• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Menunggu Bagi Perempuan (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Menunggu Bagi Perempuan Dalam Puisi ‘Kekasih Hatiku Tersayang’ Buku Lady In Waiting Karya Jackie Kendall & Debbie Jones)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi Menunggu Bagi Perempuan (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Menunggu Bagi Perempuan Dalam Puisi ‘Kekasih Hatiku Tersayang’ Buku Lady In Waiting Karya Jackie Kendall & Debbie Jones)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI MENUNGGU BAGI PEREMPUAN

(Analisis Wacana Kritis Sara Mills Representasi Menunggu Bagi

Perempuan Dalam Puisi “Kekasih Hatiku Tersayang” Buku Lady In Waiting Karya Jackie Kendall & Debbie Jones)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana

pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik

Oleh:

Novia Olga Kristina NIM. 41809207

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG

(2)

ix

LEMBAR PENGESAHAN………... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR………... vi

DAFTAR ISI………... ix

DAFTAR TABEL………... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……….. 1

1.2 Rumusan Masalah………... 8

1.2.1 Rumusan Masalah Makro……….. 8

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro………... 8

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian………. 9

(3)

x

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis………. 9

1.4.2 Kegunaan Praktis……….. 10 1.4.2.1 Bagi Peneliti……….. 10 1.4.2.2 Bagi Akademik………. 10 1.4.2.3 Bagi Masyarakat………... 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kajian Penelitian Terdahulu ……….. 11 2.1.2 Kajian Wacana……… 13 2.1.3 Kajian Makna……….. 15

2.1.4 Kajian Tentang Simbol……… 17

2.1.5 Kajian Tentang Bahasa, Teks dan Konteks……… 20

2.1.6 Kajian Tentang Menunggu……….. 22

2.1.7 Kajian Wanita Dalam Buku Lady in Waiting………….. 22

2.1.8 Kajian Tentang Puisi………... 23

2.1.9 Kajian Tentang Feminisme………. 31

2.1.9.1 Sejarah dan Perkembangan Feminisme………. 31

(4)

xi

2.1.10.2 Kajian Karakteristik Wacana Kritis…………. 38

2.1.11 Kajian Critical Linguistic……….………… 40 2.2 Kerangka Pemikiran………... 41

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian……… 46

3.1.1 Puisi Dalam Buku Lady in Waiting……….. 46

3.1.2 Buku Lady in Waiting……… 48

3.1.3 Profil Penulis……… 49

3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Desain Penelitian……….. 51 3.2.2 Teknik Pengumpulan Data………... 58

3.2.3 Teknik Penentuan Informan………. 60 3.2.4 Teknik Analisa Data………. 62 3.2.5 Uji Keabsahan Data……….. 63

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.6.1 Lokasi Penelitian……….. 65

(5)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Informan ……… 68

4.2 Hasil Penelitian ……… 69

4.2.1 Posisi Subjek –Objek ……… 69

4.2.2 Posisi Penulis Pembaca ………. 75

4.3 Pembahasan ………. 78

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……….. 101 5.2 Saran ……… 102 DAFTAR LAMPIRAN …….………... xv

DAFTAR PUSTAKA ………... xvi

GLOSARIUM ... x1viii

(6)

xiii

2.1 Tabel Penelitian Terdahulu………... 11

3.1 Tabel Data Informan………... 61

(7)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(8)

xv

Pedoman Wawancara ………...………... xx

Pedoman Wawancara Dosen Bahasa Indonesia………... xx

Pedoman Wawancara Dosen Sastra Ingrris ………..., xxi

Pedoman Wawancara Sosiolog ………... xxii

Pedoman Wawancara Pegiat Feminis ………... xv

Cover Buku Lady In Waiting……….... xxv

Puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ Dalam Bahasa Asli ... xxvi Transkip Wawancara ... xxvii

Transkip Wawancara Dosen Bahasa Indonesia………... xxvii

Transkip Wawancara Dosen Sastra Ingrris………... xxxii

Transkip Wawancara Sosiolog ………... xxxvi

Transkip Wawancara Pegiat Feminis ………... x1ii

(9)

xvi

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Kedua.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru.

Barker, chris. 2008. Culture studies. Yogyakarta: kreasi wacana.

Bertens, K. 2002. Filsafat Barat Kontemporer: Inggris-Jerman Jakarta:

Gramedia

Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Maskulin. Yogyakarta: Jalasutra

Bungin, M Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group

Cangara, Hafied. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln. 2009. Handbook of Qualitative

Reserch. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis Suatu Pengantar.

(10)

xvii

Eriyanto. 2006. AnalisisWacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

PT. LKiS

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana. Yogyakarta: LKiS

Hubies, Aida Fitalaya S. 1997. “Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan”

dalam Dadang S. Anshori, Membincangkan Feminisme. Bandung: Pustaka

Hidayah

Humm, Maggie. 1986. Feminist Criticism. Great Britain: The Harvester Press

Jakson, Stevi dan Jackie Jones. 2009. Teori – Teori Feminis Kontemporer.

Yogyakarta: Jalasutra

Jabrohim dkk. 2003. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ltd

Jendra, I Wayan. 1991. Dasar – Dasar Sosiolinguitik. Denpasar: Ikayana.

Johnstone, Barbara. 2002. Discourse Analysis. UK: Blackwell Publishers Ltd

Kendall, Jackie dan Debbie Jones. 2013. Bandung: Pioner Jaya

Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang

Relasi Gender. Bandung: Mizan Pustaka

Meleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

(11)

xviii

Mills, Sara. 2005. Feminist Stylistics. London: Routledge

Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi : Sebuah Pengantar. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya

Mulyana, Deddy dan Solatun. 2007. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh

– contoh Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan Praktis. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Ollenburger, Jane C. dan Helen A Moore. 1996. Sosiologi Wanita (terjemahan

Budi Sucahyono). Jakarta: Rineka Cipta

Pratikno. 1987. Globalisasi Komunikasi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Puteda, mansoer. 2001. Semantic leksikal. Jakarta: rineka cipta.

Rahardjo, Mudjia. 2010. Dasar-dasar Hermeneutika antara Intersionalisme dan

Gadamerian, Jogjakarta: Ar-Ruzmedia

Rahmanto, Bernardus. 1988. Metode Pengajaran Sastra: Pegangan Guru Pengajar

Sastra.Yogyakarta: Kanisius.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.

Bandung:Alfabeta

Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta:

(12)

xix

Syamsuddin, A.R. 1986. Sanggar Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka

Jakarta.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Toolan, Michel (peny). 1992. Lengue, text, context. London: Routledge.

Waluyo, Herman J. 2000. Dasar-Dasar Teori Sastra. Bandung: Angkasa Bandung.

Sumber Lain:

Selamet, Adiyana. 2013. Kuliah Metode Penelitian Kualitatif Analisis Wacana

Kritis. Bandung. UNIKOM. Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.

Collins English Dictionary

Internet Searching:

Rabu, 4 April 2013 :

http://www.jackiekendall.com

Minggu, 8 Juli 2013 :

http://m.artikata.com

Minggu, 8 Juli 2013 :

http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat-

hakiki-

kemerdekaan/interferensi-dan-integrasi/&sa=U&ei=YUXoUbWuJM4QHgxYDoQ&ved=oCAcQFjpvhSrG

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Puisi merupakan sebuah karya sastra yang menampilkan sisi-sisi di balik

kehidupan umat manusia. Cerita tentang derita dan nestapa, luka dan angkara,

atau cinta dan pecinta sering menjadi alur yang dapat ditemui dalam setiap bentuk

karya – karya puisi. Sebagai sebuah karya, puisi menggambarkan kekuatan rasio,

intuisi, dan pengalaman manusia sebagai makhluk kreatif yang memiliki cipta,

karsa, dan rasa yang dengan ketiga kekuatan itu dibangun sebuah gagasan utuh

dalam sebuah bait puisi. Seseorang bisa berbicara melalui puisi tentang kematian,

kesetiaan, pengorbanan, penantian, kebosanan, atau pengharapan.

