• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Mindi Sebagai Penjerap Warna Reaktif Cibacron Red

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Mindi Sebagai Penjerap Warna Reaktif Cibacron Red"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN

MINDI SEBA

FAKULTAS MA

ATAN ARANG AKTIF SERBUK GERGA

SEBAGAI PENJERAP ZAT WARNA REA

CIBACRON RED

SUSI RIYANTI

DEPARTEMEN KIMIA

S MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHU

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

GERGAJI KAYU

A REAKTIF

(2)

ABSTRAK

SUSI RIYANTI. Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Mindi Sebagai Penjerap

Zat Warna Reaktif

Cibacron Red

. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan

GUSTAN PARI.

Limbah tekstil yang mengandung zat warna dapat mencemari lingkungan perairan.

Penelitian ini memanfaatkan arang aktif dari serbuk gergaji kayu mindi sebagai adsorben

zat warna reaktif

Cibacron Red

yang banyak digunakan dalam industri tekstil. Arang aktif

terbaik diperoleh dengan perendaman dalam H

3

PO

4

5% dengan aktivasi 650 ºC selama

100 menit. Kondisi optimum adsorpsi diperoleh dengan waktu adsorpsi 60 menit, 3.0 g

adsorben, dan 150 ppm konsentrasi awal larutan zat warna. Kapasitas adsorpsi arang aktif

pada kondisi optimum tersebut adalah 4891.55 µg/g, dengan efisiensi adsorpsi 97.87%.

Adsorpsi mengikuti tipe isoterm Freundlich. Perlakuan adsorpsi limbah industri tekstil

dengan arang aktif tersebut dapat menurunkan intensitas warna sebesar 97.52%, nilai

kebutuhan oksigen kimia 91.50%, dan nilai kebutuhan oksigen biokimia 73.17%. Mutu

air limbah pasca-adsorpsi telah memenuhi baku mutu air bersih, maka arang aktif dari

serbuk gergaji kayu mindi berpotensi sebagai penjerap zat warna untuk mengurangi

tingkat pencemaran lingkungan.

ABSTRACT

SUSI RIYANTI. Aplication of Activated Carbon from Sawdust of Mindi Woods for

Adsorption of

Cibacron Red

Reactive Dye. Supervised by BETTY MARITA

SOEBRATA and GUSTAN PARI.

Textile wastewater containing dyes can pollute aquatic environment. This study

utilized activated carbon from sawdust of mindi woods as adsorbent of

Cibacron Red

reactive dyes which are widely used in textile industries. The best activated carbon was

obtained by maceration in 5% H

3

PO

4

with activation at 650 ºC for 100 minutes. The

(3)

PEMANFAATAN ARANG AKTIF SERBUK GERGAJI KAYU

MINDI SEBAGAI PENJERAP ZAT WARNA REAKTIF

CIBACRON RED

SUSI RIYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi

:

Pemanfaatan Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Mindi Sebagai

Penjerap Warna Reaktif

Cibacron Red

Nama

:

Susi Riyanti

NIM

: G44076011

Disetujui

Pembimbing I

Betty Marita Soebrata SSi, MSi

NIP 19630621 198703 2 013

Pembimbing II

Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi

NIP 19620802 198603 1 003

Diketahui

Ketua Departemen Kimia

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

v

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat, kasih sayang, nikmat, dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi berjudul

Pemanfaatan

Arang Aktif Serbuk Gergaji Kayu Mindi sebagai Penjerap Zat Warna Reaktif

Cibacron Red

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains pada

Departemen Kimia FMIPA IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Betty

Marita Soebrata, SSi, MSi dan Prof (R) Dr Gustan Pari, MSi selaku pembimbing

yang telah memberikan masukan dan pengarahan kepada penulis selama pelaksanaan

penelitian dan penulisan skripsi ini.

Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada keluarga tercinta, Bapak, Mama,

Kakak, Adik, dan Suami serta Anak yang selalu memberikan semangat, doa, dan

kasih sayang dalam berbagai bentuk yang tak pernah putus. Terima kasih juga kepada

Pak Udin dan seluruh staf Laboratorium Kimia Litbang Kehutanan atas fasilitas dan

bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih tak lupa penulis

berikan kepada Teh Mila, Teh Nur, dan teman-teman seperjuangan Ekstensi Kimia

yang turut membantu, memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan

skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyampaikan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi

pembaca.

Bogor, Mei 2012

(6)

vi

RIWAYAT HIDUP

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Arang Aktif ... 1

Kayu Mindi ... 2

Adsorpsi ... 2

Isotrem Adsorpsi... ... 3

Pengolahan Limbah Cair ... 3

Zat Warna Reaktif ... 4

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) ... 4

Kebutuhan Oksigen Biokimia (KOB) ... 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat... ... 5

Lingkup Penelitian ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Arang Aktif... 7

Kondisi Optimum ... 8

Isoterm Adsorpsi ... 9

Adsorpsi Limbah... 9

KOK... 10

KOB... 10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan... 10

Saran... 10

DAFTAR PUSTAKA... 10

LAMPIRAN... 13

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tahapan proses karbonisasi... 2

2 Sifat kimia kayu mindi... 2

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur Cibacron Red... 9

2 Kurva standar Cibacron Red... 9

3 Isoterm Langmuir adsorpsi Cibacron Red oleh arang aktif... 9

4 Isoterm Freundlich adsorpsi Cibacron Red oleh arang aktif... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian... 14

2 Data karakterisasi arang aktif... 15

3 Kondisi optimum arang aktif... 16

4 Analisis statistik kondisi optimum arang aktif... 17

5 Isoterm Langmuir dan Freundlich... 18

6 Penentuan intensitas warna... 18

(9)

PENDAHULUAN

Pesatnya pertumbuhan industri sering kali belum diiringi dengan perhatian memadai terhadap limbah sisa produksi sehingga masih membahayakan ekosistem maupun organisme di dalamnya. Air sungai, air tanah, danau, dan laut, mengalami kerusakan dikarenakan banyaknya limbah yang dibuang. Salah satu cara mengolah limbah di lingkungan air tersebut secara kimia adalah melalui proses adsorpsi.

Adsorpsi dapat dilakukan menggunakan arang aktif, yaitu bahan karbon amorf yang sebagian besar terdiri atas karbon bebas setelah mengalami proses aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi sehingga memiliki permukaan dalam yang luas dan daya jerap yang tinggi. Arang aktif dapat digunakan sebagai adsorben untuk menjerap logam dan menarik warna dari suatu larutan (Sembiring & Sinaga 2003). Arang aktif berperan sangat penting baik sebagai bahan baku maupun sebagai bahan pembantu pada proses industri dalam meningkatkan mutu produk. Bahan baku produksi arang aktif di Indonesia tersedia sangat melimpah dan dapat diperbaharui, berasal dari hewan, tumbuhan, limbah, atau mineral yang mengandung karbon, antara lain tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, ampas penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras, batu bara. sabut kelapa, dan tempurung kelapa.

