KEYAKINAN HAKIM DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN
TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA KEKERASAN
DI PGC CILILITAN JAKARTA TIMUR
(PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR:
1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim. DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI
NOMOR :142/PID/2015/PT.DKI.)
LEGAL MEMORANDUM
Diajukan sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Hukum di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Nama : Suci Mardhatillah
Nim : 20120610322
Fakultas : Hukum
Prodi : Ilmu hukum
Konsentrasi : Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI
Bismillahirrohmanirrohim,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : SUCI MARDHATILLAH
Nim : 20120610322
Judul skripsi : KEYAKINAN HAKIM DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN
TERHADAP PEMBUKTIAN PERKARA TINDAK PIDANA
KEKERASAN DI PGC CILILITAN JAKARTA TIMUR
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil
penulisan, dan pemaparan asli dari saya sendiri. Jika terdapat karya orang lain, saya
akan memberikan sumber yang jelas. Apabila dikemudian hari ada penyimpangan dan
ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan gelar Sarjana S-1 yang telah diperoleh karna karya tulis ini, dan
sanksi lain sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta. Demikian peryataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada
paksaan dari pihak manapun.
Yogyakarta, 2 Juni 2016
Yang menyatakan,
Suci Mardhatillah
HALAMAN MOTTO
Kesuksesan hanya dapat kita raih dengan segala upaya dan usaha yang disertai
dengan doa, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
Kedua orang tua saya Bapak Marsal dan Ibu Ernawati
Saudara-saudara saya
Afdhal Islami
Arzakhil Fadli
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya kepada kita semua. Skripsi yang berjudul keyakinan hakim dalam
mengambil keputusan terhadap pembuktian perkara pengeroyokan di PGC cililitan
jakarta timur, ini disusun guna memenuhi pesyaratan memperoleh gelar Sarjana pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala bimbingan dan bantuan yang penulis terima dari beberapa pihak sehingga
terselesaikannya penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
yang terhormat :
1.
Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, MA. Selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
2.
Bapak Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
3.
Bapak Dr. Trisno Raharjo, S.H., M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini hingga
selesai
4.
Ibu Dr.Yeni Widowaty, S.H., M.Hum Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
5.
Bapak Romi Leo Rinaldo, S.H., dan LBH Jakarta Selaku Informan dalam
penulisan ini.
6.
Semua Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang
telah mengajar dan membimbing saya selama di perkuliahan
7.
Semua staff TU Fakultas Hukum Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah
memberikan bantuan dalam proses kegiatan belajar mengajar selama berkuliah.
Dengan iringan doa semoga ALLAH SWT melimpahkan pahala kepada semua
pihak yang telah membantu penulisan dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
...
i
HALAMAN PERSETUJUAN
...
ii
HALAMAN PENGESAHAN
...
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN SKRIPSI
...
iv
HALAMAN MOTTO
...
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
...
vi
KATA PENGANTAR
...
vii
DAFTAR ISI
...
ix
ABSTRAK
...
x
Bab I . Latar Belakang
...
1
Bab II . Kasus Posisi
...
10
Bab III . Masalah Hukum
...
15
Bab IV . Ringkasan Putusan
A.
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur
...
16
B.
Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Timur
...
17
Bab V . Pertimbangan Hukum
...
18
Bab VI . Analisis
keyakinan hakim dalam megambil keputusan terhadap pembuktian perkara
pada kasus tindak pidana kekerasan jika terdapat keterangan saksi yang
saling
...
26
ABSTRAK
Pada tanggal 18 september 2014 terjadi tindak pidana kekerasan di PGC
Cililitan Jakarta Timur yang diduga dilakukan oleh Pulungan dan kawan-kawannya
hingga menyebabkan tewasnya sopir angkot yang bernama M Ronal. Sehari setelah
kejadian, Aldi kakak M Ronal melaporkan kejadian tindak pidana kekerasan
adiknya ke Resor Metropolitan Jakarta Timur. Berdasarkan laporan tersebut
seminggu setelah kejadian penyidik Polri melakukan penyidikan ke lapangan dan
penyidik mendapatkan ciri-ciri pelaku sebagai berikut: tukang ojek, putih, tinggi
dan berambut gondrong setelah mendapatkan ciri-ciri tersebut, penyidik kemudian
menangkap Dedi (tukang ojek), setelah melalui proses peradilan di Pengadilan
Negeri Jakarta Timur Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menyatakan
Dedi terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
kekerasan karena tidak terima dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Dedi dan penasehat hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta
Timur, dimana putusan Pengadilan Tinggi menyatakan Dedi tidak terbukti bersalah
dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan secara
bersama-sama yang mengakibatkan M Ronal meninggal dunia.
Timbul masalah hukum yaitu bagaimana keyakinan hakim dalam megambil
keputusan terhadap pembuktian perkara pada kasus tindak pidana kekerasan jika
terdapat keterangan saksi yang saling berlawanan.
Berdasarkan hasil analisis, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak memperhatikan jumlah
minimal alat bukti yang dimiliki jaksa dan kekuatan keterangan para saksi a charge,
Sedangkan pertimbangan hakim yang mengklaim telah menemukan alat bukti
keterangan terdakwa tidaklah tepat karena pernyataan terdakwa yang meralat
keterangan saksi Sadiono yang mengatakan bahwa terdakwa melakukan pemukulan
sebanyak tiga kali, menjadi dua kali bukanlah keterangan terdakwa. Ini dilakukan
oleh terdakwa dalam menanggapi ucapan tersebut dalam konteks ketika terjadi
pemaksaan pengakuan yang dilakukan oleh penyidik ketika membuat BAP
,
Berkenaan dengan diputus bersalahnya Dedi oleh Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Timur berdasarkan atas keyakinan hakim yang salah menafsirkan
konteks pengakuan terdakwa yang memukul korban sebanyak dua kali di muka
persidangan. Penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa
Putusan Pengadilan
Negeri Jakarta Timur dirasa kurang tepat
dan
Putusan Pengadilan Tinggi yang
membatalkan putusan Pengadilan Negeri adalah tepat karena telah menganalisa
dengan seksama jumlah alat bukti yang dimiliki dan nilai kekuatan alat bukti
tersebut.
BAB I
LATAR BELAKANG
Lembaga peradilan merupakan institusi negara yang mempunyai tugas
pokok untuk memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan
perkara-perkara yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara-perkara melalui
lembaga peradilan hanya akan berjalan dengan baik, apabila semua pihak yang
terlibat di dalamnya, baik pihak-pihak yang berperkara maupun hakimnya sendiri
mengikuti aturan main (rule of game) secara jujur sesuai tertib peraturan yang ada.
1Pembuktikan secara yuridis untuk mencari kebenaran tidaklah sama. Kebenaran
yang hendak dicari hakim dalam menyelesaikan suatu perkara, dapat berupa
kebenaran formil maupun kebenaran materiil yang keduanya termasuk dalam
lingkup kebenaran hukum yang bersifat kemasyarakatan.
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan
atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah
pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan
selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang
didakwa t
ersebut dapat dipersalahkan”
.
2
1
Setiawan, 1992, Aneka Masalah Hukurn , Alumni, Bandung, hlm. 358.
