• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Multiple Intelligences Siswa Melalui Project Based Learning pada Materi Koloid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Multiple Intelligences Siswa Melalui Project Based Learning pada Materi Koloid"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

PROJECT BASED LEARNING PADA MATERI KOLOID

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

DECCIA CITRA NIM 1111016200029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

INTELLIGENCES SISWA MELALUI PROJECT BASED LEARNING PADA MATERI KOLOID

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis aspek kecerdasan dan kualitas multiple intelligences siswa kelas XI IPA 1 MAN 3 Tangerang ketika diterapkan model pembelajaran project based leaarning. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016 di XI IPA 1 MAN 3 Tangerang. Sampel penelitian ini terdiri dari 30 siswa XI IPA 1. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Instrumen yang digunakan adalah angket, lembar observasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua aspek kecerdasan majemuk siswa muncul, yaitu kecerdasan logika matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan linguistik, kecerdasan body-kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapesonal, dan kecerdasan naturalis. Kecerdasan interpersonal berada pada kategori sangat baik. Kualitas kecerdasan siswa umumnya berada pada kategori baik, yaitu kecerdasan logika matematis, kecerdasan linguistik, kecerdasan body-kinestetik, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis. Kecerdasan visual-spasial siswa cukup baik, dan kecerdasan musikal siswa kurang baik.

(6)

v

Students Through Project Based Learning Materials in Colloid

The purpose of this study to analyze multiple aspects of intelligence and quality of students’s multiple intelligences class XI IPA 1 MAN 3 Tangerang when applied leaarning project based learning model. The research was conducted in the second semester of the academic year 2015/2016 in the XI IPA 1 MAN 3 Tangerang. The research sample consisted of 30 students of XI IPA 1. The method used is descriptive. The instrument used was a questionnaire, observation sheets, and interviews. The results showed that all aspects of the multiple intelligences of students emerged, namely logical-mathematical intelligence, visual-spatial intelligence, linguistic intelligence, body-kinesthetic intelligence, musical intelligence, interpersonal intelligence, intrapesonal intelligence and naturalist intelligence. Interpersonal intelligence are in the very good category. The quality of student intelligence generally in good category, namely logical-mathematical intelligence, linguistic intelligence, body-kinesthetic intelligence, intrapersonal intelligence and naturalist intelligence. Visual-spatial intelligence is quite good students, and students lack good musical intelligence.

(7)

vi

dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad SAW, Rasul yang akan memberikan syafaat bagi kita di hari akhir nanti, Amin.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat akademis untuk menyelesaikan studi S1 program studi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, dengan judul “Analisis Multiple Intelligences Siswa Melalui Project Based Learning pada Materi Koloid”.

Keberhasilan penulis ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Semoga dapat menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah SWT. Secara khusus, rasa terima kasih dan apresiasi disampaikan kepada:

1. Prof. Dr. A. Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Burhanudin Milama, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dedi Irwandi, M.Si, selaku pembimbing yang telah membantu penulis

dengan ilmu, masukan, dan pencerahannya sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

5. Salamah Agung, Ph.D , selaku pembimbing yang telah membantu penulis dengan ilmu, masukan, dan pencerahannya sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

(8)

vii

8. Ayahanda tersayang Saproni dan ibunda tercinta Nurhayani yang telah memberi dukungan kepada penulis tak terhingga. Semoga Allah SWT menyayangi keduanya sebagaimana keduanya menyayangi penulis.

9. Adik-adik tersayang, Lisa Fela dan Aldi Hafis, tempat berkeluh kesah dan sumber inspirasi bagi penulis.

10.Keluarga besar Program Studi Pendidikan Kimia 2011, terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan doa yang telah diberikan.

Akhirnya, hanya doa yang dapat penulis panjatkan agar segala kebaikan yang telah dilakukan semua pihak dibalas oleh Allah SWT dengan sebaik-baik balasan. Penulis juga berharap semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan, serta menambah pustaka dan referensi bagi yang membutuhkan. Saran dan masukan sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan penelitian ini.

Jakarta, Juni 2016

Deccia Citra

(9)

viii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACK... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teoritis ... 8

1. Multiple Intellegences ... 8

a. Pengertian Kecerdasan ... 8

b. Pengertian Multiple Intelligences ... 8

c. Hubungan Multiple Intellegences dengan Perkembangan Otak ... 13

2. Project Based Learning... 17

a. Pengertian Project Based Learning ... 17

b. Karakteristik Project Based Learning... 17

(10)

ix

d. Langkah-Langkah Project Based Learning ... 20

3. Koloid ... 21

a. Pengertian Sistem Koloid ... 21

b. Komponen Penyusun Koloid ... 21

c. Jenis-jenis Koloid ... 22

d. Koloid dalam Kehidupan Sehari-Hari... 23

e. Sifat-Sifat Koloid ... 24

f. Koloid Liofil dan Liofob ... 26

g. Pembuatan Koloid ... 28

B. Penelitian Relevan ... 29

C. Kerangka Berfikir ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

B. Metode Penelitian ... 34

C. Alur Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sampel ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 37

1. Lembar Angket ... 37

2. Lembar Observasi ... 37

F. Tehnik Pengumpulan Data ... 38

1. Angket ... 38

2. Observasi ... 38

G. Validitas Instrumen ... 39

H. Teknik Analisis Data ... 40

1. Analisis Hasil Lembar Angket ... 40

2. Analisis Hasil Lembar Observasi ... 40

3. Interpretasi Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 42

(11)

x

2. Hasil Lembar Observasi ... 43

B. Pembahasan ... 45

1. Multiple Intellegences berdasarkan Delapan Aspek Kecerdasan ... 45

a. Kecerdasan Logika Matematis ... 45

b. Kecerdasan Visual-Spasial ... 47

c. Kecerdasan Linguistik ... 48

d. Kecerdasan Body-Kinestetik ... 49

e. Kecerdasan Musikal ... 51

f. Kecerdasan Interpersonal ... 52

g. Kecerdasan Intrapersonal ... 54

h. Kecerdasan Naturalis ... 55

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 57

(12)

xi

Tabel 2.2 Tahapan Pembelajaran Project Based Learning menurut Everston ... 20

Tabel 2.3 Perbandingan Sifat Larutan. Koloid, dan Suspensi... 22

Tabel 2.4 Jenis-Jenis Koloid ... 23

Tabel 2.5 Perbedaan Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob ... 28

Tabel 3.1 Pengkategorian Skor ... 41

Tabel 4.1 Hasil Angket Multiple Intellegences Siswa ... 43

[image:12.595.118.513.170.587.2]
(13)

xii

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis SK/KD Lampiran 2. RPP Pertemuan 1 Lampiran 3. RPP Pertemuan 2 Lampiran 4. LKS Pertemuan 1 Lampiran 5. Transkrip Wawancara Lampiran 6. Hasil Wawancara Lampiran 7. Lembar Angket

Lampiran 8. Lembar Observasi Pertemuan 1 Lampiran 9. Kisi-Kisi Lembar Observasi Lampiran 10. Lembar Observasi Pertemuan 2

Lampiran 11. Lembar Validasi Instrumen Validator 1

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Logika Matematis Lampiran 13. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Visual-Spasial Lampiran 14. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Linguistik Lampiran 15. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Body-Kinesteik Lampiran 16. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Musikal

Lampiran 17. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Interpersonal Lampiran 18. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Intrapersonal Lampiran 19. Hasil Perhitungan Angket Kecerdasan Naturalis

Lampiran 20. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Logika Matematis Lampiran 21. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Visual-Spasial Lampiran 22. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Linguistik Lampiran 23. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Body-Kinestetik Lampiran 24. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Musikal

Lampiran 25. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Interpersonal Lampiran 26. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Intrapersonal Lampiran 27. Hasil Perhitungan Observasi Kecerdasan Naturalis Lampiran 28. Hasil Observasi Pertemuan 1

(15)

xiv Lampiran 30. Hasil Angket Siswa

Lampiran 31. Surat Permohonan Izin Penelitian Lampiran 32. Surat Keterangan Penelitian Lampiran 33. Lembar Uji Referensi

(16)

1

Pendidikan dapat dipandang sebagai proses penting untuk memenuhi janji kemerdekaan. Pendidikan yang berkualitas akan mencetak generasi masa depan yang juga berkualitas. Sesuai amanat UUD 1945 untuk mencerdaskan bangsa, maka pemerintah berupaya mewujudkannya dengan mengeluarkan UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa:

(17)

hasil PISA, Indonesia berada pada urutan kedua terbawah dari 65 negara peserta dengan perolehan skor sains 382 dari skor rata-rata OECD sebesar 501 (OECD PISA Result, 2012, hlm. 5). Hal tersebut berarti bahwa kualitas kompetensi siswa Indonesia masih rendah dan belum dikembangkan secara optimal pada proses pembelajaran.

