• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minyak Atsiri Surian (Toona sinensis Roemor) Sebagai Biolarvasida Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti Linn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Minyak Atsiri Surian (Toona sinensis Roemor) Sebagai Biolarvasida Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti Linn)"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang banyak terjangkit oleh penyakit yang

ditularkan oleh nyamuk. Satu di antara penyakit yang ditularkan oleh nyamuk

adalah penyakit demam berdarah. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Pada tahun 2008, tercatat sebanyak 137.469 kasus demam

berdarah, sedangkan pada tahun 2009 terdapat 158.912 kasus demam berdarah

(Depkes 2010).

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak

tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat

negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara

(Depkes 2010) .

Secara universal belum ditemukan adanya vaksin sebagai alat pencegahan

penyakit demam berdarah ini (Lei 2007). Hingga saat ini belum ditemukan obat

yang secara efektif dapat mengobati penyakit demam berdarah tersebut. Dewasa

ini, upaya yang dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah

dengan cara kimiawi untuk mengendalikan vektor nyamuk atau sering disebut

dengan istilah insektisida kimia. Pemakaian insektisida kimia cukup mudah, tetapi

insektisida kimia ini menimbulkan efek negatif. Laba (2010) menyatakan bahwa

efek negatif yang umum disebabkan oleh insektisida adalah timbulnya hama baru,

resistensi, resurjensi, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan, dan

keracunan terhadap manusia. UNEP (2004) menyatakan bahwa 3 dari 100 orang

yang menggunakan insektisida kimia berpotensi keracunan insektisida. Oleh

karena itu, penggunaan insektisida kimia perlu dihindari. Pemanfaatan bahan

alami dapat menjadi alternatif bagi pengendalian vektor penyakit demam

berdarah, salah satunya adalah pemanfaatan minyak atsiri dari tumbuhan sebagai

biolarvasida pencegah berkembangbiaknya nyamuk A. aegypti. Menurut

(2)

2

larvasida terhadap larva A. aegypti dengan LC50 jauh lebih besar dibandingkan

Abate(R).

Hasil penelitian Darmawan (2011) menunjukkan bahwa minyak atsiri dari

pohon Surian (Toona sinensis) yang diuji bioaktivitasnya dengan metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT), memiliki nilai LC50 dari bagian daun sebesar

11,203 µg/mL, pada bagian kulit 6,851 µg/mL, bagian kayu teras 3,968 µg/mL,

dan bagian kayu gubal sebesar 1,293 µg/mL. Hasil pengujian tersebut

menunjukkan bahwa minyak atsiri Surian memiliki efek toksisitas tinggi. Menurut

Meyer et al. (1982) suatu zat dikatakan toksik apabila LC50 < 1000 µg/mL dan

sangat toksik bila LC50< 30 µg/mL. Penelusuran pustaka menunjukkan belum

dilakukan penelitian pengujian aktivitas biolarvasida minyak atsiri dari pohon

Surian terhadap larva A. aegypti, padahal hasil penelitian Darmawan (2011)

mengindikasikan bahwa minyak atsiri Surian tersebut berpotensi memiliki

aktivitas sebagai biolarvasida terhadap larva A. aegypti. Selain itu minyak atsiri

Surian memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan bahan kimia yang

selama ini digunakan sebagai pencegah demam berdarah, misalnya saja adalah

minyak atsiri Surian yang berasal dari bahan alami dan lebih ramah lingkungan.

Oleh karena itu, penelitian untuk menguji potensi minyak atsiri dari berbagai

bagian pohon Surian menarik untuk dilakukan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membandingkan aktivitas

minyak atsiri yang berasal dari berbagai bagian pohon Surian (daun, kayu teras,

kayu gubal) sebagai biolarvasida nyamuk A. aegypti .

1.3 Manfaat

Memberikan informasi tentang pemanfaatan hasil hutan sebagai salah satu

(3)

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pohon Surian (Toona sinensis Roemor)

Surian memiliki banyak sinonim nama di Indonesia di antaranya adalah

ingu, surian amba (Kerinci), kibereum, laut, redani, kuru (Halmahera Utara)

(Zanzibar 2010, Pandit & Wibowo 2011). Surian merupakan pohon dari famili

Meliaceae. Pohon ini cocok untuk lingkungan yang hangat dan lembab. Surian

merupakan pohon yang menyukai sinar matahari dan tidak toleran terhadap dingin

dan basah. Dengan kondisi air yang tidak telalu banyak, pohon ini dapat tumbuh

dengan kondisi tahunan curah hujan rata-rata 500 mm-2000 mm. Surian

merupakan pohon yang cepat tumbuh, secara Internasional banyak dikenal dengan nama “Mahoni China” (Zhou et al. 2010).

Penyebaran pohon Surian secara alami di Nepal, India, Bhutan, Myanmar,

Indo-China, Cina Selatan, Thailand dan sepanjang Malaysia hingga barat Papua

Nugini. Di Indonesia jenis ini terdapat di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi (Zanzibar

2010).

Pohon Surian ini merupakan pohon berukuran sedang sampai besar,

tingginya dapat mencapai 25 m, diameter batangnya dapat mencapai 70 cm. Kulit

batangnya kelihatan coklat dan kelihatan licin pada pohon yang muda, menjadi

pecah dan kasar pada pohon yang sudah tua (Dharmawati 2002).

(4)

4

Daunnya lebar, kadang-kadang mengelompok diujung cabang, panjangnya

50-70 cm, dengan 80-20 pasak anak daun (Gambar 1). Permukaan dan bagian

atas umumnya berbulu. Bunga dihasilkan pada musim panas, dijumpai di ujung

cabang, dan berukuran kecil dengan diameter 4-5 mm, berwarna putih atau merah

muda pucat. Buah berupa kapsul dengan panjang 2-3,5 cm buah terdiri beberapa

ruang di dalamnya terdapat benih (Dharmawati 2002).

Pohon Surian memiliki banyak manfaat di antaranya adalah pemanfaatan

kayunya sebagai konstruksi, dekorasi interior, furnitur, alat musik, pembuatan

kapal dan lainnya. Kulitnya dapat digunakan untuk membuat kertas. Buahnya bisa

menjadi obat dan bijinya dapat diekstraksiuntuk minyak (Zhou et al. 2010).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,

atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal

dari daun,bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 150 jenis

minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis

diantaranya dapat diproduksi di Indonesia. Meskipun banyak jenis minyak atsiri

yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang

telah berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia (Gunawan 2009).

Menurut Guenther (1988) minyak atsiri ini merupakan minyak yang mudah

menguap, dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap substansi

yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan hal ini

dipengaruhi oleh suhu.

Minyak atsiri ini dapat dihasilkan dari penyulingan daun, batang, kulit,

kayu dan lain sebagainya. Contoh minyak atsiri yang telah sukses di Indonesia

adalah minyak atsiri yang berasal dari kayu putih (Melaleuca leucadendron) yang

telah dikomersialkan dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Guenther (1988) menyatakan bahwa penyulingan dapat didefinisikan

sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan

atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut.

(5)

5

distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam destillation) dan

penyulingan dengan uap langsung (steam destilation).

Proses penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling kontak langsung

dengan air mendidih. Kelebihan proses ini yaitu biaya operasional yang murah

dan proses yang sederhana. Sedangkan, kekurangan proses ini adalah rendemen

yang dihasilkan sedikit serta minyak atsiri tidak semua menguap tapi ada yg

terlarut dalam air. Penyulingan dengan air dan uap, pada metode ini bahan

diletakkan diatas rak-rak atau saringan berlubang. Ciri khas metode ini adalah uap

selalu dalam keadaan basah dan bahan yang disuling hanya berhubungan dengan

uap. Kelebihan proses ini yaitu bahan hanya kontak dengan uap jenuh dan basah,

sehingga minyak atsiri langsung ikut menguap dengan uap air. Kekurangan dari

proses ini yaitu tekanan yang dihasilkan hanya dari tekanan uap air saja, sehingga

proses penyulingan relatif lama.Untuk metode penyulingan dengan uap atau uap

langsung adalah metode yang menggunakan uap jenuh dengan tekanan lebih dari

1 atmosfer. Kelebihan proses ini yaitu rendemen yang dihasilkan besar, waktu

penyulingan relatif cepat dan bahan baku hanya kontak langsung dengan uap air.

Kekurangan dari teknik ini adalah biaya operasional yang tinggi serta prosesnya

yang rumit.