2
Dalam konteks penegakan hukum pidana di negara kita, salah satu
pengingat bagi para hakim untuk selalu menghadirkan dirinya secara total,
sekaligus menjadi penguji keteguhan dan integritas
3dirinya dalam memutus suatu
kasus ialah adanya prasyarat keyakinan hakim bagi penjatuhan suatu putusan
(vonis) pidana, selain prasyarat keterbuktian dengan berbagai alat pembuktian yang
telah diakui dan dilimitasi oleh hukum acara formal. Hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh suatu keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya
(Undang No.8 Tahun 1981 pasal 183). Hal ini ditegaskan kembali oleh (
Undang-Undang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat (2) bahwa tidak
seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat
pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan bahwa
seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan
yang didakwakan atas dirinya. Sistem seperti ini mengakibatkan walaupun
bukti-bukti dalam suatu kasus sudah bertumpuk-tumpuk, sudah memenuhi batas
minimum pembuktian atau bahkan lebih, jika hakim tidak sampai pada
keyakinannya terhadap kesalahan terdakwa maka hakim tidak boleh
mempersalahkan dan menghukum terdakwa.
4Prasyarat keyakinan hakim ini tentunya tidak boleh dimaknai sebatas
sebuah prasyarat formal untuk suatu putusan vonis (pidana), bahwa pada saat
3
Ahmad Ali, keterpurukan hukum di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,2005, Hal.43. 4
seorang hakim tidak benar-benar melibatkan keyakinannya (sebagai wujud
kehadirannya) dalam memutus dan melahirkan suatu putusan (vonis) pidana, maka
pada saat itulah dia bersikap arogan dan melupakan dirinya sebagai seorang hakim.
Seorang hakim dalam segala pergulatan kemanusiaannya ketika mengadili dan
hendak menjatuhkan putusannya, seharusnya bisa memaknai keyakinannya bukan
hanya terhadap deskripsi naratif fakta dari alat-alat bukti (yang dilimitasi oleh
undang-undang) yang terungkap dalam berbagai proses pembuktian di
persidangan.
5Pembuktian dalam perkara pidana menurut Pasal 184 KUHAP memerlukan
adanya alat bukti yang sah, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk
dan keterangan terdakwa. Hakim dapat menjatuhkan pidana berdasarkan Pasal 183
KUHAP, sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah yang dapat membentuk
keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa.
6Menurut Hari Sasangka dan Lily
Rosita,yang dimaksud dengan alat bukti adalah segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan satu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat
digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas
kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa.
7Terbentuknya keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana didasarkan
pada hasil pemeriksaan alat-alat bukti yang dikemukakan dalam persidangan. Salah
satu tindak pidana yang sering terjadi adalah pengeroyokan yang menyebabkan
5
Jajang Cardidi, ”Kajian Hermeneutis Terhadap Makna Keyakinan dan Peranannya untuk Putusan (vonis) Pidana”, E-Journal Graduate Unpar,Vol. 1 No. 2. 2014, hal 17
6
Anonim, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 271. 7
kematian, Sehingga tindak pidana pengeroyokan merupakan perbuatan yang
bertentangan dengan norma hukum dan dilarang oleh undang-undang.
Terdapat beberapa kasus penganiayaan yang dilakukan secara
bersama-sama. Salah satu kasus pengeroyokan, terjadi di PGC Cililitan Jakarta Timur,
Terdakwa Dedi (tukang ojek) bersama-sama dengan beberapa orang temannya
memukuli korban M Ronal (sopir angkot) dengan menggunakan botol bir mengenai
bagian kepala dan batang otak korban M Ronal, sehingga menyebabkan korban M
Ronal meninggal dunia. akibat perbuatan terdakwa Dedi, Majelis hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Timur menimbang bahwa unsur-unsur barang siapa, dengan
terang-terangan dan dengan tenaga bersama, dan dengan menggunakan kekerasan terhadap
orang sehingga mengakibatkan maut telah terpenuhi maka terdakwa terbukti secara
sah bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Dedi merasa tidak
puas dengan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur terdakwa Dedi mengajukan
banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta Timur. Majelis hakim Pengadilan Tinggi
Jakarta Timur menimbang bahwa keterangan saksi satu dengan saksi yang lain tidak
ada kesesuaian, terdakwa Dedi dinyatakan tidak terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah. Sehingga Dedi harus dibebaskan dari dakwaan.
Hakim dalam memutus kasus diatas mempunyai pertimbangan dan putusan
yang berbeda, hakim Pengadilan Negeri dan hakim Pengadilan Tinggi Jakarta
Timur mempunyai keyakinan dan pembuktian yang berbeda dalam memutus kasus
pengeroyokan di PGC Cililitan Jakarta Timur, proses pembuktian memegang peran
yang sangat penting dalam penyelesaian suatu tindak pidana dipersidangan
terdakwa benar bersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Pembuktian dalam hal ini bukanlah upaya untuk mencari-cari kesalahan pelaku saja
namun yang menjadi tujuan utamanya adalah untuk mencari kebenaran dan
keadilan materil dengan berdasar alat bukti yang cukup serta proses yang
menimbulkan keyakinan hakim.
Pembuktian merupakan tahap paling menentukan dalam proses peradilan
pidana mengingat pada tahap pembuktian tersebut akan ditentukan terbukti
tidaknya seorang terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang
didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Tata cara pembuktian tersebut terikat pada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Alat bukti sah untuk membuktikan kebenaran
materiil tersangka/terdakwa bersalah atau tidak bersalah. Bagi aparat penegak
hukum bagi polisi, jaksa maupun hakim akan mudah membuktikan kebenaran
materiil bila saksi dapat menunjukan bukti kesalahan tersangka/terdakwa yang
melakukan tindak pidana tersebut tetapi hal ini akan sulit untuk membuktikan
kebenaran materiil, bila saksi tidak dapat menunjukan bukti perbuatan tindak
pidana yang dilakukan tersangka/terdakwa. Bukti-bukti yang ditemukan di tempat
kejadian, saksi tidak dapat menunjukan bahwa bukti tersebutlah yang digunakan
atau milik korban/saksi yang diambil oleh tersangka/terdakwa. Hakim dalam
digariskan dalam ketentuan hukum acara pidana agar nantinya dapat meyakinkan
hakim dari hasil pemeriksaan di persidangan.
8Memperoleh sebuah putusan yang sesuai dengan apa yang dicari dalam
KUHAP yakni kebenaran materiil maka hakim dalam melaksanakan pemeriksaan
harus mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian, ketidakpastian hukum dan
kesewenang-wenangan akan timbul apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya
diperbolehkan menyandarkan putusannya hanya atas keyakinan, biarpun itu sangat
kuat dan sangat murni. Keyakinan hakim itu harus didasarkan pada sesuatu, yang
oleh undang-undang dinamakan alat bukti. Pembuktian yang sesuai dengan
ketentuan KUHAP yang diatur dalam Pasal 183. Ketentuan Pasal 183 KUHAP,
hakim dalam memutuskan suatu perkara harus minimal 2 (dua) alat bukti yang sah
untuk memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana terjadi.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai produk bangsa
Indonesia telah menetapkan beberapa alat bukti yang sah dan dapat dipergunakan
untuk membuktikan salah tidaknya terdakwa. Adapun alat bukti yang sah menurut
undang-undang sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP
adalah :
a)
Keterangan saksi
Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP, keterangan saksi adalah salah satu alat
bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai
8Sanyata Harsono, “
suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
b)
Keterangan ahli
Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP, keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.
c)
Surat
Menurut Pasal 187 KUHAP, Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184
ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah,
adalah:
a.
berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
b.
surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk
dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang
c.
surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan
yang diminta secara resmi dan padanya.
d.
surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan
isi dari alat pembuktian yang lain.
d)
petunjuk
Menurut Pasal 188 KUHAP ayat (1), Petunjuk adalah perbuatan, kejadian
atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan
yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
e)
keterangan terdakwa
Menurut Pasal 189 ayat (1) KUHAP, Keterangan terdakwa adalah apa yang
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang dilakukan atau yang ia
ketahui sendiri atau ia alami sendiri.