Puisi tersusun atas rangkaian kalimat, menyiratkan suatu pesan bagi

pembaca yang mewakili gagasan dan simbol dari sang penulis. Seperti yang

dikatakan oleh Aristoteles dalam Peri Hermeneias, kata-kata yang diucapkan

adalah simbol dari pengalaman mental kita, dan kata-kata yang kita tulis adalah

simbol dari kata-kata yang kita ucapkan itu (Sumaryono,1999:24). Jika kita

beranjak dari pemahaman yang diberikan Aristoteles bahwa simbol berasal dari

pengalaman mental, maka setiap puisi akan memiliki hubungan dengan realitas

(14)

Pengalaman itu boleh jadi merupakan pengalaman langsung yang dialami sang

penulis, atau realitas yang terlihat oleh penulis tentang apa yang dialami orang

lain. Salah satu pengalaman yang sebagian besar orang alami adalah pengalaman

tentang relasi dominasi, atau relasi kekuasaan.

Jackie Kendall dan Debbie Jones mencoba memberikan gambaran tentang

satu dari sekian relasi kekuasaan tersebut, yakni dominasi maskulin atas feminin

(gender). Dalam bukunya Lady In Waiting, mereka menggambarkan relasi

tersebut dalam bentuk puisi tentang bagaimana seorang perempuan harus

“menunggu” dalam relasi cinta antar dua insan manusia. Dengan bahasa, mereka

mencoba memotret relasi – relasi laki – laki dan perempuan melalui berbagai

simbol dominasi yang diaktualisasikan dalam bahasa puisi. Bahasa dalam hal ini

digunakan sebagai medium utama atau instrumen utama dari dominasi dan

kekuatan sosial. Bahasa kemudian dilihat sebagai medium di mana makna-makna

spesifik diproduksi. Di satu sisi makna tidak begitu saja muncul, ia merupakan

hasil produksi. Maka di sisi lain, reproduksi sebuah makna harus terus dilakukan

dan harus dapat memperolah kredibilitas, legitimasi, dan karakter. Karena itu

menurut Eriyanto (2001:46), dalam konteks inilah terjadi proses marjinalisasi,

perendahan atau delegitimasi terhadap konstruksi – konstruksi alternatif.

Buku Lady In Waiting memberi penekanannya bukanlah pada status

seorang perempuan tetapi pada keadaan hatinya. Lady in Waiting ingin

mengarahkan perhatian seorang perempuan terhadap Dia yang benar-benar

(15)

3

yang tepat, tetapi tentang bagaimana menjadi perempuan yang tepat dengan

kualitas kesalehannya.

Saat membaca, pembaca akan melihat sifat-sifat yang dengan indahnya

diperlihatkan dalam kehidupan perempuan. Tanpa ragu-ragu perempuan dalam

buku ini digambarkan menyerahkan dirinya pada Allah, dengan giat

menggunakan hari-hari lajangnya, percaya kepada Tuhan dengan iman yang tak

tergoyahkan, mendemonstrasikan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari,

berpihak pada kemurnian fisik dan emosi, hidup dalam keamanan, menanggapi

kehidupan dengan rasa puas, membuat keputusan berdasarkan keyakinannya, dan

dengan sabar menanti Tuhan memenuhi kebutuhannya.

Penelitian ini akan melakukan pencarian representasi menunggu bagi

perempuan dalam puisi Lady In Waiting. Representasi menunggu bagi perempuan

dari dahulu hingga saat ini masih terasa sama, sekali pun masyarakat telah

menyatakan adanya persamaan hak antara laki – laki dan perempuan, namun tidak

dengan “menungggu pasangan”. Dari penjelasan sebelumnya bagaimana kata-kata

membentuk bahasa, kemudian bahasa merupakan instrumen yang memiliki

makna, maka puisi dalam buku lady in waiting merupakan bahasa yang harus

diketahui representasi menunggunya.

Peneliti akan menggunakan paradigma kritis sebagai pisau analisis

penelitian yang akan dilakukan, dengan Critical Discourse Analysis Sara Mills

sebagai pisau utama. Analisis wacana kritis (critical discourse analysis) tidak

(16)

menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis di

sini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional.

Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan,

tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks di sini berarti bahasa itu

dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu, termasuk di dalamnya praktek

kekuasaan (Eriyanto 2001:7). Jadi tugas utama analisis wacana kritis ialah melihat

bahasa sebagai faktor penting, bagaimana bahasa digunakan untuk melihat

ketimpangan kekuasaan yang terjadi di dalam masyarakat, sebab bahasa juga

merupakan alat atau sarana membuat wacana.

Relasi gender merupakan satu diantara bentuk wacana. Pelaku atau subjek

yang terlibat adalah laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat. Dewasa ini

perempuan semakin terlihat kedudukannya di mata masyarakat, sebagian besar

masyarakat sudah dapat memaklumi dan menerima jika terdapat perempuan yang

memilih untuk bekerja di luar rumah. Indonesia penganut budaya timur, juga telah

memaklumi keberadaan perempuan karir bahkan sebagian masyarakat secara

terang-terangan menyatakan diri setuju akan pilihan perempuan untuk berkarir.

Hal ini terlihat dari cara perempuan – perempuan sekarang baik yang tinggal di

pedesaan maupun di perkotaan, yang perekonomian menengah kebawah hingga

perekonomian menengah ke atas, kita akan banyak menjumpai para perempuan

tersebut tidak hanya diam di rumah mengurusi keperluan rumah dan anak. Tetapi

mereka juga sudah banyak yang dapat dijumpai diluar rumah. Mulai dari turun

(17)

5

Hal tersebut merupakan pemandangan yang telah biasa di setiap sudut wilayah

negara saat ini.

Akan berbeda tanggapan saat masyarakat menemui seorang perempuan

yang sudah cukup umur dan mapan masih sendiri atau lajang, maka mereka akan

membuat hal tersebut sebagai suatu perbincangan tiada henti bahkan bagi

sebagian dari masyarakat tidak tanggung-tanggung menyebut perempuan tersebut

sebagai “perawan tua”. Pandangan masyarakat ini juga diperkuat oleh asumsi;

“man are like a wine and women are like a milk. Quote tersebut telah dikenal

oleh dunia, bagaimana penggambaran laki – laki sebagai wine yang berarti

semakin berumur maka semakin berharga dan banyak peminatnya, sedangkan

perempuan layaknya milk yang berarti memiliki masa kadarluarsa tertentu.

Munculnya gerakan feminis yang merupakan perjuangan kaum perempuan

untuk tidak dipandang sebelah mata apalagi rendah dan diperkuat dengan jumlah

perempuan di bangku sekolah hingga menjadi anggota DPR semakin meningkat

membuat perempuan masa kini secara sadar atau tidak sadar merasa seolah-olah

bahwa mereka telah memperolah hak yang sama. Hal tersebut membuat kita lupa

bagaimana pandangan masyarakat terhadap perempuan yang masih menunggu

waktu untuk mengikatkan diri pada suatu ikatan pernikahan hingga saat ini masih

dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Dari dahulu perempuan dianggap

sebagai objek saat sepasang kekasih memilih untuk membangun hubungan, secara

tidak langsung perempuan telah terbiasa dengan kata “menunggu”, dan laki – laki

“menghampiri”. Pandangan ini membuat kebanyakan orang berfikir bahkan

(18)

Berbeda dengan saat masyarakat melihat laki – laki dewasa dangan

kemampanannya masih memilih untuk sendiri, semua menganggap itu bukan

suatu masalah.

Terjadinya hal tersebut tentu tidak terlepas dari istilah “gender” yang telah

dikemukakan oleh para ilmuan sosial dengan maksud untuk menjelaskan

perbedaan perempuan dan laki-laki yang memiliki sifat bawaan (ciptaan Tuhan)

dan bentukan budaya (konstruksi sosial). Seringkali orang mencampur adukan

ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati (tidak berubah) dengan yang bersifat

non-kodrati (gender) yang dapat berubah dan diubah. Gender merupakan perbedaan

peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, merupakan

hasil konstruksi sosial serta dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis

kelamin biologis (seks) adalah terminologi yang meliputi perbedaan morfologi

dan psikologi pada manusia (dan bentuk kehidupan lainnya) sebagai pria dan

perempuan merupakan pemberian. Para penganut aliran feminis meyakini bahwa

femininitas dan maskulinitas hanyalah konstruksi sosial. Jenis kelamin diyakini

sebagai biologi tubuh sementara gender mengacu pada asumsi dan praktik kultur

yang mengatur konstruksi sosial laki – laki, perempuan, dan relasi sosial mereka.