Pada dasarnya manusia memiliki berbagai kecerdasan yang terdapat dalam dirinya, hanya tidak semua kecerdasan tersebut dapat berkembang sehingga menjadi keunggulan dari dirinya (Sujiono & Sujiono, 2010, hlm. 52). Salah satu jenis kecerdasan yang berkembang saat ini adalah mutiple intelligences atau kecerdasan majemuk yang dikembangkan oleh Gardner. Teori ini mengatakan bahwa “tidak ada seseorang yang bodoh atau pintar yang ada hanya seseorang yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan saja” (Sujiono & Sujiono, 2010, hlm. 49). Masing-masing individu dapat memiliki lebih dari satu kecerdasan. Kecerdasan tersebut meliputi kecerdasan logika matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan linguistik, kecerdasan body-kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis (Armstrong, 2003, hlm. 2-4). Namun permasalahannya pemahaman guru tentang aspek kecerdasan majemuk masih rendah. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu guru kimia yang mengatakan bahwa guru tersebut belum mengetahui tentang aspek-aspek multiple intelligences (lampiran hlm. 105).

(18)

siswa. Sesuai hasil wawancara yang dilakukan untuk mengetahui kecerdasan siswa dapat dilakukan dengan tes IQ. Padahal kecerdasan siswa tidak hanya dipandang dari skor tes IQ saja, tetapi dapat dilihat dari kemampuan menyelesaikan masalah dan kemampuan menciptakan sesuatu (Sujiono & Sujiono, 2010, hlm. 48). Akibatnya guru tidak dapat mengembangkan kecerdasan yang dimiliki siswa secara optimal.

Berdasarkan amanat UU No. 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa guru dituntut untuk mampu mengembangkan potensi siswa dari segala aspek, tidak hanya dari kognitifnya saja, tetapi juga psikomotor serta afektif siswa. Maka dibutuhkan pendekatan pembelajaran yang memfasilitasi potensi siswa agar kompetensi yang diharapkan dapat tercapai optimal. Kenyataannya, banyak guru belum memperhatikan penggunaan model yang sesuai untuk mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa. Hal ini disebabkan kurangnya pemahaman guru terhadap model pembelajaran yang dapat menunjang pengembangan kecerdasan majemuk siswa. Sesuai hasil wawancara yang dilakukan kepada guru kimia MAN 3 Tangerang yang menyatakan bahwa belum mengetahui secara pasti tentang model pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kecerdasan majemuk siswa (lampiran hlm. 105). Untuk itu dibutuhkan pemahaman tentang model pembelajaran yang sesuai untuk memfasilitasi kecerdasan siswa dan sesuai pula dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia.

(19)

Selain itu penelitian serupa didukung oleh Xie dan Lin (2009, hlm. 106) yang menunjukkan bahwa hasil evaluasi pada kelas yang menerapkan multiple intelligences lebih unggul dibandingkan menggunakan pembelajaran tradisional dilihat dari kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan proyek-proyek desain. Berdasarkan penelitian tersebut dapat dijadikan acuan untuk memilih project based learning sebagai model pembelajaran untuk menganalisis multiple intelligences siswa.

Istiqomah Addiin beserta rekan melakukan penelitian penerapan model pembelajaran project based learning pada materi larutan asam dan basa di kelas XI IPA 1 SMA Negeri Karanganyar tahun ajaran 2013/2014. Hasilnya adalah pembelajaran dengan model project based learning ditinjau dari kualitas proses dan kognitif siswa mendapatkan hasil yang tinggi dibandingkan dengan metode belajar tradisional. Untuk itu dibutuhkan kajian lebih lanjut mengenai efektifitas kecerdasan majemuk siswa jika diterapkan model project based learning. Penelitian tersebut dapat dijadikan acuan bahwa untuk menganalisis kecerdasan majemuk, dapat juga diterapkan dalam pembelajaran kimia melaui model project based learning (Addiin, Redjeki, & Ariani, 2014, hlm. 7).

(20)

B. Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah diuraikan. Maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah berdasarkan hasil PISA tahun 2006-2012.

2. Pemahaman guru tentang aspek multiple intelligences masih rendah.

3. Guru belum memperhatikan penggunaan model yang sesuai untuk mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa. 4. Minimnya pemahaman guru terhadap model pembelajaran yang

dapat menunjang pengembangan kecerdasan majemuk siswa.

C. Pembatasan Masalah

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan pada analisis multiple intelligences siswa melalui project based learning, yaitu:

1. Multiple intelligences siswa yang diamati meliputi 8 aspek, yaitu: kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis yang dikemukakan oleh Armstrong.

2. Model yang dipakai dalam pembelajaran ini adalah model project based learning.

3. Pokok bahasan yang diteliti hanya konsep koloid.

4. Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini:

(21)

2) Bagaimana kualitas dari setiap aspek yang muncul?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk mengetahui aspek-aspek multiple intelligences siswa yang muncul ketika diterapkan model pembelajaran project based learning pada materi koloid.

2) Untuk mengetahui kualitas dari setiap aspek yang muncul.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi Siswa

Mengetahui beragam kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh siswa, sehingga mereka dapat melatih dan mengembangkan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh mereka agar mendapatkan hasil yang optimal dalam mengaplikasikan hasil pembelajaran kimia.

2. Bagi Guru

Sebagai bahan pertimbangan dan rujukan bagi guru untuk membantu siswa mengembangkan setiap potensi kecerdasan yang mereka miliki. Sehingga guru lebih mudah untuk mengajarkan suatu konsep kimia sesuai kecerdasan masing-masing siswa, agar pelajaran yang telah diajarkan dapat diaplikasikan secara optimal oleh siswa. Selain itu guru dapat lebih menghargai kemampuan siswa berdasarkan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh masing-masing siswa.

3. Bagi Sekolah

(22)

4. Bagi Peneliti

(23)

8

a. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan didefinisikan sebagai “kemampuan untuk menyelesaikan masalah, atau menciptakan produk, yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya dan masyarakat” (Gardner, 2003, hlm. 22). Gardner (dalam Chatib, 2011, hlm. 132) mendefinisikan bahwa

Intelligences is the ability to find and solve problems and create products of value in one’s own culture”. Kecerdasan merupakan kemampuan untuk menemukan dan menyelesaikan masalah dan menciptakan nilai produk dalam suatu budaya. Selain itu kecerdasan dapat pula didefinisikan sebagai ungkapan dari cara berpikir seseorang yang dapat dijadikan modalitas dalam belajar.

Sedangkan Chatib (2011, hlm. 132) menafsirkan pemikiran dari Gardner bahwa kecerdasan seseorang tidak diukur dari hasil tes psikologi standar, namun dapat dilihat dari kebiasaan seseorang terhadap dua hal. Pertama, kebiasaan menyelesaikan masalahnya sendiri (problem solving). Kedua, kebiasaan seseorang menciptakan produk-produk baru yang punya nilai budaya (creativity).

b. Pengertian Multiple Intelligences

Kecerdasan majemuk atau multiple intelligences adalah

(24)

Definisi multiple intelligences menurut Gardner (dalam Sujiono dan Sujiono, 2010, hlm. 49) adalah “sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoperasikan dunia, baik itu benda-benda yang konkret maupun hal-hal yang abstrak”.

