• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bonding of Organic-C after Addition of Various Types of Compost into Two Types of Soils of Different Land Covers

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bonding of Organic-C after Addition of Various Types of Compost into Two Types of Soils of Different Land Covers"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA

M. ASRAR IQBAL

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

M. Asrar Iqbal. Pengikatan C-Organik setelah Penambahan beberapa Jenis Kompos pada Dua Jenis Tanah dengan Tutupan Lahan yang Berbeda. Di bawah bimbingan Sudarsono dan Darmawan.

Kadar bahan organik dalam tanah ditentukan oleh dua faktor yaitu sifat tanah itu sendiri dan sumber bahan organik yang diterima oleh tanah. Sumber bahan organik yang diterima oleh tanah berasal dari vegetasi alami (atas permukaan tanah), dari bawah permukaan tanah (akar tanaman) serta diberikan dalam bentuk amelioran berupa kompos. Secara umum, kadar bahan organik di dalam tanah tidak lebih besar dari 3-5 persen, tetapi pengaruhnya sangat penting bagi tanah. Bahan organik di dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu bebas, berikatan dengan klei, serta berikatan dengan Al dan Fe. Kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda pada setiap jenis tanah, dalam hal ini terkait dengan tipe dan kadar klei, serta kadar Al dan Fe. Di samping itu, vegetasi alami dan tutupan lahan yang berada di atas permukaan tanah juga mempengaruhi kadar bahan organik dalam tanah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dua jenis tanah dalam mengikat bahan organik yang berasal dari kompos dikaitkan dengan perbedaan tutupan lahan.

Contoh tanah yang digunakan yaitu Andosol Sukamantri dan Latosol Dramaga dengan tutupan lahan berupa tegalan dan kebun campuran. Contoh tanah diambil dari dua kedalaman teratas pada setiap jenis tanah. Bahan organik yang ditambahkan berupa kompos kotoran sapi, kompos kotoran ayam dan kompos jerami. Sifat-sifat tanah yang ditetapkan meliputi kadar C-organik, Al-dd dan tekstur tanah.

(3)

M. Asrar Iqbal. Bonding of Organic-C after Addition of Various Types of Compost into Two Types of Soils of Different Land Covers. Under supervision of Sudarsono and Darmawan.

Soil organic matter content is determined by two factors : characteristic of soil and the source of organic matter. Source of organic matter come from natural vegetation (soil surface), under surface of soil (plant roots) and addition of organic matter. In general, soil organic matter content is about 3 to 5 percent, but it’s influence is very important to soil. There are three forms of organic matter in soil, i.e free, bound to clay and bound to Al and Fe. Soil ability to bind organic matter is different in each type of soil. It is associated with clay type and clay content and also Al and Fe content. Natural vegetation and land cover also influence organic matter content in soil.

The objective of the research was to know the ability of two type of soils in bonding organic matter from compost in relation to a difference in land cover.

Soil samples that were used consist of Andosol from Sukamantri and Latosol from Dramaga. The samples were taken from two upper layers of each type of soil. The organic matter that added were cow manure compost, chicken manure compost and straw compost. The mixture was incubated three months. Soil characteristics were analyzed included c-organic content, Al-dd and soil texture.

(4)

DENGAN TUTUPAN LAHAN YANG BERBEDA

M. ASRAR IQBAL

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Berbeda Nama : M. Asrar Iqbal NIM : A14070008

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr Ir Sudarsono, M.Sc. Dr Ir Darmawan, M.Sc. NIP. 19510729 197703 1 001 NIP. 19631103 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr Ir Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113198703 1 003

(6)

Penulis dilahirkan di Payakumbuh pada tanggal 25 Maret 1989 dari pasangan Iqbal dan Mulyati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SMA N 1 Kecamatan Guguak dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Manajemen Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

(7)

Alhamdulillah, Puji dan syukur penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan karunia-Nya berupa kesehatan, kekuatan sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian berjudul “Pengikatan C-organik setelah Penambahan Beberapa Jenis Kompos pada Dua Jenis Tanah dengan Tutupan

Lahan yang Berbeda”. Penelitian ini merupakan salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan studi di Program Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Prof. Dr Ir Sudarsono, MSc. dan Dr Ir Darmawan, M.Sc. atas kesediaan meluangkan waktunya dalam membimbing penulis menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Dr Ir Iskandar sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah ikut membantu dan berkontribusi dalam berbagai hal.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, sivitas akademika, peneliti, pemerintah dan semua pihak yang terkait, sehingga mampu memperkaya khasanah keilmuan bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan di masa mendatang.

Bogor, Agustus 2012

(8)

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR LAMPIRAN ... ii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah ... 2

2.1.1 Sumber Bahan Organik ... 2

2.1.2 Dekomposisi Bahan Organik Tanah ... 3

2.1.3 Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah ... 4

2.1.4 Peranan Bahan Organik Tanah ... 5

2.1.5 Bentuk Bahan Organik Tanah ... 6

2.2 Kompos ... 8

2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan ... 8

BAB III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 10

3.2 Bahan ... 10

3.3 Metode Penelitian ... 10

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kadar C-organik Tanah tanpa Penambahan Kompos ... 13

4.2 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos ... 16

4.2.1 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi .. 16

4.2.2 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi 19 4.2.3 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Jerami dan Masa Inkubasi ... 22

4.3 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos berdasarkan Penggunaan Lahan ... 25

4.4 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos berdasarkan Jenis Kompos ... 29

4.5 Perubahan Proporsi C-organik yang terikat terhadap C-organik Total Tanah ... 30

4.6 Ratio Klei dan Al-dd terhadap Bahan Organik Tanah ... 31

BAB V. KESIMPULAN ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1 Kadar C-Organik Total Tanah Latosol Dramaga tanpa

Penambahan Kompos ... 13 2 Kadar Bahan Organik Bebas tanpa Penambahan Kompos ... 14 3 Kadar Bahan Organik yang Terikat tanpa Penambahan

Kompos ... 15 4 Kadar Total C-Organik Tanah setelah Penambahan Kompos

Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi ... 16 5 Kadar Bahan Organik Bebas Tanah setelah Penambahan

Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi ... 17 6 Kadar Bahan Organik yang Terikat setelah Penambahan

Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi ... 18 7 Kadar Total C-Organik Tanah Setelah Penambahan Kompos

Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi ... 20 8 Kadar Bahan Organik Bebas Tanah Setelah Penambahan

Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi ... 21 9 Kadar Bahan Organik Terikat setelah Penambahan Kompos

Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi ... 21 10 Kadar Total C-Organik setelah Penambahan Kompos Jerami .. 23 11 Kadar Bahan Organik Bebas Tanah setelah Penambahan

Kompos Jerami dan Masa Inkubasi ... 23 12 Kadar Bahan Organik Terikat setelah Penambahan Kompos

Jerami dan Masa Inkubasi ... 24 13 Tambahan Bahan Organik yang Terikat pada Lapisan 1 pada

Dua Jenis Tanah dan Masa Inkubasi ... 26 14 Tambahan Bahan Organik yang Terikat pada Lapisan 2 pada

Dua Jenis Tanah dan Masa Inkubasi ... 28 15 Perubahan Kadar Bahan Organik Setelah Penambahan Kompos

berdasarkan Jenis Kompos dan Masa Inkubasi ... 29 16 Perubahan proporsi C-organik yang terikat pada tanah Latosol

Dramaga dan Masa Inkubasi ... 30 17 Perubahan Proporsi C-organik yang terikat pada tanah Andosol

(10)

Lampiran

Nomor Halaman

1 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Tanpa

Penambahan Kompos ... 39 2 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri

Tanpa Penambahan Kompos ... 39 3 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Setelah

Penambahan Kompos Kotoran Sapi ... 40 4 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri

Setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi ... 40 5 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Setelah

Penambahan Kompos Kotoran Ayam ... 41 6 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri

Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam ... 41 7 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Latosol Dramaga Setelah

Penambahan Kompos Jerami ... 42 8 Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri

Penambahan Kompos Jerami ... 42 9 Data pH, Al-dd, dan Tekstur pada Dua Jenis Tanah ... 43 10 Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga tanpa

Penambahan Kompos ... 43 11 Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri tanpa

Penambahan Kompos ... 44 12 Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga setelah

Penambahan Kompos Kotoran Sapi ... 44 13 Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri setelah

Penambahan Kompos Kotoran Sapi ... 45 14 Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga setelah

Penambahan Kompos Kotoran Ayam ... 45 15 Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri setelah

Penambahan Kompos Kotoran Ayam ... 46 16 Proporsi Kadar C-organik Tanah Latosol Dramaga setelah

Penambahan Kompos Kotoran Jerami ... 46 17 Proporsi Kadar C-organik Tanah Andosol Sukamantri setelah

(11)

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan tanah yang sering dihadapi adalah masalah yang berkaitan dengan menurunnya kadar bahan organik secara terus menerus. Bahan organik tanah itu sendiri berperan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Kadar bahan organik dalam tanah ditentukan oleh dua faktor yaitu sifat tanah itu sendiri dan sumber bahan organik yang diterima oleh tanah. Sumber bahan organik yang diterima oleh tanah berasal dari vegetasi alami (atas permukaan tanah), dari bawah permukaan tanah (akar tanaman) serta diberikan dalam bentuk amelioran berupa kompos.

