• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suksesi vegetasi di Gunung Papandayan pasca letusan Tahun 2002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Suksesi vegetasi di Gunung Papandayan pasca letusan Tahun 2002"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN

PASCA LETUSAN TAHUN 2002

WELLY RAHAYU

E 14201033

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

RINGKASAN

Welly Rahayu. Suksesi Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002. Di Bawah Bimbingan Ir. Iwan Hilwan, MS.

Masyarakat hutan merupakan suatu siste m hidup dan tumbuh, atau suatu masyarakat yang dinamis. Untuk mencapai keadaan seimbang/dinamis (dynamic equilibrium) masyarakat hutan memerlukan jangka waktu yang sangat lama. Masyarakat hutan yang telah seimbang/dinamis sering terusik oleh beberapa gangguan. Pertama aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan seperti perladangan berpindah dan pembalakan. Kedua karena faktor alam yang bersifat alami seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin ribut dan lain-lain.

Kerusakan hutan akibat faktor alam terjadi di Gunung Papandayan yang meletus pada tahun 2002 yang telah mengakibatkan kerusakan baik pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan berbeda dengan kondisi awal. Dimana untuk mencapai keadaan seimbang (dynamic equilibrium) dibutuhkan suatu proses dalam jangka waktu yang sangat lama yaitu proses suksesi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi di kawasan hutan pasca letusan Gunung papandayan. Data ini sebagai data awal yang dapat digunakan untuk penelitian pada tahun-tahun berikutnya.

Penelitian suksesi ini dilaksanakan di kawasan hutan Gunung Papandayan Garut, pada hutan yang terkena letusan dan hutan yang tidak terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl dan 2500 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni – September 2005. Bahan-bahan yang digunakan adalah etiket gantung, lembar herbarium dan label, sasak bambu, kertas gambar dan kertas koran, isolatif, kantong palstik dan Alkohol 70%. Alat-alat yang digunakan adalah Alat ukur meteran, alat tulis, tali rafia atau tali plastik, golok dan pisau, kompas, gunting ranting, tally sheet, pita keliling, pita tanda, kamera digital, paralon, haga meter, GPS, dan termometer.

Kegiatan yang dilakukan adalah analisis vegetasi, analisis tanah dan pembuatan herbarium. Analisis vegetasi dilakukan dengan metode jalur berpetak. Pada setiap ketinggian dibuat sebanyak lima jalur (20 x 100 m) dimana setiap jalur dibagi menjadi lima petak contoh (20 x 20 m). Petak contoh ini dibagi lagi menjadi sub petak contoh yang terdiri dari tingkat semai (2 x 2 m), pancang (5 x 5 m), tiang ( 10 x 10 m), dan pohon (20 x 20 m). Sedangkan untuk herba dan semak (5 x 5 m), liana dan efifit (20 x 20 m). Jarak antar jalur adalah 30 m. Data hasil analisis vegetasi berupa Indek Nilai Penting, Indeks Keragaman, Indeks Kekayaan, Indeks Kemerataan, Indeks Dominansi dan Indeks Kesamaan Komunitas. Untuk analisis tanah metode yang dilakukan adalah metode tanah terusik. Data yang dianalisis adalah sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia (pH, Al, P, C-organik, N-total, KTK, Mg, K, Ca, dan KB) tanah. Pembuatan herbarium dengan cara mengambil specimen di lapangan.

(3)

dibandingkan hutan tidak terkena letusan baik di ketinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl. Sedangkan untuk Indeks Dominansi pada hutan yang terkena letusan lebih tinggi dibandingkan hutan tidak terkena letusan baik di ke tinggian 2300 m dpl maupun 2500 m dpl.. Pada hutan di ketinggian 2300 m dpl Indek Kesamaan Komunitas terbesar adalah pada tingkat tiang dengan nilai sebesar 19,44% sedangkan di ketinggian 2500 m dpl adalah pada tingkat herba dan semak dengan nilai sebesar 49,26%.

Akibat adanya peristiwa letusan Gunung Papandayan yang terjadi pada tahun 2002, telah mengakibatkan perubahan yang sangat drastis pada kondisi lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan tersebut berbeda dengan kondisi awalnya. Kemudian seiring dengan perubahan alam dari waktu ke waktu, telah terjadinya suatu proses suksesi yaitu suksesi sekunder pada areal-areal terbuka yang mengalami kerusakan akibat letusan.

Proses suksesi sekunder yang berjalan lebih kurang tiga tahun lamanya telah membentuk suatu komunitas baru yang berbeda dari komunitas sebelumnya. Proses suksesi yang terjadi telah masuk kedalam tingkatan pertama yaitu vegetasi rumput herba dan semak kecil. Proses ini telah terjadi pada hutan yang terkena letusan di ketinggia n 2500 m dpl dimana pada hutan tersebut didominasi oleh vegetasi untuk tingkat herba dan semak. Sedangkan pada hutan yang terkena letusan di ketinggian 2300 m dpl, proses suksesi berjalan sangat lambat karena hingga saat ini belum ditemukannya vegetasi bar u yang tumbuh pada hutan tersebut. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena hutan pada ketinggian 2300 m dpl sangat dekat dengan sumber letusan (2200 m dpl) sehingga menyebabkan kerusakan yang sangat parah.

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Suksesi Vegetasi Di Gunung Papandayan Pasca

Letusan Tahun 2002

Nama Mahasiswa : Welly Rahayu

NRP : E 14201033

Program studi : Budi Daya Hutan

Disetujui,

(Ir. Iwan Hilwan, MS)

Dosen Pembimbing

Diketahui,

(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS)

(5)

SUKSESI VEGETASI DI GUNUNG PAPANDAYAN

PASCA LETUSAN TAHUN 2002

WELLY RAHAYU

E 14201033

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, yang

telah melimpahkan nikmat dan karunianya, termasuk nikmat yang Dia berikan

kepada penulis dalam pelaksanaan serangkaian tugas akhir hingga tuntasnya

skripsi ini.

Skripsi ini be rjudul “Suksesi Vegetasi Gunung Papandayan Pasca Letusan

Tahun 2002”. Skripsi ini dilakukan penulis untuk mempelajari tingkat suksesi

yang terjadi di kawasan hutan pasca letusan Gunung papandayan. Data ini sebagai

data awal yang dapat digunakan untuk penelitian pada tahun-tahun berikutnya.

Dengan penuh kerendahan hati penulis menyampaikan penghargaan dan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Keluarga tercinta yang telah memberikan doa, dukungan serta

pengorbanan yang terbaik.

2. Ir. Iwan Hilwan, MS atas kesediaan dan keikhlasan beliau membimbing

penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. Ir. I. Ketut N Pandit, MS dan Dr. Ir. A. Machmud Thohari, DEA selaku

dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Departemen Konservasi

Sumber Daya Hutan dan Ekowisata atas saran dan masukan yang telah

diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Kritik serta saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan

tulisan ini.

Akhirnya, semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi sumber

informasi bagi yang menggunakannya.

Bogor, Januari 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Dumai, Propinsi Riau pada tanggal

20 Juli 1983. Penulis merupakan anak ketiga dari empat

bersaudara dari pasangan Ridwan. AR (Ayah) dan Yunimar

(Ibu). Penulis menjalani pendidikan Sekolah Dasar Negri 014

Dumai tahun 1989-1995, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

Negri 2 Dumai tahun 1995-1998 dan Sekolah Menengah

Umum Negri 2 Dumai tahun 1998-2001.

Pada tahun 2001, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Budidaya Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Dalam bidang akademik, penulis telah mengikuti beberapa prakte k

lapang antara lain : Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada bulan

Juli-Agustus 2004 di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah (KPH Banyumas

Barat, BKPH Rawa Timur dan KPH Banyumas Timur, BKPH Gunung Slamet

Barat) dan Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, KPH Ngawi. Pada bulan Februari

– April 2005, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Diamond

Raya Timber, Riau.

