan orang-orang yang berpakaian
Pendapat yang mengatakan penamaan kabuki berasal dari kata katamuku,
dikarenakan pada saat kabuki pertama kali diperkenalkan oleh Okuni, seorang
Miko 巫女 (pendeta wanita) dari daerah Izumo, Okuni memakai kostum laki-laki
dengan membawa pedang dan mengenakan aksesoris-aksesoris yang tidak lazim pada zaman tersebut, seperti rosario yang dikenakan di pinggang bukan
digantungkan dileher.
Pada tahun 1603 Kabuki memulai sejarahnya, dengan pertunjukan drama
tari yang dibawakan oleh seorang wanita bernama Okuni, di kuil Kitano Temmangu, Kyoto. Panggung yang dipakai waktu itu ialah panggung Drama Teater Noh.
Kesenian garda depan yang dibawakan Okuni mendadak sangat populer, sehingga menyebabkan banyak sekali kelompok pertunjukan Kabuki imitasi.
Pertunjukan Kabuki yang digelar sekelompok wanita penghiburan disebut Onna-Kabuki (kabuki wanita), sedangkan Onna-Kabuki yang dibawakan oleh remaja laki-laki disebut dengan Wakashu-Kabuki (kabuki remaja laki-laki).
Namun, pada tahun 1629, Keshogunan Togugawa mengeluarkan peraturan melarang wanita bermain drama. Keshogunan Tokugawa menilai pertunjukan
Kabuki yang dilakukan oleh kelompok wanita penghibur sudah melanggar batas moral, sehingga Kabuki yang dimainkan oleh wanita penghibur dilarang dipentaskan, dan pada tahun 1652, pertunjukan kabuki yang dimainkan oleh
laki-laki daun muda pun dilarang karena merupakan bentuk pelacuran terselubung. Seperti yang telah dijelaskan tadi, bahwa kabuki memiliki keunikan yang
dengan salah satu persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah Bakufu, maka semua pemain Kabuki haruslah pria. Meskipun dalam pementasan ada di
antara pemain harus memainkan peranan sebagai wanita. Peran wanita dalam drama klasik Kabuki disebut onnagata atau tateoyama, sedangkan mereka yang
memerankan peran tokoh pria disebut Tachiyaku, ada juga anak-anak yang memerankan peran tokoh anak-anak disebut Koyaku.
Ada Terdapat 3 jenis tingkatan peran wanita, dalam drama klasik kabuki
yaitu :
1. Hime dan machimusume, yaitu peranan sebagai wanita muda
2. Okugata dan sewayobo, yaitu peranan sebagai wanita dewasa 3. Fukeoyama, yaitu peranan sebagai wanita tua
Cerita drama kabuki dimainkan melalui pengakatan sebuah naskah. Pada
awal abad 19 urutan alur drama klasik kabuki dapat dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu, Jidaimono yang bercerita tentang sejarah dan Sewamono yang
bercerita mengenai keadaan kehidupan sehari- hari.
Ada juga panggung kabuki, panggung yang memiliki keunikan dalam sebuah pementasan. Panggung ini di set dua menjadi satu, memiliki mesin untuk
mengubah atau menggerakkan panggung menjadi set yang berbeda, untuk mengubah latar belakang suatu adegan pertunjukan.
Selain kostum, pemain juga diharuskah memakai tata rias. Tata rias dalam kabuki memiliki fungsi sebagai penentu karakter sang aktor. Dan hal ini juga
dikarenakan para aktor biasa dituntut untuk menjadikan perannya lebih hidup dengan sebuah efek khusus, untuk membuat sebuah cerita atau adegan dari suatu
drama menjadi lebih menarik dan bagus.
Dalam drama kabuki, aktor, naskah, panggung, kostum, tata rias, akan disempurnakan oleh sebuah instrumental musik yang mengiringi pertunjukan.