Bahan organik di dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk yaitu bebas, berikatan dengan klei, serta berikatan dengan Al dan Fe. Sebagian besar bahan organik berada dalam bentuk berikatan dengan klei dan berikatan dengan Al dan Fe, hanya sebagian kecil saja yang berada dalam bentuk bebas. Klei merupakan komponen pengikat yang paling dominan (Pujiyanto et al., 2003) lebih dari 90 % bahan organik berikatan dengan partikel klei. Bahan organik yang terikat oleh Al dan Fe berhubungan erat dengan kadar Al dan Fe di dalam tanah, jika kandungan bahan organik terikat oleh Al dan Fe tinggi maka kadar Al dan Fe yang terlepas dari kompleks bahan organik akan rendah. Kemampuan tanah dalam menjerap atau mengikat bahan organik cenderung mencapai suatu batas maksimum, karena tanah tidak mempunyai kapasitas jerapan yang tidak terhingga tetapi cepat atau lambat akan jenuh (Sudarsono, 1991). Oleh karena itu, perlu diteliti kemampuan tanah dalam mengikat bahan organik.

1.2 Tujuan

(12)

2.1 Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan tanah. Menurut Kononova (1966) bahan organik tanah adalah suatu bahan yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah dan mengalami perombakan terus menerus, sedangkan menurut Soepardi (1983) bahan organik tanah adalah timbunan sisa tumbuhan dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.

Secara umum bahan organik di dalam tanah terakumulasi di lapisan atas. Jumlahnya tidak lebih besar dari 3-5 persen, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Faktor yang penting mempengaruhi kadar bahan organik tanah adalah kedalaman tanah, tekstur tanah dan drainase. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik. Kadar bahan organik terbanyak ditemukan di lapisan teratas kurang lebih setebal 20 cm yaitu sebesar 15-20 %, makin ke bawah makin berkurang (Imas, Sudarsono dan Djajakirana, 1998). Hal ini disebabkan akumulasi bahan organik terjadi di lapisan atas. Tekstur tanah cukup berperan, makin tinggi jumlah klei makin tinggi pula kadar bahan organik tanah bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga bahan organik cepat habis. Tanah dengan drainase buruk pada umumnya mempunyai kadar bahan organik lebih tinggi daripada tanah berdrainase baik. Kadar bahan organik pada ekosistem alami terutama ditentukan oleh kadar klei dan tipe mineral klei.

2.1.1 Sumber Bahan Organik Tanah

(13)

Menurut Rowell (1995), sumber dasar bahan organik tanah adalah jaringan tanaman dan komposisi dari bahan organik tersebut mencerminkan sumber bahan itu. Bagian atas dan akar dari tanaman, semak belukar, rumput-rumputan dan tanaman asli lainnya, setiap tahun memberikan residu organik dalam jumlah besar (Buckman dan Brady, 1969).

2.1.2 Dekomposisi Bahan Organik Tanah

Di dalam tanah, bahan organik akan mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian maupun keseluruhan, baik secara kimia dan biologi. Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai proses biokimia yang di dalamnya terdapat bermacam-macam kelompok mikroorganisme yang menghancurkan bahan organik ke dalam bentuk humus (Gaur, 1986). Millar dan Turk (1951) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik di dalam tanah merupakan suatu proses biokimia, beberapa faktor mempengaruhi aktivitas organisme tanah juga mempengaruhi laju pelapukan atau pembusukan bahan organik.

Bahan organik dapat dikelompokkan menjadi senyawa yang cepat dan yang lambat sekali didekomposisikan. Bahan organik cepat didekomposisikan terdiri dari (1) gula, zat pati dan protein sederhana, (2) protein kasar, dan (3) hemiselulosa. Sementara itu, bahan organik yang termasuk lambat sekali didekomposisikan terdiri dari (1) hemiselulosa, (2) selulosa, (3) lignin, lemak, waks, dan lain-lain. Hemiselulosa termasuk di antara bahan organik yang cepat didekomposisikan dan lambat didekomposisikan.

Dekomposisi bahan organik dapat berlangsung secara aerobik ataupun anaerobik, tergantung pada ketersediaan oksigen (Gaur, 1986). Secara umum reaksi dekomposisi bahan organik yang berlangsung secara aerobik digambarkan sebagai berikut :

Hasil dari proses dekomposisi bahan organik terdiri dari (1) energi yang dibebaskan, (2) hasil akhir sederhana, (3) humus. Pertumbuhan jasad mikro memerlukan energi dan bahan organik untuk pembentukan jaringan tubuhnya. Jumlah energi yang terdapat dalam bahan organik sebagian digunakan oleh jasad

Aktivitas

Bahan Organik + O2 CO2 + H2O + Hara + Humus + Energi

(14)

mikro tanah, selebihnya tetap tinggal dalam sisa bahan organik atau dibebaskan sebagai panas.

Hasil akhir sederhana dari proses dekomposisi yaitu : 1. Karbon : CO2, CO3-2, HCO3-, CH4 2. Nitrogen : NH4+, NO2-, NO3

-3. Belerang : S, H2S, SO3-2, SO4-2, CS2 4. Fosfor : H2PO4-, HPO4-2

5. Lainnya : K+, Ca2+, Mg2+, H2O, H+, OH-, dan lain- lain

Humus merupakan bahan yang tahan terhadap perombakan selanjutnya oleh jasad mikro dari bahan aslinya, berwarna coklat atau hitam (Soepardi, 1983). Humus mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi, hal ini disebabkan karena tingginya kapasitas tukar kation (KTK) dari humus. Humus tersusun dari : 1) asam fulvik yang larut dalam asam maupun alkali, 2) asam humik yang larut dalam alkali tetapi tidak larut dalam asam, dan 3) humin yang tidak larut dalam asam maupun alkali.

2.1.3 Laju Dekomposisi Bahan Organik

Laju dekomposisi bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu :

1. Bahan atau jaringan tanaman (jenis tanaman, umur tanaman, dan komposisi kimia)

2. Tanah (aerasi, suhu, pH, kelembaban, dan tingkat kesuburan) 3. Iklim (terutama yang mempengaruhi suhu dan kelembaban)

Bahan tanaman berbeda dalam dekomposisi dan kecepatan dekomposisi tergantung spesies tanaman, umur tanaman, dan terutama bagian tanaman (akar, daun, buah, ranting, dan batang) (Singer dan Munns, 1987). Meskipun secara umum tanaman mengandung kelompok bahan yang sama (lemak, resin, protein, kelompok karbohidrat, lignin dan komponen lainnya) tetapi proporsi dari bahan-bahan ini pada berbagai jenis tanaman berbeda-beda, dan bahan-bahan-bahan-bahan ini mempengaruhi laju dekomposisi (Kononova, 1966).

(15)

Pelapukan bahan organik merupakan salah satu kegiatan jasad mikro, sehingga unsur hara yang terikat dalam bentuk organik menjadi tersedia bagi tumbuhan. Kecepatan pelapukan tergantung pada kandungan senyawa dari bahan organik tersebut. Adapun urutan senyawa-senyawa yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan menurut tingkat mudah tidaknya senyawa tersebut dilapuk (Soepardi, 1983) adalah:

1. Gula, zat pati, protein sederhana (mudah dilapuk) 2. Protein kasar

3. Hemiselulosa 4. Selulosa

5. Lignin, lemak, lilin dan waks. (Sangat tahan lapuk)

2.1.4 Peranan Bahan Organik Tanah

Peranan bahan organik tanah sangat penting bagi tumbuhan, bahan organik mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin. Pada waktu tertentu bahan organik dapat merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro. Bahan organik tanah juga berpengaruh penting terhadap ciri tanah baik secara fisik, kimia, maupun biologi (Hakim et al.,1986).