Minyak atsiri memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah sebagai

pewangi dan juga produk farmasi seperti minyak angin dan obat. Ajizah (2004)

menyatakan minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan

kuman dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan/atau dinding sel,

membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.

2.3 Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk A. aegypti merupakan nyamuk yang berperan sebagai vektor

penyakit demam berdarah. Menurut Hadi & Koesharto (2006), nyamuk A. aegypti

ini berwarna belang hitam putih, tersebar di daerah tropis, tetapi berasal dari

Afrika. Nyamuk jenis ini dapat dibedakan dari nyamuk lainnya dengan melihat

ujung abdomen (perut) meruncing, dan mempunyai sersi yang menonjol, lalu

dibagian dadanya terdapat rambut post-spiracular dan tidak mempunyai rambut

(6)

6

abdomen (perut) dan tungkai (kaki). Corak putih pada punggung A. aegypti

berbentuk seperti siku yang berhadapan.

Telur A. aegypti berwarna hitam, oval dan di letakkan di dinding wadah

air, biasanya dibagian atas permukaan air. Jentik nyamuknya tidak berlengan,

dadanya lebih lebar dari kepalanya. Jentik dalam kondisi yang sesuai akan

berkembang dalam waktu 6-8 hari dan mengalami empat kali pergantian kulit

(instar), kemudian berubah menjadi pupa (kepompong). Dalam waktu kurang

lebih dua hari, dari pupa muncullah nyamuk dewasa. Jadi total hidup bisa

diselesaikan 9-12 hari. Kemudian nyamuk tersebut mencari pasangan dan

mengadakan perkawinan. Setelah kawin nyamuk siap mencari darah untuk

perkembangan telur. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi cairan

tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menggigit dan menghisap darah orang (Hadi

& Koesharto 2006).

Chin (2000) menyatakan, A. aegypti adalah spesies nyamuk yang

menggigit pada siang hari, dengan peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam

sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam.

2.4 Penggunaan Insektisida

Insektisida merupakan suatu cara pengendalian nyamuk secara kimiawi.

Menurut Hadi & Koesharto (2006), insektisida merupakan senyawa kimia yang

digunakan untuk mengendalikan populasi serangga yang merugikan manusia,

ternak, tanaman, dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk mensejahterakan

hidupnya agar kerugian dan gangguan dapat ditekan sekecil mungkin. Insektisida

yang banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk di Indonesia adalah

larvasida, berbagai jenis repelan dan insektisida semprot.

Insektisida merupakan salah satu jenis pestisida. Menurut Kardinan

(2011), pestisida sintetis atau kimiawi memiliki dampak negatif dalam

penggunaannya. Di antaranya adalah polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air

dan udara), serangga hama menjadi resisten, toleran terhadap pestisida dan

dampak negatif lainnya.

Taufik dan Yosmaniar (2010) menyatakan bahwa residu pestisida yang

(7)

7

golongan organoklorin, organoposfat, piretroid, dan karbamat. Organoklorin

merupakan senyawa yang sangat persisten artinya bahan aktifnya dapat bertahan

dalam waktu yang lama baik dalam tanah, air, jaringan tanaman maupun hewan.

Senyawa tersebut tidak mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas,

ataupun cahaya ultraviolet. Hadi & Koesharto (2006) menyatakan bahwa

insektisida golongan organoposfat dan karbamat merupakan racun sinaptik.

Sinaps adalah suatu persimpangan antara dua saraf atau suatu titik penghubung

saraf. Secara spesifik organoposfat dan karbamat terikat pada suatu enzim pada

sinaps yang dikenal dengan asetilkholinesterase. Enzim ini dibentuk untuk

menghambat suatu impuls saraf setelah melewati sinaps. Organoposfat dan

karbamat terikat pada enzim ini dan menghambatnya untuk tidak bekerja.

Piretroid adalah racun axonik yaitu beracun terhadap serabut saraf. Racun ini

terikat pada suatu protein dalam saraf yang dikenal sebagai voltage-gated sodium

channel. Pada keadaan normal protein ini membuka untuk memberikan

rangsangan pada saraf dan menutup untuk menghentikan sinyal saraf. Piretroid

terikat pada gerbang ini dan mencegah penutupan secara normal yang

menghasilkan rangsangan sarf yang berkelanjutan.

Basuki (2009) melakukan penelitian terhadap keefektifan insektisida

dalam pengendalian ulat Spodoptera exigua. Dari penelitian tersebut Basuki

(2009) menyatakan bahwa petani di Cirebon menggunakan 8 jenis insektisida

kimia. Dari 8 jenis insektisida yang digunakan, 5 jenis insektisida tersebut tidak

efektif (63%), hal ini di duga hama Spodoptera exigua telah resisten terhadap 5

jenis insektisida tersebut.

Banyaknya fakta yang menunjukkan bahaya penggunaan insektisida atau

pestisida kimia menyebabkan timbulnya penelitian mengenai pestisida alami atau

nabati yang cenderung lebih aman. Pestisida nabati ini dapat berupa ekstrak

bagian tanaman dan minyak atsiri dari tanaman. Pestisida nabati tidak hanya

mengandung satu jenis bahan aktif (single active ingredient), tetapi beberapa jenis

bahan aktif (multiple active ingredient). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

beberapa jenis pestisida nabati cukup efektif terhadap beberapa jenis hama, baik

hama di lapangan, rumah tangga (nyamuk dan lalat), maupun di gudang. Contoh

(8)

8

abu serai dapur, kayu manis, dan brotowali (Kardinan & Iskandar 1999, diacu

dalam Kardinan 2011).

2.4 Senyawa Bioaktif

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang bersifat racun dalam dosis

yang tinggi. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan

dengan letal konsentrasi 50% (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan

yang menyebabkan 50% populasi mengalami kematian. LC50 dapat digunakan

untuk menentukan toksisitas dari suatu zat. Suatu senyawa memiliki potensi

bioaktif apabila nilai LC50-nya kurang dari 1000 µg/mL (Meyer et al. 1982).

Alkaloid merupakan senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, yang biasanya merupakan bagian dari sistem siklik. Alkaloid dapat

berperan sebagai pengatur pertumbuhan, penolak, atau pemikat serangga

(Suradikusumah 1989). Utami dan Robara (2008) menyatakan bahwa eksrak

heksan dari daun Ageratum conyzoides dianalisis dan mengandung senyawa

alkaloid.

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid

merupakan senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau

amonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan

(Harborne 1987). Dalam dunia pengobatan, beberapa senyawa flavonoid

berfungsi sebagai antibodi, misalnya antivirus dan jamur, peradangan pembuluh

darah dan dapat digunakan sebagai racun ikan. Sirait (2007) menyatakan,

flavonoid ini dapat ditemukan pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah,

tepung sari dan pada akar. Zuhra et al. (2008) menganalisis kandungan kimia

daun katuk (Sauropus androgunus) dan menemukan adanya senyawa flavonoid

yang berpotensi sebagai antioksidan.

Tanin terdapat di hampir seluruh bagian tumbuhan yang sedang tumbuh

seperti tunas, akar muda, buah muda, kulit bagian dalam, kulit bagian luar, dan

daun muda. Tanin berfungsi sebagai pelindung jaringan dari serangan jamur,

bakteri, dan organisme penggangu lainnya, bahkan terhadap virus (Andriani

(9)

9

tanaman Salix alba, Rhus typhina dan Peltiphyllum peltatum dan menemukan

adanya senyawa tanin yang terkandung di dalam dedaunan tersebut.

Terpenoid tersebar secara luas dan banyak ditemukan pada tumbuhan

tingkat tinggi. Terpenoid didefinisikan sebagai produk alami yang strukturnya

dibagi menjadi beberapa unit isoprene, karena itu senyawa ini disebut juga

isoprenoid (C5H8). Terpenoid yang tersusun atas 2 isopren membentuk senyawa

golongan monoterpenoid, sesquiterpen tersusun atas 3 unit isoprene, diterpenoid

tersusun atas 4 unit isoprene, sesterpen tersusun atas 5 isopren, triterpenoid

tersusun atas 6 unit isopren, dan tetraterpen tersusun atas 8 isopren. Terpenoid

memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah fisiologis, metabolik, struktural,

dan pertahanan (Goto et al. 2010). Nassar et al. (2010) mempelajari sifat farmasi

(10)

10

BAB 3

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen

Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium

Entomologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran

Hewan Institut Pertanian Bogor, selama tiga bulan di bulan Desember 2011 dan

Januari-Februari 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah daun, kayu gubal dan kayu teras pohon

Surian (Toona sinensis) dengan tinggi ± 8 m dan diameter 21 cm. Bahan lain yang

digunakan adalah telurA. aegypti, DMSO (dimetil sulfoksida), dan air destilata.