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi anggota Komunitas

Masyarakat Rumput (MR) tahun 2002-2003, anggota Departemen Public relation

ASEAN Forestry Student’s Association (AFSA) LC IPB 2003-2004, dan asisten

mata kuliah Dendrologi dan Ekologi Hutan 2004-2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Manfaaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. Dinamika Masyarakat Tumbuhan ... 3

1. Pengertian Suksesi ... 3

2. Macam Suksesi ... 5

3. Karakteristik Suksesi... 5

4. Tahapan Perkembangan Suksesi ... 6

B. Morfologi Tumbuhan... 9

1.Struktur dan Komposisi Daun... 9

2.Struktur dan Komposisi Bunga ... 10

3.Buah ... 11

C. Eksplorasi Botani Hutan ... 13

D. Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 14

1. Sifat Fisik Tanah... 14

a. Tekstur Tanah... 14

2. Sifat Kimia Tanah ... 15

a. Reaksi Tanah ... 16

b. Bahan Organik ... 17

c. Nitrogen... 17

d. Fosfor ... 18

e. Kalium ... 19

f. Magnesium dan Kalsium ... 19

g. Kapasitas Tukar Kation ... 20

h. Kejenuhan Basa ... 21

II. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK... 22

A. Luas dan Letak ... 22

B. Topografi dan Iklim ... 22

C. Sumber Air ... 23

D. Tanah ... 23

(9)

1.Flora ... ... 23

2.Fauna ... ... 23

F. Keadaan Sosial Ekonomi ... 24

1.Penduduk... ... 24

2.Mata Pencaharian ... ... 24

3.Jenis Penggunaan Lahan ... ... 24

IV. METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian... 25

B. Bahan dan Alat ... 25

1. Bahan ... 25

2. Alat... 25

C. Metode Penelitian... 25

1. Analisis Vegetasi ... 25

2. Pembuatan Herbarium... 27

3. Analisis Tanah ... 27

4. Dokumentasi ... 28

5. Analisis Data ... 28

a Kegiatan Analisis Vegetasi ... 28

i. Indeks Nilai Penting... 28

ii. Indeks Kekayaan Jenis ... 29

iii.Indeks Keanekaragaman Jenis ... 29

iv.Indeks Kemerataan Jenis ... 29

v. Indeks Dominansi... 30

vi.Indeks Kesamaan Komunitas ... 30

b. Tanah... 31

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 32

A. Hasil Penelitian... 32

1. Indeks Nilai Penting ... 32

a. Hutan Terkena Letusan pada 2300 m dpl... 32

b. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2300 m dpl ... 32

c. Hutan Terkena Letusan pada 2500 m dpl... 33

d. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2500 m dpl ... 36

2. Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener (H’)... 40

3. Indeks Kekayaan Margalef (R1) ... 41

4. Indeks Kemerataan (E) ... 42

5. Indeks Dominansi (C) ... 44

6. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)... 45

7. Sifat Fisik Tanah ... 46

8. Sifat Kimia Tanah... 46

B. Pembahasan ... 54

1. Indeks Nilai Penting ... 54

2. Indeks Keragaman, Keka yaan, dan Kemerataan... 57

3. Indeks Dominansi (C) ... 58

4. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)... 59

5. Tingkat suksesi yang terjadi... 60

(10)

7. Sifat Kimia Tanah... 61

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 67

A. Kesimpulan... 67

B. Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Hubungan Kelas Tekstur dengan Kapasitas Infiltrasi pada Penutupan

yang Berbeda ... 15

2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah ( Staf Pusat

Penelitian Tanah, 1981) ... 16

3. Jumlah Penduduk Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Sukaresmi

dan Desa Neglawangi ... 24

4. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah ... 31

5. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2300 m dpl tidak

Terkena Letusan) ... 33

6. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl Terkena Letusan)... 34

7. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl Terkena Letusan) ... 34

7. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl Terkena Letusan) ... 35

8. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl Terkena Letusan) ... 35

9. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl Terkena

Letusan) ... 36

10. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ... 37

11. Nilai Penting Tingkat Pancang (2500 m dpl tidak

Terkena Letusan) ... 37

12. Nilai Penting Tingkat Tiang (2500 m dpl tidak Terkena Letusan) ... 38

13. Nilai Penting Tingkat Pohon (2500 m dpl tidak

Terkena Letusan) ... 38

14. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2500 m dpl tidak Terkena

Letusan) ... 39

15. Data Tekstur Tanah ... 46

16. Data Sifat Kimia Tanah dan Kriteria Kesuburan Tanah Berdasarkan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Peta Papandayan... 22

2. Petak Pengamatan ... 26

3. Indeks Keragaman Jenis ... 40

4. Indeks Kekayaan Jenis ... 41

5. Indeks Kemerataan Jenis ... 43

6 Indeks Dominansi... 44

7. Indeks Kesamaan Komunitas... 45

8. Reaksi Tanah (pH Tanah) ... 47

9. Kandungan Aluminium... 48

10. Kandungan Fosfor... 49

11. Kandungan Karbon Organik ... 49

12. Kandungan Nitrogen Total... 50

13. Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 51

14. Kandungan Magnesium... 51

15. Kapasitas Kalium ... 52

16. Kandungan Kalsium ... 53

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman 1. Hutan Terkena Letusan dan Tidak Terkena Letusan di Ketinggian

2300 m dpl... 70

2. Hutan Terkena Letusan dan Kondisi Vegetasi pada Hutan Terkena letusan dan tidak terkena letusan di Ketinggian 2300 m dpl... 71

3. Bahan-Bahan Herbarium... 72

4. Indeks Nilai Penting pada Hutan Terkena letusan di ketinggiaan 2300 m dpl... 73

5. Indeks Nilai Penting pada Hutan Tidak Terkena letusan di ketinggiaan 2300 m dpl... 74

6. Indeks Nilai Penting pada Hutan Terkena letusan di ketinggiaan 2500 m dpl... 76

7. Indeks Nilai Penting pada Hutan Tidak Terkena letusan di ketinggiaan 2500 m dpl... 79

8. Indeks Keragaman Jenis Shannon-Wiener (H’) ... 83

9. Indeks Kekayaan Margalef(R) ... 83

10. Indeks Kemerataan (E) ... 84

11. Indeks Dominansi (C) ... 84

12. Indeks Kesamaan Komunitas (IS)... 85

13. Daftar Nama Jenis Pohon di Gunung Papandayan... 85

14. Daftar Nama Jenis Tumbuhan Bawah di Gunung Papandayan... 86

15. Data Kimia Tanah ... 88

(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gunung Papandayan adalah salah satu gunung api aktif yang ada di Jawa

Barat, dan merupakan Taman Wisata Alam (TWA) yang semula bagian dari

Cagar Alam (CG) yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,

pendidikan, menunjang budaya dan rekreasi. Secara umum, areal Gunung

Papandayan ini berupa hutan, dimana berdasarkan pengertiannya hutan sebagai

suatu ekosistem yang merupakan hasil interaksi antara faktor biotik dan abiotik.

Komponen biotik meliputi semua organisme hidup, baik flora, fauna termasuk

juga manusia. Sedangkan faktor abiotik meliputi curah hujan, angin, temperatur,

kelembaban, tanah, ketinggian, topografi, dan lain sebagainya.

Masyarakat hutan merupakan komunitas biotik yaitu suatu sistem hidup dan

tumbuh, suatu masyarakat yang dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara

berangsur -angsur melalui beberapa tahap yaitu : invasi oleh tumbuh-tumbuhan,

adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan

stabilisasi atau keseimbangan dinamis. Dimana untuk mencapai keadaan

seimbang (dynamic equilibrium) memerlukan jangka waktu yang sangat lama.

Mekanisme tersebut dikenal dengan istilah suksesi.

Masayarakat hutan yang stabil sering terusik oleh beberapa macam

gangguan. Pertama, karena keberadaan manusia yang kian hari kian bertambah

populasinya menyebabkan kebutuhan akan keperluan hidup juga bertambah

sehingga banyak aktivitas manusia yang dapat mengakibatkan kerusakan hutan

seperti perladangan berpindah dan pembalakan. Kedua , karena faktor alam yang

bersifat alami seperti gunung meletus, gempa bumi, banjir, tanah longsor, angin

ribut dan lain-lain.

Kerusakan hutan akibat faktor alam ini terjadi di Gunung Papandayan yang

meletus pada tahun 2002 yang telah mengakibatkan kerusakan baik pada kondisi

lingkungan maupun ekosistem yang menyebabkan kawasan hutan berbeda denga n

(15)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat suksesi yang terjadi di

kawasan hutan pasca letusan Gunung Papandayan.

C. Manfaat Penelitian

Data suksesi yang diperoleh merupakan data awal guna memantau

perkembangan suksesi vegetasi pasca letusan di kawasan hutan Gunung

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Dinamika Masyarakat Tumbuhan

Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara

dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa

tahap : invasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat

tumbuh dan stabilisasi. Proses tersebut disebut sebagai suksesi (Soerianegara dan

Indrawan, 1988).

1. Pengertian suksesi

Spurr (1964), menyatakan bahwa suksesi merupakan proses yang

terjadi secara terus-menerus yang ditandai oleh banyaknya perubahan dalam

vegetasi, tanah dan iklim mikro. Perubahan ini terjadi secara bersama -sama

dan komponen yang satu dengan yang lain akan saling berhubungan.

Selanjutnya dikatakan oleh Ewusie (1990), bahwa suksesi merupakan

hasil dari tumbuhan itu sendiri, dalam arti bahwa tumbuhan yang berbeda

dalam daerah itu pada waktu tertentu mengubah lingkungannya yang terdiri

dari tanah, tumbuhan dan iklim mikro yang berada di atasnya, sedemikian

rupa sehingga membuatnya cocok untuk jenis yang lain daripada tumbuhan itu

sendiri.