Peranan bahan organik terhadap ciri fisik antara lain : 1. Kemampuan tanah menahan air meningkat 2. Warna tanah menjadi coklat hingga hitam

3. Merangsang granulasi agregat dan memantapkannya

4. Menurunkan plastisitas, kohesi, dan sifat buruk lainnya dari klei Peranan bahan organik terhadap ciri kimia antara lain :

1. Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK) 2. Meningkatkan jumlah kation yang mudah dipertukarkan 3. Unsur N, P, dan S diikat dalam bentuk organik

4. Pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humat Peranan bahan organik terhadap ciri biologi antara lain :

1. Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat

(16)

2.1.5 Bentuk-Bentuk Bahan Organik Tanah

1. Bahan organik berikatan dengan klei

Mineral klei dan bahan organik saling berinteraksi membentuk kompleks klei-organik di dalam tanah. Tidak hanya senyawa-senyawa seperti protein, karbohidrat, selulosa, dan hemiselulosa tetapi juga fraksi humus dapat berinteraksi dengan mineral klei, akibatnya menjadi kurang tersedia bagi mikroorganisme (Kononova, 1966). Meskipun mekanisme pembentukan kompleks bahan organik dengan klei secara pasti belum diketahui, reaksi hipotesis berikut dapat digunakan sebagai contoh :

Reaksi di atas menunjukkan penambahan suatu gugus asam (COOH) pada permukaan klei yang menyumbang suatu muatan negatif yang kuat kepada klei tersebut. Sebagai kompleks klei-organik, klei akan tersuspensi untuk waktu yang lama dan bergerak ke bawah bersama air perkolasi. Senyawa organik dan anorganik hasil dekomposisi dijerap oleh partikel klei melalui beberapa mekanisme, yaitu 1) ikatan Van der Waals, 2) ikatan ion, 3) ikatan hidrogen, dan 4) ikatan kovalen (Stevenson, 1982). Ikatan kovalen merupakan ikatan yang paling kuat, sedangkan ikatan Van der Waals merupakan ikatan yang lemah. Ikatan klei dan bahan organik dapat terjadi dalam keadaan saat klei dan bahan organik bermuatan negatif maupun positif. Pada kondisi biasa, klei mempunyai muatan negatif dan pada kondisi tertentu permukaan tepi klei yang patah mempunyai muatan positif (Tan, 1992), sama halnya dengan bahan organik pada kondisi biasa bermuatan negatif.

Si O Si O

Al OH + HO COOH Al-O COOH + H2O

(17)

2. Bahan organik berikatan dengan Al dan Fe

Bahan organik di dalam tanah dapat membentuk kompleks dengan ion-ion logam, terutama Al dan Fe. Kompleks bahan organik dengan Al dan Fe disebut khelat. Salah satu bentuk khelat digambarkan oleh Stevenson (1982) sebagai berikut :

Pengkhelatan tersebut secara efektif akan menurunkan aktivitas ion-ion logam dan secara tidak langsung mempengaruhi kelarutan mineral yang mengandung unsur tersebut (Kussow, 1971). Senyawa-senyawa Fe dan Al biasanya tidak dapat larut pada kisaran pH tanah yang normal. Namun, kelarutan dari zat-zat ini dapat ditingkatkan dengan pembentukan kompleks atau pengkhelatan Fe dan Al oleh senyawa humat tanah.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

3. Bahan organik bebas (belum terlapuk)

Bahan organik bebas merupakan bahan organik yang belum melapuk atau belum terdekomposisi. Bahan organik dalam bentuk bebas memiliki peranan dalam fisika tanah antara lain sebagai penutup tanah untuk melindungi tanah

COO-

O CH2

C O O C CH2 COO -M

-OOC H2C C O O C

CH2 O

COO-

Khelat Asam Sitrat

M2+ + 2AH MA2 + 2H +

M = Ion Logam

AH = Asam Humat

(18)

terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, melindungi tanah dari daya perusak aliran permukaan.

2.2 Kompos

Kompos adalah salah satu pupuk organik yang berasal dari sisa-sisa organik dari hijauan atau hasil pertanian dan kotoran hewan yang ditumpuk dan mengalami proses dekomposisi sehingga dapat digunakan sebagai pupuk. Kompos sebagai salah satu sumber bahan organik, kandungan haranya tergantung pada bahan tanaman yang dijadikan kompos tersebut (Rowell, 1995).

Menurut Indranada (1986) pengomposan adalah dekomposisi bahan organik segar menjadi bahan yang menyerupai humus (rasio C/N mendekati 10). Proses perombakan bahan organik ini terjadi secara biofisika-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (< 20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus diturunkan. Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti : 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lignin menjadi CO2 dan air, 2) zat putih telur menjadi amonia, CO2 dan air, 3) Penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman.

Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang terlarut (amonia) meningkat (Indriani, 2004). Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil mendekati C/N tanah.

2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan : 1. Nilai C/N bahan

Semakin rendah C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.

2. Ukuran bahan

(19)

yang tidak keras sebaiknya tidak terlalu kecil karena bahan yang telah hancur (banyak air) kurang baik (kelembabannya menjadi tinggi).

3. Jumlah mikroorganisme

Biasanya mikroorganisme sering ditambahkan ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Semakin banyak jumlah mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat.

4. Kelembaban dan aerasi

Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40 - 60 %. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembaban yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut aerobik atau anaerobik.

5. Suhu

Suhu optimal sekitar 30 – 500C. Bila suhu terlalu tinggi, mikroorganisme akan mati. Bila suhu relatif rendah, mikroorganisme belum dapat bekerja atau dalam keadaan dorman. Aktivitas mikrorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan kompos.

Hasil pengomposan berupa kompos, yaitu jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran oleh alam (Sarief, 1985) dan mikroorganisme pengurai terhadap bahan organik (daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung serta kotoran hewan). Adapun karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain; (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal, (2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas, dan (3) mempuyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah (Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006).

(20)

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai Juni 2012 di Bagian Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis tanah dan beberapa jenis kompos yaitu kompos jerami, kompos kotoran sapi, kompos kotoran ayam. Contoh tanah yang digunakan yaitu Latosol Dramaga dengan kedalaman 0-13 cm dan 13-36 cm untuk tutupan lahan tegalan, Latosol Dramaga dengan kedalaman 0-6 cm dan 6-27 cm untuk tutupan lahan kebun campuran, Andosol Sukamantri dengan kedalaman 0-25 cm dan 25-50 cm untuk tutupan lahan tegalan dan Andosol Sukamantri dengan kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm untuk tutupan lahan kebun campuran.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan yaitu persiapan contoh tanah, pembuatan kompos, pencampuran tanah dengan kompos dan inkubasi serta analisis tanah di laboratorium.

1. Persiapan Contoh Tanah

Contoh tanah diambil dari dua lapisan teratas secara morfologi pada setiap jenis tanah dengan masing-masing tutupan lahan. Contoh tanah dikeringudarakan, ditumbuk, diayak dan disiapkan untuk keperluan analisis sifat tanah dan perlakuan inkubasi. Untuk perlakuan inkubasi digunakan contoh tanah kering udara yang lolos saringan 2 mm. sedangkan untuk keperluan analisis C-organik digunakan contoh tanah kering udara yang lolos saringan 0.05 mm (50 mikron).

2. Pembuatan Kompos

(21)

residu tanaman bersamaan dengan pemberian air dilakukan tiga kali seminggu. Proses pengomposan berlangsung selama 2 bulan. Untuk kompos kotoran ayam, kotoran ayam ditebar pada tempat pengomposan yang berupa terpal sebagai alas dan penutup. Selanjutnya ditambahkan larutan gula dan dilakukan pengadukan dan pembalikan 2-3 kali seminggu. Untuk kompos kotoran sapi, kotoran sapi ditebar pada tempat pengomposan yang berupa terpal sebagai alas dan penutup. Selanjutnya ditambahkan larutan gula dan dilakukan pengadukan dan pembalikan 2-3 kali seminggu. Proses pengomposan berlangsung selama 5-6 minggu.

3. Pencampuran Tanah dengan Kompos dan Inkubasi

Kompos sebanyak 10 % dari bobot kering tanah yang digunakan untuk inkubasi (10 % dari 300 gram), ditambahkan ke dalam 300 g tanah hasil ayakan 2 mm secara merata, kemudian diinkubasi di dalam polibag 500 gram. Tanah diinkubasi dengan keadaan terbuka (kondisi suhu ruang), dengan lama inkubasi 1, 2 dan 3 bulan. Inkubasi dilakukan pada tanah dari masing-masing tutupan lahan yaitu tegalan dan kebun campuran dengan perlakuan kompos maupun tanah saja sebanyak 72 perlakuan. Selama proses inkubasi dilakukan penambahan air sesuai kapasitas lapang.

4. Analisis Tanah di Laboratorium

Analisis kimia yang dilakukan berupa fraksionasi bahan organik ke dalam tiga bentuk yaitu bebas, diikat Fe dan Al dan diikat klei.