Peralatan yang digunakan adalah alat destilasi minyak atsiri, alat serut

kayu, golok, alat timbang, peralatan gelas (labu erlenmeyer, funnel separator,

tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur, pipet, cawan petri, botol kecil, dan lainnya),

baskom plastik dan kompor gas.

3. 3 Metode Penelitian 3.3.1 Penyiapan Bahan Baku

a. Daun

Daun dipisahkan dari tangkainya dan dirajang kasar, kemudian ditimbang

sebanyak 4,5 kg untuk satu kali pemasakan/penyulingan. Proses ini dilakukan

dengan cepat, agar minyak atsiri yang terkandung dalam daun tidak banyak

yang menguap.

b. Kayu teras dan kayu gubal

Teras dan gubal dipisahkan menggunakan mesin serut, sehingga dapat

diperoleh hasil berupa kayu sisa serutan dengan panjang 1-4 cm, lebar 1-2 cm

dengan tebal 1-5 mm. Masing-masing bagian (pangkal, tengah, dan ujung),

(11)

11

Gambar 2 Daun (A) dan kayu Surian (B).

Gambar 2 merupakan gambar daun dan kayu Surian yang belum diolah

menjadi minyak atsiri.

3.3.2 Penyulingan

Bahan baku yang sudah siap selanjutnya dimasukkan dalam alat

penyulingan. Proses penyulingan menggunakan metode air dan uap, yaitu

menggunakan air kemudian dipanaskan sehingga menghasilkan uap air yang

panas. Uap ini dapat menguapkan minyak atsiri pada bahan baku, yang

selanjutnya diembunkan pada kondensor. Hasil pengembunan ini berupa air yang

bercampur dengan minyak atsiri kemudian ditampung pada labu kondensat.

Minyak dan air pada kondensat kemudian dipisahkan, sisa minyak yang

menempel di labu kondensat dilarutkan menggunakan pelarut n-heksan kemudian

di simpan di wadah yang menggunakan tutup aluminum foil yang telah dibuat

lubang. Pembuatan lubang ini dengan maksud agar h-heksan menguap dan

meninggalkan minyak murni. Minyak yang telah di dapatkan kemudian disimpan

di wadah, ditutup dengan rapat agar minyak yang ada tidak menguap.

3.3.3 Penentuan Rendemen

Rendemen minyak atsiri yang dihasilkan dari tiap-tiap proses penyulingan

dihitung terhadap berat kering tanur, dengan menggunakan rumus:

Rendemen = (Output/Input) x 100%

Keterangan: Output = berat minyak atsiri (g)

Input = berat kering tanur bahan baku (g)

(12)

12

3.3.4 Uji Bioassay Larva Nyamuk

a. Persiapan Hewan Uji

Gelas piala 250 ml diisi dengan air sekitar setengah bagian gelas dan

dimasukkan juga kertas saring ke dalam gelas piala tersebut. Kemudian gelas

piala tersebut dimasukkan ke dalam kandang nyamuk. Kertas saring tersebut

berfungsi untuk menempelnya telur telur dari nyamuk A. aegypti. Telur tersebut

akan dihasilkan sampai hari keempat setelah nyamuk makan darah.

Untuk penetasan telur, kertas saring tersebut dicelupkan ke dalam nampan

plastik berukuran 30x20x5 cm yang berisi air, dan setelah 24 jam telur tersebut

akan menetas dan tumbuh menjadi larva instar I. Telur-telur yang telah menjadi

larva instar I kemudian akan mengalami tahap perkembangan menjadi larva instar

II, III (4 hari) dan instar IV (2 hari). Larva tersebut diberi makan berupa pelet ikan

dan rebusan hati ayam.

b. Uji Aktivitas Larvasida

Pengujian efektifitas biolarvasida minyak atsiri pohon Surian merujuk

pada apa yang telah dilakukan oleh Cheng et al. (2004) yang dimodifikasi untuk

jumlah hewan uji dan lama waktu pengujiannya. Dua puluh jentik nyamuk

instar-IV ditempatkan dalam 24,5 ml air destilata, diikuti penambahan 500 µg/mL

larutan DMSO yang mengandung sampel uji dalam wadah berkapasitas 30 ml.

Larutan dikocok pelan-pelan sehingga tercampur secara homogen dan dibiarkan

pada suhu ruang. Konsentrasi minyak yang digunakan adalah 2000, 1000, 500,

dan 250 µg/mL. Sebagai kontrol disiapkan berupa 24,5 ml air destilata dan 500µL

DMSO. Sebagai pembanding, digunakan insektisida komersial Abate(R) dengan

bahan aktif Temephos setara konsentrasi yang sama yaitu 2000, 1000, 500, dan

250 µg/mL.

Aktivitas larvasida minyak atsiri diamati selama 10 menit, 20 menit, 30,

menit, 40 menit, 50 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 24 jam dan 48

jam. Kemudian dihitung nilai mortalitasnya yang dikoreksi dengan kontrol.

Persentase mortalitas dikoreksi dengan kontrol. Nilai toksik dan efektifitas

diukur dengan nilai LC50 yang menunjukkan konsentrasi dalam µg/mL yang

(13)

13

3.3.5 Analisis Data

Untuk menentukan nilai Lethality Concentration 50% (LC50), hasil uji

larvasida diuji menggunakan program Minitab 16 dengan probit analysis dan

asumsi distribusi weibull pada selang kepercayaan 95%.

Data yang digunakan adalah konsentrasi dan persentase kematian

(mortalitas) yang sudah dikoreksi dengan kontrol. Data yang yang dianalisis

statistik adalah perbandingan kadar konsentrasi dengan persentase mortalitas

(14)

14

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Minyak Atsiri Surian (Toona Sinensis Roemor)

Minyak atsiri Surian ini didapatkan dengan cara penyulingan

menggunakan metode air dan uap atau biasanya disebut metode kukus. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri pohon Surian yang dapat

menghasilkan rendemen rata-rata sekitar 0,107-0,628 %. Berikut adalah tabel

hasil penelitian rendeman dan wujud fisik minyak atsiri pohon Surian.

Tabel 1 Rendemen dan wujud fisik minyak atsiri pohon Surian

Bagian Rendemen Rata-rata (%) Wujud fisik minyak

Daun 0,107 hijau kehitaman, beraroma menyengat Teras 0,628 coklat kehijauan, beraroma menyengat Gubal 0,243 coklat kehijauan, beraroma menyengat

Tabel 1 menunjukkan nilai rendemen dan wujud fisik minyak atsiri pohon

Surian yang didapatkan menggunakan proses penyulingan. Nilai rendemen

minyak atsiri yang paling tinggi adalah minyak atsiri Surian bagian teras sebesar

0,628%, kemudian gubal sebesar 0,243% dan rendemen yang paling rendah yang

berasal dari bagian daun yaitu sebesar 0,107%. Nilai rendemen minyak atsiri

bagian daun yang didapatkan merupakan nilai rendemen yang terendah

dikarenakan posisi minyak atsiri di dalam daun. Sirait (2007) menyatakan, minyak

atsiri terdapat pada sel kelenjar khusus pada permukaan daun yang berasosiasi

dengan kloroplas. Selain itu, bagian daun berukuran tipis sehingga minyak atsiri

yang bersifat volatil mudah menguap sebelum disuling. Hal ini sesuai dengan

pendapat Guenther (1988) yang menyatakan dinding sel dari tanaman yang

berukuran sangat tipis bersifat permeabel sehingga eksraksi minyak terjadi secara

cepat.

Hasil penyulingan pohon Surian bagian daun, kayu teras dan kayu gubal

menunjukkan wujud fisik yang berbeda. Minyak atsiri bagian daun berwarna hijau

kehitaman, pada bagian teras berwarna coklat dan untuk minyak atsiri bagian

gubal berwarna coklat kehijauan (Tabel 1 dan Gambar 3). Ketiga minyak atsiri

(15)

15

Satoni et al. (2009) dan Darmawan (2011) yang menyatakan bahwa minyak atsiri

Surian memiliki bau yang menyengat.