Musik sangat berperan penting dalam kabuki, musik sebagai penentu mulai dan berakhirnya sebuah pertunjukan, dan keluar masuknya sang aktor. Dalam drama
kabuki musik dimainkan dari berbagai sisi teater, seperti:Geza-Ongaku (musik di sisi kiri panggung dan dari arah penonton) , Debayashi (musik di sisi atas panggung).. Mulai dari sisi musik dibagi dua yaitu Shosa-Ongaku dan Geza-
Ongaku. Shosa-Ongaku adalah musik Shamisen yang mengiringi adegan dan menambah jelasnya pelaku dalam aktingnya, sedangkan Geza-Ongaku ialah
musik pengiring Kabuki, yang dibagi berdasarkan arah sumber suara, yaitu: musik yang dimainkan di sisi kiri panggung dari arah penonton disebut Geza-Ongaku, dan musik yang dimainkan diatas panggung disebut Debayashi.
Instrumen utama lainnya dari Geza adalah noh seruling (nohkan); seruling bambu (take-bue); Drum-Bahu (kotsuzumi), yang dipukul dengan 1 sampai 4 jari;
balok kayu, sebuah lonceng dari berbagai kayu, dan KI (clappers) sebagai penentu keluar masuknya sang aktor.
歌舞伎の補完的な要素う そ
歌舞伎 狂言 文楽 う 伝統的う 劇芸い あ 歌舞伎
文化遺産い あ 日本 政府い 社会い う 保 文部省う
UNESCO
う 組織そ 歌舞伎 上 作う 文化遺産い 決
歌舞伎 工業界う う 中 人気 あ 歌舞伎 芸人い 高級う 服
厚化粧 あ う
使い 背景い い 変え 舞台い 動う
歌舞伎 言葉 い 色々い い 意見い あ そ 一 歌舞
いう書 方 あ そ 動詞 歌舞伎 言葉 傾 傾奇
言葉 書 いう い意見 あ 傾 酔 狂い う 人 一般
歌舞伎 言葉 傾 言葉 いう意見 歌舞伎 出雲い
いう巫女 紹 介う い 男性い 服 刀 持 い そ
時代い 履 ロ う 変 ア セ ー 使
歌舞伎 劇 年 ニ いう女性い 京都う 北野天満宮う
始 使 舞台い Noh いう劇 舞台 あ
持 芸 術い 急 人気 あ そ 人真似ひ
歌舞伎 ー 多 女 公演 歌舞伎 女歌舞伎 言い
男 公演え 歌舞伎 若衆歌舞伎 いう あ
9年 徳川わ 幕府 女 劇 禁
徳川幕府わ 女 公演うえ 歌舞伎 墜落い 原因い そう あ
上 う 説明い 歌舞伎 特別 設備 あ 幕府
方法う う 通う 歌舞伎 男優う 決定い そ わ 男優う 女形
歌舞伎 女 俳優い う 女形 立女形 言い 男優う
言い 子供 俳優い う 子役 言う
歌舞伎 中 女形 階あ そ 次 う あ
.ひ姫 町 娘 若わ い女性い
.奥方 世話養母わ う 大人 女性い
.吹 女形 年取 女性い
そ 歴史 話 時代物い 話 いい 生 活 状 況い う う 話 世話物わ い
歌舞伎 舞台い 部 部 背景い い 変え 自動機械う い
あ
歌舞伎 中 各俳優い う 派手 服 着 そ 歌舞伎 特色 あ
観 客 俳優い う 注意うい う 派手 服 着
服 以外い い 俳優い う 化粧品うひ 歌舞伎 化粧品うひ 人柄ひ
決 俳優い う 特別 効能う う 俳優
面白い話 動う あ
歌舞伎 中 俳優い う 原稿う 舞台い 服 化粧品うひ 面白い音楽
完璧 音楽 歌舞伎 開閉い い 俳優 入 出
歌舞伎 中 下座音楽 出囃子 う 歌舞伎 音楽 あ 二
わ そ 所作音楽 下座音楽 あ 所作音楽 三味線 場面
同行う う そ 下座音楽 方向う う 音源 分 伴奏そう
あ
下座 主 楽器 能笛う 竹笛え 一 四指 打
腰 大太鼓い 太鼓い 大太鼓い ン 鐘 う 打楽器 あ
補完的- 要素う そ 歌舞伎 日本 伝統演劇う え 固有う 芸 術い 独自