Gardner (2003, hlm. 33) mengungkapkan bahwa Kami percaya teori kecerdasan ini mungkin lebih manusiawi dan lebih dapat dipercaya daripada pandangan alternatif mengenai kecerdasan dan bahwa teori ini lebih mencerminkan secara memadai data mengenai tingkah laku

“kecerdasan” manusia. Teori seperti ini memiliki implikasi pendidikan

yang penting termasuk untuk pengembangan kurikulum”.

Gardner membuat kriteria dasar yang pasti untuk setiap kecerdasan agar dapat membedakan talenta atau bakat secara mudah sehingga dapat mengukur cakupan yang lebih luas potensi manusia, baik anak-anak maupun orang dewasa. Gardner pada mulanya memaparkan 7 (tujuh) aspek intelegensi yang menunjukkan kompetensi intelektual yang berbeda, kemudian menambahkannya menjadi 8 (delapan) aspek kecerdasan, yang terdiri dari kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematika, kecerdasan fisik/kinestetik, kecerdasan spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis, tetapi dalam Yuliani dan Bambang Sujiono menambahkan menjadi 9 (sembilan), yaitu kecerdasan spiritual. Karena kecerdasan ini ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang kental dengan nuansa keberagamaan (Sujiono & Sujiono, 2010, hlm. 55).

Gardner (dalam Armstrong, 2003) memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif atau delapan kecerdasan dasar, yaitu:

1. Kecerdasan Matematis-Logis

(25)

komputer, ahli logika). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada pola dan hubungan logis, pernyataan dan dalil (jika-maka, sebab-akibat), fungsi logis dan abstraksi-abstraksi lain. proses yang digunakan dalam kecerdasan matematis-logis ini antara lain: kategorisasi, klasifikasi, pengambilan kesimpulan, generalisasi, perhitungan, dan pengujian hipotesis.

2. Kecerdasan Linguistik

Kemampuan menggunakan kata secara efektif, baik secara lisan (misalnya, pendongeng, orator atau politisi) maupun tertulis (misalnya: sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa atau struktur bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa, dimensi pragmatik atau penggunaan praktis bahasa. Penggunaan bahasa ini antara lain mencakup retorika (penggunaan bahasa untuk mempengaruhi orang lain melakukan tindakan tertentu), mnemonik atau hafalan (penggunaan bahasa untuk mengingat informasi), eksplanasi (penggunaan bahasa untuk memberi informasi), dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri).

3. Kecerdasan Visual-Spasial

Kemampuan mempersepsi dunia spasial-visual secara akurat (misalnya, sebagai pemburu, pramuka, pemandu) dan mentransformasikan persepsi dunia spasial-visual tersebut (misalnya dekorator interior, arsitek, seniman atau penemu). Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan antarunsur tersebut.Kecerdasan ide secara visual atau spasial, dan mengorientasikan diri secara tepat dalam matriks spasial.

4. Kecerdasan Body-Kinestetik

Keahlian menggunakan seluruh tubuh untuk mengekspresikan ide dan perasaan (misalnya sebagai aktor, pemain pantomim, atlet, atau penari) dan keterampilan menggunakan tangan untuk menciptakan atau mengubah sesuatu (misalnya sebagai perajin, pematung, ahli mekanik, dokter bedah). Kecerdasan ini meliputi kemampuan-kemampuan fisik yang spesifik, seperti koordinasi, keseimbangan, keterampilan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan maupun kemampuan menerima rangsangan (proprioceptive) dan hal yang berkaitan dengan sentuhan (tactile dan haptic).

5. Kecerdasan Musikal

(26)

titinada atau melodi, dan warna nada atau warna suara suatu lagu. Orang dapat memiliki pemahaman musik figural atau

“atas-bawah” (global-intuitif), pemahaman formal atau “bawah

-atas” (analitis, teknis) atau keduanya.

6. Kecerdasan Interpersonal

Kemampuan mempersepsi dan membedakan suasana hati, maksud, motivasi, serta perasaan orang lain. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat; kemampuan menanggapi secara efektif tanda tersebut dengan tindakan pragmatis tertentu (misalnya mempengaruhi sekelompok orang untuk melakukan tindakan tertentu).

7. Kecerdasan Intrapersonal

Kemampuan memahami diri sendiri dan bertindak berdasarkan pemahaman tersebut. Kecerdasan ini meliputi kemampuan memahami diri yang akurat (kekuatan dan keterbatasan diri); kesadaran akan suasana hati, maksud, motivasi, temperamen, dan keinginan, serta kemampuan berdisiplin diri, memahami dan menghargai diri.

8. Kecerdasan Naturalis

Keahlian mengenali dan mengkategorikan spesies (flora dan fauna) dilingkungan sekitar. Kecerdasan ini meliputi kepekaan pada fenomena alam lainnya (misalnya formasi awan dan gunung-gunung) dan bagi mereka yang dibesarkan di lingkungan perkotaan, kemampuan membedakan benda tak hidup, seperti mobil, sepatu karet, dan sampul kaset CD. (hlm. 2-4)

Selain itu definisimultiple intelligences lainnya yaitu: 1. Kecerdasan Logika Matematis

Kecerdasan logika matematis adalah “kemampuan untuk menangani bilangan dan perhitungan, pola dan pemikiran logis serta ilmiah” (Lwin, Khoo, Lyen & Sim, 2008, hlm. 43).

2. Kecerdasan Linguistik

Kecerdasan Linguistik mengacu pada “kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca,

dan menulis” (Lwin, dkk, 2008, hlm. 11). 3. Kecerdasan Visual-Spasial

(27)

memperhatikan rincian kecil yang kebanyakan orang lain mungkin tidak memperhatikan” (Lwin, dkk, 2008, hlm. 73). 4. Kecerdasan Body-Kinestetik

Kecerdasan Body-Kinestetik “memungkinkan manusia membangun hubungan yang penting antara pikiran dan tubuh, dengan demikian memungkinkan tubuh untuk memanipulasi

objek dan menciptakan gerakan” (Lwin, dkk, 2008, hlm. 167). 5. Kecerdasan Musikal

Kecerdasan musikal adalah “kemampuan untuk menyimpan nada dalam benak seseorang, untuk mengingat irama itu dan secara emosional terpengaruh oleh musik” (Lwin, dkk, 2008, hlm. 135).

6. Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan interpersonal adalah “kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita. Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan, tempramen, suasana hati, maksud dan keinginan orang lain dan menanggapinya secara bijak” (Lwin, dkk, 2008, hlm. 197).

7. Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal adalah “kecerdasan mengenai diri sendiri.Kecerdasan ini merupakan kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri” (Lwin, dkk, 2008, hlm. 233).

(28)

c. Hubungan Multiple Intelligences dengan Perkembangan Otak

Berdasarkan hukum perkembangan otak, diketahui bahwa

“apabila otak diberi rangsangan melalui stimulus yang masuk melalui panca indra maka otak itu akan terus bekerja dan sebaliknya apabila otak tidak dirangsang maka akan dimusnahkan. Berkaitan dengan hal tersebut stimulasi otak dapat mengacu pada proses kerja otak, yaitu mengindra segala sesuatu yang ada di lingkungan melalui seluruh alat-alat indra kemudian melalui serabut-serabut otak menjadi gelombang listrik dan disimpan dalam otak menjadi memori atau ingatan yang kemudian dapat dimunculkan kembali” (Sujiono & Sujiono, 2010, hlm. 50). Menurut Semiawan (dalam Sujiono dan Sujiono, 2010, hlm. 50) berpendapat bahwa “otak yang selalu diberi stimulus akan semakin memperbanyak dan memperkaya jaringan sel neuronnya dan sebaliknya apabila tidak mendapat stimulus maka pertumbuhan otak akan berhenti sama sekali”.Chatib (2011) mengungkapkan bahwa:

“…Tiga hal penting yang disebutkan Gardner sangat berkaitan

dengan dunia pendidikan. Setiap area otak yang disebut “lobus of brain” ternyata punya komponen inti berupa potensi kepekaan yang akan muncul dari setiap area otak apabila diberi stimulus yang tepat. Akibat adanya stimulus yang tepat, kepekaan inilah yang akan menghasilkan kompetensi. Apabila kompetensi tersebut dilatih terus menerus dalam jenjang silabus yang tepat, dari kompetensi akan muncul kondisi akhir terbaik seseorang. Kondisi

akhir terbaik inilah yang disebut kebanyakan orang”profesi”.

