REPRESENTASI MENUNGGU BAGI PEREMPUAN
(Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Menunggu BagiPerempuan Dalam Puisi “Kekasih Hatiku Tersayang” Buku Lady In Waiting Karya Jackie Kendall & Debbie Jones)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana
pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik
Oleh:
Novia Olga Kristina NIM. 41809207
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG
ix
LEMBAR PENGESAHAN………... i
SURAT PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR………... vi
DAFTAR ISI………... ix
DAFTAR TABEL………... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1
1.2 Rumusan Masalah………... 8
1.2.1 Rumusan Masalah Makro……….. 8
1.2.2 Rumusan Masalah Mikro………... 8
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian………. 9
x
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis………. 9
1.4.2 Kegunaan Praktis……….. 10 1.4.2.1 Bagi Peneliti……….. 10 1.4.2.2 Bagi Akademik………. 10 1.4.2.3 Bagi Masyarakat………... 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kajian Penelitian Terdahulu ……….. 11 2.1.2 Kajian Wacana……… 13 2.1.3 Kajian Makna……….. 15
2.1.4 Kajian Tentang Simbol……… 17
2.1.5 Kajian Tentang Bahasa, Teks dan Konteks……… 20
2.1.6 Kajian Tentang Menunggu……….. 22
2.1.7 Kajian Wanita Dalam Buku Lady in Waiting………….. 22
2.1.8 Kajian Tentang Puisi………... 23
2.1.9 Kajian Tentang Feminisme………. 31
2.1.9.1 Sejarah dan Perkembangan Feminisme………. 31
xi
2.1.10.2 Kajian Karakteristik Wacana Kritis…………. 38
2.1.11 Kajian Critical Linguistic……….………… 40 2.2 Kerangka Pemikiran………... 41
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian……… 46
3.1.1 Puisi Dalam Buku Lady in Waiting……….. 46
3.1.2 Buku Lady in Waiting……… 48
3.1.3 Profil Penulis……… 49
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian……….. 51 3.2.2 Teknik Pengumpulan Data………... 58
3.2.3 Teknik Penentuan Informan………. 60 3.2.4 Teknik Analisa Data………. 62 3.2.5 Uji Keabsahan Data……….. 63
3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian……….. 65
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Informan ……… 68
4.2 Hasil Penelitian ……… 69
4.2.1 Posisi Subjek –Objek ……… 69
4.2.2 Posisi Penulis Pembaca ………. 75
4.3 Pembahasan ………. 78
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……….. 101 5.2 Saran ……… 102 DAFTAR LAMPIRAN …….………... xv
DAFTAR PUSTAKA ………... xvi
GLOSARIUM ... x1viii
xiii
2.1 Tabel Penelitian Terdahulu………... 11
3.1 Tabel Data Informan………... 61
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
Pedoman Wawancara ………...………... xx
Pedoman Wawancara Dosen Bahasa Indonesia………... xx
Pedoman Wawancara Dosen Sastra Ingrris ………..., xxi
Pedoman Wawancara Sosiolog ………... xxii
Pedoman Wawancara Pegiat Feminis ………... xv
Cover Buku Lady In Waiting……….... xxv
Puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ Dalam Bahasa Asli ... xxvi Transkip Wawancara ... xxvii
Transkip Wawancara Dosen Bahasa Indonesia………... xxvii
Transkip Wawancara Dosen Sastra Ingrris………... xxxii
Transkip Wawancara Sosiolog ………... xxxvi
Transkip Wawancara Pegiat Feminis ………... x1ii
xvi
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Kedua.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru.
Barker, chris. 2008. Culture studies. Yogyakarta: kreasi wacana.
Bertens, K. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman Jakarta:
Gramedia
Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Maskulin. Yogyakarta: Jalasutra
Bungin, M Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative
Reserch. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis Suatu Pengantar.
xvii
Eriyanto. 2006. AnalisisWacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
PT. LKiS
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKiS
Hubies, Aida Fitalaya S. 1997. “Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan”
dalam Dadang S. Anshori, Membincangkan Feminisme. Bandung: Pustaka
Hidayah
Humm, Maggie. 1986. Feminist Criticism. Great Britain: The Harvester Press
Jakson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Teori – Teori Feminis Kontemporer.
Yogyakarta: Jalasutra
Jabrohim dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ltd
Jendra, I Wayan. 1991. Dasar – Dasar Sosiolinguitik. Denpasar: Ikayana.
Johnstone, Barbara. 2002. Discourse Analysis. UK: Blackwell Publishers Ltd
Kendall, Jackie dan Debbie Jones. 2013. Bandung: Pioner Jaya
Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang
Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka
Meleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
xviii
Mills, Sara. 2005. Feminist Stylistics. London: Routledge
Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya
Mulyana, Deddy dan Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh
– contoh Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Ollenburger, Jane C. dan Helen A Moore. 1996. Sosiologi Wanita (terjemahan
Budi Sucahyono). Jakarta: Rineka Cipta
Pratikno. 1987. Globalisasi Komunikasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Puteda, mansoer. 2001. Semantic leksikal. Jakarta: rineka cipta.
Rahardjo, Mudjia. 2010. Dasar-dasar Hermeneutika antara Intersionalisme dan
Gadamerian, Jogjakarta: Ar-Ruzmedia
Rahmanto, Bernardus. 1988. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar
Sastra.Yogyakarta: Kanisius.
Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung:Alfabeta
Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta:
xix
Syamsuddin, A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka
Jakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Toolan, Michel (peny). 1992. Lengue, text, context. London: Routledge.
Waluyo, Herman J. 2000. Dasar-Dasar Teori Sastra. Bandung: Angkasa Bandung.
Sumber Lain:
Selamet, Adiyana. 2013. Kuliah Metode Penelitian Kualitatif Analisis Wacana
Kritis. Bandung. UNIKOM. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Collins English Dictionary
Internet Searching:
Rabu, 4 April 2013 :
http://www.jackiekendall.com
Minggu, 8 Juli 2013 :
http://m.artikata.com
Minggu, 8 Juli 2013 :
http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat-
hakiki-
kemerdekaan/interferensi-dan-integrasi/&sa=U&ei=YUXoUbWuJM4QHgxYDoQ&ved=oCAcQFjpvhSrG
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Puisi merupakan sebuah karya sastra yang menampilkan sisi-sisi di balik
kehidupan umat manusia. Cerita tentang derita dan nestapa, luka dan angkara,
atau cinta dan pecinta sering menjadi alur yang dapat ditemui dalam setiap bentuk
karya – karya puisi. Sebagai sebuah karya, puisi menggambarkan kekuatan rasio,
intuisi, dan pengalaman manusia sebagai makhluk kreatif yang memiliki cipta,
karsa, dan rasa yang dengan ketiga kekuatan itu dibangun sebuah gagasan utuh
dalam sebuah bait puisi. Seseorang bisa berbicara melalui puisi tentang kematian,
kesetiaan, pengorbanan, penantian, kebosanan, atau pengharapan.
Puisi tersusun atas rangkaian kalimat, menyiratkan suatu pesan bagi
pembaca yang mewakili gagasan dan simbol dari sang penulis. Seperti yang
dikatakan oleh Aristoteles dalam Peri Hermeneias, kata-kata yang diucapkan
adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah
simbol dari kata-kata yang kita ucapkan itu (Sumaryono,1999:24). Jika kita
beranjak dari pemahaman yang diberikan Aristoteles bahwa simbol berasal dari
pengalaman mental, maka setiap puisi akan memiliki hubungan dengan realitas
Pengalaman itu boleh jadi merupakan pengalaman langsung yang dialami sang
penulis, atau realitas yang terlihat oleh penulis tentang apa yang dialami orang
lain. Salah satu pengalaman yang sebagian besar orang alami adalah pengalaman
tentang relasi dominasi, atau relasi kekuasaan.
