• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identitas Morfologik Dan Genetik (Penanda Dna Mitokondria Cyt-B) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, Dan Kapas).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identitas Morfologik Dan Genetik (Penanda Dna Mitokondria Cyt-B) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, Dan Kapas)."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTITAS MORFOLOGIK DAN GENETIK

(PENANDA DNA MITOKONDRIA Cyt-b) EMPAT STRAIN IKAN

GURAMI INDONESIA (PARIS, BATU, BLUSAFIR, DAN KAPAS)

YULI SHOFIYATI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identitas Morfologik dan Genetik (Penanda DNA Mitokondria Cyt-b) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, dan Kapas) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Pebruari 2015

(3)

ABSTRAK

YULI SHOFIYATI. Identitas Morfologik dan Genetik (Penanda DNA Mitokondria Cyt-b) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, dan Kapas). Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan NURLISA A BUTET.

Osphronemus gouramy terdiri dari delapan strain, empat diantaranya strain blusafir, paris, kapas, dan batu. Bibit gurami yang berumur tiga bulan, tidak dapat dibedakan secara jelas anata strain berdasarkan karakter morfologi, oleh karena itu diperlukan alat identifikasi yang lebih akurat. Penelitian ini bertujuan menganalisis karakter morfologi dan sekuen gen cyt-b pada empat strain ikan gurami (paris, batu, blusafir, dan kapas). Analisis pengelompokkan berdasarkan analysis discriminant dan analysis hierarchical cluster menunjukan kedekatan antara strain kapas, paris, dan blusafir, sedangkan strain batu terpisah. Penanda molekuler yang digunakan adalah DNA mitokondria dari gen cyt-b dengan panjang sekuen 1126 nukleotida. Analisis pohon filogenetik menggunakan p-distance menghasilkan tiga kelompok yaitu pertama kelompok BS-10 dan PS-12, kedua kelompok BT-21, dan ketiga kelompok KPS-22. Sementara menggunakan metode Kimura 2 parameter, keempat strain terpisah. Rata-rata jarak genetik antar keempat strain gurami ialah 0.0013, sedangkan jarak genetik antara BS-10 dan PS-12 ialah 0.0009. Perbandingan rata-rata jarak genetik antara strain gurami Spanyol diperoleh dari GeneBank dengan strain gurami Indonesia ialah 0.0061.

Kata kunci: Barcoding DNA, Cyt-b, jarak genetik, morfologik, Osphronemus gouramy

ABSTRACT

YULI SHOFIYATI. Morphological and Genetic identity (DNA mitochondrial marker of Cyt-b gene) Four Strains of Indonesian gouramy (Paris, Batu, Blusafir, and Kapas). Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and NURLISA A BUTET.

Osphronemus gouramy consist of eight strains, four of which are blusafir, paris,kapas, and batu. The three months old of gouramy germ indistinguishable clearly from each strains based on morphological characteristic. Therefore more accurate identification method is required. Identification with DNA barcoding technique is one of the high accurate identification method. This study was aimed to analyze morphological characters and cyt-b gene sequence on four strains of gouramy (paris, batu, blusafir, kapas). Discriminant and hierarchical cluster analyses based on morphological characters showed high relationship among kapas, paris, and blusafir, whereas batu is separated from those three strains. Phylogenetic tree analysis using p-distance based on 1126 sequence of cyt-b gene resulted in three groups i.e: first group was BS-10 and PS-12, the second was BT-21, and the third was KPS-22. While using Kimura 2 parameters, all four strains were separated. The average genetic distance among the four strains of gouramy was 0.0013, while the genetic distance between BS-10 and PS-12 was 0.0009. The average genetic distance between the Spain gouramy sequence obtained from GeneBank and Indonesian gouramy sequnce was 0.0061.

(4)
(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

IDENTITAS MORFOLOGIK DAN GENETIK

(PENANDA DNA MITOKONDRIA Cyt-b) EMPAT STRAIN IKAN

GURAMI INDONESIA (PARIS, BATU, BLUSAFIR, DAN KAPAS)

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Identitas Morfologik dan Genetik (Penanda DNA Mitokondria Cyt-b) Empat Strain Ikan Gurami Indonesia (Paris, Batu, Blusafir, dan Kapas). Penelitian ini dilakukan pada bulan Pebruari hingga Nopember 2014 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Studi Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), serta Laboratorium Biologi Terpadu Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc selaku pembimbing, dan Dr Ir Miftahudin, Msi selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terimakasih penelitian ini telah didanai dari dana BOPTN Penelitian Unggulan Institusi atas nama Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga tercinta, terutama kedua orang tua (Alm. H. Abdul Rohim & Hj. N. Susilawati), A Dadan, Teh Nunun, De Fifin yang senantiasa memberikan doa, dukungan, dan limpahan kasih sayang. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Herry yang telah memberi bantuan teknis, terima kasih kepada rekan-rekan laboratorium biologi molekuler PPSHB serta laboratorium biologi molekuler departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas kerjasama, dukungan selama penelitian berlangsung. Tidak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada teman-teman Biologi 47, khususnya Dela, Febrina, Arezza, Ismi, Syifa, Rastya, Suri, Ledy, Feni, Siti, dan Rizky atas dukungan dan semangatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.