Kayu mindi (Melia azedarach L) tumbuh liar atau ditanam, tetapi tidak dipelihara secara intensif. Di daerah Bogor, Jawa Barat, kayu ini terdapat di daerah Rumpin, Sukamantri, Cimahpar, dan Pondok Bitung. Kayu mindi ditanam oleh masyarakat di sekitar pelataran sawah atau kebun sebagai pelindung tanaman pokok seperti cabai, wortel, padi, jagung, dan pisang. Setelah tua (5–10 tahun), kayu tersebut dijual sebagai tambahan pendapatan petani. Teksturnya menyerupai kayu jati atau mahoni (Martawijaya & Kartasudjana 1998). Tingkat pemakaian kayu jati, mahoni, ramin, rasamala yang cukup tinggi, jumlahnya yang semakin langka, harganya yang cukup mahal, serta jangkauan daya beli masyarakat yang menurun membuat sebagian perusahaan perkayuan menggunakan jenis kayu mindi sebagai alternatif bahan baku industrinya.

Semakin banyaknya usaha penggergajian rakyat yang menggunakan kayu mindi menghasilkan limbah serbuk gergajian yang belum banyak diolah lebih lanjut. Oleh karena itu, terdapat potensi yang besar untuk

memanfaatkan sebagai arang aktif. Pada penelitian sebelumnya, arang aktif dari serbuk gergajian sengon telah dihasilkan dengan cara kimia. Didapatkan bahwa mutu arang aktif yang baik adalah yang direndam dalam natrium karbonat tanpa karbonisasi terlebih dahulu. Air yang dijernihkan dengan arang aktif tersebut secara keseluruhan memenuhi persyaratan mutu air minum kecuali kadar amoniaknya (Pari 1996). Selain itu, Yuniarti (2000) telah membuat arang aktif dengan aktivator asam fosfat dari serbuk gergaji kayu jati. Penelitian mengenai penjerapan zat warna reaktif cibacron red dengan menggunakan limbah pertanian kacang tanah juga telah dilakukan (Susanti 2009).

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan serbuk gergaji kayu mindi untuk membuat arang aktif yang diaplikasikan untuk mengadsorpsi zat warna reaktif cibacron red

yang lazim terkandung dalam limbah cair industri tekstil. Serbuk gergaji kayu mindi yang dimanfaatkan sebagai arang aktif diharapkan dapat meningkatkan nilai jualnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Arang Aktif

Arang aktif adalah material berbentuk butiran atau serbuk yang berasal dari material yang mengandung karbon, misalnya batu bara, tempurung kelapa, dan serbuk gergajian kayu. Padatannya berpori, mengandung karbon sebesar 85–95%, 5–15% air, dan 2–3% abu. Satu gram arang aktif pada umumnya memiliki luas permukaan 500–1500 m2, maka sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel sangat halus yang berukuran 10-2–10-7 mm. Arang aktif terdiri atas 2 jenis, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan penjerap uap (Sudrajat 1994).

(10)

2

pemisahan dan pemurnian gas. Umumnya arang ini diperoleh dari tempurung kelapa, tulang, batu bara, atau bahan baku yang mempunyai struktur keras (Sembiring & Sinaga 2003).

Proses pembuatan arang aktif terdiri atas 3 tahap, yaitu dehidrasi, karbonisasi, dan aktivasi. (1) Dehidrasi dilakukan untuk menghilangkan kandungan air pada bahan arang aktif dengan cara memanaskan dalam oven pada suhu sekitar 170 oC. (2) Karbonisasi (pengarangan) bertujuan memecah struktur bahan organik, umumnya dilakukan mencapai suhu 500 oC, Tahapan yang dilakukan dalam proses karbonisasi ditunjukkan pada Tabel 1. (3) Aktivasi dilakukan agar diperoleh permukaan arang aktif yang lebih luas sehingga meningkatkan daya adsorpsinya. Metode aktivasi kimia atau fisika lazim digunakan dalam pembuatan arang aktif.

Tabel 1 Tahapan proses karbonisasi Suhu Pros Proses

0– 150 oC Penguapan air

150 oC Mulai terbentuk CO dan CO2

200–300 oC Pembentukan CO dan distilat CO2 bertambah

Mulai terbentuk distilat asam asetat, asam format dan metanol

Mulai terbentuk karbon Reaksi endoterm 300–400 oC Reaksi endoterm

Terbentuk gas CH4 dan H2

Terbentuk senyawa rantai lurus seperti asam asetat Terbentuk senyawa aromatik seperti fenol

310–500 oC Lignin terurai

Tar yang dihasilkan terbanyak 500 oC Pemurnian karbon

Kadar karbon meningkat

Sumber: Atkins (1999)

Aktivasi kimia merupakan proses pemutusan rantai karbon senyawa organik dengan pemakaian bahan kimia. Aktivator yang digunakan antara lain hidroksida logam alkali; garam-garam karbonat, klorida, sulfat, dan fosfat dari logam alkali tanah; dan secara khusus ZnCl2 serta asam-asam anorganik

seperti H2SO4 dan H3PO4. Aktivasi fisika

merupakan proses pemutusan rantai karbon senyawa organik dengan bantuan panas, uap, dan CO2. Umumnya arang dipanaskan di

dalam tanur pada suhu 800–900 oC. Oksidasi dengan udara pada suhu rendah merupakan

reaksi eksoterm sehingga sulit dikendalikan. Sebaliknya pemanasan dengan uap atau CO2

pada suhu tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikendalikan dan lazim digunakan (Pari 1996).

Kayu Mindi

Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis. Tinggi pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8–20 m, diameter mencapai 60 cm. Pohon mindi memiliki persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan Papua (Heyne 1987).

Kayu mindi mempunyai kegunaan sebagai bahan baku mebel untuk ekspor dan domestik serta bahan baku konstruksi bangunan. Kayu mindi yang berukuran kecil dapat digunakan untuk membuat barang kerajinan. Sifat kimia kayu mindi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Sifat kimia kayu mindi

Kandungan Kimia Kadar (%)

Selulosa 51.0

Lignin Pentosa Abu Silika Kelarutan Alkohol benzena Air dingin Air panas NaOH 1% 30.1 17.6 _ _ 2.8 1.5 3.8 17.2

Sumber: Martawijaya & Kartasujana (1998)

Kayu mindi saat ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena mudah ditanam dan tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif. Umur 5–6 tahun sudah bisa dipanen. Sebelum ditebang, kayunya bisa menjadi pelindung tanaman inti. Harga kayu ini di pasaran mampu bersaing dengan jenis kayu dari kebun rakyat seperti kayu sengon dan kayu duren. Di Jawa Barat, khususnya di daerah Bogor, mindi baru dibudidayakan secara intensif terbatas di hutan atau perkebunan rakyat. Area hutan rakyat di Kabupaten Bogor mencapai 13 320 ha, sedangkan luas hutan produksi 58 ribu hektar (Karyono & Supriyadi 2000).

Adsorpsi

(11)

3

tipis atau film (zat terjerap, adsorbat). Faktor-faktor yang memengaruhi proses adsorpsi antara lain sifat fisik dan kimia adsorben (luas permukaan, ukuran partikel, dan komposisi kimia), sifat fisik dan kimia adsorbat (ukuran molekul dan komposisi kimia), serta konsentrasi adsorbat dalam fase cairan. Ukuran pori dan luas permukaan adsorben merupakan hal yang sangat penting dalam adsorpsi. Semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas permukaan padatan per satuan volume, sehingga semakin banyak zat yang dapat diadsorpsi (Atkins 1999).