1. Bentuk Bebas (bahan organik belum melapuk)

(22)

2. Bentuk terikat Al dan Fe

Residu yang diperoleh pada tahap di atas (1), dimasukkan kembali ke dalam botol kocok secara bertahap. Kemudian ditambahkan natrium piroposfat 0.025 M sebanyak 25 ml dan dikocok selama 24 jam. Setelah itu diendapkan kemudian dipindahkan ke tabung sentrifuse dan disentrifuse pada 3500 rpm selama 15 menit selanjutnya dihasilkan filtrat (a). Selanjutnya residu dari filtrat (a) dipindahkan lagi ke dalam botol kocok dan ditambahkan lagi natrium pirofosfat 0.025 M sebanyak 25 ml, dikocok selama 24 jam kemudian dipindahkan ke tabung sentrifuse dan disentrifuse selama 15 menit pada 3500 rpm dan dihasilkan filtrat (b). Filtrat (a) dan filtrat (b) digabung kemudian dianalisis C-Organiknya dengan menggunakan metode Walkley & Black.

3. Bentuk terikat Klei

(23)

4.1 Perubahan Kadar C-organik Tanah Sebelum Penambahan Kompos

Hasil analisis kadar total C-organik disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa secara umum kadar total C-organik tanah Latosol Dramaga mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Semakin lama masa inkubasi, maka kadar bahan organik yang terkandung mengalami penurunan. Pada tanah Latosol Dramaga, kadar total C-organik pada inkubasi 1 bulan adalah 2.56 % dan pada akhir inkubasi mengalami penurunan menjadi 1.88 %. Hal ini menunjukkan bahwa selama masa inkubasi terjadi dekomposisi bahan organik dan sebagian bahan organik dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme sehingga kadarnya menurun.

Di samping itu, lapisan atas tanah dengan kedalaman 0-13 cm memiliki kadar total C-organik lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah dengan kedalaman 13-36 cm. Kadar total C-organik pada lapisan atas dan lapisan bawah tanah Latosol Dramaga secara berurut adalah 2.56 % dan 1.36 %. Hal ini menunjukkan akumulasi bahan organik yang terjadi pada lapisan atas tanah. Sedangkan bahan organik pada lapisan bawah merupakan bahan organik yang ditransportasikan dari lapisan atas tanah dan telah mengalami dekomposisi lanjut. Penurunan ini sesuai dengan pola nilai bahan organik yang menurun berdasarkan kedalaman tanah.

Tabel 1. Kadar Total C-organik* (%) Tanah tanpa Penambahan Kompos

Jenis tanah Tutupan lahan Kedalaman (cm)

Masa Inkubasi (bulan)

1 2 3

Latosol Dramaga

Tegalan 0-13

13-36

2.56 1.36

2.44 1.10

1.88 1.04 Kebun

Campuran

0-6 6-27

4.38 2.26

4.50 2.17

3.27 1.90

Andosol Sukamantri

Tegalan 0-25

25-50

9.43 4.93

10.17 6.42

10.82 6.90 Kebun

Campuran

0-20 20-40

11.56 7.02

12.03 7.47

12.76 8.79 (*) merupakan gabungan dari C-organik bebas, terikat Fe dan Al serta terikat klei

(24)

lebih tinggi dibandingkan dengan tegalan. Hal ini disebabkan karena serasah tanaman yang jatuh di permukaan lahan kebun campuran lebih bervariasi dan banyak dibandingkan lahan tegalan. Pengembalian sisa tanaman dari pertanaman sebelumnya dapat meningkatkan kadar C-organik tanah terikat klei. Peningkatan tersebut makin besar dengan makin tingginya sisa tanaman yang dikembalikan (Sudarsono, 2000).

Tanah Andosol Sukamantri tidak mengalami penurunan kadar total C-organik. Pada masa inkubasi 1 bulan kadar total C-organik tanah Andosol Sukamantri 9.43 % dan pada akhir inkubasi menjadi 10.82 %. Di samping itu, Tanah Andosol Sukamantri juga memiliki kadar total C-organik yang lebih tinggi pada tanah lapisan atas dengan kedalaman 0-25 cm dibandingkan lapisan di bawahnya dengan kedalaman 25-50 cm. Selanjutnya Tanah Andosol Sukamantri dengan penutupan lahan berupa kebun campuran juga memiliki kadar total C-organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan Tanah Andosol Sukamantri yang tutupan lahannya berupa tegalan.

Tabel 2. Kadar Bahan Organik Bebas (%) tanpa Penambahan Kompos

Jenis tanah Tutupan lahan Kedalaman (cm)

Masa Inkubasi (bulan)

1 2 3

Latosol Dramaga

Tegalan 0-13

13-36

0.13 0.06

0.11 0.05

0.08 0.04 Kebun

Campuran

0-6 6-27

0.14 0.11

0.11 0.10

0.10 0.08

Andosol Sukamantri

Tegalan 0-25

25-50

0.10 0.03

0.06 0.02

0.04 0.02 Kebun

Campuran

0-20 20-40

0.11 0.07

0.09 0.04

0.05 0.03

(25)

Tanah Latosol Dramaga dan Andosol Sukamantri sama-sama memiliki kadar bahan organik bebas yang lebih tinggi pada lapisan tanah bagian atas dibandingkan lapisan tanah bagian bawah. Keduanya juga menunjukkan bahwa lahan yang ditutupi oleh kebun campuran memiliki kadar bahan organik bebas yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang ditutupi oleh tegalan.

Tabel 3. Kadar C-Organik yang terikat (%) tanpa penambahan Kompos

Jenis tanah Tutupan lahan

Kadar C-organik yang terikat Fe dan Al pada kedua jenis tanah meningkat seiring dengan masa inkubasi. Pada tanah Latosol Dramaga dapat dilihat pada inkubasi 1 bulan bernilai 0.38 % dan di akhir inkubasi 3 bulan meningkat menjadi 1.13 %. Demikian juga pada tanah Andosol Sukamantri, kadar C-organik yang terikata Fe dan Al pada awal inkubasi adalah 0.94 % dan meningkat menjadi 1.50 % pada akhir inkubasi.

Kadar C-organik yang terikat klei antara kedua jenis tanah memiliki perbedaan. Pada tanah Latosol Dramaga kadar C-organik yang terikat klei semakin menurun seiring dengan masa inkubasi. Pada awal inkubasi kadar C-organik yang terikat klei adalah 2.10 % dan semakin menurun pada masa inkubasi 2 bulan dan 3 bulan yaitu 1.63 % dan 0.70 %.

(26)

4.2 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos

4.2.1 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi berdasarkan Masa Inkubasi

Kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik berbeda-beda pada setiap jenis tanah. Besarnya bahan organik yang terikat setelah penambahan kompos untuk mencapai kapasitas tersebut ditentukan oleh kadar dan tipe klei, kadar Al dan Fe serta kompos yang ditambahkan.

Tabel 4. Kadar Total C-organik* (%) tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi

Jenis tanah Tutupan lahan

Kedalaman (cm)

Tanpa Kompos Kompos kotoran sapi Masa Inkubasi (*) merupakan gabungan dari C-organik bebas, terikat Fe dan Al serta terikat klei

(27)

Pada Tanah Andosol Sukamantri tidak mengalami penurunan kadar total C-organik sejalan dengan bertambahnya masa inkubasi setelah penambahan kompos. Hal ini menandakan tanah Andosol Sukamantri masih memiliki kapasitas dalam mengikat bahan organik hingga inkubasi 3 bulan.

Tabel 5. Kadar Bahan Organik Bebas Tanah (%) setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi

Jenis tanah Tutupan lahan

Kedalaman (cm)

Tanpa Kompos Kompos kotoran sapi

Kadar bahan organik bebas pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos dan menurun seiring dengan bertambahnya masa inkubasi. Namun hasil berbeda terlihat pada kadar bahan organik bebas tanah Latosol Dramaga dengan tutupan lahan tegalan yang lebih rendah setelah penambahan kompos kotoran sapi yaitu 0.13 % menjadi 0.12 %. Hal ini bisa disebabkan karena cepatnya proses dekomposisi bahan organik yang ditambahkan yang dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh mikroorganisme sehingga kadarnya cepat turun.

(28)

Tabel 6. Kadar C-organik yang Terikat setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi dan Masa Inkubasi

Jenis tanah Tutupan lahan kadar C-organik yang terikat Fe dan Al pada kedua jenis tanah meningkat dengan penambahan bahan organik berupa kompos kotoran sapi dan menurun seiring dengan masa inkubasi. Sebelum penambahan kompos, kadar C-organik terikat Fe dan Al adalah 0.38 % dan mengalami peningkatan menjadi 0.75 % setelah dilakukan penambahan kompos kotoran sapi. Begitu juga dengan kadar C-organik terikat klei yang mengalami peningkatan setelah penambahan kompos kotoran sapi. Nilai kadar C-organik terikat klei secara berurut adalah 2.10 % dan 3.73 %.