Bogor, Pebruari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Analisis Morfologi 6

Analisis Molekuler 8

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Karakter morfometrik yang diukur 3 2 Karakter meristik untuk identifikasi Osphronemus gouramy 4 3 Pengukuran berdasarkan identifikasi meristik 7 4 Hasil kemurnian dan kuantitas DNA dengan uji Nanodrop 8 5 Matriks berpasangan jarak genetik fragmen gen cyt-b pada strain

Osphronemus gouramy berdasarkan metode p-distance sepanjang 1126

nukleotida 10

DAFTAR GAMBAR

1 Skema pengukuran teradap ikan gurami 4 2 Fungsi diskriminan karakter Osphronemus gouramy strain paris, blusafir,

batu, dan kapas 6

3 Dendogram hubungan kekerabatn strain Osphronemus gouramy

berdasarkan analisis morfometri 20 ukuran tubuh relatif 7 4 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126

nukleotida Cyt-b menggunakan p-distance 10 5 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126

nukleotida Cyt-b menggunakan Kimura 2 parameter 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Struktur matrix 15

2 Nilai koefisien liniear diskriminan morfometrik 15 3 Strain ikan gurami ditinjau dari berbagai sisi: a) menghadap ke kiri; b)

(11)

PENDAHULUAN

tawar yang mengandung protein tinggi dan cita rasa yang lezat, sehingga ikan ini memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi primadona diantara spesies ikan air tawar lainnya (Sitio 2008). Pertumbuhan ikan gurami lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ikan air tawar lainnya, untuk membesarkan benih ukuran 2-3 cm sampai siap konsumsi diperlukan waktu sekitar 1.5 tahun (Sitanggang dan Sarwono 2007). Permintaan terhadap ikan gurami di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat. Berdasarkan data KKP (2013) produksi ikan gurami pada tahun 2009 sampai 2013 dengan nilai berturut-turut sebesar 30.670 ton, 36.351 ton, 42.646 ton, 54.275 ton, dan 57.835 ton.

Gurami yang umum dikenal di Indonesia berasal dari satu spesies yakni Osphronemus gouramy yang terdiri atas delapan strain, yaitu gurami soang (angsa), jepun, blusafir, paris, batu, bastar, kapas, dan porselen (Rachmawati 1999). Pada penelitian ini menggunakan empat strain gurami yaitu paris, blusafir, kapas, dan batu untuk dianalisis secara morfologik dan genetik. Karakteristik umum strain gurami paris menyerupai strain blusafir, perbedaannya terdapat pada warna sisik. Strain paris berwarna abu-abu, sedangkan strain blusafir berwarna kebiruan (Nugroho 2011). Strain batu memiliki sisik yang berwarna hitam merata pada seluruh tubuh, sedangkan sisik strain kapas berwarna putih keperakan (Sitanggang dan Sarwono 2007).

(12)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menganalisis karakter morfologi dan sekuen gen Cyt-b pada empat strain ikan gurami (paris, batu, blusafir, dan kapas). Hasil karakterisasi dan perbandingan dari keempat strain tersebut dapat digunakan untuk menganalisis jarak kekerabatan dan keaslian pengelompokkan strain gurami.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Pebruari hingga Nopember 2014 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) serta Laboratorium Biologi Terpadu, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah ikan gurami strain paris, batu, blusafir, dan kapas (masing-masing berumur tiga bulan). Lokasi pengambilan sampel di UPT Ciseeng-Bogor dan Cirebon Jawa Barat. Bahan pendukung yang digunakan adalah DNA extraction kit (Qiagen), ethanol absolut, PCR kit, primer ogoCB-F dan ogoCB-R, gel agarosa, buffer TBE 1x, loading dye, ladder, dan ethidium bromide (EtBr). Alat yang digunakan yaitu water bath, sentrifuse, vortex, perangkat elektroforesis, gel doc UV lumination, mesin PCR, tabung 1.5 µL, tabung mikro efendorf, penggaris, gunting, pinset, jangka sorong.

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Pebruari 2014 dan bulan September 2014. Sampel yang diambil 25 ekor untuk strain paris, blusafir, dan kapas, sedangkan strain batu 16 ekor. Strain paris, blusafir, dan kapas diambil dari kelompok tani yang berada di bawah naungan UPT Ciseeng-Bogor, sedangkan strain batu diambil dari kelompok tani Cirebon-Jawa Barat. Sampel diawetkan dengan alkohol absolut.