Gambar 3 Minyak atsiri bagian daun (A), bagian teras (B), dan bagian gubal (C).

4.2 Uji Aktivitas Larvasida

Pengujian minyak atsiri Surian (T. sinensis) terhadap larva instar IV

nyamuk A. aegypti diujikan menggunakan konsentrasi 250, 500, 1000 dan 2000

µg/mL dengan tiga kali ulangan tiap bagiannya dengan pengamatan selama 48

jam. Pengujian menggunakan Abate(R) dengan bahan aktif temephos sebagai

pembanding pengujian minyak atsiri.

Hewan uji yang digunakan adalah larva instar IV nyamuk A. aegypti

dikarenakan larva instar IV merupakan fase larva yang paling dewasa sebelum

menjadi pupa dan memiliki daya tahan yang paling kuat, hal ini sesuai yang

dijelaskan oleh Nugraha (2011) yang menyatakan bahwa pemilihan larva instar IV

sebagai hewan uji merupakan fase dengan daya tahan yang paling tinggi dan

mempunyai ukuran yang lebih besar sehingga mudah dalam melakukan

perhitungan dalam pengujian.

Gambar 4 Hubungan konsentrasi minyak Surian (T.sinensis) dan Abate(R) terhadap mortalitas larva A. aegypti.

0 20 40 60 80 100 120

250 500 1000 2000

Mor

tal

it

as

(

%

)

Konsentrasi µg/mL

Daun

Teras

Gubal

Abate

(16)

16

Gambar 4 menunjukkan hubungan konsentrasi minyak Surian dan Abate(R)

terhadap mortalitas larva A. aegypti. Pengujian menggunakan konsentrasi yang

berbeda bertujuan untuk mengetahui respon larva terhadap larutan uji yang dibuat.

Minyak Surian pada bagian daun dengan konsentrasi 250, 500 dan 1000 µg/mL

dengan pengujian selama 48 jam dapat menyebabkan kematian tetapi belum

100%, kematian 100% dengan lama pengujian selama 48 jam terjadi pada minyak

Surian bagian daun dengan konsentrasi 2000 µg/mL. Begitu juga untuk minyak

Surian bagian teras, pengujian menggunakan konsentrasi 250, 500, dan 1000

µg/mL dengan pengujian selama 48 jam menyebabkan kematian tetapi belum

100%, dan minyak atsiri Surian bagian teras pada konsentrasi 2000 µg/mL

pengujian selama 48 jam telah mengakibatkan kematian sebesar 100%. Minyak

Surian bagian gubal, pengujian dengan konsentrasi 250 µg/mL dan 500 µg/mL

telah menyebabkan kematian tetapi belum 100 %, sedangkan untuk konsentrasi

1000 µg/mL dan 2000 µg/mL menyebabkan kematian sebesar 100% selama 48

jam.

Pengujian juga dilakukan menggunakan insektisida komersial Abate(R)

dengan membuat larutan Abate(R) pada konsentrasi yang sama dengan minyak

Surian yaitu 250, 500, 1000, dan 2000 µg/mL selama 48 jam menyebabkan

kematian larva A. aegypti sebesar 100% (Gambar 4).

Gambar 5 Grafik hubungan waktu pengamatan terhadap mortalitas larva. 0

20 40 60 80 100 120

10 20 30 40 50 60 120 240 480 600 720 14402880

M

or

tal

it

as

(

%

)

Waktu Pengamatan (menit)

Daun

Teras

Gubal

(17)

17

Gambar 5 menunjukkan grafik hubungan waktu pengamatan terhadap

mortalitas larva. Uji aktivitas larvasida terhadap larva instar IV A. aegypti

menggunakan minyak atsiri Surian bereaksi cukup cepat. Dapat dilihat bahwa

pada menit ke 20 dengan konsentrasi 2000 µg/mL minyak atsiri Surian dari ketiga

bagian telah menyebabkan kematian beberapa larva A. aegypti. Sementara itu,

untuk larutan insektisida Abate(R) dapat menyebabkan kematian pada menit ke

120 atau 2 jam setelah larva direaksikan dengan larutan Abate(R). Hal ini

dikarenakan minyak atsiri merupakan minyak dengan ekstrak kasar yang dapat

langsung beraksi dengan larva nyamuk. Sedangkan Abate(R) merupakan

insektisida berupa formulasi sehingga perlu waktu yang cukup lama agar

formulasi tersebut terlarut dan bereaksi terhadap larva A. aegypti.

Berikut adalah tabel uji larvasida A. aegypti yang diuji menggunakan

minyak atsisi pohon Surian yang dianalisis menggunakan model statistika analisis

probit.

Tabel 2 Uji larvasida A. aegypti menggunakan minyak atsiri pohon Surian

Bagian

Mortalitas (%) / µg/mL

LC50

250 500 1000 2000

Daun 83,887 88,89 97,777 100 50,059

Teras 36,11 88,89 99,443 100 296,495

Gubal 72,223 96,663 100 100 154,804

Berdasarkan analisis probit dengan menggunakan software Minitab 16 for

Windows (Lampiran 6, 7 dan 8) diperoleh nilai LC50 untuk masing-masing minyak

atsiri Surian seperti yang terdapat pada Tabel 2. Berdasarkan analisis probit

tersebut diperoleh nilai LC50 sebesar 50,059 µg/mL untuk minyak atsiri bagian

daun. Minyak atsiri Surian bagian gubal diperoleh nilai LC50 sebesar 154,804

µg/mL sedangkan untuk minyak atsiri bagian teras diperoleh nilai LC50 sebesar

296,495 µg/mL. Berdasarkan nilai LC50 dan yang didapatkan, minyak atsiri Surian

dari beberapa bagian bersifat toksik terhadap larva instar IV nyamuk A. aegypti

karena menyebabkan kematian sebesar 50% dari total populasi yang diujikan.

Nilai LC50 yang diperoleh masih sangat tinggi meskipun nilai tersebut

masih dibawah 1000 µg/mL dan berpotensi sebagai bioaktif. Menurut Geris et al.

(2008) dalam Andriani (2008) menyatakan bahwa standar nilai larvasida nabati

(18)

18

sangat jauh dari standar larvasida nabati tersebut, hal ini dapat dikarenakan

minyak astiri Surian masih merupakan minyak dengan ekstrak yang sangat kasar

dan belum ada pemurnian senyawa.

Uji aktivitas larvasida menggunakan minyak atsiri ini menunjukan

kesebandingan antara konsentrasi dan persentasi kematian, yaitu semakin besar

konsentrasi yang digunakan maka semakin besar presentasi kematian larvasida

yang diakibatkan ini berarti aktivitas membunuh makin tinggi sehingga terjadi

korelasi positif antar keduanya. Nilai LC50 minyak atsiri Surian bagian daun lebih

rendah dari pada minyak atsiri bagian teras dan gubal, hal ini berarti minyak atsiri

Surian bagian daun memiliki daya bunuh yang lebih tinggi dibandingkan 2

minyak yang lainnya. Hal ini terjadi karena setiap individu memiliki respon yang

berbeda pada zat yang berada dilingkungannya (Loomis 1978 dalam Fadli 2006).

Tingginya daya racun yang disebabkan oleh minyak atsiri yang berasal

dari daun tidak terlepas dari kandungan kimia yang terdapat pada minyak atsiri

tersebut. Berdasarkan penelitian Mu et al. (2007) yang mengidentifikasi senyawa

kimia yang terkandung pada minyak atsiri Surian yang berasal dari daun dan

ditemukan adanya senyawa kimia trans-kariofilena dengan konsentrasi relatif

21,422% senyawa ini diduga yang menyebabkan tingginya aktivitas larvasida.

Sutthanont et al. (2010), melakukan pengujian minyak atsiri dari Syzygium

aromaticum yang mengandung trans-karofilena ternyata berpotensi sebagai

larvasida A.aegypti.

Sari et al. (2012) melakukan pengujian senyawa kimia yang berasal dari

minyak atsiri kayu Surian menggunakan metode gas chromatography-mass

spectrometry (GCMS) menemukan adanya senyawa kimia yang sama seperti pada

minyak atsiri yang berasal dari daun yaitu trans-kariofilena.