Berdasarkan jenis gaya tariknya, dikenal adsorpsi fisik (fisisorpsi) yang melibatkan gaya van der Waals dan adsorpsi kimia (kemisorpsi) yang melibatkan reaksi kimia. Adsorpsi kimia membentuk lapisan monomolekul adsorbat di permukaan melalui gaya-gaya dari valensi sisa molekul adsorben di permukaan. Sementara adsorpsi fisik diakibatkan kondensasi molekul adsorbat dalam kapiler padatan adsorben di permukaan. Adsorpsi fisik memiliki ∆H adsorpsi jauh lebih kecil daripada adsorpsi kimia. Adsorpsi fisik akan terus berlangsung sampai terbentuk multilapisan pada tekanan tinggi, tetapi pada tekanan rendah dan suhu tinggi dapat berbalik menjadi desorpsi. Sebaliknya, adsorpsi kimia hanya membentuk lapisan tunggal dan prosesnya semakin cepat pada suhu tinggi (Bird 1993).

Isoterm Adsorpsi

Pemodelan adsorpsi umumnya

menggunakan isoterm yang merupakan fungsi konsentrasi zat terlarut yang teradsorpsi per satuan bobot adsorben terhadap konsentrasi larutan. Isoterm adsorpsi menunjukkan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat dalam fluida dan dalam permukaan adsorben pada suhu tetap. Kesetimbangan terjadi pada saat laju pengikatan adsorben terhadap adsorbat sama dengan laju pelepasannya (Husni et al. 2005).

Tipe isoterm yang umum digunakan untuk menggambarkan fenomena adsorpsi padat-cair adalah isoterm Freundlich dan Langmuir. Freundlich menyusun isoterm adsorpsi dengan mengasumsikan bahwa permukaan adsorben heterogen, dan model ini sesuai untuk larutan encer. Menurut Baral et al. (2007) persamaan isoterm Freundlich yang digunakan adalah sebagai berikut:

Qe = Kf.Ce1/n

Keterangan:

Qe : Kerapatan adsorpsi pada konsentrasi

kesetimbangan Ce (mg adsorbat/g

adsorben)

Ce: Konsentrasi adsorbat dalam larutan

(mg L-1)

Kf:

n :

Tetapan Freundlich yang berhubungan dengan energi adsorpsi (L adsorben/mg adsorbat)

Tetapan empiris yang bergantung pada beberapa faktor lingkungan dan harganya lebih besar dari 1

Isoterm Langmuir dibuat untuk menggambarkan pembatasan tapak adsorpsi dengan asumsi bahwa hanya sejumlah tertentu tapak sentuh adsorben yang membentuk ikatan kovalen dan ion. Semuanya memiliki energi yang sama, dan adsorpsi bersifat dapat balik (Atkins 1999). Isoterm Langmuir diturunkan berdasarkan persamaan berikut:

C C m x β β α + = 1

Tetapan α, β dapat ditentukan dari kurva hubungan

m x

C

/

terhadap C dengan persamaan

C m x C α β α 1 1 / = +

Pengolahan Limbah Cair

Analisis sifat air limbah dapat dibedakan menjadi sifat fisik, kimia, dan biologi. Proses dasar yang lazim digunakan dalam pengolahan limbah cair meliputi beberapa tahapan, yaitu netralisasi, flokulasi, adsorpsi, ekstraksi pelarut, dan pemisahan dengan membran. Netralisasi merupakan proses kimia yang sederhana. Limbah cair dinetralkan terlebih dahulu dengan penambahan asam atau basa dengan jumlah tertentu sebelum diproses lebih lanjut.

Flokulasi merupakan proses perubahan padatan terlarut yang berupa koloid menjadi bentuk aglomerat yang lebih kompleks. Flokulasi terbagi menjadi 2 tahap, yaitu proses destabilisasi dan transpor. Destabilisasi terjadi dengan penambahan bahan koagulan dengan cara pengadukan cepat, sedangkan proses transpor membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membentuk gumpalan. Adsorpsi dapat didefinisikan sebagai berkumpulnya sejumlah zat terlarut (adsorbat) ke permukaan padatan (adsorben). Adsorben yang digunakan umumnya berupa arang aktif (Purwaningsih 2008).

(12)

4

tersebut kemudian dipisahkan dari limbah cair. Pemisahan menggunakan membran (ultrafiltrasi, osmosis balik) adalah suatu metode yang menyebabkan terjadinya pemisahan zat terlarut bahkan elektrolit dari larutannya.

Zat Warna Reaktif Cibacron Red

Zat warna adalah senyawa organik yang digunakan untuk memberikan warna ke suatu objek. Zat warna merupakan gabungan dari zat organik takjenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. Kromogen adalah senyawa aromatik berisi kromofor, yaitu zat pemberi warna yang dapat berasal dari gugus azo (N=N). Agar warna dapat masuk dengan baik ke dalam serat, diperlukan auksokrom, yaitu radikal yang memudahkan pelarutan, misalnya gugus pembentuk garam – NH2 atau OH (Wardhana 1995).

Zat warna menurut Purwaningsih (2008) digolongkan menjadi 2, yaitu zat warna alami dan sintetik. Zat warna alami berasal dari tanaman, hewan, atau bahan logam. Zat warna sintetik dibuat dari bahan kimia, di antaranya zat warna naftol, indigosol, dan zat warna reaktif (Susanto 1973). Zat warna reaktif dapat mengadakan reaksi dengan serat sehingga menjadi bagian dari serat tersebut. Zat warna reaktif mempunyai gugus aktif yang akan berhubungan secara kimia dengan bahan utama. Oleh karena itu, hasil pencelupan zat warna reaktif mempunyai ketahanan cuci yang sangat baik dan lebih mengilap daripada zat warna biasa.

Zat warna reaktif banyak digunakan dalam industri tekstil, terutama dalam proses pencelupan. Zat warna monofungsi hanya mengandung 1 gugus fungsi, sedangkan zat warna dwifungsi memiliki 2 gugus fungsi (Jagson 2008). Zat warna reaktif umumnya sulit mengalami biodegradasi sehingga perlu dikembangkan teknik pengolahan air limbah yang mengandung zat warna reaktif.

Cibacron Red (C32H19ClN8Na4O14S4)

(Gambar 1) termasuk zat warna dwifungsi yang mengandung 2 gugus reaktif, yaitu monoklorotriazina dan vinil sulfon. Cibacron Red merupakan bubuk berwarna merah, memiliki pH 6–7, dengan kelarutan dalam air 100 g/L (Ciba 2002). Cibacron Red

merupakan zat warna reaktif golongan azo. Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) dan berikatan dengan gugus aromatik. Zat warna ini mempunyai bobot molekul 1000.25 g/mol dan umumnya

dianalisis menggunakan spektroskopi sinar tampak dengan panjang gelombang maksimum 517 nm (Sigma-Aldrich 2007).

Gambar 1 Struktur Cibacron Red

(Aldrich 2007).

Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) dan Biokimia (KOB)

Kualitas air ditentukan oleh beberapa parameter, salah satunya adalah KOK, yang didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik dalam sampel menjadi CO2 dan H2O.

Sekitar 85% zat yang bereaksi dengan oksigen dapat teroksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam

suasana asam (Fardiaz 1992). Nilai KOK merupakan parameter pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan dapat mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air (Alaerts & Santika 1984). Nilai KOK setara dengan banyaknya bahan organik dalam sampel yang rentan terhadap proses oksidasi, terutama dengan bahan kimia oksidator kuat. KOK ditentukan dengan mengukur jumlah oksidator kuat yang digunakan dalam proses titrimetri (Boyle 1997).