Identifikasi morfologi

(13)

3

1. Identifikasi karakter morfometrik

Sampel dikelompokkan berdasarkan strain. Jumlah ikan gurami strain blusafir, paris, kapas masing-masing berjumlah 25 ekor, dan strain batu berjumlah 16 ekor. Selanjutnya diidentifikasi dengan 21 karakter (Tabel 1). Skema pengukuran terhadap sampel dapat dilihat pada Gambar 1 dengan mengacu pada Kottelat et al. (1993).

Tabel 1 Karakter morfometrik yang diukur

No Karakter Keterangan

1 Panjang total (PT) Jarak yang diukur mulai dari moncong terdepan hingga pangkal sirip ekor

2 Panjang baku (PB) Jarak antara moncong terdepan hingga pangkal sirip ekor

3 Panjang sirip dorsal (PSD) Jarak antara sirip dorsal pertama hingga sirip dorsal terpanjang

4 Panjang sebelum sirip dorsal (PSSD)

Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum sirip dorsal

5 Panjang sebelum sirip ventral (PSSV)

Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum sirip ventral

6 Panjang sebelum sirip anal (PSSA)

Jarak antara moncong terdepan hingga sebelum sirip anal

7 Panjang kepala (PK) Jarak antara moncong terdepan hingga bagian paling belakang operkulum

8 Lebar badan (LB) Jarak paling lebar sebelum sirip dorsal 9 Tinggi badan sebelum sirip dorsal

(TBSAD)

Jarak tertinggi antara bagian pangkal awal sirip dorsal dengan bagian perut pangkal awal sirip anal

10 Tinggi badan setelah sirip dorsal (TBE)

Jarak tertinggi antara bagian akhir sirip dorsal dengan bagian perut akhir sirip anal

11 Panjang dasar sirip ekor (PSE) Jarak antara pangkal sirip ekor hingga ujung jari-jari

12 Panjang dasar sirip dorsal (PDSD) Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip jari-jari terakhir pada sirip dorsal

13 Panjang dasar sirip anal (PDSA) Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip jari-jari terakhir pada sirip anal

14 Panjang sirip ventral (PSV) Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip jari-jari terakhir pada sirip ventral

15 Panjang sirip pektoral (PSP) Jarak antara sirip jari-jari pertama dengan sirip jari-jari terakhir pada sirip pectoral

16 Tinggi kepala (TK) Jarak tertinggi sepanjang operkulum 17 Lebar kepala (LK) Jarak paling lebar antara kedua operkulum 18 Panjang moncong (PM) Jarak antara moncong terdepan hingga bagian

sisi terdepan diameter mata 19 Diameter mata (DM) Jarak diameter bola mata

(14)

4

Gambar 1 Skema pengukuran terhadap ikan gurami

2. Identifikasi karakter meristik

Seluruh sampel dikelompokan berdasarkan strain dan diidentifikasi dengan 6 karakter meristik (Tabel 2) dengan mengacu pada Saanin (1968).

Tabel 2 Karakter meristik untuk identifikasi Osphronemus gouramy

No Karakter Keterangan

1 Jumlah jari-jari sirip dorsal (JSD) Banyaknya sirip pada bagian sirip dorsal 2 Jumlah jari-jari sirip ventral (JSV) Banyaknya sirip pada bagian sirip ventral 3 Jumlah jari-jari sirip anal (JSA) Banyaknya sirip pada bagian sirip anal 4 Jumlah jari-jari sirip pektoral (JSP) Banyaknya sirip pada bagian sirip pektoral 5 Jumlah sisik lineal lateralis (LL) Banyaknya sisik sepanjang garis lineal lateralis 6 Warna sisik Warna sisik pada tubuh ikan

Identifikasi molekuler

1. Ekstraksi dan isolasi DNA

(15)

5

disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, dan larutan penampung dibuang. Selanjutnya ditambahkan 500 µL AW2 (Wash Buffer), disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 3 menit, larutan penampung dibuang, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 14000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya kolom dipindahkan ke tube baru 1.5 ml, dan ditambahkan 50 µL AE (Elution Buffer) ke dalam spin kolom berisi pellet DNA (dilakukan dua kali elusi). Inkubasi dengan suhu ruang selama 15 menit, sampel disentrifugasi kembali dengan kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. DNA disimpan dalam freezer suhu -20ºC hingga akan digunakan.

2. Uji Kualitas DNA

Uji kualitas DNA menggunakan teknik visualisasi dengan elektroforesis. Sampel DNA sebanyak 3.0 µL dicampur dengan larutan pewarna (loading dye) bromofenol biru 0.1 µL dan dimigrasikan ke dalam gel agarosa 1.2% terdiri atas gel agarosa sebanyak 0.3 mg, TBE 1x 25mL, dan EtBr 1.25 µL pada alat electrophoretic chamber dengan voltase 85 selama 30 menit. Hasil elektroforesis divisualisasi pada UV-gel doc illumination. Selain dilakukan uji kualitas melalui gel elektroforesis dilakukan juga uji kuantitas DNA menggunakan uji NanoDrop untuk mengetahui nilai kemurnian DNA tersebut.