Sedangkan menurut Kartawinata, Ressodarmo dan Soegiarto (1992), suksesi merupakan suatu proses perubahan dalam komunitas yang

berlangsung menuju kesatu arah secara teratur. Lebih lanjut dikatakan bahwa

suksesi ini tidak lebih dari pergantian jenis yang oportunis (jenis-jenis pionir)

oleh jenis-jenis yang lebih mantap dan dapat me nyesuaikan secara lebih baik

dengan lingkungannya.

Selama suksesi berlangsung hingga tercapai keseimbangan dinamis

dengan lingkungannya, terjadi pergantian-pergantian masyarakat tumbuhan

hingga terbentuk masyarakat yang disebut klimaks (Soerianegara dan

Indrawan, 1988). Selaunjutnya dikatakan bahwa dalam masyarakat yang telah

stabil pun selalu terjadi perubahan-perubahan, misalnya karena pohon-pohon

yang tua dan mati, maka timbullah anakan pohon atau pohon-pohon yang

(17)

Menurut Clarke (1954), adanya perubahan dalam masyarakat

tumbuhan terutama disebabkan oleh aktivitas masing-masing masyarakat

tumbuhan di dalam lingkungannya sendiri. Dijelaskan lebih lanjut bahwa di

dalam hutan, pohon-pohon akan meningkat dalam bentuk dan ukurannya,

sehin gga bersifat menaungi dan akibatnya kelembaban akan bertambah tinggi.

Tumbuhan mengambil hara dari dalam tanah dalam bentuk yang berbeda.

Akumulasi humus, perubahan pH tanah dan kandungan air semuanya akan

berubah, akibatnya habitat akan berubah pula. Per ubahan ini akan

menciptakan keadaan habitat yang baik untuk pertumbuhan jenis yang lain

dari jenis yang sudah ada sebelumnya. Dengan demikian, jenis yang berbeda

alam kondisi selanjutnya akan menguasai.

Menurut Wirakusumah (2003), pada dasarnya ada komunitas yang

statis tetapi pada hakikatnya senantiasa berubah menurut peredaran waktu.

Perubahan ini dikenal dalam jenjang-jenjang, yang pertama tentunya terjadi

karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati. Perubahan lain dalam

jangka waktu lebih lama mengakibatkan perubahan besar pada komposisi dan

struktur suksesi ekologik, sebagai reaksi komunitas perubahan faktor biotik

fundamental dan evolusi komunitas.

Suksesi ekologik ini dapat digambarkan dari awal suatu ekosistem

yang mengalami gangguan sehingga mengakibatkan tanah menjadi gundul.

Kendati demikian pada lahan gundul itu dapat tersisa vegetasi akar-akaran dan

biji-biji dorman yang mulai hidup kembali membentuk ekosistem baru.

Jenis-jenis pertama yang mulai membentuk komunitas baru itu disebut Jenis-jenis pionir,

yang memelopori hidup di lingkungan gersang yang kemudian mati, ditambah

semak-semaknya sewaktu masih tumbuh dan meningkatkan mutu kondisi

lingkungan abiotik, yang memungkinkan organisme lain hidup, baik dari yang

dominan di tempat maupun kedatangan spesies baru dari luar, meningkatkan

komunitas semakin dewasa. Pertumbuhan komunitas semakin dewasa ini

disebut proses suksesi. Proses ini berlanjut terus menuju keseimbangan

(18)

2. Macam Suksesi

Manan (1978), membedakan proses terjadinya suksesi menjadi dua

macam, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer bermula

dari suatu habitat yang tidak bervegetasi sebelumnya, sedangkan suksesi

sekunder bermula dari suatu habitat yang tadinya sudah ditumbuhi vegetasi

yang kemudian terjadi kerusakan yang disebabkan oleh adanya gangguan,

seperti bencana alam (kebakaran, banjir, longsor, gunung meletus) atau

kerusakan oleh adanya perladangan, vegetasinya rusak dan musnah digantikan

oleh jenis tumbuhan baru yang sesuai dengan keadaan tempat terbuka.

Soerianegara dan Indrawan (1988), membedakan pula suksesi atas dua

bagian, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi primer merupakan

perkembangan vegetasi mulai dari habitat yang tidak bervegatasi hingga

mencapai masyarakat yang stabil atau klimaks, sedangkan suksesi sekunder

terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak. Jika

gangguan atau kerusakan itu tidak hebat, maka suksesi sekunder ini dapat

mencapai klimaks semula, tetapi apabila kerusakan yang terjadi berat sekali,

sehingga kondisi klimaks tidak mungkin lagi tercapai, maka terbentuklah apa

yang disebut disklimaks.

3. Karakteristik Suksesi

Odum (1971), menyebutkan tiga karakteristik suksesi yang berperan

penting dalam perkembangan ekosistem, yaitu :

a. Suksesi merupakan suatu perkembangan komunitas yang meliputi

perubahan di dalam struktur jenis dan metabolisme komunitas yang

searah dengan waktu sehingga dapat diramalkan.

b. Suksesi merupakan proses induksi komunitas dan organisme yang

meneruskan perubahan lingkungan fisik. Perubahan dalam lingkungan

fisik menentukan pola dan dasar dari suksesi dalam habitat.

c. Suksesi berperan penting untuk pembentukan stabilitas komunitas

dengan biomassa maksimum, keanekaragaman jenis dan penggunaan

semua kemungkinan tempat hidup organisme.

Kecepatan proses suksesi menurut Kartawinata, dkk. (1992)

(19)

a. Luasnya komunitas asal yang rusak karena gangguan.

b. Jenis-jenis yang terdapat di sekitar komunitas yang terganggu.

c. Kehadiran pemancar biji dan benih

d. Iklim, terutama arah dan kecepatan angin yang membawa biji dan spora

serta perkembangan semai selanjutnya.

e. Macam substrat baru yang terbentuk.

f. Sifat-sifat jenis tumbuhan yang ada di sekitar terjadinya suksesi.

4. Tahapan Perkembangan Suksesi

Mengenai adanya perubahan habitat, Whittaker (1975), menyatakan

bahwa selama proses suksesi berjalan terjadi beberapa macam perubahan,

yaitu :

a. Adanya perkembangan dari sifat tanah, seperti meningkatnya kedalaman

tanah, meningkatnya kandungan bahan organik dan meningkatnya

perbedaan lapisan tanah.

b. Meningkatnya komunitas tumbuh-tumbuhan dalam tinggi, massa kayu

(biomassa), kerimbunan dan perbedaan strata tajuk.

c. Dengan berkembangnya sifat-sifat tanah dan struktur komunitas yang

lebih baik, maka produktivitas dan pembentukan bahan organik

meningkat.

d. Adanya perkembangan dari kerapatan, penutupan tajuk dan iklim mikro

dalam komunitas.

e. Keanekaragaman meningkat dari komunitas sederhana pada tingkat awal

suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir suksesi.

f. Populasi meningkat, pergantian suatu populasi oleh populasi lainnya

meningkat sampai tingkat yang stabil. Jenis yang berumur pendek

digantikan jenis yang berumur panjang.

g. Kestabilan relatif dari suatu komunitas pada tingkat awal komunitas

tidak stabil, dimana populasi secara cepat digantikan oleh populasi yang

lain, sedangkan populasi akhir biasanya stabil dan dikuasai oleh

tumbuhan yang berumur panjang serta komposisi dari komunitas yang

(20)

Ewusie (1990), menyatakan bahwa ada tiga faktor yang memegang

peranan penting dalam terbentuknya suatu komuntas:

a. Tersedia kesempatan berkoloni atau bahan-bahan serbuan (invading

material) misalnya benih, buah dan spora-spora. Hal ini merupakan faktor

yang sangat penting dalam perke mbangan komunitas tumbuhan pada

setiap waktu tertentu. Jadi tergantung bahan yang terbawa ke lokasi

tersebut.

b. Seleksi pada bahan-bahan yang tersedia secara alam di lingkungan

tersebut. Setelah beberapa benih berkoloni dan semai telah mulai hidup

pada habitat tersebut, hanya beberapa saja yang dapat toleran terhadap

lingkungan dan dapat tumbuh dengan baik. Lingkungan dapat tidak baik

untuk perkecambahan beberapa benih dan juga dapat menekan

semai-semai tertentu sampai tidak dapat tumbuh. Tingkat ini adalah tingkat yang

kritis, karena secara umum selang toleran semai lebih sempit daripada

tumbuhan yang telah dewasa. Tentunya perbedaan lingkungan

menghasilkan perbedaan dalam tingkat seleksi. Sebagai kasus yang

ekstrim misalnya pada permukaan batu telanjang atau bukit pasir, di sini

hanya beberapa jenis saja yang dapat tumbuh.

c. Modifikasi lingkungan oleh tumbuhan. Dari saat yang akan berkoloni

pertama tiba pada habitat yang telanjang tersebut dan mulai tumbuh,

masyarakat tumbuhan mulai memodifikasi lingkungan. Pengaruhnya dapat

dilihat pada tahap akhir dari perkembangan.