Pasal 184 ayat (1) KUHAP tercantum alat-alat bukti yang sah antara lain
keterangan saksi. Umumnya keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling
utama dalam perkara pidana karena hampir semua pembuktian perkara pidana
selalu bersandar pada pemeriksaan keterangan saksi.
9Hal tersebut mencerminkan bahwa hakim dalam memutuskan perkara
berdasarkan alat bukti dan rasio pemikiran hakim (keyakinan), barulah hakim boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang melalui suatu putusan. Pembuktian ini
9
menjadi penting apabila suatu perkara tindak pidana telah memasuki tahap
penuntutan di depan sidang pengadilan karena dalam hal penuntutan Jaksa Penuntut
Umum harus menunjukkan segala fakta yang terungkap di persidangan terhadap
apa yang menjadi dakwaan dalam surat dakwaan.
Berkaitan dengan Pembuktian dan keyakinan Hakim, Penulis menemukan
hal yang menarik untuk dikaji tentang pembuktian sebagaimana terdapat dalam
putusan Pengadilan Negeri Nomor 1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim. dan Putusan
Pengadilan Tinggi Nomor 142/PID/2015/PT.DKI tentang tindak pidana kekerasan
BAB II
KASUS POSISI
Tanggal 18 september 2014 terjadi pengeroyokan di PGC Cililitan Jakarta
Timur yang menyebabkan tewasnya sopir angkot yang bernama M Ronal. Kejadian
tersebut berawal dari rebutan penumpang antara Pulungan dan M Ronal. dimana
Pulungan merasa M Ronal mengambil penumpang miliknya, Karena Pulungan
tidak terima, akhirnya Pulungan beserta teman-temanya memukuli, menendang dan
menjambak M Ronal secara bersama-sama.
Berdasarkan hasil Visum Et Repertum Rumah Sakit Bhayangkara Tk I R.
Said Sukanto tanggal 19 September 2014, terdapat luka memar di dahi kanan dan
kiri, kelopak atas dan bawah mata kiri, puncak bahu kiri dan pipi kiri akibat
kekerasan tumpul, didapat luka lecet pada pelipis kiri dan kanan, pipi kanan, lengan
kiri atas, siku kiri kanan, lengan kanan atas bawah, tungkai atas,lutut kanan kiri,
punggung kaki kiri, punggung atas kiri, pinggang kanan belakang akibat kekerasan
tumpul. Hasil pemeriksaan dalam didapatkan kemerahan pada lubang saluran
makanan, memar pada paru belakang kanan dan kiri, memar pada limpa, hati bagian
kanan belakang, batang otak terdapat dan hampir pada seluruh pembuluh darah otak
terdapat pelebaran pembuluh darah dan ditemukan pendarahan pada otak sebanyak
dua puluh tiga gram. Sebab kematian karena kekerasan tumpul di kepala dan batang
otak, sehingga menyebabkan pendarahan yang terjadi pada otak dan batang otak.ini
Sehari setelah kejadian, Aldi kakak M Ronal melaporkan kejadian
pengeroyokan adiknya ke Resor Metropolitan Jakarta Timur. Berdasarkan laporan
tersebut seminggu setelah kejadian penyidik Polri melakukan penyidikan ke PGC
Cililitan Jakarta Timur tempat tongkrongan sopir mikrolet 06-A di warung Padang
dan penyidik mendapatkan ciri-ciri pelaku sebagai berikut: tukang ojek, putih,
tinggi dan berambut gondrong setelah mendapatkan ciri-ciri tersebut penyidik
kemudian menangkap Dedi yang diduga melakukan pengeroyokan tersebut.
Di hari yang sama penyidik melakukan Berita Acara Pemeriksaan BAP
terhadap Dedi yang didampingi oleh penasehat hukum Djarot Widodo, SH &
Associates. Pada BAP Dedi mengakui melakukan pengeroyokan secara
bersama-sama dengan Mandala, Pulungan, Culep, Erik, Kw, Opik dan Maksi di muka umum
di depan PGC Cililitan Jakarta Timur. Dedi kemudian ditahan oleh penyidik
berdasarkan surat perintah penetapan penahanan sejak tanggal 26 September 2014,
dilakukan perpanjangan penahanan sampai tanggal 18 Juli 2015.
Pada persidangan penuntut umum menuntut Dedi dengan dakwaan
subsidair pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP dan dakwaan primair dalam Pasal 170 ayat
(2) ke-3 KUHP bahwa
“ Dengan terang
-terangan dan dengan tenaga bersama
menggunakan kekerasan terhadap orang sehingga mengakibatkan maut“.
Memohon Majelis Hakim agar menjatuhkan pidana terhadap Dedi, dengan pidana
penjara selama 7 (tujuh) tahun dan 6 (enam) bulan, dikurangi masa penahanan yang
telah dijalani Dedi dengan perintah Dedi tetap ditahan, dan menetapkan agar Dedi
Dalam persidangan Dedi dan penasehat hukumnya yang bernama Romy
Leo Rinaldo, SH dan Ade Laoren,SH., para Advokat dari Lembaga Bagian Hukum
(LBH) Jakarta menolak dakwaan Jaksa penuntut umum atas dasar proses
penangkapan terhadap Dedi tidak beralasan secara hukum, karena tidak ada bukti
permulaan yang cukup untuk menetapkan Dedi sebagai tersangka dan harus di
tangkap, karena proses penangkapan tersebut tidak didahului oleh pemeriksaan alat
bukti yang mengarah kepada Dedi, dalam hal ini saksi pelapor (Aldi kakak korban)
yang pertama kali diperiksa dalam persidangan mengatakan tidak melihat Dedi dan
tidak ada di TKP, Dedi ditangkap hanya berdasarkan ciri-ciri yang umum,
berdasarkan perkiraan rambut gondrong dan sebagainya dan ciri-ciri tersebut
tidaklah identik dan bukan pula hasil pemeriksaan sebelumnya yang dapat
dipertanggungjawabkan, Tindakan Polisi penangkap dan Penyidik adalah
bertentangan dengan asas non self incrimination dimana memaksa dan mengancam
Dedi untuk mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya, jika tidak akan ditembak,
Saksi-saksi yang diajukan oleh penuntut umum diperiksa dalam proses penyidikan
setelah Dedi ditangkap dan diperiksa sebagai tersangka tanpa ada bukti permulaan
yang cukup, hal ini terbukti dengan keterangan Wawan Susanto Als Bowo yang
mengatakan melihat foto Dedi dalam berkas perkara, atas laporan saksi pelapor
sdr. Aldi yang tidak ada di tempat kejadian, Dedi tidaklah terlibat dalam peristiwa
pengeroyokan sebagaimana yang didakwakan, hal mana dikuatkan dengan
keterangan saksi ade charge Dwi Hastuti, Sulaiman, Mulyadi dan Komariah.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri setelah mendengar keterangan Dedi dan
pengeroyokan secara bersama-sama. Setelah putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Timur, penuntut umum, Dedi dan penasehat hukumnya mengajukan banding.