3. Amplifikasi dan Visualisasi DNA

Amplifikasi DNA fragement gen cyt-b dengan metode PCR menggunakan primer ogoCB-F (5’-AACCACCGTTGTTATTCAACTACAA-3’), ogoCB-R (5’- ACCTTCGACGTCCGGTTTACAAGACCG-3’), koleksi Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA yang menghasilkan 1126 nukleotida. Total volume untuk pereaksi PCR yaitu 25 µL, mengandung 7.8 µL ddH2O; 4 µL 5x buffer Q5; 5 µL 5x enhancer Q5; 1 µL dNTPs mix; 1 µL ogoCBF; 1 µL ogo CBR; 5 µL cetakan DNA; dan 0,2 µL Taq polimerase. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus. Pra-denaturasi pada suhu 94ºC selama 5 menit, denaturasi pada suhu 94ºC selama 1 menit, annealing pada suhu 59ºC selama 30 detik, elongasi pada suhu 72ºC selama 1 menit, post elongasi dengan suhu 72ºC selama 5 menit, serta cooling 15ºC 20 menit. Pengecekan hasil amplifikasi PCR dilakukan dengan elektoforesis dan dimigrasikan menggunakan gel agarosa 1.2% terdiri atas gel agarosa 0.6 mg, TBE 1x 50mL, dan EtBr 2.5 µL pada alat electrophoretic chamber dengan voltase 85 selama 60 menit. Program PCR disesuaikan suhu lebur primer yang digunakan pada proses annealing dan lama waktu ekstensi.

4. DNA Sequencing

Produk PCR yang didapatkan kemudian disekuen untuk melihat runutan susunan basa-basa nukleotida. Sekuensi dilakukan di perusahaan Integrated DNA Technology (IDT) Singapura melalui perusahaan jasa pelayanan sekuensi di Indonesia yaitu PT. Genetika Science, Jakarta.

Analisis data morfologi

(16)

6

C

Analisis data molekuler

Runutan nukleotida yang diperoleh diedit berdasarkan hasil kromatogram menggunakan software BioEdit Sequence Alignment Editor 6.32 dan MEGA (Molecular Evolutionary Genetic Analysis) version 5. Runutan nukleotida hasil sekuensing dijadikan input dalam BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang terdapat dalam GeneBank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov) untuk mengecek kemiripan dengan data yang ada di GeneBank. Runutan-runutan nukleotida yang telah diedit saling disejajarkan menggunakan program Clustal X dan disejajarkan dengan runutan nukleotida referensi dari GeneBank, yaitu AY76376.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Morfologi

1. Identifikasi morfometrik

Hasil identifikasi morfometrik berdasarkan 21 karakter Osphronemus gouramy dari strain paris, batu, blusafir, dan kapas, dikonversi ke dalam rasio dengan cara membagi nilai karakter dengan panjang baku. Selanjutnya dianalisis menggunakan software SPSS versi 15.0. Analisis pengelompokkan berdasarkan analysis discriminant dan analysis hierarchical cluster. Analysis discriminant merupakan pengelompokkan karakter dari setiap karakter individu yang dihitung membentuk kelompok berdasarkan strain (Johnson and Wichern 1988). Hasil pengelompokkan dari analisis ini menunjukan strain blusafir, paris, dan kapas berada dalam satu kelompok, sedangkan strain batu mengelompok terpisah (Gambar 2). Karakter yang berbeda dapat dilihat dari nilai liniar koefisien diskriminan dan struktur matrix tersaji pada Lampiran 1 dan Lampiran 2. Karakter yang berbeda yaitu karakter lebar kepala dengan nilai 0.790 pada fungsi diskriminan pertama, karakter panjang rahang pada fungsi diskriminan kedua dengan nilai 0.911, dan karakter panjang sebelum sirip dorsal dengan nilai 1.226 pada fungsi diskriminan ketiga.

Gambar 2 Fungsi diskriminan karakter Osphronemus gouramy strain Blusafir, Batu, Paris, Kapas, dan centroid

(17)

7

Analysis hierarchical cluster menunjukan adanya dua pengelompokkan ikan gurami. Kelompok pertama terdiri atas strain kapas (KPS), strain paris (PS), dan strain blusafir (BS), sedangkan kelompok kedua hanya terdiri dari satu strain yaitu strain batu (Gambar 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nugroho (2011) yang menyatakan bahwa ikan gurami strain Paris, dan strain Blusafir memiliki corak yang hampir serupa, hanya dibedakan dari warna sisiknya. Strain paris memiliki warna sisik keabu-abuan sedangkan blusafir memiliki warna sisik biru. Hasil Analysis hierarchical cluster pada penelitian ini menunjukkan bahwa strain Blusafir berdekatan dengan strain Paris dan Kapas. Strain batu merupakan strain langka yang jarang ditemukan di lokasi budidaya. Karena strain ini pertumbuhannya lambat dibandingkan dengan strain lainnya dan strain gurami ini hanya mencapai 0.5 kg/ekor selama 13 bulan pemeliharaan terhitung sejak telur menetas (Sitanggang dan Sarwono 2007). Strain batu diambil dari daerah Cirebon-Jawa Barat, sedangkan sampel strain blusafir, paris, dan kapas diambil dari daerah Ciseeng-Jawa Barat banyak ditemukan di hampir semua daerah yang membudidayakan gurami. Nilai jarak kesamaan morfometrik dari kedua kelompok sebesar 58.88%.