Sedangkan Odum (1971), menyatakan kesamaan/kesejajaran antara

suksesi dengan perkembanagn organisme-organisme individual sebagai

berikut :

a. Suatu proses yang berlangsung secara teratur/ berurutan yang cukup

terarah dan dengan demikian dapat diduga.

b. Terjadi sebagai hasil modifikasi lingkungan fisik oleh komunitas, artinya

perkembangan tersebut adalah perkembangan yang dikontrol oleh

(21)

c. Mencapai puncaknya di dalam suatu ekosistem yang telah stabil (disebut

juga ekosistem klimaks, ekosistem yang telah matang) dengan sifat

homeostatis (ekosistem dalam keadaan yang setimbang dan sehat).

Sedangkan Shukla dan Chandel (1982), membagi suksesi kedalam

sembilan tahapan, yaitu :

a. Nudation, yaitu proses terbentuknya vegetasi penutup tanah.

b. Migration, yaitu proses tumbuh-tumbuhan sampai dan tersebar dalam

bentuk biji pada daerah yang terbuka.

c. Ecesis, yaitu proses perkecambahan, pertumbuhan, perkembangbiakan

dan menetapnya tumbuhan baru tersebut.

d. Agregation, yaitu pola pengelompokan dari koloni individu yang tumbuh

berkembang pada areal yang kosong.

e. Evolution of community relationship, yaitu suatu proses yang terjadi

apabila daerah yang kosong ditempati jenis-jenis yang berkoloni, dan

jenis tersebut akan saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

f. Invation, yaitu dalam proses kolonisasi, biji tumbuhan yang telah

beradaptasi dalam waktu yang relatif panjang akan tumbuh dan menetap

di tempat tersebut.

g. Reaction, yaitu terjadinya perubahan habitat yang disebabkan oleh

tumbuhan itu sendiri dan habitat tempat tumbuhnya. Reaction

merupakan proses yang terus menerus dan menyebabkan kondisi yang

kurang cocok bagi tumbuhan yang telah ada dan lebih cocok pada

individu yang baru. Dengan cara demikian, reaction memegang peranan

yang sangat penting di dalam pergantian jenis tumbuhan.

h. Stabilization, yaitu suatu proses dimana telah terbentuk individu yang

dominan dan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur vegetasi

yang sudah dapat dikatakan relatif konstan.

i. Clima x, yaitu tahap akhir perubahan vegetasi, keadaan habitat dan

struktur vegetasi relatif konstan, karena pembentukan jenis dominan

(22)

Proses suksesi yang terjadi menurut Gates (1949), dapat dibagi ke

dalam empat tahapan, yaitu :

a. Tahap rumput-rumput pionir

b. Tahap semak

c. Tahap pohon sementara

d. Tahap hutan klimaks

Sedangkan Danserau (1954), memperkenalkan lima tahapan dalam

suksesi, yaitu :

a. Tahap pionir

b. Tahap konsolidasi

c. Tahap sub klimaks

d. Tahap quasi klimaks

e. Tahap klimaks

B. Morfologi Tumbuhan

1. Struktur dan Komposisi Daun

Daun merupakan bagian atau organ tumbuhan yang berfungsi

membentuk makanan (fotosintesis), respirasi dan transpirasi. Karena daun

menunjukkan pola-pola khas, maka dinilai sangat penting dipelajari dalam

taksonomi (Samingan, 1980).

Daun terdiri dari helai daun atau lamina dan tangkai daun atau petiole.

Tangkai daun dapat panjang atau pendek, lentur atau kaku, bersurut, beralur,

atau memipih dan kadang-kadang mempunyai kelenjar. Pada beberapa kasus,

tangkai daun tidak ada dan helai melekat langsung pada ranting, daun

demikian ini disebut daun duduk atau sessile. Beberapa daun disertai organ

yang menyerupai daun atau seperti sisik yang disebut daun penumpu atau

stipule yang melekat pada ranting di bawah pangkal atau dikedua sisi tangkai

daun tadi. Tumbuhan yang memiliki stipule disebut stipulate, sedangkan

tumbuhan yang tidak memiliki stipule disebut estipulate (Harlow &

Harar,1958).

Menurut Benson (1957), setiap jenis pohon biasanya memiliki tata

(23)

a. Bersilang atau opposite, yaitu apabila daun berpasangan pada ketinggian

yang sama, satu pada masing-masing sisi dari ranting.

b. Melingkar atau Whorled atau Verticillate, yaitu apabila lebih dari dua

daun dijumpai pada ruas yang sama.

c. Berseling atau alternate, yaitu hanya satu helai daun saja yang melekat

pada ruas dan dengan pengamatan yang seksama akan tampak ditata

dalam spiral mengitari ranting.

Komposisi daun dengan satu helai disebut daun tunggal (simple leaf)

dan jika dua atau lebih helai daun yang melekat pada tangkai persekutuan

disebut daun majemuk (compound leaf) dan helai-helai daunnya disebut anak

daun (leaflet). Tangkai menopang anak daun disebut rachis. Apabila jumlah

anak daun yang melekat sepanjang rachis disebut daun bersirip (pinnately

compound) berjumlah ganjil atau genap, maka hal tersebut menunjukkan

jumlah anak daun yang ada. Daun bersirip ganda adalah daun majemuk

bersirip dan anak-anak daun bersirip lagi yang disebut pinulle (Samingan,

1980).

2. Struktur dan Komposisi Bunga

Bunga dapat dianggap sebagai ranting dengan daun yang berubah

fungsinya (Samingan, 1980). Terjadinya perubahan fungsi tersebut menurut

Loveless (1989) akan mengakibatkan :

a. Bunga tidak mempunyai kuncup pada ketiak daunnya.

b. Buku-bukunya pendek sehingga jarak vertikal antara daun yang

berurutan sangat pendek.

c. Bunga menunjukkan pertumbuhan yang terbatas, yaitu segera setelah

meristem ujung membentuk bunga, maka pertumbuhan lebih lanjut akan

terhenti.

Bunga terdiri dari beberapa bagian bunga, yaitu : kelopak (sepal),

mahkota bunga (petal), benang sari (stamen), dan putik (pistil). Jika bunga

mempunyai semua bagian tersebut, maka bunga disebut bunga lengkap

(complete) dan jika salah satu bagian bunga tidak ada maka disebut bunga

(24)

Bunga yang sempurna adalah bunga yang memiliki putik dan benang

sari, sedangkan bagian tambahan lainnya seperti daun kelopak dan atau daun

mahkota hanya sebagai pelengkap. Sedangkan bunga tidak sempurna adalah

bunga yang hanya mengandung benang sari atau putik saja. Sehingga bunga

tidak sempurna merupakan bunga berkelamin satu, sedangkan bunga

sempurna adalah bunga biseksual atau hermaphrodit (Harlow & Harar,1958).

Samingan (1980) mengatakan bahwa bunga tidak sempurna dapat

berbentuk bunga jantan (apabila benang sari yang berfungsi, sedangkan putik

mandul) atau dapat juga berbentuk bunga betina (apabila putik yang berfungsi,

sedangkan benang sari mandul).

3. Buah

Buah adalah organ tumbuhan yang mengandung biji. Struktur buah

memberikan cirri khas yang sangat bermanfaat bagi klasifikasi tumbuhan

berbunga.

Secara morfologi, buah konifer dapt dibedakan menjadi buah kering

dan buah berdaging yang terdiri dari dua tipe, yaitu :

a. Buah yang terdiri dari satu biji, yang sebagian atau seluruhnya tertutup

oleh aril (daging biji).

b. Buah yang terdiri dari beberapa sisi berkayu atau keras atau sisik

berdaging, masing-masing dengan satu atau lebih biji dan tersusun pada

sumbu membentuk kerucut atau cone.