Dalam memori banding penuntut umum mengatakan sependapat dengan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang memutuskan Dedi terbukti bersalah
melakukan tindak pidana, tapi keberatan atas hukuman yang dijatuhkan kepada
Dedi karena dinilai terlalu ringan dan belum memenuhi rasa keadilan.
Memori banding yang diajukan Dedi dan penasehat hukumnya menyatakan
keberatan atas Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur bahwa pada pemeriksaan
di tingkat pertama ada kekeliruan. Ada yang kurang lengkap dalam penerapan
hukum acara, putusan pada halaman 48 tidak benar. “Terdakwa telah mengakui
dipersidangan melakukan kekerasan dengan cara memukul dari arah belakang
dengan botol bir sebanyak 2 kali..”, keterangan tersebut bukan keterangan Dedi
dipersidangan, tetapi keterangan Dedi ketika menanggapi saksi polisi Sadino,
dalam konteks keterangan itu diberikan karena Dedi ditekan dan dipaksa mengakui
perbuatan yang tidak dilakukannya.
Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan saksi verbalitas untuk
menguji bantahan terdakwa. Dedi telah mencabut semua keterangan dalam BAP
karena atas tekanan/paksaan dari penyidik Polri, keterangan dua orang saksi polisi
penangkap tidak memiliki nilai pembuktian karena keterangan tersebut merupakan
testimoni de auditu.
Keterangan saksi Wawan Susanto alias Bowo sangat diragukan
kebenarannya dan diduga merupakan kesaksian palsu, pembuktian hanya
sekitar rumahnya, itu bertepatan dengan tempus delicti peristiwa yang didakwakan,
keterangan saksi ade charge yang melihat peristiwa, menerangkan tidak melihat
adanya Dedi. Penerapan pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP tidak tepat dan keliru karena
ketujuh pelaku lainnya bersifat DPO.Setelah mengajukan memori banding
penasehat hukum Dedi mengajukan kontra memori banding yang isinya senada
dengan memori banding
Setelah majelis hakim Pengadilan Tinggi memeriksa dan meneliti dengan
seksama berkas perkara beserta turunan resmi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Timur tanggal 13 April 2015 nomor 1204/Pid.B/2014/PN.Jkt,Tim, dan telah
membaca, memperhatikan, memori banding yang diajukan oleh Penuntut Umum
dan Penasehat Hukum Dedi, Majelis Hakim memutuskan Dedi tidak terbukti secara
BAB III
MASALAH HUKUM
Berdasarkan uraian-uraian di atas, terdapat masalah hukum yaitu, Bagaimanakah
keyakinan hakim dalam mengambil keputusan terhadap pembuktian perkara pada
kasus tindak pidana kekerasan jika terdapat keterangan saksi yang saling
BAB IV
RINGKASAN PUTUSAN
Dalam bab ini akan diuraikan ringkasan putusan hakim dari Pengadilan
Negeri nomor 1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim. Tanggal 13 april 2015, Pengadilan
Tinggi nomor 142/PID/2015/PT.DKI. Tanggal 26 juni 2015.
A.Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Dalam kasus keyakinan hakim dalam mengambil keputusan terhadap
pembuktian perkara pengeroyokan ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Timur pada sidangnya tanggal 6 april 2015 telah memberikan putusan sebagai
berikut:
1.
Menyatakan terdakwa yang bernama : Dedi tersebut diatas, terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Dengan Terang
-terangan Dan Dengan Tenaga Bersama Menggunakan Kekerasan
Terhadap Orang Sehingga Mengakibatkan Maut ” sebagaimana
tersebut
dalam dakwaan primair
2.
Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama : 2 (dua) tahun
3.
Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani
terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan
5.
Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.000,- (dua ribu rupiah)
B.Putusan Pengadilan Tinggi
Dedi dan penasehat hukumnnya menolak putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Timur dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI yang kemudian
memberikan putusan sebagai berikut:
1.
Menerima permintaan banding dari penuntut umum dan terdakwa
2.
Membatalkan putusan pengadilan negeri jakarta timur nomor
1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim,tanggal 13 april 2015
3.
Menyatakan terdakwa dedi tidak terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan penuntut
umum
4.
Membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum tersebut
5.
Memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan
6.
Menyatakan terdakwa dipulihkan dalam kemampuan,kedudukan,dan
harkar serta martabatnya
BAB V
PERTIMBANGAN HUKUM
A.Pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Jakarta Timur
Adapun pertimbangan pertimbangan hukum yang digunakan oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dalam rangka menetapkan putusannya
dalam kasus keyakinan hakim dalam mengambil keputusan terhadap pembuktian
perkara pengeroyokan ini adalah sebagai berikut :
1.
Terdakwa telah didakwa oleh penuntut umum dengan dakwaan
subsideritas dan dakwaan primer maka majelis terlebih dahulu
mempertimbangkan dakwaan primer, sebagaimana diatur dalam pasal 170
ayat (2) ke 3 KUHP yaitu unsur-unsurnya yaitu: barang siapa, dengan
terang-terangan dan dengan tenaga bersama, dan dengan menggunakan
kekerasan terhadap orang sehingga mengakibatkan maut
2.
Selanjutnya Majelis mempertimbangkan unsur-unsur tersebut. unsur
Barang Siapa, dimaksudkan manusia sebagai subjek hukum,dengan
demikian menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan unsur Barang Siapa
dalam hal ini adalah diri Terdakwa, yang ada dimuka persidangan saat ini,
sedangkan apakah benar ia dapat dinyatakan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana sebagaimana
didakwakan oleh Penuntut Umum, tentunya akan dipertimbangkan
ketentuan pidana yang didakwakan kepadanya, telah terbukti secara sah
dan menyakinkan dalam perbuatannya.
3.
Unsur dengan terang-terangan dan dengan Tenaga bersama, Pengertian
secara terang-terangan berarti tidak secara sembunyi-sembunyi dan
tentunya orang lain dapat melihatnya serta secara bersama-sama dapat
diartikan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama hal
tersebut terbukti dari fakta hukum dipersidangan yang berupa pengakuan
dimuka Persidangan pada saat Ketua Majelis Hakim menanyakan tentang
kebenaran keterangan Saksi Sadiono tentang pemukulan yang dilakukan
Terdakwa dengan tegas Terdakwa mengatakan bukan 3 kali memukul
korban tetapi 2 kali dikuatkan adanya keterangan Saksi Wawan Susanto
alias Bowo yang berprofesi sebagai kenek 06 A yang melihat langsung
kejadian Pengeroyokan Pada Hari Kamis Tanggal 18 September 2014
sekira pukul 21.30 di depan PGC Cililitan Kecamatan Kramat Jati Jakarta
Timur dari jarak 3 Meter karena sedang duduk didalam angkot dan melihat
Terdakwa dan kawan2nya memukul Korban M Ronal dari arah belakang.