Gambar 3 Dendogram hubungan kekerabatan strain Osphronemus gouramy berdasarkan analisis morfometrik 20 ukuran tubuh relatif

2. Identifikasi meristik

Meristik menekankan pada penghitungan jumlah sirip, jumlah sisik, jumlah sisik pada lineal lateralis dan warna sisik. Identifikasi meristik mengacu pada Kottelat et al. (1993) (Tabel 3).

Tabel 3 Pengukuran berdasarkan identifikasi meristik

Karakter Blusafir Batu Kapas Paris

Jumlah jari-jari sirip dorsal (JSD) DXIII, 11 DXIII, 11 DXIII, 11 DXII, 11 Jumlah jari-jari sirip anal (JSA) AX, 21 AX, 21 AXI, 21 AX, 21 Jumlah jari-jari sirip ventral (JSV) V1,5 V1,5 V1,5 V1,5 Jumlah jari-jari sirip pektoral (JSP) 11 11 11 11 Jumlah sisik lineal lateralis (LL) 37 35 35 34

Warna sisik Biru Hitam Keperakan Abu-abu

Berdasarkan identifikasi meristik dari keempat strain dengan perhitungan karakter meliputi jumlah jari-jari sirip dorsal, jari-jari sirip anal, jari-jari sirip ventral, jari-jari sirip pektoral. Hal ini menunjukan bahwa dari karakter-karakter tersebut tidak dapat membedakan keempat strain ikan gurami. Karakter lineal lateralis dan warna sisik yang dapat membedakan antar keempat strain tersebut. Menurut Saanin (1968) ikan gurami memiliki sirip keras dan sirip lemah, gurat sisik pada lineal lateralis tidak terputus, sirip caudal (ekor) berbentuk bundar. Pada sirip dorsal dan sirip anal jari-jari sirip keras dan lemah bersatu. Jumlah sirip dorsal DXII-XIII (sirip kasar), 11-13 (sirip halus), jumlah sirip anal AIX-XI,

(18)

8

C

21, jumlah sirip pektoral P13-14, jumlah sirip ventral V1,5 dan sisik pada lineal lateralis 30-33 sisik.

Ikan gurami memiliki tubuh pipih, kepala dan badan dipisahkan oleh operkulum, mata berukuran sedang masing-masing satu pada setiap sisi kepala. Ikan gurami tidak memiliki sungut. Mulut terletak pada ujung kepala (tipe terminal) (Rahardjo dan Muniarti 1984). Strain gurami paris dan blusafir yang berukuran tiga bulan memiliki kemiripan hanya dibedakan oleh warna sisik dan tanda hitam sebelum sirip caudal. Ikan gurami strain blusafir berwarna kebiruan, pada sirip sebelum sirip caudal terdapat bulatan berwarna hitam, sedangkan pada strain paris tidak terdapat tanda hitam dan strain paris memiliki warna sisik hitam keabu-abuan. Pola sisik strain blusafir dari setelah operkulum sampai sebelum sirip caudal berwarna hitam kebiruan dan berselang seling dengan warna abu-abu. Pola sisik strain paris hampir serupa dengan strain blusafir. Strain gurami kapas berukuran tiga jari berwarna putih keperakan. Sisik dari ujung moncong sampai pangkal sirip dorsal berwarna sedikit jingga dan terdapat bercak berwarna hitam. Pada sirip dorsal, pektoral, anal, ventral, caudal berwarna keperakan campur dengan warna hitam. Gurami batu berukuran 3 jari memiliki warna sisik hitam (Sitanggang dan Sarwono 2007). Gambar gurami tersaji pada Lampiran 3.

Analisis Molekuler

Kualitas DNA secara visual dapat dilihat pada gel agarosa 1.2% menggunanakan UV-Trans Iluminator. Selanjutnya kuantitas dan kemurnian DNA total dapat diukur menggunakan uji NanoDrop pada serapan panjang gelombang ( ) 260/280 nm (Tabel 4).