Pada minyak atsiri Surian yang berasal dari kayu gubal, konsentrasi relatif

dari senyawa ini sebesar 11,42% sedangkan pada minyak atsiri yang berasal dari

kayu teras sebesar 1,96%. Nilai konsentrasi relatif senyawa trans-kariofilena yang

berasal dari minyak atsiri Surian bagian daun jauh lebih tinggi dibandingkan

bagian gubal dan teras. Hal ini dapat diduga menjadi penyebab tingginya aktifitas

(19)

19

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Rendemen minyak atsiri yang paling tinggi adalah bagian teras (0,628 %),

kemudian gubal (0,243 %) dan yang paling rendah adalah daun (0,107 %).

2. Berdasarkan pengujian, minyak atsiri Surian dari beberapa bagian berpotensi

sebagai biolarvasida instar IV A. aegypti. Dilihat dari nilai LC50, minyak atsiri

yang paling berpotensi sebagai biolarvasida adalah minyak atsiri Surian bagian

daun yang memiliki nilai LC50 sebesar 50,059 μg/mL.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian disarankan melakukan isolasi dan identifikasi lebih

lanjut terhadap senyawa aktif yang terkandung pada minyak atsiri Surian dari

(20)

MINYAK ATSIRI SURIAN (

Toona sinensis

Roemor) SEBAGAI

BIOLARVASIDA NYAMUK DEMAM BERDARAH

(

Aedes aegypti

Linn)

RAHMAWATI PUJI ASTARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(21)

20

DAFTAR PUSTAKA

Andriani A. 2008. Uji potensi larvasida fraksi ekstrak daun Clinacanthus nutans

L. terhadap larva instar III nyamuk A. aegypti [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Ajizah A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium terhadap ekstrak daun

Psidium guajava L. Jurnal Ilmu-ilmu Biologi 1 (1): 31-38.

Basuki RS. 2009. Pengetahuan petani dan keefektifan penggunaan insektisida oleh petani dalam pengendalian ulat Spodoptera exigua Hubn. pada tanaman bawang merah di Brebes dan Cirebon. Journal of Horticultural Science and Biotechnology 19(4):459-474.

Cheng SS, Liu JY, Tsai KH, Chen WJ, Chang ST. 2004. Chemical composition and mosquito larvicidal activity of essential oils from leaves of different

Cinnamomum osmophloeum provenances. Journal of Agricultural and Food Chemistry 52(14):4395-4400.

Chin J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular.[terhubung berkala] http://nyomankandun.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/manual _p2m.pdf (27 September 2011).

Darmawan I. 2011. Bioaktifitas minyak atsiri Pohon Surian (Toona sinensis Roemor) berdasarkan uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Depkes [Departemen Kesehatan]. 2010. Demam berdarah dengue di Indonesia tahun 1968-2009. Jendela Epidemologi 2:1-14

Dharmawati. FD. 2002. Informasi Singkat Benih. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan

Fadli M. 2006. Uji bioaktivitas zat ekstraktif Kayu Beunying (Ficus fistulosa

Reinw) dan Hamerang (Ficus fulva Reinw) menggunakan Brine Shrimp Lethality Test. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Goto T, Takahashi N, Hirai S, Kawada T. 2010. Various terpenoids derived from Herbal and dietary plants function as PPAR modulators and regulate carbohydrate and lipid metabolism. Peroxisome Proliferator-Activated Receptors Research 10: 1-9.

Guenther E. 1988. Minyak Atsiri. Volume 1. Ketaren S, penerjemah. Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi. Terjemahan dari Essential Oil.

Gunawan W. 2009. Kualitas Dan Nilai Minyak Atsiri, Implikasi Pada

(22)

21

http://d.yimg.com/kq/groups/16675956/938931444/name/artikel+ttg+atsiri +di+indonesia+2009.pdf (27 September 2011).

Hadi UK dan Koesharto. 2006. Nyamuk. In Sigit S. (eds). Hama Permukiman Indonesia. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. pp 23-51.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Soedira I, penerjemah. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical methods.

Hua X, Biao D, Yu-xian P, Li-wen Q, Ya-di W, Wei H, Li Juan H, Kwok-yung Y, and Xiao-yan C. 2006. Serotype 1-specific monoclonal antibody-based antigen capture immunoassay for detection of circulating nonstructural protein ,implications for early diagnosis and serotyping of dengue virus infections. Journal of Clinical Microbiology 2872-2878.

Jayanegara A, Sofyan A. 2008. Penentuan Aktivitas Biologis Tanin Beberapa Hijauan secara in Vitro Menggunakan ’Hohenheim Gas Test’ dengan Polietilen Glikol Sebagai Determinan. Media Peternakan 31(1):44-52.

Kardinan A. 2011. Penggunaan pestisida nabati sebagai kearifan lokal dalam pengendalian hama tanaman menuju sistem pertanian organik.

Pengembangan Inovasi Pertanian 4(4):262-278

Lima MAA, Oliveira FFM, Gomes GA, Lavor PL, Santiago GMP, Nagao-Dias AT, Arriaga AMC, Lemos TLG, Carrvalho MG. 2011. Evaluation of larvicidal activity of the essential oils of plants species from Brazil against

A. aegypti (Diptera: Culicidae). Africal Journal of Biotechnology 10 (55):11716-11720.

Lei HY. 2007. Immunopathogenesis of the Dengue virus caused disease.

Dipresentasikan pada International Collaboration on Research Development on the Efficacy and Potential Application of Melaleuca Alternifolia Concentrate (MAC) for the Treatment of Dengue Fever and a Range of Population Health issues. Queensland: Griffith University.

Laba IW. 2010. Analisi Empiris Penggunaan Insektisida Menuju Pertanian Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(2):120-137

Meyer BN, Ferigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nicholas DE, Mc Laughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. West Lafayette: Journal of Medicinal Plat Research 45:31-41.

(23)

22

followed by GC–MS. Journal for Rapid Communication in Chromatography 65:463-467

Nassar Z, Aisha A, Abdul MA. 2010. The Pharmalogical Properties of Terpenoids from Sandoricum koetjape. Webmedcentral Complementary Medicine

1(12):1-11.

Noegroho, Srimulyani, Mulyaningsih .1997. Aktifitas larvasida minyak atsiri daun jukut (hyptis) suaveolens (l) poit, terhadap larva nyamuk A. aegypti, instar IV dan analisis kromatografi gas-spektroskopi masa. Majalah Farmasi Indonesia 8(4): 160-170.

Nugraha DR. 2011. Ekstrak kayu jati (Tectona grandis l.f) sebagai biolarvasida jentik nyamuk demam berdarah (A. aegypti) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pandit IKN, Wibowo C.2011. Jenis Kayu Primadona Untuk Hutan Tanaman Rakyat. Bogor: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Bekerja Sama Dengan: LPPM IPB.

Santoni A, Nurdin H, Manjang Y, Achmad SA. 2009. Minyak Atsiri dari Toona sinensis dan Uji Aktivitas Insektisida. Jurnal Riset Kimia 2:101-105.

Sari RK, Syafii W, Achmadi SS, Hanafi M. 2012. Komposisi kimia dan potensi anti kanker minyak atsiri kayu teras Surian (Toona sinensis). Accepted

Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Suradikusumah E. 1989. Kimia Tumbuhan. Bogor: Depdikbud Dirjen PendidikanTinggi PAU Ilmu Hayati IPB.

Sutthanont N, Choochote W, Tuetun B, Junkum A, Jitpakdi A, Chaithong U, Riyon D, Pitasawat B. 2010. Chemical composition and larvacidal activity of edible plant –derived essential oil against the pyrethroid –susceptible and resistant strains of A. aegypti (diptera:Culicidae). Journal of Vector Ecology 35(1):106-116.

Taufik I, Yosmaniar. 2010. Pencemaran pestisida pada lahan perikanan di daerah Karawang – Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Limnologi V tahun 2010. Bogor. hlm 961-703.

UNEP [United Nations Environment Programme]. 2004. Childhood Pesticide Poisoning. Invormation for Advocacy and Action. UNEP 2-3

(24)

23

Zanzibar M. 2010. Peningkatan Mutu Fisiologis Benih Surian Dengan Cara Priming. Jurnal Standardisasi 12 (1): 1 – 6.

Zhou G, Zhang B, Lin L, Zhu Q, Guo L, Pu Y, Cao X. 2010. Study on the relationship between Toona sinensis Roem stand productivity and site conditions in Sichuan Basin. Journal of Ecological Economy 6:387-394.

Zhu L, Tian YJ, Yang Li, Jiang JG. 2011. Chemical composition and antimicrobial activities of essential oil of Blumea megacephala.