Jackie Kendall dan Debbie Jones mencoba memberikan gambaran tentang
satu dari sekian relasi kekuasaan tersebut, yakni dominasi maskulin atas feminin
(gender). Dalam bukunya Lady In Waiting, mereka menggambarkan relasi
tersebut dalam bentuk puisi tentang bagaimana seorang perempuan harus
“menunggu” dalam relasi cinta antar dua insan manusia. Dengan bahasa, mereka
mencoba memotret relasi – relasi laki – laki dan perempuan melalui berbagai
simbol dominasi yang diaktualisasikan dalam bahasa puisi. Bahasa dalam hal ini
digunakan sebagai medium utama atau instrumen utama dari dominasi dan
kekuatan sosial. Bahasa kemudian dilihat sebagai medium di mana makna-makna
spesifik diproduksi. Di satu sisi makna tidak begitu saja muncul, ia merupakan
hasil produksi. Maka di sisi lain, reproduksi sebuah makna harus terus dilakukan
dan harus dapat memperolah kredibilitas, legitimasi, dan karakter. Karena itu
menurut Eriyanto (2001:46), dalam konteks inilah terjadi proses marjinalisasi,
perendahan atau delegitimasi terhadap konstruksi – konstruksi alternatif.
Buku Lady In Waiting memberi penekanannya bukanlah pada status
seorang perempuan tetapi pada keadaan hatinya. Lady in Waiting ingin
mengarahkan perhatian seorang perempuan terhadap Dia yang benar-benar
3
yang tepat, tetapi tentang bagaimana menjadi perempuan yang tepat dengan
kualitas kesalehannya.
Saat membaca, pembaca akan melihat sifat-sifat yang dengan indahnya
diperlihatkan dalam kehidupan perempuan. Tanpa ragu-ragu perempuan dalam
buku ini digambarkan menyerahkan dirinya pada Allah, dengan giat
menggunakan hari-hari lajangnya, percaya kepada Tuhan dengan iman yang tak
tergoyahkan, mendemonstrasikan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari,
berpihak pada kemurnian fisik dan emosi, hidup dalam keamanan, menanggapi
kehidupan dengan rasa puas, membuat keputusan berdasarkan keyakinannya, dan
dengan sabar menanti Tuhan memenuhi kebutuhannya.
Penelitian ini akan melakukan pencarian representasi menunggu bagi
perempuan dalam puisi Lady In Waiting. Representasi menunggu bagi perempuan
dari dahulu hingga saat ini masih terasa sama, sekali pun masyarakat telah
menyatakan adanya persamaan hak antara laki – laki dan perempuan, namun tidak
dengan “menungggu pasangan”. Dari penjelasan sebelumnya bagaimana kata-kata
membentuk bahasa, kemudian bahasa merupakan instrumen yang memiliki
makna, maka puisi dalam buku lady in waiting merupakan bahasa yang harus
diketahui representasi menunggunya.
Peneliti akan menggunakan paradigma kritis sebagai pisau analisis
penelitian yang akan dilakukan, dengan Critical Discourse Analysis Sara Mills
sebagai pisau utama. Analisis wacana kritis (critical discourse analysis) tidak
menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis di
sini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional.
Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan,
tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu
dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktek
kekuasaan (Eriyanto 2001:7). Jadi tugas utama analisis wacana kritis ialah melihat
bahasa sebagai faktor penting, bagaimana bahasa digunakan untuk melihat
ketimpangan kekuasaan yang terjadi di dalam masyarakat, sebab bahasa juga
merupakan alat atau sarana membuat wacana.
Relasi gender merupakan satu diantara bentuk wacana. Pelaku atau subjek
yang terlibat adalah laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat. Dewasa ini
perempuan semakin terlihat kedudukannya di mata masyarakat, sebagian besar
masyarakat sudah dapat memaklumi dan menerima jika terdapat perempuan yang
memilih untuk bekerja di luar rumah. Indonesia penganut budaya timur, juga telah
memaklumi keberadaan perempuan karir bahkan sebagian masyarakat secara
terang-terangan menyatakan diri setuju akan pilihan perempuan untuk berkarir.
Hal ini terlihat dari cara perempuan – perempuan sekarang baik yang tinggal di
pedesaan maupun di perkotaan, yang perekonomian menengah kebawah hingga
perekonomian menengah ke atas, kita akan banyak menjumpai para perempuan
tersebut tidak hanya diam di rumah mengurusi keperluan rumah dan anak. Tetapi
mereka juga sudah banyak yang dapat dijumpai diluar rumah. Mulai dari turun
5
Hal tersebut merupakan pemandangan yang telah biasa di setiap sudut wilayah
negara saat ini.
Akan berbeda tanggapan saat masyarakat menemui seorang perempuan
yang sudah cukup umur dan mapan masih sendiri atau lajang, maka mereka akan
membuat hal tersebut sebagai suatu perbincangan tiada henti bahkan bagi
sebagian dari masyarakat tidak tanggung-tanggung menyebut perempuan tersebut
sebagai “perawan tua”. Pandangan masyarakat ini juga diperkuat oleh asumsi;
“man are like a wine and women are like a milk”. Quote tersebut telah dikenal
oleh dunia, bagaimana penggambaran laki – laki sebagai wine yang berarti
semakin berumur maka semakin berharga dan banyak peminatnya, sedangkan
perempuan layaknya milk yang berarti memiliki masa kadarluarsa tertentu.
Munculnya gerakan feminis yang merupakan perjuangan kaum perempuan
untuk tidak dipandang sebelah mata apalagi rendah dan diperkuat dengan jumlah
perempuan di bangku sekolah hingga menjadi anggota DPR semakin meningkat
membuat perempuan masa kini secara sadar atau tidak sadar merasa seolah-olah
bahwa mereka telah memperolah hak yang sama. Hal tersebut membuat kita lupa
bagaimana pandangan masyarakat terhadap perempuan yang masih menunggu
waktu untuk mengikatkan diri pada suatu ikatan pernikahan hingga saat ini masih
dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Dari dahulu perempuan dianggap
sebagai objek saat sepasang kekasih memilih untuk membangun hubungan, secara
tidak langsung perempuan telah terbiasa dengan kata “menunggu”, dan laki – laki
“menghampiri”. Pandangan ini membuat kebanyakan orang berfikir bahkan
Berbeda dengan saat masyarakat melihat laki – laki dewasa dangan
kemampanannya masih memilih untuk sendiri, semua menganggap itu bukan
suatu masalah.
Terjadinya hal tersebut tentu tidak terlepas dari istilah “gender” yang telah
dikemukakan oleh para ilmuan sosial dengan maksud untuk menjelaskan
perbedaan perempuan dan laki-laki yang memiliki sifat bawaan (ciptaan Tuhan)
dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Seringkali orang mencampur adukan
ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat
non-kodrati (gender) yang dapat berubah dan diubah. Gender merupakan perbedaan
peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, merupakan
hasil konstruksi sosial serta dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.
Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis
kelamin biologis (seks) adalah terminologi yang meliputi perbedaan morfologi
dan psikologi pada manusia (dan bentuk kehidupan lainnya) sebagai pria dan
perempuan merupakan pemberian. Para penganut aliran feminis meyakini bahwa
femininitas dan maskulinitas hanyalah konstruksi sosial. Jenis kelamin diyakini
sebagai biologi tubuh sementara gender mengacu pada asumsi dan praktik kultur
yang mengatur konstruksi sosial laki – laki, perempuan, dan relasi sosial mereka.
Selanjutnya dikatakan bahwa diskursus dan praktik gender secara sosial, kultur,
dan politislah yang menjadi akar bagi subordinasi perempuan (Barker,
7
Meskipun istilah gender telah dikemukan oleh para ahli sebagai hal yang
non-kodrati, namun sebagian masyarakat kita masih saja memandang bahwa
dalam persoalan hubungan-pasangan, perempuan adalah objek yang sedang
menunggu pria yang akan menghampirinya. Menunggu berarti tinggal beberapa
saat dan berharap sesuatu akan terjadi atau datang. Itu berarti keadaan yang
menunjukan bagaimana perempuan berdiam di tempatnya dalam hal ini waktu,
kemudian sambil berharap sesuatu akan terjadi (laki – laki menghampiri).