Sedangkan buah angiospermae biasanya dikatakan sebagai bakal buah

yang masak, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Buah tunggal (yang terbentuk oleh satu putik)

b. Buah majemuk (yang terbentuk oleh dua atau lebih putik yang terdapat

pada dasar bunga yang sama)

Kedua macam buah ini dapat merupakan buah kering atau buah

berdaging (sekulen) menurut keadaan buahnya waktu matang (Samingan,

(25)

Loveless (1989) membagi buah tunggal menjadi tiga bentuk, yaitu

a. Buah kering tidak merekah, terdiri dari tipe :

i. Buah longkah, yaitu buah kecil, berongga dan berbiji satu.

ii. Samara, yaitu buah keras bersayap.

iii. Nut, yaitu buah keras kecil

b. Buah kering merekah terdiri dari tipe :

i. Buah polong atau legume, yaitu hasil dari putik tunggal yang merekah

sepanjang garis suture (kampuh).

ii. Buah bumbung atau follicle, yaitu hasil dari satu putik yang merekah

melalui dua atau lebih suture (kampuh).

iii. Buah kotak atau capsule, yaitu hasil dari putik majemuk merekah

melalui dua atau lebih suture (kampuh)

iv. Buah berdaging, yaitu hasil dari putik majemuk merekah melalui dua

atau lebih suture (kampuh)

c. Buah berdaging terdiri dari tipe :

i. Buah empulur atau pome, yaitu hasil putik majemuk ; dinding luar

bakal buah berdaging, dinding dalam menjangat membungkus banyak

biji.

ii. Buah batu atau drupe, yaitu buah berdaging berbiji satu ; biasanya

hasil dari putik tunggal, dinding luar berdaging, dinding dalam keras.

iii. Buah buni atau berry, yaitu buah berbiji banyak ; dinding luar dan

dalam berdaging dengan biji-biji terbungkus dalam massa yang seperti

bubur (tomat).

Sedangkan buah majemuk dapa t dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Buah aggregate, yaitu merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal

dari putik-putik terpisah pada bunga yang sama yang terdapat pada dasar

bunga persekutuan.

b. Buah multiple, yaitu kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik

(26)

C. Eksplorasi Botani Hutan

Eksplorasi botani di hutan dan penelitian botani tentang pohon-pohon akan

memberikan data/informasi mengenai flora pohon di hutan yang bersangkutan.

Kegiatan eksplorasi botani hutan dan penelitian teknologi kayu sudah sejak

dahulu dilakukan, dimana Endert pada tahun 1917 untuk pertama kalinya

melakukan eksplorasi ini dan menghasilkan sekitar 4000 jenis pohon.

Eksplorasi botanis dan teknologi kayu pada dasarnya merupakan bagian

dari eksplorasi atau survey hutan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang

letak, luas, struktur hutan, komposisi jenis dan data kondisi tempat tumbuhnya

(Kusmana, 1995).

Metode terbaik yang digunakan dalam eksplorasi botanis menurut

Kusmana (1995) adalah metode jalur, yang memiliki lebar 10 m atau 20 m dengan

panjang satu km atau lebih. Setelah itu, semua pohon yang berdiameter 20 cm ke

atas yang masuk ke dalam jalur dicatat nama daerahnya, diameternya, tinggi total

dan tinggi bebas cabangnya.

Contoh-contoh herbarium sangatlah berguna untuk keperluan eksplorasi

botani di suatu daerah. Contoh herbarium ini selain bahan identifikasi atau

determinasi jenis tumbuhan, tetapi juga sebagai barang bukti yang

didokumentasikan bahwa jenis-jenis tumbuhan yang bersangkutan terdapat di

daerah tersebut (Kusmana, 1995).

Lebih lanjut Kusmana (1995) mengatakan bahwa suatu contoh herbarium

yang baik harus mengandung bagian-bagian tumbuhan yang lengkap yang terdiri

dari contoh ranting-ranting berdaun (daun muda dan daun tua), bunga (kuncup

bunga dan bunga yang sudah mekar), buah (buah muda dan muda tua) dan biji.

Kemudian Kusmana (1995) menambahkan beberapa petunjuk dalam

pengumpulan herbarium, antara lain :

1. Bahan herbarium tidak boleh dipungut dari tanah, tetapi harus diambil dari

pohon yang bersangkutan.

2. Untuk pohon (berdiameter 10 cm atau lebih) atau berupa pohon kecil diambil

ranting yang berdaun yang ada bunganya dan bila ada dilengkapi dengan

buah. Sekurang-kurangnya dikumpulkan lima ranting dari tiap pohon yang

(27)

Sedangkan ukuran ranting yang dikumpulkan untuk herbarium adalah sekitar

27 cm x 42 cm (ukuran setengah halaman kertas Koran). Tiap ranting

sekurang-kurangnya berisi lima daun apabila daun tidak terlalu besar. Untuk

daun berukuran besar, cukup dua helai daun per ranting.

3. Untuk mengambil contoh herbarium yang tinggi dilakukan dengan cara

dipanjat, melempar ranting atau cabang terendah yang mengandung bunga dan

atau buah denga n sepotong kayu atau menembak dengan senapan atau

memakai tali pancing dari nilon yang dilemparkan dengan ketapel.

D. Sifat Fisik dan Kimia Tanah

Tanah merupakan tubuh alam bebas yang terbentuk dari hasil kerjasama

antara kelima faktor pembentuk tanah yaitu bahan induk, iklim, organisme, relief

dan waktu.

1.

Sifat Fisik Tanah

a. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relief dari berbagai golongan

besar partikel tanah dalam suatu massa tanah, terutama perbandingan

antara fraksi-fraksi liat, debu, dan pasir (Sarief,1985)

Kadar liat merupakan kriteria penting sebab liat mempunyai

kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah yang mengandung liat dalam

jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh

menimpanya, dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh

butir-butir liat semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi semakin kecil

(Arsyad, 2000).

Seperti yang dikemukan oleh Hardjowigeno (2003) bahwa

tanah-tanah bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga

sulit menyerap dan menahan air atau unsur hara. Tanah-tanah yang

bertekstur liat mempunyai luas permukaan yang besar sehingga

kemampuan menahan air dan menyimpan unsur hara tinggi. Tanaman

yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada

(28)

Perbedaan tekstur dan struktur adalah tekstur merupakan ukuran

butir-butir tanah sedangkan struktur adalah kumpulan butir-butir tanah

disebabkan terikatnya butir-butir pasir, liat, dan debu oleh bahan or ganik,

oksidasi besi, dan lain-lain (Hardjowigeno,2003).

Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan

tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Bila tanah padat,

maka akar susah untuk menembus tanah tersebut. Bila struktur tanah

remah, maka akar akan tumbuh dengan baik (Sarief, 1985).

Daya infiltrasi dan ukuran butir -butir tanah akan menentukan

mudah atau tidaknya terangkut air. Tanah dengan agregat yang mudah

didispersikan oleh air dan daya infiltrasinya kecil dengan ukuran

butir-butir tanah halus, peka terhadap erosi atau erodibilitasnya besar (Sarief,

1985).

Menurut Lee (1990) harga-harga khas kapasitas infiltrasi

dihubungkan dengan tekstur tanah dan tajuk (penutup lahan) dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan Kelas Tekstur dengan Kapasitas Infiltrasi pada Penutupan yang Berbeda.

Kapasitas infiltrasi (mm/jam) Tekstur

Tanah gundul Bervegetasi

Liat 0-5 5-10

Lempung berliat 5-10 10-20

Lempung 10-15 20-30

Lempung

berpasir

15-20 30-40

Pasir 20-25 40-50

2. Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah berperan besar dalam menentukan sifat dan ciri tanah

umumnya dan kesuburan tanah pada khususnya. Sifat-sifat yang perlu

dianalisis untuk mengetahui kadar unsur hara dalam tanah adalah pH,

C-organik, N-total, P, Mg, K, Ca, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan

(29)

Tabel 2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Staf Pusat Penelitian Tanah, 1981)

No Sifat Kimia Tanah

Sangat Rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1 C-organik <0,100 1,00 – 2,00 2,01 – 3,00 3,01 – 5,00 >5,00 2 N-total <0,10 0,10 – 0,20 0,21 – 0,50 0,51 – 0,75 >0,75 3 P <10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 >35 4 M g <0 4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 >8,0 5 K <0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 >1,0 6 Ca <2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 >20 7 KTK <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 >40 8 KB <20 20 – 35 36 - 50 51 - 70 >70 9 Al <10 10-20 21-30 31-60 >70

Sangat Masam

Masam Agak Masam

Netral Agak Alkalis

Alkalis

10 pH <4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5 6,6 - 7,5 7,6 – 8,5 >8,5

a. Reaksi tanah (pH tanah)

Reaksi tanah merupakan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang

dinyatakan dalam pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion

Hidrogen (H+) di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah,

semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain ion H+juga ditemukan

ion OH−, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada

tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada ion OH−, sedang

pada tanah-tanah alkalis kandungan OH− lebih banyak daripada H+ . Bila

kandungan H+ sama dengan OH− maka tanah bereaksi netral yaitu pH = 7

(Hardjowigeno, 2003).

Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab

terdapat beberapa hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara, juga terdapat

beberapa hubungan antara pH dan semua pembentukan serta sifat-sifat tanah.