Hal tersebut membuktikan adanya pengeroyokan yang dilakukan terdakwa
bersama-sam kawan-kawannya yang sampai saat ini belum tertangkap
akan tetapi terdakwa walaupun hanya dua kali memukul korban tetap
Terdakwa telah terbukti dengan secara terang-terangan dan dengan tenaga
bersama melakukan Pengeroyokan. Unsur menggunakan kekerasan
terhadap orang sehingga mengakibatkan maut Pengertian dari Melakukan
mungkin secara tidak sah, misalnya memukul dengan tangan atau dengan
segala macam senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya yang
menyebabkan orang yang terkena tindakan kekerasan merasa sakit yang
sangat. Hal tersebut telah terungkap dipersidangan Terdakwa telah
mengakui dipersidangan melakukan kekerasan dengan cara memukul dari
arah belakang dengan botol bir sebanyak 2 kali hal tersebut dilihat oleh
saksi Wawan Santoso alias Bowo ( Kenek angkot nomor 06 A ) yang pada
saat itu sedang duduk didalam angkot yang jaraknya dari tempat kejadian
hanya 3 meter sehingga dapat melihat dengan jelas Terdakwa dan
kawan-kawannya sedang memukul korban walaupun terdakwa akhirnya tidak
mengakui dengan alasan pada saat kejadian terdakwa tidak berada
ditempat kejadian hal tersebut adalah merupakan usaha untuk tidak mau
bertanggung jawab atas perbuatannya.
4.
Dipersidangan juga dihadirkan Saksi A de Charge oleh Penasehat Hukum
Terdakwa yang memberikan keterangan dibawah sumpah Dewi astuti
yang menerangkan sepulang jualan sekitar Jam.21.00 Wib, naik angkot
T-15A, dan melihat keributan ada seseorang sedang dibawa oleh lebih dari 2
(dua) orang yang kemudian seseorang tersebut dipukuli bersama-sama dan
pada saat itu saksi tidak melihat terdakwa tetapi melihat Dodi dan Maksi
yang memukuli korban, Saksi Sulaeman memberikan keterangan melihat
pada saat kejadian yang diawali dengan terikan maling oleh Erik salah satu
pelaku pengeroyokan sebelumnya saksi melihat korban menghindari
angkot kemudian saksi melihat korban dipukuli oleh Erik dan
kawan-kawannya tetapi saksi tidak melihat terdakwa dan saksi Komariah yang
tidak melihat kejadian tersebut tetapi saksi komariah sempat menegur
Terdakwa pada saat pulang ngojek dan Mulyadi adalah teman terdakwa
yang berprofesi sebagai tukang ojek yang juga tidak melihat kejadian
tetapi bertemu terdakwa setelah pulang ngojek
5.
Saksi-saksi A De Charge yang diajukan oleh Penasehat hukum terdakwa
yang mengaku melihat kejadian tersebut dan tidak melihat Terdakwa
ditempat kejadian hal tersebut bukanlah merupakan bukti yang kuat karena
Terdakwa mengakui dengan tegas telah memukul sebanyak 2 kali
dipersidangan dengan botol bir hal tersebut adalah merupakan pengakuan
dimuka persidangan dan dikuatkan dengan saksi Wawan Susanto alias
Bowo yang melihat sendiri pada saat kejadian Terdakwa memukul Korban
dari arah belakang.
6.
Walaupun Terdakwa tidak mengakui akan perbuatannya dengan alibi tidak
pergi ketempat kejadian dan hanya berada dirumah hal tersebut telah
terbantahkan dengan pernyataan Terdakwa sendiri dimuka persidangan
yang mengakui telah memukul Koraban sebanyak 2 kali ketika Majelis
Hakim mengkonfrontir keterangan Saksi Sadiono
7.
bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP telah
terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah
dalam dakwaan primer,oleh karena dakwaan primer telah terbukti maka
dakwaan subsider dan seterusnya tidak perlu dipertimbangkan lagi.
8.
bahwa Majelis Hakim pada pokoknya sependapat dengan tuntutan dari
Jaksa Penuntut Umum bahwa para terdakwa terbukti bersalah melakukan
tindak pidana, namun tidak sependapat mengenai pemidanaan yang patut
dijatuhkan kepada para terdakwa tersebut, mengingat Majelis Hakim
dalam memutus perkara ini berdasarkan pada pertimbangan dengan
memperhatikan keadilan sesuai peraturan perundang-undangan (legal
justic), keadilan sesuai keinginan masyarakat (social justic) dan keadilan
sesuai kebenaran hakiki (moral justic) serta memperhatikan pula hal-hal
yang memberatkan dan meringankan para terdakwa tersebut sehingga adil
kiranya apabila Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara terhadap
terdakwa
9.
bahwa oleh karena dalam pemeriksaan perkara ini terhadap diri para
terdakwa telah dikenakan penahanan yang sah, maka sesuai Pasal 22 Ayat
(4) KUHAP oleh Majelis Hakim berpendapat bahwa masa penahanan
yang telah dijalani oleh para terdakwa harus dikurangkan seluruhnya dari
pidana yang dijatuhkan, oleh karena Terdakwa dinyatakan telah terbukti
bersalah, maka Terdakwa haruslah dijatuhi pidana sesuai dengan
kesalahannya, karena Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah maka
Terdakwa harus pula dibebani membayar ongkos
Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi dalam memutuskan kasus
keyakinan hakim dalam mengambil keputusan terhadap pembuktian perkara
pengeroyokan ini memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
1.
Keterangan saksi-saksi baik yang diajukan oleh penuntut umum maupun
yang diajukan oleh Dedi dan surat berupa visum et repertum mendapatkan
fakta bahwa: hari kamis tanggal 18 september jam 19.30 wib terjadi
pengeroyokan terhadap M Ronal, kejadian tersebut di daerah PGC tempat
mangkal ojek dimana Dedi juga mangkal di tempat tersebut, berdasarkan
VER M Ronal meninggal akibat kekerasan tumpul di kepala dan batang
otak, sehingga menyebabkan perdarahan yang terjadi pada otak dan batang
otak.
2.
Berdasarkan hasil Visum Et Repertum Rumah Sakit Bhayangkara Tk I R.
Said Sukanto tanggal 19 September 2014, terdapat luka memar di dahi
kanan dan kiri, kelopak atas dan bawah mata kiri, puncak bahu kiri dan
pipi kiri akibat kekerasan tumpul, didapat luka lecet pada pelipis kiri dan
kanan, pipi kanan, lengan kiri atas, siku kiri kanan,lengan kanan atas
bawah, tungkai atas, lutut kanan kiri, punggung kaki kiri, punggung atas
kiri, pinggang kanan belakang akibat kekerasan tumpul. Dari hasil
pemeriksaan dalam didapatkan kemerahan pada lubang saluran makanan,
memar pada paru belakang kanan dan kiri, memar pada limpa, hati bagian
kanan belakang, batang otak terdapat dan hampir pada seluruh pembuluh
darah otak terdapat pelebaran pembuluh darah dan ditemukan pendarahan
tumpul di kepala dan batang otak, sehingga menyebabkan pendarahan
yang terjadi pada otak dan batang otak.
3.
Dedi menyangkal ikut memukul dengan dalih sudah pulang dan tidak
berada di tempat kejadian, keterangan Dedi tersebut sesuai dengan
keterangan saksi-saksi Dewi Astuti, Sulaiman, Komariah dan Mulyadi
4.