KOB didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan senyawa organik dalam kondisi aerob. Bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energi diperoleh dari proses oksidasi.

(13)

5

Kelarutan juga meningkat pada tekanan lebih rendah. Pada saat titik didih tercapai, kelarutan oksigen dalam air adalah nol (Hach

et al. 1997).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah limbah serbuk gergaji kayu mindi yang berasal dari Ciapus, Bogor, limbah cair industri tekstil, H3PO4 5% dan 10%, KI,

Na2SO4, I2, C6H6, dan CHCl3.

Alat yang digunakan adalah tungku dari drum yang dimodifikasi, tanur, retort aktivasi, spektrofotometer Spectronic DR/2000 Hach, spektrofotometer Spectronic 20D+ Thermo Electron Corporation, oven, dan neraca analitik.

Lingkup Penelitian

Pembuatan arang aktif dilakukan dengan memasukkan kurang lebih 1.5 kg serbuk gergaji kayu mindi kering ke dalam tungku pengarangan selama 5 jam. Arang yang didapat direndam dalam H3PO4 5% dan 10%

selama 24 jam. Setelah itu, dipanaskan dalam tungku aktivasi (retort) pada suhu 600 dan 700

o

C, kemudian ke dalam retort tersebut dialirkan uap air selama 70 dan 100 menit.

Arang aktif yang dihasilkan diuji kualitasnya berdasarkan SNI 06-3730-1995. Analisisnya meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, serta daya jerap terhadap larutan iodium, uap benzena, dan uap kloroform. Sebagai pembanding, dilakukan analisis yang sama terhadap arang aktif yang diaktivasi tanpa bahan kimia sebagai kontrol serta arang aktif komersial.

Arang aktif serbuk kayu mindi ini diaplikasikan sebagai adsorben zat warna reaktif limbah industri tekstil. Sampel diperoleh dari PT Coat Redjo Indonesia Tajur, Bogor. Analisis yang dilakukan adalah pengukuran KOK dan KOB air limbah pabrik

tekstil tersebut menggunakan

spektrofotometer.

Rancangan Percobaan

Digunakan metode rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 kali pengulangan. Faktor-faktor perlakuan yang digunakan adalah konsentrasi bahan kimia pengaktif, yaitu H3PO4 5% dan 10%, suhu pengaktifan,

yaitu 650 dan 750 oC, serta waktu pengaktifan, yaitu 70 dan 100 menit.

Model Rancangan

Yij : µ + Ai+ Bj+ Abij+ Ck+ ACik + BCjk+

ABCijk + Eij

Yijk : nilai respons yang diamati

µ : efek rata-rata yang sebenarnya

Ai : pengaruh konsentrasi H3PO4 taraf

ke-i

Bj : pengaruh suhu pengaktifan taraf

ke- j

C : pengaruh waktu pengaktifan taraf ke-k

ABij : pengaruh interaksi antara

konsentrasi H3PO4 taraf ke-i dan

suhu aktivasi taraf ke-j

ACik : pengaruh interaksi antara kosentrasi

H3PO4 taraf ke-i dan waktu

pengaktifan taraf ke- k

BCjk : pengaruh interaksi antara suhu

pengaktifan taraf ke-j dan waktu pengaktifan taraf ke-k

ABCijk : pengaruh interaksi antara

konsentrasi H3PO4 taraf ke-1 suhu

taraf ke-j dan waktu pengaktifan taraf ke- k

Eijk : galat dari rancangan factorial

Pengujian Sifat Arang Aktif

Penentuan Rendemen

Arang aktif ditimbang dan rendemen dihitung menggunakan rumus

Rendemen % 1

1 100%

a = bobot arang aktif sebelum pemanasan (g)

b = bobot arang aktif setelah pemanasan (g)

c = kadar air arang aktif (%)

d = kadar air arang (%)

Penentuan Kadar Air

Sebanyak 1 g arang aktif ditempatkan dalam cawan porselen kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam sampai diperoleh bobot konstan. Kadar air dapat dihitung menggunakan rumus

Kadar air % 100%

a = bobot arang aktif sebelum pemanasan (g)

b = bobot arang aktif setelah pemanasan (g)

(14)

6

ditutup serapat mungkin, ulangan dilakukan sebanyak 2 kali.

Kadar zat mudah menguap % 100%

a = bobot arang aktif sebelum pemanasan (g)

b = bobot arang aktif setelah pemanasan (g)

Penentuan Kadar Abu

1 gram arang aktif yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam cawan porselen, dipanaskan di atas pembakar Bunsen sampai tidak berasap, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 750 oC selama 6 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan pemanasan diulangi setiap 1 jam sampai diperoleh bobot konstan.

Kadar abu % 100%

a = bobot abu (g)

b = bobot awal arang aktif (g)

Penghitungan Kadar Karbon Terikat Karbon dalam arang adalah zat yang terdapat pada fraksi padat hasil pirolisis selain abu (zat anorganik) dan zat-zat atsiri yang masih terdapat pada pori-pori arang. Definisi ini hanya berupa pendekatan.

Kadar karbon terikat % 100% #

b = kadar zat mudah menguap (%)

c = kadar abu (%)

Penetapan Daya Jerap Iodin

Contoh kering sebanyak 0.25 g dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang dibungkus aluminium foil. Kemudian ditambahkan 25 mL larutan I2 0.1 N dan

dikocok selama 15 menit, lalu disaring. Filtrat sebanyak 10 mL dititrasi dengan Na2S2O3 1 N

hingga berwarna kuning muda, kemudian ditambahkan beberapa tetes amilum 1% dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blangko.

$ % & Na( S(O+ 12.693 fp

A = volume titrasi (mL)

B = volume Na2S2O3 terpakai (mL)

fp = faktor pengenceran

a = bobot arang aktif (g)

12.693 = jumlah iodin sesuai dengan 1 mL larutan Na2S2O3 0,1 N

Penetapan Daya Jerap Benzena (C6H6) dan

Kloroform (CHCl3)

Contoh kering sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian dimasukkan ke dalam desikator yang telah dijenuhkan oleh uap benzena atau kloroform dan diinkubasi pada suhu 19–20 oC selama 24 jam hingga diperoleh kesetimbangan absorpsi. Cawan selanjutnya dibiarkan selama 5 menit di udara terbuka agar uap benzena/kloroform hilang, kemudian ditimbang.

Daya jerap benzena dan kloroform 100%

a = bobot arang aktif sebelum diinkubasi (g)

b = bobot arang aktif setelah diinkubasi (g)

Penentuan Isoterm Adsorpsi

Sejumlah bobot optimum arang aktif dicampurkan dengan 100 mL larutan zat warna Cibacron Red dengan variasi konsentrasi 0.0; 25.0; 50.0; 75.0; 100.0; dan 150.0 ppm pada kondisi waktu optimum untuk masing-masing adsorben, kemudian disaring dan diukur adsorbansnya pada panjang gelombang maksimum. Setelah itu, kapasitas adsorpsi (Q) diukur dan tetapan afinitas dihitung dengan model isoterm Langmuir dan Freundlich (Atkins 1999).