Tabel 4 Hasil kemurnian dan kuantitas DNA dengan uji NanoDrop

Kode Sampel Rasio Absorban pada 260/280

Keterangan: BS=Blusafir; BT=Batu; KPS=Kapas; PS=Paris

Menurut Muladno (2002) DNA dikatakan murni apabila nilainya berkisar antara 1.8-2.0%. Hasil kemurnian dengan uji NanoDrop dari keempat sampel didapatkan rata-rata kemurnian sebesar 1.799%. Hasil tersebut dapat dikatakan murni karena nilainya mendekati dari kisaran ketetapannya. Konsentrasi yang didapatkan berkisar 22.0-680 ng/ L. Hasil tersebut sudah cukup untuk mengamplikasi gen target.

(19)

9

Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) merupakan unit terkecil di dalam sel yang berisi sifat keturunan suatu mahluk hidup dan dapat ditemukan pada nukleus (DNA inti) dan organel-organel dalam sitoplasma (DNA mitokondria) (Schwagele 2005). DNA diperlukan untuk menentukan spesies dalam pengkajian keragaman genetik baik menggunakan DNA pada inti dan DNA mitokondria (mtDNA). Hal tersebut dapat mengungkapkan perbedaan intra dan interspesies yang menyangkut tentang struktur, komposisi, dan organisasi genom pada tingkat DNA (Solihin 1994). Penanda genetik yang digunakan yaitu cyt-b. Gen cyt-b mtDNA banyak digunakan untuk mempelajari flogenetik, salah satunya telah dilakukan identifikasi pada kekerabatan ikan (Farias et al. 2001). Keberhasilan amplifikasi gen cyt-b ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kemurnian DNA template hasil purifikasi, komposisi bahan pereaksi, dan suhu penempelan (annealing).

Suhu optimasi pada amplifikasi perlu dilakukan agar dapat mengetahui suhu optimum untuk penempelan (annealing) primer. Kondisi ini dapat disesuaikan tergantung primer yang digunakan. Secara teoritis dapat diketahui dari nilai Tm (melting point) pada primer. Cara mengetahui nilai Tm dapat dihitung dari basa nukleotida (AGTC) primer tersebut, dengan cara yaitu Tm = 4(G+C) + 2(A+T), dimana G adalah Guanine; C adalah Cytosine; A adalah Adenine; dan T adalah Thymine. Semakin banyak basa GC, maka nilai Tm semakin tinggi. Hal ini dikarenakan ikatan yang terdapat pada basa GC sebanyak 3 ikatan hidrogen, sedangkan pada basa AT hanya terdapat 2 ikatan hidrogen (Yuryev 2007). Namun penghitungan nilai Tm tidak mutlak dapat dijadikan patokan untuk mendapatkan kondisi penempelan yang optimum (Hadi 2011). Untuk mendapatkan suhu optimum harus dilakukan pada beberapa suhu yang berbeda. Penelitian ini mendapatkan rentang suhu optimum untuk penempelan primer yaitu pada suhu 59-63ºC. Pada rentang suhu tersebut memungkinkan primer forward dan reverse akan menempel secara spesifik pada ujung DNA template.

Jarak genetik menentukan jarak kekerabatan intraspesies menggunakan model p-distance. Mengitung jarak genetik dengan cara mensejajarkan basa nukleotida (Tamura et al. 2007). Nilai jarak genetik dapat dilihat pada matriks berikut (Tabel 5). Jarak genetik fragmen gen cyt-b intraspesies dari strain Osphronemus gouramy, yaitu berkisar antara 0.0009-0.0063. Rata-rata jarak genetik antara strain gurami GeneBank yang berasal dari Spanyol dengan strain gurami Indonesia adalah 0.0061 atau 0.61%. Hal ini menunjukan bahwa strain GeneBank memiliki hubungan kekerabatan yang jauh. Semakin besar jarak genetik, maka semakin besar perbedaan susunan basa nukleotida (Nei dan Kumar 2000).

(20)

10

Tabel 5 Matriks berpasangan jarak genetik fragmen gen Cyt-b pada strain Osphronemus gouramy berdasarkan metode p-distance sepanjang 1126 nukleotida

Keterangan: BS=Blusafir; BT=Batu; KPS=Kapas; PS=Paris; AY76376=strain gurami GeneBank

Hasil rekontruksi pohon filogeni menggunakan metode neighbour joining berdasarkan p-distance dapat dilihat pada Gambar 4. Empat strain dari sampel Osphronemus gouramy Indonesia (BS-10, BT-21, KPS-22, dan PS-12) terpisah dari strain GeneBank. Pengelompokkan inter-strain Indonesia menghasilkan tiga kelompok, yaitu pertama kelompok BT-21, kedua kelompok KPS-22, dan ketiga gabungan kelompok BS-10 dan PS-12. Jarak genetik dari ketiga kelompok tersebut adalah 0.0013 atau 0.13 %. Jarak genetik antara BS-10 dan PS-12 lebih rendah, yaitu 0.0009 atau 0.09%. Hal ini menunjukan antara strain BS-10 dengan PS-12 relatif lebih dekat. Semakin banyak urutan basa nukleotida yang sama, maka nilai similaritasnya akan semakin tinggi, sehingga posisinya di dalam percabangan pohon filogenetik akan semakin berdekatan (Rahmad 2013).