Pada tanah Latosol Dramaga dapat dilihat bahwa kadar C-organik terikat Fe dan Al di awal masa inkubasi bernilai 0.75 % dan di akhir inkubasi 3 bulan meningkat menjadi 1.31 %. Demikian juga pada tanah Andosol Sukamantri, kadar C-organik yang terikat Fe dan Al pada awal inkubasi adalah 0.93 % dan meningkat menjadi 2.06 % pada akhir inkubasi. Hal ini dikarenakan tanah masih mempunyai kemampuan dalam mengikat bahan organik sehingga kadarnya masih terus meningkat hingga batas maksimum. Di samping itu, dengan tingginya kandungan C-organik yang terikat oleh Al dan Fe menandakan rendahnya kadar Al dan Fe yang terlepas dari kompleks bahan organik.

(29)

dalam mengikat bahan organik pada masa inkubasi 1 bulan sudah jenuh atau tidak mampu mengikat lagi, ikatan yang terjadi semakin lemah dengan bertambahnya masa inkubasi sehingga pada masa inkubasi 2 dan 3 bulan terus mengalami penurunan kadar bahan organik. Namun, pada tanah Latosol Dramaga yang memiliki kedalaman 13-36 cm dengan tutupan lahan berupa tegalan mengalami peningkatan nilai kadar C-organik yang terikat klei pada masa inkubasi 2 bulan tetapi menurun pada inkubasi 3 bulan. Hal ini menandakan bahwa pada masa inkubasi 2 bulan tanah Latosol Dramaga masih mampu mengikat tanah sehingga nilai kadar bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan bulan pertama namun pada bulan kedua, tanah Latosol sudah mencapai titik maksimum dalam mengikat bahan organik sehingga mengalami penurunan pada akhir inkubasi.

Kadar C-organik yang terikat klei pada tanah Andosol Sukamantri lebih tinggi dibandingkan dengan tanah Latosol Dramaga serta makin meningkat sejalan dengan bertambahnya masa inkubasi. Hal ini karena adanya mineral klei alofan pada tanah Andosol Sukamantri yang mampu mengikat bahan organik dalam jumlah yang banyak. Serta masih adanya kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik pada masa inkubasi 2 bulan dan 3 bulan sehingga kadar C-organik yang terikat klei masih meningkat hingga akhir masa inkubasi.

4.2.2 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam berdasarkan Masa Inkubasi

(30)

Tabel.7 Kadar Total C-organik* (%) Tanah Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi

Jenis tanah Tutupan lahan

Kedalaman (cm)

Tanpa Kompos Kompos kotoran ayam (*) merupakan gabungan dari C-organik bebas, terikat Fe dan Al serta terikat klei

Kadar total C-organik tanah Latosol Dramaga mengalami penurunan seiring bertambahnya masa inkubasi. Namun pada tutupan lahan kebun campuran dengan kedalaman 6-27 cm, terjadi peningkatan kadar C-organik pada inkubasi 2 bulan dan mengalami penurunan pada inkubasi 3 bulan. Hal ini dikarenakan tanah Latosol Dramaga masih mempunyai kapasitas dalam mengikat bahan organik sehingga kadar bahan organik pada inkubasi 2 bulan mengalami peningkatan dari bulan pertama. Dan pada inkubasi 2 bulan merupakan batas maksimum tanah dalam mengikat bahan organik sehingga kadar total C-organik tanah setelah inkubasi 3 bulan mengalami penurunan.

(31)

Tabel 8. Kadar Bahan Organik Bebas Tanah (%) Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi

Jenis tanah Tutupan lahan

Kedalaman (cm)

Tanpa Kompos Kompos kotoran sapi

Kadar bahan organik bebas pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos kotoran ayam dan menurun seiring dengan bertambahnya masa inkubasi. Dengan bertambahnya masa inkubasi, maka kadar bahan organik bebas tanah akan terus mengalami penurunan karena terjadi proses dekomposisi bahan organik dan pemanfaataan bahan organik sebagai sumber energi oleh mikroorganisme tanah.

Tanah Latosol Dramaga dan Andosol Sukamantri sama-sama memiliki kadar bahan organik bebas yang lebih tinggi pada lapisan tanah bagian atas dibandingkan lapisan tanah bagian bawah. Keduanya juga menunjukkan bahwa lahan yang ditutupi oleh kebun campuran memiliki kadar bahan organik bebas yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang ditutupi oleh tegalan.

Tabel 9. Kadar C-organik Terikat (%) setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam dan Masa Inkubasi

(32)

Hasil analisis yang disajikan pada tabel 3 dan 9 menunjukkan bahwa kadar C-organik yang terikat pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos. Kadar C-organik yang terikat Fe dan Al sebelum penambahan kompos adalah 0.38 % dan mengalami peningkatan menjadi 0.94 % setelah dilakukan penambahan kompos kotoran ayam. Begitu juga dengan kadar C-organik terikat klei yang mengalami peningkatan setelah penambahan kompos kotoran ayam. Nilai kadar C-organik terikat klei secara berurut adalah 2.10 % dan 3.96 %.

Kadar C-organik terikat Fe dan Al pada kedua jenis tanah meningkat seiring dengan bertambahnya masa inkubasi. Sedangkan kadar C-organik terikat klei memiliki perbedaan antara kedua jenis tanah, tanah Latosol Dramaga mengalami penurunan kadar C-organik terikat klei seiring masa inkubasi sedangkan tanah Andosol Sukamantri mengalami peningkatan dengan bertambahnya masa inkubasi. Namun, ada perbedaan pada tanah Latosol Dramaga dengan kedalaman 6-27 cm yang ditutupi oleh kebun campuran, kadar C-organik terikat kleinya mengalami peningkatan pada inkubasi 2 bulan dan mengalami penurunan di akhir inkubasi. Demikian juga dengan tanah Andosol Sukamantri yang memiliki perbedaan pada lahan yang ditutupi tegalan dengan kedalaman 25-50 cm, kadar C-organik terikat kleinya telah mengalami penurunan pada akhir inkubasi. Hal ini berkaitan erat dengan kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik tanah.

Pada suatu kondisi, koloid tanah akan mencapai batas maksimum, tanah dan klei tidak memiliki kapasitas jerapan yang tidak terhingga (infinite), tetapi cepat atau lambat akan jenuh (Tan, 1992).

4.2.3 Perubahan Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos Jerami berdasarkan Masa Inkubasi

(33)

% menjadi 10.98 % setelah dilakukan penambahan kompos jerami. Peningkatan kadar total C-organik terjadi pada lapisan atas dan bawah kedua jenis tanah.

Tabel 10. Kadar Total C-Organik (%) setelah Penambahan Kompos Jerami

Jenis tanah Tutupan lahan

Kedalaman (cm)

Tanpa Kompos Kompos Jerami Masa Inkubasi (*) merupakan gabungan dari C-organik bebas, terikat Fe dan Al serta terikat klei

Seiring bertambahnya masa inkubasi tanah, kadar total C-organik tanah Latosol Dramaga mengalami penurunan. Namun pada tutupan lahan kebun campuran dengan kedalaman 6-27 cm, terjadi peningkatan kadar C-organik pada masa inkubasi 2 bulan dan mengalami penurunan di akhir inkubasi. Nilai kadar total C-organik tanah secara berurut adalah 3.39 %, 3.52 % dan 3.45 %. Hal ini berkaitan dengan kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik. Sebaliknya, tanah Andosol Sukamantri mengalami peningkatan kadar C-organik total setelah penambahan kompos kotoran jerami seiring bertambahnya masa inkubasi.

Tabel 11. Kadar Bahan Organik Bebas Tanah (%) setelah Penambahan Kompos Jerami dan Masa Inkubasi

Jenis tanah Tutupan lahan

Kedalaman (cm)

(34)

Hasil analisis pada tabel 11 menunjukkan bahwa kadar bahan organik bebas pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos jerami dan menurun seiring dengan bertambahnya masa inkubasi. Pada Tanah Latosol Dramaga sebelum dilakukan penambahan kompos jerami memiliki kadar bahan organik bebas sebesar 0.13 %. Setelah dilakukan penambahan kompos jerami kadar bahan organik bebasnya mengalami peningkatan menjadi 0.22 %. Demikian juga dengan kadar bahan organik bebas pada tanah Andosol Sukamantri yang meningkat setelah penambahan kompos jerami. Nilai kadar bahan organik bebas tanah Andosol Sukamantri secara berurut adalah 0.10 % dan 0.14 %. Dengan bertambahnya masa inkubasi, maka kadar bahan organik bebas tanah akan terus mengalami penurunan karena terjadi proses dekomposisi bahan organik dan pemanfaataan bahan organik sebagai sumber energi oleh mikroorganisme tanah.