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Limbah Industri Tekstil

Arang aktif yang didapat pada perlakuan kondisi optimum ditambahkan dalam 100 mL limbah cair industri tekstil yang terlebih dahulu diukur intensitas warnanya. Campuran disaring dan filtrat yang diperoleh diukur intensitas warnanya (unit Pt-Co) pada panjang gelombang 455 nm dengan Spectronic Hach DR/2000.

Penentuan Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) (SNI 06-6989.15-2004)

Standardisasi Larutan Fero Ammonium Sulfat (FAS). Larutan K2Cr2O7 0.025 N

sebanyak 10 mL dipipet ke dalam Erlenmeyer 200 mL, ditambahkan 2 mL H2SO4 pekat dan

3 tetes indikator feroin. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan FAS 0.1 N dengan perubahan warna dari hijau menjadi merah kecokelatan. Volume larutan FAS yang terpakai dicatat.

Uji Sampel. Filtrat limbah sebelum dan sesudah dilakukan adsorpsi dimasukkan sebanyak 10 mL ke dalam Erlenmeyer, ditambahkan 0.2 g HgSO4, 10 mL K2Cr2O7

(15)

7

sebanyak 15 mL ditambahkan ke dalam campuran tersebut dengan hati-hati, dikocok kembali, dan dididihkan (refluks) selama 2 jam, lalu didinginkan. Indikator feroin sebanyak 2–5 tetes ditambahkan, kemudian campuran dititrasi dengan larutan FAS dengan perubahan warna dari hijau menjadi merah kecokelatan. Volume larutan FAS yang terpakai dicatat. Blangko akuades dibuat dengan perlakuan yang sama seperti sampel. Nilai KOK ditentukan dengan rumus berikut:

KOK 7 78 &9:; < %=>? 1000 fp 78

Keterangan :

Vb = volume blangko

Vs = volume sampel fp = faktor pengenceran

Penentuan Kebutuhan Oksigen Biokimia (KOB) (SNI 06-6989.14-2004)

Standardisasi Larutan Natrium Tiosulfat. Larutan K2Cr2O7 0.025 N sebanyak

10 mL dimasukkan ke dalam Erlenmeyer berisi 80 mL air destilasi lalu ditambahkan 1.0 mL H2SO4 pekat dan 1.0 g KI sambil diaduk

sampai homogen. Kemudian larutan disimpan di tempat gelap selama 6 menit untuk selanjutnya dititrasi dengan Na-tiosulfat 0.025 N dengan indikator amilum sampai tidak berwarna. Volume Na-tiosulfat yang terpakai dicatat, lalu konsentrasi Na-tiosulfat ditentukan sebagai Nt.

Persiapan Sampel. Filtrat hasil adsorpsi optimum sebanyak 50 mL diencerkan dengan larutan pengencer KOB sampai 1000 mL dan diaerasi selama 15 menit. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam 2 botol KOB 250 mL (Vb) sampai penuh dan ditutup, diusahakan

tidak ada gelembung udara. Salah satu botol KOB disimpan untuk pengujian pada hari kelima.

Uji Sampel. Tutup botol KOB dibuka kemudian ditambahkan 1.0 mL larutan MnSO4 dan 1.0 mL larutan alkali iodida azida

melalui dinding botol. Botol ditutup dengan hati-hati dan dikocok dengan cara membolak-balikkan botol beberapa kali, kemudian dibiarkan sampai terbentuk endapan. Setelah itu, tutup botol dibuka lagi dan ditambahkan 1.0 mL larutan H2SO4 pekat melalui dinding

botol, ditutup kembali, lalu larutan dikocok sampai semua endapan larut. Larutan sebanyak 50 mL (Vs) dimasukkan ke dalam

Erlenmeyer dan dititrasi dengan Na-tiosulfat sampai warna kuning muda, ditambahkan 3 tetes amilum, dan titrasi dilanjutkan sampai

warna biru hilang pertama kali. Volume Na-tiosulfat yang terpakai dicatat sebagai Vt. Uji

yang sama dilakukan terhadap botol kedua pada hari kelima.

Oksigen Terlarut OT 7B &B %=C( 7 1000 VEVF 2

KOB H OTSI OTSJ K OTBI OTBJL < MN

keterangan:

OTS = oksigen terlarut sampel OTB = oksigen terlarut blangko

k = (fp–1)/fp

HASIL DAN PEMBAHASAN

Arang Aktif

Bahan baku untuk pembuatan arang aktif dalam penelitian ini adalah limbah serbuk gergaji kayu mindi. Sebelum digunakan, serbuk gergaji dijemur di bawah sinar matahari selama 1 minggu untuk mengurangi kadar airnya. Proses selanjutnya, serbuk gergaji dikarbonisasi menjadi arang menggunakan tungku pemanas tertutup yang telah dimodifikasi dengan nyala api pada suhu 500 oC selama 5 jam. Pada proses ini diharapkan terjadi penguraian selulosa organik menjadi unsur karbon dan pengeluaran unsur-unsur non-karbon. Arang yang dihasilkan kemudian diaktivasi menggunakan alat retort yang terbuat dari baja nir karat, dilengkapi alat pemanas listrik dan pengatur suhu. Pencirian dilakukan meliputi beberapa parameter, yaitu rendemen, kadar air, kadar zat mudah menguap, kadar abu, kadar karbon terikat, benzena, kloroform dan iodin terjerap.

Rendemen arang aktif yang dihasilkan berkisar antara 20 dan 66.25%, dipengaruhi oleh waktu dan suhu aktivasi. Peningkatan suhu dan waktu aktivasi menurunkan rendemen arang aktif dikarenakan terjadi percepatan laju reaksi antara karbon dan uap air sehingga banyak karbon yang terkonversi menjadi CO2 dan H2O (Hudaya & Hartoyo

1990).

(16)

8

lama dapat meningkatkan kadar air arang aktif. Kadar air yang tinggi dapat mengurangi daya adsorpsi arang aktif terhadap cairan maupun gas.

Kadar zat mudah menguap menunjukkan kandungan senyawa yang belum menguap pada proses karbonisasi dan aktivasi, tetapi menguap pada suhu 950 oC. Kadarzat mudah menguap yang dihasilkan berkisar 1.17– 7.79%. Nilai ini juga memenuhi persyaratan BSN (1995) karena lebih rendah dari 25%. Peningkatan suhu aktivasi cenderung menurunkan kadar zat mudah menguap. Hal ini dapat terjadi karena pada suhu tinggi penguraian senyawa nonkarbon berlangsung sempurna. Kadar zat mudah menguap yang tinggi juga akan mengurangi kemampuan arang aktif dalam mengadsorpsi gas dan larutan.

Penentuan kadar abu bertujuan menentukan kandungan oksida logam dalam arang aktif. Kadar abu yang dihasilkan berkisar antara 1.02 dan 9.07%, memenuhi persyaratan BSN (1995), yakni di bawah 10%. Kadar abu yang besar juga dapat mengurangi kemampuan arang aktif untuk mengadsorpsi gas dan larutan karena kandungan mineral dalam abu seperti natrium, kalsium, kalium, dan magnesium akan menyebar ke dalam kisi-kisi arang aktif dan menutupi pori-pori (Sudrajat 1984).

Kadar karbon terikat merupakan kandungan karbon setelah karbonisasi. Kadar karbon terikat yang dihasilkan berkisar 7.09– 8.95%. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar zat terbang dan kadar abu setiap sampel. Semakin besar kadar zat terbang dan kadar abu, semakin rendah kadar karbon terikat. Waktu reaksi yang lama menyebabkan zat kimia yang bereaksi dan abu yang terbentuk semakin banyak sehingga jumlah karbon yang dihasilkan semakin sedikit (Pari 1996).

