• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Study of Ecology -Ecomonics Models for teh Development of Brackish Water Shrimp Pond In Randangan, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato, Gorontalo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Study of Ecology -Ecomonics Models for teh Development of Brackish Water Shrimp Pond In Randangan, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato, Gorontalo"

Copied!
547
0
0

Teks penuh

(1)

k

KAJfAN

MODEL

EKOLOGI

-

EKONOMI

PENGEMBANGAN TAMBAK

D A U M

RANGKA

PEMANFAATAN

WILAYAH

PESTSIR

DJ: MUARA

SUNGAf RANDANGAN, KECAMATAN MARISA,

KABUPATEN POHUATO, PROVINSI GORONTALO

OLEH

:

ZULHAMSYAH IMRAN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

ZULHAMSYAH IMRAN.

The

Study of Ecology-Economics Model for the Development of Brackish Water Shrimp Pond in Randangan, Kscamatan Marisa, Kabupaten Pohuato, Gorontalo. Supervised by Tridoyo Kusumastanto,

Budy Wiryawan, and Arief Budi Punvanto

The objective of study is to build a sustainable development model for brackish water shrimp pond. Mangrove ecosystem has an ecology and economic function in coastal area of Randangan, it has been used for brackish water shrimp pond. The development of shrimp pond grows rapidly and tends to endanger the sustainability of the mangrove ecosystem. The shrimp pond aquaculture is also giving an ecological impact to coastal area through pond effluent. Therefore, it is important to model the development of brackish water pond considering the carrying capacity, economics value of mangrove ecosystem and profit ability of shrimp pond aquaculture. The result shows that : ( 1 ) based on spatial analysis 1.917,01 ha is suitable for shrimp pond in Imbodo, Duhidaa, and Manawa (coastal village), but wing carrying capacity model only 759,I ha can

k

developed in sustainable way; (2) simulation of the model showed that intensive shrimp pond technology give the highest profit (Rp 95 million per ha per crop) with the concentration of NO3-N of 10.807 ppmlhdcrop ( 1 20 days) or 0.29lhalday; and (2) ecology-economics model indicated only 30 % of the mangrove area can be developed for intensive shrimp pond.

KEYWORDS : mangrove, ecology-economics, shrimp pond, carrying capacity,

(3)

SURAT

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pemyataan dalam tesis saya yang bejudul :

W I A N MODEL EKOLOGI

-

EKONOMI

PENGEMBANGAN TAMBAK O A U M RANGKA PEMANFAATAN WILAYAH

PESISIR

bI

MUARA SUNGAI RANDANGAN,

KECAMATAN MARISA, KABUPATEN POHUATO, PROVXNSI GORONTALO

Merupakm gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan pembimbing para komisi pembimbing. Tesis ini belurn pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan infomasi yang digunakan telah dinyatakan jelas clan &pat diperiksa kebemraunya.

~uyhamsyah

Imran

(4)

KAJIAN

MODEL

EKOLOGX

-

EKONOMI

PENGEMBANGAN TAMBAK DALAM RANGKA

PEMANFAATAN WILAYAH

PESISIR

D I MUARA

SUNGAI RANDANGAN,

KECAMATAN

MARISA,

KABUPATEN POHUATO,

PROVINSI GORONTALO

ZULHAMSYAH IMRAN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSllTrlT

PERTANIAN

BOGOR

(5)

3udul Thesis

:

Kajian Model Ekologi-Ekonomi Pengembangan Tambak Dalam

Rangka Pemanfaatan

Wilayah Pesisir di Muara Sungai

Randangan,

Kecamatan

Marisa, Kabupaten Pohuatu, Provinsi

Gorontalo.

Nama

:

Zulhamsyah Imran

Nomor Induk

:

99239

Program Studi

:

Pengelolaan

Sumberdaya

Pesislr

dan Lautan

Menyetujui

:

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. It. Tridovo Kusumastanto,lM.S Ketua

Ir. Arief Budi Purwanto. 1P.m Ang g ota

Mengeta hui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

a

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, M.S

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 31 Juli 1970. Penulis &]ah anak pertama dari tiga bersaudara dari Ayah A.K. Imran dan Ibu Chatijah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Manajemen Sumberdaya, Fakultas Perikanm, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1994. Pada tahun 1999 penulis

mendapatkan kesernpatan untuk rnelanjutkan pendidikan ke Program Magister Sains pada Program Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Penulis menikah pada tahun 1997 dengan Adhe Novy Aryani putri dari

pasangan Mukhtarudinn (alrn) dan Asni (alrn), Saat ini penulis dikarunia dua orang anak. Anak pertama bernama A u u r a Salsabilla dan anak kedua bernama Baihaqi Geunta Fadlonsyah.

(7)

,

PRAKATA

Puji syukur penuiis panjatkan kepada Allah SWT atas segala taufik dm

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini berjudul Kajian Model Ekologi-Ekommi Pengem bangan Tambak Dalam

Rartgka Pernunfaatan Wiilayah Pesisir di Muara Sungai Randungan,

Kecamaran Marisa, Kabupaten Po huulu, Provinsi Gomnlalo, dengan pern bim bing Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto sebagai Ketua dan Dr. Ir. Budy Wiryawan serta

Ir. Arief Budi Purwanto, M.T sebagai Anggota.

Dalam penyelesaian penelitian dan penul isan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan saran, masukan, arahan, kritikan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto baik sebagai Ketua Komisi Pembimbing maupun Kepala PKSPL IPB; Dr. Ir. Budi Wiryawan serta IT. Arief Budi Purwanto,

M.T

sebagai Anggota; seluruh Staf Pengajar pada Program Pengelolaan Surnberdaya Pesisir dan Lautan; Ade Novy Aryani yang senantiasa mendorong dan memberikan semangat; Thomas, Karim, dan Rahmi sebagai teman yang selalu memberikan masukan; dan rekan-rekan kerja di PKSPL IPB yang telah menjalin kerjasama dengan baik.

Sebagai sebuah karya tulis tentunya penulis masih mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan pemikiran penulis ke depan. Semoga karya yang kecil ini dapat berguna bagi kejayaan kelautan Indonesia.

Bogor, Juni 2004 Pen ulis,

(8)
(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

87

...

Penutupan Lahan (Land UselLandCover) 87

...

Indeks Vegetasi Mangrove (NDVI) 92

...

Sistem Lahan (Land System) 95

...

Kesesuaian Lahan

97

KarakteristikFisika,Kimia.danBiologiMuaraSungaiRandangan

...

1 1 6 - k

...

Laju Sedimentasi 145

...

Komposisi dan Karakteristik Ekosistem Mangrove 149

...

Valuasi Ekonomi Mangrove 153

...

Model dan Simulasi Pengembangan Tarnbak Berkelanjutan 167 1/

...*...

..

KESIMPULAN DAN SARAN

.

.

193

...

(10)

DAFTAR

TABEL

...

Nilai ekspor berbagai komoditas perikanan Indonesia 16

Beberapa karakteristik parameter biologi, fisika, dan kimia

...

m w a sungai 20

...

Tolak ukur dan kategori daya dukung pertambakan 27

...

Apfikasi Inderaja untuk wilayah pesisir dan lautan 35

...

Beberapa aplikasi SIG di wilayah pesisir 37

...

Kornponen manfaat dan biaya Pengelolaan mangrove 43

...

Posisi geografis titik sampling 54

Waktu penelitian

...

56

Jenis, alat, clan sumber data yang dikurnpulkan untuk kegiatan

Penelitian

...

57 Perkiraan kisaran tingkat kerapatan berdasarkan NDVI menggunakan

...

data Landsat EMM Plus 71

Kriteria kesesuaian ]&an untuk kegiatan tambak

...

71

...

Kriteria kesesuaian lahan untuk kegiatan koservasi mangrove 72 Parameter fisika dm kimia kualitas air dm metode yang digunakan

. .

75

...

Format matrik korelasi antar variabel 79

Matriks Metode Penilaian Ekonomi Sumberdaya Alarn

...

dan Lingkungm 83

Luasan penggunaan lahan masing-masing desa

di

Kecamatan Marisa,

...