Selanjutnya dikatakan bahwa diskursus dan praktik gender secara sosial, kultur,

dan politislah yang menjadi akar bagi subordinasi perempuan (Barker,

(19)

7

Meskipun istilah gender telah dikemukan oleh para ahli sebagai hal yang

non-kodrati, namun sebagian masyarakat kita masih saja memandang bahwa

dalam persoalan hubungan-pasangan, perempuan adalah objek yang sedang

menunggu pria yang akan menghampirinya. Menunggu berarti tinggal beberapa

saat dan berharap sesuatu akan terjadi atau datang. Itu berarti keadaan yang

menunjukan bagaimana perempuan berdiam di tempatnya dalam hal ini waktu,

kemudian sambil berharap sesuatu akan terjadi (laki – laki menghampiri).

Sara Mills sebagai tokoh „wacana kritis feminis‟ menguak teks sebagai

produk masyarakat yang dikonsturksi melalui relasi-relasi dominasi. Titik utama

teori feminis Sara Mills adalah menunjukkan sebagaimana teks menampilkan

perempuan. Penelitian ini menggunakan teori Sara Mills karena dengan teori itu

memberi penggambaran perempuan yang ditampilkan dalam teks puisi tersebut, di

mana teori Sara Mills juga berbicara mengenai bagaimana perempuan ditampilkan

dalam sebuah wacana (subjek-objek).

Selain itu, Sara Mills juga melibatkan pembaca dalam analisisnya

sehingga pembaca dapat mengetahui posisi dirinya dalam teks tersebut. Teks yang

diproduksi tentu tidak semata-mata hanya menampilkan puisi saja, akan tetapi di

dalamnya mengandung makna yang kemudian dikonsumsi pembacanya hingga

mengubah opini pembaca sesuai dengan pikiran teks tersebut (penulis-pembaca).

Teks puisi dalam buku lady in waiting pada akhirnya bertujuan untuk

membuka pikiran masyarakat terhadap perempuan dewasa yang masih lajang.

(20)

representasi menunggu bagi perenpuan. Dengan begitu penting bagi kita untuk

mengetahui repesentasi menunggu bagi perempuan dalam puisi buku lady in

waiting, maka dibutuhkan penggambaran dan pemahaman melalui Analisis

Wacana Kritis Sara Mills.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti

merumuskan masalah makro dan mikro mengenai representasi menunggu bagi

perempuan, yang disini membicarakan mengenai perempuan yang telah dewasa

dalam artian umur, masih hidup sendiri atau belum menikah yang digambarkan

dalam puisi buku lady in waiting.

Adapun pertanyaan makro, yaitu “Bagaimana Representasi Menunggu Bagi Perempuan Dalam Puisi Buku Lady In Waiting?”

Guna membatasi masalah penelitian adapun pertanyaan mikro, yaitu:

1. Bagaimana posisi subjek – objek dari representasi menunggu bagi

perempuan diungkapkan melalui teks puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟?

2. Bagaimana posisi penulis – pembaca dari representasi menunggu bagi

(21)

9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitaian

1.3.1 Maksud Penelitian

Adapun maksud dari penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana

representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟

buku lady in waiting.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Untuk mengetahui posisi subjek – objek dari representasi menunggu bagi

perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟.

2. Untuk mengetahui posisi penulis – pembaca dari representasi menunggu

bagi perempuan dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟.

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitan ini ialah :

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan karya ilmiah

(22)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dalam memaknai teks

dan wacana, terutama teks puisi dalam kajian analisis wacana kritis Sara Mills.

Memahami representasi menunggu bagi perempuan.

2. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer

Indonesia secara umum dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi secara

khusus. Selain itu, sebagai literatur bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan

penelitian di bidang kajian yang sama. Memahami representasi menunggu bagi

perempuan.

3. Bagi Masyarakat

Diharapkan bagi masyarakat agar penelitian ini dapt berguna sebesar –

besarnya, agar masyarakat dapat mengetahui representasi menunggu bagi

perempuan, tidak lagi melihat sebelah mata perempuan dewasa dengan status

(23)

46

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Puisi dalam buku lady in waiting

Objek dalam penelitian ini ialah puisi dalam buku lady in waiting karya

Jackie Kendall dan Debbie Jones. Diterbitkan oleh Pioner Jaya cetakan ke-17

tahun 2013. Berikut puisi yang terdapat di dalam buku lady in waiting:

“Kekasih Hatiku Tersayang”

Bertahun – tahun lamanya aku mencari pasanganku yang paling sempurna.

Namun hasil dari satu – satunya dari semua pencarianku Adalah mimpi – mimpi

yang berserakan, hati yang hancur dan sesuatu yang tampaknya seperti penantian

tak berujung.

Aku ingin menemukan yang terbaik dari Allah.

Tetapi Ia harus terlebih dahulu mengajar aku, bahwa aku harus

(24)

Jadi suatu malam aku berdoa, “Allah, sama seperti Engkau membuat Adam

tertidur sampai ia siap bertemu yang sempurna baginya.

Demikian pula buatlah aku dan keinginan – keinginanku tertidur sampai Aku

begitu siap untuk mengenal dia yang telah Engkau pilihkan bagiku.”

Sejak saat itu, Allah memberiku suatu kedamaian. Dan meskipun yang lain datang

ke dalam hidupku, Allah melindungi hatiku dan menyisihkanku dari usaha –

usaha yang lebih lagi.

Kemudian waktu Allah mengetahui bahwa di dalam tangan-Nyalah kuletakkan

hatiku, Dia membawa kamu ke dalam hidupku dan mulai saat itu aku hanyalah

sebuah sejarah.

Teman – temanku tersayang mengenalku dengan baik, mungkin

Melihat hari esok sebagai satu hari mujizat. Karena mereka mengenal aku dan

caraku yang sangat selektif memilih.

Waktu aku di asrama, A.M. datang ke kamarku dan memintaku tepat seperti apa

yang aku cari dalam seorang laki - laki. Aku segera membuka buku harianku dan

mencabut sebuah daftar 30 kualitas yang aku harapkan dan tuntut.

Saat aku membaca setiap kualitas satu demi satu, A.M. tersayang

Melihat padaku, dia begitu terpana. Setelah merenungkan daftar itu ia berkata

dengan sebuah anggukan, “wah, cindy, kelihatannya kamu harus menikahi Allah.”

(25)

48

Allah mendengar doa – doaku dan menjawab mereka

Dengan cara yang paling sempurna melalui kamu.

Aku tidak memiliki pertanyaan yang tak terjawab,

Tidak ada keraguan, tidak ada kebimbangan, tidak ada keberatan.

Kamulah pangeranku, ksatriaku dalam kilai pakaian perangnya,

Hadiahku dari lautan, hadiahku dari Allah.

3.1.2 Buku lady in waiting

Buku yang pertama kali terbit pada tahun 1997, buku ini unik

karena penekanannya bukanlah pada status seorang perempuan (lajang, menikah,

bercerai, atau janda), tetapi pada keadaan hatinya. Lady in Waiting ingin

mengarahkan perhatian seorang perempuan terhadap Dia yang benar-benar

mengerti kerinduan hatinya bukanlah tentang bagaimana menemukan laki - laki

yang tepat, tetapi tentang bagaimana menjadi perempuan yang tepat dengan

sepuluh kualitas perempuan dengan kesalehnnya. Kualitas-kualitas ini tidak hanya

akan memperkuat hubungan cintamu dengan Mempelai Laki - laki Surgawimu

tetapi juga membimbingmu sebagai seorang perempuan lajang, menjagaimu saat

berpacaran dan menyokongmu dalam pernikahan.

Saat membaca pembaca akan melihat sifat-sifat yang dengan indahnya

(26)

buku ini digambarkan menyerahkan dirinya pada Allah, dengan giat

menggunakan hari-hari lajangnya, percaya kepada Tuhan dengan iman yang tak

tergoyahkan, mendemonstrasikan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari,

mengasihi Allah dengan pengabdian yang tak teralihkan, berpihak pada

kemurnian fisik dan emosi, hidup dalam keamanan, menanggapi kehidupan

dengan rasa puas, membuat keputusan berdasarkan keyakinannya, dan dengan

sabar menanti Allah memenuhi kebutuhannya.