Bootstrap merupakan alat bantu umum yang digunakan untuk mengukur keakuratan suatu set data statistik, dengan kata lain nilai bootstrap bertujuan mengetahui dan menguji set data yang baik untuk digunakan. Nilai bootstrap ditunjukan oleh angka yang berada pada cabang pohon filogeni (Soltis dan Soltis 2003). Nilai bootstrap antara BS-10 dan PS-12 sebesar 19. Hal ini menunjukan bahwa dari 1000 kali pengulangan pengujian set data genetik terdapat 19 pengulangan yang konsisten. Selain itu nilai tersebut menunjukan adanya kemungkinan urutan set data berubah.

Gambar 4 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126 nukleotida Cyt-b menggunakan p-distance

Strain blusafir dan paris memiliki banyak kesamaan urutan nukleotida, sehingga jarak pada pohon filogenetik berdekatan, hal ini menyatakan bahwa kedua strain tersebut menggambarkan kedekatan kekerabatan. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Soewardi (1995) menggunakan analisis morfometrik dan biokimia menyatakan bahwa ikan gurami strain blusafir memiliki kesamaan

(21)

11

struktur genetik dengan ikan gurami strain paris. Hasil ini sesuai juga dengan penelitian Nugroho (2011) menggunakan marker RAPD (Random Amplified Polymorphism DNA) menyatakan bahwa strain blusafir memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan strain paris. Kemungkinan terjadi kawin silang antar kedua strain tersebut lebih mudah karena kedekatan keduanya.

Strain batu dan strain kapas membentuk cabang filogenetik yang terpisah, namun masih berada dalam satu kelompok besar. Strain batu dari hasil identifikasi morfometrik dan molekuler membentuk kelompok yang terpisah dengan kelompok strain yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa strain batu bersifat spesifik. Strain batu sulit ditemukan pada daerah budidaya karena strain ini memiliki pertumbuhan yang sangat lambat dibandingkan dengan strain yang lainnya, maka dari itu pembudidaya tidak memakai strain ini untuk dibudidayakan, sehingga perlu kajian lebih lanjut mengenai strain ini.

Hasil identifikasi molekuler strain kapas menunujukan terpisah dari strain blusafir dan paris, namun pada identifikasi morfometrik strain kapas memiliki kekerabatan yang dekat dengan strain paris dan blusafir. Hal ini menunjukan secara morfologi belum dapat dibedakan secara nyata, sehingga identifikasi molekuler lebih akurat.

Berdasarkan metode Kimura dua parameter menghasilkan pohon filogeni dapat dilihat pada Gambar 5. Ikan gurami asal Indonesia (KPS-22, PS-12, BT-21, dan BS-10) terpisah dari ikan gurami dari GeneBank (AY76376). Pengelompokkan inter-strain menghasilkan empat kelompok, yaitu pertama kelompok KPS-22, kedua kelompok PS-12, ketiga kelompok BT-21, dan keempat kelompok BS-10. Jarak genetik antara ikan gurami Indonesia dengan ikan gurami dari GeneBank adalah 0.0061 atau 0.61% dan jarak genetik antar keempat strain yaitu 0.0013 atau 0.13%. Hasil ini berbeda dengan hasil menggunakan metode p-distance. Pada p-distance strain BS-10 dan PS-12 bergabung, sedangkan pada Kimura dua parameter kedua kelompok ini terpisah.

Gambar 5 Konstruksi pohon filogeni Osphronemus gouramy dari sekuen 1126 nukleotida Cyt-b menggunakan Kimura dua parameter

(22)

12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Karakter morfologi hanya mampu membedakan dengan jelas strain batu dengan yang lainnya. Marka molekuler mampu membedakan berbagai strain walaupun dalam stadia bibit, baik itu antara strain dari luar (Spanyol-GeneBank) dengan keempat strain Indonesia. Analisis pohon filogenetik menggunakan p-distance menghasilkan tiga kelompok yaitu pertama kelompok BS-10 dan PS-12, kedua kelompok BT-21, dan ketiga kelompok KPS-22. Sementara menggunakan metode Kimura 2 parameter, keempat strain terpisah.

Saran

Penambahan strain yang digunakan agar hasil identifikasi lebih akurat. Eksplorasi marka genetik lainnya untuk menambah keakuratan identifikasi genetik strain-strain ikan gurami.

DAFTAR PUSTAKA

Farias IP, Guillermo O, Iracilda S, Horacio S. 2001. The cytochrome b gene as a phylogenetic marker: the limits of resolution for analyzing relationships among cichlid fishes. J Mol Evol 53: 89-103.

Hadi FR. 2011. Auntetikasi aneka produk Tuna (Thunnus sp.) dengan metode DNA Barcoding [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Hajibabei M, Singer G, Elizabeth C, Paul D. 2007. Design and applicability of DNA barcodes in biodiversity monitoring. J BMC Biol. 5: 1-5.