Kabupaten Pohuato, Provinsi Gorontalo pada tahun 2002 88 Proporsi Penggunaan Lahan Desa-desa Pesisir di Kecamatan Marissa,

...

Kabupaten Boalemo dalam Persen Tahun 2002 91

Hubungan Indeks Vegetasi (NDVI) dengan tingkat kerusakan mangrove pada masing-masing desa pesisir di Kecamatan Marisa,

...

Kabupaten Pohuato, Provinsi Gorontalo tahun 2002 93

Luas landsystem di setiap desa di Kecamatan Marisa, Kabupaten

...

...

Pohuatu, Provinsi Gorontalo tahun 1 988

.

.

97 Luasan kesesuaian lahan untuk tambak setiap Desa di

...

Kecarnatan Marisa, Kabupaten Pohuato tahun 2002 100

Luasan kesesuaian lahan untuk konservasi setiap desa di Kecamatan

Marisa, Kabupaten Pohuato, Provinsi Gorontalo tahun 2002

...

103 HasiI analisis overlay kesesuaian lahan tambak dan konservasi

untuk kategori sangat sesuai

...

112 Hasil analisis overlay kesesuaian lahan tarnbak d m konservasi

untuk kategori sangat sesua

...

..,...

1 15 Kisaran, pembahasan, dan kelayakan beberapa karakteristik fisika

kimia perairan Muara Sungai Randangan, Kecamatan Marisa,

Provinsi Gorontalo untuk kegiatan perikanan (tambak udang)

...

117

Nilai Indeks Keanekaragaman (H'), Keseragaman (E),

d m

Dorninansi

0)

Phytoplankton setiap waktu pengamatan di Muara Sungai

Wdangan, Kecamatan Marisa, Provinsi Gorontal o

...

127 Nilai Indeks Keanekaragman (H' ), Keseragaman (E), dan Dorninansi

(D)

Zooplankton setiap Waktu Pengamatan di Muara Sungai
(11)

27. Karakteristik ekosistem mangrove pada masing-masing stasiun

berdasarkan nilai INP, H ' dan R

...

150 28. Komponen biaya pembibitan mangrove sebagai pendekakatan Biaya

pemeliharaan hutan mangrove di Kecamatan Marisa,

Kabupaten Pohuato, Propinsi Gorontalo

...

160 29. Komponen manfaat- biaya pengelolaan hutan mangrove di
(12)

DAFTAR GAMBAR

...

Pohon masalah W ilayah Pesisir Randangan. Kecarnatan Marisa 12

...

Kerangka pemikiran penelitian 18

...

Sumber sedimen di estuaria 29

...

Alur pakan udang di dalam petak tambak intensif 32

...

Skema menghitung Nilai Ekonomi Total (NET) 42

...

Peta Lokasi Penelitian (tanpa skala) 55

Alat jebakm sedimen (sediment trap). (a) tamp& atas. tarnpak

samping. dan (c) tampak depan)

...

62 Peletakkan alat perangkap sedimen di Sungai

(hipotetik dm tanpa skala)

...

63 Kerangka pendekatan analisi s

...

65 Koreksi geornetrik

...

68

...

Proses klasifikasi dengan rnenggunakan metode minimum distance 70

...

Tumpang susun pada analisis kesesuaian lahan untuk tambak 74

Turnpang susun pada analisis kesesuaian Iahan untuk konservasi

mangrove

...

74

Kerangka analisis model ekologi-ekonomi d d m rmgka

pengembangan tambak

...

86 Peta pemanfaatan lahan di Kecamatan Marisa,

...

Kabupaten Pohuato, Provinsi Gorontalo 89

=k

proporsi penggunaan Iahan di Kecamatan Marisa,

...

Kabupaten Pohuato, Provinsi Gorontalo tahun 2002 90 Grafik proporsi penggunam lahan di desa pesisir Kecamatan

...

Marisa, Kabupaten Pohuato, Provinsi Gorontalo tahun 2002 92

Peta sebaran luasan kondisi mangrove berdasarkan NDVI di desa pesisir, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato,

...

Provinsi Gorontalo tahun 2002 94

Peta sebaran landsystem

...

96 Proporsi (%) luasan kesesuaian lahan untuk berbagai kategori di

Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuatu,

Provinsi Gorontalo tahun 2002

...

100 Peta sebaran lokasi dari setiap kategori bagi peruntukan

tambak di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato,

Provinsi Gorontalo tahun 2002

...

102 Peta sebaran lokasi dari setiap kategori bagi peruntukan konservasi mangrove di Kecamatan Marisa, Provinsi Gorontdo tahun 2002

...

1 04 Proporsi (%) Luasan Kesesuaian Lahan untuk Berbagai Kategori di

...

...

Kecarnatan Marisa, Kabupaten Pohuatu

...,...

106 Peta sebaran lokasi sangat sesuai untuk tambak, konservasi, serta

tambak dan konservasi

...

110 Peta sebaran lokasi sesuai mtuk tarnbak, konservasi, serta tambak

dan konservasi

...

1 1 1 Proporsi (%) Peruntukkan Lahan Sangat Sesuai untuk Tarnbak d m

...

(13)

Proporsi (%) peruntukkan lahan sesuai untuk tarnbak dan

...

konservasi di Kecarnatan Marisa Kabupaten Boalemo 116 Kelimpahan phytoplankton di setiap stasiun pengamatan di

....

Muara Sungai Randangan. Kecamatan Marisa, Provinsi Gorontalo 125 Kelimpahan zooplankton di setiap stasiun pengamatan di Muara

Sungai Randangan. Kecamatan Marisa. Provinsi Gorontalo

...

129

M k analisis komponen utama (PCA) sumbu I dan I1 (F 1 x F2) pada saat pasang

...

135

Grafi k peragaan biplot pada pengamatan saat pasang

...

136

Grafik analisis komponen utarna (PCA) sumbu I dan 11 (F1 x F2) pada saat surut

...

141

Grafik peragaan biplot pada pengamatan saat surut

...

142

Tampakan sedimentasi di Muara Sungai Randangan

...

148

Dendogran jarak eucledean pada stasiun pengamatan mangrove

...

152

Model ekologi dalarn rangka pengembangan tarnbak berkelanjutan

...

169

Model ekonomi dalarn rangka pengembangan tarnbak berkelanjutan 169

...

Sub model tambak 171 Sub model estuaria

...

172

...

Sub model valuasi ekonomi 173 Sub model usaha tarnbak

...

..

...

174

Pasang surut dan kisarannya di Teluk Tomini

...

183

Hubungan variabel oseanoggrafi. batimetri pantai dan luasan tarnbak sebagai output

...

184

Simulasi model untuk dosis pakan dan usaha tambak intensif

...

186

Hubungan dosis palcan dm kurnulasi konsentasi NO& di tambak intensif

...

187

Hubungan dosis pakan dan kumulasi konsentrasi NO3-N

. .

di tambak seml mtensi f

...

189 Hubungan dosis

. .

pakan dm kumulasi konsentasi NO3-N di

...

(14)
(15)

Provinsi Gorontalo memiliki luas total perairan laut & 50.500 km2, yang terdiri dari perairan teritorial (12 mil) seluas

i

10.500 km2 dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

+

40.000 krn2 yang tersebar di wilayah utara clan selatan. Total potensi keseluruhan sumberdaya ikan yang terkandung di dalamnya mencapai 82.200 ton.tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, 2002). Disamping itu wilayah pesisir dengan panjang pantai 590 km dm luas mangrove 12,000 ha juga merupakan potensi sumberdaya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal (BPS Kehutanan, 1 996). Dari luasan tersebut hampir 7.624,30 ha terletak di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato (Hasil Pemekaran dari Kabupaten Boalemo tahun 2003) yang tersebar pada pmjang pantai 92,98 krn (Analisis Citra Landsat

ETM

Plus, 2002).

