Perlukah Direktur Jenderal Multimoda di Kementerian Perhubungan ? Oleh : Deddy Herlambang1
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan baru dilantik 3 bulan lalu oleh Presiden Joko
Widodo, banyak mempunyai pekerjaan tertunda, terutama pembangunan terminal multimoda
dan antarmoda yang belum terealisasikan oleh pemerintahan sebelumnya (baru Bandara
Kualanamu Medan, namun masih belum bisa menjawab problematika urban transport).
Terminal multimoda menjadi penting karena efektivitas sarana dan prasarana transportasi dan
efisiensi energi BBM dan energi manusia.
Sebenarnya sistem transportasi nasional (sistranas) telah disampaikan melalui
Permenhub No KM 49 / 2005, namun belum berjalan seperti yang diharapkan. Ditjen yang
membawahi moda transportasi dalam Department Perhubungan saat itu, bekerja
sendiri-sendiri secara vertikal, hanya mengurusi domain moda yang dikerjakannya. Perhubungan laut
hanya mengurusi transportasi kelautan, perhubungan udara juga mengurusi transportasi udara
saja, demikian juga perhubungan darat. Ditjen Perkeretaapian yang juga baru dibentuk tahun
2005 tentunya tidak sempat berpikir untuk transportasi perkotaan atau multimoda, Ditjen baru
ini sibuk berproyeksi menambah panjang rel dan membangun double-track.
Dokumen Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dimaksudkan sebagai pedoman
pengaturan dan pembangunan transportasi, dengan tujuan agar dicapai penyelenggaraan
transportasi nasional yang efektif dan efisien. Kenyataannya sistranas ini tidak berjalan sesuai
tujuan oleh karena kepentingan politik transportasi hanya untuk kebijakan transportasi darat.
Secara geografis kebijakan transportasi juga terkonsentrasi di Pulau Jawa dan sedikit
mengarah ke Pulau Sumatra. Selanjutnya sistranas terlupakan karena terbitnya UU 23 / 2007
tentang Perkeretaapian / KA, dilanjutkan oleh perbaikan UU tentang Pelayaran tahun 2008,
perbaikan UU tentang angkutan Darat & ASDP tahun 2009. Sistranas semakin tidak
1
tersentuh lagi karena tidak diterbitkan turunannya terbaru. Sistranas bukan regulasi
perundangan sehingga tidak mempunyai kekuatan yuridis tetap. Proyeksi pembangunan
Sistranas akan dikembangkan 2010-2030 termasuk koridor dalam MP3EI.
Jaringan Transportasi Sistranas, terdapat naskah transportasi antarmoda, yang terbagi:
Jaringan Pelayanan dan Jaringan Prasarana. Jaringan pelayanan transportasi antarmoda
adalah pelayanan transportasi antarmoda perkotaan, transportasi antarmoda antarkota, dan
transportasi antarmoda luar negeri. Jaringan prasarana adalah keterpaduan jaringan prasarana
transportasi antarmoda diwujudkan dalam bentuk interkoneksi antar fasilitas dalam terminal
transportasi antarmoda, yaitu simpul transportasi yang berfungsi sebagai titik temu antarmoda
transportasi yang terlibat, yang memfasilitasi kegiatan alih muat, yang dari aspek tatanan
fasilitas, fungsional, dan operasional, mampu memberikan pelayanan antarmoda secara
berkesinambungan.
Pembangunan terminal antarmoda (multimoda) ini adalah merupakan tupoksi dari
Ditjen perhubungan darat (hubdat) secara struktural berada dalam wilayah tugas Direktorat
Bina Sistem Transportasi Perkotaan. Ditjen hubdat sangat terlihat hanya konsentrasi di tugas
Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Sungai
Danau dan Penyeberangan. Sedangkan tugas lain untuk Direktorat Bina Sistem Transportasi
Perkotaan dan Direktorat Keselamatan Transportasi Darat masih belum terlihat positif di
masyarakat. Bisa diambil contoh tidak ada koneksi antarmoda di DKI Jakarta antara moda
KA Commuter line dan BRT TransJakarta dan sektor keselamatan di perlintasan sebidang
KA belum digarap secara serius.