Tanah Latosol Dramaga dan Andosol Sukamantri sama-sama memiliki kadar bahan organik bebas yang lebih tinggi pada lapisan tanah bagian atas dibandingkan lapisan tanah bagian bawah. Hal ini menandakan akumulasi bahan organik terjadi pada lapisan atas tanah sehingga kadar bahan organik pada lapisan atas lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah. Keduanya juga menunjukkan bahwa lahan yang ditutupi oleh kebun campuran memiliki kadar bahan organik bebas yang tinggi dibandingkan dengan lahan yang ditutupi oleh tegalan.

Tabel 12. Kadar C-organik terikat (%) setelah Penambahan Kompos Jerami dan Masa Inkubasi

(35)

Hasil analisis pada Tabel 3 dan 12 menunjukkan bahwa kadar C-organik yang terikat pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan setelah dilakukan penambahan kompos. Kadar C-organik yang terikat Fe dan Al sebelum penambahan kompos adalah 0.38 % dan mengalami peningkatan menjadi 0.75 % setelah dilakukan penambahan kompos jerami. Begitu juga dengan kadar C-organik terikat klei yang mengalami peningkatan setelah penambahan kompos jerami. Nilai kadar C-organik terikat klei secara berurut adalah 2.10 % dan 4.39 %. Selanjutnya kadar C-organik terikat Fe dan Al pada kedua jenis tanah mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya masa inkubasi. Sedangkan kadar C-organik terikat klei pada tanah Latosol Dramaga mengalami penurunan seiring bertambahnya masa inkubasi. Dan sebaliknya, kadar C-organik terikat klei pada tanah Andosol Sukamantri mengalami peningkatan setiap bulannya. Hal ini berkaitan dengan kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik.

4.3 Perubahan Kadar Bahan Organik Tanah Setelah Penambahan Kompos berdasarkan Tutupan Lahan

Perbedaan penggunaan lahan dapat mempengaruhi jumlah bahan organik yang terikat oleh tanah. Pengaruh penggunaan lahan terhadap kadar bahan organik terkait dengan vegetasi yang tumbuh di atas permukaan tanah. Vegetasi merupakan salah satu sumber bahan organik bagi tanah. Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, bunga dan buah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkoporasikan dengan tanah (Hakim et al, 1986).

Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 13 menunjukkan data mengenai tambahan C-organik yang terikat setelah penambahan kompos. Berdasarkan data tersebut terlihat besarnya tambahan bahan organik yang terikat. Tambahan ini bertujuan untuk mengisi kembali ruang pada koloid tanah yang semula diisi oleh bahan organik awal tanah itu sendiri yang hilang akibat dekomposisi selama inkubasi.

(36)

organik yang terikat pada lahan kebun campuran sangat kecil bahkan tidak terjadi tambahan bahan organik dibandingkan penggunaan lahan tegalan setelah dilakukan penambahan kompos. Dengan artian, kadar awal bahan organik tanah dengan penggunaan lahan kebun campuran relatif tinggi dibandingkan kadar awal bahan organik tanah dengan penggunaan lahan tegalan, walaupun ada penambahan sumber bahan organik dalam bentuk kompos, koloid tanah tidak mampu lagi untuk mengikat bahan organik.

Tabel 13. Tambahan C-organik yang Terikat (%) pada Lapisan 1 pada Dua Jenis Tanah dan Masa Inkubasi

Perlakuan

Jenis Tanah dan Masa Inkubasi (bulan)

Latosol Dramaga Andosol Sukamantri

1 2 3 1 2 3

T 2.56 2.44 1.88 9.43 10.17 10.82

T + KS 4.55 3.80 3.70 9.71 11.05 12.56

Tambahan 1.99 1.36 1.82 0.28 0.88 1.74

KC 4.38 4.50 3.27 11.56 12.03 12.76

KC + KS 5.61 3.92 3.64 11.98 12.62 13.07

Tambahan 1.23 -0.58 0.37 0.42 0.59 0.31

T 2.56 2.44 1.88 9.43 10.17 10.82

T + KA 4.99 3.54 3.19 10.87 12.11 13.42

Tambahan 2.43 1.10 1.31 1.44 1.94 2.60

KC 4.38 4.5 3.27 11.56 12.03 12.76

KC + KA 5.82 5.71 4.52 12.29 13.55 15.03

Tambahan 1.44 1.21 1.25 0.73 1.52 2.27

T 2.56 2.44 1.88 9.43 10.17 10.82

T + KJ 5.27 4.3 3.49 10.98 11.63 12.57

Tambahan 2.71 1.86 1.61 1.55 1.46 1.75

KC 4.38 4.5 3.27 11.56 12.03 12.76

KC + KJ 6.22 5.41 4.4 12.35 12.98 14.48

Tambahan 1.84 0.91 1.13 0.79 0.95 1.72

Keterangan :

T : Tegalan KS : Kompos Kotoran Sapi

T + K : Tegalan + Kompos KA : Kompos Kotoran Ayam

KC : Kebun Campuran KJ : Kompos Jerami

KC + K : Kebun Campuran + Kompos

(-) : Tidak ada Tambahan Bahan Organik

(37)

Penggunaan lahan tegalan pada tanah Latosol Dramaga membutuhkan tambahan bahan organik yang paling tinggi sebesar 2.71 %. Hal ini menandakan bahwa koloid tanah tersebut masih banyak mengalami kekosongan akibat dekomposisi bahan organik sehingga tanah banyak mengikat bahan organik dari kompos yang ditambahkan ke tanah tersebut.

Hasil analisis pada Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tanah Latosol Dramaga memiliki tambahan bahan organik yang terikat yang bervariasi pada bulan 1 pada kedua jenis tutupan lahan. Pada masa inkubasi 2 bulan dengan tutupan lahan tegalan ada yang mengalami peningkatan tambahan bahan organik yang terikat setelah penambahan kompos kotoran ayam dan kompos kotoran sapi. Tanah Latosol Dramaga dengan penggunaan lahan tegalan memiliki tambahan bahan organik tertinggi yaitu 3.34 %.

(38)

Tabel 14. Tambahan C-organik yang Terikat (%) pada Lapisan 2 pada Berbagai Jenis Tanah dan Masa Inkubasi

Perlakuan

Jenis Tanah dan Masa Inkubasi (bulan)

Latosol Dramaga Andosol Sukamantri

1 2 3 1 2 3

T 1.36 1.10 1.04 4.93 6.42 6.90

T + KS 3.34 4.44 3.03 5.6 6.36 7.46

Tambahan 1.98 3.34 1.99 0.67 -0.06 0.56

KC 2.26 2.17 1.90 7.02 7.47 8.79

KC + KS 3.37 2.86 2.78 7.64 8.45 9.65

Tambahan 1.11 0.69 0.88 0.62 0.98 0.86

T 1.36 1.10 1.04 4.93 6.42 6.90

T + KA 3.41 2.86 2.54 6.75 7.77 5.39

Tambahan 2.05 1.76 1.50 1.82 1.35 -1.51

KC 2.26 2.17 1.90 7.02 7.47 8.79

KC + KA 3.73 4.77 3.50 8.29 9.01 9.74

Tambahan 1.47 2.60 1.60 1.27 1.54 0.95

T 1.36 1.10 1.04 4.93 6.42 6.90

T + KJ 3.69 2.94 2.84 5.7 7.47 8.23

Tambahan 2.33 1.84 1.80 0.77 1.05 1.33

KC 2.26 2.17 1.90 7.02 7.47 8.79

KC + KJ 3.39 3.52 3.45 7.49 7.96 9.46

Tambahan 1.13 1.35 1.55 0.47 0.49 0.67

Keterangan :

T : Tegalan KS : Kompos Kotoran Sapi

T + K : Tegalan + Kompos KA : Kompos Kotoran Ayam

KC : Kebun Campuran KJ : Kompos Jerami

KC + K : Kebun Campuran + Kompos

(-) : Tidak ada Tambahan Bahan Organik

(39)

4.4 Kadar C-organik Tanah setelah Penambahan Kompos pada Berbagai Jenis Tanah berdasarkan Jenis Kompos

Tabel 15. Perubahan Kadar Bahan Organik Setelah Penambahan Kompos berdasarkan Jenis Kompos dan Masa Inkubasi

Jenis tanah Tutupan lahan

Kompos Kotoran Ayam

Kompos Jerami Kompos Kotoran

Sapi umum perlakuan kompos yang memberikan jumlah bahan organik terikat maksimum untuk mencapai kapasitas tanah dalam mengikat bahan organik yaitu perlakuan kompos kotoran ayam. Meskipun tanaman mengandung kelompok bahan yang sama (lemak, resin, protein, kelompok karbohidrat, lignin, dan komponen lainnya). Tetapi proporsi dari bahan-bahan ini mempengaruhi laju dekomposisi (Kononova, 1966).