Ekosistem mangrove mernpunyai peran dan fungsi ekologis- ekonomis yang sangat penting bagi masyarakat dm lingkungm sekitarnya. Secara ekologis, ekosistem mangrove b e h g s i sebagai daerah pemijahan (spuwning grounds),

daerah mencari makan weeding ground) dan daerah pembesaran (nursety

ground!) berbagai jenis ikan, udang, kerang-kerangan dan spesies lainnya. Selain

itu, serasah mangrove (berupa dam, ranting dan biornassa lainnya) yang jatuh di

(16)

men yediakan keane karagaman (biodiversi~) dan plasma nutfah (genetic pool) yang tinggi serta berfungsi sebagai sistem penunjang kehidupan. Dengan sistem perakaran dan canopy yang rapat serta kokoh, ekosistem mangrove juga berfungsi

sebagai pelindung daratan dari gempuran gelom bang, tsunami, angin topan,

peremksan air laut dan gaya-gaya dari laut lainnya.

Ekosistem mangrove kaya akan keanekaragaman hayatinya seperti ikan, udang, burung, mamalia darat, dan reptilia serta mempunyai peran dan fungsi ekonomis-ekologis yang sangat penting bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Ekosistem mangrove juga sangat potensial dikembangkan untuk

kegiatan perikanan, terutama untuk kegiatan tambak udang.

Fungsi ekosistem mangrove yang terpenting bagi daerah pantai adalah menjadi penyarnbung (ecoron) daerah darat dan laut, serta mencegah gejala-gejala

alam yang ditimbulkan oleh perairan, seperti abrasi, gelombang, badai dan lain sebagainya, juga merupakan penyangga bagi kehidupan biota lainnya yang

merupakan sumber penghidupan masy arakat sekitarnya. Disamping Tumbuhan, hewan, benda-benda lainnya dan nutrisi tumbuhan ditransfer ke arah darat atau ke

arah laut melalui mangrove.

Sementara secara ekonomis ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan hasil dari ekosistem itu sendiri, perikanan estuaria dan pantai, serta wisata alam. Menurut Barbier et al, (19971, ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan kayunya secara lestari untuk bahan bangunan, arang (charcoal) dan bahan baku kerbs. Akibat dari fungsi ekonomis ekosistem mangrove, maka telah terjadi

(17)

untuk kegiatan budidaya tambak. Sebagai contoh, kegiatan konversi ekosistem mangrove manjadi tarnbak juga terjadi di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuato. Konversi mangrove di Kecamatan Marisa mencapai 2.2 1 3,6 1 ha untuk tambak

dan

peruntukkan lainya (Analisis Citra Landsat ETM Plus, 2002).

Kegiatan budidaya udang di tambak, di Indonesia sudah dimulai sekitar tahun 1980

d m

semakin berkembang dengan adanya Program Intensifikasi Tambak (INTAM) pada tahun 1984-1985, clan terus berkembang tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Dampaknya, pemanfaatan lahan di wilayah pesisir dengan mengkonversi ekosistem mangrove menjadi tambak di Pantai Utara Jawa dan Timur Sumatera, cenderung tidak memperhatikan daya dukung lingkungan sebagai faktor penyeimbang

.

Akibatnya banyak lahan

budidaya tambak di kedua wilayah tersebut sudah tidak produktif lagi bahkan

banyak ditinggal kan,

Sebagai perbandingan, luas tambak di Indonesia sekitar 344.759

ha.

Pa&

tahun 1999-2001 luas m a 1 tambak meningkat

7

% dari 393.196

ha

menjadi 450.000 ha. Narnun diperkirakan bahwa luas ekosistem mangrove yang telah dikonversi mtuk tambak diperkirakan lebih dari itu. Jika areal potemial untuk

tambak di Provinsi Gorontalo akan d i m a n f a a h 100 %, maka luas ekosistem mangrove yang dikonversi

akan

semakin menarnbah catatan penpangan lw mangrove

di

Indonesia.

Namun disisi lain pasokan ikan di pasar internasionai, terutama komoditas

(18)

mungkin untuk memasok ke pasar dunia, dengan syarat pemanfaatan lahan pantai (pesisir) hams di imbangi oleh pengaturdpenataan ruang dengan baik.

Untuk h s u s di Kecamatan Marisa, maka dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo tahun 2001 bahwa salah satu kawasan yang ditetapkan untuk kegiatan budidaya tmbak adalah Kecamatan Marrisa ymg terletak disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Randangan (BAPPEDA Provinsi Gorontalo, 200 1). Hal ini juga didukung oleh Studi Awal Pengelolaan Perikanan dan Kelautan yang telah merekornendasikan Kecamatan Marisa sebagai salah satu kawasan yang sesuai untuk model pengembangan budidaya tambak (PKSPL IPB, 2002).

Bila skenario model pengembangan tambak diimplementasikan, di Wilayah

Pesisir Muara Sungai Randangan, maka hams juga memperhatikan darnpak (ektemalitas) pengembangan tambak, karena besaran 3 5 % input pakan menjadi limbah organik (Huisman, 1987 dalam Widigdo et al, 2000), dan merupakan pemasok utama limbah bahan organik dan nutrien ke ekosistem estuaria (Barg,

1991; Phillips, er al., 1993; Kibria ef a)., 1996; Boyd at a/, 1998; Boyd, 1999).

Secara ekonomi pakan merupakan komponen produksi utama yang mencapai 45 - 60 % dari biaya total (Widigdo, 2002). Bahkan menurut Harris (1 997) pakan dan benih menyerap hampir 40 - 70 % dari total biaya produksi udang

Masukan limbah organik ke estuaria disamping bersumber dari pakan udang juga bersumber dari sedimentasi, sehingga dengan adanya pernbukaan Isthan

sangat berpotensi rneningkatkan laju N. Menurut Gordon ef al(1996), hampir 50

% dari sedimen yang masuk ke estuaria mangandung

N.

Disamping itu
(19)

N

ke

estuaria dari ekosistem mangorove mencapai 3,768 g r M (Djamaluddin, 1 995).

Agar kebijakan untuk meningkatkan kontribusi ekonomi dari kegiatan tambak udang berkisar 1.800 todtahun atau senilai Rp 90 milyarltahun (Dinas KeIautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, 2002) dapat tercapai, tambak udang yang dikembangkan hams berkelanjutan dan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Sehingga kertekaitan ekologi-ekonorni dalarn pengembangan tambak menjadi sangat signifikan dan perlu diteIiti.

Untuk rnenj aga kelestarian usaha tambak dan memperkecil penurunan kualitas lingkungan akibat limbah tambak, maka jurnlahlluasan tambak yang &pat dibuka di suatu kawasan hams sesuai dengan kemampuan alam seternpat (daya dukungnya). Daya dukung a l m itu sendiri ditentukan oleh beberapa faktor antara lain faktor geo-oceanografis, hidrologis, sifat-sifat fisika tanah

dan

air, pola arus pantai dan lain Iain.

(20)

Perurnusan Masalah

Upaya pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan lautan tidak akan terlepas dengan peman faatan dan pengern bangan secara berkelanjutan. Namun

&lam

pemanfaatan dan pengembangan ekosistem wilayah pesisir dan Iautan perlu diperhatikan kekhasan karakteristikya. Keberadaan ekosistem di wilayah pesisir cendemng tidak krdiri sendiri dan sangat sensitif dengan perubahan struktur lahan yang terdapat di wilayah tersebut dan lahan atasnya.

Pemanfaatan ekosistem wilayah pesisir dan Iautan secaw berkelanjutan

dapat terwujud bila memenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu : (1) keharrnonisan spasial, (2) kemarnpuan asimilasi (daya dukung lingkungan), dan (3) pemanfaatan potensi sesuai dengan daya dukungnya @emanfaatan secara lestari). Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pesisir dan laut bagi peruntukkan pernbangunan (pemanfaatan sumberdaya) berdasarkan kecocokan lahan (suitubiliias) dan keharmonisan antar pemanfaatan.

Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa suatu kawasan pesisir dan laut tidak sepenuhnya diperuntukkan bagai zona pemanfaatan, tetapi juga harus dialokasikan untuk zona preservasi dan konservasi. Menurut Odum (1 97

11,

proporsi antara mna peman faatan dengan mna konsevasi dan preservasi berkisar antara 60 : 40 atau 70 : 30. Keharmonisan spasial juga menuntut penataan dm pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfaatan dikelola secara bijaksana. Dengan demikian suatu kegiatan pembangunan harus ditempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
(21)

lingkungan dan atau kesehatan yang tidak dapat ditolerensi (Krorn, 1986 dalam Dahuri et al, 1996). Artinya bahwa dalam pemanfaatan ekosistem di wilayah pesisir dan laut, maka ham ada jaminan bahwa jumlah total dari limbah yang dibuang tidak boleh melebihi kapasitas asimilasi (assimilative c a p a c i ~ ) . Ekosistem di wilayah pesisir dan laut lainya sangat potensid menerima dampak

dari bahan pencemar dan sedimentasi (Kay and Alder, 1 999).

Sementara itu bila dianggap bahwa potensi sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut terdiri dari surnberdaya dapat pulih (renewable resources), maka kriteria pemanfaatan (ekstrasinya) tidak boleh melebihi kemampuan untuk

memulihkan diri pada suatu waktu tertentu (Clark, 1 988), sedangkan pemanfaatan sumberdaya yang tidak dapat pulih (non-renewable resources) hams dilakukan dengan cermat, sehingga efeknya ti& merusak lingkungan.

Sebagai contoh banyak permasdahan yang terjadi

di

kawasan wilayah pesisir Randangan karena tidak dimanfaatkannya secara bijaksana (wise use).

Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka dapat diidentifikasi permasalahan- permasalahan yang terj adi di kawasan pesisir Randangan, diantaranya ( 1 )

Lemahnya Penegakan hukum; (2) Pexnanfaatan SDA yang tidak berkelanjutan;

dan

(3) Belum adanya zonasi wilayah pesisir. Sedangkan delapan m d a h antara adalah : (1) Terjadinya sedimentasi; (2) Banj ir; (3) Terjadinya konversi ekosistem mangrove; (4) Terj adinya kerusakan ekosistem mangrove; dan (5) Abrasi.

Orientasi pembangunan perikanan

dan

kelautan yang lebih mementingkan pada pertumbuhan ekonomi sektor tersebut a h mengakibatkan eksptoitasi sumbedaya perikanan dan kelautan cenderung berlebihan (over exploitation)
(22)
(23)

Disamping itu belurn adanya zonasi yang diterapkan secara tegas telah mengakibatkan tidak j elasnya peruntukkan wilayah pesisir Randangan untuk

kegiatan pemanfaatan dan konservasi. Sampai dengan penelitian ini (ksember 2002) dalarn waktu yang bersamaan sedang disusun dokurnen zonasi atau tata ruang wilayah pesisir. Dengan belurn adanya zonasi wilayah pesisir ini menunjukkan bahwa proses pemanfaatan ruang di wilayah pesisir dan laut belurn terarah, sehingga banyak ruang yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan kapasitas daya dukungnya, bahkan kadangkala cenderung turnpang tindih. Sebagai contoh dengan ketiadaan zonasi wiiayah pesisir, maka akan cenderung te jadi konflik lokasi dan alokasi pernanfaatan ruang yang ada. Kegiatan akuakulhu (tambak) seringkali mengalih-firngsikan mangrove menjadi tambak, menyebabkan tidak hanya terganggunya fungsi dan proses yang ada di ekosistern mangrove, seperti fungsi daerah penyangga bagi badai pesisir, abrasi, sedimentasi serta sebagai

nursery bagi banyak kehidupan laut yang ekonomis, bahkan akan menlsak ekosistem mangrove.

Berkaitan dengan pola pemanfaatan lahan yang berbeda, baik diusahakan secara terencana atau tanpa rencana, akan menimbulkan darnpak yang berbeda pula. Pada dasarnya pennasalahan pengembangan wilayah pesisir untuk kegiatan budidaya tarnbak erat kaitannya dengan masalah ekonomi, pengembangan wilayah, penggunaan lahan dan kebutuhan air. Penataan lahan yang tidak terencana akan membentuk pola pemanfaatan lahan tidak optimal yang

berdampak pada : (1) peningkatan erosi; (2) banjir dan kekeringan; (3) penurunan

(24)

secara a1amia.h tersebut d i p e r b d oleh ulah manusia dalam membentuk pola pemanfaatan Iahan yang tidak dalam batas-batas daya dukung lingkungan.

Berdasarkan pengarnatan di beberapa lokasi, maka &pat diindikasikan bahwa sedimentasi terjadi di Muara Sungai Randangan. Hal ini terlihat dengan terj adinya tanah timbul (delta). Disamping itu proses sedimentasi, menyebabkan pendangkalan pada sungai, saluran tambak (inlet dan outlet) dan pinggiran laut @antai), merupakan ciri yang paling menonjol dari ti& berfungsinya DAS dengan baik. Dampak negatif sedimentasi terhadap biota perairan pesisir secara garis besar dapat diketahui melalui mekanisme tertentu. Pertama, penutupan tubuh biota laut, terutama yang hidup di dasar perairan (benthic organisme)

seperti hewan karang, padang larnun dan rumput Iaut, oleh bahan sedimen. Aki batnya, biota-biota tersebut &an susah bernapas dan akhimya mati lemas (asphyxia). Kedua, peningkatan kekeruhan air, sehingga menghalangi penetrasi cahaya ke dalam air dm mengganggu kehidupan organisme yang memerlukan cahaya, terutarna kornunitas yang berada dalarn kisaran kedalarnan yang mernungkinkan bagi komunitas tersebut untuk hidup, contohnya padang lamun

(seagrass) yang akan terganggu pertumbuhannya bila kekurangan cahaya (Nybakken, 1988).

Faktor lainnya yang menentukan apakah manusia akan memperlakukan dan mengusahakan tanahnya secara bijaksana, sehingga tidak menimbulkan kerusakan

tanah

dan

peningkatan laju erosi tanah. Faktor-faktor tersebut antara lain: sistem
(25)

dikatakm bahwa sedimentasi dapat terjadi secara alamiah tapi juga akibat kegiatan manusia.

Berdasarkan hasil analisis keterkrtitan masalah, maka faktor y ang menyebabkan terjdiya sedimentasi di wilayah pesisir Ranclangan disebabkan oleh : (1) Abrasi; (2) Banjir; (3) Penggundulan hutan; dm (4) Kerusakan hutan. Sedangkan akibat dari terjadinya sedimentasi secara term menerus akan mengakibatkan terjadinya pendangkalan perairan. Dan hal ini sudah

diindikasikan oleh te j adinya pendangkalan di

m w a

sungai dan pembentukan delta.

Berdasarkan hasil identifhi permasalahan tersebut di atas, maka dapat di kelompokkan ke

dalam

pennasalahan utama dan perrnasalahan

antara

Pennasalahan utama merupakan permasalahan dengan & k w i sebab dan akibat yang dominan, Sedangkan pennasalahan antara merupakan permasdahan dengan tingkat frekuensi tidak dominan. Secara skematis keterkaitan masalah utama dm

antara dapat dilihat pada Gam bar 1.

Dalam penelitian ini permasalahan yang akan menjadi perhatian secara

khusus

adalah (1) Konversi hutan mangrove, (2) Kerusakan hutan mangrove, (3) Pencemaran Limbah (organik), (4) Sedimentasi, dm (5) Konflik pemanfaatan lahan. Kelima rnasalah

ini

merupakan rnasalah antara dari pernasalahan utama :
(26)

P E R M A S W A N WILAYAH PESISIR

RANDANGAN

Keterangan :

1. Pendangkalan Perairan 2. Abrasi

3. Sedimentasi

4. Pencemaran Limbah

5. Konversi Lahan Mangrove

6. KonRik Pemanfaatan Lahan

7. Penggunaan Alat Tangkap Tdak Ramah Lingkungan 8. Kerwkan Hutan Mangrove

9. Perambahan Hutan 10.Banjir

(27)

Bila kegiatan pemanfaahn tidak direncanakan dengm baik, maka akm

mengancam keberadaan ekosistem mangrove yang dominan di wilayah pesisir Kecamatan Marisa, khususnya M u m Sungai Randangan. Untuk itu agar pemanf~tan dan pengembangan wilayah pesisir Kecamatan Marisa, khususnya Muara Sungai Randangan untuk kegiatan tambak agar berkelanj~rtan, maka perlu memperhatikan daya dukung lingkungan di wilayah pesisir dan laut y ang terdapat di dalarnnya.