Daya jerap arang aktif terhadap benzena berkisar 2.30–39.17%, sedangkan terhadap kloroform berkisar 10.91–56.41%. Daya jerap kloroform yang lebih besar daripada daya jerap benzena menunjukkan bahwa arang aktif yang dihasilkan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjerap senyawa yang bersifat polar dibandingkan dengan senyawa nonpolar.

Daya jerap iodin arang aktif berkisar antara 360.50 dan 1182.29 mg/g. Nilai terendah diperoleh pada arang tanpa aktivasi, sedangkan semua arang aktif memiliki daya jerap iodin memenuhi persyaratan BSN (1995), yaitu di atas 750 mg/g. Daya jerap iodin berkaitan dengan terbentuknya semakin

banyak pori pada arang aktif dengan bertambahnya waktu aktivasi. Selain itu, berhubungan pula dengan pembentukan pola struktur mikropori, yang hanya mampu dimasuki oleh molekul dengan diameter kurang dari 10 Å (Pari 2002).

Berdasarkan data pencirian arang aktif (Lampiran 2), didapatkan bahwa arang aktif terbaik adalah yang mengalami perendaman dalam H3PO4 5% dengan aktivasi 650 oC

selama 100 menit. Arang aktif ini memiliki nilai daya jerap benzena dan kloroform lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Daya jerap iodin juga terbesar, yaitu 1182.29 mg/g. Penetapan daya jerap arang aktif terhadap iodin merupakan persyaratan umum untuk menilai mutu arang aktif. Nilai daya jerap iodin yang besar menunjukkan kapasitas adsorpsi arang aktif yang juga besar.

Kondisi Optimum Adsorpsi

Penentuan kondisi optimum meliputi 3 parameter, yaitu waktu adsorpsi, bobot adsorben, dan konsentrasi awal zat warna. Karakteristik setiap adsorben berbeda-beda dalam proses adsorpsi sehingga kondisi yang dibutuhkan juga berbeda-beda.

Kondisi optimum ditentukan dengan menggunakan metode permukaan respons, yaitu suatu kumpulan teknik penyelesaian masalah dengan menggunakan matematika dan statistika dalam bentuk model matematika atau fungsi untuk menganalisis masalah tersebut. Respons yang ingin dicapai titik optimumnya ialah kapasitas dan efisiensi adsorpsi. Dari 2 respons tersebut, dengan analisis statistik didapatkan titik temu sebagai kondisi optimum adsorben.

Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Standar

(17)

9

Gambar 2 Kurva standar Cibacron Red.

Kondisi Optimum Arang Aktif

Kondisi optimum arang aktif ditentukan dengan mengukur kapasitas adsorpsi (Q) dan efisiensi adsorpsi (E) untuk variasi waktu adsorpsi 30, 45, dan 60 menit; bobot arang aktif 1, 2, dan 3 g; serta konsentrasi Cibacron Red 50, 100 dan 150 ppm (Lampiran 3). Kondisi optimum diperoleh pada waktu adsorpsi 60 menit, bobot arang aktif 3.0 g, dan konsentrasi Cibacron Red 150 ppm berdasarkan analisis statistik pada Lampiran 4. Nilai kapasitas adsorpsi sebesar 4891.55 pada µg/g (artinya sebanyak 4891.55 µg adsorbat terjerap pada 3.0 g adsorben), dengan efisiensi 97.87%.

Semakin besar bobot arang aktif, kapasitas adsorpsi menurun dan efisiensi meningkat. Semakin besar bobot adsorben, luas permukaan aktifnya juga meningkat. Peningkatan luas permukaan aktif akan meningkatkan efisiensi penjerapan. Kapasitas adsorpsi juga terus meningkat sampai konsentrasi 150 ppm. Hal ini dikarenakan jumlah molekul Cibacron Red yang terjerap pada tapak aktif arang aktif semakin besar. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi optimum arang aktif pada ketiga parameter belum tercapai, karena kapasitas dan efisiensi adsorpsi yang lebih besar masih mungkin diperoleh pada waktu, bobot, dan konsentrasi yang lebih tinggi.

Isoterm Adsorpsi

Telah banyak isoterm adsorpsi dikembang- kan untuk mendeskripsikan interaksi antara adsorben dan adsorbat. Isoterm Freundlich dan Langmuir lazim digunakan untuk adsorpsi padat-cair (Atkins 1999). Kurva regresi linear untuk isoterm Freundlich dan Langmuir menggunakan data konsentrasi awal Cibacron Red, konsentrasi terjerap, dan bobot adsorben (Lampiran 5). Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 3 dan 4.

Gambar 3 Isoterm Langmuir adsorpsi Cibacron Red oleh arang aktif

Gambar 4 Isoterm Freundlich adsorpsi Cibacrone Red oleh arang aktif

Linearitas yang didapat 96.09% untuk isoterm Freundlich dan 94.33% untuk isoterm Langmuir. Berdasarkan hasil tersebut, adsorpsi arang aktif cenderung mengikuti tipe isoterm Freundlich. Pendekatan Freundlich mengasumsikan permukaan adsorben bersifat heterogen, adsorpsi membentuk banyak lapisan, dan terdapat tapak aktif adsorpsi yang memiliki afinitas tinggi sementara afinitas bagian lainnya rendah. Hal ini memungkinkan adsorbat leluasa bergerak hingga berlangsung proses adsorpsi banyak lapisan. Adsorpsi berlangsung secara fisik (fisisorpsi). Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Diapati (2009) yang menggunakan adsorben dari ampas tebu.

Adsorpsi Limbah Industri

Kemampuan adsorpsi arang aktif serbuk gergaji kayu mindi juga diujicobakan pada limbah industri tekstil. Keberhasilan adsorpsi limbah industri diukur dari persen penurunan intensitas warna dari total warna yang terkandung di dalam limbah, KOK, dan KOB.

Metode yang digunakan adalah

spektrofotometri panjang gelombang tunggal. Parameter warna diukur mengunakan Spectronic DR/2000 dalam unit Pt-Co. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang terbaik untuk pengukuran warna dalam limbah, yaitu 455 nm.

y= 0,014x + 0,000

R² = 0,999

0,0000 0,0500 0,1000 0,1500 0,2000 0,2500 0,3000 0,3500 0,4000 0,4500

0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121314151617181920212223242526272829

A b so r b a n s Konsentrasi (ppm)

y= 1,868x - 10993 R² = 0,943

0 50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000

0 100.000 200.000 300.000

lo g x / m c

y= 1,965x - 11657 R² = 0,955

0 5.000 10.000 15.000 20.000

0 5.000 10.000 15.000 20.000

log x/m

(18)

10

Intensitas warna limbah awal adalah 1940 unit Pt-Co. Setelah dijerap dengan arang aktif, intensitas warnanya berkurang menjadi 48 unit Pt-Co Persen penurunan warna limbah dari intensitas awal adalah sebesar 97.52 %. (Lampiran 6). Baku mutu air bersih menurut Permenkes No. 416/Menkes/Per./IX/1990 sebesar 50 unit Pt-Co. Setelah dijerap oleh arang aktif, intensitas warna limbah telah memenuhi kategori air bersih.

a limbahAnalisis KOK

Pengukuran KOK dilakukan secara titrimetri menggunakan oksidator kuat K2Cr2O7. Nilai KOK awal adalah 924.30

mg/L, jauh melebihi baku mutu air bersih menurut SK Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999, yaitu 150 mg/L. Setelah dijerap arang aktif, KOK menurun 91.50% menjadi 78.55 mg/L .