Berdasarkan keterangan saksi Wawan Susanti alias Bowo yang melihat
kejadian dari jarak tiga meter dan melihat Dedi ikut memukul, bahwa
keterangan saksi yang menangkap Dedi polisi bernama Sadiano yang
menerangkan bahwa Dedi menerangkan telah memukul tiga kali kepada
M Ronal, keterangan tersebut disangkal oleh Dedi bahwa ia memukul dua
kali, keterangan saksi-saksi tersebut tidak dapat dijadikan bukti yang
membenarkan Dedi ikut memukul M Ronal, karena keterangan saksi
Sadiano menerangkan, bahwa Dedi memukul menggunakan botol
sedangkan Saksi Bowo menerangkan Dedi memukul dengan tangan
kosong, sehingga keterangan tersebut tidak ada kesesuaian, sedangkan
keterangan saksi Kusnasi dan saksi Budi Priyanto tidak hadir di
persidangan, sehingga keterangan berita acara pemeriksaan di Kepolisian
tanpa disumpah dibacakan dalam persidangan dan keterangan tersebut
disangkal oleh Dedi, bahwa keterangan saksi yang tidak disumpah,
meskipun sesuai satu dengan yang lain, kemudian keterangan tersebut
dibacakan di persidangan, tidak menjadi alat bukti, apalagi keterangan dua
karena itu keterangan dua orang saksi tersebut tidak dapat dijadikan bukti
yang membenarkan Dedi ikut melakukan pemukulan kepada M Ronal.
5.
Dakwaan primair yang pertama sama dengan unsur dakwaan subsidair,
oleh karena itu Dedi dinyatakan tidak terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah.maka Dedi harus dibebaskan dari dakwaan.
6.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka Majelis Hakim Pengadilan
Tingkat banding berpendapat bahwa putusan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Timur nomor:1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim, tanggal 13
BAB VI
ANALISIS
Keyakinan hakim dalam mengambil keputusan terhadap pembuktian perkara pada
kasus tindak pidana kekerasan jika terdapat keterangan saksi yang saling
berlawanan.
Putusannya Nomor 1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim tanggal 6 April 2015,
Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan Dedi terbukti secara sah dan
menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pengeroyokan. Sedangkan dalam
putusan No. 142/PID/2015/PT.DKI 26 Juni 2015 Pengadilan Tinggi Jakarta Timur
yang dalam putusannya menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah bersalah
melakukan tindak pidana kekerasan.
Penulis sependapat dengan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Timur yang
telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur berdasarkan atas
pertimbangan bahwa alat bukti yang di miliki oleh jaksa penuntut umum tidak
memenuhi pasal 183 KUHAP bahwa “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana
kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”
.
Alat bukti yang di ajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di muka
persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Timur adalah berupa keterangan saksi dan
1.
Aldi (kakak korban)
Aldi merupakan kakak korban yang sama sekali tidak mengetahui
peristiwa pengeroyokan tersebut secara langsung, namun dia diberitahu
oleh wawan alias bowo bahwa peristiwa tersebut terjadi pada pukul
21.00 di PGC Clilitan Jakarta Timur. Menurut informasi dari wawan
yang mengeroyok M Ronal ada sembilan orang yang diantaranya adalah
Musa, Hendrik, dan lainnya yang aldi tidak kenal, termasuk Dedi
(terdakwa) sebelum diberitahu oleh penyidik.
2.
Sadiano (penyidik polri)
Sadiano merupakan saksi penyidik yang juga bertugas mennagkap
terdakwa di depan PGC Cililitan Jakarta Timur pada tanggal 25
september 2014 pukul 12.00 WIB. Saksi sendiri tidak melihat peristiwa
pengeroyokan, namun mendapat informasi bahwa korban merupakan
sopir mikrolet 06-A sehingga langsung mencari informasi ke tempat
tongkrongan sopir mikrolet 06-A di warung Padang. Saksi mendengar
omongan orang lain yang tidak dikenal bahwa ciri-ciri pengeroyok
adalah tinggi, putih, gondrong, dan berprofesi sebagai tukang
ojek.Setelah menangkap, terdakwa dibawa dengan mobil avanza serta
membawa surat tugas yang ditunjukkan kepada terdakwa. Selama
perjalanan, terdakwa mengaku memukul korban sebanyak tiga kali
dengan menggunakan botol, yang disebabkan oleh rebutan penumpang
mikrolet 06-A. Saksi tidak melakukan kekerasan terhadap terdakwa
3.
Tarso (penyidik polri)
Tarso merupakan saksi penyidik yang tidak mengetahui peristiwa
pengeroyokan secara langsung. Berdasarkan informasi dari Kanit saksi
bahwa korban dan terdakwa sama-sama berprofesi sebagai sopir angkot
mikrolet 06-A. Kemudian saksi mengadakan penyelidikan dari
peristiwa tersebut di sekitar lokasi kejadian di PGC Cililitan Jakarta
Timur selama kurang lebih empat hari dan mendapatkan ciri-ciri pelaku
antara lain:berkulit putih, tinggi, gondrong, memakai topi terbalik, dan
berprofesi sebagai tukang ojek. Setelah diselidiki, pada tanggal 25
september 2014 sekitar pukul 12.00 WIB, terdakwa berhasil di tangkap
berdasarkan ciri-ciri yang telah didapat, dan langsung diintrogasi di
dalam mobil. Selama introgasi, didapatkan bahwa terdakwa mengakui
perbuatannya dengan memukul korban menggunakan botol bir
sebanyak tiga kali di bagian leher dan kepala. Saksi dalam
mengintrogasi terdakwa tidak melakukan kekerasan.
4.
Wawan susanto alias bowo (kenekangkot)
Wawan merupakan kenek mikrolet 06-A yang juga berprofesi sebagai
kru film telah melihat sendiri peristiwa pengeroyokan terhadap korban
sekitar pukul 21-30 WIB di depan PGC Cililitan Jakarta Timur, dengan
terdakwa sebagai salah satu pelaku. Pada saat kejadian terjadi, saksi
sedang berhenti untuk mencari sewa penumpang, dengan jarak tiga
meter dari kejadian tersebut. Saksi melihat terdakwa memukul korban
mengenal terdakwa, namun baru kenal dengan terdakwa setelah
ditunjukkan foto terdakwa oleh polisi.
5.
Kusnadi (sopir angkot)
Kusnasi merupakan sopir angkot yang melihat peristiwa pengeroyokan
yang terjadi pada hari kamis 18 september 2014 sekitar pukul 21.30
WIB di jalan Letjen Sutoyo dekat PGC Cililitan Jakarta Timur. Saksi
tidak mengenal korban, namun mengetahui nama korban setelah
diberitahu di kantor polisi. Terhadap pelaku yang kurang lebih
berjumlah lima orang, saksi juga tidak mengenalnya, namun masih ingat
wajah-wajah para pelaku dan membenarkan salah satu pelaku
pengeroyokan adalah terdakwa (Dedi). Saksi mengetahui peristiwa
tersebut karena saksi sedang berhenti mencari penumpang, tiba-tiba
saksi melihat ada sopir angkot 06-A yang ribut di depan Mall PGC
Cililitan arah Cawang. Tidak lama setelah itu, saksi melihat ada orang
yang dikejar sambil diteriaki copet, dan kemudian orang tersebut
dipukuli, ditendang, dan dijambak secara bersama-sama oleh para
pelaku, lalu saksi langsung pergi meninggalkan tempat kejadian karena
situasinya ramai.
6.