Tujuan dam Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian bertujuan untuk membangun model ekologi dan ekonomi pengelolaan tam& sesuai dengan daya dukung lingkungan dalam rangka pemanfaatan wilayah pesisir Randangan. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji kesesuaian lahan untuk pengembangan m b a k di wilayah pesisir; 2. Mempelajari karakteristik biofisik (biologi, fisika, dan kimia) dan

menentukan bebentpa parameter utama ekologi (sedimentasi, TSS, Nitrat) dan ekonomi (nilai ekonomi mangrove) yang bepengaruh dalam pengembangan tambak;

3. Mengkaj i model pengembangan tam bak. Adapun manfaat penelitian adalah :

1. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam rnerencanakan dan mengembangkan tam bak di wilayah pesisir;

(28)

Kerangka Pemikimn

Wilayah pesisir Kecamatan Marisa, khususnya Muara Sungai Randangan digolongkan

ke

dalam salah satu wilayah pesisir yang perlu dikelola secara berkelanjutm. Dengan demikian &ah satu unsur penting yang harus diperhatikan adalah bagaimana menempatkan komponen lingkungan sebagai faktor penyeirnbang dari berbagai kegiatan pernanfaatan yang telah dan

akan

dilakukan. Dengan dernikian pemanfaatan DAS

Randangan

tidak hanya mementingkan pemanfatan untuk saat

ini

(economic oriented), akan tetapi juga untuk

kepentingan di masa yang akan datang (ecological oriented).

Pengembangan usaha tarnbak di wiIayah pesisir Randangan pada dasarnya adalah untuk menciptakan lapangan kerja, lapangan berusaha, meningkatkan ekspor udang dan peningkatan pendapatan daerah (PAD). Adanya peluang pasar baik dalarn maupun l u x negeri telah mendorong pemerintah daerah untuk

membuat kebijakan pengembangan budidaya udang (tambak) sebagai salah satu komoditi unggulan.

(29)

satu lahan yang

akan

di jadikan untuk kegiatan budidaya tambak adalah

di

walayah pesisir hdangan, Kec- Marisa, Kabupaten Boalemo. Arah kebijakan ini juga ditempuh mengingat semakin meninngkahn permintam udang di dunia.

Indikasi meningkatnya permintaan udang dunia adalah dengan terdorongnya/naiknya ekspor komoditi tersebut. Ekspor udang Indonesia secara konsisten mengalami kenaikan, misalnya dari

US$

556,8 juta pada tahun 1989 menjadi US$ 1.0 1 1,5 juta pada tahun f 998, atau mengalami laju pertumbuhan rata-rata sebesar 7,21 % per tahun (Tabel 1). Terus meningkatnya ekspor udang Indonesia merupakan salah satu faktor mengapa Provinsi Gorontalo membuat

kebijakan untuk mengembangan kegiatan budidaya tambak sebagai salah satu

kegiatan andalan (PKSPL IPB, 2002).

Menurut Dahuri (2003), volume clan nilai ekspor p e h a n Indonesia masih didominasi oleh komoditi udang

.

Perkembangan ekspor udang Indonesia dalam

kurun waktu

1998-2001 terus meningkat. Pada t&un 1998 volume ekspor udang Indonesia sebesar

US$ 1

milyar. Pada tahun 2001 nilai ekspor udang diperkirakan akm menu@ US$ 1,07 rnilyar.

Disarnping komoditi udang, maka n i b eksport yang menunjukkan kenaikan yang signifikan adalah komoditi kepiting.

Ekspor kepiting

Indonesia s e m konsisten juga mengalami kenaikkan, misalnya dari US$ 10.126 juta pada

tahun

(30)

Tabel 1. Nilai ekspor berbagai komoditas p e r i h a n Indonesia, 1989- 1998

Sumber : Statistik Impor Hasil Perikanan Indonesia 1998, Ditjen ?mi kanan, D e w m e n

Kelautan dan Perikmm.

Di sisi sungai dari wilayah pesisir Randangan memiliki ekosistem mangrove dengan berbagai surnberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Jenis-jenis mangrove yang teridentifikasi di Sungai dan Muara Sungai Randangan terdiri dari

Avicennia alba, A. marina, Ceriops sp, Xylocurpus sp. Keanekaragaman jenis- jenis mangrove ini cukup tinggi, ha1 ini menunjukkan kondisi yang masih baik bagi selumh sistem kehidupan yang ada di lokasi tersebut. Karena mangrove merupakan salah satu ekosistem penunjang bag i te rjadinya siklus perputaran hara di wilayah pesisir maka pemanhtamya perlu d i r e n c b dengan sebaik- baiknya.

Disamping itu dari aspek ketersediaan dan kesesuaian lahan, wilayah pesisir Randangan sesuai untuk dikembangkan uutuk tambak.

Pada

tahun 2002, w ilayah pesisir randangan telah dikemhgkan sekitar 100 ha tambak. Dari 100 ha tersebut yang terkelola dengan baik oleh

PT

Aquatis Inti Utarna seluas 18 ha.
(31)

hektar yang telah di lakukan oleh pihak perusaham sudah rnencapai 1,7 t d a dari target 3 tonha. Tidak mencapainya target panen dipengaruhi oleh musim kemarau yang panjang dengan suhu u d m pada malam hari mencapai 50" C dan kedalaman tarnbak yang hanya mencapai 60 cm.

Dan yang lebih penting lagi bahwa secara alami perairan sungai dan muara memiliki kemampuan untuk memulihkan dirinya dari limbah yang ditwima di luar sistem (self punfiation). Namun dalam jumlah yang berlebihan (me jebihi kapasitas asirnilasi), maka perairan tersebut akan tercemar. Potensi limbah organik sangat besar bila lahan wilay ah pesisir Randangan akan di kemhgkan

untuk tambak.

Untuk mengembangkan w ilayah pesisir ymg berkelanjutan, maka daya dukung lingkungan m e r u p h n faktor penentu yang hams diperhatikan. Sedimentasi dan kualitas air merupakan dua faktor yang a h menjedi pertimbangan d a b penelith ini, sehingga akan tejadi sinergisitas dengan faktor ekonomi

.

(32)

s

UELAUTAN PERMlMrAAN

PROOWSI UDANG: PENGEMBANGAN

. I

-.-

-

-

PotYlDL

I

I'

E-ManprDM

1.

MODaWaOGC

nWRASUNGPJ Kaendaandn DAYA DUKUNG WONOMl W Y A H

MN-, + ~ M m m UNOKUNGAN P E S M W

PemarlLltan , PEMGm-

TAMBAK UDANG -paatn

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Wilayah Peslir

Wilayah pesisir, tempat dirnana daratan dm lautan berternu merupakan kawasan yang didefinisikan oleh Sorensen dan Mc Creary (1 990) sebagai &erah inte@ce atau daerah transisi, daerah dimana segala macarn proses yang terjadi tergantung dari intemksi yang sangat intens dari daratan dm lautan. Menurut Kay and Alder (1999), pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks kntang dam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam

dan sangat

produktif serta memberikan niiai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia.

Menurut Dahuri et a!. (I 996) dan Clark (1996), secara ekologis, wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, ke arah darat mencakup daratan yag masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan (seperti pasang- surut, percikan air gelombang, interusi air laut clan angin laut). Sedangkan ke arah laut meliputi

perairan laut

yang

masih

dipengaruhj oleh proses-proses darniah dan kegiatan mmusia di daratan, termasuk air sung6 dan diran air permukaan (run 0$3, sedimentasi, pemcemaran dan lain-lain.