3.1.3 Profil Penulis

Buku Lady in waiting ditulis oleh dua orang, yakni Jeckie Kendal dan Debbie Jones. Adapun profil kedua penulis ini ialah sebagai berikut:

A. Jeckie Kendall

Jackie Kendall telah melayani melalui pengajaran dan konseling

selama lebih dari 30 tahun. Sebagai Pendeta Power of Grow Ministries, Jackie

sering diminta menjadi pembicara seminar untuk orang-orang dari segala usia dan

tahapan kehidupan. Jackie telah memilih jalan yang ditandai dengan kerentanan

pribadi, aksesibilitas dan kejujuran. Dia siap untuk menjadi "sesama pejuang" dan

melihat transparansi sebagai link yang paling penting dalam pertumbuhan pribadi

terhadap Kekristenan. Jackie sekarang menjadi pembicara populer untuk Pro Atlet

Outreach (Baseball dan NFL).

Pada tahun 1997, Jackie turut menulis buku laris untuk satu

(27)

50

mengubah kehidupan, termasuk, A Lunatic pada cabang dengan Yesus (1998), Say

Goodbye untuk Malu berisikan 77 Cerita lainnya Harapan dan Dorongan (2004),

The Mentoring Mom (2006), A Man Worth Waiting For (2008), The Young Lady

in Waiting mengenai mengembangkan hati seorang putri (2008), Lady in Waiting

for Little girl (ditulis bersama dengan Dede Kendall, 2009), dan bukunya tentang

pengampunan, Free Your Self to Love (2009).

B. Debbie Jones

Jones adalah seorang penulis drama yang produksi di New York

City. Selama bertahun-tahun di teater, awal cerita pendeknya dikumpulkan di

belakang kabinet file lama. Menulis cerita pendek ini memberi Jones kebebasan

untuk menjelajahi tempat yang ia belum temukan dalam dialog dramanya, dan itu

adalah kenikmatan nyata untuk menulis tentang tempat yang dia tahu terbaik -

New Jersey. Jones bekerja sebagai penulis / sutradara dan guru yang ulet. Pada

jam-jam menjelang fajar di mana ia menulis pertama pada mesin tik Royal lama

kemudian beranjak ke komputer, karakter-karakternya menjadi hidup.

Kerajinannya tumbuh di penulisan ulang dilakukan pada jam-jam setelah sekolah

dan melalui pengalamannya dianggap sebagai guru menulis. Jones bertugas di unit

dramawan di tempat didirikan rumah Broadway, dia mengarahkan karya asli

(seniman sendiri dan lainnya). Kolaborasinya dengan pemain solo yang brilian,

Samantha Jones, mengakibatkan Butterfly Suicid yang merupakan salah satu dari

12 dipilih untuk tampil bergengsi Nova Arts Festival. Jones menulis dan

menyutradarai film independen, The Last Chrismas Party untuk Dora Mae

(28)

Bahasa Inggris. Dia mengajar bahasa Latin dan menulis di The Center School,

sebuah sekolah menengah umum di New York City, selama 20 tahun.

3.2 Metode penelitian

Peneliti melakukan suatu penelitian dengan pendekatan secara kualitatif,

dimana untuk mengetahui dan mengamati segala hal yang menjadi ciri sesuatu

hal.

“Metode adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk

mendekati masalah dan mencari jawabannya” (Mulyana, 2002:145)

Mulyana dan Solatun (2007:7) menyebutkan bahwa sebagian

ilmuan menerjemahkan kualitatif sekadar penelitian deskriptif (tanpa

angka-angka), tanpa usaha untuk membangun proposisi, model, atau teori (secara

induktif) berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Menurut Denzim dan

Lincoln (dalam Moleong, 2007:5), “penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi

dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada”.

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah prosedur yang digunakan dalam upaya

memperkenalkan data atau informasi agar memperoleh jawaban atas pertanyaan

penelitian. Penentuan penahapan dan teknik yang digunakan harus dapat

(29)

52

kerangka pemikiran. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan

pendekatan studi analisis wacana kritis khususnya dari Sara Mills.

Dalam buku qualitative research, Norman Denzim dan Yvonna S.

Lincoln mengatakan bahwa penelitian dengan wacana kritis akan dapat dipahami

sebaik – baiknya dalam konteks pemberdayaan individu – individu. Penelitian

berkeinginan untuk menyandang gelar kritis harus dikaitkan dengan sebuah usaha

untuk menentang ketidakadilan dalam suatu masyarakat tertentu atau kungkungan

kekuasaan di dalam masyarakat.

Adapun metodologi wacana kritis ialah menafsirkan wacana untuk

mencari tahu mengenai makna, citra dan kepentingan dibalik wacana tersebut

dengan memperhatikan tindakan, konteks, historis, kekuasaan dan ideologi.

Horkeimer menyatakan secara jelas ketika ia menunjukkan bahwa teori kritis dan

penelitian tidak pernah puas bila hasilnya hanya untuk menambah pengetahuan

(dalam qualitative research 2009 :174).

Berdasarkan metodenya, menurut Rahardjo (2010:23) teks dan bahasa

dapat diteliti dengan beberapa analisis yakni analisis isi (Content Analysis),

analisis wacana (Discourse Analysis), analisis wacana kritis (Critical Discourse

Analysis), analisis bingkai (Framing Analysis), analisis Semiotik (Semiotic

Analysis), analisis konstruksi sosial (Social Construction Analysis), dan

hermeneutika (Hermeneutics). Perbedaan analisis wacana kritis (CDA) dengan

analisis teks lainnya ialah, analisis wacana kritis memperhatikan tiga hal yakni

(30)

kritis Sara Mills melalui posisi subjek – objek dan posisi penulis pembaca dalam

wacana maka akan menemukan makna, citra dan kepentingan dibalik wacana

penelitian.

Sara Mills banyak menulis mengenai teori wacana tapi titik perhatiannya

hanya tertuju pada wacana feminisme. Oleh karena itu, Sara Mills sering juga

disebut sebagai perspektif feminisme dengan titik utamanya adalah menunjukkan

bagaimana teks bias menampilkan perempuan. Sara Mills adalah salah satu

ilmuan yang banyak menulis mengenai teori wacana. Titik perhatian utamanya

tertuju pada wacana mengenai feminism: bagaimana perempuan ditampilkan

didalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, ataupun dalam berita. Titik

perhatian dari anlisis wacana yang dilakukan oleh Mills adalah menunjukkan

bagaimana perempuan digambarkan dan dimarjinalkan dalam teks berita

(Eriyanto, 2001:199).

Sara Mills tidak hanya memusatkan perhatian pada critical linguistic yang

membahas struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya terhadap khalayak.

Sara Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial,

posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks. Posisi – posisi teks

tersebut pada akhirnya menentukan bentuk teks yang hadir ditengah khalayak.

Pembahasan posisi pembaca dalam model Sara Mills adalah bentuk penolakan

terhadap pandangan banyak ahli yang menempatkan dan mempelajari konteks

semata dari sisi penulis. Sementara ia menganggap teks sebagai hasil negosisasi

(31)

54

Menurutnya pembaca seharusnya diposisikan lewat teks dalam ruang yang

bisa diterima. Jika tidak ada pembacaan dominan, maka tidak akan ada consensus

seperti yang dimaksudkan di dalam teks. Hal ini berarti ada ruang yang sangat

besar untuk pemaknaan teks. Meskipun demikian, kemungkinan untuk pembacaan

dominan ini tidak akan pernah mencapai akhir. Artinya akan selalu ada penafsiran

– penafsiran oleh pembaca atas teks yang disusun oleh penulis. Model ini

menegaskan adanya hubungan interaksional antara teks dan konteks. Jadi teks

ditentukan oleh proses produksi dan penerimaan, dan juga memiliki dampak pada

khalayak dan proses produksi teks lebih lanjut. Singkatnya, penempatan posisi

(penulis – pembaca) dinyatakan dengan adanya usaha untuk menggambarkan

elemen – elemen dalam teks bagi pembaca dalam posisi tertentu (Mills dalam

Toolan, 1992: 184-185).