Sara Mills sebagai tokoh „wacana kritis feminis‟ menguak teks sebagai
produk masyarakat yang dikonsturksi melalui relasi-relasi dominasi. Titik utama
teori feminis Sara Mills adalah menunjukkan sebagaimana teks menampilkan
perempuan. Penelitian ini menggunakan teori Sara Mills karena dengan teori itu
memberi penggambaran perempuan yang ditampilkan dalam teks puisi tersebut, di
mana teori Sara Mills juga berbicara mengenai bagaimana perempuan ditampilkan
dalam sebuah wacana (subjek-objek).
Selain itu, Sara Mills juga melibatkan pembaca dalam analisisnya
sehingga pembaca dapat mengetahui posisi dirinya dalam teks tersebut. Teks yang
diproduksi tentu tidak semata-mata hanya menampilkan puisi saja, akan tetapi di
dalamnya mengandung makna yang kemudian dikonsumsi pembacanya hingga
mengubah opini pembaca sesuai dengan pikiran teks tersebut (penulis-pembaca).
Teks puisi dalam buku lady in waiting pada akhirnya bertujuan untuk
membuka pikiran masyarakat terhadap perempuan dewasa yang masih lajang.
representasi menunggu bagi perenpuan. Dengan begitu penting bagi kita untuk
mengetahui repesentasi menunggu bagi perempuan dalam puisi buku lady in
waiting, maka dibutuhkan penggambaran dan pemahaman melalui Analisis
Wacana Kritis Sara Mills.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti
merumuskan masalah makro dan mikro mengenai representasi menunggu bagi
perempuan, yang disini membicarakan mengenai perempuan yang telah dewasa
dalam artian umur, masih hidup sendiri atau belum menikah yang digambarkan
dalam puisi buku lady in waiting.
Adapun pertanyaan makro, yaitu “Bagaimana Representasi Menunggu Bagi Perempuan Dalam Puisi Buku Lady In Waiting?”
Guna membatasi masalah penelitian adapun pertanyaan mikro, yaitu:
1. Bagaimana posisi subjek – objek dari representasi menunggu bagi
perempuan diungkapkan melalui teks puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟?
2. Bagaimana posisi penulis – pembaca dari representasi menunggu bagi
9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitaian
1.3.1 Maksud Penelitian
Adapun maksud dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana
representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟
buku lady in waiting.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:
1. Untuk mengetahui posisi subjek – objek dari representasi menunggu bagi
perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟.
2. Untuk mengetahui posisi penulis – pembaca dari representasi menunggu
bagi perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitan ini ialah :
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan karya ilmiah
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dalam memaknai teks
dan wacana, terutama teks puisi dalam kajian analisis wacana kritis Sara Mills.
Memahami representasi menunggu bagi perempuan.
2. Bagi Universitas
Penelitian ini diharapkan berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer
Indonesia secara umum dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi secara
khusus. Selain itu, sebagai literatur bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan
penelitian di bidang kajian yang sama. Memahami representasi menunggu bagi
perempuan.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan bagi masyarakat agar penelitian ini dapt berguna sebesar –
besarnya, agar masyarakat dapat mengetahui representasi menunggu bagi
perempuan, tidak lagi melihat sebelah mata perempuan dewasa dengan status
46
BAB III
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
3.1.1 Puisi dalam buku lady in waiting
Objek dalam penelitian ini ialah puisi dalam buku lady in waiting karya
Jackie Kendall dan Debbie Jones. Diterbitkan oleh Pioner Jaya cetakan ke-17
tahun 2013. Berikut puisi yang terdapat di dalam buku lady in waiting:
“Kekasih Hatiku Tersayang”
Bertahun – tahun lamanya aku mencari pasanganku yang paling sempurna.
Namun hasil dari satu – satunya dari semua pencarianku Adalah mimpi – mimpi
yang berserakan, hati yang hancur dan sesuatu yang tampaknya seperti penantian
tak berujung.
Aku ingin menemukan yang terbaik dari Allah.
Tetapi Ia harus terlebih dahulu mengajar aku, bahwa aku harus
Jadi suatu malam aku berdoa, “Allah, sama seperti Engkau membuat Adam
tertidur sampai ia siap bertemu yang sempurna baginya.
Demikian pula buatlah aku dan keinginan – keinginanku tertidur sampai Aku
begitu siap untuk mengenal dia yang telah Engkau pilihkan bagiku.”
Sejak saat itu, Allah memberiku suatu kedamaian. Dan meskipun yang lain datang
ke dalam hidupku, Allah melindungi hatiku dan menyisihkanku dari usaha –
usaha yang lebih lagi.
Kemudian waktu Allah mengetahui bahwa di dalam tangan-Nyalah kuletakkan
hatiku, Dia membawa kamu ke dalam hidupku dan mulai saat itu aku hanyalah
sebuah sejarah.
Teman – temanku tersayang mengenalku dengan baik, mungkin
Melihat hari esok sebagai satu hari mujizat. Karena mereka mengenal aku dan
caraku yang sangat selektif memilih.
Waktu aku di asrama, A.M. datang ke kamarku dan memintaku tepat seperti apa
yang aku cari dalam seorang laki - laki. Aku segera membuka buku harianku dan
mencabut sebuah daftar 30 kualitas yang aku harapkan dan tuntut.
Saat aku membaca setiap kualitas satu demi satu, A.M. tersayang
Melihat padaku, dia begitu terpana. Setelah merenungkan daftar itu ia berkata
dengan sebuah anggukan, “wah, cindy, kelihatannya kamu harus menikahi Allah.”
48
Allah mendengar doa – doaku dan menjawab mereka
Dengan cara yang paling sempurna melalui kamu.
Aku tidak memiliki pertanyaan yang tak terjawab,
Tidak ada keraguan, tidak ada kebimbangan, tidak ada keberatan.
Kamulah pangeranku, ksatriaku dalam kilai pakaian perangnya,
Hadiahku dari lautan, hadiahku dari Allah.
3.1.2 Buku lady in waiting
Buku yang pertama kali terbit pada tahun 1997, buku ini unik
karena penekanannya bukanlah pada status seorang perempuan (lajang, menikah,
bercerai, atau janda), tetapi pada keadaan hatinya. Lady in Waiting ingin
mengarahkan perhatian seorang perempuan terhadap Dia yang benar-benar
mengerti kerinduan hatinya bukanlah tentang bagaimana menemukan laki - laki
yang tepat, tetapi tentang bagaimana menjadi perempuan yang tepat dengan
sepuluh kualitas perempuan dengan kesalehnnya. Kualitas-kualitas ini tidak hanya
akan memperkuat hubungan cintamu dengan Mempelai Laki - laki Surgawimu
tetapi juga membimbingmu sebagai seorang perempuan lajang, menjagaimu saat
berpacaran dan menyokongmu dalam pernikahan.
Saat membaca pembaca akan melihat sifat-sifat yang dengan indahnya
buku ini digambarkan menyerahkan dirinya pada Allah, dengan giat
menggunakan hari-hari lajangnya, percaya kepada Tuhan dengan iman yang tak
tergoyahkan, mendemonstrasikan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari,
mengasihi Allah dengan pengabdian yang tak teralihkan, berpihak pada
kemurnian fisik dan emosi, hidup dalam keamanan, menanggapi kehidupan
dengan rasa puas, membuat keputusan berdasarkan keyakinannya, dan dengan
sabar menanti Allah memenuhi kebutuhannya.