Perairan pesisir seperti muara (estuarine)

,

teluk (bay) dan lain-Iain merupakan penghubung (channels) bagi dampak yang dihasiikan dari kegiatan manusia di daratan

ke

lingkungan laut (Wilson, 1988). Estuarine merupakan habitzi~ sumber rnakanan, sarana transportasi, sarana rekreasi dm b a h h tempat pembuangan limbah.
(34)

menghasillcan tipe-tip sirkulasi massa air seperti aliran berlapis, aliran karena perbedam densitas, baj i garam (saltwedge), dan fi.onr

(N

ybakken, 1 988). Disamping itu karakteristik estuaria ditunjukkan dengan salinitas yang beragam, kisaran variabel suhu, turbiditas, sedimentasi, dan pergerakm massa air yang kuat (Low dm Mccomell, 1 987). Beberapa

karakteristik lainnya

ditinjau dari aspek parameter biologi, fisika,

dan

kimia di muara sungai disajikan pada Tabel 2.

Tab

d

2. Beberapa W t e r i s t i k parameter biologi, fisika, dan kimia muara sungai Parameter

I

Karakteristik

Biologi

1

,

Ekosistem

1 Mangrove

Berperan sebagai jebakan sedimen (Kennish, 1990)

Pensuplai nutrien ke muara sungai melalu proses dekomposisi serasah (Kennish, 1990)

Merupakan daerah pemijahan (spawning ground), mencari rnakan

(feeding g r o w , clan daerah asuhan (nursery grow14 (Bengen,

1 9991

Plankton

Fisika

Suhu

Sirkusi air

Terdiri dari phytoplakton dan zooplankton (Nybakken, 1988)

Memiliki peran yang sangat besar terhadap prduktivitas primer (Kennish, 1 990)

Berperan sangat besar dalam aliran energi (Nybakken, 1988)

Proses fotosintesis di muara sungai, 90 % di lakukan oleh phytoplankton (Kennish, 1990)

Phytoplankton &pat dikelompokkm beberapa kelas, yaitu : Bmillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophycea, dan Dinophyceae (Nybakken, 1988)

Betpen& langsung dan tidak langsung terhadap biota perairan, terutama untuk plankton (Kennish, 1 990)

K i m di bebetapa muara sungai di Indonesia 24-32 O C

(Sulistiawati, 2003)

Berpengaruh terhadap proses fotosintesis dm pertumbuhan

phytoplankton (Kennish, 1990)

Turbulensi massa air dari bawah ke pemukaan perairan akan menyubutkan peraim, karena terjadi pengmgkatan unsur ham dan erat hubungannya dengan pethlmbuhan phytoplankton (Kennish, 1990)

Tingkat reproduksi dan rekruihen populasi biota tergantung pada sirkulasi air (Kennish, 1990)

(35)

w

I

Parameter

I

Karakteristik

I

I

Kecetahan

I

Kecerahan atau kedalaman saicchi disk berhubungan emt dengan

I

jumlah intensitas sinar matahari yang masuk ke dalam perairan

Kisaran ktcerahan di beberapa muara sungai di Indontsia terletak @a kisaran 0,19 - 12,5 meter dan bervariasi untuk masing-masing

muara sungai (Sulistiawati, 2003)

Menentukan prduktifrtas primer yang dihasil kan oleh phytoplankton (Kennish, 1 990)

Betpengaruh terhadap migrasi vertikal mopIanton (Kennish, 1990)

Kimia Sdinitas

I

Salinitas adalah kandungan garam-garam terlarut dalam satu

kilogram air iaut dan dinyatakan dalam satuan per-seribu ( N y M e n , 1988)

Perairan estuari atau muara salinitasnya rendah, ha1 ini dikarenakan

adanya pengenceran (adan ya pengaruh air sungai) (Newman dan

Pierson, 1966).

Kisaran salinitas di beberapa muara sungai di Indonesia, memiliki kisaran 0 - 3434 (Sulistiawati, 2003)

Berpengamh langsung terhadap kehidupan biota perairan, terutama phytoplankton. (Kennish, 1990)

Berpengaruh terhadap osmosis, distri busi, dan produktivitas ~ i l s keumhan y&g diungkapkan d& satuan meter sangat di pengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekenrhan dan

I

Pernanfaatan Wilayah Pesisir untuk Kegiatan Pertam bakan Nutrien

Wilayah pesisir merupkan kawasan yang mem punyai Wteristik dan

phytoplankton (Kennish, 1990)

Beberapa jenis nutrien seperti nitrogen, phosfor, dan silica sangat dibutuhkan phytoplankton untuk reproduhi (Kennish, 1990)

Nitrogen d m phosfat merupakan faktor pembatas pertumbuhan phytoplankton (Kennish, 1990)

Ammonia merupkan bentuk nitrogen yang bersifat racun terhadap biota perairan dalarn jumlah yang h y a k (Kennish, 1990)

problema yang unik dan kompleks. Unik secara ekonomi sebagai sarana pelabuhan dan bisnis komersial laimya, serta mempunyai daya tarik yang besar sebagai tujuan wisata dan pengembangan kegiatan tambak, serta tujuan lainnya yang dapat menghailkan banyak keuntungan finansial (Kusumastanto, 2002)

(36)

Untuk meningkatkan kotribusi ekonomi dari kegiatsul petikanan, maka pemerintah juga telah menmangkan Gerakan Nasional Pembangunan Kelautan dan Perilanan pada tanggal 1 l Oktober 2003 (Dahuri, 2004). Kegisrtan perikanan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi produksi seksar 3,s juta ton adalah kegiatan perikanan

budidaya termasuk di dalamnya kegiatan pertambakan.

Menurut Dahuri (2004), luas perairan payau yang dapat dirnanfaatkan untuk kegiatan m b a k mencapai 1 juta hektar dengan potensi produksi mencapai 5 juta todtahun dan tingkat pemanfatan baru mencapai 0,40 juta ton pada tahun 2003 (lebih kurang bsru mencapai 8 %). Salah satu potensi perairan payau yang masih besar dapat dimanfaatkan terletak di Provinsi Gorontalo. Untuk itu pemerintahan telah menjadikan Provinsi Gorontalo sehgai salah satu daerah pengembangan baru usaha budidaya tambak udang (ekstensifikasi) dalam kebijakan dm program

Departemen Kelautan d m Perilcanan (Dahwi, 2004).

Sebahagian ksar tambak di Indonesia dikernbangkan di lahan hutan mangrove. Menurut Naamin (1990), membangun tambak di lahan mangrove mempunyai bekrapa keuntungan d m kerugian. Menurut Poernomo ( 19921, beberapa keuntungan membangun tambak di mangrove adalah : (1) biaya pemilihan lahan relati f mudah, karena dianggap merupakan lahan marginal; (2) niaya penggalian tambak dan pemasokan air lebih mudah, karena elevasinya rendah; (3) penggantian air lebih mudah, terutama pada daerah pasang sumt yang berkisar 1

-

3 meter; (4) perairan pantai di sekitar mangrove merupakan sumber benih udang; dan (5) sifat fisik dan mekanik lahan mangove baik untuk tambak clan dapat menahan air tam bak.
(37)

karena terbukanya sedimen terhadap udara akan tejadi oksidasi pirit menjadi asam sul fat, sehingga tanah menjadi sangat asarn (Pornorno, 1 990). Bahkan menurut Sing (1 980) N m i n ( 1990), &an menghamht Iaju perturnbuhan udang.

Unhik mengurangi dampak negatif (kentgian) terhadap mangrove dan lingkungan di wilayah pesisir, maka perlu ditempkan teknologi yang ramah lingkungan. Oleh karena itu, budidaya udang di tambak dengan menggunakan teknologi maju (intensif), cenderung tidak dilakukan di lahan mangrove, nmun memilih lokasi di daerah yang elevasinya lebih tinggi dari pasang surut, clan lahan yang pakai umumnya berupa sawah dan tegalan marginal maamin, 1 990).

Tantangan di Wilayah Pesidr

Dibalik prospek cerah dari wilayah pesisir ini untuk meningkatkan ekonomi negara, jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang besar di wilayah ini klah menirnbulkan berbagai tekanan terhadap sumberdaya alarn yang terdapat di dalamnya. Menurut Dahuri et a1 (1996), diindikasikan adanya tekanan telhadap wilayah pesisir telah menimbulkan berbagai problem di wilayah pesisir. Beberapa wilayah laut dm

pesisir di Indonesia, seperti Pantai Utara Jawa, Selat Malaka, Teluk Jakarta, dm lain- lain, telah mengalami kerusakrtn hingga melewati batas kemampuan daya dukung 1 ingkungan. Eksploitasi berlebi han terhadap mangrove dan terumbu karang yang akan menghilangkan bgsinya sebagai perlindungan alarni terhadap badai dan

(38)

Dari sekian bmyak penyebab kerusakan lingkungan laut dan pesisir, konversi lahan untuk tarnbak merupakan salah satu faktor yang penting (Dahuri

g

aJ.