Hubert N, Hanner R, Holm E, Nicholas E, Taylor E, Burridge W, Watkinson D, Dumon P, Curry A, Bentzen P, Zhang J, April J, Bernatchez L. 2008. Identifying canadian fresh water fishes through DNA barcode. J Plos One 3: 174-180.

Irwin DM, Kocher TD, Wilson AC. 1991. Evolution of the cytochrome b gene of mammals. J Mol Evol 32: 128-144.

Johnson R, Wichern DW. 1988. Applied Multivariate Statistical Analysis. New York [US]: Prentice Hall.

KKP [Kementrian Kelautan dan Perikanan]. 2013. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementrian Kelautan dan Perikanan Tahun 2013. Jakarta

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmodjo S. 1993. Freswater fishes of Western Indonesian and Sulawesi. Singapore (SG): Periplus Edition. 291pp+84plates

(23)

13

Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor (ID): Pustaka Wirausaha Muda.

Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York (US): OxfordUniversity Pr.

Nugroho E. 2011. Evaluasi genetic ras-ras ikan gurame dengan marker DNA. J. Fish (2): 86-90.

Rachmawati R. 1999. Karakter fenotipik dan potensi tumbuh ikan gurame (Osphronemus gouramy, Lacepede) [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rahardjo MF, Murniarti. 1984. Anatomi Beberapa Ikan Ekonomis Penting di Indonesia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Rahmad. 2013. Taksonomi molekuler “DNA Barcoding‟ dan analisis filogenetik ikan hiu di pelabuhan Perikanan Palabuhanratu berdasarkan marka mitokondria [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bandung (ID): Binacipta Schwagele F. 2005. Traceability from a European perspective. Meat Science

71(1): 164-173.

Sitio Swardi. 2008. Pengaruh medan listrik pada media pemeliharaan bersalinitas 3 ppt terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sitanggang M, Sarwono B. 1987. Budidaya Gurami. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Soewardi K. 1995. Karakterisasi popuasi ikan gurame Osphorenemus gouramy lac dengan metode biokimia. Jurnal Ilmu Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 3(2): 23-31.

Solihin DD. 1994. Peran DNA mitokondria (mtDNA) dalam studi keragaman genetik dan biologi populasi pada hewan. Hayati. 1(1): 1-4.

Soltis PS, Soltis DE. 2003. Applying the Bootstrap in Phylogeny Reconstruction. Statistical science. 18(2): 256-257

Tamura K, Dudley J, Nei M dan Kumar S (2007) MEGA4: Molecular evolutionary genetics analysis (MEGA) software version 4.0. Molecular Biology and Evolution 24: 1596-1599.

(24)

14

(25)

15

Lampiran1Struktur Matrix

Karakter Fungsi 1

N6(a) 0.213(*)

N17 0.183(*)

N8(a) 0.172(*)

N13(a) 0.171(*) N10(a) 0.139(*) N16(a) 0.106(*)

N21 0.033

N1 -0.219

N15 0.159

N11 0.153

N20 0.228

N2(a) -0.213

N7(a) 0.066

N5(a) 0.004

N19(a) -0.036

N14(a) 0.125

N9(a) 0.132

N12(a) 0.049

N4 0.098

N18(a) -0.041

N3(a) 0.065

Lampiran 2 Nilai koefisien liniear diskriminan morfometrik

Karakter FD1 FD2 FD3

N1 -2.174 0.297 -0.181 N4 0.156 -0.963 1.226

N11 0.765 0.242 -0.217 N15 0.430 0.561 0.106

N17 0.790 -0.391 -1.217

(26)

16

Lampiran 3 Strain ikan gurami ditinjau dari berbagai sisi: a) menghadap ke kiri; b) menghadap ke kanan; c) menghadap ke atas; d)menghadap ke bawah

Strain Paris

(27)

17

Strain Kapas

(28)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 09 Juli 1991 dari ayah Alm. H. Abdul Rohim dan ibu Hj. N. Susilawati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan organisasi dalam masa studi seperti menjadi anggota UKM Lingkungan seni sunda Gentra Kaheman (2010-2011), pengurus UKM Lingkungan seni sunda Gentra Kaheman departemen fasilitas dan properti (2011-2013), pengurus Himpunan Mahasiswa Biologi departemen pengembangan sumberdaya mahasiswa (2012-2013). Penulis juga menjadi anggota divisi sponsorship dalam acara Pesta Sains Nasional IPB tahun 2012, sekertaris divisi sponsorship dalam acara Internasional Scholarship Education and Expo (ISEE) tahun 2013, serta beberapa kepanitiaan lainnya.

Gambar

Tabel 1  Karakter morfometrik yang diukur
Gambar 1 Skema pengukuran terhadap ikan gurami

Referensi

Dokumen terkait