Untuk memformulasikan model analisis yang mempertimbangkan elemen

– elemen formal dalam teks dan menghubungkannya dengan konteks dan

penyapaan pembaca, Sara Mills merujuk pada karya Louis Althusser mengenai

interpretasi dan kesadaran kemudian mengaitakannya dengan gagasan posisi

pembaca. Pemikiran Althusser mengenai ideological state apparatuses (ISA) atau

aparat ideologis negara menggambarkan bahwa lembaga – lembaga dalam suatu

negara tersebut memiliki efek tidak langsung dalam menciptkan kondisi produksi

teks dalam sebuah struktur masyarakat. Lembaga – lembaga agama, pendidikan,

keluarga, media massa, dan budaya yang sedang popular.

Pembacaan dominan bukanlah tujuan, tetapi sebuah posisi yang

(32)

historis tertentu. Rangkain posisi ideology yang tersedia membuat teks tersebut

dapat dimengerti . Pembacaan ini diperkuat lewat berbagai ideology yang beredar

dalam budaya massa (Mills dalam Toolan, 1992: 190). Pembacaan yang

dimaksudkan Mills akan sangat dipengaruhi oleh berbagai ideology yang

melingkupi wacana tersebut dalam ukuran kurun waktu. Dalam buku yang

disuntingnya Toolan mengatakan, Mills menyimpulkan konteks sebagai pijakan

segala aktivitas manusia, produksi dan penerimaan yang disampaikan dalam teks

literer. Ia mencontohkan, teks yang mengkonstruksikan sifat – sifat feminine akan

bisa dimengerti karena ia disokong oleh teks dan wacana lain yang membahas

mengenai hal yang sama. Tanpa wacana – wacana lain, teks akan sulit dimengerti

atau tidak komperhensif (Mills dalam Toolan, 1992: 191). Maka penelitian ini

tidak hanya merujuk pada puisi – puisi yang telah ditentukan, tapi juga bacaan

lain yang berkaitan dengan representasi menunggu bagi perempuan dan konteks

yang menyertainya.

Dalam penelitian ini, dengan model yang disampaikan Sara Mills dan

paradigm kritis, peneliti berusaha melihat dan membongkar pesan – pesan yang

diproduksi oleh subjek dan diterima objek dengan juga menentukan pihak – pihak

tersebut. Melalui bait – bait yang dipilih, pemosisian pihak – pihak terkait dengan

puisi ini juga akan menunjukkan representasi menunggu bagi perempuan dalam

puisi. Secara praktis, akan diketahui bagimana penulis puisi dalam buku lady in

waiting memposisikan perempuan dalam karya – karyanya melalui subjek –

subjak yang berbicara dan objek – objek yang dibicarakan, serta kepada siapa

(33)

56

dalam teks yang dimaksudkan Sara Mills akan mengantar pada simpulan

membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate.

(Eriyanto, 2001:200). Adapun penggunaan model Sara Mills yaitu :

1. Posisi Subjek – Objek

Sara Mills, menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dalam

analisisnya. Bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan atau peristiwa

ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi

pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Mills lebih menekankan pada

bagaimana posisi dari berbagai aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu

ditempatkan dalam teks. Posisi-posisi tersebut pada akhirnya menentukan bentuk

teks yang hadir di tengah khalayak. Analisis atas bagaimana posisi-posisi ini

ditampilkan secara luas akan bisa menyingkap bagaimana ideologi dan

kepercayaan dominan bekerja dalam teks. Umumnya Sara Mills mengambil tema

mengenai feminis dan pada wacana feminis lebih menitik beratkan pada

perempuan bukan sebagai objek. Karena sebagai objek representasi, maka

perempuan posisinya selalu didefinisikan, dijadikan bahan penceritaan.

Posisi sebagai subjek atau objek dalam representasi ini mengandung

muatan ideologis tertentu. Dalam hal ini bagaimana posisi ini turut memarjinalkan

posisi perempuan ketika ditampilkan dalam wacana.

Posisi sebagai subjek representasi, pihak pencerita atau yang memberi

gambaran mengenai objek dalam wacana tersebut mempunyai otoritas penuh

(34)

pendefinisian itu bersifat subjektif, sulit dihindari bahwa kemungkinan

pendefinisian secara sepihak peristiwa atau kelompok lain.

2. Posisi Penulis - Pembaca

Penulis dalam pandangan Mills ditempatkan sebagai pelaku yang

menggunakan bahasa. Dalam pandangannya tentang gendered stylistic, kita dapat

melihat bahwa penulis sangat dipengaruhi penggunaan bahasanya melalui

identitas gender yang mereka miliki. Karena itu Mills menyebutkan bahwa cara

menulis, menggunakan bahasa, atau gaya bahasa yang digunakan laki-laki dan

perempuan akan sangat berbeda. Bagaimana seorang laki-laki dan perempuan

dalam menggambarkan suatu masalah dengan bahasa akan sangat berbeda.

Menurut Mills, makna dalam sebuah teks akan ditentukan apakah penulisnya itu

laki-laki atau perempuan. Kalimat yang dibentuk laki-laki misalnya menurut

Mills, mengandung makna yang sederhana tentang suatu masalah, bahasa

berperan sebagai medium yang transparan, atau bahasa menjadi sebuah medium

yang jelas dalam mengungkapkan gagasan. Singkat kata, bahasa laki-laki akan

cenderung rasional, singkat, dan jelas. Kalimat yang dibentuk perempuan secara

berbeda, menunjukan sesuatu yang sangat sulit untuk dipahami.

Pembaca bagi Sara Mills ikut melakukan transaksi sebagaimana akan

terlihat dalam teks. Tidak hanya itu membangun hubungan antara teks dan penulis

di satu sisi dengan teks dan pembaca di sisi lain, mempunyai sejumlah kelebihan.

Pembaca ditempatkan secara tidak langsung dalam suatu teks. Penyapaan tidak

(35)

58

umumnya membawa tingkat wacana, dimana posisi kebenaran ditempatkan secara

hierarkis sehingga pembaca akan mensejajarkan atau mengidentifikasi dirinya

sendiri dengan karakter atau apa saja yang tersaji dalam teks. Kedua, kode budaya

yang mengacu pada kode atau nilai budaya yang dipakai pembaca ketika

menafsirkan suatu teks. Kode budaya ini membantu pembaca menempatkan

dirinya terutama dengan orientasi nilai yang disetujui dan dianggap benar oleh

pembaca. (Eriyanto,2006 :200).

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan

dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara (Sugiyono, 2010:224).

3.2.2.1 Studi Dokumentasi

Dokumentasi menjadi salah satu aspek penting dalam melengkapi

data-data penelitian. “Dokumen terdiri dari puisi dalam buku lady in waiting. Pada

penelitian ini, dokumen yang digunakan adalah berupa teks puisi berjudul

“Kekasihku Hatiku Tersayang”.

3.2.2.2 Studi Analisa Teks

Menganalisa bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk

menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual

(36)

atau peristiwa tertentu hingga terdapat posisi subjek – objek serta posisi penulis –

pembaca dalam wacana puisi tersebut.

3.2.2.3 Studi Wawancara

Wawancara adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh

keterangan, mencari informasi yang lebih lengkap dengan teknik wawancara.

Teknik wawancara yang dilakukan yaitu, dengan mewawancarai ahli sastra

Inggris, ahli sastra Indonesia, ahli sosiolog dan pegiat feminis.

3.2.2.4 Studi Pustaka

Pada teknik ini, penulis mencari dan mengumpulkan beragam informasi terkait

dengan analisis wacana kritis Sara Mills dan tentang buku lady in waiting itu

sendiri yang bersumber dari berbagai literatur, seperti buku, artikel, dan

sumber-sumber lainnya.