Di samping itu, kompos kotoran ayam memiliki nisbah C/N yang paling rendah. Bahan organik yang baik harus memiliki nisbah C/N serendah mungkin, ratio C/N dapat diturunkan dengan mengomposkan sisa-sisa bahan organik (Indranada, 1986 dalam Yuningsih, 2004). Pada saat ratio C/N menurun, maka telah terjadi pelepasan N dari bahan organik akibat dekomposisi bahan organik ke dalam tanah. Semakin tinggi kandungan N maka aktivitas mikroba mendekomposisikan bahan organik semakin meningkat.

(40)

4.5 Perubahan Proporsi C-organik yang Terikat terhadap C-organik Total Tanah

Tabel 16. Perubahan Proporsi C-organik yang terikat (%) pada tanah Latosol Dramaga dan masa inkubasi

Tutupan Lahan Kedalaman (cm) Kebun Campuran 0-6

6-27 Kebun Campuran 0-6

6-27 Proporsi : Persentase perbandingan C-organik terikat terhadap C-organik total

Hasil analisis proporsi C-organik yang terikat disajikan pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa proporsi C-organik tanah Latosol Dramaga yang diikat oleh klei lebih besar dari proporsi C-organik yang diikat oleh Fe dan Al. Hal ini menandakan bahwa nilai C-organik tanah berbanding lurus dengan nilai C-organik terikat kleinya (Sudarsono dan Hasibuan, 1995). Penambahan bahan organik berupa kompos juga akan meningkatkan kadar organik yang diikat oleh Fe dan Al. Hal ini dapat dilihat bahwa proporsi kadar C-organik terikat Fe dan Al sebelum penambahan kompos adalah 14.84 % dan mengalami peningkatan menjadi 16.48 % dari total C-organik tanah.

Tanah Andosol Sukamantri juga memiliki proporsi C-organik yang terikat klei lebih besar dari proporsi C-organik yang diikat Fe dan Al serta mengalami peningkatan proporsi C-organik terikat klei maupun Fe dan Al setelah dilakukan penambahan bahan organik berupa kompos. Proporsi klei sebelum penambahan kompos adalah 91.88 %. Dan mengalami peningkatan menjadi 96.07 %.

(41)

Kadar C-organik yang terikat oleh Al dan Fe berhubungan erat dengan kadar Al dan Fe di dalam tanah, kandungan C-organik terikat oleh Al dan Fe yang tinggi menandakan bahwa rendahnya Al dan Fe yang terlepas dari kompleks bahan organik.

Masa inkubasi juga mempengaruhi proporsi kadar C-organik yang terikat dalam tanah pada kedua jenis. Dengan bertambahnya masa inkubasi, maka proporsi C-organik yang terikat klei mengalami penurunan. Proporsi C-organik terikat klei berdasarkan masa inkubasi secara beurut pada tanah Latosol Dramaga adalah 82.03 %, 66.80 % dan 37.23 %. Dengan berkurangnya proporsi C-organik yang terikat klei maka diperlukan penambahan bahan organik ke dalam tanah untuk meningkatkan kadar C-organiknya, karena pengikatan bahan organik oleh klei merupakan mekanisme pengawetan bahan organik (Sudarsono dan Hasibuan, 1995).

Tabel 17 Perubahan Proporsi C-organik yang terikat (%) pada tanah Andosol Sukamantri dan masa inkubasi

Tutupan Lahan Kedalaman (cm) Kebun Campuran 0-20

20-40 Kebun Campuran 0-20

20-40 Proporsi : Persentase perbandingan C-organik terikat terhadap C-organik total

4.6 Ratio Klei dan Al-dd terhadap Bahan Organik Tanah

(42)

Tabel. 18 Ratio Klei/Bahan Organik pada Dua Jenis Tanah

Jenis tanah Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Perlakuan

Tanpa kompos Tanah + Kompos Kotoran Sapi klei/bahan organik dan ratio Al-dd/bahan organik rendah menandakan kadar C-organik yang tinggi. Hal ini dapat dilihat pada contoh tanah sebelum penambahan kompos dengan masa inkubasi 1 bulan, ratio klei/bahan organik pada Andosol Sukamantri kedalaman 0-25 cm lebih rendah dibandingkan Latosol Dramaga kedalaman 0-13 cm dengan nilai secara berurut adalah 1.63 dan 11.03. Dengan artian 1 g bahan organik pada Andosol Sukamantri kedalaman 0-25 cm diikat oleh 1.63 g klei, sedangkan 1 g bahan organik pada Latosol Dramaga kedalaman 0-13 cm diikat 11.03 g klei. Hal ini menandakan bahwa tanah Andosol Sukamantri memiliki kandungan C-organik lebih tinggi dibandingkan Latosol dari Dramaga. Tingginya kadar C-organik pada Andosol Sukamantri disebabkan karena mineral klei alofan yang mampu mengikat bahan organik dalam jumlah lebih banyak dibandingkan tanah Latosol Dramaga.

Tabel. 19 Ratio Al-dd/Bahan Organik pada Dua Jenis Tanah

Jenis tanah Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Perlakuan

(43)

Hasil analisis pada Tabel 18 menunjukkan bahwa ratio klei/bahan organik pada tutupan lahan kebun campuran lebih rendah dari tutupan lahan tegalan dengan nilai secara berurut yaitu 7.67 dan 11.03. Dengan artian 1 g bahan organik pada tanah Latosol Dramaga dengan tutupan lahan kebun campuran mampu diikat oleh 7.67 g klei sedangkan tanah Latosol Dramaga dengan tutupan lahan tegalan 11.03 g klei mengikat 1 g bahan organik. Hal ini menandakan kandungan C-organik yang tinggi pada lahan yang ditutupi kebun campuran dibanding lahan yang ditutupi tegalan. Hal ini terkait kadar bahan organik awal yang tinggi pada lahan kebun campuran.

Pada tanah Latosol Dramaga kedalaman 0-13 cm memiliki ratio klei/bahan organik yang lebih rendah dibandingkan dengan kedalaman 13-36 cm dengan nilai secara berurut yaitu 11.03 dan 23.50. Dengan artian 1 g bahan organik pada tanah Latosol Dramaga kedalaman 0-13 cm diikat oleh 11.03 g klei, sedangkan 1 gram bahan organik pada tanah Latosol Dramaga kedalaman 13-36 cm diikat 23.50 g klei. Hal ini menandakan bahwa tanah Latosol Dramaga kedalaman 0-13 cm memiliki kadar C-organik lebih tinggi dibandingkan kedalaman 13-28 cm. Hal yang sama juga terjadi pada tanah Andosol Sukamantri.

(44)

C-organik terikat klei, kadar C-organik terikat Fe dan Al serta bahan organik bebas pada setiap jenis tanah.

Tanah Andosol Sukamantri mengikat bahan organik yang ditambahkan dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan Tanah Latosol Dramaga. Tanah dengan tutupan lahan kebun campuran mengikat bahan organik yang ditambahkan dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan tanah dengan tutupan lahan tegalan.

Bahan organik pada kedua jenis tanah lebih banyak terikat klei dibanding terikat Fe dan Al serta dalam bentuk bebas.

Klei yang berikatan dengan bahan organik pada tanah dengan tutupan lahan kebun campuran lebih banyak dibanding tanah dengan tutupan lahan tegalan.

Klei yang berikatan dengan bahan organik pada lapisan atas setiap jenis tanah lebih banyak dibanding lapisan bawahnya.

(45)

Brenes, E. and R. W. Pearson. 1973. Root Responses of Three Gramineae Species to Soil Acidity in an Oxisol and an Ultisol. Soil Sci. 116 : 295-302. In Sanchez, Pedro A. 1976. Properties and Management of Soils in the Tropics. 1st edition. Pulb. John Wiley & Sons. Inc. New York. (Transl: Amir Hamzah. 1993. ITB)

Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1969. The Nature and Properties of Soil. The Macmillan Company. London.

Gaur, A. C. 1986. A Manual of Rural Composting. Food and Agriculture Organization of United Nations. New Delhi.

Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, dan A. M. Lubis. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung

Indranada, H.K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bina Aksara. Jakarta.

Indriani, Y. H. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta

Kamprath, E. J. 1972. Soil Acidity & Liming. Hal 136-149. In Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. 1st edition. Publ. John Wiley and Sons, Inc. New York (Trnsl: Amir Hamzah. 1993. ITB)

.