Experimental and Clinical Sciences Journal 10:62-68

(25)

MINYAK ATSIRI SURIAN (

Toona sinensis

Roemor) SEBAGAI

BIOLARVASIDA NYAMUK DEMAM BERDARAH

(

Aedes aegypti

Linn)

RAHMAWATI PUJI ASTARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(26)

RINGKASAN

RAHMAWATI PUJI ASTARI. E24080003. Minyak Atsiri Surian (Toona sinensis Roemor) Sebagai Biolarvasida Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti

Linn). Dibimbing oleh RITA KARTIKA SARI dan UPIK KESUMAWATI HADI.

Tingginya jumlah masyarakat yang terjangkit demam berdarah di Indonesia menyebabkan Indonesia menjadi negara dengan kasus demam berdarah tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit demam berdarah ini ditularkan oleh nyamuk

Aedes aegypti. Dewasa ini, pencegahan penyakit demam berdarah dilakukan dengan mengendalikan vektor nyamuk secara kimia seperti penggunaan bubuk Abate(R) dan fogging. Penggunaan bahan alami sebagai alternatif pencegahan bahan kimia dapat dicoba. Minyak atsiri Surian (Toona sinensis) merupakan satu alternatif bahan alami yang berpotensi dan bersifat toksik bagi larva udang yang diuji menggunakan metode brine shrimp lethality test (BSLT). Oleh karena itu,

pengujian minyak atsiri sebagai biolarvasida nyamuk A. aegypti menarik bila

dilakukan.

Minyak atsiri Surian berasal dari beberapa bagian yaitu bagian daun, kayu teras, dan kayu gubal. Bahan baku disuling dengan metode uap dan air selama 12 jam hingga menghasilkan minyak atsiri. Kemudian rendemen yang dihasilkan minyak atsiri tersebut dihitung. Pengujian minyak atsiri sebagai biolarvasida dilakukan

terhadap larva instar IV nyamuk A.aegypti berjumlah 20 ekor dengan konsentrasi

minyak 250 µg/mL, 500 µg/mL, 1000 µg/mL, dan 2000 µg/mL. Pengamatan dilakukan selama 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, 6 jam, 24 jam dan 48 jam. Nilai mortalitas larvasida dihitung

sebagai dasar penentuan nilai lethal concentration 50% (LC50).

Rendemen terbesar minyak atsiri Surian yang diperoleh berasal dari minyak

atsiri Surian bagian teras (0,628 %), kemudian minyak atsiri Surian bagian gubal

(0,243 %) dan yang paling rendah adalah minyak atsiri surian bagian daun (0,107 %). Uji biolarvasida menghasilkan nilai LC50 untuk minyak atsiri Surian bagian

daun 50,059 μg/mL, bagian teras 296,495 μg/mL dan bagian gubal 154,804 μg/mL.

Ketiga nilai LC50 dari minyak atsiri Surian pada berbagai bagian ini berpotensi

sebagai bioaktif dengan minyak atsiri Surian bagian daun yang paling efektif. Hasil pengujian biolarvasida tersebut menunjukkan bahwa minyak atsiri surian berpotensi sebagai biolarvasida nyamuk A. aegypti.

(27)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Minyak Atsiri Surian (Toona sinensis Roemor) Sebagai Biolarvasida Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti Linn)

Nama Mahasiswa : Rahmawati Puji Astari

NRP : E24080003

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Rita Kartika Sari, M.Si Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS NIP. 19681124 199512 2 001 NIP. 19581023 198403 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 19660212 199103 1 002

(28)

MINYAK ATSIRI SURIAN (

Toona sinensis

Roemor) SEBAGAI

BIOLARVASIDA NYAMUK DEMAM BERDARAH

(

Aedes aegypti

Linn)

RAHMAWATI PUJI ASTARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kahutanan

Pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(29)

vi

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(30)

vii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Minyak Atsiri Surian (Toona sinensis Roemor) Sebagai Biolarvasida Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti Linn) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dibawah bimbingan dosen Ir. Rita Kartika Sari, M.Si dan Dr. drh. Upik

Kesumawati Hadi, MS serta belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada

perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir

skripsi.

Bogor, Juli 2012

(31)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Minyak Atsiri Surian (Toona sinensis Roemor) Sebagai Biolarvasida Nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti Linn). Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil

Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak, Ibu, kakak-kakak serta keponakan-keponakan atas doa, kasih sayang

dan dukungan yang diberikan kepada penulis.

2. Ibu Ir. Rita Kartika Sari, M.Si selaku dosen pembimbing pertama atas

kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan

motivasi.

3. Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS selaku dosen pembimbing kedua atas

kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan bimbingan ilmu, nasehat, dan

motivasi.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku dosen penguji dan Bapak

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr selaku ketua sidang atas nasehat dan

motivasi yang diberikan.

5. Bagian Kimia Hasil Hutan dan seluruh staf Departemen Hasil Hutan atas

segala bantuannya.

6. Teman-teman seperjuangan Arip, Vebri, Desi, Linda, Mae, Din, Puji, Sari,

Mumun, Ste, Putri, Rico, serta seluruh teman-teman THH 45 atas persahabatan

dan kekeluargaan indah yang diberikan.

7. Sambang Parinda atas semangat yang selalu diberikan tanpa kenal lelah.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu kelancaran studi penulis.

Bogor, Juli 2012

(32)

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nabire, Papua pada tanggal 24

Maret 1990 sebagai putri bungsu dari tiga bersaudara

pasangan Bapak Moelyadi dan Ibu Sri Lestari. Penulis

bersekolah di SD Negeri 1 Nabire dan lulus pada tahun 2002.

Penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah

Pertama hingga tahun 2005 di SMP Negeri 1 Nabire,

kemudian melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Nabire dan lulus pada tahun

2008. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan mayor

Teknologi Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Pada tahun 2010 penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan

Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Papandayan – Sancang Timur Garut. Pada

tahun 2011 penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) yang

memiliki basecamp di Gunung Walat Sukabumi. Tahun 2012 penulis mengikuti

Praktek Kerja Lapang (PKL) di PGT Cimanggu KBM INK Unit 1 Jawa Tengah.

Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Dendrologi pada tahun

2011.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dikegiatan Himpunan

Mahasiswa Hasil Hutan (Himasiltan) selama dua tahun kepemimpinan yaitu

2009/2010 dan 2010/2011. Selain itu penulis aktif dalam kegiatan Koperasi

Mahasiswa IPB (Kopma IPB) dari tahun 2008 hingga sekarang dan pernah

menjabat sebagai pengurus Kopma IPB pada tahun kepemimpinan 2009/2010 dan

2010/2011 serta penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Mahasiswa Daerah

Forum Komunikasi Mahasiswa Boyolali (OMDA FKMB).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di

(33)

x

DAFTAR ISI

(34)

xi

DAFTAR TABEL

No Halaman

(35)

xii

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Pohon Surian ... 3 2 Daun Surian dan kayu Surian ... 11 3 Minyak atsiri bagian daun, bagian teras, dan bagian gubal ... 15 4 Hubungan konsentrasi minyak Surian (T. sinensis) dan Abate(R) terhadap

(36)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Data kadar air bagian Surian (T. sinensis) ... 25 2 Data rendemen minyak atsiri Surian (T. sinensis) ... 25 3 Mortalitas larva A. aegypti terhadap minyak Surian bagian daun ... 26 4 Mortalitas larva A. aegypti terhadap minyak Surian bagian kayu teras ... 27 5 Mortalitas larva A. aegypti terhadap minyak Surian bagian kayu gubal ... 28 6 Probit Analysis:mortalitas versus konsenterasi Minyak atsiri

Surian (T. sinensis) bagian daun ... 29 7 Probit Analysis:mortalitas versus konsenterasi Minyak atsiri

Surian (T. sinensis) bagian kayu teras ... 30 8 Probit Analysis:mortalitas versus konsenterasi Minyak atsiri

(37)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang banyak terjangkit oleh penyakit yang

ditularkan oleh nyamuk. Satu di antara penyakit yang ditularkan oleh nyamuk

adalah penyakit demam berdarah. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk

Aedes aegypti. Pada tahun 2008, tercatat sebanyak 137.469 kasus demam

berdarah, sedangkan pada tahun 2009 terdapat 158.912 kasus demam berdarah

(Depkes 2010).

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama

dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak

tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat

negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara

(Depkes 2010) .