3.2.2.5 Studi Internet Searching

Melalui internet banyak informasi yang didapatkan untuk melengkapi data

yang telah dikumpulkan sebelumnya melalui buku, tulisan, atau artikel. Internet

menyediakan data-data yang sifatnya dinamis dan terbaru, termasuk pembahasan

yang terkait dengan penelitian ini. Meski penelusuran data online berbeda

bentuknya dengan penelurusan data konvensional tetapi secara esensi, keduanya

(37)

60

3.2.3 Teknik Pengumpulan Informan

3.2.3.1 Subjek Penelitian

Subyek penelitian merupakan suatu benda, manusia, maupun lembaga

yang akan diteliti dimana di dalam dirinya mengandung hal – hal terkait masalah

yang akan diteliti oleh peneliti. Subyek penelitian merupakan keseluruhan objek

yang terdapat beberapa narasumber atau informan yang nantinya akan

memberikan informasi tentang masalah yang berkaitan dengan penelitian yang

akan dilakukan.

Berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti, maka subyek penelitian terkait

representasi menunggu bagi perempuan dalam puisi buku Lady In Waiting adalah

informan – informan dari penelitian ini.

3.2.3.2 Informan Penelitian

Adapun yang menjadi informan dari penelitian ini adalah mereka yang membantu

dalam membedah wacana teks puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟, mereka secara

sadar dari profesi yang sama yakni sebagai dosen namun dengan kemampuan dan

keahliannya masing – masing membantu peneliti.

Teknik pengumpulan informan yang digunakan ialah teknik purposive, yakni

penentuan informan dengan pertimbangan tertentu. Berikut nama dan pekerjaan

(38)

Tabel 3.1 Tabel Data Informan

No. Nama Pekerjaan

1. Cece Sobana Dosen Bahasa Indonesia

2. Tatan Tawami Dosen Sastra Inggris

3. Ali Syamsudin Dosen dan Pengamat

Sosiolog

4. Emma Khotimah Dosen dan Pegiat Feminis

Sumber : Peneliti, 2013

Adapun alasan peneliti memilih keempat informan tersebut dikarenakan

relevan dengan objek penelitian dengan analisis wacana Sara Mills. Cece Sobana

sebagai dosen bahasa Indonesia akan membantu membedah puisi yang diteliti

sebab puisi yang peneliti pilih ialah puisi terjemahan. Tatan Tawami sebagai

dosen sastra Inggris membantu melihat apakah puisi asli ketika diterjemahkan

masih memiliki isi, makna dan nilai pesan yang sama. Ali Syamsudyn peneliti

pilih dikarenakan pengalamannya sebagai dosen sosiologi dan pengamat sosial

serta pengetahuannya akan agama Islam yang baik akan melihat apakah puisi

„Kekasih Hatiku Tersayang‟ dapat dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dengan

budaya dan kependudukan yang mayoritas memeluk agama Islam. Emma

Khotimah selain sebagai dosen, ia juga pegiat feminis yang telah melakukan riset

– riset mengenai perempuan sejak tahun 1994 akan membantu melihat sebenarnya

bagaimana keadaan perempuan Indonesia mengenai menunggu pasangan dan

(39)

62

3.2.4. Teknik Analisa Data

Menurut Bogdan, analisis data adalah, “Proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat

diinformasikan kepada orang lain” (Sugiyono, 2008:244)”.

Terdapat beberapa tahap dalam analisa data yang umum dilakukan dalam

penelitian kualitatif, yaitu (Huberman dan Miles dalam Bungin, 2007:69) :

1. Kategorisasi dan reduksi data, peneliti mengumpulkan informasi-informasi

yang penting yang terkait dengan masalah penelitian, dan selanjutnya

mengelompokan data tersebut sesuai dengan topik masalahnya.

2. Sajian data. Data yang telah terkumpul dan dikelompokan itu kemudian

disusun sistematis sehingga peneliti dapat melihat dan menelaah

komponen-komponen penting dari sajian data.

3. Penarikan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan interpretasi data

sesuai dengan konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Dari interpretasi yang

dilakukan akan diperoleh kesimpulan dalam menjawab masalah penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data melalui analisis

wacana kritis – kualitatif. Penelitian kritis mengkritik hubungan sosial yang

timpang dengan mengetahui makna, citra dan kepentingan dibalik wacana.

Analisis wacana dalam paradigma kritis mendasarkan diri pada penafsiran peneliti

terhadap teks. Paradigma kritis lebih kepada penafsiran karena dalam penafsiran

(40)

dibaliknya. Sehingga dalam penelitian kritis tidak dapat dihindari unsur

subjektifitas ketika penafsiran suatu teks, pengalaman, latar belakang budaya

peneliti, pendidikan, latar belakang politik, bahkan keberpihakan mempengaruhi

hasil intrepretasi. Oleh karena itu peneliti yang berbeda bisa saja menghasilkan

temuan dan penafsiran yang berbeda pula.

Eriyanto mengatakan pula keunggulan studi sperti ini akan tergantung

pada kemampuan peneliti dalam membangun pijakan teoritis dan kerangka

pemikiran yang kuat sebagai pijakan dalam melakukan penalaraan, sehingga

penafsiran yang dihasilkan memiliki argumenasi yang memadai. Penelitian dalam

pandangan kritis dipandang sukses jika peneliti mampu memperhatikan konteks

sosial, ekonomi, politik, dan analisis komprehensif yang lain. Penafsiran subjektif

yang kuat bisa terjadi oleh peneliti dikarenakan intepretasi yang dilakukan mampu

menutup kemungkinan adanya intepretasi lain.

3.2.4 Uji Keabsahan Data

Dalam pengujian keabsahan data dalam penelitian kualitatif menggunakan

istilah yang berbeda dengan kuantitatif. Jadi, uji keabsahan data dalam penelitian

kualitatif adalah sebagai berikut:

3.2.4.1 Menggunakan Bahan Referensi

Menggunakan bahan referensi di sini adalah adanya pendukung untuk

membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil

wawancara perlu didukung adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi

(41)

64

bantu perekam data dalam penelitian kualitatif, seperti kamera, handycam, alat

rekam suara sangat diperlukan untuk mendukung kredibilitas data yang telah

ditemukan oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, data-data yangdikemukakan

perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih

dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:128).

3.2.4.2 Melakukan Member Check

Member Check adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Tujuan member check adalah mengetahui seberapa jauh data

yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data

yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya tersebut valid,

sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang ditemukan peneliti

dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti

perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam,

maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa

yang diberikan oleh pemberi data. Jadi tujuan member check adalah agar

informasi yang diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai

(42)

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1 Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini peneliti melaksanakan penelitian di Bandung.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian teks dengan metode analisis wacana kritis Sara Mills ini

dilakukan selama enam bulan, terhitung mulai dari bulan Februari 2013 hingga

Juli 2013. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 3.2 Waktu Penelitian

(43)
(44)
(45)

68

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Informan

Informan pertama yang dapat ditemui oleh peneliti ialah seorang dosen di

Fakultas Ilmu Budaya UNPAD serta dosen luar biasa di UNIKOM. Ia memiliki

nama lengkap Prof. Dr. Cece Sobana, M.Hum., lahir di kota kembang Bandung

pada tahun 1964. Profesi menjadi dosen bahasa Indonesia telah ia geluti lebih dari

sepuluh tahun belakangan, selain menjadi dosen ia juga gemar menulis, beberapa

tulisannya telah dimuat di media cetak seperti koran Pikiran Rakyat.

Jika Cece Sobana merupakan dosen luar biasa di UNIKOM, berbeda

halnya dengan informan berikut ini, Tatan Tawami, S.s., M.Hum., merupakan

dosen tetap sastra Inggris di UNIKOM dan telah memulai profesi sebagai dosen

kurang lebih 11 tahun, sejak pertama ia memutuskan menjadi dosen ia mengambil

langkah mengajar di Fakultas Sastra UNIKOM.

Sama dengan Tatan Tawami, informan ketiga yang berhasil peneliti temui

ialah seorang dosen tetap di UNIKOM. Ia menyelesaikan S1 Pendidikan Filsafat

dan Sosiologi di IKIP Bandung, kemudian ia berhasil menyelesaikan S1 Dakwah

di kota Bandung juga, Setelah itu ia melanjutkan S2 Sosiologi ke perguruan

negeri Padjajaran (UNPAD), dan berhasil menyelesaikan S3 IPS di Universitas

(46)

sebagai dosen, ia juga aktif sebagai pengamat sosial di Indonesia, adapun nama

lengkap dari informan yang saat ini berusia 55 tahun ialah Dr, Drs. H.M. Ali

Syamsudin, S.Ag. Msi.