3.1.3 Profil Penulis
Buku Lady in waiting ditulis oleh dua orang, yakni Jeckie Kendal dan Debbie Jones. Adapun profil kedua penulis ini ialah sebagai berikut:
A. Jeckie Kendall
Jackie Kendall telah melayani melalui pengajaran dan konseling
selama lebih dari 30 tahun. Sebagai Pendeta Power of Grow Ministries, Jackie
sering diminta menjadi pembicara seminar untuk orang-orang dari segala usia dan
tahapan kehidupan. Jackie telah memilih jalan yang ditandai dengan kerentanan
pribadi, aksesibilitas dan kejujuran. Dia siap untuk menjadi "sesama pejuang" dan
melihat transparansi sebagai link yang paling penting dalam pertumbuhan pribadi
terhadap Kekristenan. Jackie sekarang menjadi pembicara populer untuk Pro Atlet
Outreach (Baseball dan NFL).
Pada tahun 1997, Jackie turut menulis buku laris untuk satu
50
mengubah kehidupan, termasuk, A Lunatic pada cabang dengan Yesus (1998), Say
Goodbye untuk Malu berisikan 77 Cerita lainnya Harapan dan Dorongan (2004),
The Mentoring Mom (2006), A Man Worth Waiting For (2008), The Young Lady
in Waiting mengenai mengembangkan hati seorang putri (2008), Lady in Waiting
for Little girl (ditulis bersama dengan Dede Kendall, 2009), dan bukunya tentang
pengampunan, Free Your Self to Love (2009).
B. Debbie Jones
Jones adalah seorang penulis drama yang produksi di New York
City. Selama bertahun-tahun di teater, awal cerita pendeknya dikumpulkan di
belakang kabinet file lama. Menulis cerita pendek ini memberi Jones kebebasan
untuk menjelajahi tempat yang ia belum temukan dalam dialog dramanya, dan itu
adalah kenikmatan nyata untuk menulis tentang tempat yang dia tahu terbaik -
New Jersey. Jones bekerja sebagai penulis / sutradara dan guru yang ulet. Pada
jam-jam menjelang fajar di mana ia menulis pertama pada mesin tik Royal lama
kemudian beranjak ke komputer, karakter-karakternya menjadi hidup.
Kerajinannya tumbuh di penulisan ulang dilakukan pada jam-jam setelah sekolah
dan melalui pengalamannya dianggap sebagai guru menulis. Jones bertugas di unit
dramawan di tempat didirikan rumah Broadway, dia mengarahkan karya asli
(seniman sendiri dan lainnya). Kolaborasinya dengan pemain solo yang brilian,
Samantha Jones, mengakibatkan Butterfly Suicid yang merupakan salah satu dari
12 dipilih untuk tampil bergengsi Nova Arts Festival. Jones menulis dan
menyutradarai film independen, The Last Chrismas Party untuk Dora Mae
Bahasa Inggris. Dia mengajar bahasa Latin dan menulis di The Center School,
sebuah sekolah menengah umum di New York City, selama 20 tahun.
3.2 Metode penelitian
Peneliti melakukan suatu penelitian dengan pendekatan secara kualitatif,
dimana untuk mengetahui dan mengamati segala hal yang menjadi ciri sesuatu
hal.
“Metode adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati masalah dan mencari jawabannya” (Mulyana, 2002:145)
Mulyana dan Solatun (2007:7) menyebutkan bahwa sebagian
ilmuan menerjemahkan kualitatif sekadar penelitian deskriptif (tanpa
angka-angka), tanpa usaha untuk membangun proposisi, model, atau teori (secara
induktif) berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Menurut Denzim dan
Lincoln (dalam Moleong, 2007:5), “penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi
dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada”.
3.2.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah prosedur yang digunakan dalam upaya
memperkenalkan data atau informasi agar memperoleh jawaban atas pertanyaan
penelitian. Penentuan penahapan dan teknik yang digunakan harus dapat
52
kerangka pemikiran. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan studi analisis wacana kritis khususnya dari Sara Mills.
Dalam buku qualitative research, Norman Denzim dan Yvonna S.
Lincoln mengatakan bahwa penelitian dengan wacana kritis akan dapat dipahami
sebaik – baiknya dalam konteks pemberdayaan individu – individu. Penelitian
berkeinginan untuk menyandang gelar kritis harus dikaitkan dengan sebuah usaha
untuk menentang ketidakadilan dalam suatu masyarakat tertentu atau kungkungan
kekuasaan di dalam masyarakat.
Adapun metodologi wacana kritis ialah menafsirkan wacana untuk
mencari tahu mengenai makna, citra dan kepentingan dibalik wacana tersebut
dengan memperhatikan tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan ideologi.
Horkeimer menyatakan secara jelas ketika ia menunjukkan bahwa teori kritis dan
penelitian tidak pernah puas bila hasilnya hanya untuk menambah pengetahuan
(dalam qualitative research 2009 :174).
Berdasarkan metodenya, menurut Rahardjo (2010:23) teks dan bahasa
dapat diteliti dengan beberapa analisis yakni analisis isi (Content Analysis),
analisis wacana (Discourse Analysis), analisis wacana kritis (Critical Discourse
Analysis), analisis bingkai (Framing Analysis), analisis Semiotik (Semiotic
Analysis), analisis konstruksi sosial (Social Construction Analysis), dan
hermeneutika (Hermeneutics). Perbedaan analisis wacana kritis (CDA) dengan
analisis teks lainnya ialah, analisis wacana kritis memperhatikan tiga hal yakni
kritis Sara Mills melalui posisi subjek – objek dan posisi penulis pembaca dalam
wacana maka akan menemukan makna, citra dan kepentingan dibalik wacana
penelitian.
Sara Mills banyak menulis mengenai teori wacana tapi titik perhatiannya
hanya tertuju pada wacana feminisme. Oleh karena itu, Sara Mills sering juga
disebut sebagai perspektif feminisme dengan titik utamanya adalah menunjukkan
bagaimana teks bias menampilkan perempuan. Sara Mills adalah salah satu
ilmuan yang banyak menulis mengenai teori wacana. Titik perhatian utamanya
tertuju pada wacana mengenai feminism: bagaimana perempuan ditampilkan
didalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, ataupun dalam berita. Titik
perhatian dari anlisis wacana yang dilakukan oleh Mills adalah menunjukkan
bagaimana perempuan digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks berita
(Eriyanto, 2001:199).
Sara Mills tidak hanya memusatkan perhatian pada critical linguistic yang
membahas struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya terhadap khalayak.
Sara Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial,
posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks. Posisi – posisi teks
tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir ditengah khalayak.
Pembahasan posisi pembaca dalam model Sara Mills adalah bentuk penolakan
terhadap pandangan banyak ahli yang menempatkan dan mempelajari konteks
semata dari sisi penulis. Sementara ia menganggap teks sebagai hasil negosisasi
54
Menurutnya pembaca seharusnya diposisikan lewat teks dalam ruang yang
bisa diterima. Jika tidak ada pembacaan dominan, maka tidak akan ada consensus
seperti yang dimaksudkan di dalam teks. Hal ini berarti ada ruang yang sangat
besar untuk pemaknaan teks. Meskipun demikian, kemungkinan untuk pembacaan
dominan ini tidak akan pernah mencapai akhir. Artinya akan selalu ada penafsiran
– penafsiran oleh pembaca atas teks yang disusun oleh penulis. Model ini
menegaskan adanya hubungan interaksional antara teks dan konteks. Jadi teks
ditentukan oleh proses produksi dan penerimaan, dan juga memiliki dampak pada
khalayak dan proses produksi teks lebih lanjut. Singkatnya, penempatan posisi
(penulis – pembaca) dinyatakan dengan adanya usaha untuk menggambarkan
elemen – elemen dalam teks bagi pembaca dalam posisi tertentu (Mills dalam
Toolan, 1992: 184-185).