Namun, jika stimulus yang diberikan tidak tepat, kompetensi tersebut tidak akan muncul menonjol atau hanya biasa-biasa saja.”(hlm. 135).

[image:28.595.138.518.675.757.2]

Berikut hubungan kompetensi dengan multiple intelligences yang dipaparkan oleh Chatib (2011):

Tabel 2.1 Hubungan Kompetensi dan Stimulus dengan Multiple Intelligences

No. Kompetensi Inti Kompetensi Kecerdasan Area Otak

(29)

kata, dan bahasa. berdiskusi, berargumentasi, berdebat. frontal-(Bronca dan Wenicke) 2. Kepekaan

memahami pola-pola logis atau numerik dankemampuan mengolah alur pemikiran yang panjang. Kemampuan berhitung, bernalar, dan berpikir logis, memecahkan masalah. Matematis-Logis Lobus frontal-kiri Pariental-kanan

3. Kepekaan merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat. Kemempuan menggambar, memotret, membuat patung,mendesain. Visual-Spasial Bagian- belakang- hemisfer-kanan

4. Kepekaan

menciptakan dan mengapresiasi irama, pola titi-nada, dan warna nada, serta apresiasi bentuk-bentuk ekspresi emosi musikal. Kemampuan menciptakan lagu, membentuk irama, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat musik. Musikal Lobus- temporal-kanan

5. Kepekaan megkontrol gerak tubuh dan kemahiran

(30)

mengelola objek, respons, dan refleks, korteks 6. Kepekaan mencerna dan merespons secara tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan keinginan orang lain. Kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial yang tinggi, negosiasi, bekerja sama, punya empati yang tinggi. Interpersonal Lobus frontal Lobus-temporal Hemisfer-kanan Sistem limbik 7. Kepekaan memahami perasaan sendiri dan kemampuan membedakan emosi, pengetahuan tentang kekuatan dan kelemahan diri. Kemampuan mengenali diri sendiri secara mendalam, kemampuan intuitif dan motivasi diri, penyendiri, sensitif terhadap nilai diri dan tujuan hidup. Intrapersonal Lobus frontal Lobus -pariental Sistem limbik

8. Kepekaan membedakan spesies, mengenali eksistensi spesies lain, dan Kemampuan meneliti gejala-gejala alam, mengklasifikasi, identifikasi.

(31)

memetakan hubungan antarbeberapa spesies.

Contoh: area otak lobus temporal kiri dan lobus depan terdapat kepekaan terhadap bunyi, struktur, makna, fungsi kata, dan bahasa. Apabila pada area ini deberikan stimulus yang sesuai, akan muncul kompetensi membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi, dan berdebat yang baik. (hlm. 136-137)

Poin-poin kunci dalam multiple intelligences yang dikemukakan oleh Armstrong (2003) adalah:

a) Setiap orang memiliki kedelapan kecerdasan

Teori kecerdasan majemuk bukanlah teori “teori jenis” untuk

menentukan satu kecerdasan yang sesuai.Teori ini adalah teori fungsi kognitif, yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas dalam kedelapan kecerdasan tersebut. Tentu saja, kedelapan kecerdasan tersebut berfungsi berbarengan dengan cara yang berbeda-beda pada diri setiap orang.

b) Orang pada umumnya dapat mengembangkan setiap kecerdasan sampai pada tingkat penguasaan yang memadai

Gardner berpendapat bahwa setiap orang sebenarnya memiliki kemampuan mengembangkan kedelapan kecerdasan sampai pada kinerja tingkat tinggi yang memadai apabila ia memperoleh cukup dukungan, pengayaan, dan pengajaran.

c) Kecerdasan-kecerdasan umumnya bekerja bersamaan dengan cara yang kompleks

Gardner menunjukkan bahwa setiap kecerdasan sebenarnya adalah

“rekaan”; yakni, tidak ada kecerdasan yang berdiri sendiri dalam

kehidupan sehari-hari. Kecerdasan selalu berinteraksi satu sama lain. Contohnya, untuk memasak makanan, orang harus membaca resep (linguistik), mungkin perlu membaginya menjadi setengah resep (matematis-logis), membuat menu yang dapat memuaskan seluruh anggota keluarga (interpersonal), dan juga memenuhi selera dirinya sendiri (intrapersonal).

(32)

menunjukkan bakat, baik dalam satu kecerdasan tertentu maupun antarkecerdasan. (hlm 16-18)

2. Project Based Learning

a. PengertianProject based learning

Thomas (dalam Wena, 2011, hlm. 144) pembelajaran berbasis proyek merupakan “model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek”.

Selain itu definisi lain dari project based learning adalah “a systematic teaching method that engages students in learning essential

knowledge and life-enhancing skills through an extended, student-influenced inquiry process that is structured around complex, authentic questions and carefully designed products and taks” (Evertson & Weinstein, 2006, hlm. 587). Artinya bahwa metode pembelajaran sistematis yang melibatkan siswa dalam pembelajaran bermakna dan meningkatkan keterampilan hidup yang luas, proses penyelidikan yang mempengaruhi siswa secara terstruktur, pertanyaan autentik dan mentelaah perancangan produk dan tugas.

(33)

melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri (Thomas, 2000, hlm. 1).

Selain itu project based learning didefinisikan sebagai “sebuah pembelajaran dengan aktivitas jangka panjang yang melibatkan siswa dalam merancang, membuat, dan menampilkan produk untuk mengatasi permasalahan dunia nyata” (Sani, 2014, hlm. 172).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, definisi project based learningyang digunakan adalah definisi dari Sani (2014, hlm. 172), bahwa “project based learningmerupakan sebuah pembelajaran dengan aktivitas jangka panjang yang melibatkan siswa dalam merancang, membuat, dan menampilkan produk untuk mengatasi permasalahan dunia nyata”.

b. Karakteristik Project Based Learning

Pembelajaran berbasis proyek adalah “sebuah model pembelajaran yang inovatif, dan lebih menekankan pada belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks" (Wena, 2011, hlm. 145). Fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep inti dari sebuah disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara otonom dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000, hlm. 7).

Sedangkan menurut Buck Institute for Education (dalamWena, 2009)project based learning memiliki karakteristik berikut:

1) Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja.

2) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya.

3) Siswa merancang proses untuk mencapai hasil.

(34)

5) Siswa melakukan evaluasi secara kontinu.

6) Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerkjakan.

7) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya. 8) Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi

kesalahan dan perubahan. (hlm. 145)

Berdasarkan hasil review yang dilakukan oleh Sani (2014) mengemukakan beberapa karakteristik project based learning, yaitu:

1) Fokus pada permasalahan untuk penguasaan konsep penting dalam pelajaran.

2) Pembuatan proyek melibatkan siswa dalam melakukan investigasi konstruktif .

3) Proyek harus realistis.

4) Proyek direncanakan oleh siswa. (hlm. 173)

Sementara itu, menurut Stripling, dkk. (dalamSani, 2014), karakteristik project based learning yang efektif adalah:

1) Mengarahkan siswa untuk menginvestigasi ide dan pertanyaan penting.