Nilai KOK menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dengan menggunakan zat oksidator K2Cr2O7

sebagai sumber oksigen. Analisis KOK merupakan reaksi oksidasi kimia, maka tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis (Sudarmaji 1997, Alaerts & Santika 1984). Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa arang aktif serbuk gergaji kayu mindi mampu menjerap bahan-bahan organik dalam limbah hingga memenuhi baku mutu.

Analisis KOB

Analisis KOB mengukur kadar oksigen terlarut dalam air yang digunakan dalam proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme. Pengukuran nilai KOB membutuhkan waktu 5 hari agar diperoleh sekitar 60–70% kesempurnaan (Eckenfelder 1989). Adsorpsi menurunkan nilai KOB dari 201.8 mg/L menjadi 54.14 mg/L (73.17%) dan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh SK Gubernur Jawa Barat, yaitu 60 mg/L.

Nilai KOB yang terukur lebih kecil daripada nilai KOK. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Purwaningsih (2008), bahan kimia ada yang tahan terhadap oksidasi biokimia, tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia seperti lignin. Bahan toksik dalam limbah juga dapat mengganggu uji KOB, karena dapat membunuh mikroorganisme, tetapi tidak berpengaruh terhadap uji KOK.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Arang aktif serbuk gergaji kayu mindi dengan daya jerap iodin terbaik adalah yang mengalami perendaman dalam H3PO4 5%

dengan aktivasi 650 oC selama 100 menit. Kondisi optimum adsorpsi arang aktif tersebut terhadap zat warna aktif Cibacron Red adalah waktu adsorpsi 60 menit, bobot adsorben 3.0 g, dan konsentrasi awal adsorbat 150 ppm. Adsorpsi mengikuti tipe isoterm Freundlich.

Perlakuan adsorpsi limbah industri tekstil dengan arang aktif tersebut dapat menurunkan intensitas warna sebesar 97.52%, nilai Kebutuhan Oksigen Kimia 91.50%, dan nilai Kebutuhan Oksigen Biokimia 73.17%. Mutu air limbah pasca-adsorpsi telah memenuhi baku mutu air bersih, maka arang aktif dari serbuk gergaji kayu mindi berpotensi sebagai penjerap zat warna untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan.

Saran

Kisaran taraf yang digunakan sebagai faktor kondisi optimum perlu diperluas karena kondisi optimum masih teramati pada ujung-ujung taraf.

DAFTAR PUSTAKA

Atkins PW. 1999. Kimia Fisika Jilid II.

Kartohadiprodjo II, penerjemah; Rohhadyan T, editor. Oxford: Oxford Univ Pr. Terjemahan dari: Physical Chemistry.

Alaerts, Santika SS. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004.

SNI-06-6989.14-2004: Air dan Air Limbah-Cara Uji Oksigen Terlarut secara Iodometri (Modifikasi Azida). Serpong: BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004.

SNI-06-6989.15-2004: Air dan Air Limbah-Cara Uji Kebutuhan Oksigen Kimiawi (KOK) dengan Refluks Terbuka secara Titrimetri. Serpong: BSN.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995.

SNI 06-3730-1995: Arang Aktif Teknis. Serpong: BSN.

(19)

11

cucullata in a fixed-bed column.

Hazardous Mat 161:1427-1435.

Bird T. 1993. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Boyle W. 1997. The Sciences of Chemical Oxygen Demand Technical Information Series, Booklet No. 9. Chicago: Hach Company.

[Ciba] Specialty Chemicals Indonesia. 2002.

Cibacron Red B-E [terhubung berkala]. http://agrippina.bcs.deakin.edu.au/bcs_ad min/msds/msds_docs/Cibacron%20Red%2 0B-E.pdf [15 Mei 2008].

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/Menkes/Per./IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih. Jakarta: Depkes.

Diapati M. 2009. Ampas tebu sebagai adsorben zat warna reaktif Cibacron Red

[skripsi]. Bogor:Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Eckenfelder WW. 1989. Industrial Water Pollution Control. Ed ke-2. New York: McGraw-Hill.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air Dan Udara. Bogor: PAU Pangan dan Gizi.

Hach CC, Klein RL, Gibbs CR. 1997. Introduction to Biochemical Oxygen Demand. Chicago: Hach Company.

Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Haryono R, penerjemah. Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Terjemahan dari Indonesia Plants.

Hudaya N, Hartoyo. 1990. Pembuatan arang aktif dari tempurung biji-bijian asal tanaman hutan dan perkebunan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 8(4):146-149.

Jagson PP. 2008. Activated carbon and some applications for the remediation soil and ground water pollution [terhubung berkala]. http://www.ce.edu/program areas [16 Feb 2008].

Karyono, Supriadi. 2000. Nilai ekonomi pemanfaatan kayu mindi. Studi kasus di

Bogor, Jawa Barat. Info Hasil Hutan

8(1):23-27.

Martawijaya A, Kartasudjana. 1998. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Bogor. Balai Penelitian Hasil Hutan.

Pari G. 1996. Kualitas arang aktif dari 5 jenis kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan

14:60-68.

Pari G. 2002. Teknologi alternatif pemanfaatan limbah industri pengolahan kayu [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Purwaningsih I. 2008. Pengolahan limbah cair industri batik CV Batik Indah Raradjonggrang Yogyakarta dengan metode elektrokoagulasi ditinjau dari parameter Chemical Oxygen Demand

COD) dan warna [skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.

Sembiring MT, Sinaga TS. 2003. Arang Aktif Pengenalan dan Proses Pembuatannya. Medan:Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Sigma-Aldrich. 2007. Cibacron Brilliant Red 3G-A [terhubung berkala]. http: //www.sigma-aldrich.com [20 Apr 2008].

Sudarmaji. 1997. Petunjuk Praktikum Kualitas Air. Yogyakarta: Laboratorium Hidrologi dan Kualitas Air. Fakultas Geografi, UGM.

Sudrajat R,. 1994. Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif. Bogor: Puslitbang Hasil Hutan.

Susanti A. 2009. Potensi kulit kacang tanah sebagai adsorben zat warna reaktif

Cibacron Red [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Susanto SKS. 1973. Seni Kerajinan Batik Indonesia. Jakarta: Balai Penelitian Batik dan Kerajinan, Lembaga Penelitian dan Pendidikan Industri, Departemen Perindustrian Republik Indonesia.