Untuk memformulasikan model analisis yang mempertimbangkan elemen
– elemen formal dalam teks dan menghubungkannya dengan konteks dan
penyapaan pembaca, Sara Mills merujuk pada karya Louis Althusser mengenai
interpretasi dan kesadaran kemudian mengaitakannya dengan gagasan posisi
pembaca. Pemikiran Althusser mengenai ideological state apparatuses (ISA) atau
aparat ideologis negara menggambarkan bahwa lembaga – lembaga dalam suatu
negara tersebut memiliki efek tidak langsung dalam menciptkan kondisi produksi
teks dalam sebuah struktur masyarakat. Lembaga – lembaga agama, pendidikan,
keluarga, media massa, dan budaya yang sedang popular.
Pembacaan dominan bukanlah tujuan, tetapi sebuah posisi yang
historis tertentu. Rangkain posisi ideology yang tersedia membuat teks tersebut
dapat dimengerti . Pembacaan ini diperkuat lewat berbagai ideology yang beredar
dalam budaya massa (Mills dalam Toolan, 1992: 190). Pembacaan yang
dimaksudkan Mills akan sangat dipengaruhi oleh berbagai ideology yang
melingkupi wacana tersebut dalam ukuran kurun waktu. Dalam buku yang
disuntingnya Toolan mengatakan, Mills menyimpulkan konteks sebagai pijakan
segala aktivitas manusia, produksi dan penerimaan yang disampaikan dalam teks
literer. Ia mencontohkan, teks yang mengkonstruksikan sifat – sifat feminine akan
bisa dimengerti karena ia disokong oleh teks dan wacana lain yang membahas
mengenai hal yang sama. Tanpa wacana – wacana lain, teks akan sulit dimengerti
atau tidak komperhensif (Mills dalam Toolan, 1992: 191). Maka penelitian ini
tidak hanya merujuk pada puisi – puisi yang telah ditentukan, tapi juga bacaan
lain yang berkaitan dengan representasi menunggu bagi perempuan dan konteks
yang menyertainya.
Dalam penelitian ini, dengan model yang disampaikan Sara Mills dan
paradigm kritis, peneliti berusaha melihat dan membongkar pesan – pesan yang
diproduksi oleh subjek dan diterima objek dengan juga menentukan pihak – pihak
tersebut. Melalui bait – bait yang dipilih, pemosisian pihak – pihak terkait dengan
puisi ini juga akan menunjukkan representasi menunggu bagi perempuan dalam
puisi. Secara praktis, akan diketahui bagimana penulis puisi dalam buku lady in
waiting memposisikan perempuan dalam karya – karyanya melalui subjek –
subjak yang berbicara dan objek – objek yang dibicarakan, serta kepada siapa
56
dalam teks yang dimaksudkan Sara Mills akan mengantar pada simpulan
membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate.
(Eriyanto, 2001:200). Adapun penggunaan model Sara Mills yaitu :
1. Posisi Subjek – Objek
Sara Mills, menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dalam
analisisnya. Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan atau peristiwa
ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi
pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Mills lebih menekankan pada
bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu
ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk
teks yang hadir di tengah khalayak. Analisis atas bagaimana posisi-posisi ini
ditampilkan secara luas akan bisa menyingkap bagaimana ideologi dan
kepercayaan dominan bekerja dalam teks. Umumnya Sara Mills mengambil tema
mengenai feminis dan pada wacana feminis lebih menitik beratkan pada
perempuan bukan sebagai objek. Karena sebagai objek representasi, maka
perempuan posisinya selalu didefinisikan, dijadikan bahan penceritaan.
Posisi sebagai subjek atau objek dalam representasi ini mengandung
muatan ideologis tertentu. Dalam hal ini bagaimana posisi ini turut memarjinalkan
posisi perempuan ketika ditampilkan dalam wacana.
Posisi sebagai subjek representasi, pihak pencerita atau yang memberi
gambaran mengenai objek dalam wacana tersebut mempunyai otoritas penuh
pendefinisian itu bersifat subjektif, sulit dihindari bahwa kemungkinan
pendefinisian secara sepihak peristiwa atau kelompok lain.
2. Posisi Penulis - Pembaca
Penulis dalam pandangan Mills ditempatkan sebagai pelaku yang
menggunakan bahasa. Dalam pandangannya tentang gendered stylistic, kita dapat
melihat bahwa penulis sangat dipengaruhi penggunaan bahasanya melalui
identitas gender yang mereka miliki. Karena itu Mills menyebutkan bahwa cara
menulis, menggunakan bahasa, atau gaya bahasa yang digunakan laki-laki dan
perempuan akan sangat berbeda. Bagaimana seorang laki-laki dan perempuan
dalam menggambarkan suatu masalah dengan bahasa akan sangat berbeda.
Menurut Mills, makna dalam sebuah teks akan ditentukan apakah penulisnya itu
laki-laki atau perempuan. Kalimat yang dibentuk laki-laki misalnya menurut
Mills, mengandung makna yang sederhana tentang suatu masalah, bahasa
berperan sebagai medium yang transparan, atau bahasa menjadi sebuah medium
yang jelas dalam mengungkapkan gagasan. Singkat kata, bahasa laki-laki akan
cenderung rasional, singkat, dan jelas. Kalimat yang dibentuk perempuan secara
berbeda, menunjukan sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami.
Pembaca bagi Sara Mills ikut melakukan transaksi sebagaimana akan
terlihat dalam teks. Tidak hanya itu membangun hubungan antara teks dan penulis
di satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan.
Pembaca ditempatkan secara tidak langsung dalam suatu teks. Penyapaan tidak
58
umumnya membawa tingkat wacana, dimana posisi kebenaran ditempatkan secara
hierarkis sehingga pembaca akan mensejajarkan atau mengidentifikasi dirinya
sendiri dengan karakter atau apa saja yang tersaji dalam teks. Kedua, kode budaya
yang mengacu pada kode atau nilai budaya yang dipakai pembaca ketika
menafsirkan suatu teks. Kode budaya ini membantu pembaca menempatkan
dirinya terutama dengan orientasi nilai yang disetujui dan dianggap benar oleh
pembaca. (Eriyanto,2006 :200).
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa
mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan
dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara (Sugiyono, 2010:224).
3.2.2.1 Studi Dokumentasi
Dokumentasi menjadi salah satu aspek penting dalam melengkapi
data-data penelitian. “Dokumen terdiri dari puisi dalam buku lady in waiting. Pada
penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah berupa teks puisi berjudul
“Kekasihku Hatiku Tersayang”.
3.2.2.2 Studi Analisa Teks
Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk
menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual
atau peristiwa tertentu hingga terdapat posisi subjek – objek serta posisi penulis –
pembaca dalam wacana puisi tersebut.
3.2.2.3 Studi Wawancara
Wawancara adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh
keterangan, mencari informasi yang lebih lengkap dengan teknik wawancara.
Teknik wawancara yang dilakukan yaitu, dengan mewawancarai ahli sastra
Inggris, ahli sastra Indonesia, ahli sosiolog dan pegiat feminis.
3.2.2.4 Studi Pustaka
Pada teknik ini, penulis mencari dan mengumpulkan beragam informasi terkait
dengan analisis wacana kritis Sara Mills dan tentang buku lady in waiting itu
sendiri yang bersumber dari berbagai literatur, seperti buku, artikel, dan
sumber-sumber lainnya.
3.2.2.5 Studi Internet Searching
Melalui internet banyak informasi yang didapatkan untuk melengkapi data
yang telah dikumpulkan sebelumnya melalui buku, tulisan, atau artikel. Internet
menyediakan data-data yang sifatnya dinamis dan terbaru, termasuk pembahasan
yang terkait dengan penelitian ini. Meski penelusuran data online berbeda
bentuknya dengan penelurusan data konvensional tetapi secara esensi, keduanya
60
3.2.3 Teknik Pengumpulan Informan
3.2.3.1 Subjek Penelitian
Subyek penelitian merupakan suatu benda, manusia, maupun lembaga
yang akan diteliti dimana di dalam dirinya mengandung hal – hal terkait masalah
yang akan diteliti oleh peneliti. Subyek penelitian merupakan keseluruhan objek
yang terdapat beberapa narasumber atau informan yang nantinya akan
memberikan informasi tentang masalah yang berkaitan dengan penelitian yang
akan dilakukan.
Berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti, maka subyek penelitian terkait
representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi buku Lady In Waiting adalah
informan – informan dari penelitian ini.
3.2.3.2 Informan Penelitian
Adapun yang menjadi informan dari penelitian ini adalah mereka yang membantu
dalam membedah wacana teks puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟, mereka secara
sadar dari profesi yang sama yakni sebagai dosen namun dengan kemampuan dan
keahliannya masing – masing membantu peneliti.
Teknik pengumpulan informan yang digunakan ialah teknik purposive, yakni
penentuan informan dengan pertimbangan tertentu. Berikut nama dan pekerjaan
Tabel 3.1 Tabel Data Informan
No. Nama Pekerjaan
1. Cece Sobana Dosen Bahasa Indonesia
2. Tatan Tawami Dosen Sastra Inggris
3. Ali Syamsudin Dosen dan Pengamat
Sosiolog
4. Emma Khotimah Dosen dan Pegiat Feminis
Sumber : Peneliti, 2013
Adapun alasan peneliti memilih keempat informan tersebut dikarenakan
relevan dengan objek penelitian dengan analisis wacana Sara Mills. Cece Sobana
sebagai dosen bahasa Indonesia akan membantu membedah puisi yang diteliti
sebab puisi yang peneliti pilih ialah puisi terjemahan. Tatan Tawami sebagai
dosen sastra Inggris membantu melihat apakah puisi asli ketika diterjemahkan
masih memiliki isi, makna dan nilai pesan yang sama. Ali Syamsudyn peneliti
pilih dikarenakan pengalamannya sebagai dosen sosiologi dan pengamat sosial
serta pengetahuannya akan agama Islam yang baik akan melihat apakah puisi
„Kekasih Hatiku Tersayang‟ dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dengan
budaya dan kependudukan yang mayoritas memeluk agama Islam. Emma
Khotimah selain sebagai dosen, ia juga pegiat feminis yang telah melakukan riset
– riset mengenai perempuan sejak tahun 1994 akan membantu melihat sebenarnya
bagaimana keadaan perempuan Indonesia mengenai menunggu pasangan dan
62
3.2.4. Teknik Analisa Data
Menurut Bogdan, analisis data adalah, “Proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain” (Sugiyono, 2008:244)”.
Terdapat beberapa tahap dalam analisa data yang umum dilakukan dalam
penelitian kualitatif, yaitu (Huberman dan Miles dalam Bungin, 2007:69) :
1. Kategorisasi dan reduksi data, peneliti mengumpulkan informasi-informasi
yang penting yang terkait dengan masalah penelitian, dan selanjutnya
mengelompokan data tersebut sesuai dengan topik masalahnya.
2. Sajian data. Data yang telah terkumpul dan dikelompokan itu kemudian
disusun sistematis sehingga peneliti dapat melihat dan menelaah
komponen-komponen penting dari sajian data.
3. Penarikan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan interpretasi data
sesuai dengan konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Dari interpretasi yang
dilakukan akan diperoleh kesimpulan dalam menjawab masalah penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data melalui analisis
wacana kritis – kualitatif. Penelitian kritis mengkritik hubungan sosial yang
timpang dengan mengetahui makna, citra dan kepentingan dibalik wacana.
Analisis wacana dalam paradigma kritis mendasarkan diri pada penafsiran peneliti
terhadap teks. Paradigma kritis lebih kepada penafsiran karena dalam penafsiran
dibaliknya. Sehingga dalam penelitian kritis tidak dapat dihindari unsur
subjektifitas ketika penafsiran suatu teks, pengalaman, latar belakang budaya
peneliti, pendidikan, latar belakang politik, bahkan keberpihakan mempengaruhi
hasil intrepretasi. Oleh karena itu peneliti yang berbeda bisa saja menghasilkan
temuan dan penafsiran yang berbeda pula.
Eriyanto mengatakan pula keunggulan studi sperti ini akan tergantung
pada kemampuan peneliti dalam membangun pijakan teoritis dan kerangka
pemikiran yang kuat sebagai pijakan dalam melakukan penalaraan, sehingga
penafsiran yang dihasilkan memiliki argumenasi yang memadai. Penelitian dalam
pandangan kritis dipandang sukses jika peneliti mampu memperhatikan konteks
sosial, ekonomi, politik, dan analisis komprehensif yang lain. Penafsiran subjektif
yang kuat bisa terjadi oleh peneliti dikarenakan intepretasi yang dilakukan mampu
menutup kemungkinan adanya intepretasi lain.
3.2.4 Uji Keabsahan Data
Dalam pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif menggunakan
istilah yang berbeda dengan kuantitatif. Jadi, uji keabsahan data dalam penelitian
kualitatif adalah sebagai berikut:
3.2.4.1 Menggunakan Bahan Referensi
Menggunakan bahan referensi di sini adalah adanya pendukung untuk
membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil
wawancara perlu didukung adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi
64
bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti kamera, handycam, alat
rekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah
ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, data-data yangdikemukakan
perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih
dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:128).
3.2.4.2 Melakukan Member Check
Member Check adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan member check adalah mengetahui seberapa jauh data
yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data
yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya tersebut valid,
sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti
dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti
perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam,
maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa
yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan member check adalah agar
informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1 Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini peneliti melaksanakan penelitian di Bandung.
3.3.2 Waktu Penelitian
Penelitian teks dengan metode analisis wacana kritis Sara Mills ini
dilakukan selama enam bulan, terhitung mulai dari bulan Februari 2013 hingga
Juli 2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.2 Waktu Penelitian
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Informan
Informan pertama yang dapat ditemui oleh peneliti ialah seorang dosen di
Fakultas Ilmu Budaya UNPAD serta dosen luar biasa di UNIKOM. Ia memiliki
nama lengkap Prof. Dr. Cece Sobana, M.Hum., lahir di kota kembang Bandung
pada tahun 1964. Profesi menjadi dosen bahasa Indonesia telah ia geluti lebih dari
sepuluh tahun belakangan, selain menjadi dosen ia juga gemar menulis, beberapa
tulisannya telah dimuat di media cetak seperti koran Pikiran Rakyat.
Jika Cece Sobana merupakan dosen luar biasa di UNIKOM, berbeda
halnya dengan informan berikut ini, Tatan Tawami, S.s., M.Hum., merupakan
dosen tetap sastra Inggris di UNIKOM dan telah memulai profesi sebagai dosen
kurang lebih 11 tahun, sejak pertama ia memutuskan menjadi dosen ia mengambil
langkah mengajar di Fakultas Sastra UNIKOM.
Sama dengan Tatan Tawami, informan ketiga yang berhasil peneliti temui
ialah seorang dosen tetap di UNIKOM. Ia menyelesaikan S1 Pendidikan Filsafat
dan Sosiologi di IKIP Bandung, kemudian ia berhasil menyelesaikan S1 Dakwah
di kota Bandung juga, Setelah itu ia melanjutkan S2 Sosiologi ke perguruan
negeri Padjajaran (UNPAD), dan berhasil menyelesaikan S3 IPS di Universitas
sebagai dosen, ia juga aktif sebagai pengamat sosial di Indonesia, adapun nama
lengkap dari informan yang saat ini berusia 55 tahun ialah Dr, Drs. H.M. Ali
Syamsudin, S.Ag. Msi.