2) Merupakan proses inkuiri

3) Terkait dengan kebutuhan dan minat siswaberpusat pada siswa dengan membuat produk dan melakukan presentasi secara mandiri.

4) Menggunakan keterampilan berpikir kreatif, kritis, dan mencari informasi untuk melakukan investigasi, menarik kesimpulan, dan menghasilkan produk.

5) Terkait dengan permasalahan dan isu dunia nyata yang autentik. (hlm. 173-174)

c. Keuntungan Project Based Learning

Menurut Moursund (dalam Wena, 2009) beberapa keuntungan dari pembelajaran berbasis proyek adalah:

1) Increased motivation. Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan motivasi belajar siswa .

2) Increased problem-solving ability. Lingkungan belajar berbasis proyek dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat siswa lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang bersifat kompleks.

(35)

sumber-sumber informasi, maka keterampilan siswa untuk mencari dan mendapatkan informasi akan meningkat. 4) Increased collaboration. Pentingnya kerja kelompok

dalam proyek memerlukan siswa mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.

5) Increased resource-management skills. Pembelajaran berbasis proyek yang diimplementasikan secara baik memberikan pembelajaran dan praktik kepada siswa dalam mengorganisasikan proyek, membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas. (hlm. 147)

d. Langkah-Langkah Project Based Learning

Beberapa ahli berbeda pendapat mengenai tahapan dari project based learning. Ministry of Education Malaysia (2006) memberikan beberapa penjelasan mengenai tahapan project based learning, berikut tahapannya:

1. Memulai dengan memberikan pertanyaan essensial. 2. Merancang rencana untuk pembuatan proyek. 3. Membuat jadwal.

4. Memonitoring siswa dan perkembangan proyek 5. Menilai produk. (hlm. 22)

[image:35.595.142.518.234.749.2]

Sedangkan Everston (2006) mengungkapkan bahwa ada beberapa tingkatan tahapan pelaksanaan project based learning, yaitu (hlm. 590):

Tabel 2.2 Tahap Pembelajaran Project Based Learning menurut Everston (2006)

Tahap Pembelajaran Kegiatan pengelolaan

Tahap Perencanaan Proyek (project planning)

 Menentukan cakupan proyek, masalah, dan ide pemecahan masalah

 Mengembangkan sebuah pertanyaan pengarah

 Pemilihan konten dan penggabungan dengan non konten

 Perencanaan assessmen

 Pengaturan sumber belajar  Menentukan strategi kelompok Tahap

PelaksanaanProyek (project launch)

 Merangsang minat, semangat, dan perhatian para siswa

 Membangun harapan tinggi

(36)

D a l a m p

Penelitian ini, langkah pembelajaran project based learning menurut Everston (2006) yang digunakan karena langkah-langkah project based learning yang dijabarkan lebih sistematis sehingga mudah dipahami dan diterapkan dalam proses pembelajaran.

3. Koloid

a. Pengertian Sistem Koloid

Campuran berdasarkan fase yang terbentuk dikelompokkan menjadi campuran homogen (larutan) dan campuran heterogen.Campuran yang kondisinya antara homogen dan heterogen disebut koloid. Jadi, koloid dapat diartikan sebagai fase peralihan dari campuran homogen menjadi campuran heterogen (Justiana & Muchtaridi, 2009, hlm. 219)

b. Komponen Penyusun Koloid

Sistem koloid tersusun atas dua komponen, yaitu fasa terdispersi dan medium dispersi atau fasa pendispersi.Fasa terdispersi bersifat diskontinu (terputus-putus), sedangkan medium dispersi bersifat kontinu. Pada campuran susu dengan air yang disebut di atas, fasa terdispersi adalah susu, sedangkan medium dispersi adalah air. Perbandingan sifat antara larutan, koloid, dan suspensi disimpulkan dalam Tabel 2.3 berikut ini (Utami, dkk. 2009, hlm. 221):

jadwal, dan penilaian

Tahap Penyelidikan Terbimbing dan Pembuatan Produk (guided inquiry and product creation)

 Memfasilitasi penggunaan sumber belajar  Membantu siswa menentukan tugas dan

kemajuan  Scaffolding

 Mengusahakan keterampilan presentasi Tahap Kesimpulan

Proyek

(project conclution)

(37)
[image:37.595.153.542.128.541.2]

Tabel 2.3 Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi Larutan (Dispersi Molekuler) Koloid (Dispersi Koloid) Suspensi (Dispersi Kasar)

1) Homogen, tidak dapat dibedakan walaupun

menggunakan mikroskop ultra

2) Semua partikel berdimensi

(panjang, lebar, atau tebal) kurang dari 1 nm

3) Satu fasa 4) Stabil

5) Tidak dapat disaring

Contoh: Larutan gula, larutan garam, spiritus, alkohol 70%, larutan cuka, air laut, udara bersih, dan bensin.

1) Secara mikrokopis

bersifat homogen, tetapi heterogen jika diamati oleh mikroskop ultra 2) Partikel

berdimensi antara 1 nm-100 nm

3) Dua fasa

4) Pada umumnya stabil

5) Tidak dapat disaring, kecuali dengan penyaring ultra

Contoh: sabun, susu, santan, jeli, selai, mentega, dan mayones

1) Heterogen

2) Salah satu atau semua dimensi partikelnya lebih besar dari 100 nm

3) Dua fasa 4) Tidak stabil

5) Dapat disaring Contoh: air sungai yang keruh, campuran air dengan pasir, campuran kopi dengan air, dan campuran minyak dengan air

c. Jenis-jenis Koloid

(38)
[image:38.595.145.546.209.704.2]

padat dan buih cair. Mengapa tidak ada buih gas? Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan buih cair. Dengan demikian ada 8 jenis koloid, seperti yang tercantum pada Tabel 2.4 (Utami, dkk. 2009, hlm. 222):

Tabel 2.4 Jenis-jenis Koloid

No. Fasa Terdispersi

Fasa

Pendispersi Nama Contoh

1. Padat Gas Aerosol Asap (smoke), debu di udara 2. Padat Cair Sol Sol emas, sol belerang, tinta, cat 3. Padat Padat Sol padat Gelas berwarna, intan hitam

4. Cair Gas Aerosol Kabut (fog)

5. Cair Cair Emulsi Susu, santan, minyak ikan

6. Cair Padat Emulsi padat Jeli, mutiara, opal

7. Gas Cair Buih Buih sabun, krim kocok

8. Gas Padat Buih padat Karet busa, batu apung

d. Koloid dalam Kehidupan Sehari-hari 1) Industri Kosmetik

Bahan kosmetik, seperti foundation, pembersih wajah, sampo, pelembap badan, deodoran umumnya berbentuk koloid yaitu emulsi.

2) Industri Tekstil

Pewarna tekstil berbentuk koloid karena mempunyai daya serap yang tinggi, sehingga dapat melekat pada tekstil.

3) Industri Farmasi

Banyak obat-obatan yang dikemas dalam bentuk koloid agar stabil atau tidak mudah rusak.

4) Industri Sabun dan Deterjen

(39)

detergen dapat membersihkan kotoran, terutama kotoran dari minyak.

5) Industri Makanan

Banyak makanan dikemas dalam bentuk koloid untuk kestabilan dalam jangka waktu cukup lama.

e. Sifat-Sifat Koloid 1) Efek Tyndall

Gejala pemantulan dan penghamburan cahaya oleh

partikel koloid disebut efek Tyndall. Susunan partikel koloid

menyebabkan berkas sinar akan dihamburkan oleh

partikel-partikel kolid (Justiana & Muchtaridi, 2009, hlm. 224). Gejala ini pertama kali ditemukan oleh Micahel Faraday kemudian

diselidiki lebih lanjut oleh John Tyndall (1820 - 1893), seorang

ahli Fisika bangsa Inggris. Efek Tyndall dapat digunakan untuk

membedakan larutan sejati dari koloid.