(20)

12

Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

(21)

13

(22)

14

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pengarangan serbuk gergaji kayu mindi

(500º

C, 5 jam)

Perendaman dalam H

3

PO

4

5 dan 10%

Pengeringan-udara

Aktivasi kimia

variasi suhu dan waktu

650, 750 º

C selama 70, 100 menit

Pencirian

SNI 06-3730-1995

Adsorpsi Limbah Industri

Uji: Intensitas Warna, KOK dan KOB

(23)

15

Lampiran 2 Hasil Pencirian arang aktif serbuk gergaji kayu mindi

AM 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 AAK SNI (1995)

Butiran Serbuk

Rendemen (%) 53.75 37.5 26.25 20,00 62.5 53.75 66.25 60.00 42.5 30.00 40.00 36.25 - -

Kadar Air (%) 2.51 10.06 9.87 1.33 5.59 8.10 5.66 3.20 6.77 6.2 4.65 3.58 4.49 5.93 Maks 4.5 Maks 15

Kadar Zat Mudah Menguap (%) 1.21 7.42 7.30 5.67 5.69 5.45 4.76 4.74 5.44 4.58 5.91 1.80 1.83 2.48 Maks 15 Maks 25

Kadar Abu (%) 5.28 9.07 1.02 1.09 1.61 2.03 5.76 7.01 7.68 7.56 7.89 1,.11 1.75 3.65 Maks 2.5 Maks 10

Karbon Terikat (%) 8.26 8.35 8.25 8.33 7.81 7.42 8.95 8.83 8.69 8.78 8.62 7.09 6.42 7.16 - -

Benzen Terjerap (%) 8.34 19.82 26.83 26.28 33.3 15.03 13.66 13.90 15.03 30.13 39.17 2.30 3.53 1.28 Min 25 -

Kloroform Terjerap (%) 10.91 29.6 28.66 42.79 27.52 17.65 24.91 24.00 24.74 33.67 56.41 37.77 38.65 14.82 - -

Daya Jerap Iodin (mg/g) 360.46 867.35 934.14 945 1008.41 943.51 807.15 813.32 751.10 818.15 1182.29 1145.73 1147.38 203.90 Min 750 Min 750

Keterangan:

AM : Arang Mindi Blanko (AMB) 53 : AMB aktivasi 650 oC 70’

54 : AMB aktivasi 650 oC, 100’

55 : AMB aktivasi 750 oC, 70’

56 : AMB aktivasi 750 oC, 100’

57 : AM H3PO4 5 %, aktivasi 650 oC, 70’

58 : AM H3PO4 5 %, aktivasi 650 oC, 100’

59 : AM H3PO4 5 %, aktivasi 750 oC, 70’

60 : AM H3PO4 5 %, aktivasi 750 oC, 100’

61 : AM H3PO4 10 %, aktivasi 650 oC, 70’

62 : AM H3PO4 10 %, aktivasi 650 oC, 100’

63 : AM H3PO4 10 %, aktivasi 750 oC, 70’

64 : AM H3PO4 10 %, aktivasi 750 oC, 100’

(24)

16

Lampiran 4 Analisis statistika kondisi optimum arang aktif

Kondisi optimum yang dihasilkan:

waktu

= 60 menit

bobot

= 3.0 g

konsentrasi = 150 ppm

Profiles for Predicted Values and Desirability

Bobot

0.0000 3827.5 6500.0

waktu konsentrasi Desirability

#1 #2 #3 #4 #5 #6 #7 #8 #9 #10 #11 #12 #13 #14 #15 #16 #17

#18#20#210.#22#23#24#25#26#27#28#29#30#31#32#33#34#35#36#37#38#39#40#41#42#43#44#45#46#47#49#50.5#51#52#53#54#55#56#57#58#59#60#61#62#63#64#65#66#67#68#69#70#71#72#73#74#75#76#97#96#88#95#94#93#92#91#90#89#79#87#86#85#84#83#82#81#80#78#981. 1202.0 3100.1 4998.2

Q

A

A

10.000 75.562 110.00

#1 #2 #3 #4 #5 #6 #7 #8 #9 #10 #11 #12 #13 #14 #15 #16 #170.

#19#20#21#22#23#24#25#26#27#28#29#30#31#32#33#34#35#36#37#38#39#40#41#42#43#44#45#46#47#49#50.5#51#52#53#54#55#56#57#58#59#60#61#62#63#64#65#66#67#68#69#70#71#72#73#74#75#76#77#88#96#95#94#93#92#91#90#89#97#87#86#85#84#83#82#81#80#791. 28.115 58.103 88.091

%

A

A

1. 3.

.73968

30. 60. 50. 150.

D

e

s

ir

a

b

ili

(25)

17

Lampiran 5 Isoterm Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi

Cibacron Red

oleh

arang aktif

No

c0 *ca

m (g)

Isoterm Langmuir

Isoterm Freundlich

(ppm) (ppm)

c x* x/m log c log x/m

1 0

2 25 24.2839 1.0001 24.2839 0.7161 0.7160 1.3853 -0.1451

3 50 48.3175 1.0000 48.3175 1.6825 1.6825 1.6841 0.2260

4 75 72.5362 1.0002 72.5362 2.4638 2.4633 1.8606 0.3915

5 100 94.1526 1.0000 94.1526 5.8474 5.8474 1.9738 0.7670

6 150 142.2038 1.0003 145.2038 7.9039 7.9015 2.1526 0.8977

*

c

a digunakan sebagai peubah c pada rumus isoterm Langmuir dan Freundlich,

Bobot biosorben digunakan sebagai peubah m pada rumus isoterm Langmuir

dan Freundlich. Nilai x = c0−ca

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 1.8683x – 10.9935

dengan r = 94.33%. maka dari persamaan

C

m

x

c

α

αβ

1

1

/

=

+

. diperoleh nilai α

= 0.5352 dan β = –0.1699. Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh

y = 1.5220x – 0.5878 dengan r

= 96.09%. maka dari persamaan log (

m

x

) =

n

1

log c + log k. diperoleh nilai n = 0.6570 dan k = 0.2583

Lampiran 6 Penentuan intensitas warna dan persen penurunan warna untuk

adsorpsi limbah industri tekstil

Jenis

adsorben

Waktu

(menit)

Bobot

(g)

Gambar

Intensitas

warna

(unit Pt-Co)

Penurunan

warna(%)

Limbah

Tekstil

-

-

1940

-

Arang

Aktif

Gambar

Tabel 2  Sifat kimia kayu mindi
Gambar 1  Struktur Cibacron Red        (Aldrich 2007).
Gambar  3  Isoterm Langmuir adsorpsi

Referensi

Dokumen terkait

BAB IV memuat tentang hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan inti dari skripsi ini yang meliputi faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya

Kombinasi satuan bentuklahan dan vegetasi dapat dijadikan satuan pemetaan kehilangan tanah di DAS Bompon Dalam konteks faktor penyebab erosi, dinamika vegetasi di

Kekuatan acuan yang terbuat dari baja lurus, harus diuji, dan harus memenuhi persyaratan bahwa acuan harus tidak melendut lebih besar dari 6,4 mm (1/4 inch)

Menurut Rachmat dan Wahyono (2007) efektivitas pengaruh pestisida nabati tergantung dari bahan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama dapat memiliki resistensi

Teguh Yuwono, S.Hut., M.P Agus Affianto, S.Hut., M.Si Ratih Madya Septiana, S.Hut.,

Penelitian ini menggunakan data yang berkaitan dengan pengalokasian Rencana Bisnis Anggaran (Studi Kasus pada Pemerintah Kabupaten Lamongan). Data yang digunakan untuk

Setelah melakukan penimbangan maka krani timbang akan membuat Print Out Timbang (POT) dengan menginput ke dalam TrPOT dan membaca dari TrSPPB, Print Out Timbang (POT)

a. Unit Kearsipan membuat daftar arsip inaktif berdasarkan daftar arsip yang dipindahkan dari unit pengolah. Unit kearsipan mengolah daftar arsip inaktif dengan menambahkan