Secara universal belum ditemukan adanya vaksin sebagai alat pencegahan

penyakit demam berdarah ini (Lei 2007). Hingga saat ini belum ditemukan obat

yang secara efektif dapat mengobati penyakit demam berdarah tersebut. Dewasa

ini, upaya yang dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah

dengan cara kimiawi untuk mengendalikan vektor nyamuk atau sering disebut

dengan istilah insektisida kimia. Pemakaian insektisida kimia cukup mudah, tetapi

insektisida kimia ini menimbulkan efek negatif. Laba (2010) menyatakan bahwa

efek negatif yang umum disebabkan oleh insektisida adalah timbulnya hama baru,

resistensi, resurjensi, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan, dan

keracunan terhadap manusia. UNEP (2004) menyatakan bahwa 3 dari 100 orang

yang menggunakan insektisida kimia berpotensi keracunan insektisida. Oleh

karena itu, penggunaan insektisida kimia perlu dihindari. Pemanfaatan bahan

alami dapat menjadi alternatif bagi pengendalian vektor penyakit demam

berdarah, salah satunya adalah pemanfaatan minyak atsiri dari tumbuhan sebagai

biolarvasida pencegah berkembangbiaknya nyamuk A. aegypti. Menurut

(38)

2

larvasida terhadap larva A. aegypti dengan LC50 jauh lebih besar dibandingkan

Abate(R).

Hasil penelitian Darmawan (2011) menunjukkan bahwa minyak atsiri dari

pohon Surian (Toona sinensis) yang diuji bioaktivitasnya dengan metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT), memiliki nilai LC50 dari bagian daun sebesar

11,203 µg/mL, pada bagian kulit 6,851 µg/mL, bagian kayu teras 3,968 µg/mL,

dan bagian kayu gubal sebesar 1,293 µg/mL. Hasil pengujian tersebut

menunjukkan bahwa minyak atsiri Surian memiliki efek toksisitas tinggi. Menurut

Meyer et al. (1982) suatu zat dikatakan toksik apabila LC50 < 1000 µg/mL dan

sangat toksik bila LC50< 30 µg/mL. Penelusuran pustaka menunjukkan belum

dilakukan penelitian pengujian aktivitas biolarvasida minyak atsiri dari pohon

Surian terhadap larva A. aegypti, padahal hasil penelitian Darmawan (2011)

mengindikasikan bahwa minyak atsiri Surian tersebut berpotensi memiliki

aktivitas sebagai biolarvasida terhadap larva A. aegypti. Selain itu minyak atsiri

Surian memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan bahan kimia yang

selama ini digunakan sebagai pencegah demam berdarah, misalnya saja adalah

minyak atsiri Surian yang berasal dari bahan alami dan lebih ramah lingkungan.

Oleh karena itu, penelitian untuk menguji potensi minyak atsiri dari berbagai

bagian pohon Surian menarik untuk dilakukan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan membandingkan aktivitas

minyak atsiri yang berasal dari berbagai bagian pohon Surian (daun, kayu teras,

kayu gubal) sebagai biolarvasida nyamuk A. aegypti .

1.3 Manfaat

Memberikan informasi tentang pemanfaatan hasil hutan sebagai salah satu

(39)

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pohon Surian (Toona sinensis Roemor)

Surian memiliki banyak sinonim nama di Indonesia di antaranya adalah

ingu, surian amba (Kerinci), kibereum, laut, redani, kuru (Halmahera Utara)

(Zanzibar 2010, Pandit & Wibowo 2011). Surian merupakan pohon dari famili

Meliaceae. Pohon ini cocok untuk lingkungan yang hangat dan lembab. Surian

merupakan pohon yang menyukai sinar matahari dan tidak toleran terhadap dingin

dan basah. Dengan kondisi air yang tidak telalu banyak, pohon ini dapat tumbuh

dengan kondisi tahunan curah hujan rata-rata 500 mm-2000 mm. Surian

merupakan pohon yang cepat tumbuh, secara Internasional banyak dikenal dengan nama “Mahoni China” (Zhou et al. 2010).

Penyebaran pohon Surian secara alami di Nepal, India, Bhutan, Myanmar,

Indo-China, Cina Selatan, Thailand dan sepanjang Malaysia hingga barat Papua

Nugini. Di Indonesia jenis ini terdapat di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi (Zanzibar

2010).

Pohon Surian ini merupakan pohon berukuran sedang sampai besar,

tingginya dapat mencapai 25 m, diameter batangnya dapat mencapai 70 cm. Kulit

batangnya kelihatan coklat dan kelihatan licin pada pohon yang muda, menjadi

[image:39.595.226.383.534.722.2]

pecah dan kasar pada pohon yang sudah tua (Dharmawati 2002).

(40)

4

Daunnya lebar, kadang-kadang mengelompok diujung cabang, panjangnya

50-70 cm, dengan 80-20 pasak anak daun (Gambar 1). Permukaan dan bagian

atas umumnya berbulu. Bunga dihasilkan pada musim panas, dijumpai di ujung

cabang, dan berukuran kecil dengan diameter 4-5 mm, berwarna putih atau merah

muda pucat. Buah berupa kapsul dengan panjang 2-3,5 cm buah terdiri beberapa

ruang di dalamnya terdapat benih (Dharmawati 2002).

Pohon Surian memiliki banyak manfaat di antaranya adalah pemanfaatan

kayunya sebagai konstruksi, dekorasi interior, furnitur, alat musik, pembuatan

kapal dan lainnya. Kulitnya dapat digunakan untuk membuat kertas. Buahnya bisa

menjadi obat dan bijinya dapat diekstraksiuntuk minyak (Zhou et al. 2010).

2.2 Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,

atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal

dari daun,bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Setidaknya ada 150 jenis

minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di pasar internasional dan 40 jenis

diantaranya dapat diproduksi di Indonesia. Meskipun banyak jenis minyak atsiri

yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang

telah berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia (Gunawan 2009).

Menurut Guenther (1988) minyak atsiri ini merupakan minyak yang mudah

menguap, dengan komposisi dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap substansi

yang dapat menguap memiliki titik didih dan tekanan uap tertentu dan hal ini

dipengaruhi oleh suhu.

Minyak atsiri ini dapat dihasilkan dari penyulingan daun, batang, kulit,

kayu dan lain sebagainya. Contoh minyak atsiri yang telah sukses di Indonesia

adalah minyak atsiri yang berasal dari kayu putih (Melaleuca leucadendron) yang

telah dikomersialkan dan banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Guenther (1988) menyatakan bahwa penyulingan dapat didefinisikan

sebagai pemisahan komponen-komponen suatu campuran dari dua jenis cairan

atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap dari masing-masing zat tersebut.

(41)

5

distillation), penyulingan dengan air dan uap (water and steam destillation) dan

penyulingan dengan uap langsung (steam destilation).

Proses penyulingan dengan air, bahan yang akan disuling kontak langsung

dengan air mendidih. Kelebihan proses ini yaitu biaya operasional yang murah

dan proses yang sederhana. Sedangkan, kekurangan proses ini adalah rendemen

yang dihasilkan sedikit serta minyak atsiri tidak semua menguap tapi ada yg

terlarut dalam air. Penyulingan dengan air dan uap, pada metode ini bahan

diletakkan diatas rak-rak atau saringan berlubang. Ciri khas metode ini adalah uap

selalu dalam keadaan basah dan bahan yang disuling hanya berhubungan dengan

uap. Kelebihan proses ini yaitu bahan hanya kontak dengan uap jenuh dan basah,

sehingga minyak atsiri langsung ikut menguap dengan uap air. Kekurangan dari

proses ini yaitu tekanan yang dihasilkan hanya dari tekanan uap air saja, sehingga

proses penyulingan relatif lama.Untuk metode penyulingan dengan uap atau uap

langsung adalah metode yang menggunakan uap jenuh dengan tekanan lebih dari

1 atmosfer. Kelebihan proses ini yaitu rendemen yang dihasilkan besar, waktu

penyulingan relatif cepat dan bahan baku hanya kontak langsung dengan uap air.

Kekurangan dari teknik ini adalah biaya operasional yang tinggi serta prosesnya

yang rumit.

Minyak atsiri memiliki banyak manfaat, diantaranya adalah sebagai

pewangi dan juga produk farmasi seperti minyak angin dan obat. Ajizah (2004)

menyatakan minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan

kuman dengan mengganggu proses terbentuknya membran dan/atau dinding sel,

membran atau dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.