2) Gerak Brown

Gerak Brown adalah gerakan partikel-partikel pada

koloid yang arahnya lurus tidak menentu yang disebabkan oleh

tumbukan antara molekul-molekul medium pendispersi dengan

fase terdispersi atau tumbukan antara partikel-partikel

terdispesi (Utami, dkk. 2009, hlm. 226).

Akibat gerak Brown yang terus-menerus akan

menyebabkan berkurangnya efek gaya gravitasi bumi terhadap

partikel fase terdispersi sehingga partikel-partikel terdispersi

tidak dapat mengendap. Gerak Brown ini pertama kali

ditemukan oleh seorang sarjana Biologi bernama Robert Brown

(1773 - 1859).

3) Muatan Listrik pada Partikel Koloid

a) Adsorpsi

Adsorpsi pada koloid adalah peristiwa penyerapan

(40)

dalam air menyerap ion hidrogen (ion H+) sehingga partikel

bermuatan positif, sedangkan koloid As2S3 menyerap ion

hidroksida (ion OH–) sehingga partikel bermuatan negatif.

Sifat adsorpsi dari koloid ini banyak dimanfaatkan untuk

produk-produk tertentu, misalnya pemutihan garam dapur

dan gula pasir.

b) Elektroforesis

Peristiwa elektroforesis adalah peristiwa

bergeraknya partikel-partikel koloid menuju elektrode.

Peristiwa bergeraknya partikel koloid ke dalam satu

elektrode menunjukkan bahwa partikel-partikel koloid

bermuatan listrik.

c) Koagulasi

Koagulasi adalah penggumpalan koloid yang

disebabkan oleh penambahan larutan elektrolit yang

mengandung ion positif (+) dan ion negatif (–). Ion yang

efektif untuk menggumpalkan koloid ialah ion yang

muatannya berlawanan dengan muatan koloid.

Koagulasi koloid yang terjadi di alam adalah

terbentuknya delta di muara sungai. Air sungai yang

mengandung tanah liat atau lempung merupakan koloid

yang bermuatan negatif. Pada saat sampai di muara, air

sungai bertemu air laut yang merupakan larutan elektrolit,

maka tanah liat akan menggumpal atau terjadi koagulasi.

Akibat koagulasi ini lama-lama akan terbentuk delta.

Koagulasi koloid sering dimanfaatkan, dalam kehidupan

sehari-hari maupun diindustri misalnya sebagai berikut.

(1) Penggumpalan karet dalam lateks dengan

penambahan asam cuka.

(41)

d) Koloid Pelindung

Pada beberapa proses, suatu koloid harus dipecahkan. Misalnya, koagulasi lateks. Dilain pihak, koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi, sehingga tidak dapat lagi mengelompok.

Contoh:

(1) Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula. (2) Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan

suatu koloid pelindung.

(3) Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan detergen, juga tergolong koloid pelindung.

e) Dialisis

Pada pembuatan suatu koloid, sering kali terdapat ion-ion yang dapat mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid terbuat dari selaput semipermiabel, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.

f. Koloid Liofil dan Koloid Liofob

(42)

zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka). Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofobjika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berarti tidak suka cairan (Yunani: lio = cairan, phobia = takut atau benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid di atas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob.

Contoh:

1) Koloid hidrofil: sabun, detergen, agar-agar, kanji, dan gelatin.

2) Koloid hidrofob: sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida,

dan sol-sol logam.

Koloid liofil/hidrofil lebih mantap dan lebih kental daripada koloid liofob/hidrofob. Butir-butir koloid liofil/hidrofil membungkus diri dengan cairan/air mediumnya. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Hal demikian tidak terjadi pada koloid liofob/hidrofob. Koloid liofob/hidrofob mendapat kestabilan karena mengadsorpsi ion atau muatan listrik. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa muatan koloid menstabilkan sistem koloid.

(43)
[image:43.595.126.541.143.702.2]

Tabel 2.5 Perbedaan Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob

No. Sol Hidrofil Sol Hidrofob

1. Mendispersi mediumnya Tidak mendispersi mediumnya

2. Dapat dibuat dengan konsentrasi yang

relatif besar Hanya stabil pada konsentrasi kecil

3. Tidak mudah digumpalkan dengan penambahan elektrolit

Mudah digumpalkan pada penambahan elektrolit

4. Viskositas lebih besar daripada mediumnya

Viskositas hampir sama dengan mediumnya

5. Bersifat reversibel Tidak reversibel

6. Efek Tyndall lemah Efek Tyndall lebih jelas

g. Pembuatan Koloid

Sistem koloid dapat dibuat dengan pengelompokan (agregasi) partikel larutan sejati atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar, kemudian diaduk dengan medium pendispersi. Cara yang pertama disebut cara kondensasi, sedangkan yang kedua disebut cara dispersi.

1. Cara Kondensasi

Dengan cara kondensasi, partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan dengan reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut.

2. Cara Dispersi

(44)

B. Penelitian Relevan

Penelitian relevan yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Bas dan Beyhan (2010, hlm. 335) dengan judul “Effects of Multiple Intelliegences Supported Project Based Learning on Student’s Achievement Levels and Attitudes Towards English Lesson” pada Juli 2010 terhadap 50 siswa kelas V SD di Turki. Mereka menyebutkan bahwa hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan yaitu antara skor sikap kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu penelitian ini menemukan bahwa pendekatan kecerdasan ganda (multiple intelligences) lebih efektif dalam perkembangan positif dari sikap siswa. Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa siswa yang dididik oleh kecerdasan ganda (multiple intelligences) didukung pembelajaran berbasis proyek (project based learning) lebih sukses dan memiliki tingkat motivasi yang lebih tinggi daripada siswa yang dididik oleh metode pembelajaran tradisional.

2. Selain itu penelitian serupa didukung oleh Xie dan Lin (2009, hlm. 106) yang berjudul Research on Multiple Intelligences Teaching and Assessment menunjukkan bahwa hasil evaluasi pada kelas yang menerapkan multiple intelligences lebih unggul dibandingkan menggunakan pembelajaran tradisional dilihat dari kemampuan mahasiswa dalam mengerjakan proyek-proyek desain.

(45)

4. Penelitian berikutnya di University of Isfahan, Iran dengan judul “The Effect of Instruction Based on Multiple Intelligences Theory on the Attitude and Learning of General English” pada tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan peningkatan yang signifikan pada mata kuliah Bahasa Inggris Umum antara kelompok eksperimen dan kontrol. Dengan kata lain, siswa diajarkan berdasarkan teori multiple intelligences melebihi siswa yang diajarkan dengan cara tradisional baik secara umum maupun di setiap subbab keterampilan belajar bahasa Inggris (Kosakata, pemahaman bacaan, dan struktur). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap bahasa Inggris di kelompok eksperimen meningkat secara signifikan (Soleimani, Moinnzadeh, Kassaian & Ketabi, 2012, hlm. 45).

5. Penelitian lainnya dengan judul “Implementasi Pendekatan Multiple Intelligences dalam Metode Praktikum Untuk Melihat Peningkatan Keterampilan Proses Sains Siswa SMA” pada tahun 2013 di SMA Negeri 2 Magelang. Subjek penelitian adalah siswa kelas X Semester II tahun pelajaran 2012/2013. Hasilnya adalah peningkatan keterampilan proses sains siswa pada kelompok eksperimen dengan pendekatan multiple intelligences, yaitu dengan cara membagi siswa kedalam kelompok yang sesuai dengan kecerdasan majemuk yang dimiliki secara merata, dalam metode praktikum lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang menggunakan praktikum dengan pembagian kelompok secara acak (Hartono, Setyawan & Edie, 2013, hlm. 8).

C. Kerangka Berfikir

(46)

lainnya, sehingga pemahaman siswa terhadap materi kimia belum optimal. Hal inilah yang menyebabkan banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi kimia salah satunya materi koloid.