Budi priyanto (sopir angkot)
Budi priyanto merupakan sopir angkot yang melihat peristiwa
pengeroyokan yang terjadi pada hari kamis 18 september 2014 sekitar
pukul 21.30 WIB di jalan Letjen Sutoyo dekat PGC Cililitan Jakarta
setelah diberitahu di kantor polisi. Terhadap pelaku yang kurang lebih
berjumlah lima orang, saksi juga tidak mengenalnya, namun masih
ingat wajah-wajah para pelaku dan membenarkan salah satu pelaku
pengeroyokan adalah terdakwa (Dedi). Saksi mengetahui peristiwa
tersebut karena saksi sedang berhenti mencari penumpang, tiba-tiba
saksi melihat ada sopir angkot 06-A yang ribut di depan Mall PGC
Cililitan arah Cawang. Tidak lama setelah itu, saksi melihat ada orang
yang dikejar sambil diteriaki copet, dan kemudian orang tersebut
dipukuli, ditendang, dan dijambak secara bersama-sama oleh para
pelaku, lalu saksi langsung pergi meninggalkan tempat kejadian karena
situasinya ramai.
Majelis hakim Pengadilan Negeri menilai bahwa saksi Aldi, Sadiano, dan
Tarso masih memiliki kekuatan pembuktian sebagai saksi di persidangan karena
pengertian saksi telah diperluas oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
65/PUU-VIII/2010 Pengujian Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang
hukum acara pidana diperluas menjadi “orang yang dapat memberikan keterangan
dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak
selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.Selain itu saksi Sadiano
dan Tarso di hadirkan dalam persidangan berfungsi sebagai saksi verbalisan.
Berdasarkan
Pasal 1 angka 26
kitab undang-undang hukum acara
pidana
(KUHAP),
adalah “orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan,penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana
Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 memperluas definisi saksi dalam
KUHAP, dapat penulis simpulkan bahwa keterangan saksi Aldi, Sadiono, dan
Tarso tidak dapat diterima di depan persidangan karenaAldi merupakan saudara
dari korban yang mengakibatkan keterangan saksi Aldi tidak dapat di terima.
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 168 ayat (2) KUHAP bahwa Saudara dari
terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau bapak, juga
mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara
terdakwa sampai derajat ketiga, sedangkan Sadiono dan Tarso yang merupakan
saksi penyidik yang dihadirkan di depan persidangan berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 1531/K/Pid.Sus/2010 yang menyatakan: “Bahwa pihak
kepolisian dalam pemeriksaan a quo mempunyai kepentingan terhadap perkara agar
perkara yang ditanganinya berhasil di pengadilan, sehingga keterangannya pasti
memberatkan atau menyudutkan bahwa bisa merekayasa keterangan. Padahal yang
dibutuhkan sebagai saksi adalah orang yang benar-benar diberikan secara bebas,
netral, objektif dan jujur (vide Penjela
san Pasal 185 ayat (6) KUHAP)”
, sehingga
keterangan saksi Sadiano dan Tarso patut diduga sarat akan kepentingan dan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang kuat.
Saksi selanjutnyayang dimiliki oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah
Saksi Kusnadi dan Budi yang sebelumnya diperiksa oleh penyidik dalam BAP
sebagai saksi tidak dapat dihadirkan di depan persidangan yang mengakibatkan
hakim tidak bisa mengambil sumpah dan mendengar keterangan mereka berdua
secara langsung, sehingga diganti dengan pembacaan berita acara pemeriksaan
187 huruf a bahwa BAP saksi juga termasuk alat bukti surat, yang selengkapnya
berbunyi “
berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri,
disertai dengan alasan yang jelas dan
tegas tentang keterangannya itu”.
ketentuan
ini juga dikuatkan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 1985
tentang Kekuatan Pembuktian Berita Acara pemeriksaan saksi dan Visum at
Repertum yang dibuat di luar negeri oleh pejabat asing, yang menjelaskan bahwa
BAP saksi bukan hanya sekedar pedoman hakim untuk memeriksa suatu perkara
pidana, melainkan juga sebuah alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian.
R.Soesilo menambahkan bahwa sesungguhnya berita acara itu dapat disamakan
dengan suatu keterangan saksi yang tertulis, bahkan nilainya sebagai alat bukti lebih
besar dari pada kesaksian untuk membuktikan kesalahan terdakwa, oleh karena
berita acara itu dibuat oleh pegawai penyidik yang oleh undang-undang diwajibkan
untuk itu. Pada hakekatnya berita acara itu adalah suatu keterangan saksi yang oleh
undang-undang diberi nilai sebagai bukti yang sah.
1Menurut penulis pembacaan BAP saksi Kusnadi dan Budi dinilai
bermasalah karena didalam pasal 112 ayat (1) KUHAP memerintahkan kepada para
saksi untuk wajib hadir dipersidangan (setelah dilakukan pemanggilan oleh jaksa
secara sah) selain itu di dalam pasal 159 KUHAP menegaskan bahwa hakim
berwenang untuk menghadapkan saksi kepersidangan jika yang bersangkutan tidak
Dianti,http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e8bc9adcfa87/kekuatan-pembuktian-mau untuk datang dengan sendiri. Saksi Kusnadi dan Budi dalam hal ini tidak
mengemukakan alasan ketidakhadiran mereka dalam persidangan yang
mengakibatkan mereka dapat dijerat pasal 224 ayat (1) KUHAP karena menolak
dengan sengaja untuk menjadi saksi. Ketidakhadiran mereka tanpa alasan yang
jelas menyebabkan tidak diakuinya keterangan mereka berdua dalam BAP sebagai
saksi menurut Pasal 185 ayat (1) KUHAP bahwa Keterangan saksi sebagai alat
bukti ialah apa yang saksi nyatakan didepan sidang pengadilan. Serta Pasal 185 ayat
(7) KUHAP Bahwa keterangan saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu
dengan yang lain kemudian keterangannya tersebut dibacakan di muka persidangan
tidak menjadi alat bukti, apalagi keterangan mereka disangkal oleh terdakwa. BAP
saksi yang bersangkutan hanya bisa dibacakan dimuka persidangan jika saksi
tersebut meninggal dunia atau berhalangan hadir karena alasan yang sah, atau tidak
dipanggil karena jauh kediamannya atau bilamana ada kepentingan negara,
sebagaimana yang diatur dalam pasal 162 ayat (1) KUHAP. Artinya hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Timur terkesan terburu-buru dalam memeriksa
pembuktian keterangan saksi Kusnadi dan Budi.
Satu-satunya saksi yang memenuhi kriteria seseorang disebut sebagai saksi
dalam pasal 1 angka 26
kitab undang-undang hukum acara pidana
(KUHAP),
adalah “orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia
lihat sendiri dan ia alami sendiri” adalah wawan. Namun kesaksian wawan alias
bowo yang diajukan oleh penuntut umum di depan persidangan adalah patut untuk
diperiksa dan menandatangani BAP sebagai saksi sebanyak 1 kali tetapi dalam BAP
wawan terbukti dan telah di sumpah dalam pemeriksaan dipenyidikan, bahwa ia
telah di periksa dalam BAP sebanyak 2 kali yaitu pada tgl 25 september 2014 dan
terakhir tgl 23 oktober 2014.
Setelah itu kejanggalan yang penulis temukan dalam kesaksian Wawan di
muka persidangan adalah bahwa ia mengatakan telah diperlihatkan foto terdakwa
pada saat proses penyidikan di kantor kepolisian sedangkan dalam BAP
disebutkan bahwa ia di perlihatkan fisik terdakwa dan membenarkan terdakwa
adalah pelakunya.