Sejumlah organisme mempunyai toleransi yang agak kecil terhadap variasi

pH, tetapi organisme lain dapat toleran terhadap kisaran pH yang lebar.

Penelitian-penelitian telah memperlihatkan bahwa konsentrasi actual H+ dan

(30)

merupakan kondisi yang berkaitan dari suatu nilai pH tertentu yang terpenting

(Foth, 1988).

b. Bahan Organik

Hardjowigeno (1995), menyatakan bahwa bahan organik umumnya

ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya 3-5 % saja

tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah sangat besar. Adapun pengaruh

bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan

tanaman adalah sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber

unsur hara N, P, S dan unsur mikro lainnya, menambah kemampuan tanah

untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur

hara dan sumber energi bagi mikroorganisme.

Sumber asli bahan organik adalah jaringan tumbuhan, dalam keadaan

alami bagian di atas tanah, akar pohon, semak-semak, rumput, dan tanaman

tingkat rendah lainnya tiap tahunnya menyediakan sejumlah besar sisa-sisa

organik. Karena bahan ini didekomposisikan dan dihancurkan oleh banyak

macam organisme tanah, hasilnya akan menjadi bagian dari horizon di

bawahnya, karena adsorpsi atau pencampuran fisik secara aktif. Bagian bahan

organik yang dioksidasi terdiri dari karbon, hydrogen yang menyusun lebih

dari separuh bahan kering (Buckman dan Brady, 1969).

c. Nitrogen (N)

Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer dan lainnya

adalah berasal dari aktifitas kehidupan di dalam tanah sebagai sumber

sekunder. Fiksasi N secara simbiotik, khususnya terdapat pada tanaman jenis

leguminosae dengan bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan

senyawa lainnya setelah mengalami dekomposisi oleh aktifitas jasad renik

tanah (BKS, PTN, 1991).

Nitrogen berada di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik.

Bentuk-bentuk organik meliputi NH4, NO3, NO2, dan unsur N. Tanaman

menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3. Namun bentuk lain yang juga

dapat diserap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk NO3 (BKS.PTN,

(31)

Selanjutnya BKS.PTN (1991), menyatakan bahwa dalam siklusnya,

nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi, sedangkan bahan

mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut bersama panen,

sebagian kembali lagi sebagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali

lagi, hilang melalui pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan.

Adanya yang hilang tererosi atau bertambah karena pengendapan.

Nitrogen ditambahkan ke tanah sebagai komponen presipitasi.

Penambahan sebagian besar nitrogen secara alami ke tanah di tambahkan

melalui fiksasi biologis simbiotik dan nonsimbiotik (Foth, 1988).

d. Fosfor (P)

Fosfor memainkan peranan yang sangat diperlukan seperti bahan bakar

yang universal untuk semua aktifitas biokimia dalam sel hidup. Masalah

utama dalam pengambilan fosfor dari tanah oleh tanaman adalah kelarutan

yang rendah dari sebagian besar campuran fosfor dan konsentrasi fosfor yang

dihasilkan sangat rendah dalam lapisan tanah pada setiap waktu tertentu

(Foth, 1988).

Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan

mineral-mineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Salah satu sifat

dari unsur ini adalah tingkat kestabilannya di dalam tanah yang tinggi,

sehingga kehilangan akibat pencucian relatif tidak pernah terjadi. Hal ini pula

yang menyebabkan kelarutan P dalam tanah sangat rendah sehingga

ketersediaan untuk tanah relatif sangat sedikit. Dengan demikian ketersediaan

P tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah (BKS.PTN, 1991).

Ketersediaan P dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat

diekstrasikan oleh air dan asam sitrat. Penambahan unsur ini diharapkan

berasal dari pupuk fosfat, pelapukan mineral-mineral fosfat, dan residu hewan

dan tanaman. Sedangkan kehilangan P dapat terjadi karena terangkut tanaman,

(32)

e. Kalium (K)

Kalium adalah unsur hara ketiga setelah nitrogen dan fosfor yang

diserap tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan

membantu menetralisir muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif

nitrat, fosfat atau unsur lainnya (BKS.PTN, 1991).

Kalium tanah adalah berasal dari pelapukan batuan dan

mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan

tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali ke tanah.

Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi

dan kehilangan ini dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Di

dalam tanah dikenal empat bentuk kalium, yaitu mineral, terfiksasi,

K-dipertukarkan dan K-larutan. Tetapi untuk kepentingan pertumbuhan ta naman,

kalium tanah dibedakan berdasarkan ketersediaannya bagi tanaman, dan

digolongkan ke dalam kalium relatif tidak tersedia, kalium lambat tersedia,

dan kalium segera tersedia. Kalium dapat dipertukarkan dan kalium larut,

langsung, dan mudah diserap tanaman disebut kalium tersedia (BKS.PTN,

1991).

Menurut Foth (1988), pada dasarnya kalium dalam tanah ditemukan

dalam mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion

diadsorbsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman.

f. Magnesium (Mg) dan Kalsium (Ca)

Kalsium dan magnesium merupakan kation-kation utama pada

kompleks pertukaran . Keduanya mempunyai sifat dan prilaku yang mirip

dalam ta nah. Unsur-unsur tersebut biasanya dihubungkan dengan masalah

kemasaman tanah dan pengapuran, karena keduanya merupakan kation

yang paling cocok untuk mengurangi kemasaman dan menaikkan pH

tanah. Kalsium dan magnesium tanah diserap tanaman masing-masing

sebagai Ca2+ dan Mg2+ yang berasal dari bentuk dapat ditukar dan atau

bentuk larut air (BKS.PTN, 1991).

Kalsium merupakan komponen struktural dinding-dinding sel

tanaman. Ia sangat mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma.

(33)

Magnesium merupakan satu-satunya unsur anorganik yang menyusun

molekul klorofil dan merupakan unsur yang terlibat pada kebanyakan

reaksi enzimatis. Oleh karena itu magnesium amat esensial pada proses

metabolisme di dalam tanaman.

Dibandingkan dengan kalsium , magnesium tidak begitu kuat

diadsorbsi pada tempat pertukaran kation, sedikit rendah magnesium dapat

ditukar ada dalam tanah, dan defisiensi magnesium lebih sering

ditemukan. Defisiensi kalsium dicirikan oleh suatu bentuk yang cacat

pembentukan yang kurang dan disintegrasi bagian ujung dari tanaman

sedangkan defisiensi magnesium berakibat pada suatu perubahan warna

khusus pada daun (Foth, 1988).

g. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kation adalah ion yang bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+,

Na+, NH+, H+, Al3+ dan sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut

terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh koloid-koloid tanah.

Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah

persatuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan Kapasitas tukar

kation (KTK).

Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar

tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat digantikan oleh kation lain yang

terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran kation.

Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation

umum ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.

Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat

hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu

menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan

KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi bila didominasi oleh kation basa,

Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat meningkatkan kesuburan

tanah, tetapi bila didominasi oleh kation asam Al, H (kejenuhan basa

(34)

h. Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah

kation-kation basa dengan jumlah semua kation-kation (kation-kation basa dan kation-kation asam)

yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah. Kation-kation basa

umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Di samping itu

basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah dengan kejenuhan basa

tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak pencucian dan

merupakan tanah yang subur.

Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana

tanah-tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah,

sedang tanah-tanah dengan pH tinggi mempunyai kejenuhan basa yang

tinggi pula (Hardjowigeno, 2003).

Nilai kejenuhan basa bergantung pada intensitas pencucian yang

berarti bergantung pada curah hujan, pengatusan setempat dan perembihan

sedangkan pengaruh bahan induknya tergolong kecil. Kejenuhan basa

tergolong tinggi apabila berkembang pada tempat yang bercurah hujan

rendah dan nilai kejenuhan basa tersebut lebih kecil jika berkembang pada

(35)

III. KONDISI UMUM LOKASI PRAKTEK

A. Luas dan Letak

Kawasan Cagar Alam (CA) Papandayan dan Taman Wisata Alam (TWA)

Gunung Papandayan ditetapkan sebagai kawasan konservasi CA dan TWA

Papandayan dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 226 / Kpts – II / 1990

tgl. 8 Mei 1990 seluas ; 7.032 Ha, terdiri dari Cagar Alam seluas : 6.807 Ha,

TWA seluas : 225 Ha.

Letak geografis CA/TWA Papandayan berada pada 7º30’ Lintang Selatan

dan 107º31’ – 180º Bujur Timur.