Apabila guru dapat mengetahui aspek kecerdasan apa saja yang dimiliki oleh siswa, maka guru dapat mengembangkan kecerdasan siswa tersebut dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran, salah satunya adalah metode pembelajaran project based learning sehingga siswa dapat memahami materi kimia yang diajarkan dengan optimal.

Project based learning merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Project based learning menekankan pada aktivitas proses, dengan cara pembuatan produk dan mempresentasikan produk yang telah dibuat. Dari analisis langkah-langkah project based learning menurut Evertson dan Weinstein diketahui dapat memunculkan aspek-aspek multiple intelligences siswa. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara langkah-langkah project based learning dengan multiple intelligences.

Tahap pertama yaitu tahap perencanaan proyek. Kegiatan pada tahap perencanaan proyek berupa menentukan masalah, mengembangkan sebuah pertanyaan, menetukan cakupan proyek dan ide, pemilihan konten dan penggabungan nonkonten, perencanaan assesmen, mengatur sumber belajar, serta menentukan strategi kelompok. Kegiatan pada tahap perencanaan proyek ini dapat memunculkan aspek multiple intelligences siswa yaitu kecerdasan logika matematis, kecerdasan linguistik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan visual spasial, dan kecerdasan naturalis.

(47)

kecerdasan visual spasial, kecerdasan body-kinestetik, kecerdasan musikal, kinestetik intrapersonal, kecerdasan interpersonal serta kecerdasan logika matematis.

(48)

Bagan 2.1 Kerangka Berfikir

Teori Tipe kecerdasan Multiplle intelligences

Tahap Kesimpulan Proyek

Pembelajaran kimia belum memperhatikan aspek kecerdasan siswa lain sehingga

materi kimia belum optimal dipahami siswa Kecerdasan siswa tidak

hanya diukur oleh kecerdasan IQ saja, tetapi

dapat dilihat dari aspek kecerdasan lain berupa

minat dan bakat

Proses pembelajaran project based learning

Tahap Perencanaan Proyek Tahap Pelaksanaan Proyek, Penyelidikan Terbimbing dan Pembuatan Produk

kecerdasan logika matematis, kecerdasan linguistik, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan spasial, dan

kecerdasan naturalis

Permasalahan

Solusi

Melalui

Aspek multiple intelligences Tahapan

kecerdasan linguistik, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik,

kecerdasan logika matematis, kecerdasan intrapersonal,

kecerdasan interpersonal kecerdasan musikal

kecerdasan interpesonal, kecerdasan linguistik, kecerdasan logika matematis

(49)

34

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 9-29 Februari 2016. Tempat penelitian dilakukan di kelas XI IPA 1 Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Tangerang, Kab. Tangerang-Banten.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan “penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang” (Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, 2008, hlm. 40). Arikunto (2005, hlm. 234) menjelaskan bahwa

“penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya suatu variabel, gejala atau keadaan”.

Pada penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah menganalisis kemunculan multiple intelligences siswa melalui project based learning pada materi koloid. Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai kemunculan aspek-aspek multiple intelligences seperti kecerdasan logika matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan linguistik, kecerdasan body-kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis ketika diterapkan model pembelajaran project based learning.

C. Alur Penelitian

(50)

1. Perumusan masalah. Perumusan masalah diawali dengan pengajuan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang jawabannya harus dicari menggunakan data dari lapangan.

2. Menentukan jenis informasi yang diperlukan. Peneliti perlu menetapkan informasi apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan atau rumusan masalah. Apakah informasi kuantitatif atau kualitatif.

3. Menentukan prosedur pengumpulan data. Ada dua unsur penelitian yang diperlukan, yakni instrumen atau alat pengumpul data dan sumber data atau sampel yakni dari mana informasi itu sebaiknya diperoleh. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa wawancara, observasi, serta angket. Instrumen tersebut lazim digunakan dalam penelitian deskriptif. Agar diperoleh sampel yang jelas, permasalahan penelitian harus dirumuskan sekhusus mungkin sehingga memberikan arah yang pasti terhadap instrumen dan sumber data.

4. Menentukan prosedur pengolahan informasi atau data. Informasi dan data yang telah diperoleh perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian.

(51)

Secara garis besar alur penelitian ini dapat di sajikan dalam bagan berikut:

RSIA

Bagan 3.1 Alur Penelitian

Studi Pendahuluan

Analisis SK, KD, Silabus KTSP, Standar Isi mata pelajaran Kimia

Studi Kepustakaan

Model PjBL Studi Kepustakaan

Muiltiple Intelligences

Membuat perangkat pembelajaran (RPP,dll)

Membuat Instrumen Penelitian

Validasi Instrumen Revisi

Memperbanyak Instrumen

Angket

Lembar Observasi

Analisis Data

Hasil & Pembahasan

Kesimpulan

(52)

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian kualitatif diartikan sebagai “wilayah generalisasi yang terdiri atas objek ataupun subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi tersebut” (Sugiyono, 2009, hlm. 215). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MAN 3 Tangerang. Sedangkan sampel yang diambil adalah kelas XI IPA 1 semester genap tahun ajaran 2014/2015 di MAN 3 Tangerang.

Sampel diambil dari populasi terjangkau dengan salah satu teknik non probability sampling yaitu purposive sampling (Sugiyono, 2009, hlm. 217). Purposive sampling atau sampling pertimbangan dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu (Sugiyono, 2009, hlm. 218-219).

E. Instrumen Penelitian

1. Lembar Angket

Angket digunakan bila responden jumlahnya besar dapat membaca dengan baik, dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya rahasia (Sugiyono, 2012, hlm. 121). Angket digunakan ketika siswa melaksanakan proyek yang ditugaskan yaitu membuat produk koloid. Fungsi angket dalam hal ini digunakan untuk mengetahui aspek kecerdasan apa saja yang dimiliki siswa serta seberapa besar persentase kemunculannya.

2. Lembar Observasi

(53)

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa angket dan lembar observasi yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Angket

Angket digunakan bila responden jumlahnya besar dapat membaca dengan baik, dan dapat mengungkapkan hal-hal yang sifatnya rahasia (Sugiyono, 2009, hlm. 121). Angket digunakan ketika siswa melaksanakan kegiatan proyek dari awal sampai akhir, mulai dari merencakan proyek hingga membuat kesimpulan proyek berupa pameran produk. Fungsi angket dalam hal ini digunakan untuk mengetahui aspek kecerdasan apa saja yang dimiliki siswa serta seberapa besar persentase kemunculannya.

2. Observasi

Observasi digunakan bila objek penelitian bersifat perilaku manusia, proses kerja, gejala alam, dan respondennya kecil/sedikit (Sugiyono, 2009, hlm. 145). Observasi ini meliputi aspek kecerdasan majemuk siswa yang sesuai dengan teori kecerdasan majemuk Gardner dalam pembelajaran koloid dengan menggunakan model project based learning. Data yang didapat dari observasi digunakan untuk menguatkan data dari hasil angket.

Observasi dilakukan dua tahap, yaitu: tahap pertama adalah perencanaan proyek pada pertemuan pertama. Kemudian tahap kedua adalah pembutan produk dan pameran pada pertemuan kedua.

a. Tahap pertama

(54)

b. Tahap kedua

Observasi tahap kedua dilakukan ketika pembuatan produk koloid dan pameran produk. Penilaian ini dilakukan terhadap produk koloid yang dibuat serta penilaian presentasi produk dari tiap-tiap kelompok sesuai dengan kriteria aspek multiple intelligences.

G. Validitas Instrumen

Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian (Sugiyono, 2009, hlm. 267). Instrumen yang divalidasi yaitu angket dan lembar observasi.

Penguji validitas pada instrumen nontest dilakukan oleh orang yang ahli dalam bidangnya (Sugiyono, 2009, hlm. 125). Penguji instrumen nontest pada penelitian ini adalah dosen pendidikan kimia dan dosen psikologi.