Berbeda dengan ketiga informan diatas, informan ke empat yang berhasil

peneliti temui untuk melakukan wawancara ialah seorang dosen Ilmu Komunikasi

di Universitas Islam Bandung (UNISBA), aktif di DPRD Bandung serta

merupakan pegiat feminis yang telah sejak tahun 1994 melakukan berbagai riset

Woman Rise di Indonesia. Pegiat feminis yang lahir di Subang pada tanggal 04

Maret 1967 ini memiliki nama Ema Khotimah, Dra,Spd,Msi., biasa disapa dengan

panggilan Ema.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Posisi Subjek – Objek Dalam Representasi Menunggu Bagi Perempuan

Posisi sebagai subjek merupakan pihak pencerita atau yang memberi

gambaran mengenai objek dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟. Sebagai

subjek memiliki otoritas dalam menyampaikan teks puisi tersebut kepada

pembaca. Dapat terlihat bagaimana ia menyampaikan kepada pembaca posisinya

sebagai perempuan yang memiliki hak untuk memilih pasangan bahkan

menetapkan standar kriteria – kriteria pria yang ia dambakan. Seperti yang

(47)

70

juga punya hak untuk memilih dan mau seperti apa, e pria yang dia mau untuk

dia pada akhirnya gitu”.1

Bertahun – tahun lamanya aku mencari pasanganku yang paling sempurna. Namun hasil dari satu – satunya dari semua pencarianku Adalah mimpi -

mimpi yang berserakan, hati yang hancur dan sesuatu yang seperti penantian tak berujung.

Bait pertama dalam puisi di atas menunjukkan bagaimana subjek mengungkapkan

usahanya dalam pencarian pasangan hingga berakhir pada kekecewaan. Di

Indonesia perempuan mencari pasangan bukanlah hal yang biasa saja, hanya

terdapat segelintir orang yang dapat memaklumi atau menggap perempuan mecari

pria itu hal yang biasa. Ali Syamsudyn sebagai pengamat sosial mengatakan:

“Didalam puisi itu mengenai penantian memang sebagian masyarakat akan

ada yang menyudutkan yaitu terutama masyarakat – masyarakat pedesaan yang menganggap kalau perempuan usia 20 belum menikah gitu dianggap perempuan yang apa itu, belum laku, belum baik, belum mendapat apa artinya e anugrah. Sehingga tentu saja perempuan semacam itu dianggap agak lambat gitu ya untuk mendapatkan. Tapi dimasyarakat perkotaan itu hal itu sudah menjadi suatu hal yang wajar, hal yang lumrah karena memang perempuan juga dituntut untuk berkarir atau untuk bisa mempersiapkan diri untuk kehidupannya. Kalau di pedesaan tadi itu kan masih beranggapan bahwa perempuan itu asal bisa meladenin suami ya dengan baik itu sudah cukup. Karena prinsipnya perempuan akan di dapur gitu kan”.2

Namun seperti yang dikatakan oleh Emma Khotimah sebagai pegiat feminis

bahwa perempuan yang diidentikkan dengan penantian atau menunggu itu

merupakan konstruksi kuktural bukanlah kodrati. Sehingga dapat dikatakan

1

Wawancara Tatan Tawami, 30 Mei 2013 2

(48)

perempuan juga memiliki hak untuk mencari dan bahkan menetapkan standar

pasangannya. Hal itulah yang subjek tampilkan melalui bait pertama dalam puisi.

Aku ingin menemukan yang terbaik dari Allah. Tetapi Ia harus terlebih dahulu mengajar aku, bahwa aku harus hanya berdiam di dalam tangan-Nya

yang penuh kasih. Jadi suatu malam aku berdoa, “Allah, sama seperti

Engkau membuat Adam tertidur sampai ia siap bertemu yang sempurna baginya. Demikian pula buatlah aku dan keinginan – keinginanku tertidur

sampai Aku begitu siap untuk mengenal dia yang telah Engkau pilihkan bagiku.

Kemudian dalam bait berikutnya tampak bahwa subjek memiliki kepercayaan

terhadap sang pencipta. Sekeras apapun ia berusaha mencari pasangan yang

sempurna menurutnya, pada akhirnya subjek menyerahkan keinginannya kepada

Tuhan. Ali Syamsudyn mengatakan “Lalu mengenai dia bergantung sama Tuhan,

ya memang sudah seharusnya sebagai manusia bergatung pada sang penciptanya

gitu.”3

membuat dirinya tertidur sama seperti adam sebelum dipertemukan dengan hawa.

Dalam permitaannya tersebutlah tersirat usaha pelepasan perempuan terhadap

3

(49)

72

subordinat, Cece Sobana mengatakan “Saya kira ada ya, jadi sama halnya dengan

laki – laki perempuan juga menginginkan setara punya hak yang sama untuk

memilih”,4 peryataan tersebut diungkapkannya saat peneliti menanyakan adakah

isu gender dalam puisi ini.

Sekali lagi ditekannkan bahwa subjek dalam puisi „Kekasih Hatiku

Tersayang‟ ialah perempuan dengan penggunaan kata ganti orang pertama tunggal

yakni “Aku”. Sebagai dosen bahasa Indonesia Cece Sobana mengatakan

“Subjeknya itu perempuan dan objeknya itu pria yang dicari dengan berbagai

atributnya” serta diperkuat oleh Tatan Tawami sebagai dosen sastra Inggris

melihat posisi subjeknya “Karena tadi berhubungan dengan sintaktis dan

gramaticalnya subjeknya sesuai, objeknya juga seesuai. Kalau saya sih berpikir

kalau subjeknya itu perempuan”.5

Kemudian waktu Allah mengetahui bahwa di dalam tangan-Nyalah kuletakkan hatiku, Dia membawa kamu ke dalam hidupku dan mulai saat itu

aku hanyalah sebuah sejarah.

Pada bait yang ketiga, mulailah muncul posisi objek dari puisi ini, jika posisi

subjek merupakan yang memberi gambaran objek maka posisi sebagi objek tentu

ditempati oleh yang diceritakan subjek dalam teks. Subjek muncul dengan kata

ganti orang pertama tunggal sebagai “aku” sedangkan objek muncul dengan kata

(50)

bahwa sebagai dosen bahasa Indonesia Cece Sobana mengatakan posisi subjek

ditempati perempuan sementara itu posisi objek ialah pria dengan berbagai

atributnya. Atribut disini merupakan standar – standar yang telah subjek tetapkan

kepada pria yang akan menjadi pasangannya. Hal serupa juga dikatakan oleh Ali

Syamsudyn ”objeknya adalah laki –laki yang dia dambakan”.6

Waktu aku di asrama, A.M. datang ke kamarku dan memintaku tepat seperti apa yang aku cari dalam seorang pria. Aku segera membuka buku

harianku dan mencabut sebuah daftar 30 kualitas yang aku harapkan dan tuntut.

Saat aku membaca setiap kualitas satu demi satu, A.M. tersayang melihat padaku, dia begitu terpana. Setelah merenungkan daftar itu ia berkata dengan

sebuah anggukan, “wah, cindy, kelihatannya kamu harus menikahi Allah.”

Selain menggunakan kata ganti orang kedua tunggal, posisi objek juga dijabarkan

dengan menggunakan inisisal yakni “A.M” seperti yang dikatakan oleh Tatan

Tawami “kemudian yang jadi objek obrolan dia adalah e pencarian dia terhadap

sosok pria yang tepat menurut dia ya bisa dikatakan pria si A.M itu objeknya”.7

Ya kamu bukan Allah, tetapi kamu adalah surga di bumiku, Allah mendengar doa – doaku dan menjawab mereka dengan cara yang paling

sempurna melalui kamu.

Aku tidak memiliki pertanyaan yang tak terjawab, Tidak ada keraguan, tidak ada kebimbangan, tidak ada keberatan. Kamulah pangeranku, ksatriaku dalam kilai pakaian perangnya, hadiahku dari lautan, hadiahku dari Allah.