Kononova, M. M. 1966. Soil Organic Matter : Its Nature, Its Role in Soil Formation and Soil Fertility. Ed ke-2. Pergamon. New York.

Kussow, W. R.1971. Introduction to Soil Chemistry; Soil Fertility Projecct; Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Leagred, M., O. C. Beckman and O. Kaarstad. 1999. Agriculture Fertilizer and The Environment. Cabi Publishing. In Association with Norsh Hydro Asa.

Millar, C. E. and L. M. Turk. 1951. Fundamentals of Soil Science. Ed-2. John Willey and Sons. Inc, New York.

Pujiyanto, Sudarsono, A. Rachim, S. Sabiham, A. Sastiono, dan J. B. Baon. 2003. Pengaruh Bahan Organik dan Jenis Tanaman Penutup Tanah terhadap Bentuk Bahan Organik, Distribusi Agregat dan Pertumbuhan Kakao (Theobroma cacao L.). J. Tanah Trop. 17:73-85

(46)

Sarief, E.S. 1985. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung.

Singer, M. J. and D. N. Munns. 1987. Soil An Introduction. Macmillan Publishing Company. New York.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Stevenson, F. J. 1982. Humus Chemistry Genesis; Composition, and Reaction. John Wiley and Sons. New York.

Sudarsono. 1991. Pengaruh Tiga Cara Pengembalian Jerami ke dalam tanah Renzina terhadap : (1) Komposisi Bahan Organik. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 1 (2) : 79-84. IPB, Bogor

---. 2000. Bahan Organik Tanah Sawah dengan Tiga Tipe Cara Pengelolaan Sisa Tanaman. Jurnal Agrista 4 (2) : 104-111. Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Darussalam. Banda Aceh.

Sudarsono, dan Hasibuan, Z. 1995. Komplek Organo-Mineral pada Dua Jenis Tanah dengan Tiga Tipe Penggunaan Lahan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia 5 (1) : 6-12. IPB, Bogor.

Suriadikarta, D.A., dan R.D.M Simanungkalit. 2006. Pendahuluan. Dalam: R.D.M Simanungkalit, D.A. Suryadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini dan W. Hartatik (Eds). 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor.

Tan, K. H. 1992. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 195p

Yang, S. S. 1996. Preparation and Characterization of Compost. In Proceeding of International Training Workshop on Microbial Fertilizers and

Composting. October 15-22, 1996 Taiwan Agricultural Research Institute Taichung, Taiwan, Republic of China. FFTC dan TARI.

Young, A. 1997. Agroforestry for Soil Management. 2nd edition. Center for Research in Agroforestry. New York. USA

Yani, Imas, Sudarsono, dan Gunawan Djajakirana. 1998. Pengaruh Pengeringan Lahan Sawah dan Penggenangan Lahan Kering terhadap Bahan Organik Terikat Fe dan Al. Skripsi S1. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB

(47)
(48)

Tutupan Lahan Kedalaman

Tabel 2. Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri sebelum Penambahan Kompos

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

(49)

Tutupan Lahan Kedalaman

Tabel 4. Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

(50)

Tutupan Lahan Kedalaman

Tabel 6. Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

(51)

Tutupan Lahan Kedalaman

Tabel 8. Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Setelah Penambahan Kompos Jerami

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

(52)

(me/100 g) Pasir (%) Klei (%) Debu(%)

1 Latosol Dramaga

Tegalan 0 – 13

2 Andosol Sukamantri

Tegalan 0 – 25

Tabel 10. Proporsi Kadar C-organik tanah (% ) Latosol Dramaga sebelum Penambahan Kompos

(53)

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al ---%--- Tegalan 0-13 100 0.64 89.39 9.97 100 0.30 88.59 11.11 100 0.18 85.95 13.87

13-36 100 0.41 91.88 7.71 100 0.16 88.16 11.68 100 0.15 86.23 13.62 Kebun

Campuran

0-6 100 0.52 88.15 11.33 100 0.41 87.12 12.47 100 0.24 86.52 13.24 27-Jun 100 0.57 88.75 10.68 100 0.27 87.15 12.58 100 0.23 86.92 12.85

Tabel 12. Proporsi Kadar C-organik Tanah (%) Latosol Dramaga setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi

Inkubasi 1 bulan Inkubasi 2 bulan Inkubasi 3 bulan

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al ---%--- Tegalan 0-13 100 1.54 81.98 16.48 100 1.58 73.68 24.74 100 1.62 62.97 35.41

13-36 100 1.20 82.04 16.77 100 0.68 82.43 16.89 100 0.99 67.99 31.02 Kebun

Campuran

(54)

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al ---%--- Tegalan 0-13 100 0.51 89.80 9.68 100 0.36 89.41 10.23 100 0.24 83.36 16.40

13-36 100 0.54 96.07 3.39 100 0.47 93.55 5.97 100 0.13 87.27 12.60 Kebun

Campuran

0-6 100 0.83 85.06 14.11 100 0.63 83.04 16.32 100 0.46 82.33 17.21 27-Jun 100 1.18 89.01 9.82 100 0.71 83.79 15.50 100 0.31 82.18 17.51

Tabel 14. Proporsi Kadar C-organik Tanah (%) Latosol Dramaga setelah Penambahan Kompos Kotoran Ayam

Inkubasi 1 bulan Inkubasi 2 bulan Inkubasi 3 bulan

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al ---%--- Tegalan 0-13 100 1.80 79.36 18.84 100 2.26 65.82 31.92 100 1.88 51.10 47.02

13-36 100 1.76 87.10 11.14 100 1.75 72.03 26.22 100 1.97 53.54 44.49 Kebun

Campuran

(55)

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al ---%--- Tegalan 0-13 100 0.64 85.56 13.80 100 0.41 84.06 15.52 100 0.15 84.50 15.35

13-36 100 0.74 88.15 11.11 100 0.39 87.52 12.10 100 0.19 78.85 20.96 Kebun

Campuran

0-6 100 0.98 85.27 13.75 100 0.44 85.68 13.87 100 0.27 81.04 18.70 27-Jun 100 0.97 85.40 13.63 100 0.67 84.79 14.54 100 0.31 84.29 15.40

Tabel 16. Proporsi Kadar C-organik Tanah (%) Latosol Dramaga setelah Penambahan Kompos Kotoran Jerami

Inkubasi 1 bulan Inkubasi 2 bulan Inkubasi 3 bulan

Tutupan Lahan

Kedalaman (cm)

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al

Total Bebas -Klei -Fe dan Al ---%--- Tegalan 0-13 100 2.47 83.30 14.23 100 2.33 75.81 21.86 100 2.29 60.17 37.54

13-36 100 2.98 86.72 10.30 100 3.06 77.89 19.05 100 2.46 64.44 33.10 Kebun

Campuran

Gambar

Tabel 13. Tambahan C-organik yang Terikat (%) pada Lapisan 1 pada Dua Jenis
Tabel 14.  Tambahan C-organik yang Terikat (%) pada Lapisan 2 pada Berbagai Jenis Tanah dan Masa Inkubasi
Tabel 2. Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri sebelum Penambahan Kompos
Tabel 4. Fraksionasi Kadar C-Organik Tanah Andosol Sukamantri Setelah Penambahan Kompos Kotoran Sapi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Click icon to add picture... Click icon to

Mendahara - Peningkatan Jalan Pematang Cabe dan Usaha Famili Desa Sinar Wajo Kec.. Mendahara - Peningkatan Jalan

Hasil evaluasi yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian siklus 2 dapat kita lihat pada tabel 4.9 hasil evaluasi siklus 1, hasil evaluasi siklus 2 pun menunjukkan

Biaya Penawaran Terkoreksi : Rp 144.952.000,00 (Seratus Empat Puluh Empat Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Dua Ribu Rupiah), termasuk keuntungan Penyedia Jasa

Pokja ULP akan melakukan verifikasi dalam rangka pembuktian kualifikasi terhadap calon-calon pemenang yang telah ditetapkan dan akan diusulkan kepada Pengguna Jasa untuk

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Penawaran Nomor : 06/POKJA I – ULP/DPU/JP6AA/TJT/2016 tanggal 28 Maret 2016 untuk Pekerjaan Pembangunan Jembatan Parit 6 Alang-Alang (DAK

Pada hari ini, Jum’at tanggal Dua Puluh satu bulan Oktober tahun Dua ribu sebelas , kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa Kegiatan Pengadaan Pakaian Dinas Harian

Demikian Rencana Strategik Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Batang tahun 2013 - 2017 yang dapat kami susun, semoga dengan segala kekurangan yang ada dari laporan