1998), karena dapat mengunmgi l w a n ekosistem mangrove. Disamping itu pencemaran merupakan faktor Iainnya yang menyebabkan terjadinya kerzlsakan lingkungan pesisir, karena pencemaran tidak saja dapat merusak atau mematikan komponen biotik (biota) perairan, tetapi juga @at membahayakan kesehatan atau bahkan mematikan rnanusia yang memanfaatkin biota atau perairan yang tercemar. Selain itu, pencemaran juga dapat menurunkan nilai estetika perairan laut dan pesisir yang terkena. The World Resources Institute (WRI, 1992) rnempublikasikan kembali data

drtri

artikel yang terdapat di Nature, April 199 1, yang memperlihatkan hubungan yang jelas antara peningkatan jumlah penduduk dengan peningkatan pencemaran pada 42 sungai utarna (trend yang terlihat hampir linear).

Contoh paling aktual tentang betapa beratnya pengelolaan wilayah pesisir adalah kematian ribuan ton ikan di Teluk Jakarta yang terj adi pada tanggal 8 d m 9 Mei 2004 (Kompas, 9- 1 0/5/2004). Tidak lama berselang terj adi lagi kemaj ian udang di tarnbak disepanjang pmtai di Kabupaten Tangerang

.

Peristiwa ini diduga karena fenomena alam yang tidak terlepas dari limbah organik yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Semua akan bermuara bahwa perairan juga punya kapasitas daya dukung lingkungan yang hafils diperhatikan,

Daya Dukung Lingkungaa

(39)

kemampm lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan m u s i a dan makluk

Ada beberapa pengertian atau defrnisi tentang daya dukung (carrying c a p u c i ~ )

yang diberikan oleh beberapa ahli. Menurut Soerianegara (1 978)

ada

tiga rnacam pengertian daya dukung (carying capacity) yaitu : (1) Pengertian daya dukung yang berhubungan dengan kurva tumbuh logistik, dimana daya dukung adalah asimptot atas dari kurva tersebut. Dalam ha1 ini batasan daya dukung ialah batasan teratas dari pertumbuhan populasi, di mana pertumbuhan populasi tak dapat didukung iagi oleh sumberdaya lingkungan yang ada; (2) Pengertian daya dukung yang d i k e d dalam ilmu pengelolaan margasatwa. Dalam ha1 ini, daya dukung ialah j umlah individu yang dapat didukung oleh suatu habitat;

dan

(3) Pengertian daya dukung yang dikenal dalam ilmu pengelolaan padang penggembalaan. Dalarn ha1

ini

daya dukung ialah jumlah individu yang dapat didukung oleh habitat dalam keadaan sehat dan kuat.

Scones (1 993) dalarn Prasetyawati (200 I), membagi daya

dukung

lingkungan menjadi 2 yakni, daya dukung ekologis (ecological carrying capacil)l) d m daya dukung ekonomis (economic carrying capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum hewan-hewan pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan, serta terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen (irreversible). Hal ini ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi

(skala

usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara e konomi

.

(40)

yang ditimbuUEan oleh interaksi dari sernua unsur atau komponen (fish, kirnia dan biologi) dalarn suatu kesa- ekosistern.

Dengan mengadopsi definisidefinisi tersebut di atas maka di dalam kajian ini pengertian daya dukung kawasan pesisir adalah kemampuan badan air am perairan di

kawassn pesisir (terutarna emaria) dalam menerima limbah organik. Termasuk di

dalarnnya adalah kemampuan rnendaur ulang atau mengasimi lasi l imbah tersebut

sehingga tidak rnencemari lingkungan perairan yang berakibat terganggunya

keseimbangan ekologisnya.

Untuk mempertahankan daya dukung lingkungan, maka Dahuri (1996)

mengat- bahwa pengern bangan wilayah pesi sir hams memperhatikan

keseimbangan kawasan. Dikemukanan bahwa agar kegiatan ekonom i di w ilayah pesisir dapat lestari, maka kawasan pantai di bagi kedalm tiga zona, yaitu : (1) zona

preservasi (presentation zone), merupakan kawasan yang memili ki nilai ekolog is tinggi (daerah pemijahan, kegiatannya terbatas (penelitian, pendidikan, dm rekreasi), dan 1-nya paling tidak mencapai 20 % dari total areal; (2) zona korservasi (conservation zone), rnerupakan kawasan yang dapat dikembangkan secara terkontrol

(perurnahan dan perikanan rakyat), dengan luasan paling tidak mencapai 30 % dari total dan (3) zona pengembangan intensif (intensive development zone), merupakan areal yang diperuntukkan untuk kegiatan pengembangan intensif

(budidaya ikan dan kegiatan lainnya), limb& yang dihasilkan tidak melebihi kapasitas asimilasi, dengan luas mencapai 50 % dari total area,

Faktor P e m b a h Daya Dukung Lingkungan

Daya dukung lahan pesisir di suatu Iokasi untuk pertambakan ditentukan oleh

(41)

klimatologi daerah huIu dan pesisir. Faktor-faktor tersebut berpengaruh t e r m produktivitas tambak dan merupakan faktor pernbatas pada luasan hamparadared tambak dalam hubungannya dengan tingkat teknologi budidaya yang a h diaplilrasikan (Prasetyawati, 2001). Menurut Poernomo (1992), tolok ukur l h &pat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu : kategori tinggi, kategori sedang,

dan kategori rendah (Disaj ikan pada Tabel 3).

Tabel 3. Tolak ukur dan kategori daya dukung pertambakan

No. 1. 2. 3. 4. 5 . 6, 7. 8. 9. 10. Komponen

T i p dasar pantai

Tipgaris pantai

Arusperairan

Arnplitudo pasang

sunrt

Elevasi

T e b tanah

Keterstdiaan air t a w

Permukaan air tanah

Jatur hijau

Curah hujan

Tolok

Tinggi

Terjal, karang berpasir

terbuka

Konsistensi tanah stabil

Kuat

1 l - 2 1 dm

Dapai diairi cukup pada

saat pasang tinggi

raraan

Dapat dikeringkan total pada saat surut rendah

lwaan

Teksnu sandy cluy,

san& clq~loam, tidak

bergambut, tidak berpirit

Dekat sungai dengan mum air dm jumlah m e h i

Di bawah LLWL,

mernadai

c 2000 mm

Ukur Daya Dukung

Sodang

Te jal, k m g

berpasir atau

sedikit berlumpur,

terbuka

Sama dengan

kategori tinggi

w a n g

Rendah

Sangat landai,

berlumpur tebal, benrpa teluk atau

Konsistcnsi tanah sangat lab7

Lemah

8 - 1 1 dmdan21-

29 dm

Sama dengan

kategori tinggi

Tekstur sandy c l q , san&Iam,

h d u n p n pirit tinggi

h adengan

kategori tinggi

Dimtam WLWL

dan LLWL

Mernadai

2000-2500 mm

<8dan>29dm

Dibawah ntaan surut

terendah

Tekstur lumpur atau

l m p w berpasir, bergambut, kmdmgan pirit tinggi

Debt sungai tetapi

tingkat siltasi tinge

atau air -but

Di atas WtWL

Tipidtanpa jalw

hij au

(42)

Sedangkan menurut Harris (1996), untuk merencanakan budidaya udang secam ideal

ada

beberapa

hd

yang harus diperhatikan, yaitu ; (1) lokasi budidaya yang akan

dikembsngkan hams sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) atau sudah

ditetapkan peruntukkan dengan

SK

Gubernur, yang diteteapkan berdasarkan i d e n t i m i potensi; (2) besarnya potensi wilayah tersebut untuk memproduksi udang melalui waha budidaya ditentukan terlebih dahulu dengan besamya daya dukung kawasadahan, khusunya &lam hal kemampuan mengolah limbah dalam jmgka

waktu tertentu; dan (3) besaran produksi ditentukan berdasarkan kemampuan daya dukung, sehingga dapat ditentukan Iuasan lahan tambak yang akan dikembangkan.