Berbeda dengan ketiga informan diatas, informan ke empat yang berhasil
peneliti temui untuk melakukan wawancara ialah seorang dosen Ilmu Komunikasi
di Universitas Islam Bandung (UNISBA), aktif di DPRD Bandung serta
merupakan pegiat feminis yang telah sejak tahun 1994 melakukan berbagai riset
Woman Rise di Indonesia. Pegiat feminis yang lahir di Subang pada tanggal 04
Maret 1967 ini memiliki nama Ema Khotimah, Dra,Spd,Msi., biasa disapa dengan
panggilan Ema.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Posisi Subjek – Objek Dalam Representasi Menunggu Bagi Perempuan
Posisi sebagai subjek merupakan pihak pencerita atau yang memberi
gambaran mengenai objek dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟. Sebagai
subjek memiliki otoritas dalam menyampaikan teks puisi tersebut kepada
pembaca. Dapat terlihat bagaimana ia menyampaikan kepada pembaca posisinya
sebagai perempuan yang memiliki hak untuk memilih pasangan bahkan
menetapkan standar kriteria – kriteria pria yang ia dambakan. Seperti yang
70
juga punya hak untuk memilih dan mau seperti apa, e pria yang dia mau untuk
dia pada akhirnya gitu”.1
Bertahun – tahun lamanya aku mencari pasanganku yang paling sempurna. Namun hasil dari satu – satunya dari semua pencarianku Adalah mimpi -
mimpi yang berserakan, hati yang hancur dan sesuatu yang seperti penantian tak berujung.
Bait pertama dalam puisi di atas menunjukkan bagaimana subjek mengungkapkan
usahanya dalam pencarian pasangan hingga berakhir pada kekecewaan. Di
Indonesia perempuan mencari pasangan bukanlah hal yang biasa saja, hanya
terdapat segelintir orang yang dapat memaklumi atau menggap perempuan mecari
pria itu hal yang biasa. Ali Syamsudyn sebagai pengamat sosial mengatakan:
“Didalam puisi itu mengenai penantian memang sebagian masyarakat akan
ada yang menyudutkan yaitu terutama masyarakat – masyarakat pedesaan yang menganggap kalau perempuan usia 20 belum menikah gitu dianggap perempuan yang apa itu, belum laku, belum baik, belum mendapat apa artinya e anugrah. Sehingga tentu saja perempuan semacam itu dianggap agak lambat gitu ya untuk mendapatkan. Tapi dimasyarakat perkotaan itu hal itu sudah menjadi suatu hal yang wajar, hal yang lumrah karena memang perempuan juga dituntut untuk berkarir atau untuk bisa mempersiapkan diri untuk kehidupannya. Kalau di pedesaan tadi itu kan masih beranggapan bahwa perempuan itu asal bisa meladenin suami ya dengan baik itu sudah cukup. Karena prinsipnya perempuan akan di dapur gitu kan”.2
Namun seperti yang dikatakan oleh Emma Khotimah sebagai pegiat feminis
bahwa perempuan yang diidentikkan dengan penantian atau menunggu itu
merupakan konstruksi kuktural bukanlah kodrati. Sehingga dapat dikatakan
1
Wawancara Tatan Tawami, 30 Mei 2013 2
perempuan juga memiliki hak untuk mencari dan bahkan menetapkan standar
pasangannya. Hal itulah yang subjek tampilkan melalui bait pertama dalam puisi.
Aku ingin menemukan yang terbaik dari Allah. Tetapi Ia harus terlebih dahulu mengajar aku, bahwa aku harus hanya berdiam di dalam tangan-Nya
yang penuh kasih. Jadi suatu malam aku berdoa, “Allah, sama seperti
Engkau membuat Adam tertidur sampai ia siap bertemu yang sempurna baginya. Demikian pula buatlah aku dan keinginan – keinginanku tertidur
sampai Aku begitu siap untuk mengenal dia yang telah Engkau pilihkan bagiku.
Kemudian dalam bait berikutnya tampak bahwa subjek memiliki kepercayaan
terhadap sang pencipta. Sekeras apapun ia berusaha mencari pasangan yang
sempurna menurutnya, pada akhirnya subjek menyerahkan keinginannya kepada
Tuhan. Ali Syamsudyn mengatakan “Lalu mengenai dia bergantung sama Tuhan,
ya memang sudah seharusnya sebagai manusia bergatung pada sang penciptanya
gitu.”3
membuat dirinya tertidur sama seperti adam sebelum dipertemukan dengan hawa.
Dalam permitaannya tersebutlah tersirat usaha pelepasan perempuan terhadap
3
72
subordinat, Cece Sobana mengatakan “Saya kira ada ya, jadi sama halnya dengan
laki – laki perempuan juga menginginkan setara punya hak yang sama untuk
memilih”,4 peryataan tersebut diungkapkannya saat peneliti menanyakan adakah
isu gender dalam puisi ini.
Sekali lagi ditekannkan bahwa subjek dalam puisi „Kekasih Hatiku
Tersayang‟ ialah perempuan dengan penggunaan kata ganti orang pertama tunggal
yakni “Aku”. Sebagai dosen bahasa Indonesia Cece Sobana mengatakan
“Subjeknya itu perempuan dan objeknya itu pria yang dicari dengan berbagai
atributnya” serta diperkuat oleh Tatan Tawami sebagai dosen sastra Inggris
melihat posisi subjeknya “Karena tadi berhubungan dengan sintaktis dan
gramaticalnya subjeknya sesuai, objeknya juga seesuai. Kalau saya sih berpikir
kalau subjeknya itu perempuan”.5
Kemudian waktu Allah mengetahui bahwa di dalam tangan-Nyalah kuletakkan hatiku, Dia membawa kamu ke dalam hidupku dan mulai saat itu
aku hanyalah sebuah sejarah.
Pada bait yang ketiga, mulailah muncul posisi objek dari puisi ini, jika posisi
subjek merupakan yang memberi gambaran objek maka posisi sebagi objek tentu
ditempati oleh yang diceritakan subjek dalam teks. Subjek muncul dengan kata
ganti orang pertama tunggal sebagai “aku” sedangkan objek muncul dengan kata
bahwa sebagai dosen bahasa Indonesia Cece Sobana mengatakan posisi subjek
ditempati perempuan sementara itu posisi objek ialah pria dengan berbagai
atributnya. Atribut disini merupakan standar – standar yang telah subjek tetapkan
kepada pria yang akan menjadi pasangannya. Hal serupa juga dikatakan oleh Ali
Syamsudyn ”objeknya adalah laki –laki yang dia dambakan”.6
Waktu aku di asrama, A.M. datang ke kamarku dan memintaku tepat seperti apa yang aku cari dalam seorang pria. Aku segera membuka buku
harianku dan mencabut sebuah daftar 30 kualitas yang aku harapkan dan tuntut.
Saat aku membaca setiap kualitas satu demi satu, A.M. tersayang melihat padaku, dia begitu terpana. Setelah merenungkan daftar itu ia berkata dengan
sebuah anggukan, “wah, cindy, kelihatannya kamu harus menikahi Allah.”
Selain menggunakan kata ganti orang kedua tunggal, posisi objek juga dijabarkan
dengan menggunakan inisisal yakni “A.M” seperti yang dikatakan oleh Tatan
Tawami “kemudian yang jadi objek obrolan dia adalah e pencarian dia terhadap
sosok pria yang tepat menurut dia ya bisa dikatakan pria si A.M itu objeknya”.7
Ya kamu bukan Allah, tetapi kamu adalah surga di bumiku, Allah mendengar doa – doaku dan menjawab mereka dengan cara yang paling
sempurna melalui kamu.
Aku tidak memiliki pertanyaan yang tak terjawab, Tidak ada keraguan, tidak ada kebimbangan, tidak ada keberatan. Kamulah pangeranku, ksatriaku dalam kilai pakaian perangnya, hadiahku dari lautan, hadiahku dari Allah.