Menurut penulis yang menjadi pertimbangan hakim Pengadilan Tinggi
Jakarta Timur hingga mencapai suatu keyakinan untuk memutus putusan adalah
adanya pertentangan keterangan yang di ungkapkan oleh saksi-saksi a charge
sebagai berikut :
1)
Bahwa dari sisi banyaknya pemukulan yang dilakukan oleh
terdakwa terdapat pertentangan antara saksi sadiano dan tarso
dengan saksi wawan yang mana sadiano dan tarso mengatakan
bahwa berdasarkan keterangan terdakwa, terdakwa memukul
sebanyak tiga kali dengan botol bir (yang kemudian di ralat oleh
terdakwa sendiri yang ketika itu di konfrontir oleh hakim sebanyak
dua kali) dengan wawan yang mengatakan terdakwa memukul
2)
Bahwa dari sisi alat yang digunakan, sadiano dan tarso mengatakan
bahwa terdakwa memukul dengan botol bir (botol bir sebagai barang
bukti tersebut tidak pernah dihadirkan dalam persidangan)
sedangkan wawan mengatakan bahwa terdakwa memukul dengan
tangan kosong
3)
Bahwa dari sisi tempus delicti berdasarkan kesaksian a charge dapat
dibagi menjadi dua waktu yaitu sore dan malam.saksi-saksi yang
mengatakan bahwa terjadinya tindak pidana pada malam hari sekitar
pukul 19.30 sampai 21.30 adalah aldi,sadiano, tarso, dan wawan
sedangkan saksi yang mengatakan bahwa terjadinya tindak pidana
pada sore hari pukul 17.30 adalah kusnadi dan budi
4)
Bahwa dari sisi locus delicti terdapat pertentangan keterangan saksi
acharge dengan ade charge. saksi-saksi a charge yang dalam hal ini
hanya diwakilkan oleh saksi wawan yang melihat kejadian di PGC
cililitan Jakarta timur, sedangkan saksi ade charge yang disumpah
di muka persidangan (dewi astuti, sulaiman, komariah dan mulyadi)
mengemukakan keterangannya bahwa mereka tidak melihat
terdakwa di lokasi kejadian, sebagaimana yang diakui oleh terdakwa
sendiri.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, tepat kiranya putusan
Pengadilan Tinggi Jakarta Timur yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Timur karena saksi a charge yang memiliki nilai pembuktian yang sah
namun mereka tidak memenuhi syarat-syarat untuk disebut sebagai saksi di muka
persidangan. Selain itu, hakim juga telah mempertimbangkan keterangan
masing-masing saksi dan Pasal 185 ayat (6) KUHAP yang memperhatikan persesuaian
antara keterangan saksi satu dengan yang lain, persesuaian antara keterangan saksi
dengan alat bukti yang lain, alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk
memberi keterangan yang tertentu, serta cara hidup dan kesusilaan saksi serta
segala sesuatu yang pada umumnya dapatmempengaruhi dapat tidaknya keterangan
itu dipercaya. otomatis alat bukti yang dimiliki oleh Jaksa hanya bukti surat (visum
et repertum) yang dalam hal ini bukan sebagai pembuktian keterlibatan terdakwa,
tetapi hanya sebagai bukti yang menerangkan bahwa korban mati karena kekerasan.
M. Yahya Harahap megungkapkan bahwa bertitik tolak dari ketentuan asal
185 ayat (2) KUHAP, keterangan seorang saksi saja belum dianggap sebagai suatu
alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa (unus testis nullus
testis). Ini berarti jika alat bukti yang dikemukakan penuntut umum yang terdiri dari
seorang saksi saja tanpa ditambah dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti
yang lain, kesaksian tunggal seperti ini tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang
cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana
yang didakwakan kepadanya.
2Teori pembuktian dalam hukum pidana adalah sebagai berikut:
2
1.
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim belaka (
conviction
intime
) : Terbukti tidaknya kesalahan terdakwa semata-mata ditentukan atas
penilaian keyakinan atau perasaan hakim. Dasar hakim membentuk
keyakinannya tidak perlu didasarkan pada alat bukti yang ada.
2.
Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif (
positif
wettelijk bewijs theori
) : Apabila suatu perbuatan terdakwa telah terbukti
sesuai dengan alat-alat bukti sah menurut undang-undang, maka hakim
harus menyatakan terdakwa terbukti bersalah tanpa mempertimbangkan
keyakinannya sendiri.
3.
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis
(
conviction rasionnee
). Putusan hakim didasarkan atas keyakinannya tetapi
harus disertai pertimbangan dan alasan yang jelas dan logis. Di sini
pertimbangan hakim dibatasi oleh reasoning yang harus reasonable.
4.
Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif
(negatif
wettelijk bewijs theorie
) : Sistem pembuktian ini berada diantara sistem
positif wettelijk dan sistem conviction resionnee.
Pembuktian dalam KUHAP menganut teori Pembuktian Menurut
Undang-Undang Secara Negatif sebagaimana diatur dalam Pasal 183 yang menentukan
bahwa “H
akim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya
”.
Ketentuan tersebut sejajar dengan pasal 341 ayat (4) Ned.
atas pengakuan salah terdakwa saja, melainkan harus ditambah dengan alat-alat
bukti yang lain
”.
Pasal tersebut mengharuskan hakim dalam menjatuhkan putusan
harus mempertimbangkan aspek kesalahan terdakwa yang terbukti melalui
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan berdasarkan dua alat bukti yang
sah tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana yang dilakukan
terdakwa memang benar-benar terjadi dan terdakwalah pelakunya.
3Ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut di atas nyata bahwa pembuktian
harus didasarkan kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat-alat bukti yang sah,
disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut.
Sebenarnya sebelum diberlakukan KUHAP. ketentuan yang mana telah ditetapkan
dalam Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970)
Pasal
6 yang berbunyi: “Tiada seorang jua pun dapat dijatuhi pidana kecuali apabila
pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat
keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah bersalah
atas perbuatan yang ditu
duhkan kepadanya”.
Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa sistem pembuktian berdasar
undang-undang negative sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama
memang sudah layaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa
untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa
memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua
3
ialah berfaedah jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun
keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim
dalam melakukan peradilan.
4Kasus tindak pidana pengeroyokan yang didakwakan kepada terdakwa
tersebut tidaklah memiliki minimal dua alat bukti, yang dengan alasan tersebut
mengharuskan majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Timur untuk tidak
meyakini bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut.
BAB VII
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan analisis kasus tindak pidana kekerasan di atas,
keyakinan hakim dalam mengambil keputusan terhadap pembuktian perkara pada
kasus tindak pidana kekerasan jika terdapat keterangan saksi yang saling
berlawanan, bahwa
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak
memperhatikan jumlah minimal alat bukti yang dimiliki jaksa dan kekuatan
keterangan para saksi a charge, Sedangkan pertimbangan hakim yang mengklaim
telah menemukan alat bukti keterangan terdakwa tidaklah tepat karena pernyataan
terdakwa yang meralat keterangan saksi Sadiono yang mengatakan bahwa terdakwa
melakukan pemukulan sebanyak tiga kali, menjadi dua kali bukanlah keterangan
terdakwa. Ini dilakukan oleh terdakwa dalam menanggapi ucapan tersebut dalam
konteks ketika terjadi pemaksaa