Peradaban maju transportasi dapat dinilai dari penataan dan pola urban-transport nya.
Sistem transportasi akan sulit dikatakan berhasil apabila belum disediakan terminal
antar-moda ( uniantar-moda – intramoda – intermoda – multimoda ). Terminal antar moda ini berlaku
tiket untuk mengunakan bermacam moda transportasi (laut, udara, darat & kereta api). Sistem
pelayanan di dalam 1 pengelolaan (managemen) tunggal akan menciptakan kenyamanan
utilitas waktu bagi pengguna transportasi umum.
LPI (Logistic Performance Index) Indonesia tahun 2012 mengalami kenaikan
signifikan ke urutan 59 dari urutan 75 di tahun 2010 dengan kenaikan indeks dari 2,76
menjadi 2,94 dalam skala 5 (Worldbank, 2010). PT Pelindo II sudah mulai berpikir kreatif
dengan menggunakan angkutan KA untuk bongkar/muat di pelabuhan lautnya, jalur rel KA
akan segera dibangun di Pelabuhan Tanjung Priuk. Pembangunan kembali (zaman kolonial
Belanda pernah ada ) rel KA menuju Pelabuhan Cirebon (ditutup), Semarang dan Surabaya.
Di sisi utara Pulau Jawa, telah ada pelabuhan laut potensial lain yang dilintasi oleh jalur KA,
seperti Merak, Cigading, Bojonegara, Garut (baru), Tegal, Tuban, Gresik. Pelabuhan laut
merupakan terminal multimoda paling efektif, karena mampu menjadi ruang bertemunya 3
moda (laut, darat dan KA) dalam 1 titik pengelolaan. Dibanding negara-negara ASEAN
(kecuali Timor-Leste), kita belum memiliki terminal multimoda yang ideal.
Ditjen Perhubungan darat merupakan embrio dari Kementerian Pekerjaan Umum
(PU) dan Kementerian Perhubungan awal ketika kita merdeka 1945 – 1949 dengan nama
nomenklatur: Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja Djawatan Angkutan Darat
Bermotor (DADB). Sampai kini berevolusi menjadi Kemen PU dan Kemenhub dengan
masing-masing tupoksi sebagai pelaksana konstruksi dan regulator. Jadi Ditjen Perhubungan
Darat mempunyai substansi tugas untuk mengatur pelaksanaan multimoda (antarmoda).
Namun tugas ini kenyataan terlalu berat bila harus dikerjakan sendiri. Direktorat
Perhubungan Multimoda dibawah Kemenhub perlu dipikirkan untuk dibentuk oleh
Pemerintahan baru NKRI.
Saat ini Kemenhub bertugas regulator sesuai moda transportasi fisik alam, yakni: laut,
transportasi ini masing-masing dilandasi regulasi melalui UU. Sistranas termasuk multimoda
didalamnya, belum memiliki UU yang mengatur. Untuk pembentukan Direktorat
Perhubungan Multimoda yang dipimpin Direktur Jenderal Multimoda tidak perlu menunggu
ada UU, namun cukup dengan Permenhub No KM 49 / 2005, UU No 39 / 2008 tentang
Kementarian Negara dan Perpres terbaru untuk yuridis-konstitusionalnya.
Adanya terminal multimoda pelayanan transportasi akan semakin profesional,
penggunaan kendaraan pribadi akan berkurang dan pembangunan infrastruktur semakin
terkontrol. Secara implist dampak terminal multimoda akan mengurangi penggunaan energi
BBM, otomatis mencegah membengkaknya subsidi BBM oleh negara. Bila penggunaan
BBM berkurang otomatis pula pembuangan emisi akan berkurang tentunya lingkungan akan
hijau kembali. Paling penting terminal multimoda adalah mampu berkoordinasinya antar
moda dalam 1 frame manajemen dari koridor infrastruktur yang berbeda. Memang sangat
diperlukan seseorang yang bertanggung jawab membidangi transportasi multimoda di
pemerintahan terkini.