2.3 Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk A. aegypti merupakan nyamuk yang berperan sebagai vektor

penyakit demam berdarah. Menurut Hadi & Koesharto (2006), nyamuk A. aegypti

ini berwarna belang hitam putih, tersebar di daerah tropis, tetapi berasal dari

Afrika. Nyamuk jenis ini dapat dibedakan dari nyamuk lainnya dengan melihat

ujung abdomen (perut) meruncing, dan mempunyai sersi yang menonjol, lalu

dibagian dadanya terdapat rambut post-spiracular dan tidak mempunyai rambut

(42)

6

abdomen (perut) dan tungkai (kaki). Corak putih pada punggung A. aegypti

berbentuk seperti siku yang berhadapan.

Telur A. aegypti berwarna hitam, oval dan di letakkan di dinding wadah

air, biasanya dibagian atas permukaan air. Jentik nyamuknya tidak berlengan,

dadanya lebih lebar dari kepalanya. Jentik dalam kondisi yang sesuai akan

berkembang dalam waktu 6-8 hari dan mengalami empat kali pergantian kulit

(instar), kemudian berubah menjadi pupa (kepompong). Dalam waktu kurang

lebih dua hari, dari pupa muncullah nyamuk dewasa. Jadi total hidup bisa

diselesaikan 9-12 hari. Kemudian nyamuk tersebut mencari pasangan dan

mengadakan perkawinan. Setelah kawin nyamuk siap mencari darah untuk

perkembangan telur. Nyamuk jantan tidak menghisap darah tetapi cairan

tumbuhan, sedangkan nyamuk betina menggigit dan menghisap darah orang (Hadi

& Koesharto 2006).

Chin (2000) menyatakan, A. aegypti adalah spesies nyamuk yang

menggigit pada siang hari, dengan peningkatan aktivitas menggigit sekitar 2 jam

sesudah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari tenggelam.

2.4 Penggunaan Insektisida

Insektisida merupakan suatu cara pengendalian nyamuk secara kimiawi.

Menurut Hadi & Koesharto (2006), insektisida merupakan senyawa kimia yang

digunakan untuk mengendalikan populasi serangga yang merugikan manusia,

ternak, tanaman, dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk mensejahterakan

hidupnya agar kerugian dan gangguan dapat ditekan sekecil mungkin. Insektisida

yang banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk di Indonesia adalah

larvasida, berbagai jenis repelan dan insektisida semprot.

Insektisida merupakan salah satu jenis pestisida. Menurut Kardinan

(2011), pestisida sintetis atau kimiawi memiliki dampak negatif dalam

penggunaannya. Di antaranya adalah polusi lingkungan (kontaminasi tanah, air

dan udara), serangga hama menjadi resisten, toleran terhadap pestisida dan

dampak negatif lainnya.

Taufik dan Yosmaniar (2010) menyatakan bahwa residu pestisida yang

(43)

7

golongan organoklorin, organoposfat, piretroid, dan karbamat. Organoklorin

merupakan senyawa yang sangat persisten artinya bahan aktifnya dapat bertahan

dalam waktu yang lama baik dalam tanah, air, jaringan tanaman maupun hewan.

Senyawa tersebut tidak mudah terurai oleh mikroorganisme, enzim, panas,

ataupun cahaya ultraviolet. Hadi & Koesharto (2006) menyatakan bahwa

insektisida golongan organoposfat dan karbamat merupakan racun sinaptik.

Sinaps adalah suatu persimpangan antara dua saraf atau suatu titik penghubung

saraf. Secara spesifik organoposfat dan karbamat terikat pada suatu enzim pada

sinaps yang dikenal dengan asetilkholinesterase. Enzim ini dibentuk untuk

menghambat suatu impuls saraf setelah melewati sinaps. Organoposfat dan

karbamat terikat pada enzim ini dan menghambatnya untuk tidak bekerja.

Piretroid adalah racun axonik yaitu beracun terhadap serabut saraf. Racun ini

terikat pada suatu protein dalam saraf yang dikenal sebagai voltage-gated sodium

channel. Pada keadaan normal protein ini membuka untuk memberikan

rangsangan pada saraf dan menutup untuk menghentikan sinyal saraf. Piretroid

terikat pada gerbang ini dan mencegah penutupan secara normal yang

menghasilkan rangsangan sarf yang berkelanjutan.

Basuki (2009) melakukan penelitian terhadap keefektifan insektisida

dalam pengendalian ulat Spodoptera exigua. Dari penelitian tersebut Basuki

(2009) menyatakan bahwa petani di Cirebon menggunakan 8 jenis insektisida

kimia. Dari 8 jenis insektisida yang digunakan, 5 jenis insektisida tersebut tidak

efektif (63%), hal ini di duga hama Spodoptera exigua telah resisten terhadap 5

jenis insektisida tersebut.

Banyaknya fakta yang menunjukkan bahaya penggunaan insektisida atau

pestisida kimia menyebabkan timbulnya penelitian mengenai pestisida alami atau

nabati yang cenderung lebih aman. Pestisida nabati ini dapat berupa ekstrak

bagian tanaman dan minyak atsiri dari tanaman. Pestisida nabati tidak hanya

mengandung satu jenis bahan aktif (single active ingredient), tetapi beberapa jenis

bahan aktif (multiple active ingredient). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

beberapa jenis pestisida nabati cukup efektif terhadap beberapa jenis hama, baik

hama di lapangan, rumah tangga (nyamuk dan lalat), maupun di gudang. Contoh

(44)

8

abu serai dapur, kayu manis, dan brotowali (Kardinan & Iskandar 1999, diacu

dalam Kardinan 2011).

2.4 Senyawa Bioaktif

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang bersifat racun dalam dosis

yang tinggi. Tingkat konsentrasi yang dapat menyebabkan keracunan ditentukan

dengan letal konsentrasi 50% (LC50). LC50 adalah konsentrasi dari suatu bahan

yang menyebabkan 50% populasi mengalami kematian. LC50 dapat digunakan

untuk menentukan toksisitas dari suatu zat. Suatu senyawa memiliki potensi

bioaktif apabila nilai LC50-nya kurang dari 1000 µg/mL (Meyer et al. 1982).

Alkaloid merupakan senyawa basa yang mengandung satu atau lebih atom

nitrogen, yang biasanya merupakan bagian dari sistem siklik. Alkaloid dapat

berperan sebagai pengatur pertumbuhan, penolak, atau pemikat serangga

(Suradikusumah 1989). Utami dan Robara (2008) menyatakan bahwa eksrak

heksan dari daun Ageratum conyzoides dianalisis dan mengandung senyawa

alkaloid.

Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid

merupakan senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau

amonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan

(Harborne 1987). Dalam dunia pengobatan, beberapa senyawa flavonoid

berfungsi sebagai antibodi, misalnya antivirus dan jamur, peradangan pembuluh

darah dan dapat d

Gambar

Gambar 1  Pohon Surian (sumber: http://apps.kew.org).
Gambar 2 Daun (A) dan kayu Surian (B).
Gambar 4 Hubungan konsentrasi minyak Surian (T.sinensis) dan Abate(R) terhadap mortalitas larva A
Gambar 5  Grafik hubungan waktu pengamatan terhadap mortalitas larva.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai permasalahan yang muncul sebagai akibat dari perkembangan pembangunan yang sangat pesat dan tidak terkontrol yang berdampak pada penyempitan area resapan sehingga pada

Pada kesempatan kali ini, kami akan menyajikan beberapa informasi aspek keamanan beberapa obat antara lain produk obat mengan- dung testosterone dan saxagliptin terkait risiko

1. Melaksanakan studi pendahuluan melalui observasi dan dialog dengan penyelenggara pelatihan dalam hal ini dengan pejabat pelaksana teknis kegiatan sebagai acuan

Perangkat pembelajaran/ instrumen yang dibuat adalah: Silabus dan rencana perkuliahan, Lembar Kerja Siswa (LKS), soal tes tertulis untuk mengungkap pemahaman konsep dan

Contrary to traditional reconstruction methods, our approach is surface-based (Figure 1b) and advancement is computed in three-dimensional model-space. The advantages

Kemudian dilakukan analisis dan variabel yang tidak layak masuk dalam regresi dikeluarkan satu persatu.Tetapi out put di atas semua variabel layak untuk dimasukkan dan

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosis atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang

Kegiatan Usaha Bergerak dalam bidang industri spare parts kendaraan bermotor khususnya pegas Jumlah Saham yang ditawarkan 210.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai Nominal