6
Wawancara Ali Syamsudyn, 22 Juni 2013 7
74
Bait – bait terakhir seperti di atas sangat terlihat bagaimana perempuan
yang merupakan subjek dalam puisi ini menggambarkan pria yang dengan
standar kriteria – kriteria yang selama ini dia dambakan telah ia temukan. Pria
tersebut digambarkan menjadi hal yang sangat berharga dalam hidupnya bahkan
subjek menyebut objek sebagai hadiah dari Allah. Seperti yang telah Ali
Syamsudyn katakan sebelumnya bahwa memang sudah seharusnya manusia
bergantung pada Tuhan, hal itulah yang menjadi pegangan oleh subjek dalam
puisi ini menggambarkan bagaimana saat ia berpegang pada Tuhan, Tuhan akan
memberi apa yang ia dambakan selama ini.
Pada penjelasan mengenai posisi subjek – objek dalam bab tiga
sebelumnya telah dikatakan bahwa posisi sebagai subjek atau objek dalam
representasi teks atau wacana mengandung muatan ideologi tertentu. Dengen
begitu posisi subjek dan objek dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ ini juga
memiliki ideologi tersendiri. Sebagai dosen Sosisologi komunikasi dan pengamat
sosial tentu Ali Syamsudyn tidak diragukan lagi dalam pengamatannya terhadap
ideologi – ideologi yang terkandung dalam suatu wacana. Termasuk dalam dalam
puisi ini ia mengatakan bahwa terdapat ideologi yang ingin disampaikan “saya
rasa ideologi yang mau disampaikan adalah nilai kasih yang memanglekat dengan
kekristenan ya”.8
Hal tersebut dikatakannya karena melihat latar belakang penulis
dari buku Lady In Waiting dimana puisi ini dimuat ialah seorang yang beragama
kristen dan meruapakan pendeta dalam gerejanya.
8
4.2.2 Posisi Penulis – Pembaca Dalam Representasi Menunggu Bagi Perempuan
Bagi Mills posisi penulis sangatlah dipengaruhi oleh gender sehingga akan
akan terlihat bagaimana pemilihan bahasa yang digunakan, bahakn identitas
gender penulis akan menentukan juga makna yang terkandung dalam teks dan
wacana. Puisi “Kekasih Hatiku Tersayang” penulis merupakan seorang
perempuan, sehingga tidak diragukan lagi bahwa akan terdapat kata – kata yang
mengacu pada feminim, Cece Sobana ditanya adakah kata – kata mengacu pada
feminim dalam puisi tersebut, ia mengatakan:
“Kalau saya lihat disini ada ya seperti saat dia menceritakan bahwa dia
mencari seorang pria intinya begitu, tapi dari pemilihan katanya gak terlalu ya, gak terlalu menonjol kalau ini kata yang feminim, walaupun ada beberapa dalam pandangan saya ya waktu dia bercerita soal buku harian nah itu sudah mulai bias gender karena yang aktif menulis buku harian itu biasanya perempuan terus ada nama sapaan dari teman – temannya dengan sapaan Cindy, kemudian kata sapaan pangeranku itukan sapaan untuk laki –
laki, jadi si akulariknya ini pasti perempuan”.9
Posisi penulis dan pembaca dinilai dari sudut yang sama yakni apakah
mereka masuk dalam lingkaran permasalahan dalam wacana yang disampaikan
ataukah tidak. Sehingga dalam melihat posisi penulis dalam puisi inipun akan
dinialai apakah penulis masuk dalam lingkaran permalasalahan atau cerita
mengenai penantian atau menunggu ini ataukah tidak. Tatan Tawami memberi
komentar mengenai hal tersebut:
9
76
”Kayaknya dia itu berada didalam lingkaran, artinya dia autor yang menceritakan dirinya sendiri menceritakan bagaimana dia pada saat yang sama si autor ini pengen si pembaca juga mengetahui saya seperti ini gitu.
Supaya orang lain lebih gampang menangkap maknanya”.10
Posisi penulis dinilai berada dalam lingkaran cerita dalm puisi ini juga
disampaikan oleh Ali Syamsudyn :
“Kalau dilihat sih diajak masuk dalam lingkaran masalah. Baik dengan maksud supaya orang berempati dengan perasaannya yang sedang menunggu atau mau supaya orang sadar bahwa perempuan juga harus memiliki standar untuk pasangan dan harus meminta sama Allah”.
Dari kedua pernyataan nara sumber diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
posisi penulis yang tidak lain ialah seorang perempuan masuk dalam lingkaran
cerita dalam puisi yang ditulis oleh dirinya ini. Sementara itu posisi pembaca yang
bagi Sara Mills yang ikut melakukan transaksi yang akan menghasilkan teks atau
wacana yang dibuat. Pemilihan kata orang pertama tunggal “Aku” berpengaruh
pada posisi pembaca, Cece Sobana mengatakan dengan jelas bahwa ”baik penulis
maupun pembaca dilibatkan dalam puisi ini karena ada pemilihan kata “aku” itu
sendiri”.11
Sehingga dapat dikatakan bahwa penulis dan pembaca memiliki posisi
yang sama yakni diajak masuk dalam cerita atau permasalahan yang disampaikan.
10
Wawancara Tatan Tawami, 30 Mei 2013
11
Disisi lain, Sara Mills menempatkan pembaca akan mensejajarkan atau
mengidentifikasi dirinya sendiri dengan karakter atau apa saja yang terdapat
didalam teks. Dengan begitu meskipun mnggunakan kata “Aku” namun
bagaimana jika posisi pembaca adalah pria sedangkan penulis dengan pemilihan
kata “aku” merupakan perempuan. Ini pendapat para nara sumber yang
meruapakan pembaca pria dalam puisi ini:
“Perasaannya akhirnya masuk juga, hehe. Tersadar oh iya ternyata perasaan
hati manusia sama. Dalam hati kecil pria yang membaca puisi ini punya perasaan yang mengerti bagaimana perempuan memang memiliki hak untuk memilih intinya ya, jadi akhirnya tanpa sadar kita terbawa juga oh iya ya jadi perempuan juga sama seperti pria harus memilih. Akhirnya memahami ya
maksud supaya orang berempati dengan perasaannya yang sedang menunggu atau mau supaya orang sadar bahwa perempuan juga harus memiliki standar untuk pasangan dan harus meminta sama Allah.”14
Dari semua pernyataan tersebut dapat dikatakan posisi pembaca memang
berada didalam lingkaran cerita baik itu pembaca yang perempuan dengan
keadaan memang menunggu pasangan, perempuan dengan keadaan yang tidak
sedang menunggu pasangan, bahkan sekalipun pembacanya pria posisi pembaca
berada didalam lingkaran cerita dan permasalahan puisi „Kekasih Hatiku
78
pertama tunggal “Aku” masuk dalam lingkaran dan pembaca juga akan digiring
baik dari penggunaan kata “Aku” maupun alur puisi yang seperti bercerita.
4.3 Pembahasan
Berbicara mengenai puisi maka tidak dapat lepas dari aspek bahasa,
bahasa sebagai bagaian integral dari kebudayaan tidak akan terlepas dari pengaruh
atau kontak dari berbagai aspek seperti ekonomi, politik, budaya, dan lain
sebagainya, sehingga saling mempengaruhi dalam bahasa pasti terjadi. Begitu
pula dalam pemilihan kata dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ tidak lepas
dari kontak bahasa yang terjadi. Namun apakah puisi tersebut telah tepat dalam
pemilihan katanya setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia? Atau
terdapat interferensi bahasa? Jendra mengemukakan bahwa interferensi sebagai
gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul
karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi bahasa pertama ke dalam
sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau
penyimpangan dalam sistem bunyi bahasa pertama (Jendra, 1991:187).
Untuk menjawab pertanyaan diatas dapat melalui pendapat Jendra yang
mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek, bisa menyerap dalam
bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata bentukan kalimat
(sintaksis), dan tata makna (semantik), (Jendra dalam Suwito, 1985:55). Jadi
untuk mengetahui apakah dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ terdapat
interferensi bahasa maka perlu melihat keempat bidang yang dikemukakan Jendra