Keberadaan ekosistem di wilayah pesisir akan sangat tergantung pada proses sedimentasi yang mungkin terjadi (Dahuri , 1 996). Perjalanan sedimen dari sumbernya di dataran tinggi mengikuti sistem aliran dan mernpunyai kecenderungan untuk mencapai lautan. Ti& semua sedimen

akan

mencapai Iautan; sebagian akan mengendap pada dasar lereng sungai, dalarn reservoir dm juga pada aliran mendatar sepmj ang perjalanann y a. Sebagian sedimen diendapkan hanya pada waktu-waktu tertentu (temporal). Pada waktu terjadin ya badai, kadang-kadang beberrtpa tahun kemudian akan terjadi pemafllkan kembali sedimen dan akan menggemkkamya

lebih

(43)

Garnbar 3. Sumber sedimen di estuaria ( Sumber : McDowelI

dm

OIConnor, 1977 )

Secara umum sedimen dapat

dibedakan

berdasarkan sistem angkutannya menjadi wash

load

suspended load dan bed

Ioad

(McDowell dan O'Connor, 1977).

Wash

load addah partikel-partikel halus yang menyebar rnerata dalam bentuk suspensi

dimana

bergerak dengan kecepatan yang relatif sama dengan kecepatan aliran dalarn ha1 ini bergerak mengikuti arus. Bed Ioad dan suspended load terdiri dari potongan-potongan batu dan kerikil. Partikel-partikel demikian ini dapat bergerak dalam bentuk suspensi bila terdapat arus turbulen. Namun akan menjadi

muatan dasar (bed load) bila terdapat aliran pasang, baik pasang naik maupun pasang

tunrn.

Sedimen

di

Estuaria umumnya

berasal

dari tujuh sumber (McDowell

dan

O'Comor, 1977) yaitu : (I) Erosi yang disebabkan oleh aliran sungai dan a m (Sr),

(2) Buangan rumah tangga dan industri (Sp), (3) Aliran dari pantai (Sib), (4) Erosi dari continental shelf(so), ( 5 ) Erosi yang disebabkan oien angin dari gundukan pasir

(44)

Besar sebaran dan ukuran partikel yang rnengendap tergantung dari kuat lemahnya arus naik d m arus turun dalam rnenggerakkan dan meyebarkan sedimen tersebut (McDoweil dan O'Comor, 1977). Sedimen yang mengendap di estuaria

terdiri dari lurnpur, pasir, tanah liat, batu kerikil dan zat-zat organik. Pasir dan kerikil

umumnya diteruskan dari daerah p t a i , dimana masih terdapat pengaruh

gelombang.

Erosi yang terjadi di wi layah pantailpesisir disebabkan oleh konstruksi yang

dibangun di pantai, seperti jetti, pelabuhan, atau pemecah gelombang (McDowell dan O'Connor, 1977). Pada umumnya konstruksi tersebut akan menghadang aliran litoral (littoral drifi) darn i di wilayah pantai tersebut, yang berarti terganggunya pasokan pasir ke pantai di bagian hilir aliran litoral tersebut. Kondisi seperti ini akan memicu proses erosi di wilayah pantai tersebut. Dengan terjadinya proses erosi di suatu tempat berarti akan terjadi proses sdimentasi di tempat iain, karena materi yang tergems oleh aktivitas gelombang akan diangkut oleh aliran litoml dan dideposit di daerah lain. Adanya erosi yang tejadi di bagim h u h dan penggerusan aliran sungai akan meningkatkan kandungan padatan tersuspensi (McDowell dan O'Connor, 1977). Padatan tersuspensi ini merupakan materi utama yang mengalmai pengendapan di perairan pesisir, sehingga dapat rnempengaruhi karakteristik (substrat) di daerah pengendapan. Padatan tersuspensi yang diangkut ke laut ini akan menurunkan penetrasi cahaya yang dapat menurunkan produktivitas perairan.

3. Ljmbab O ~ a n i k dari Bndidaya Udang

(45)

dan kuantitas perairan. Dengan asumsi Wwa

petairan

yang diguaakan untuk kegitan budidaya te1ah memenuhi persyaratan kualitatif, maka j h a h air penerima akan menjadi faktor penentu berapa banyak Iimbah yang dapat diterima

oleh

suatu badan air agar kuditasnya masih layak untuk digunakan kegiatan budidaya yang berkehjutan.

Limbah utarna

dari

kegiatan budidaya udang adalah bahan organik yang berasal

terutama dari sisa-sisa pakan, kotoran,

dm

bahan-Wan terlarut. Hasil monitoring yang dilakukan oleh Primavera (1 994) ddam Widigdo ef

al

(2000) terhadap tambak udang intensif menyebutkan bahwa 15% dari pakan yang diberikan akan larut dalam air, sernentara 85% yang dimakan sebagian besar juga dikembalikan lagi ke lingkungan

dalam

bentuk Iirnbah. Hanya 17% dari jumlah pakan yang

d i b e h

dikonversikan menjadi daging udang, 48% terbuang dalam bentuk ekskresi (metabolisme dan kelebihan nutrien), ec+xis (molting)

dan

pemeliharaan (energi). Dua puluh persen dari pakan yang diberikan dikembalikan ke lingkungan dalam bentuk limbah padat berupa faeces (Gambar 4).

Hitungan besarnya limbah tambak yang lebih sederhana diberikan oleh Huisman (1 987) &lam PKSPL IPB (2000) sebagai berikut. Apabila

pakan

yang diberikan bennutu baik yaitu dengan

kadar

protein antara 35%

-

45% akan dapat rnenghasihn

Food

Convertion Ratio (FCR) seksar 1,5, yang artinya untuk menghasilkan udang 1 kg diperlukan 1,5

kg

pakan. Dalam kondisi tersebut limbah yang terbuang ke perairan dalam bentuk padatan tersuspensi

(TSS)

adalah 5 14 gram. Hitungan yang lebih besarnya, bila udang yang diproduksi addah 1 ton

maka

pakan yang

diberikan

adalah
(46)

PEMELIHARAAN (energi)

Gambar 4. Alur pakan udang di dalam petak tambak intensif (Primavera, 1 994 dalam Widigdo g ~2- 2000)

Limbah udang yang terbuang

ke perairan

tersebut akan mengalami proses dekomposisi (degmdasi) yang dilakukan oleh bakteri. Salah satu kebutuhan bakteri untuk mendekomposisi limbah yang dapat diukur adalah oksigen. Sehubungan

dengan hai tersebut Huisman (1 987) daZum Widigdo

ef

a/

(2000) menyatakan bahwa

untuk mendekomposisi I

kg

limbah organik diperlukan oksigen sebesar 1,067 kg.

Pemeliharaan Daya Dukung Lingkungan

Untuk rnenjaga kelestarian

kawasan

pesisir dari kerusakan darn maka menjadi

sangat penting untuk menentukan adanya kawasan penyangga Cgreenbelt),

(47)

mernperhatikan : (I) sekurang-kurangnya 100 meter di ki-kanan sungai besar dan 50

meter di kiri-kanan an& suagai yang berada di luar pemukiman; dan (2) untuk sungai d i kawasan permukiman berupa sempadm sungai yang diperkiraknan cukup untuk

dibangun jalan inspeksi antara 1 0- 1 5 meter.

Kepres 32 pasat

Gambar

Grafik proporsi penggunam lahan di desa pesisir Kecamatan
Gambar  1.  Pohon  masalah  wilayah  pesisir Randangan,  Kecamatan Marisa  Dengan memperhatikan beberap  pemyataan  di  atas  dan  perrnasalahan  yang
Tabel  1.  Nilai ekspor berbagai komoditas p e r i h a n  Indonesia,  1989- 1998
Tab  d  2.  Beberapa W t e r i s t i k  parameter biologi,  fisika,  dan  kimia  muara sungai
+7

Referensi

Dokumen terkait