Keterangan :

A : Lokasi Parkir B : Kompleks Kawah C : Blok Bunderan

: Jalan Kendaraan D : Blok Pondok Saladah E : Blok Bandung Vooruit

: Batas Kawasan TWA

P apandayan

Jarak lokasi dengan kota terdekat : Garut : ± 32 Km

[image:35.612.120.504.274.603.2]

Bandung : ± 97 Km (melalui Cisurupan) ± 81 Km (melalui Pangalengan

Gambar 1. Peta Papandayan

B. Topografi dan Iklim

Konfigurasi lapangan bergelombang dengan topografi curam, berbukit dan

bergunung-gunung serta tebing yang terjal, ketinggian berkisar antara 2.170 s/d

2.662 mdpl.

Termasuk tipe iklim B, dengan kelembaban udara 70-90 % dan suhu

(36)

C. Sumber Air

Di dalam Kawasan Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Papandayan

terdapat sumber air baik air panas maupun air dingin. Sungai yang mengalir di

dalam kawasan antara lain adalah Ciparugpug, Cibeureum, Cisaladah, Cigebog,

Cingenah dan lain-lain. Sebagian sungai mengalir bereaksi asam karena melewati

daerah belerang tetapi ada juga sungai yang airnya tawar dan dapat digunakan

untuk mandi dan memasak.

D. Tanah

Secara geologi Cagar Alam Papandayan mempunyai jenis batuan yang

terdiri dari batuan vulkanik, pigosol, andosol, dan batuan intermediet gelombang

bergunung dengan ketebalan solum 30-60 cm dengan tingkat kesuburan tanahnya

baik (subur).

E. Flora dan Fauna 1. Flora

Secara keseluruhan vegetasi di TWA/CA Gunung Papandayan

diantaranya adalah pohon Cantigi (Vacinium lucidum) dan Edelweiss

(Anaphalis javanica), dan vegetasi hutan campuran terdiri dari perdu, pohon

dan semak belukar dengan tajuk saling menutupi diantaranya adalah : Puspa

(Schima walichii), Saninten (Castanopsis argentea), Jamuju (Podocarpus

imbricatus), Pasang (Quercus sp), dan Lame (Alstonia angustifolia).

2. Fauna

Jenis satwa yang terdapat di TWA/CA Gunung Papandayan yang

mudah ditemukan secara langsung umumnya berbagai jenis burung, antara

lain : Walik (Teron grisscipilla), Kadanca (Dacula sp), Walet (Collocalia

vulconorium), Saeran (Dicrurus mococarpus), Elang dll. Jenis satwa lain yang

terdapat di kawasan TWA/CA Papandayan ini antara lain adalah Lutung

(Presbytitis cristata), Musang (Paradoxurus hermaproditus), Babi (Sus sp),

(37)

F. Keadaan Sosial Ekonomi 1. Penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Garut khususnya di Kecamatan

Cisurupan yaitu 82.053 orang dengan jumlah Laki-laki 42.571 orang,

perempuan 39.482 orang, Kecamatan Sukaresmi 31.439 orang dengan jumlah

Laki-laki 15.122 orang, Perempuan 16. 317 orang, dan Desa Neglawangi

Kecamatan Kertasari Kabupaten Bandung adalah 4.879 orang dengan jumlah

Laki-laki 2.376 orang dan jumlah Perempuan sebanyak 2.503 orang.

Tabel 3. Jumlah Penduduk Kecamatan Cisurupan, Kecamatan Sukaresmi dan Desa Neglawangi.

Jenis Kelamin No Nama Kecamatan /

Desa Laki-laki

(org)

Perempuan

(org)

Jumlah

1 2 3 4 5

1 Cisurupan 42.571 39.482 82.053

2 Sukaresmi 15.122 16.317 31.439

3 Neglawangi 2.503 2.376 4.879

Jumlah 60.196 58.175 118.371

Sumber : Garut dalam Angka 2003 dan Monografi Desa Kecamatan. Kertasi 2003

2. Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan CA. Papandayan

umumnya bergerak dalam bidang pertanian, hal ini didukung kondisi alam

yang memadai.

3. Jenis Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di sekitar kawasan Cagar Alam Papandayan

adalah Perkebunan, Hutan Lindung, Hutan Produksi, Ladang, Padang Rumput

(38)

IV. METODOLOGI

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian suksesi ini dilaksanakan di kawasan hutan Gunung Papandayan

Garut, dengan melakukan analisis vegetasi di hutan yang terkena letusan dan

hutan yang tidak terkena letusan yang masing-masing dilakukan pada ketinggian

2300 m dpl dan ketinggian 2500 m dpl. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni –

Septe mber 2005.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Etiket gantung (dari karton manila).

b. Lembar herbarium (dari karton tebal) dan label.

c. Sasak kayu atau bambu.

d. Kertas gambar dan kertas koran.

e. Isolatif

f. Kantong palstik

g. Alkohol 70%

2. Alat -alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : a. Alat ukur meteran

b. Tali rafia atau tali plastik

c. Kompas

d. Tally sheet

e. Pita tanda

f. Paralon

g. GPS

h. Alat tulis

i. Golok dan pisau

j. Gunting ranting

k. Pita keliling

l. Kamera digital

m. Haga meter

(39)

C. Metode Penelitian 1. Analisis Vegetasi

Pengambilan data dengan cara analisis vegetasi bertujuan untuk

mengetahui komposisi jenis yang ada di kawasan Gunung Papandayan Garut.

Metode yang digunakan adalah metode jalur berpetak yang dianggap dapat

mewakili areal tersebut. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan pada hutan yang

terkena letusan dan hutan yang tidak terkena letusan yang masing-masing

dilakukan pada ketinggian yang berbeda pula yaitu 2300 m dpl dan 2500 m

dpl. Perbedaan ketin ggian ini untuk mengetahui apakah ketinggian

mempengaruhi tingkat kerusakan akibat letusan Gunung Papandayan.

Pada setiap ketinggian, jalur berpetak ini dibuat sebanyak lima jalur

dengan ukuran jalur 20 m x 100 m. Satu jalur terdiri dari lima petak contoh

yang masing petak berukuran 20 m x 20 m dimana jarak antar jalur adalah 30

m. Di dalam petak contoh dibuat lagi subpetak contoh berukuran 2 m x 2

m (untuk tingkat semai), 5 m x 5 m (untuk tingkat pancang), 10 m x 10 m

(untuk tingkat tiang) dan 20 m x 20 m (untuk tingkat pohon). Penentuan letak

petak contoh dibuat searah dengan arah kontur. Skema petak contoh dan

[image:39.612.149.506.467.582.2]

subpetak contoh yang digunakan seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Jalur Pengamatan

Untuk menentuka n tingkat permudaan pertumbuhan, digunakan kriteria

sebagai berikut :

a. Semai (seedling), yaitu permudaan dari mulai kecambah sampai setinggi

1,50 meter.

Arah rintisan

20 m

20 m

100 m

10 m

5 m

(40)

b. Pancang (sapling), yaitu permudaan yang tingginya ≥ 1,50 m sampai

pohon muda yang berdiameter ≤ 10 cm.

c. Tiang (pole), yaitu pohon muda yang berdiameter 10-20 cm.

d. Pohon dewasa, yaitu pohon yang berdiameter lebih dari 20 cm.

Untuk analisis vegetasi herba dan semak dilakukan pada subpetak

contoh yang berukuran 5 m x 5 m. Sedangkan analisis vegetasi liana dan epifit

dilakukan pada subpetak contoh yang sama dengan pohon yaitu yang

berukuran 20 m x 20m.

2. Pembuatan Herbarium

Langkah-langkah pembuatan herbarium adalah sebagai berikut :

a. Bahan herbarium diambil dari pohon (bukan yang sudah jatuh ke tanah),

berupa ranting yang berdaun. Setiap jenis pohon diambil satu ranting.

Bahan herbarium yang telah diambil diberi etiket gantung (label) secara

berurutan sesuai dengan urutan pengambilannya.

b. Pencacatan setiap bahan herbarium yang telah diberi label da lam buku

lapangan untuk kegiatan risalah pohon.

c. Bahan-bahan herbarium dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran (satu

lembar kertas koran untuk satu contoh tumbuhan).

d. Bahan herbarium yang telah dibungkus koran disusun sebanyak 20-25 di

dalam sasak bambu dan kemudian diikat dengan tali rafia.

e. Setiap sasak dimasukkan ke dalam kantong plastik lalu disiram dengan

alkohol 70 %.

f. Kemudian bahan herbarium tersebut disimpan selama satu malam.

g. Penggantian semua kertas koran yang digunakan untuk membungkus

bahan herbarium dengan kertas koran yang kering.

h. Bahan herbarium disusun kembali di dalam sasak bambu dan diikat

dengan tali rafia.

i. Semua bahan herbarium yang telah disasak, selanjutnya dikeringkan

menggunakan oven bersuhu 60°C sampai bahan herbarium tersebut

kering.