H. Teknik Analisis Data

Setelah data angket dan lembar observasi telah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisa data secara deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif harus dinyatakan dalam sebuah predikat yang menunjuk pada pernyataan keadaan, ukuran kualitas oleh karena itu, hasil penilaian yang berupa bilangan tersebut harus diubah menjadi sebuah predikat, misalnya baik sekali, baik, kurang baik, dan tidak baik (Arikunto, 2007, hlm. 269). Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah berupa angket dan lembar observasi yang akan diolah lebih lanjut. Adapun langkah-langkah dalam melakukan pengolahan data-data tersebut yaitu:

1. Analisis Hasil Lembar Angket

(55)

pada kolom “Ya” dan angka nol (0) jika siswa memberi tanda

ceklispada kolom “Tidak”.

b. Menjumlahkan skor yang diperoleh dari lembar angket tiap butir pernyataan. Kemudian presentase yang diperoleh dicocokkan pada masing-masing kriteria, yaitu sangat baik, baik, kurang baik, dan sangat kurang baik.

c. Pada analisis deskriptif dikatakan bahwa kondisi variabel sudah 100% sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Dalam hal ini peneliti mengukur kondisi variabel yang diukur, dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan, dan ukurannya adalah presentase (Arikunto, 2007, hlm. 268). Untuk menghitung presentase dari masing-masing pernyataan digunakan rumus:

NP =

� x 100

Keterangan:

NP : Nilai persen yang dicari atau diharapkan R : Skor mentah yang diperoleh siswa

SM : Skor maksimum ideal dari tes yang berangkutan 100 : Bilangan tetap

2. Analisis Hasil Lembar Observasi

Data yang diperoleh dari lembar observasi dianalisis dengan cara: a. Membubuhkan tanda ceklis pada kolom “Ya” atau “Tidak” pada

tiap butir pernyataan.

b. Pada analisis deskriptif dikatakan bahwa kondisi variabel sudah 100% sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Dalam hal ini peneliti mengukur kondisi variabel yang diukur, dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan, dan ukurannya adalah presentase (Arikunto, 2007, hlm. 268). Untuk menghitung presentase dari masing-masing pernyataan digunakan rumus:

NP=

(56)

Keterangan:

NP : Nilai persen yang dicari atau diharapkan R : Skor mentah yang diperoleh siswa

SM : Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan 100: Bilangan tetap

c. Menjumlahkan skor yang diperoleh dan dibuat presentase. Kemudian presentase yang diperoleh dicocokkan pada masing-masing kriteria, yaitu sangat baik, baik, kurang baik, dan sangat kurang baik.

d. Menginterpretasi secara deskriptif data persentase tiap-tiap aspek indikator multiple intelligences siswa yang muncul selama proses pembelajaran.

3. Interpretasi Data

[image:56.595.150.520.124.680.2]

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis angket dan lembar observasi nilai tersebut selanjutnya diinterpretasikan dalam bentuk kategori agar lebih mudah dibaca dan mudah untuk memberi kesimpulan. Masing-masing multiple intelligences siswa dibuat skala dalam kategori sangat baik, baik, cukup, kurang atau sangat kurang. Adapun kategori penskoran tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.13 Pengkategorian Skor

No Interval Skor Kategori

1 81%-100% Sangat Baik

2 61%-80% Baik

3 41%-60% Cukup

4 21%-40% Kurang

5 0%-20% Kurang Sekali (Arikunto, 2007, hlm. 44)

(57)

42

Bab ini akan diuraikan hasil penelitian yang diperoleh setelah proses penelitian di MAN 3 Tangerang dari tanggal 9 – 29 Februari 2016. Penelitian ini menggunakan sampel kelas XI IPA 1 yang berjumlah 30 orang. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis aspek multiple intelligences apa saja yang muncul pada siswa saat diterapkan model pembelajaran project based learning pada materi koloid serta bagaimana kualitasnya.

Selama proses pembelajaran diterapkan model pembelajaran project based learning yang terdiri dari empat tahapan, yaitu tahap perencanaan proyek, tahap pelaksanaan proyek, tahap penyelidikan terbimbing dan pembuatan produk, dan tahap terakhir yaitu tahap kesimpulan proyek. Sedangkan terdapat delapan aspek multiple intelligences yang diamati yaitu kecerdasan logika-matematis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan linguistik, kecerdasan body-kinestetik, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.

1. Hasil Angket

(58)
[image:58.595.154.524.132.561.2]

Tabel 4.1Hasil Angket Multiple Intelligences Siswa

No. Aspek Multiple Intellegences Presentase

Perolehan Kategori

1. Kecerdasan Logika-Matematis 80% Baik 2. Kecerdasan Visual-Spasial 59% Cukup 3. Kecerdasan Linguistik 69% Baik 4. Kecerdasan Body-Kinestetik 79% Baik 5. Kecerdasan Musikal 37% Kurang 6. Kecerdasan Interpersonal 84% Sangat Baik 7. Kecerdasan Intrapersonal 79% Baik 8. Kecerdasan Naturalis 73% Baik

Tabel di atas menunjukkan bahwa lima dari delapan aspek multiple intelligences secara umum baik. Hal tersebut dilihat dari presentase kemunculan masing-masing aspek kecerdasan diatas 60%. Selain itu, ada satu aspek kecerdasan yang lebih menonjol dibanding dengan aspek kecerdasan lain yaitu kecerdasan interpersonal yang masuk kategori sangat baik dengan perolehan sebesar 84%. Selebihnya satu aspek kecerdasan lainnya cukup baik, diatas 40%. Ada pula yang kurang baik presentase kemunculannya dari semua aspek kecerdasan dengan perolehan dibawah 40%, yaitu kecerdasan musikal.

2. Hasil Lembar Observasi

(59)

perencanaan proyek sampai tahapan kesimpulan proyek. Sebelum mengamati, observer diberi pengarahan terlebih dahulu tentang kegiatan siswa dan aspek multiple intelligences yang muncul. Proses pengamatan dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak menganggu proses pembelajaran.

Proses pembelajaran menggunakan project based learning dilakukan melalui empat tahapan. Tahapan pertama yaitu tahap perencanaan proyek dilakukan pada pertemuan pertama

Gambar

Tabel 2.1 Hubungan Kompetensi dan Stimulus dengan Multiple Intellegences  . 13
Tabel 2.1 Hubungan Kompetensi dan Stimulus dengan Multiple
Tabel 2.2 Tahap Pembelajaran Project Based Learning
Tabel 2.3 Perbandingan Sifat Larutan, Koloid, dan Suspensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data yang tersaji pada Tabel 2 menunjukan bahwa nilai kadar abu mengalami penurunan yang cukup nyata hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan

Dengan demikian, perubahan tersebut semakin memperjelas peran dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya fokus pada pemahaman keagamaan, tetapi juga,

Ada pengaruh yang signifikan pengaruh modifikasi permainan bolavoli terhadap kerjasama siswa dalam pembelajaran pendidikan, jasmani, olahraga dan kesehatan siswa kelas X Boga 1

Namun, untuk ketiga variasi katalis CaO/serbuk besi terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi ungu yang mengindikasikan bahwa katalis memiliki kebasaan

Kemampuan orang tua untuk mengendalikan penggunaan gawai sesuai dengan teori mediasi orang tua berpendapat bahwa orang tua menggunakan strategi

Poliploidisasi ikan nilem ( Osteochilus hasselti Valenciennes, 1842) dengan kejut temperatur dingin 4 0 C pada berbagai umur zigot, yakni 5, 20 atau 25 menit yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak bunga kamboja antar perlakuan berbeda nyata ( P >0,05) terhadap periode kecepatan pingsan, lama waktu pulih

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan; (a) Untuk mengetahui ada atau tidak perbedaan hasrat konsumsi marginal pekerja migran nonpermanen asal Bali dan luar Bali di