6

Wawancara Ali Syamsudyn, 22 Juni 2013 7

(51)

74

Bait – bait terakhir seperti di atas sangat terlihat bagaimana perempuan

yang merupakan subjek dalam puisi ini menggambarkan pria yang dengan

standar kriteria – kriteria yang selama ini dia dambakan telah ia temukan. Pria

tersebut digambarkan menjadi hal yang sangat berharga dalam hidupnya bahkan

subjek menyebut objek sebagai hadiah dari Allah. Seperti yang telah Ali

Syamsudyn katakan sebelumnya bahwa memang sudah seharusnya manusia

bergantung pada Tuhan, hal itulah yang menjadi pegangan oleh subjek dalam

puisi ini menggambarkan bagaimana saat ia berpegang pada Tuhan, Tuhan akan

memberi apa yang ia dambakan selama ini.

Pada penjelasan mengenai posisi subjek – objek dalam bab tiga

sebelumnya telah dikatakan bahwa posisi sebagai subjek atau objek dalam

representasi teks atau wacana mengandung muatan ideologi tertentu. Dengen

begitu posisi subjek dan objek dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ ini juga

memiliki ideologi tersendiri. Sebagai dosen Sosisologi komunikasi dan pengamat

sosial tentu Ali Syamsudyn tidak diragukan lagi dalam pengamatannya terhadap

ideologi – ideologi yang terkandung dalam suatu wacana. Termasuk dalam dalam

puisi ini ia mengatakan bahwa terdapat ideologi yang ingin disampaikan “saya

rasa ideologi yang mau disampaikan adalah nilai kasih yang memanglekat dengan

kekristenan ya”.8

Hal tersebut dikatakannya karena melihat latar belakang penulis

dari buku Lady In Waiting dimana puisi ini dimuat ialah seorang yang beragama

kristen dan meruapakan pendeta dalam gerejanya.

8

(52)

4.2.2 Posisi Penulis – Pembaca Dalam Representasi Menunggu Bagi Perempuan

Bagi Mills posisi penulis sangatlah dipengaruhi oleh gender sehingga akan

akan terlihat bagaimana pemilihan bahasa yang digunakan, bahakn identitas

gender penulis akan menentukan juga makna yang terkandung dalam teks dan

wacana. Puisi “Kekasih Hatiku Tersayang” penulis merupakan seorang

perempuan, sehingga tidak diragukan lagi bahwa akan terdapat kata – kata yang

mengacu pada feminim, Cece Sobana ditanya adakah kata – kata mengacu pada

feminim dalam puisi tersebut, ia mengatakan:

“Kalau saya lihat disini ada ya seperti saat dia menceritakan bahwa dia

mencari seorang pria intinya begitu, tapi dari pemilihan katanya gak terlalu ya, gak terlalu menonjol kalau ini kata yang feminim, walaupun ada beberapa dalam pandangan saya ya waktu dia bercerita soal buku harian nah itu sudah mulai bias gender karena yang aktif menulis buku harian itu biasanya perempuan terus ada nama sapaan dari teman – temannya dengan sapaan Cindy, kemudian kata sapaan pangeranku itukan sapaan untuk laki –

laki, jadi si akulariknya ini pasti perempuan”.9

Posisi penulis dan pembaca dinilai dari sudut yang sama yakni apakah

mereka masuk dalam lingkaran permasalahan dalam wacana yang disampaikan

ataukah tidak. Sehingga dalam melihat posisi penulis dalam puisi inipun akan

dinialai apakah penulis masuk dalam lingkaran permalasalahan atau cerita

mengenai penantian atau menunggu ini ataukah tidak. Tatan Tawami memberi

komentar mengenai hal tersebut:

9

(53)

76

”Kayaknya dia itu berada didalam lingkaran, artinya dia autor yang menceritakan dirinya sendiri menceritakan bagaimana dia pada saat yang sama si autor ini pengen si pembaca juga mengetahui saya seperti ini gitu.

Supaya orang lain lebih gampang menangkap maknanya”.10

Posisi penulis dinilai berada dalam lingkaran cerita dalm puisi ini juga

disampaikan oleh Ali Syamsudyn :

“Kalau dilihat sih diajak masuk dalam lingkaran masalah. Baik dengan maksud supaya orang berempati dengan perasaannya yang sedang menunggu atau mau supaya orang sadar bahwa perempuan juga harus memiliki standar untuk pasangan dan harus meminta sama Allah”.

Dari kedua pernyataan nara sumber diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

posisi penulis yang tidak lain ialah seorang perempuan masuk dalam lingkaran

cerita dalam puisi yang ditulis oleh dirinya ini. Sementara itu posisi pembaca yang

bagi Sara Mills yang ikut melakukan transaksi yang akan menghasilkan teks atau

wacana yang dibuat. Pemilihan kata orang pertama tunggal “Aku” berpengaruh

pada posisi pembaca, Cece Sobana mengatakan dengan jelas bahwa ”baik penulis

maupun pembaca dilibatkan dalam puisi ini karena ada pemilihan kata “aku” itu

sendiri”.11

Sehingga dapat dikatakan bahwa penulis dan pembaca memiliki posisi

yang sama yakni diajak masuk dalam cerita atau permasalahan yang disampaikan.

10

Wawancara Tatan Tawami, 30 Mei 2013

11

(54)

Disisi lain, Sara Mills menempatkan pembaca akan mensejajarkan atau

mengidentifikasi dirinya sendiri dengan karakter atau apa saja yang terdapat

didalam teks. Dengan begitu meskipun mnggunakan kata “Aku” namun

bagaimana jika posisi pembaca adalah pria sedangkan penulis dengan pemilihan

kata “aku” merupakan perempuan. Ini pendapat para nara sumber yang

meruapakan pembaca pria dalam puisi ini:

“Perasaannya akhirnya masuk juga, hehe. Tersadar oh iya ternyata perasaan

hati manusia sama. Dalam hati kecil pria yang membaca puisi ini punya perasaan yang mengerti bagaimana perempuan memang memiliki hak untuk memilih intinya ya, jadi akhirnya tanpa sadar kita terbawa juga oh iya ya jadi perempuan juga sama seperti pria harus memilih. Akhirnya memahami ya

maksud supaya orang berempati dengan perasaannya yang sedang menunggu atau mau supaya orang sadar bahwa perempuan juga harus memiliki standar untuk pasangan dan harus meminta sama Allah.”14

Dari semua pernyataan tersebut dapat dikatakan posisi pembaca memang

berada didalam lingkaran cerita baik itu pembaca yang perempuan dengan

keadaan memang menunggu pasangan, perempuan dengan keadaan yang tidak

sedang menunggu pasangan, bahkan sekalipun pembacanya pria posisi pembaca

berada didalam lingkaran cerita dan permasalahan puisi „Kekasih Hatiku

(55)

78

pertama tunggal “Aku” masuk dalam lingkaran dan pembaca juga akan digiring

baik dari penggunaan kata “Aku” maupun alur puisi yang seperti bercerita.

4.3 Pembahasan

Berbicara mengenai puisi maka tidak dapat lepas dari aspek bahasa,

bahasa sebagai bagaian integral dari kebudayaan tidak akan terlepas dari pengaruh

atau kontak dari berbagai aspek seperti ekonomi, politik, budaya, dan lain

sebagainya, sehingga saling mempengaruhi dalam bahasa pasti terjadi. Begitu

pula dalam pemilihan kata dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ tidak lepas

dari kontak bahasa yang terjadi. Namun apakah puisi tersebut telah tepat dalam

pemilihan katanya setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia? Atau

terdapat interferensi bahasa? Jendra mengemukakan bahwa interferensi sebagai

gejala penyusupan sistem suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Interferensi timbul

karena dwibahasawan menerapkan sistem satuan bunyi bahasa pertama ke dalam

sistem bunyi bahasa kedua sehingga mengakibatkan terjadinya gangguan atau

penyimpangan dalam sistem bunyi bahasa pertama (Jendra, 1991:187).

Untuk menjawab pertanyaan diatas dapat melalui pendapat Jendra yang

mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek, bisa menyerap dalam

bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata bentukan kalimat

(sintaksis), dan tata makna (semantik), (Jendra dalam Suwito, 1985:55). Jadi

untuk mengetahui apakah dalam puisi „Kekasih Hatiku Tersayang‟ terdapat

interferensi bahasa maka perlu melihat keempat bidang yang dikemukakan Jendra

Gambar

Tabel Data Informan

Referensi

Dokumen terkait