(41)

3. Analisis Tanah

Contoh tanah (sample tanah) diambil pada masing-masing ketinggian

(2300 m dpl dan 2500 m dpl) baik di hutan yang terkena letusan maupun

hutan yang tidak terkena letusan. Hal ini sangat diperlukan agar data yang

didapat lebih akurat. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada dua

kedalaman yaitu 0-20 cm dan 20-40 cm dengan menggunakan metode contoh

tanah terusik/terganggu, dimana untuk metode ini contoh tanah dapat diambil

menggunakan alat berupa bor tanah/golok/pisau. Contoh tanah diambil di

dalam petak contoh secara acak (random) sebanyak 3 kali ulangan pada

masing-masing kedalaman. Setelah contoh tanah diambil kemudian

dimasukkan ke dalam kantong palstik dan diberi label sesuai tempat dan

kedalaman pengambilan contoh tanah tersebut.

4. Dokumentasi

Guna menyimpan dan penyebarluasan hasil penelitian untuk pengguna

di lapangan akan dibuat dokumentasi berupa :

a Foto atau gambar

b Penyimpanan spesimen herbarium untuk identifikasi.

5. Analisis Data

a Kegiatan Analisis Vegetasi

Hasil dari kegiatan analisis vegetasi diolah dengan menggunakan

rumus-rumus sebagai berikut :

1. Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai penting ini digunakan untuk menetapkan domin asi

suatu jenis terhadap jenis lainnya. Nilai penting merupakan jumlah dari

Kerapatan Relatif (KR), Dominansi Relatif (DR), dan Frekuensi

Relatif (FR).

Jumlah individu

(42)

Jumlah petak ditemukan suatu jenis

Ø Frekuensi (F) =

Jumlah seluruh petak

Jumlah bidang dasar

Ø Dominansi (D) =

Luas petak contoh

Kerapatan suatu jenis

Ø Kerapatan Relatif (KR) = x 100% Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi suatu jenis

Ø Frekuensi Relatif (FR) = x 100% Frekuensi seluruh jenis

Dominansi suatu jenis

Ø Dominansi Relatif (DR) = x 100% Dominansi seluruh jenis

Ø Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR è Pohon dan

Tiang

Ø Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR è Semai dan Pancang

2. Indeks Kekayaan Jenis dari Margelaf

S - 1

R1 =

ln (n)

Dimana :

R1 = Indeks Margelaf

S = Jumlah jenis

N = Jumlah total individu

3. Indeks Keanekaragaman Jenis berdasarkan Shannon- Weinner

H’ = -∑ [(Pi) ln (Pi)]

Dimana :

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

(43)

ni = INP setiap jenis

N = Total INP seluruh jenis

4. Indeks Kemerataan Jenis

H’ E =

ln (S)

Dimana :

E = Indeks kemerataan jenis

H’ = Indeks keanekaragaman jenis

S = Jumlah jenis

5. Indeks Dominansi (C)

C = ∑ (ni/N)2

Dimana :

C = Indeks Dominansi

ni = INP setiap jenis

N = Total INP seluruh jenis

6. Indeks Kesamaan Komunitas

Indeks kesamaan komunitas digunakan untuk mengetahui

kesamaan relatif komposisi jenis dari dua tegakan yang dibandingkan

pada masing-masing tingkat pertumbuhan.

2W

IS = X 100% a + b

(44)

Dimana :

IS = koefisien kesamaan komunitas (index of similarity)

W = jumlah nilai penting yang sama atau nilai yang terendah (≤)

dari jenis-jenis yang terdapat dalam dua petak contoh yang

dibandingkan

a = jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada

komunitas A

b = jumlah nilai penting dari semua jenis yang terdapat pada

komunitas B

b. Tanah

Contoh –contoh tanah baik terganggu maupun contoh tanah utuh

masing-masing di bawa ke laboratorium tanah untuk dianalisis dengan

metode seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah

No Sifat Tanah Metode Analisis Satuan 1 Sifat fisik

Tekstur

Pipet %

2 Sifat kimia tanah pH C-organik N-total P Mg Ca K Al KTK KB pH meter

Walkley dan black Kjeldahl

P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1 P- Bray 1

[image:44.612.169.480.384.602.2]
(45)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan didapat data semai, pancang,

tiang dan pohon yang kemudian diolah untuk memperoleh Indeks Nilai Penting

(INP) dari masing-masing data di atas. Peranan suatu jenis dalam komunitas dapat

dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang mempunyai

nilai INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukkan bahwa

jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih

tinggi dari jenis yang lain.

1. Indeks Nilai Penting

a.Hutan Terkena Letusan pada 2300 m dpl i. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pancang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan

nilai INP adalah 200,00%.

ii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

tiang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan nilai

INP adalah 300,00%.

iii. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pohon didominasi oleh jenis Suwagi (Va ccinium varingifolium) dengan

nilai INP adalah 300,00%.

b. Hutan Tidak Terkena Letusan pada 2300 m dpl i. Tingkat Semai

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

semai didominasi oleh tiga jenis saja yaitu jenis Suwagi (Vaccinium

varingifolium), Cantigi (Vaccinium lucidum) dan Segel (Wormia excelsa)

(46)

ii. Tingkat Pancang

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pancang didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dan

Cantigi (Vaccinium lucidum) dengan nilai INP masing-masing sebesar

194,12% dan 5,88%.

iii. Tingkat Tiang

Hasil analisis vegetasi Berdasarkan dapat diketahui bahwa dominasi

jenis tingkat tiang didominasi ole h jenis Suwagi (Vaccinium

varingifolium) dengan nilai INP adalah 300,00%.

iv. Tingkat Pohon

Hasil analisis vegetasi dapat diketahui bahwa dominasi jenis tingkat

pohon didominasi oleh jenis Suwagi (Vaccinium varingifolium) dengan

nilai INP adalah 300,00%.

v. Tingkat Herba dan Semak

Hasil analisis vegetasi tingkat herba dan semak dapat dilihat pada

Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Penting Tingkat Herba dan Semak (2300 m dpl tidak Terkena Letusan)

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%) 1 Paku andam Gleichania linearis 56,90

2 Ilateun Agrostis infirma 47,04

3 Pakis munding Angiopteris evecta 45,54

4 Jajambuan Eugenia sp 16,94

5 Harendong Melastoma malabathricum 16,30 6 Paku tangkur Selliguea heterocarpa 15,65 7 Edelweis Anaphalis javanica 1,64

Jumlah 200,01

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa dominasi jenis

tingkat herba dan semak didominasi oleh jenis Paku andam(Gleichania

linearis) dengan nilai INP adalah 56,90%.

c. Hutan Terkena Letusan pada 2500 m dpl i. Tingkat semai

(47)

Tabel 6. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl Terkena Letusan) No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai Penting (%)

1 Kendung Helicia serrata 83,07

2 Segel Wormia excelsa 43,49

3 Anggrid Neonauclea lanceolata 27,08 4 Huru batu Litsea glutinosa 12,24 5 Huru buah Beilschmiedia gemmiflora 12,24 6 Huru minyak Lindera polyantha 11,72 7 Jamuju Podocarpus imbricatus 3,65

8 Ki sapu Eurya acuminata 3,65

9 Huru beureum Literatur

Gambar

Gambar 1. Peta Papandayan
Gambar 2. Jalur Pengamatan
Tabel 4. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Tabel 6. Nilai Penting Tingkat Semai (2500 m dpl Terkena Letusan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis data penelitian yang didapat adalah data kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari data kualitatif (Data tentang proses pembelajaran diperoleh dari lembar

Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi Mahasiswa dalam pembelian ponsel blackberry di Univesrsitas Muhammadiyah Yogyakarta, adapun faktor-faktor

pengalaman yang dirasakan, dihidupi, disusun ulang, dan diartikan kembali. Hal ini mungkin personal atau umum dan mungkin merupakan hasil dari berhadapan dengan karya

Jalan belajar berisi susunan, tahapan, atau langkah-langkah belajar dari pemahaman awal yang sederhana menuju pemahaman yang lebih kompleks untuk memudahkan proses belajar siswa,

Ms Siti Nur A'isha Bte Osman Science siti_nur_aisha_osman@moe.edu.sg Mr Kelvin Lee Science lee_kim_whye_kelvin@moe.edu.sg Ms Debbie Teo Science debbie_teo_jia_ling@moe.edu.sg

Kajian ini juga mengkaji kesan kaedah PBM dalam talian berbantukan persembahan masalah berbentuk grafik (PBM-G) dan kesan kaedah PBM dalam talian berbantukan

iii.) cadangan kajian ini adalah untuk menunjukkan gaya pembelajaran sebagai satu elemen yang boleh dipadankan mengikut konteks pembelajaran dan boleh dibina

Bagi perusahaan adalah sebaiknya menambah jumlah anggota komite audit dalam melaporkan tugas dan fungsinya kepada komisaris karena hasil dari penelitian ini